uin syarif hidayatullah jakarta studi etnobotani...

94

Click here to load reader

Upload: nguyentram

Post on 04-Apr-2019

260 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

STUDI ETNOBOTANI TANAMAN BAMBU PADA

MASYARAKAT BETAWI DALAM PENEMUAN OBAT

ANTIMALARIA DI HUTAN KOTA SANGGABUANA

JAKARTA SELATAN DAN SEKITARNYA

SKRIPSI

RIQO SOVYAN

NIM: 11141020000038

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

JAKARTA

2018

Page 2: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

STUDI ETNOBOTANI TANAMAN BAMBU PADA MASYARAKAT

BETAWI DALAM PENEMUAN OBAT ANTIMALARIA DI HUTAN

KOTA SANGGABUANA JAKARTA SELATAN DAN SEKITARNYA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

(S.Far)

RIQO SOVYAN

NIM: 11141020000038

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

JAKARTA

2018

Page 3: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu
Page 4: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu
Page 5: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu
Page 6: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

vi

ABSTRAK

Nama : Riqo Sovyan

NIM : 11141020000038

Program Studi : Farmasi

Judul :

Tanaman bambu merupakan salah satu tanaman yang banyak ditemui di

kawasan Hutan Kota Sanggabuana dan memiliki kandungan alkaloid, flavonoid,

saponin, terpenoid dan fenol. Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa ekstrak

daun Bambusa vulgaris memiliki aktivitas sebagai antiplasmodium. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui aktifitas inhibisi ekstrak tanaman bambu

terhadap salah satu target potensial antiplasmodium yakni enzim MQO dari P.

falciparum pada penyakit malaria menggunakan metode in vitro. Tahapan dalam

penelitian ini adalah studi etobotani tanaman bambu, ekstraksi simplisia daun dan

rebung bambu lalu dilakukan skrining fitokimia dan uji inhibisi secara in vitro.

Dari tahap studi etnobotani diperoleh sebanyak lima jenis tanaman bambu lalu

dibagi menjadi enam sampel untuk proses estraksi. Ekstrak yang didapat dari

proses maserasi dijuji aktifitas inhibisi secara in vitro, instrument yang digunakan

pada uji in vitro adalah spektrofotometer UV-Vis. Aktifitas antiplasmodium yang

tertinggi adalah ekstrak daun bambu tali dengan prosentase 42% dan daun bambu

andong dengan prosentase sebesar 40% pada konsentrasi 10 µg/ml.

Kata kunci : Antiplasmodium, in vitro, daun bambu tali (Gigantochloa apus),

daun bambu andong (Gigantochloa pseudoarundiancea).

Studi Etnobotani Tanaman Bambu pada Masyarakat

Betawi dalam Penemuan Obat Antimalaria di Hutan Kota

Sanggabuana Jakarta Selatan dan Sekitarnya

Page 7: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

vii

ABSTRACT

Name : Riqo Sovyan

NIM : 11141020000038

Program Study : Pharmacy

Title :

Bamboo are one of the plants that are often found in the Sanggabuana City Forest

and contain alkaloids, flavonoids, saponins, terpenoids and phenols. Bambusa

vulgaris leaf extract has activity as antiplasmodium. The purpose of this study

was to determine the inhibition activity of bamboo plant extracts on one of the

potential antiplasmodium targets, namely the MQO enzyme from P. falciparum in

malaria using an in vitro method. The stages in this study were the ethobotany

study of bamboo plants, extraction of leaf and shoots simplicial, phytochemical

screening and inhibition testing in vitro were carried out. From the ethnobotany

study stage, five bamboo plants were obtained and then divided into six samples

for the extraction process. The extract obtained from the maceration process was

tested for inhibitory activity in vitro, the instrument used in the in vitro test was a

UV-Vis spectrophotometer. The highest antiplasmodium activity was tali bamboo

leaf extract with a percentage of 42% and andong bamboo leaves with a

percentage of 40% at a concentration of 10 µg / ml.

Keywords : Antiplasmodium, in vitro, tali bamboo leaf (Gigantochloa apus),

Andong bamboo leaf (Gigantochloa pseudoarundiancea).

Ethnobotany Study of Bamboo Plants on Betawi Society

in the Discovery of Antimalarial Medicines in the Forest

City of Sanggabuana, South Jakarta and Surroundings

Page 8: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas

segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan

skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

menyelesaikan pendidikan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan dan bimbingan dari berbagai

pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena

itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, bapak saya Rois Sovyan dan ibu saya Ritati serta

adik saya Refta Sekar Devi yang selalu mendoakan dan memberikan

dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak Hendri Aldrat, Ph.D., Apt. selaku pembimbing I dan Bapak Dr. M..

Farid Hamzens, M.Si selaku pembimbing II, yang memiliki peranan besar

dalam proses penelitian dan penyelesaian tugas akhir saya ini. Semoga

segala bantuan dan bimbingan bapak dan ibu mendapat imbalan yang lebih

baik dari Allah SWT.

3. Bapak Marvel, M. Farm., Apt dan Ibu Via Rifkia, M. Farm., Apt selaku

penguji yang selalu memberikan pengarahan kepada penulis hingga skripsi

ini selesai.

4. Sensei Daniel Ken Inaoka, Ph.D selaku peneliti senior dari The University

of Tokyo yang telah banyak memberikan kontribusi, ilmu dan pengarahan

penting hingga selesainya skripsi saya ini.

5. Bapak H. Idin, Bapak H. Makmun, Bang Rio dan seluruh masyrakat

Betawi Kecamatan Karangtengah yang telah membantu dan mengarahkan

penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

6. Bapak Dr. Arief Soemantri, SKM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 9: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

ix

7. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt. selaku ketua Program Studi Farmasi

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

8. Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt. selaku pembimbing akademik yang

telah memberikan bimbingan selama proses perkuliahan sampai selesainya

penyusunan skripsi saya ini.

9. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada

penulis.

10. Damayanti yang selalu menemani, memberikan dukungan, semangat dan

doa kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini.

11. Keluarga kedua penulis (Soulmete) Kak Irham Pratama, Kak Nurul Fitria,

Kak Nasyidah Hanum, Kak Muzi Latunil, Kak M. Akbar, Nadya

Tsurayya, Nurjihan Fahira, Suhelmi, dan Nabilah Al-aluf atas

kebersamaannya, bantuan serta motovasi sejak awal penelitian hingga

akhir penyelesaian skripsi ini.

12. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Farmasi angkatan 2014 Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

13. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT berkenan membalas

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari masih banyak

kekurangan dalam penulisan skripsi ini, namun penulis berharap skripsi ini

membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Jakarta, 21 Desember 2018

Penulis

Page 10: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

x

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Riqo Sovyan

NIM : 11141020000038

Program Studi : Farmasi

Jenis karya : Skripsi

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi saya/karya ilmiah

saya, dengan judul:

STUDI ETNOBOTANI TANAMAN BAMBU PADA MASYARAKAT

BETAWI DALAM PENEMUAN OBAT ANTIMALARIA DI HUTAN

KOTA SANGGABUANA JAKARTA SELATAN DAN SEKITARNYA

untuk dipublikasi atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital

Library Perpustakaan akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-

undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan

sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal : 21 Desember 2018

Yang menyatakan,

(Riqo Sovyan)

Page 11: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ................................................. iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iv

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ v

ABSTRAK ............................................................................................................ vi

ABSTRACT ......................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ....................................... x

DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 5

1.3 Pertanyaan Penelitian ........................................................................... 5

1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................. 6

1.5 Hipotesis Penelitian .............................................................................. 6

1.6 Manfaat Penelitian ................................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 7

2.1 Etnobotani ............................................................................................ 7

2.2 Definisi Budaya .................................................................................... 8

2.3 Definisi Kearifan Lokal ........................................................................ 9

2.4 Etnik Betawi ....................................................................................... 10

2.5 Tanaman Bambu ................................................................................ 11

2.6 Malaria .............................................................................................. 13

2.7 Produksi Energi Pada Makhluk Hidup .............................................. 16

2.8 Enzim Malate Quinone Oxydoreductase (MQO) ............................. 18

2.9 Simplisia ............................................................................................ 19

2.10 Penyiapan Simplisia ........................................................................... 20

Page 12: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

xii

2.11 Pemeriksaan Mutu Simplisia .............................................................. 22

2.12 Metoda Ekstraksi ............................................................................... 22

2.13 Pelarut ................................................................................................ 24

2.14 Ekstrak ................................................................................................ 25

2.15 Vacuum Rotary Evaporator .............................................................. 25

2.16 Kerangka Kerja Teoritis .......................................................................... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 27

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 27

3.2 Alat dan Bahan .................................................................................... 27

3.3 Prosedur Kerja ..................................................................................... 27

3.3.1 Pemilihan Responden ............................................................... 27

3.3.2 Wawancara ............................................................................... 27

3.3.3 Identifikasi Tanaman ................................................................ 28

3.3.4 Penyiapan Simplisia dan Proses Ekstraksi ............................... 28

3.3.5 Skrining Fitokimia.................................................................... 28

3.3.6 Uji Aktivitas Fraksi Ekstrak Tanaman Bambu terhadap Enzim

PfMQO .................................................................................... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 33

4.1 Karakteristik Responden ..................................................................... 33

4.2 Pengetahuan Masyarakat Betawi tentang Tumbuhan Bambu ............. 34

4.3 Identifikasi Tanaman Bambu .............................................................. 37

4.4 Penyiapan Simplisia ............................................................................ 42

4.5 Pembuatan Ekstrak .............................................................................. 43

4.6 Penapisan Fitokimia ............................................................................ 43

4.7 Uji Aktivitas Inhibisi Ekstrak Tanaman Bambu Terhadap Enzim

PfMQO ........................................................................................................ 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 47

5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 47

5.2 Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 47

5.3 Saran .................................................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 48

Page 13: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Komposisi Assay mix ........................................................................... 30

Tabel 3.2. Peta Letak Ekstrak Larutan Induk ........................................................ 31

Tabel 3.3. Peta Letak Ekstrak Pengujian .............................................................. 31

Tabel 3.4 Kelompok Uji pada Percobaan ............................................................. 32

Tabel 4.1 Studi Etnobotani tanaman bambu oleh Masyarakat Betawi. ............... 34

Tabel 4.2. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak ......................................................... 44

Page 14: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Siklus Transmisi Malaria .................................................................. 15

Gambar 2.2. Proses Glikolisis ............................................................................... 16

Gambar 2.3. Proses Pembentukan Asetil Koenzim A........................................... 17

Gambar 2.4. Proses Siklus Kreb ........................................................................... 17

Gambar 2.5. Proses Transpor Elektron ................................................................. 18

Gambar 2.6. Peran Enzim PfMQO ....................................................................... 19

Gambar 2.7. Kerangka Kerja Teoritik Penelitian.................................................. 26

Gambar 4.1 Prosentase (%) tipologi responden berdasarkan umur ...................... 33

Gambar 4.2 Bambu kuning ..................................................................................... 38

Gambar 4.3 Bambu tali ......................................................................................... 39

Gambar 4.4 Bambu petung ................................................................................... 40

Gambar 4.5 Bambu andong................................................................................... 41

Gambar 4.6 Bambu duri ........................................................................................ 42

Page 15: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuisioner Responden ........................................................................ 55

Lampiran 2. Alur Kerja Penelitian ........................................................................ 63

Lampiran 3. Alur kerja Studi Etnobotani…... ....................................................... 64

Lampiran 4. Uji Aktivitas Inhibisi Enzim PfMQO ............................................... 65

Lampiran 5. Perhitungan Pengenceran Konsentrasi Ekstrak ................................ 66

Lampiran 6. Alur Kerja Uji Aktivitas Inhibisi Enzim PfMQO ............................. 67

Lampiran 7. Perhitungan Uji % Inhibisi Ekstrak .................................................. 68

Lampiran 8. Tanaman Bambu ............................................................................... 69

Lampiran 9. Foto Ekstrak Tanaman Bambu ......................................................... 72

Lampiran 10. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Tanaman Bambu ....................... 73

Lampiran 11. Alat dan Bahan Penelitian .............................................................. 79

Page 16: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Rahmawati (2012), manusia dan tumbuhan memiliki ikatan

sangat erat. Selain berfungsi sebagai sumber makanan, pakaian dan bangunan,

tumbuhan memiliki peran yang sangat penting yaitu sebagai dapat dijadikan

sebagai bahan baku obat. Dalam peradaban manusia, tumbuhan telah

dimanfaatkan sebagai bahan baku obat untuk mengatasi sakit yang masyarakat

derita serta digunakan untuk menjaga kesehatan. Efek penyembuhan dan

farmakologis tumbuhan memiliki hubungan erat dengan kandungan kimia

tumbuhan tersebut.

Menurut Vickery & Vickery (1981), metabolit sekunder seperti

flavonoid, alkaloid, terpenoid dan lainnya berperan terhadap aktivitas

farmakologis dan terdapat pada tanaman yang biasanya akan menentukan efek

terapi suatu tumbuhan. Senyawa metabolit sekunder juga dapat memberikan

kemampuan tumbuhan dalam mempertahankan diri. Menurut WHO (2002) dalam

(Radji, 2012), tercatat sebanyak 80% penduduk dunia masih menggunakan

tumbuuhan sebagai sumber obat tradisional. Sampai saat ini masih banyak obat

modern yang menggunakan zat aktif yang didapat dari isolasi lalu dikembangkan

dari tumbuhan. Di Indonesia, tumbuhan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk

dapat memenuhi kebutuhan hidupnya seperti kebutuhan pangan, obat-obatan,

kosmetika dan sebagai bahan pestisida. Pengetahuan mengenai pemanfaatan

tumbuhanan diperoleh dari pengalaman terdahulu serta pengetahuan turun-

temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya (Supriati, dkk. 2013).

Indonesia terdiri dari suku dan berbagai macam budaya. Salah satunya

yaitu Masyarakat Betawi. Masyarakat betawi merupakan suku yang berada di

propinsi DKI Jakarta. Masyarakat suku Betawi merupakan masyarakat yang kaya

akan budaya serta dekat dengan alam. Masyarakat Betawi salah satunya yang

menempat di Kecamatan Karang Tengah Jakarta sebagian besar masih

memanfaatkan tumbuhan dalam kehidupan sehari-harinya salah satunya yaitu

1

Page 17: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tumbuhan bambu. Masyarakat betawi di wilayah tersebut masih menggunakan

tumbuhan bambu dalam pengobatan tradisional. Namun saat ini, kesinambungan

ketersediaan tumbuhan obat tersebut kurang terjamin karena beberapa kawasan

tumbuh tanaman bambu semakin berkurang. Selain itu, generasi pewaris

pengetahuan tentang penggunaaan tanaman bambu dalam pengobatan tradisional

masyarakat Betawi yang semakin sedikit sehingga penting sekali untuk dilakukan

dokumentasi warisan pengetahuan tentang bambu agar warisan pengetahuan

masyarakat Betawi tentang bambu tidak punah. Agar jenis-jenis tumbuhan bambu

tidak hilang seiring dengan semakin berkurang lahan hutan maka perlu dilakukan

penelitian Studi Etnobotani Tanaman Bambu yang dimanfaatkan masyarakat

Betawi di Hutan Kota Sangga Buana Jakarta. Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui jenis, bagian dan cara meramu tanaman bambu yang digunakan oleh

masyarakat Betawi di Jakarta.

Salah satu tanaman yang banyak digunakan masyarakat Indonesia salah

satunya ialah bambu. Bagi masyarakat Indonesia, bambu mempunyai peranan

sangat penting karena banyak manfaatnya untuk berbagai kepentingan mulai dari

bambu muda atau rebung hingga tanman bambu yang sudah tumbuh besar dapat

digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bambu banyak digunakan karena

mepunyai sifat yang mudah untuk dimanfaatkan salah satunya memiliki batang

yang kuat, serta memiliki kulit batang yang elastis. Bambu banyak ditemukan di

sekitar pemukiman daerah pedesaan dan diperkebunan, maka bambu dianggap

tumbuhan serbaguna bagi masyarakat desa (Munziri dan Mukarlina, 2013).

Bambu adalah tumbuhan yang serbaguna, cepat mengalami pertumbuhan serta

mempunyai peranan penting dalam kehidupan serta budaya masyarakat (Razvi,

dkk. 2011). Bambu telah digunakan secara luas sebagai bahan bangunan di

berbagai belahan dunia. Bambu memiliki berat gabungan yang rendah, kekuatan

tinggi, keindahan dan daya tahan yang baik sehingga sangat sesuai untuk

arsitektur tradisional yang inovatif (Singh, dkk. 2013). Di Indonesia, diperkirakan

terdapat 159 spesies jenis bambu dari total 1.250 jenis bambu yang terdapat di

dunia. Sebanyak 88 jenis bambu yang ada di Indonesia adalah spesies tanaman

endemik. (Dransfield dan Widjaja, 1995; Wijaya, 2009). Kegunaan tumbuhan

dikelompokkan berdasarkan manfaatnya antara lain sebagai sandang, bahan

2

Page 18: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pangan, bangunan, obat-obatan, kosmetika, alat rumah tangga dan pertanian,

pelengkap upacara adat, tali, anyaman, kegiatan sosial, untuk minuman serta

kesenian (Purwanto dan Walujo, 1992).

Banyaknya manfaat bambu perlu dikaji dalam etnobotani. Perhatian

utama etnobotani meliputi jenis-jenis tumbuhan yang dimanfaatkan serta cara

penggunaannya, persepsi, sikap dan perilaku masyarakat, serta penggolongan-

penggolongan sistem penamaan yang diberikan terhadap tumbuhan, vegetasi dan

kelimpahan jenis, potensi ekonomi tumbuhan dan lingkungan, koleksi spesimen,

dan koleksi jenis (Harsono dan Martina, 1998).

Menurut Macharla (2011) dalam Rathod et al. (2011), ekstrak etanol

Bambusa arundinacea menunjukkan efek protektif dan secara sigifikan

menurunkan glukosa darah yang diamati pada tikus diabetes yang diinduksi

aloksan. Hasil studi komprehensif ini mengungkapkan bahwa rebung Bambusa

arundinacea menunjukkan aktivitas anti-diabetes signifikan secara statistik

dengan untuk glibenklamid sebagai standar. Sedangkan menurut Zang et al. (

2010), ekstrak air fase serutan bambu (WEBS), dengan metoda ekstraksi karbon

dioksida superkritis menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus

aureus, Escherichia coli, Bacillus subtilis, Penicilliun citrinum, Aspergillus niger

dan Saccharomyces cerevisiae. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Komlaga

et al. (2016), ekstrak air daun Bambusa vulgaris terbukti memiliki aktivitas

antiplasmodial pada parasit Plasmodium yang sensitif terhadap klorokuin.

Malaria adalah penyakit infeksi dimana penderita mengalami demam

berkala. Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium (Protozoa) dan ditularkan

melalui nyamuk Anopheles betina. Malaria merupakan penyakit berbahaya yang

bisa mengakibatkan kematian khususnya pada pasien yang beresiko tinggi

misalnya ibu hamil, bayi serta balita (Kemenkes, 2013). Berdasarkan data dari

Kemenkes (2013), pada tahun 2010 dilaporkan sebanyak 65% kabupaten di

Indonesia adalah endemis malaria dan penduduknya 45% beresiko malaria. Kasus

malaria pada tahun 2009 yaitu 1,85 per 1.000 penduduk mengalami peningkatan

pada tahun 2010 menjadi 1,96 per 1000 penduduk. Sementara itu, tingkat

kematian akibat malaria mencapai 1,3%. Selain itu tercatat pada tahun 2011 telah

terjadi kematian sebanyak 388 akibat malaria. Berdasarkan data Riskesdas 2013,

3

3

Page 19: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

prevalensi malaria di Indonesia pada tahun 2013 adalah 6%. Di provinsi DKI

Jakarta, prevalensi malaria pada tahun 2013 mengalami peningkatan tajam yaitu

5,8% dibanding tahun 2007 yang hanya 0,51%. Malaria adalah salah satu penyakit

paling berbahaya di dunia. Menurut data dari WHO pada tahun 2015 tercatat

sebanyak 3,2 milyar penduduk dunia atau hampir mencapai separuh penduduk

bumi berisiko tertular malaria. Selain itu, tercatat telah terjadi sebnayak 214 juta

kasus infeksi malaria di dunia dan sebanyak 438.000 kasus mengalami kematian.

Menurut Kemenkes (2013), pengobatan malaria saat ini adalah

menggunakan terapi tunggal klorokuin, amodiakuin, sulfadoksin-pirimethamin

(SP). Namun pada tahun 1973 telah ditemukan kasus resistensi malaria P.

falciparum, dan P. vivax terhadap klorokuin di Kalimantan Timur dan tahun 1990

di Pulau Nias. Setelah itu, kasus resistensi malaria ini terus berkembnag ke

seluruh Indonesia. Penggunaan terapi tunggal klorokuin, amodiakuin, sulfadoksin-

pirimethamin (SP) sudah ditemukan resitensi di beberapa wilayah Indonesia.

Banyaknya kasus resistensi malaria ini dapat meningkatkan morbiditas dan

mortalitas penyakit malaria. Namun obat pilihan pengganti yang telah

direkomendasikan oleh pemerintah untuk mengganti terapi tunggal obat malaria

yaitu terapi kombinasi derivate artemisinin dan beberapa obat anti malaria lain

yang lebih dikenal dengan sebutan artemisinin based combination therapy (ACT).

ACT sangat efektif untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas infeksi malaria.

Namun menururt WHO (2015), baru-baru ini telah dilaporkan terjadinya resistensi

terhadap artemisinin P. falciparum di Asia Selatan dan Asia Timur.

Kemoterapi antimalaria yang tersedia saat ini memiliki efek samping

yang cukup besar serta munculnya resistensi malaria terhadap terapi ini.

Pengembangan obat antimalaria dengan mekanisme aksi baru dan lebih sedikit

efek samping sangat diperlukan. Beberapa langkah untuk mengatasi resistensi

malaria yaitu menemukan sumber obat baru antimalarial yang lebih aman dan

efektif serta mencari target obat baru yang lebih spesifik untuk membunuh parasit

yang invasif. Enzim MQO (malate quinone oxydoreductase) merupakan salah

satu target obat yang baru untuk mengatasi invasi Plasmodium. Enzim MQO

merupakan suatu enzim membran yang berfungsi sebagai katalis proses oksidasi

dari malat ke oksaloasetat. Enzim MQO tidak memerlukan NAD sebagai aseptor

4

Page 20: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tapi terjadi perpindahan elektron menuju kuinon lalu kuinon dioksidasi oleh rantai

transfer elektron (Kather, Stingl, van der Rest, Altendorf, & Molenaar, 2000).

Banyaknya potensi dan persebaran tanaman bambu namun masih

kurangnya dokumentasi pengetahuan secara tertulis tentang manfaat tanaman

bambu khususnya bagi Masyarakat Betawi serta belum adanya studi etnobotani

tanaman bambu yang dilakukan di Hutan Kota Sangga Buana Kecamatan Karang

Tengah Jakarta Selatan, maka perlu dilakukan Studi Etnobotani Tanaman Bambu

di Hutan Kota Sanggabuana Kecamatan Karang Tengah, Jakarta Selatan.

Penelitian sebelumnya terhadap salah satu jenis bambu yaitu Bambusa vulgaris

mengungkapkan bahwa daun jenis bambu tersebut memiliki efek antiplasmodium,

namun efek inhibisi jenis bambu tersebut dan jenis bambu lainnya terhadap target

obat antiplasmodium enzim P.falciparum MQO sejauh ini belum pernah

dilaporkan.

1.2 Rumusan Masalah

Banyaknya tanaman sebagai sumber obat baru yang belum banyak

tercatat secara tertulis di Hutan Kota Sanggabuana sehingga perlu dilakukan

penggalian potensi alam khususnya tanaman bambu di Hutan Kota Sanggabuana

untuk dijadikan sumber obat baru. Saat ini banyak terjadi kasus resistensi obat

antimalaria yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas penyakit malaria.

Pada tahun 2015 telah dilaporkan adanya resistensi beberapa obat antimalaria

terhadap P. falciparum di Asia Selatan dan Asia Timur. Bertambahnya kasus

resistensi obat antimalaria sehingga perlu dilakukan penelitian dalam penemuan

sumber obat antimalaria baru. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Komlaga

et al. (2016), dilaporkan bahwa ekstrak daun Bambusa vulgaris memiliki aktivitas

sebagai antiplasmodial, namun belum pernah dilaporkan aktivitas inhibisinya

terhadap salah satu target potensial antiplasmodium yakni enzim MQO dari P.

falciparum pada penyakit malaria.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Apakah tanaman bambu kuning (Bambusa vulgaris) memiliki

aktivitas inhibsi pada enzim P. falciparum MQO?

5

Page 21: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Jenis-jenis tanaman bambu apa saja yang memiliki aktifitas inhibisi

terhadap enzim P. falciparum MQO?

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas inhibisi ekstrak

tanaman bambu terhadap enzim PfMQO yang merupakan target potensial pada

penemuan obat antiplasmodium baru.

1.5 Hipotesis Penelitian

1. Tanaman bambu yaitu Bambusa vulgaris diduga memiliki aktivitas

inhibisi terhadap salah satu target potensial antiplasmodium yakni

enzim P. falciparum MQO.

2. Satu jenis tanman bambu dengan jenis bambu lainnya memiliki

kekerabatan yang dekat sehingga diduga terdapat beberapa jenis

bambu yang memiliki potensi yang sama sebagai inhibitor enzim P.

falciparum MQO.

1.6 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat membuka wawaan tentang tanaman

obaat serta memberikan informasi ilmiah mengenai potensi kearifan

lokal tanaman obat di Indonesia khususnya tanaman bambu.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan penelitian selanjutnya

dalam mengembangkan penelitian lebih lanjut tentang penemuan

obat antimalaria.

3. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai landasan penting

penggunaan tanaman bambu sebagai obat dalam upaya peningkatan

kesehatan serta pemanfaatannya di bidang farmasi.

6

Page 22: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etnobotani

Menurut Castetter (1944) dalam Hastuti (2002), istilah etnobotani pada

awalnya adalah botani aborigin (aboriginal botany) yang diungkapkan oleh Power

pada tahun 1875 yang batasannya adalah pemanfaatan berbagai jenis tumbuhan

oleh masyarakat lokal untuk bahan obat-obatan, bahan makanan, bahan sandang,

bahan bangunan dan lain-lainnya. Istilah etnobotani muncul pertama kali pada

tanggal 5 Desember 1895 dalam suatu artikel anonim yang diterbitkan oleh

Evening Telegram dalam kesempatan suatu konferensi arkeolog J. W. Harsberger.

Pada tahun berikutnya terbit artikel dari konferensi tersebut yang mengetengahkan

tentang obyek etnobotani (The purpose of Ethnobotany), meliputi : (a)

rnengungkapkan situasi kultural suatu etnik atau tribu yang memanfaatkan

berbagai jenis tumbuhan untuk bahan makanan, bahan bangunan dan bahan

sandang; (b) rnengungkapkan penyebaran jenis-jenis tumbuhan pada masa

lampau; (c) mengungkapkan jalur distribusi komersial suatu jenis turnbuhan dan

(d) mengungkapkan berbagai jenis turnbuhan berguna. Dalam publikasi tersebut

Harsberger sendiri memberikan batasan bahwa etnobotani adalah llmu yang

mempelajari tentang pemanfaatan berbagai jenis tumbuhan secara tradisional oleh

masyarakat primitif. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,

etnobotani berkembang menjadi cabang ilmu yang cakupannya interdisipliner

yang mempelajari tentang hubungan manusia dengan surnberdaya alarn tumbuhan

dan Iingkungannya.

Menurut Hastuti (2002), etnobotani tumbuhan obat merupakan suatu

bentuk interaksi masyarakat dengan lingkungannya. Karakteristik khas interaksi

setiap suku tergantung pada karakteristik wilayah dan potensi kekayaan tumbuhan

yang ada. Pengkajian etnobotani tumbuhan obat berdasarkan penggunaannya oleh

suku tertentu dimaksudkan untuk mendokumenasikan potensi sumberdaya

tumbuhan obat dan merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan dan

melestarikan tumbuhan obat.

7

Page 23: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Menurut Purwanto (1999) dalam Hastuti (2002), penelitian etnobotani

diawali oleh para ahli botani yang memfokuskan tentang potensi ekonomi dari

suatu tanaman atau tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat lokal. Selanjutnya

para antropolog yang bahasannya mendasarkan pada aspek sosial pandangan

bahwa untuk melakukan penelitian etnobotani diperlukan data tentang persepsi

rnasyarakat terhadap dunia tumbuhan dan lingkungannya.

Secara sederhana etnobotani dapat didefinisikan sebagai suatu bidang

ilmu yang mempelajari hubungan tirnbal balik secara menyeluruh antara

masyarakat lokal dengan alam lingkungannya meliputi sistem pengetahuan

tentang sumber daya alam tumbuhan. (Hastuti, 2002)

2.2 Definisi Budaya

Menurut Koentjaraningrat (2000), kebudayaan dengan kata dasar yaitu

budaya berasal dari bahasa sansakerta ”buddhayah”, yang merupakan bentuk kata

jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Definisi budaya menurut

Koentjaraningrat yaitu sebagai “daya budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa,

sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa itu.

Koentjaraningrat menerangkan bawa pada dasarnya banyak yang membedakan

antara budaya dan kebudayaan, dimana budaya merupakan perkembangan

majemuk budi daya, yang berarti daya dari budi. Pada kajian Antropologi, budaya

dianggap merupakan singkatan dari kebudayaan yang tidak ada perbedaan dari

definsi. Menurut Koentjaraningrat (2002), kebudayaan atau disingkat budaya,

merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam

rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.

Untuk lebih jelasnya mengenai penjelasan diatas, Koentjaraningrat

membedakan tiga wujud dari kebudayaan yaitu: (1) Wujud kebudayaan sebagai

sebuah kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai- nilai, norma-norma, peraturan dan

sebagainya. (2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta

tindakan berpola dari manusia dalam suatu masyrakat. (3) Wujud kebudayaan

sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Menurut Liliweri (2002), kebudayaan merupakan pandangan hidup dari

sekelompok orang dalam bentuk perilaku, kepercayaan, nilai, dan simbol-simbol

9

8

Page 24: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang mereka terima tanpa sadar yang semuanya diwariskan melalui proses

komunikasi dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Hawkins (2012) berpendapat bahwa budaya merupakan suatu kompleks

yang meliputi pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat-istiadat serta kemampuan

dan kebiasaan lain yang dimiliki manusia sebagai bagian masyarakat. Menurut

Linton dalam Ihromi (2006), kebudayaan merupakan seluruh cara kehidupan dari

masyarakat dan tidak hanya mengenai sebagian dari cara hidup itu yaitu bagian

yang oleh masyarakat tersebut dianggap lebih tinggi atau lebih diinginkan. Jadi,

kebudayaan mengarah pada hampir seluruh aspek kehidupan meliputi cara-cara

berlaku, kepercayaan-kepercayaan masyarakat, sikap-sikap masyarakat, dan juga

merupakan hasil dari pengalaman atau kegiatan manusia yang khas untuk suatu

masyarakat atau penduduk tertentu.

2.3 Definisi Kearifan Lokal

Secara etimologis, kearifan lokal terdiri dari dua kata yaitu kearifan

(wisdom) dan lokal (local). Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “lokal”

berarti setempat, sedangkan “kearifan” berarti kebijaksanaan. Secara etimologis,

kearifan lokal (local wisdom) dapat diartikan sebagai gagasan-gagasan setempat

(lokal) yang sifatnya bijaksana, penuh dengan kearifan, memiliki nilai yang baik,

yang tertanam dan diikuti oleh masyarakat setempat.

Menurut Yunus (2012), kearifan lokal didefinisikan sebagai budaya yang

dimiliki oleh masyarakat tertentu dan ditempat tertentu yang dianggap mampu

bertahan dalam menghadapi arus globalisasi, karena kearifan lokal tersebut

memiliki nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai sarana pembangun karakter

bangsa. Pendapat lain dikemukakakn oleh Suhartini (2009) yang menyatakan

bahwa kearifan lokal merupakan suatu bentuk kearifan lingkungan yang ada

dalam kehidupan bermasyarakat di suatu tempat atau daerah yang merujuk pada

lokalitas dan komunitas tertentu. Sedangkan menurut Fajarini (2014)

mendefinisikan kearifan lokal merupakan pandangan hidup dan ilmu pengetahuan

serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh

masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan

mereka.

9

Page 25: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Menurut Aulia dan Dharmawan (2010), bentuk-bentuk kearifan lokal

yang ada di masyarakat dapat berupa nilai, norma, kepercayaan, dan aturan-aturan

khusus. Bentuk yang bermacam-macam ini mengakibatkan fungsi kearifan lokal

menjadi bermacam-macam. Fungsi kearifan lokal tersebut antara lain untuk: (1)

konservasi dan pelestarian sumber daya alam; (2) mengembangkan sumberdaya

manusia; (3) pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan; serta (4) petunjuk

yang berisis tentang kepercayaan, sastra, petuah dan pantangan.

2.4 Etnik Betawi

Menurut Saidi (1994) dalam Nursyirwan (2015), masyarakat Betawi

merupakan masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang datang dari berbagai

penjuru dunia dan suku bangsa di Indonesia (Jawa, Melayu, Bali, Bugis, Makasar,

dan Sunda). Menurut Koentjaraningrat (1984), berbagai suku bangsa ini telah

banyak kehilangan ciri asli nenek moyang mereka dan melalui pergaulan

perdagangan dan perkawinan campur telah menjadi satu etnik khusus yakni

Betawi. Etnik ini dikenal sebagai masyarakat hasil dari peleburan berbagai suku di

Indonesia.

Menurut Saidi (1994), masyarakat Betawi merupakan masyarakat yang

memiliki sifat dinamis dan akomodatif terhadap perubahan atau pembaharuan,

termasuk pengaruh asing sejauh dianggap positif. Masyarakat Betawi yang pada

awalnya berpusat di Jakarta dari segi jumlah semakin berkurang dan tergusur ke

wilayah sekitar Jakarta, yakni Bogor-Tangerang-Bekasi (Botabek) yang mengitari

wilayah Jakarta. Hal ini dikarenakan oleh pembangunan pusat Jakarta.

Kebanyakan orang Betawi memiliki sejumlah areal tanah karena warisan

seperti persawahan, pertanian dan perkebunan. Tanah-tanah itu yang pada

awalnya mempunyai fungsi ekonomi kemudian berubah menjadi wilayah

pemukiman. Kenyataan ini mendorong masyarakat Betawi mengalihkan mata

pencahariannya ke sektor informal, khususnya bidang jasa. Berpindahnya

masyarakat Betawi ke wilayah pinggiran Jakarta karena terdesak oleh

pembangunan kota Jakarta dan menjadikan Bogor, Tangerang, Bekasi sebagai

wilayah baru budaya Betawi (Saidi 1994). Sistem nilai yang berlaku di kalangan

etnik Betawi antara lain yaitu: (1) rasa solidaritas yang tinggi yang berhubungan

10

Page 26: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dengan nilai gotong-royong yang berlaku di kalangan petani; (2) kurang memiliki

rasa cemburu dalam arti positif sehingga kurang memacu diri untuk bekerja keras

mengejar ketinggalan terhadap lingkungan yang telah maju pesat; (3) pasrah

teradap nasib dan hidupnya merasa aman dan terjamin dalam lingkungan kerabat

dekat; (4) cenderung untuk mengambil keputusan yang merugikan masa depannya

sendiri yaitu karena tidak tahan terhadap kesulitan-kesulitan sementara (terutama

dalam ekonomi) dan jalan keluar yang ditempuh adalah menjual tanah yang

merupakan faktor produksi terpenting bagi keluarga dan menggunakan hasil

penjualan tersebut untuk kepentingan yang tidak produktif (Saidi 1994).

2.5 Tanaman Bambu

2.5.1 Taksonomi

Tanaman bambu banyak ditemukan di daerah tropik di benua Asia,

Afrika, dan Amerika. Daerah Indoburma dianggap sebagai daerah asal tanaman

ini. Tanaman bambu dimasukkan ke dalam Divisi Spermatophyta, Subdivisi

Angiospermae, Kelas Monokotiledonae, Ordo graminales dan Subfamili

Bambusideae (Berliana & Rahayu 1995).

2.5.2 Sifat-sifat Buluh dan Rumpun Bambu

Bambu adalah tumbuhan yang mempunyai batang berbentuk buluh,

beruas, berbuku-buku, berongga, mempunyai cabang, berimpang dan mempunyai

daun buluh yang menonjol. Bambu ialah nama bagi kumpulan rumput-rumputan

berbentuk pohon kayu atau perdu yang melempeng, dengan batang-batangnya

yang biasanya tegak, kadang memanjat, mengayu dan bercabang-cabang, dapat

mencapai umur panjang yaitu 40–60 tahun (Heyne 1987).

Buluhnya timbul dari buku-buku rimpang yang menjulur/menjalar pada

pertumbuhannya yang kuat, rimpang bercabang-cabang banyak. Saat (waktu yang

tepat) bertaruk atau munculnya tunas berbeda-beda, ada jenis yang bertunas pada

awal musim hujan, pada masa musim hujan dan sebagian lagi pada akhir musim

hujan (Heyne 1987).

Buluh muda (rebung) akan menampilkan pertumbuhan yang cepat dan

menakjubkan yang tidak tertandingi oleh jenis tumbuhan lain. Semakin menuju ke

11

Page 27: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ujung puncak, buluh bambu akan semakin tipis dan apabila mencapai panjang

yang sepenuhnya, maka ujung puncaknya merunduk (Heyne 1987).

Bambu merupakan tanaman tahunan dan dibedakan atas dua kelompok

berdasarkan cara tumbuhnya. Pertama, jenis yang tumbuhnya berumpun

(simpodial) dan kedua, jenis yang tumbuhnya tidak membentuk rumpun

(monopodial). Ada juga yang bersifat intermediet. Tipe rumpun di Indonesia

umumnya adalah simpodial (Sutarno 1996).

Akar rimpang terdapat di bawah tanah dan membentuk sistem

percabangan yang dapat dipakai untuk membedakan kelompok bambu. Bagian

pangkal akar rimpangnya lebih sempit daripada bagian ujungnnya dan setiap ruas

mempunyai kuncup dan akar. Kuncup pada akar rimpang ini akan berkembang

menjadi rebung yang kemudian memanjang dan akhirnya akan menghasilkan

buluh (Widjaja 2001).

Ada dua macam sistem perakaran akar rimpang yaitu pakimorf

(ditunjukan oleh akar rimpangnya yang simpodial), dan leptomorf (dicirikan oleh

akar rimpangnya yang monopodial). Di Indonesia jenis-jenis bambu asli

mempunyai sistem perakaran pakimorf, yang dicirikan oleh ruasnya yang pendek

dengan leher yang pendek juga. Setiap akar rimpang mempunyai kuncup yang

akan berkembang dan tumbuh menjadi akar rimpang baru yang akhirnya bagian

yang tumbuh ke atas membentuk rebung dan kemudian menjadi buluh. Akar

pakimorf bentuknya sering bervariasi, misalnya pada marga Dinochloa,

Melocanna memiliki akar rimpang yang lehernya panjang tetapi ruasnya pendek

dan tanpa kuncup, sehingga buluh tampak agak berjauhan dan tidak

menggerombol.

Rebung tumbuh dari kuncup akar rimpang di dalam tanah atau dari

pangkal buluh yang tua. Rebung dapat digunakan untuk membedakan jenis bambu

karena menunjukkan ciri yang khas pada pelepahnya. Bulu pelepah rebung

umumnya hitam, tetapi ada juga yang coklat atau putih, dan beberapa buluh dapat

menyebabkan kulit menjadi terasa gatal sedangkan yang lainnya tidak. Rebung

selalu ditutupi oleh pelepah buluh yang juga tumbuh memanjang mengikuti

perpanjangan ruasnya (Widjaja 2001). Pertumbuhan dan perkembangan buluh

bambu muda (rebung) berlangsung sangat cepat dan mencapai panjang maksimal

12

Page 28: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

setelah 2–4 bulan atau selama masih ada hujan (Khrisnamwy 1956, diacu dalam

Sutiono at al. 1996).

2.6 Malaria

2.6.1 Etiologi dan Patogenesis

Malaria berasal dari bahasa Italia, yang artinya mal : buruk dan area:

udara. Secara harfiah malaria berarti penyakit yang sering timbul di daerah

dengan udara buruk akibat dari lingkungan yang buruk. Malaria merupakan

penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (Protozoa) dari genus

Plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles (Depkes

RI, 2008).

2.6.2 Penyebab Penyakit Malaria

Penyebab malaria adalah Plasmodium yang termasuk dalam famili

Plasmodiae. Parasit ini menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya

bentuk aseksual di dalam darah. Perkembangbiakan secara seksual Plasmodium

terjadi dalam tubuh nyamuk, yaitu anopheles betina. Selain menginfeksi manusia

Plasmodium juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptil dan

mamalia. Pada manusia, Plasmodium menginfeksi sel darah merah dan

mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan eritrosit (Depkes RI, 2008).

Di seluruh dunia terdapat sekitar 2.000 spesies anopheles, 60 spesies

diantaranya diketahui sebagai penular malaria. Di Indonesia ada sekitar 80 jenis

anopheles, 24 spesies diantaranya telah terbukti penular malaria. Sifat masing-

masing spesies berbeda-beda tergantung banyak faktor, seperti penyebaran

geografis, iklim, dan tempat perindukannya. Semua nyamuk malaria hidup sesuai

dengan kondisi ekologi setempat, contohnya nyamuk malaria yang hidup di air

payau (Anopheles sundaicus dan Anopheles subpictus), di sawah (Anopheles

aconitus), atau air bersih di pegunungan (Anopheles maculatus) (Depkes RI,

2008).

Nyamuk Anopheles hidup di daerah iklim tropis dan subtropis, tetapi

juga bisa hidup di daerah yang beriklim sedang. Nyamuk ini jarang ditemukan

pada daerah dengan ketinggian lebih dari 2.000 – 2.500 meter. Tempat

15

13

Page 29: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

perindukannya bervariasi tergantung spesies, dan dapat dibagi menjadi tiga

kawasan, yaitu pantai, pedalaman dan kaki gunung. Biasanya, nyamuk anopheles

betina menggigit manusia pada malam hari atau sejak senja hingga subuh. Jarak

terbangnya tidak lebih dari 0,5–3 km dari tempat perindukannya, kecuali jika ada

tiupan angin kencang bisa terbawa sejauh 20 – 30 km. Nyamuk anopheles juga

dapat terbawa mobil, pesawat terbang atau kapal laut, dan menyebarkan malaria

ke daerah non-endemis. Umur nyamuk anopheles dewasa di alam bebas belum

banyak diketahui, tetapi di laboratorium dapat mencapai 3–5 minggu (Depkes RI,

2008).

2.6.3 Jenis Parasit Plasmodium

Penyakit malaria disebabkan oleh Protozoa genus Plasmodium. Terdapat

empat spesies yang menyerang manusia yaitu: P. falciparum (Welch, 1897)

menyebabkan malaria falciparum atau malaria tertiana maligna/malaria

tropika/malaria pernisiosa, P. vivax (Labbe, 1899) menyebabkan malaria vivax

atau malaria tertiana benigna, P. ovale (Stephens, 1922) menyebabkan malaria

ovale atau malaria tertiana benigna ovale. P. malariae (Grassi dan Feletti, 1890)

menyebabkan malaria malariae atau malaria kuartana.

Penyebab terbanyak di Indonesia adalah P. falciparum dan P. vivax.

Untuk P. falciparum menyebabkan suatu komplikasi yang berbahaya, sehingga

disebut juga dengan malaria berat ciri utama genus plasmodium adalah adanya

dua siklus hidup, yaitu siklus hidup aseksual dan siklus seksual.

A. Fase Aseksual

Fase aseksual dimulai ketika anopheles betina menggigit manusia

sporozoit yang terdapat dalam air liurnya ke dalam sirkulasi darah manusia selama

kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel parenkhim

hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan

merozoit hati (Depkes RI, 2008).

Siklus aseksual ini di sebut siklus eksoeritorisiter yang berlansung sekitar

2 minggu. Pada akhir fase mesozoid yang berasal dari skizon hati yang pecah

akan masuk ke dalam peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah.

14

Page 30: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kemudian parasit tersebut mengalami proses skizogoni yaitu berkembang dari

stadium tropozoid sampai skizon. Selanjutnya terjadi proses eritrositer yaitu

eritrosit yang terinfeksi skizon pecah dan merozoid yang keluar akan menginfeksi

sel darah merah lainya (Depkes RI, 2008).

Setelah terjadi 2-3 siklus skizogoni darah sebagian merozoid yang

menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit

jantan dan betina (Depkes RI, 2008).

B. Fase Seksual

Jika nyamuk anopheles betina mengisap darah manusia yang

mengandung parasit malaria, parasit bentuk seksual masuk ke dalam perut

nyamuk. Bentuk ini mengalami pematangan menjadi mikrogametosit dan

makrogametosit, yang kemudian terjadi pembuahan membentuk zygote (ookinet).

Tahapan berikutnya dari proses ini yaitu ookinet menembus dinding

lambung nyamuk dan menjadi ookista. Jika ookista pecah, ribuan sporozoit

dilepaskan dan bermigrasi mencapai kelenjar air liur nyamuk. Pada saat itu

sporozoit siap menginfeksi jika nyamuk menggigit manusia (Depkes RI, 2008).

Gambar 2.1. Siklus Transmisi Malaria

Sumber: klein EY. 2013. Antimalarial drug resistance: a review of the biology and

strategies to delay emergence and speard, International Journal antimicrob

agents.

15

Page 31: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.7 Produksi Energi Pada Mahluk Hidup

2.7.1 Glikolisis

Proses glikolisis merubah glukosa menjadi piruvat dan akan

menghasilkan ATP. Glikolisis dimulai dengan satu molekul glukosa yang

memiliki 6 atom karbon pada rantainya (C6H12O6) dan akan dipecahkan menjadi

dua molekul piruvat yang masing-masing memiliki 3 atom karbon (C3H3O3) yang

merupakan hasil akhir bagi proses ini (Irawan, 2007).

Proses glikolisis ini juga akan menghasilkan molekul 4 ATP dan 2

NADH total akan dihasilkan 10 ATP pada tahap awal proses ini memerlukan 2

molekul ATP dan 2 molekul ATP untuk mentransfer 2 NADH ke mitokondria.

Sebagai hasil akhir, akan terbentuk 6 molekul ATP (Marks et al., 2005).

Gambar 2.2 Proses glikolisis

Sumber: Harpers’s Illustrated Biochemistry, 28th

Edition

16

Page 32: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.7.2 Dekarboksilasi Oksidatif

Dekarboksilasi oksidatif adalah reaksi yang mengubah asam piruvat dari

hasil proses glikolisis menjadi asetil koenzim A dan karbon dioksida di dalam

mitokondria pada proses ini terbentuk 6 ATP (Tortora, 2009).

Gambar 2.3 Proses pembentukan asetil koenzim A

Sumber: Biologi, sembiring.L

2.7.3 Siklus Kreb

Gambar 2.4 proses siklus kreb

Sumber: M.W.King (1996)

Siklus Kreb terjadi di dalam mitokondria. Molekul asetil-KoA yang

merupakan produk akhir dari proses konversi piruvat kemudian akan masuk ke

dalam siklus Kreb. Perubahan yang terjadi dalam siklus ini adalah mengubah 2

atom karbon yang terikat di dalam molekul asetil-KoA menjadi 2 molekul karbon

dioksida (CO2), membebaskan koenzim A serta memindahkan energi dari siklus

ini ke dalam senyawa NADH, FADH2 dan GTP. Untuk melanjutkan proses

17

Page 33: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

metabolisme energi, molekul NADH dan FADH2 yang dihasilkan dalam siklus ini

akan diproses kembali secara aerobik di dalam membran sel mitokondria melalui

proses electron transpor chain atau rantai transpor elektron untuk menghasilkan

produk akhir berupa ATP dan air (Galambos, Terry, Moyle, & Locke, 2005).

2.7.4 Rantai Transpor Elektron

Pada proses transpor elektron, NADH dan FADH2 yang mengandung

elektron akan melepaskan elektron tersebut ke dalam akseptor utama yaitu

oksigen. Pada akhir dari proses ini, akan menghasilkan 3 molekul ATP dari 1

molekul NADH dan 2 molekul ATP dihasilkan dari 1 molekul FADH2. 1 molekul

glukosa akan menghasilkan 6 NADH + 2 FADH2 + 2ATP, Total ATP yang akan

terbentuk selama proses keseluruhan adalah 36 ATP. (Irawan, 2007).

Gambar 2.5 Proses transpor electron

(Sumber : Browning, 1982)

2.8 Enzim Malate Quinon Oxydoreductase (MQO)

Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator, senyawa yang

meningkatkan kecepatan reaksi kimia. Enzim berikatan dengan substrat. Dengan

adanya enzim, molekul awal yang disebut substrat akan dipercepat perubahannya

menjadi molekul lain yang disebut produk (Marks, Marks, & Smith, 2000). Enzim

dapat diproduksi oleh mikroba atau bahan lainnya seperti hewan dan tanaman.

Enzim juga dapat diisolasi dalam bentuk murni (F. Winarno, 1986)

Malate quinon oxidoreductase (MQO) merupakan enzim yang terlibat di

siklus TCA, siklus fumarat dan rantai respirasi. Pada siklus TCA menghubungkan

rantai respirasi dengan mentransfer elektron dari malat ke ubiquinone untuk

18

Page 34: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menghasilkan oksaloasetat dan ubiquinol. P. falciparum MQO (PfMQO) sangat

penting pada sirkulasi darah, dan tidak terdapat pada genom manusia, PfMQO

dianggap sebagai target obat yang potensial. Rekombinan bakteri sistem ekspresi

PfMQO sebagai inhibitor poten dengan aktivitas antimalaria berhasil

dikembangkan untuk pertama kalinya (Inaoka et al., 2016).

Gambar 2.6 peran enzim PfMQO

Sumber : Ke H. et al., 2015, Cell Rep. and Bulusu V. et al., 2011, J. Biol.

Chem.

Inaoka et, al., untuk pertama kalinya berhasil mengembangkan sistem

ekspresi rekombinan yang aktif dari jenis MQO mitokondria, sistem screening

dan diidentifikasi sebagai inhibitor ampuh. PfMQO dapat ditargetkan oleh

molekul kecil, dan dengan demikian, secara kimia PfMQO tervalidasi sebagai

target obat untuk pengembangan obat antimalaria baru (Inaoka et al., 2016).

2.9 Simplisia

Simplisia adalah bahan alami yang digunakan sebagai obat yang belum

mengalami pengolahan apapun juga kecuali dikeringkan. Simplisia terbagi

19

Page 35: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menjadi beberapa maam yaitu simplisia nabati, hewani, dan simplisia mineral.

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau

ekdsudat tanaman. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh,

bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa

zat kimia murni. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa

bahan pelikan atau mineral yang belum diolah dan telah diolah dengan cara

sederhana dan belum berupa zat kimia murni. (Depkes RI, 2000)

Sumber simplisia sangat melimpah di berbagai daerah di di Indonesia

mudah dijumpai tanaman obat. Pemilihan simplisia yang baik merupakan hal

yang sangat penting untuk menjamin mutu suatu obat tradisional. Industri obat

tradisional seharusnya mempunyai standar minimal untuk simplisia yang

digunakan untuk memberi jaminan kualitas simplisia yang digunakan

(Departemen Kesehatan, 1999).

2.10 Penyiapan simplisia

1. Pengumpulan Bahan Baku

Kandungan kadar senyawa yang terkandung dalam simplisia dapat

berbeda–beda dipengaruhi beberapa faktor seperti bagian tanaman yang

digunakan, umur tanaman, waktu panen dan lingkungan tempat tumbuh

(Depkes RI, 1985).

2. Sortasi Basah

Pada sortasi basah dilakukan pemisahan kotoran–kotoran atau bahan

asing lainnya yang ada pada simplisia yang tidak digunakan. Seperti

kerikil, ranting, tanah, serta pengotor lainnya (Depkes RI, 1985).

3. Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran

lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan

air bersih yang mengalir. Bahan simplisia yang mengandung zat yang

mudah larut dalm air yang mengalir, pencucian agar dilakukan dalam

20

Page 36: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

waktu sesingkat mungkin untuk menghindari kehilangan zat lebih banyak

(Depkes RI, 1985).

4. Perajangan

Beberapa bahan simplisia perlu melalui proses perajangan.

Perajangan dapat dilakukan dengan pisau atau alat perajang khusus

sehingga dapat diperoleh irisan dengan ukuran yang dikehendaki.

Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses

pengeringan, penggilingan dan penyimpanan. Semakin tipis bahan yang

dirajang maka dapat mempercepat proses pengeringan (Depkes RI,

1985).

5. Pengeringan

Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak

mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.

Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan

dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia. Hal-hal yang perlu

diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan,

kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan dan luas permukaan

bahan. Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara

pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 30ºC

sampai 90ºC, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak melebihi 60ºC. Bahan

simplisia yang mengandung senyawa yang tidak tahan terhadap panas

atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin,

misalnya 30ºC sampai 45ºC (Depkes RI, 1985).

6. Sortasi Kering

Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir

pembuatan simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda

asing seperti bagian bagiian tanaman yang tidak diinginkan dan

pengotoran-pengotoran lainnya yang masih tertinggal pada simplisia

kering (Depkes RI, 1985).

21

Page 37: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

7. Penghalusan

Penghalusan bertujuan untuk memperbesar luas permukaan dan

mempercepat ekstraksi jika simplisia ingin dijadikan ekstrak kental

ataupun cair (Depkes RI, 1985)

8. Pengepakan dan Penyimpanan

Tujuan pengepakan adalah agar simplisia yang telah jadi dapat

disimpan dalam jangka waktu yang lama dan mutunya tetap terjaga.

Umumnya penyimpanan simplisia pada suhu ruang yang sejuk maupun

suhu yang relative lebih panas. Penyimpanan simplisia perlu dijauhkan

dari kontaminasi mikroorganisme (Depkes RI, 1985).

2.11 Pemeriksaan Mutu Simplisia

Pemeriksaan dilakukan dengan cara pemeriksaan organoleptik

(makroskopik), pemeriksaan mikroskopik (anatomi histologi simplisia),

memisahkan bahan organik lain, pemeriksaan cemaran mikroba, cemaran jamur

dan cemaran pestisida (Gunawan & Mulyani, 2004).

2.12 Metoda Ekstraksi

A. Cara Dingin

1. Maserasi

Suatu metode ekstraksi menggunakan pelarut dengan beberapa kali

pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara

teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian

konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan

pengadukan yang kontinu (terus menerus). Remaserasi berarti dilakukan

pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat

pertama dan seterusnya (Depkes RI, 2000).

2. Perkolasi

Proses ekstraksi dengan pelarut yang baru sampai sempurna

(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur

22

Page 38: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap

maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan

ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang

jumlahnya 1-5 kali bertahan (Depkes RI, 2000).

B. Cara Panas

1. Refluks

Proses ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan

dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan

proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk

proses ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000).

2. Soxhlet

Proses ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi

kontinu dengan jumlah pelarut relative konstan dengan adanya pendingin

balik (Depkes RI, 2000).

3. Digesti

Proses maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu

secara umum dilakukan pada temperatur 40 – 50⁰C (Depkes RI, 2000).

4. Infus

Proses ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur

96-98oC selama waktu tertentu (15–20 menit) (Depkes RI, 2000).

5. Dekok

Proses infus pada waktu yang lebih lama ≥ 30 menit dan temperature

sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).

23

Page 39: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.13 Pelarut

Pelarut merupakan zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan

zat lain. Jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi sangat

menentukan senyawa aktif dari tanaman yang akan diperoleh. Sifat pelarut yang

baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah, mudah menguap

pada suhu rendah, dapat mengekstraksi komponen senyawa dengan cepat (Tiwari,

Kumar, Kaur, Kaur, & Kaur, 2011). Berbagai pelarut yang digunakan dalam

prosedur ekstraksi antara lain:

A. Air

Air adalah pelarut universal, biasanya digunakan untuk mengekstraksi

produk tanaman dengan aktivitas antimikroba. Meskipun pengobatan secara

tradisional menggunakan air sebagai pelarut, tetapi ekstrak tanaman dari pelarut

organik telah ditemukan untuk memberikan aktivitas antimikroba lebih konsisten

dibanding dengan ekstrak air (Tiwari et al., 2011).

B. Aseton

Aseton digunakan untuk melarutkan komponen senyawa hidrofilik dan

lipofilik dari tanaman. Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan

air, mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah (Tiwari et al., 2011).

C. Alkohol

Etanol lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak

sel, untuk mengekstrak bahan intraseluler dari bahan tanaman. Methanol lebih

polar dibanding etanol. Polifenol pada etanol lebih tinggi dari pada di air.

Sehingga aktivitas antioksidan pada pelarut etanol lebih tinggi dibandingkan

pelarut air. Senyawa flavonoid terdeteksi dengan etanol 70% karena polaritasnya

yang lebih tinggi daripada etanol murni (Tiwari et al., 2011).

D. Kloroform

Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut

menggunakan n-heksan, kloroform dan methanol dengan konsentrasi aktivitas

24

Page 40: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform. Senyawa tannin dan terpenoid

ditemukan dalam fase air, tetapi lebih sering diperoleh dengan pelarut semipolar

(Tiwari et al., 2011).

E. Eter

Eter pada umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin

dan asam lemak (Tiwari et al., 2011).

F. N-heksan

N-heksan mempunai karakteristik sangat tidak polar, volatile,

mempunyai bau khas yang dapat menyebabkan pingsan (Daintith, 1987). n-heksan

biasanya digunakan sebagai pelarut untuk ekstraksi minyak nabati (Tiwari et al.,

2011).

2.14 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisia menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua

atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa

diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Dalam

proses pembuatan ekstrak ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya

(Depkes RI, 2000).

2.15 Vacuum Rotary Evaporator

Vacuum rotary evaporator adalah alat yang berfungsi untuk memisahkan

suatu larutan dari pelarutnya sehingga dihasilkan ekstrak dengan kandungan kimia

tertentu sesuai yang diinginkan. Cairan yang ingin diuapkan biasanya ditempatkan

dalam suatu labu yang kemudian dipanaskan dengan bantuan penangas, dan

diputar. Uap cairan yang dihasilkan didinginkan oleh suatu pendingin (kondensor)

dan ditampung pada suatu tempat (receiver flask). Setelah pelarutnya diuapkan,

akan dihasilkan ekstrak yang dapat berbentuk ekstrak kental atau cair. Prinsip

kerja alat ini didasarkan pada titik didih pelarut dan adanya tekanan yang

menyebabkan uap dari pelarut terkumpul di atas, serta adanya kondensor (suhu

25

Page 41: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dingin) yang menyebabkan uap ini mengembun dan akhirnya jatuh ke tabung

penerima (receiver flask) (Prijono, 1999).

2.16 Kerangka Kerja Teoritis

Gambar 2.7 Kerangka Kerja Teoritik Penelitian

(Detail terdapat di lampiran)

Studi Etnobotani

Uji Aktivitas Inhibisi

terhadap target obat

antimalaria PfMQO

26

Page 42: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Hutan Kota Sanggabuana Jakarta Selatan dan

laboratorium Fakultas Kedokteran dan Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Jakarta.

Penelitian ini dilakukan pada periode Juli 2018 sampai dengan selesai.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rotary evaporator,

Microtubes MCT-150-c 1.5, Microplate 96-well (NuncTM

) No 269787, Pipet tips

1-1000 µL (Axygen), Pipet Tips 10 µL 200 µL Biologix, Spektrofotometer Uv-Vis

Spectramax (Paradigm), timbangan analitik (Mettlee toledo AB 204-s/FOC),

gunting tumbuhan, kamera, kertas label, dan pisau. Bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah lembar wawancara atau kuisioner untuk koresponden terpilih,

daun dan rebung bambu, etanol 96 % yang didestilasi, asam sulfat 2N, pereaksi

meyer, pereaksi dragendrof, FeCl3 1%, kloroform, pereaksi lieberman-burchard,

asam asetat anhidrat, Aquadest, KCN (sigma), DMSO, HEPES (pH 7.0), d-uQ

(D7911 sigma), DCIP, substrat malate (Wako) Enzim MQO P. Falciparum

(Wako).

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Pemilihan Responden

Teknik pemilihan responden yag digunakan dalam tahap awal penelitian

ini adalah metode purchasing sampling yaitu teknik pemilihan responden dengan

pertimbangan memiliki pengetahuan lebih tentang tumbuhan obat (Sugiyono,

2007) kemudian dilanjutkan dengan metode snow ball yaitu teknik pemilihan

responden sebelumnya yang dimulai dari kepala desa (Bernard, 2002).

3.3.2 Wawancara

Jenis Penelitian ini adalah penelitian deskriptif eksploratif dengan

metode wawancara mendalam. Wawancara dilakukan oleh peneliti secara

27

Page 43: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

langsung dengan tokoh kunci dari Masyarakat Betawi Kecamatan Karang Tengah

Jakarta Selatan dengan dibantu oleh alat perekam suara. Partisipan dipilih

berdasarkan pengalamannya yang mendalami pelestarian dan pemanfaatan

tanaman bambu khususnya untuk pengobatan. Setiap wawancara berlangsung 30-

60 menit. Data yang diperoleh terdiri dari nama-nama lokal tanaman, bagian

tanaman yang digunakan, cara penggunaan, alasan, dosis serta aplikasi

penggunaan dalam kesehatan secara umum dan aplikasi dalam medis. Data

dikumpulkan dengan menggunakan program Microsoft Office.

3.3.3 Identifikasi Tanaman

Identifikasi tanaman bambu dilakukan menggunakan buku Ensiklopedia

Flora terbitan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

3.3.4 Penyiapan Simplisia dan Proses Ekstraksi

Simplisia tanaman bambu diperoleh dari Hutan Kota Sangga Buana

Kecamatan Karang Tengah, Jakarta Selatan. Kemudian dilakukan proses sortasi

untuk memisahkan kotoran-kotoran lalu dicuci dengan air mengalir dan dikering

anginkan. Simplisia yang telah kering lalu dilakukan dengan blender. Simplisia

selanjutnya dtimbang dengan berat tertentu lalu dilakukan proses maserasi dengan

pelarut etanol 96% selama 3 hari perendaman di dalam botol kedap cahaya sambil

sesekali botol diaduk dan dikocok.

Hasil maserasi disaring menggunakan kapas untuk memisahkan

ampasnya. Setelah disaring menggunakan kapas, dilakukan penyaringan kembali

dengan dengan kertas saring. Proses ini diulang hingga 3 kali. Larutan maserat

kemudian dipekatkan dengan vaccum rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak

kental. Ekstrak kental disimpan pada suhu 40C.

3.3.5 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan metabolit

sekunder yang terkandung dalam ekstrak tanaman bambu. Pengujian kualitatif

terhadap metabolit sekunder alkaloid, flavonoid, saponin, triterpenoid, steroid,

fenol, tanin.

28

Page 44: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

a. Penentuan Golongan Alkaloid

Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam asam klorida 1% dan

disaring. Filtrat dibagi menjadi dua bagian, satu bagian ditetesi dengan

pereaksi Mayer dan yang lain ditetesi dengan pereaksi Dragendorf. Hasil

positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan putih dengan pereaksi

Mayer dan endapan merah dengan pereaksi Dragendorf (Ahmad, Singh,

& Pandey, 2013).

b. Penetuan Golongan Flavonoid

Golongan Flavonoid dapat diketahui dengan cara menimbang

sebanyak 0,5 gram ekstrak lalu dilarutkan dengan 2 mL etanol 70% dan

ditambahkan 3 tetes larutan NaOH. Terjadinya perubahan intensitas

warna kuning menjadi tidak berwarna pada penambahan asam sulfat

mengindikasikan adanya senyawa flavonoid (Tiwari et al., 2011).

c. Pengujian Golongan Saponin

Sebanyak 0,5 gram ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan dan kemudian dikocok vertikal

selama 10 detik. Pembentukan busa setinggi 1–10 cm yang stabil selama

tidak kurang dari 10 menit menunjukkan adanya saponin. Pada

penambahan 1 tetes HCl 2N, busa tidak hilang (Departemen Kesehatan,

1989).

d. Pengujian Golongan Terpenoid dan Steroid

Kandungan metabolit sekunder golongan terpenoid dan steroid pada

sampel dapat dideteksi dengan menggunakan reaksi Liebermann-

Burchard. Sebanyak 0,5 gram ekstrak ditambahkan 5 mL kloroform,

kemudian ditambahkan asam asetat anhidrida dan beberapa tetes asam

sulfat pekat. Hasil uji positif untuk terpenoid bila terbentuk warna hijau

gelap. Hasil uji positif untuk steroid bila terbentuk warna merah muda

atau merah (Ahmad et al., 2013).

29

Page 45: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

e. Pengujian Golongan Tannin dan Polifenol

Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam 5 mL air aquadest

kemudian diteteskan larutan besi (III) klorida 10%, jika terjadi warna

biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan adanya tanin dan polifenol

(Ahmad et al., 2013).

3.3.6 Uji Aktivitas Ekstrak Tanaman Bambu terhadap Enzim PfMQO

a. Pembuatan Larutan Assay PfMQO

Komposisi dari assay mix untuk pengujian ekstrak beluntas terhadap

enzim PfMQO adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Komposisi assay mix

No Nama Bahan Konsentrasi Volume yang

Diambil

1 HEPES pH 7.0 50 mM 20 Ml

2 KCN 1 M 20 µl

3 d-UQ 25 mM 8,3 µl

4 DCIP 12 mM 200 µl

5 PfMQO membrane 2,8 µg/ml 3,1 µl

Stock

6 Substrat Malate * 400 mM 2 µl

*) Substrat malate ditambahkan setelah bahan 1 sampai 5 dicampur dan di ukur

pada panjang gelombang 600 nm selama tiga menit dengan spektrofotometri

UV-Vis.

b. Produksi Enzim MQO

Membran enzim diperoleh dari BPPT, Serpong hasil penelitian

Inaoka (Inaoka et al., 2016).

c. Penyiapan Ekstrak

Ditimbang secara seksama ekstrak 3–10 mg, dimasukan ke dalam

tabung lalu tambahkan DMSO 100% sebanyak ekstrak yang diambil agar

30

Page 46: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

konsentrasi ekstrak didalam tube 10 mg/ml. Lalu divortex dan disonikasi

agar ektrak dan DMSO homogen. Masukan 100 µl ekstrak dari dalam

tabung ke dalam V plate yang sudah disediakan. Dengan pada posisi 1

dan 12 dimasukan DMSO 100% dan posisi 2-11 dimasukan ekstrak.

Seperti tabel dibawah.

Tabel 3. 2 Peta Letak Ekstrak Larutan Induk

Dimasukan 2 µl dari larutan induk ke dalam plate uji yang memiliki

96 well plate. Seperti tabel dibawah.

Tabel 3. 3 Peta Letak Ekstrak Saat Pengujian

Setelah itu tambahkan 193 µl (untuk volume 2 µl) assay mix.

Plate reader dihomogenkan terlebih dahulu selama 15 sec (2x) Lalu

diukur pada spektrofotometri UV-Vis (spectramax) dengan suhu 37C

pada panjang gelombang 600nm. Diukur selama 3 menit. Lalu setelah 3

menit ditambahkan 5 µl dari 400 mM sodium malate lalu diukur kembali

pada spektrofotometri UV-Vis (spectramax) selama 10 menit pada

panjang gelombang 600 nm dan suhu 37C.

31

Ekstrak 2 µl

Ekstrak 2 µl

Page 47: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 3.4 Kelompok Uji Pada Percobaan

Uji Kontrol Negatif Kontrol Positif

+ Ekstrak

Assay Mix

+ Substrat Malat

DMSO 100%

Assay Mix

+ Substrat Malat

DMSO 100%

Assay Mix

Tanpa Substrat Malat

d. Perhitungan Aktivitas Enzim

Persen inhibisi dari ekstrak tanaman bambu terhadap enzim PfMQO

dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(Ghosal, 2012).

32

Page 48: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Responden

Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah responden yang diwawancara

sebanyak 17 orang. Responden yang menggunakan tumbuhan bambu paling

banyak yaitu kisaran usia ≥50 tahun. Sedangkan responden yang menggunakan

tumbuhan bambu dengan kisaran usia ≤19 tahun paling sedikit ditemukan.

Gambar 4.1 Prosentase tipologi responden berdasarkan umur

Tingkat pengetahuan etnobotani pada masyarakat dengan usia yang lebih

tua jauh lebih tinggi dibandingkan dengan usia lebih muda. Responden dengan

usia yang lebih tua memiliki pengetahuan etnobotani tentang tumbuhan bambu

karena sudah percaya dan terbiasa menggunakannya. Generasi muda umumnya

percaya dalam penggunaan tumbuhan obat hanya setelah membuktikan khasiat

dari tumbuhan obat tersebut. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan

diketahui bahwa pewarisan pengetahuan lokal mengenai etnobotani tanaman

bambu kepada generasi muda berlangsung tidak cukup baik. Hal yang mendasari

mulai ditinggalkannya pengetahuan mengenai etnobotani tanaman obat khususnya

tanaman bambu sebagai obat terjadi akibat peningkatan kualitas kesehatan yang

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

< 19Tahun

20-29Tahun

30-39Tahun

40-49Tahun

> 50Tahun

Menggunakan

Tidak menggunakan

33

Page 49: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dilakukan pemerintah, kunjungan dari dinas kesehatan dan pemberian obat serta

vitamin (Zaman, 2009).

4.2 Pengetahuan Masyarakat Betawi tentang Tumbuhan Bambu

Pemanfaatan tumbuhan bambu oleh masyarakat betawi Kecamatan

karang Tengah, Jakarta Selatan dapat dilihat pada Tabel 4.1:

Tabel 4.1 Studi Etnobotani tanaman bambu oleh Masyarakat Betawi

No Nama Tumbuhan Bagian yang

digunakan Kegunaan

Nama Lokal Nama Latin

1 Bambu kuning Bambusa vulgaris var.

striata

Rebung Rebung bambu kuning

dicampur dengan

temulawak digunkan

untuk mengobati penyakit

kuning

2 Bambu tali Gigantochloa apus Batang Bahan pembuat rumah,

dan tali

3 Bambu andong Gigantochloa

pseudoarundinacea

Batang Bahan pembuat rumah,

gapura, saung

4 Bambu petung Dendrocalamus asper Batang Bahan pembuat rumah,

gapura, saung

5 Bambu duri Bambusa blumeana

J.A & J.H. Schultes

Batang Digunakan untuk

pembuatan pagar

Masyarakat Betawi Kecamatan Karangtengah memiliki sistem

pengetahuan tentang pengelolaan keanekaragaman budaya, sumberdaya alam dan

lingkungannya. Salah satu sistem pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat

Betawi adalah pemanfaatan tumbuhan bambu untuk pemenuhan kehidupan sehari-

hari antara lain sebagai bahan obat tradisional, bahan pangan, bahan untuk

bangunan dan digunakan dalam menjaga kebersihan lingkungan. Penggunaan

tanaman bambu sebagai bahan obat tradisional berupa ramuan campuran bahan

yang dianggap dan dipercaya dapat menyembuhkan suatu penyakit atau dapat

memberikan pengaruh yang baik terhadap kesehatan.

Masyarakat Betawi merupakan masyarakat yang kaya akan pengetahuan

dan budayanya sehingga masih dapat ditemukan masyarakatnya yang

menggunakan pengobatan tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Warga yang

sakit biasanya mencari pengobatan dengan cara menggunakan tumbuhan obat,

mengkonsumsi obat-obatan modern atau berobat ke puskesmas dan rumah sakit.

Pengetahuan mengenai pengobatan secara tradisional yang dimiliki masyarakat

34

Page 50: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

betawi merupakan pengetahuan turun-temurun yang diwariskan dari orang tuanya.

Pemanfaatan tumbuhan obat umumnya dipercayakan kepada beberapa tokoh

kunci yang terdapat di masyarakat betawi untuk membantu mereka dalam

penggunaannya. Masyarakat Betawi Kecamatan Karangtengah banyak

memanfaatkan tanaman bambu untuk keperluan sehari-harinya. Jenis bambu yang

terdapat di kawasan hutan kota karangtengah cukup melimpah. Masyarakat

setempat banyak memanfaatkan beragam jenis bambu tersebut sebagai bahan

pembuat rumah, tali, bahan pembuat gapura, saung dan digunakan sebagai pagar.

Keberadaan bambu di tepi sungai juga berperan menurunkan tingkat cemaran air.

Salah satu jenis bambu yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Betawi

adalah bambu kuning. Masyarakat Betawi menggunakan rebung bambu kuning

sebagai obat penyakit sakit kuning. Hal ini sesuai dengan Widjaja (1995) yang

juga pernah menyatakan hal serupa. Menurut Godoy et al (2016) dan Ghasemian

(2016) dalam Pratiwi et al (2017), penyakit kuning dapat disebabkan oleh virus

hepatitis A, B, C dan E. Virus hepatitis A dan hepatitis E merupakan penyebab

utama wabah. Penyakit hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A atau HAV

yang ditularkan melalui feses (fekal-oral). Menurut Fares (2015), gejala penyakit

hepatitis A adalah demam, kelelahan, anoreksia (kehilangan nafsu makan),

gangguan pencernaan atau ketidaknyamanan terutama di hati, mual dan muntah.

Gejala pada penyakit hepatitis A memiliki kemiripan dengan penyakit malaria.

Menurut (Arsin, 2012), gejala malaria yang paling umum adalah demam, merasa

lemah, kehilangan nafsu makan, merasa mual di ulu hati dan muntah. Adanya

kemiripan gejala antara penyakit hepatitis A dan gejala penyakit malaria yaitu

demam memungkinkan masyarakat Betawi menggunakan bambu kuning untuk

mengobati gejala demam. Pada penelitian etnobota ni yang dilakukan sebelumnya

oleh Omosun et al (2013) di Nigeria Selatan, telah dilaporkan bahwa bambu

kuning (Bambusa vulgaris) digunakan oleh masyarakat setempat sebagai obat

antimalaria. Bagian tumbuhan bambu kuning yang digunakan masyarakat dalam

pengobatan antimalaria adalah bagian daun. Metode preparasinya yaitu dengan

cara dibuat larutan dekokta campuran daun segar dengan dosis 300 ml dekokta

selama empat kali sehari yang digunakan sampai gejala penyakit malaria hilang.

Pada penelitian lain, Komlaga et al (2016) melaporkan bahwa ekstrak daun

38

35

Page 51: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

bambu kuning (Bambusa vulgaris) memiliki aktifitas antiplasmodium. Aktivitas

antiplasmodium diuji terhadap P.falciparum yang sensitif terhadap klorokuin dan

P.falciparum tahan klorokuin menggunakan pengukuran uji SYBR® Green I

berbasis fluoresensi dalam 96-well microplate. Fluoresensi diukur menggunakan

multi-well plate reader (Eppendorf realplex mastercycler ep gradient S) pada

panjang gelombang 485 dan 530 nm. Kontrol negatif untuk setiap pengujian tidak

mengandung inhibitor sedangkan kontrol positif mengandung klorokuin. Hasil uji

menunjukkan bahwa ekstrak air daun B. vulgaris menunjukkan aktivitas

antiplasmodium yang resisten terhadap klorokuin. Namun fraksi ekstrak etil asetat

B. vulgaris 29 kali dilaporkan lebih poten daripada ekstrak airnya

Menurut Wawan (2010), Bambu tali dapat digunakan sebagai obat

reumatik, sakit panas dan mengobati panas dalam. Wawan (2010) juga

menyatakan bahwa Bambu petung dapat digunakan sebagai obat untuk

menurunkan tekanan darah tinggi dengan cara mengkonsumsi rebung yang

dimasak tanpa menggunakan sayur.

Pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat Betawi dilakukan secara lestari.

Oleh karena itu, pada umumnya pengambilan bagian tumbuhan tersebut tidak

memberikan dampak yang besar pada tumbuhan tersebut. Menurut Meliki (2013),

salah satu contoh masyarakat yang menggunakan tanaman obat namun tetap

menjaga kelestarian hayati adalah masyarakat Dayak Iban. Masyarakat Dayak

Iban menggunakan bagian daun sebagai bahan utama obat.

Daun merupakan bagian tumbuhan yang banyak digunakan sebagai obat

tradisional karena daun umumnya bertekstur lunak. Daun mempunyai kandungan

air yang tinggi (70-80%) dan merupakan tempat akumulasi fotosintesis yang

diduga mengandung unsur-unsur yang memiliki sifat dapat menyembuhkan

penyakit. Zat terbanyak yang terdapat pada daun adalah minyak atsiri, fenol,

senyawa kalium dan klorofil (Handayani,2003).

Hasil fotosintesis pada daun menghasilkan senyawa kompleks yang

disebut dengan senyawa metabolit sekunder. Senyawa ini umumnya terdapat pada

semua bagian tumbuhan terutama daun. Senyawa metabolit sekunder tersebut

meliputi alkaloid, flavonoid, saponin, terpenoid, dan polifenol. Senyawa metabolit

39

36

Page 52: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sekunder inilah yang berkhasiat sebagai obat untuk mengobati berbagai macam

penyakit (Septiatin, 2008).

Menurut Kartika (2013), senyawa alkaloid bersifat detoksifikan dan

dapat menetralisir racun dalam tubuh. Sedangkan senyawa flavonoid merupakan

senyawa metabolit sekunder yang memiliki aktifitas farmakologis yang beragam

contohnya sebagai pengendur otot, diuretic, analgetik, antioksidan dan sebagai

antiinflamasi (Hernani dan Syahid, 2001). Flavonoid juga dapat digunakan untuk

melancarkan peredaran darah ke seluruh tubuh (Septiatin, 2008).

Senyawa metabolit sekunder lainnya yaitu saponin. Saponin memiliki

aktifitas farmakologi sebagai sumber antibakteri dan antivirus, meningkatkan

system kekebalan tubuh, meningkatkan vitalitas, mengurangi kadar gula darah

serta mengurangi penggumpalan darah (Septiatin, 2008). Salah satu kandungan

metabolit sekunder lain adalah terpenoid. Menurut Lenny (2006), terpenoid

merupakan komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai bau dan dapat

diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan yang disebut minyak atsiri.

Minyak atsiri adalah bahan yang bersifat mudah menguap dan dapat bermanfaat

sebagai stimulan bagi tubuh. Sedangkan polifenol befungsi sebaga antihistamin

atau antialergi (septiatin, 2008).

4.3 Identifikasi Tanaman Bambu

4.3.1 Bambu Kuning

Tumbuhan monokotil ini berupa batang lurus yang berwarna kuning.

Bambu kuning sudah dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia sebagai

tanaman hias. Bambu kuning berasal dari Srilanka dan India bagian selatan. Di

Indonesia, bambu kuning dapat ditemui mulai dari daerah pantai sampai daerah

pegunungan 0-700 meter diatas permukaan laut. Tanah yang gembur dengan sinar

matahari sepanjang hari sangat membantu pertumbuhan tanaman ini menjadi

cepat besar. Bambu kuning memiliki cabang pada batang yang cukup banyak

sehingga tampak agak rimbun. Bambu ini memiliki akar tinggal yang tumbuh

merayap di dalam tanah. Pertumbuhan tunasnya kadang agak jauh dari batang

induknya sehingga pertumbuhan tunas tidak terlalu rapat. Daun berwarna hijau

dengan ukuran tidak terlalu lebar dan cenderung kecil. Secara umum apabila

37

Page 53: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tanaman bambu berbunga dan mengeluarkan biji maka bijinya fertil dan dapat

ditanam menjadi individu baru. Batang bambu kuning bila sudah tua dapat

digunakan sebagai bahan pembuat perabot rumah tangga, seperti bangku, meja,

dipan dan lain-lain. Selain itu, rebung bambu kuning dapat dijadikan makanan.

Rebung bambu kuning juga dimanfaatkan sebagai obat sakit kuning. Menurut

pengetahuan masyarakat betawi, cara pengolahan ramuan tersebut yaitu dengan

cara merebus rebung bambu kuning dengan rimpang temulawak lalu diminum air

rebusannya (Sudarmono, 2010).

Bambu kuning (Bambusa vulgaris var. striata) termasuk kedalam bangsa

Poales (rumput), suku Poaceae (rumput-rumputan). Nama lokal bambu kuning

yaitu bambu kuning (Melayu), trieng gading (Aceh), , awie [aue, aua] gadieng

[gadiang] atau awie [aue, aua] kunieng [kuniang] (Minangkabau), bambu kuning

(Betawi), awi koneng atau awi tutul (Sunda), pring gading atau pring tutul (Jawa),

pereng tutol (Madura), dan bulo gading (Makassar) (Sudarmono, 2010).

Gambar 4.2 Bambu kuning Sumber: Koleksi Pribadi

4.3.2 Bambu Tali

Bambu tali tumbuh di daerah tropis yang lembab dan daerah kering.

Bambu tali tumbuh berumpun, rapat, dan tegak dengan rebung hijau tertutup

rambut berwarna cokelat dan hitam. Tinggi buluh mencapai 22 meter dengan

38

Page 54: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

panjang ruas 20-60 cm dan diameter 4-15 cm. Pelepah buluh tidak mudah luluh,

tertutup bulu berwarna hitam atau cokelat. Daun pelepah buluh terlekuk balik,

menyetiga dengan pangkal sempit. Daun berukuran 49x9 cm dan yang kecil 13x2

cm. Permukaan bagian bawah sedikit berambut. Bambu tali umumnya digunakan

sebagai bahan bangunan (dinding, lantai, langit-langit dan atap), kerajinan

anyaman dan keranjang tangan. Bambu tali memiliki ilmiah Gigantochloa apus

Kurz. Bambu tali termasuk kedalam bangsa Poales (rumput) dan temasuk kedalam

suku Poaceae (rumput-rumputan) (Sudarmono, 2010).

Gambar 4.3 Bambu tali Sumber: Koleksi Pribadi

4.3.3 Bambu Petung

Bambu ini memiliki ilmiah Dendrocalamus asper (Schultes f.) Backer ex

Heyne. Bambu ini temasuk kedalam suku Gramineae. Bambu petung tumbuh di

daerah tropis yang lembab seperti Indonesia (Sumatera, Jawa Timur, Sulawesi

Selatan, Maluku, Irian jaya), Malaysia (Sabah dan Serawak), Sri Lanka dan

Madagaskar. Rebung bambu petung tertutup rambut berwarna cokelat dan hitam.

Tinggi buluh mencapai 20-30 meter dengan panjang ruas 10-20 cm hingga 30-50

cm dan diameter 8-20 cm. Daun berukuran 30 x 2,5 cm. Permukaan bagian bawah

ditutupi lapisan lilin putih. Bambu petung umumnya digunakan sebagai bahan

39

Page 55: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

bangunan (rumah dan jembatan), rebung bambu petung dapat dijadikan sebagai

sayuran untuk dikonsumsi. Bambu petung memiliki ilmiah Dendrocalamus asper

(Schultes f.) Backer ex Heyne (Widjaja, 1995).

;

Gambar 4.4 Bambu petung Sumber: Koleksi Pribadi

4.3.4 Bambu Andong

Jenis bambu ini menyukai tempat tumbuh di dataran rendah hingga

ketinggian 150 meter diatas permukaan laut dan tersebar di daerah tropis. Bambu

andong tumbuh berumpun, memiliki rebung hijau yang padat dengan garis-garis

kuning tertutup rambut berwarna cokelat sampai hitam. Buluhnya lurus dan tinggi

bisa mencapai 7-30 meter dengan diameter rambut sekitar 10 cm. Pelepah buluh

panjangnya mencapai 30 cm, mudah luruh dan berbulu halus warna hitam. Daun

pelepah buluh berbentuk bundar telur. Daun berukuran 25 x 5 cm dan yang kecil

22 x 2,5 cm. Buluh bambu andong digunakan untuk bahan bangunan, pipa, dan

alat musik tradidional.

Bambu andong memiliki ilmiah Gigantochloa pseudoarundinaceae

Widjaja. Bambu andong termasuk kedalam bangsa Poales (rumput) dan temasuk

40

Page 56: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kedalam suku Poaceae (rumput-rumputan). Di Indonesia, bambu ini biasa kenal

dengan nama bambu gombong atau bambu andong (Sudarmono, 2010).

Gambar 4.5 Bambu andong Sumber: Koleksi Pribadi

4.3.5 Bambu duri

Bambu ini memiliki ilmiah Bambusa blumeana J.A. & J.H. Schultes.

Bambu ini temasuk kedalam suku Gramineae. Bambu ini memiliki nama lokal

bambu duri (Indonesia), haur cucuk (Sunda), pring gesing (Jawa), buloh duri atau

buloh sikai (Malaysia). Tinggi buluh mencapai 15-25 meter dengan panjang ruas

25-60 cm dan diameter 20 cm. Daun berukuran 15- 20 cm x 1,5-2 cm. Ciri utama

dari bambu ini adalah memiliki duri-duri tajam pada buku cabang dan ranting-

rantingnya. Rebung bambu duri dapat dijadikan sebagai sayuran untuk

dikonsumsi. Sedangkan batangnya digunakan untuk bahan bangunan, alat-alat

rumah tangga hingga mainan. Batangnya cocok digunakan sebagai bahai baku

pembuatan kertas (Widjaja, 1995).

41

Page 57: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.6 Bambu duri Sumber: Koleksi Pribadi

4.4 Penyiapan Simplisia

Bagain tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah daun dan

rebung tanaman bambu. Bambu yang digunakan berasal dari Hutan Kota

Pesanggrahan Sanggabuana, Jakarta Selatan. Umunya tanaman ini banyak

ditanam sebagai penahan tepi sungai.

Sebanyak 200 gram daun tanaman bambu segar disortasi basah dengan

cara dicuci menggunakan air mengalir untuk menghilangkan kotoran pada bahan

yang akan digunakan. Sampel dikering anginkan pada suhu kamar 25ºC dan

terhindar dari sinar matahari langsung, hal ini dilakukan untuk menghindari

adanya kerusakan kandungan kimia akibat pemanasan dan pengeringan dilakukan

sampai sampel kering (Harborne, 1987). Sampel yang telah kering disortasi kering

untuk dipisahkan dari sisa kotoran-kotoran yang masih tertinggal dan dihaluskan

dengan blender hingga menjadi serbuk, kemudian ditimbang. Serbuk simplisia

disimpan dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 1985).

42

Page 58: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.5 Pembuatan Ekstrak

Sampel yang diambil adalah bagian daun. Pemilihan bagian daun sebagai

sampel memilki beberapa alasan diantaranya pemanfaatan organ daun sebagai

obat cara pengolahannya lebih mudah. Selain itu, khasiat yang dimiliki daun lebih

baik dibandingkan bagian-bagian lain pada tumbuhan dan tidak merusak

tumbuhan itu sendiri. Daun memiliki sifat regenerasi yang baik sehingga akan

lebih mudah tumbuh dan bisa dimanfaatkan terus-menerus sampai tumbuhan mati

(Zuhud dan Haryanto 1994).

Hal yang mendasari penggunaan daun adalah sesuai dengan pendapat

Fakhrozi (2009), dimana daun memiliki tingkat regenerasi yang tinggi untuk

kembali bertunas dan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

pertumbuhan suatu tumbuhan walaupun merupakan tempat fotosintesis. Selain itu,

salah satu sifat daun adalah mudah didapatkan dan tidak bergantung pada musim

mudah diracik menjadi obat dibandingkan bagian lain pada tumbuhan (Hamzari,

2008).

Metode ekstraksi yang dipilih adalah menggunakan pelarut dengan

beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).

Proses maserasi dilakukan dengan cara merendam sampel sebanyak 100 gram

dengan pelarut etanol 96% yang dilakukan selama 3 hari lalu sesekali dilakukan

pengocokan agar penetrasi pelarut kedalam sampel semakin baik. Hasil maserasi

disaring dan filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan rotary evaporator

pada suhu 50ºC sehingga diperoleh ekstrak kentalnya. Prosedur diulangi sebanyak

3 kali proses maserasi. Menurut Wardhani & Sulistyani (2012), keuntungan

metode ekstraksi dengan cara maserasi adalah metodenya sederhana dan

menggunakan alat yang mudah didapat.

4.6 Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia dilakukan untuk menggambarkan kandungan

senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam etanol 96% daun bambu,

sehingga dapat diketahui golongan zat yang berpotensi memiliki aktivitas

antimalaria. Hasil penapisan fitokimia ekstrak tumbuhan bambu dapat dilihat pada

tabel berikut ini:

43

Page 59: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.2 Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak

Metabolit Daun bambu

kuning

Daun bambu

tali

Daun bambu

andong

Daun Bambu

petung

Daun Bambu

duri

Rebung bambu

kuning Sekunder

Alkaloid + + + + + +

Flavonoid + + + + + +

Saponin + + + + + +

Terpenoid + + + + + -

Tanin &

Polifenol + + + + + -

Keterangan: + = ada, - = tidak ada

Penapisan fitokimia ekstrak daun bambu kuning positif terhadap alkaloid,

flavonoid, saponin, terpenoid, tannin dan polifenol. Penapisan fitokimia ekstrak

daun bambu tali positif terhadap alkaloid, flavonoid, saponin, terpenoid, tannin

dan polifenol. Penapisan fitokimia ekstrak daun bambu andong positif terhadap

alkaloid, flavonoid, saponin, terpenoid, tannin dan polifenol. Penapisan fitokimia

ekstrak daun bambu petung positif terhadap alkaloid, flavonoid, saponin,

terpenoid, tannin dan polifenol. Penapisan fitokimia ekstrak daun bambu duri

positif terhadap alkaloid, flavonoid, saponin, terpenoid, tannin dan polifenol.

Penapisan fitokimia ekstrak rebung bambu kuning positif terhadap alkaloid,

flavonoid dan saponin. Negatif terhadap terpenoid, tanin dan polifenol.

4.7 Uji Aktivitas Inhibisi Ekstrak Tanaman Bambu Terhadap Enzim

PfMQO

Uji aktivitas inhibisi ekstrak daun bambu terhadap enzim PfMQO

dilakukan terhadap keenam ekstrak dari hasil proses maserasi. Ekstrak dari hasil

maserasi diencerkan dengan DMSO 100% dengan konsentrasi akhir yaitu 10

mg/ml atau 10000 ppm. DMSO merupakan pelarut yang di gunakan untuk

pengujian bioassay.

Ekstrak etanol sampel bambu yang telah diencerkan menggunakan

DMSO lalu ditambahkan larutan assay mix. Larutan assay mix ini terdiri dari 50

mM HEPES pH 7,0; 1 mM KCN; 25 mM decylubiquinone, 12 mM DCIP, 2,778

µg/ml enzim PfMQO. Kontrol positif yang digunakan berisi larutan DMSO, assay

mix, tanpa substrat malat, sedangkan untuk kontrol negatif ditambahkan DMSO,

44

Page 60: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

assay mix, dan ditambahkan substrat malat. Proses pengukuran dilakukan pada

spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 600 nm pada suhu 37ºC. Pada

area 600 nm merupakan panjang gelombang yang optimal untuk penyerapan

warna biru. HEPES berfungsi sebagai buffer pH sehingga pH tidak akan bergeser,

KCN berfungsi sebagai penghambat reaksi yang terjadi di kompleks IV

mitokondria Plasmodium falciparum, DCIP digunakan sebagai indikator berwarna

biru, warna biru pada DCIP akan hilang apabila ada elektron yang masuk. Jika

tidak ada elektron yang masuk maka DCIP tidak tereduksi, sehingga larutan akan

tetap berwarna biru. Apabila ada yang menghambat aktivitas enzim PfMQO maka

tidak terjadi reduksi DCIP sehingga DCIP akan tetap berwarna biru.

Decylubiquinone berfungsi sebagai aseptor elektron, PfMQO adalah enzim yang

akan digunakan dalam pengujian dan substrat yang digunakan adalah malat. Hasil

uji aktivitas inhibisi ekstrak tanaman bambu terhadap enzim PfMQO dapat dilihat

pada gambar di bawah ini:

Gambar 4.7 Prosentase (%) inhibisi esktrak etanol 96% terhadap PfMQO.

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa ekstrak etanol tumbuhan

bambu yang memiliki prosentase (%) inhibisi paling besar yaitu ekstrak daun

bambu tali pada konsentrasi 10 µg/ml dengan inhibisi 42%, ekstrak daun bambu

andong yaitu 40%. Prosentase inhibisi terhadap enzim PfMQO yang didapatkan

23

40

13

-9

42

34

-20

-10

0

10

20

30

40

50

DaunBambuPetung

DaunBambuAndong

DaunBambu Duri

RebungBambuKuning

DaunBambu Tali

DaunBambuKuning

%In

hib

isi

Ekstrak Uji

% Inhibisi Ekstrak terhadap PfMQO

48

45

Page 61: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

belum mencapai standar yang ditetapkan yaitu 50% dapat disebabkan karena

konsentrasi zat aktif yang kurang atau ada yang hilang selama pengujian.

Menurut Mulyono et al (2013), senyawa bioaktif pada ekstrak etanol

daun bambu tali (G. apus) mengandung asam lemak dan ester (86,61%) dengan

senyawa asam lemak yang paling dominan yaitu asam laurat dan esternya

mencapai 48,76%, alkohol rantai panjang (5,30%) dengan komponen terbanyak

yaitu fitol (5,30%), hidrokarbon alifatik (5,00%) dengan komponen mayor yaitu

n-pentadekana (1,83%) dan hidrokarbon siklik yaitu l-limonen (1,40%). Salah

satu senyawa yang ditemukan dalam ekstrak etanol tali (G. apus) adalah fitol.

Senyawa ini dapat dioksidasi menjadi asam lemak yang memiliki aktivitas

antibakteri.

46

Page 62: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Ekstrak daun bambu tali (Gigantochloa apus) dan daun bambu

andong (Gigantochloa pseudoarundinacea) memiliki potensi sebagai

inhibitor aktivitas enzim PfMQO yang merupakan target obat

potensial parasit P. Falciparum.

2. Ekstrak yang memiliki aktivitas inhibisi tertinggi yaitu ekstrak daun

bambu tali yaitu sebesar 42% dan ekstrak daun bambu andong yaitu

sebesar 40% , sedangkan aktifitas inhibisi terendah pada ekstrak

etanol rebung bambu kuning.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Tidak dilakukan determinasi tanaman bambu karena mebutuhkan bagian

tanaman yang lengkap. Hal ini disebabkan karena kondisi lokasi tempat

pengambilan sampel yang curam sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan

pengambilan bagian tumbuhan yang lengkap.

5.3 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai fraksinasi dan

isolasi senyawa bioaktif dari ekstrak daun bambu andong dan bambu

tali sehingga diperoleh senyawa murni sebagai kandidat obat untuk

penyakit malaria.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut uji aktivitas inhibisi ekstrak

daun bambu andong, bambu tali dan bambu kuning terhadap enzim

PfMQO secara in vivo.

47

Page 63: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

48

Daftar Pustaka

Ahmad, T., Singh, S. B., & Pandey, S. 2013. Phytochemical Screening and

Physicochemical Parameters of Crude Drugs: A Brief Review. International

Journal of Pharma Research and Review, 2, 53-60.

Arifin, H., Anggraini, N., Handayani, D., & Rasyid, R. 2006. Standarisasi Ekstrak

Etanol Daun Eugenia cumini Merr. J. Sains Tek. Far, 11(2), 88-93.

Arsin, Andi A. Malaria di Indonesia: Tinjauan Aspek Epidemiologi. Makassar:

Masagena Press.

Aulia, T.O.S; A.H., Dharmawan. 2010. Kearifan Lokal dalam Pengelolaan

Sumberdaya Air di Kampung Kuta. Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi,

Komunikasi, dan Ekologi Manusia. 4 (3): 345-355

Berliana VAN, Rahayu E. 1995. Bambu, Budidaya dan Prospek Bisnis Bambu.

Jakarta: Penabar Swadaya.

Bernard HR. 2002. Research Methodsin Cultureal Anthropology: Qualitative and

Quantitative. California: AltraMitra Press.

Browning, K. S., RajBhandary, U.L.,. 1982. Cytochrome Oxidase Subunit III

Gene in Neurospora Crassa Mitochondrial : Location and Sequence. J Biol

Chem.

Daintith, J. (1987). A Concise Dictionary of Chemistry: New York.

Depkes RI. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, Jakarta.

Departemen Kesehatan, R. 1989. Materia Medika Indonesia. Jilid V. Jakarta, 15

Departemen Kesehatan, R. 1999. Cara Pengelolaan Simplisia Yang Baik:

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.

Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 9-12.

Depkes RI. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia.

Depkes RI. 2010. Farmakope Indonesia (Edisi IV). Jakarta., Departemen

Kesehatan Republik Indonesia.

Page 64: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

49

Dransfield, Soejatmi; Elizabeth A. Widjaja. 1995. "Plant Resources of South-East

Asia No 7. Bamboos.". Backhuys Publishers. p. 189. Retrieved 2009-04-07.

Fajarini, U. 2014. Peranan Kearifan Lokal dalam Pendidikan Karakter. Sosio

Didaktika 1(2): 123- 130

Fakhrozi I. 2009. Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Tradisional di Sekitar

Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Skripsi. Bogor: Fakultas Kehutanan,

Institut Pertanian Bogor.

Fares A. 2015. Seasonality of Hepatitis: a review update. J Family Med Prim

Care.

Galambos, S. A., Terry, P. C., Moyle, G. M., & Locke, S. A. 2005. Psychological

Predictors of Injury Among Elite Athletes. British journal of sports

medicine, 39(6), 351-354.

Ghosal, M. M., P. 2012. Phytochemical screening and antioxidant activities of two

selected 'Bihi' fruits used as vegetables in Darjeeling Himalaya.

International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences

Gunawan, D., & Mulyani, S. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jilid, 1, 31-

34.

Hamzari. 2008. Identifikasi Tanaman Obat-obatan yang Dimanfaatkan oleh

Masyarakat Sekitar hutan Tabo-tabo. Makassar: Universitas Hasanudin.

Handayani L. 2003. Membedah Rahasia Ramuan Madura. Agromedia Pustaka:

Jakarta.

Harsono, T., & Martina R. 1998. Terites Sebagai Makanan Budaya Suku Batak

Karo Suatu Tinjauan Etnobotani. Prosiding Seminar Nasional Etnobotani

III. LIPI : Bogor.

Hastuti SD, Tokede MJ dan Maturbongs RA. 2002. Tumbuhan Obat Menurut

Etnobotani Suku Biak. (Traditional medicinal plants of the Biak People).

Beccariana, 4(1): 20-40

Hawkins, P. 2012. Creating a Coaching Culture. New York: Bell and Bain Ltd.

Heyne. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Penelitian Pengembangan

Kehutanan. Departemen kehutanan. Departemen kehutanan. Jilid I : 322-

346.

Page 65: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

50

Ihromi, T.O. 2006. Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia

Inaoka, D. K., Kuroda, M., Komatsuya, K., Balogun, E. O., Amalia, E., Saimoto,

H., Kita, K. 2016. Functional Expression Of Mitochondrial Malate:Quinone

Oxidoreductase From Plasmodium falciparum In Bacterial Membrane And

Identification Of Nanomolar Inhibitor. International Congress for Tropical

Medicine and Malaria, Brisbane Australia.

Irawan, M. A. 2007. Glukosa & Metabolisme Energy. Sport Science Brief, 1(06).

Kartika R. 2013. Aktivitas Antikanker yang Terkandung didalam Buah dari

Tumbuhan Bawang Hutan (Scorodocarpus borneensis Becc.). Medan:

Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Sumatera Utara.

Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Koentjaraningrat. 1984. Masyarakat Pedesaan di Indonesia Masa Kini. Jakarta

(ID): LPFE-UI.

Komlaga, Gustav; Sandrine Cojean.; Rita A. Dickson; Soulaf Suyyagh-Albouz;

Merlin L. K. Mensah; & Christian Agyare; Pierre Champy; Philippe M.

Loiseau. 2016. Antiplasmodial activity of selected medicinal plants used to

treat malaria in Ghana. Parasitology Research. ISSN 0932-0113

Krishnaswamy VS. 1956. Studies on Physiology of Bamboo. Tokyo: Resources

Bureau Science and Technics Agency Prime Minister Office.

Lenny S. 2006. Senyawa Terpenoid dan Steroida. Medan: Departemen Kimia,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera

Utara.

Liliweri, Alo. 2002. Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta:

LkiS

Marks, D. B., Marks, A. D., & Smith, C. M. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar:

Sebuah Pendekatan Klinis. Terjemahan oleh Brahm U. Pendit.

Page 66: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

51

Meita, F.P. 2013. Etnobotani Kelapa (Cocos nucifera L.) di Wilayah Denpasar

dan Badung. Jurnal Simbiosis I.1(2) : 102-111.

Meliki, Riza L dan Irawan L. 2013. Etnobotani Tumbuhan Obat oleh Suku Dayak

Iban Desa Tanjung sari Kecamatan Ketungau Tengah Kabupateng Sintang.

Jurnal Protobiont, vol 2 (3): 129-135.

Mulyono, Noryawati et al. 2013. Antidiarrheal Activity of Apus Bamboo

(Gigantochloa apus) Leaf Extract and its Bioactive Compounds. American

Journal of Microbiology.

Munziri, R.L., & Mukarlina. 2013. Studi Etnobotani Bambu Oleh Masyarakat

Dayak Kanayatn di Desa Saham Kecamatan Sengah Temila Kabupaten

Landak. Protobiont. 2 (3) :112-116.

Nursyirwan, Pranawita Karina. 2015. Kajian Kearifan Lokal pada Pekarangan

Masyarakat Betawi sebagai Basis Pengelolaan Lanskap Perkampungan

Budaya Betawi Setu Babakan, DKI Jakarta. Bogor: Sekolah Pascasarjana

IPB

Omosun G. et al. 2013. Ethnobotanical study of Medicinal Plants Useful for

Malaria Therapy in Eight Local Government Areas State, Southeast

Nigeria. Advancet in Medicinal Research. Vol. 1 (2). Pp. 39-44.

Pratiwi et al. 2017. Identifikasi Virus Hepatitis A pada Sindrom Penyakit Kuning

Akut di Beberapa Provinsi di Indonesia Tahun 2013. Artikel penelitian.

Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

Prijono, D. 1999. Prospek dan Strategi Pemanfaatan Insektisida Alami dalam

PHT. Dalam: Nugroho BW, Dadang, dan Prijono D, penyunting. Bahan

Pelatihan Pengembangan dan Pemanfataan Insektisida Alami. Bogor:

Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu, IPB. hal, 1-7.

Radji, M. 2012. Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit dalam Pengembangan

Obat Herbal. Pharmaceutical Sciences and Research (PSR), 2(3).

Rahmawati, U., E, S., & A, M. 2012. Pengembangan Repository Pengetahuan

Berbasis Ontologi (Ontology-Driven Knowledge Repository) untuk

Tanaman Obat Indonesia. Jurnal Teknik Pomits, 1(1), 1-6.

Page 67: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

52

Saidi R. 1994. Masyarakat Betawi; Asal-usul dan Peranannya dalam Integrasi

Nasional. Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal.

Rathod Jaimik D, Pathak Nimish L, Patel Ritesh G, N.P. Jivani and Bhatt Nayna

M. 2011. Phytopharmacological Properties of Bambusa arundinacea as a

Potential Medicinal Tree: An Overview. Journal of Applied Pharmaceutical

Science 01 (10); 2011: 27-31

Septiatin. 2008. Seri Tanaman Obat: Apotek Hidup dari Rempah-rempah,

Tanaman Hias dan Tanaman Liar. Bandung: Yrama Widya

Sudarmono dan Tim LIPI. 2010. Ensiklopedia Flora Jilid 1. Bogor: PT Kharisma

Ilmu

Sudarmono dan Tim LIPI. 2010. Ensiklopedia Flora Jilid 2. Bogor: PT Kharisma

Ilmu

Suhartini. 2009. Kajian Kearifan Lokal Masyarakat dalam Pengelolaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Prosiding Seminar Nasional Penelitian,

Pendidikan, dan Penerapan MIPA. Fakultas MIPA Universitas Negeri

Yogyakarta yang diselenggarakan pada 16 Mei 2009.

Sujarwo, Wawan et al. 2010. Inventarisasi Jenis-jenis Bambu yang Berpotensi

sebagai Obat di Kabupaten Karangasem Bali. Bali: UPT Balai Konservasi

Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali, LIPI

Supriati, R., Timi J., & R.R. Sri A. 2013. Tumbuhan Obat yang dimanfaatkan

oleh Masyarakat Desa Suka Rami Kecamatan air Nipis Kabupaten

Bengkulu Selatan. Konservasi Hayati. 09 (02) : 33-43.

Sugiyono. 2007. Memahami penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabet

Sutarno H, Hardijadi SS, Sutiyono. 1996. Paket Model Partisipatif: Budidaya

Bambu Guna Meningkatkan Produktivitas Lahan. Bogor: Prosea Indonesia-

Yayasan Prosea.

Sutiyono, Hendromono, Marfu’ah, Ihak. 1996. Teknik Budidaya Tanaman Bambu.

Bogor: Pusat Litbang Hasil Hutan

Syahid, S.F. dan Hernani. 2001. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh terhadap

Pembentukan dan Pertumbuhan serta Kandungan Sinensetin dalam Kalus

Page 68: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

53

pada Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus). Jurnal Littri 4: 99-

103.

Tiwari, P., Kumar, B., Kaur, M., Kaur, G., & Kaur, H. 2011. Phytochemical

Screening and Extraction: A Review. Internationale pharmaceutica

sciencia, 1(1), 98-106.

Tortora, G. 2009. Principles of Anatomy and Physiology, International

Student/Gerard J. Tortora, Bryan Derrickson. ed: Wiley [Chichester: John

Wiley, distributor], Hoboken, NJ.

Vickery, M. L., & Vickery, B. 1981. Secondary Plant Metabolism:

Macmillan Press.

Walujo, E.B. 2009. Etnobotani : Memfasilitasi penghayatan, pemutakhiran

pengetahuan dan kearifan lokal dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar

ilmu. LIPI : Bogor.

Wardhani, L. K., & Sulistyani, N. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil

Asetat Daun Binahong (Anredera scandens (L.) moq.) terhadap Shigella

flexneri beserta Profil Kromatografi Lapis Tipis. Pharmaciana, 2(1).

Widjaja, EA. 1995. Plant Resources of South-East Asia. Bogor: Porsea

Foundation

Widjaja, EA. 2001. Identifikasi Jenis-Jenis Bambu Di Jawa. Bogor: Pusat

Penelitian Dan Pengembangan Biologi – LIPI.

Winarno, F. 1986. Enzim Pangan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Yunus, R. 2012. Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Local Genius) sebagai Penguat

Karakter Bangsa: Studi Empiris tentang Huyula. Yogyakarta: CV. Budi

Utama

Zaman MQ. 2009. Etnobotani Tumbuhan Obat di Kabupaten Pamekasan Madura

Provinsi Jawa Timur. Skripsi. Malang: Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Zhang J., Gong J., Ding Y., Lu B., Wu X., Zhang Y. 2010. Aktivitas antibakteri

dari ekstrak air-fase dari serutan bambu terhadap mikroorganisme

pembusukan makanan. Afrika Journal of Biotechnology.

Page 69: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

54

Zuhud EAM dan Haryanto. 1994. Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman

Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Bogor: Jurusan Konservasi

Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB dan Lembaga Alam Tropika

Indonesia (LATIN).

Page 70: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

55

Lampiran 1. Kuisioner Responden

Nama responden :

Status perkawinan : L/P

RT/RW/Dusun :

Kategori tokoh kunci:

a). Pengobat tradisional (batra) b). Tetua desa / orang tua

c). Tokoh adat e). Tokoh masyarakat

f). Dukun g). Tabib

KARAKTERISTIK RESPONDEN / TOKOH KUNCI

1. Berapa usia anda?

a). <19 tahun b). 20-29 tahun c). 30-39 tahun

d). 40-49 tahun e). 50-59 tahun f). >60 tahun

2. Darimana asal tempat tinggal anda?

a). Sekitar kawasan hutan kota sangga buana b). Luar DKI jakarta, sebutkan...

3. Apa suku/etnis anda?

a). Betawi b). Bukan Betawi, sebutkan...

4. Apa pendidikan terakhir anda?

a). Tidak sekolah/buta huruf b). Tidak tamat SD

c). Tamat SD sederajat d). Tamat SLTP/SMP

e). Tamat SLTA/SMA f). Lain-lain, sebutkan

5. Apa pekerjaan anda?

a). Tidak bekerja b). Lain-lain, sebutkan...

Page 71: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

56

6. Bila sudah menikah, apa pendidikan terakhir suami/istri anda?

a). Tidak sekolah/buta huruf b). Tidak tamat SD

c). Tamat SD sederajat d). Tamat SLTP/SMP

e). Tamat SLTA/SMA f). Lain-lain, sebutkan

7. Bila sudah menikah, apa pekerjaan suami/istri anda?

a). Tidak bekerja b). Lain-lain, sebutkan...

PENGGUNAAN OBAT TRADISIONAL

8. Apakah anda pernah memakai tumbuhan sebagai obat tradisional?

a). Ya b). Tidak

9. Bila tidak berusaha berobat kemana?

a). Puskesmas b). Bidan c). Dokter d). Mantri

e). Mengobati sendiri/ Jamu f). lain-lain

10. Bila ya, darimana anda mendapatkan pengobatan tradisional?

a). Pengobat tradisional (batra) b). Tetua desa / orang tua

c). Tokoh adat d). Tokoh masyarakat

e). Dukun f). Tabib

g). Turun temurun

11. Jenis penyakit apa saja yang pernah diobati secara tradisional?

a). Demam f). kulit: panu, kudis, luka, dll

b). Batuk/pilek g). Sakit perut, mencret, cacingan, dll

c). KB h). Sakit gigi, tenggorokan

d). Sembelit i). Pendarahan: mimisan, abortus pasca operasi

e). Hati j). Patah tulang

k) Lainnya.....

Page 72: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

57

12. Apa jenis tumbuhan bambu, bagian yang digunakan, cara pengolahan dan

kelompok penyakit apa saja yang dapat diobati secara tradisional?

No

Nama tumbuhan

bambu (nama daerah

atau nama indonesia)

Bagian yang

digunakan

Cara

pengolahannya

Penyakit

yang dapat

diobati

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Page 73: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

58

11

12

13

14

15

13. Jenis tumbuhan bambu apa saja yang saat ini telah anda tanam/budidayakan?

a). ... h). ...

b). ... i). ...

c). ... j). ...

d). ... k). ...

e). ... l). ...

f). ... J). ...

14. Jenis tumbuhan bambu apakah yang masih tumbuh di hutan kota sangga buana?

Dan dimanakah letaknya di hutan tumbuh?

No Nama tumbuhan Letak di hutan sangga buana

1

Page 74: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

59

2

3

4

5

15. Jenis tumbuhan obat tradisional apa yang saat ini tersimpan di rumah anda?

a). ... h). ...

b). ... i). ...

c). ... j). ...

d). ... k). ...

e). ... l). ...

f). ... J). ...

16. Sejak kapan anda mengetahui pengobatan dengan tumbuhan tradisional?...

17. Siapakah orang selain anda yang juga mengetahui penggunaan tumbuhan obat

secara tradisional?

No Nama Profesi Alamat

1

2

Page 75: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

60

3

4

5

UNTUK PARAJI (Tabib, dukun, pengobat tradisional)

18. Sejak kapan anda berprofesi sebagai paraji?

19. Bagaimana anda mengetahui tentang penyakit?

20. Apakah anda menggunakan tumbuhan bambu dalam pengobatan?

21. Jika ya, tumbuhan bambu apa saja yang digunakan sebagai obat?

22. Bagaimana anda mengukur dosis obat pada pasien?

Page 76: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

61

23. Apakah dosis obat pada setiap penyakit sama?

24. Berapa hari biasanya obat tradisional tersebut digunakan?

25. Kapan penggunaan obat tradisional tersebut dihentikan?

26. Apakah ada pantangan-pantangan dalam meminum obat?

27. Pada siapa obat tradisional tersebut tidak boleh diberikan?

28. Darimana anda mendapatkan pengetahuan mengenai cara meramu tumbuhan

bambu menjadi obat?

a). Orang tua b). Saudara c). Kerabat d). Lainnya.........

29. Apakah pengetahuan tentang tata cara pengobatan dan pengolahan tumbuhan

obat khususnya bambu yang digunakan dalam pengobatan ini diturunkan pada

anak anda?

Page 77: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

62

30. Apakah bahan untuk membuat obat hanya terdiri dari 1 macam atau bermacam

tumbuhan?

Page 78: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

63

Lampiran 2. Alur Kerja Penelitian

Wawancara

Pemilihan Responden

Parameter Nonspesifik

Determinasi Tanaman

Parameter Spesfik

Skrining Fitokimia

Ekstrak

Penentuan Parameter-Parameter Standarisasi

Penyiapan Simplsia dan Proses Ekstraksi

Penetapan Kadar Abu

Ekstrak

Penetapan Kadar Air Ekstrak

Page 79: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

64

Lampiran 3. Alur Kerja Studi Etnobotani

Pemilihan Responden

Mengunakan Teknik

Purchasing Sampling

Wawancara

Dilanjutkan dengan

Metoda Snowball

Diperoleh Data:

Nama lokal, bagian tanaman yang digunakan, cara

penggunaan, dosis, aplikasi dalam kesehatan

Pengolahan data

menggunakan Microsoft

Excel

Page 80: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

65

Lampiran 4. Uji Aktivitas Inhibisi Enzim PfMQO

Determinasi Tanaman

Penyiaapan Simplisia dan

Proses Ekstraksi Sampel Segar

Sorttasi Basah

Pencucian

Pengeringan

Penghalusan

Dimaserasi dengan Etanol 96%

Maserat Residu

Penguapan menggunakan

Rotary Evaporator

Ekstrak kental Uji %Inhibisi pada

Enzim PfMQO

Page 81: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

66

Lampiran 5. Perhitungan pengenceran konsentrasi ekstrak

V1 X N1 = V2 X N2

V1 = volume yang diambil dari larutan stock

N1 = konsentrasi larutan stock

V2 = volume larutan yang akan dibuat

N2 = konsentrasi larutan yang akan dibuat

Ekstrak awal dari stock konsentrasi 10.000 µg/ml

o 10.000 µg/ml

V1 X N1= V2 X N2

2 µl X 10.000 µg/ml = 200 µl X N2

N2 = 100 µg/ml

Page 82: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

67

Lampiran 6. Alur Kerja Uji Aktivitas Inhibisi Enzim PfMQO

Dimasukan 2 µl dari larutan induk ke

dalam plate uji

Ditambahkan 193 µl assaymix (20 ml HEPES

+ KCN 20µl

+ d-UQ 8,33µl + DCIP 200 µl + PfMQO

membrane stock 3,1 µl

Plate reader dihomogenkan terlebih dahulu

selama 15 detik (2x)

Diukur pada spektrofotometri UV-vis

(spectramax) dengan suhu 37C pada panjang

gelombang 600nm. Diukur selama 3 menit.

Lalu setelah 3 menit ditambahkan 5 µl dari 400

mM sodium malate lalu diukur kembali pada

spectramax selama 10 menit pada panjang

gelombang 600 nm dan suhu 37C.

Page 83: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

68

Lampiran 7. Perhitungan Uji %inhibisi Ekstrak

% Inhibisi Daun Bambu Kuning

%inhibisi = 100 - ((−0.268−(−0.01725)

−0.3805) 𝑥100%) = 34%

% Inhibisi Daun Bambu Tali

%inhibisi = 100 - ((−0.2395−(−0.01725)

−0.3805) 𝑥100%) = 42%

% Inhibisi Daun Bambu Andong

%inhibisi = 100 - ((−0.2575−(−0.00425)

−0.42125) 𝑥100%) = 40%

% Inhibisi Daun Bambu Ampel

%inhibisi = 100 - ((−0.3715−(−0.00425)

−0.42125) 𝑥100%) = 13%

% Inhibisi Daun Bambu Petung

%inhibisi = 100 - ((−0.3285−(−0.00425)

−0.42125) 𝑥100%) = 23%

% Inhibisi Rebung Bambu Kuning

%inhibisi = 100 - ((−0.4675−(−0.00425)

−0.42125) 𝑥100%) = −10%

Page 84: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

69

Lampiran 8. Tanaman Bambu

Bambu Kuning (Bambusa vulgaris var. striata)

Bambu Tali (Gigantochloa apus)

Page 85: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

70

Bambu Petung (Dendrocalamus asper)

Bambu Andong (Gigantochloa pseudoarundiancea)

Page 86: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

71

Bambu Ampel (Bambusa vulgaris schard)

Page 87: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

72

Lampiran 9. Foto Ekstrak Tanaman Bambu

Ekstrak daun bambu

kuning

Ekstrak rebung bambu

kuning

Ekstrak daun bambu

tali

Ekstrak daun bambu

petung

Ekstrak daun bambu

andong

Ekstrak daun bambu

duri

Page 88: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

73

Lampiran 10. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Tanaman Bambu

1. Hasil skrining fitokimia ekstrak daun bambu kuning

Flavonoid (+)

Alkaloid

Meyer (+)

Alkaloid

Dragendorf (+)

Saponin (+)

Terpenoid (+)

Tanin & polifenol (+)

Page 89: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

74

2. Hasil skrining fitokimia ekstrak daun bambu andong

Flavonoid (+)

Alkaloid

Meyer(+)

Alkaloid

Dragendorf (+)

Saponin (+)

Terpenoid (+)

Tanin & polifenol (+)

Page 90: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

75

3. Hasil skrining fitokimia ekstrak daun bambu tali

Flavonoid (+)

Alkaloid

Meyer(+)

Alkaloid

Dragendorf (+)

Saponin (+)

Terpenoid (+)

p

Tanin & polifenol (+)

Page 91: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

76

4. Hasil skrining fitokimia ekstrak daun bambu petung

Flavonoid (+)

Alkaloid

Meyer(+)

Alkaloid

Dragendorf (+)

Saponin (+)

Terpenoid (+)

Tanin & polifenol (+)

Page 92: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

77

5. Hasil skrining fitokimia ekstrak rebung bambu kuning

Flavonoid (+)

Alkaloid

Meyer(+)

Alkaloid

Dragendorf (+)

Saponin (+)

Terpenoid (-)

Tanin & polifenol (-)

Page 93: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

78

6. Hasil skrining fitokimia ekstrak daun bambu ampel

Flavonoid (+)

Alkaloid

Meyer(+)

Alkaloid

Dragendorf (+)

Saponin (+)

Terpenoid (+)

Tanin & polifenol (+)

Page 94: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STUDI ETNOBOTANI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43374/1/RIQO...uin syarif hidayatullah jakarta . studi etnobotani tanaman bambu

79

Lampiran 11. Alat dan Bahan Penelitian

Rotary evaporator

Spektrofotometer UV-Vis

Simplisia

Botol Maserasi

Vortex

Ekstrak saat pengujian

Sonikator