uin syarif hidayatullah jakarta analisis gelatin sapi...
TRANSCRIPT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISIS GELATIN SAPI DAN GELATINBABI PADA PRODUK CANGKANG KAPSUL
KERAS OBAT VITAMIN DAN MINERALMENGGUNAKAN FTIR DAN KCKT
SKRIPSI
FATHMAH SYAFIQOH
1110102000001
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
SEPTEMBER 2014
ivUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISIS GELATIN SAPI DAN GELATINBABI PADA PRODUK CANGKANG KAPSUL
KERAS OBAT VITAMIN DAN MINERALMENGGUNAKAN FTIR DAN KCKT
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
FATHMAH SYAFIQOH
1110102000001
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
SEPTEMBER 2014
vUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
viUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama : Fathmah Syafiqoh
NIM : 1110102000001
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Analisis Gelatin Sapi dan Gelatin Babi pada Produk
Cangkang Kapsul Keras Obat Vitamin dan Mineral
Menggunakan FTIR dan KCKT
Disetujui oleh
viiUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh
Nama : Fathmah Syafiqoh
NIM : 1110102000001
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Analisis Gelatin Sapi dan Gelatin Babi pada Produk Cangkang
Kapsul Keras Obat Vitamin dan Mineral Menggunakan FTIR
dan KCKT
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterimasebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelarSarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran danIlmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif HidayatullahJakarta
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 29 Agustus 2014
viiiUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Fathmah Syafiqoh
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Analisis Gelatin Sapi dan Gelatin babi pada Produk
Cangkang Kapsul Keras Obat dan Vitamin Menggunakan
FTIR dan KCKT
Gelatin sering digunakan secara luas dalam industri farmasi pada pembuatancangkang kapsul keras. Penggunaan gelatin pada cangkang kapsul kerasmenimbulkan kontroversi karena adanya kekhawatiran konsumen mengenaikehalalan sumber gelatin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaangelatin sapi dan gelatin babi pada cangkang kapsul keras dengan FTIR(Fourier Transform Infared Spectroscopy) dan KCKT (Kromatografi CairKinerja Tinggi). Analisis Komposisi asam amino pada cangkang kapsul kerasdilakukan dengan KCKT, sampel dihidrolisis terlebih dahulu dengan HCl 6Nkemudian diderivatisasi menggunakan AQC (Aminokuinolil-N-hidroksisuksini-midil karbamat). Analisis gugus fungsi pada sampel cangkangkapsul keras dilakukan dengan FTIR, sampel diekstraksi terlebih dahulumenggunakan aseton dingin pada suhu -20oC lalu dianalisis dengan alat FTIRpada panjang gelombang 4000-750cm-1. Setelah itu dilakukan analisis datamenggunakan Principal Component Analysis (PCA) untuk mengklasifikasikanantara gelatin sapi dan babi pada cangkang kapsul keras. Berdasarkan kurvascore plot FTIR standar gelatin babi berada pada kuadran 2 dan standar gelatinsapi berada pada kuadran 1. Pada lembar cangkang kapsul babi berada padakuadran 3 dan lembar cangkang kapsul sapi berada pada kuadran 4.Sedangkan hasil kurva score plote KCKT standar gelatin babi dan lembarcangkang kapsul babi berada pada kuadran 2. Standar gelatin sapi dan lembarcangkang kapsul sapi berada pada kuadran 3. Hasil analisis gelatin sapi dangelatin babi dengan metode FTIR dan KCKT dapat disimpulkan bahwametode FTIR dan teknik kemometrik PCA dapat mengklasifikasikan antaragelatin sapi dan gelatin babi sedangkan analisis menggunakan KCKT danteknik kemometrik PCA dapat membedakan komposisi asam amino padastandar gelatin sapi dan babi serta lembar cangkang kapsul yang dibuatsendiri, tetapi belum bisa membedakan sumber gelatin yang dipakai padaproduk cangkang kapsul keras yang diambil dari pasaran.
Kata kunci: gelatin, cangkang kapsul keras, KCKT, FTIR, PCA
ixUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Nama : Fathmah Syafiqoh
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Analysis Bovine Gelatin and porcine Gelatin in Hard Shell
Capsule Products on Drugs and Vitamin Using FTIR dan
HPLC
Gelatin was widely used in pharmaceutical industry for manufacturing of hardshell capsules. The use of gelatin in the capsule caused controversy due toconsumer concerns about halal gelatin source. This study aimed to determinedifferences of bovine and porcine gelatin used in the hard shell capsule byFTIR and HPLC. Analysis of amino acid composition in hard shell capsulewas determined by HPLC, the sample was hydrolyzed with HCl 6N andderivatization with AQC (Aminokuinolil- N- hidroksisuksini- midilcarbamate). Analysis of functional groups in hard shell capsule wasdetermined by FTIR, the samples were extracted using cold acetone at -20°Cand analyzed by FTIR at a wavelength 4000-750cm-1. Analysis of the data wasperformed using the Principal Component Analysis (PCA) to classify betweenbovine and porcine gelatin in hard shell capsule. Based on the score plot curveof FTIR standard gelatin of porcine was in quadrant 2 and standard gelatin ofbovine was in quadrant 1. In sheets of hard shell capsule porcine were inquadrant 3 and sheets hard shell capsule bovine were in quadrant 4. Whilebased on the score plot curve of HPLC standard gelatin of porcine and sheetshard shell capsule porcine were in quadrant 2. Standard gelatin of bovine andsheets hard shell capsule bovine were in quadrant 3. The results of the analysisof bovine and porcine gelatin with FTIR and HPLC could be concluded thatthe FTIR method and technique chemometric PCA can classify betweenbovine and porcine gelatin whereas analysis using HPLC and techniqueschemometric PCA could classify standard bovine and porcine gelatin andcapsule shells self made but was not successful for classification ofcommercial capsule shells.
Keywords : gelatin, hard capsule, HPLC, FTIR, PCA
xUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin atas segala nikmat iman, Islam,
kesempatan, serta kekuatan yang telah diberikan Allah Subhanahuwata’ala
sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.
Shalawat serta salam untuk tuntunan dan suri tauladan Rasulullah
Shallallahu‘alaihiwasallam beserta keluarga dan sahabat beliau yang
senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai Islam yang sampai saat ini dapat
dinikmati oleh seluruh manusia di dunia.
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana
farmasi dari Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Judul skripsi ini adalah “uji
aktivitas antibakteri ekstrak daun sintok (Cinnamomum sintoc Blume.)
terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa serta analisa
komponen senyawa fraksi aktif dengan kromatografi gas – spektrometri
massa”.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penelitian dan penulisan skripsi
ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si, Apt selaku pembimbing pertama dan Ibu
Zilhadia, M.Si, Apt selaku pembimbing kedua yang senantiasa dengan
sabar tulus dan ikhlas memberikan arahan, bimbingan, dorongan,
semangat, saran dan solusi selama penelitian dan penulisan skripsi.
2. Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp. And. selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Para laboran Farmasi UIN, Ka Liken, Ka Rahmadi, Ka Eris, Mba Rani,
Ka Lisna dan Ka Tiwi yang telah banyak membantu selama praktikum
maupun penelitian.
6. Mama yang selalu memberikan kasih sayang, semangat dan doa yang
tiada henti serta dukungan baik moral maupun materil dan almarhum
ayah yang telah mendidik dan memberi nasehat semasa beliau ada.
Kasih sayang yang kalian berikan sungguh tak ternilai.
7. Kaka dan adikku tersayang, Rahmi Asyifani yang selalu memberikan
dukungan, semangat dan doa, Rahmah Nur Sabrina yang selalu
mendukung dan memberikan bantuan setiap kali dibutuhkan.
8. Teman – teman seperjuangan dalam penelitian ini yaitu Farida
Kusumaningrum dan Afifah Nurul Izzah yang senantiasa dengan sabar
menemani, mendukung dan membantu disaat sedang dibutuhkan.
9. Teman – teman “ngocol” tersayang Amel, Zakiya, Afifah, Dita, Ipho,
Dias, Diah dan Desi Syifa, terima kasih karena kalian selalu mengerti,
membantu, mendukung dan berbagi cerita disaat senang maupun sedih,
semoga ukhuwah kita akan selalu terjaga sampai kapanpun.
10. Teman – teman “Andalusia” Farmasi 2010 yang solid dan selalu
membantu satu sama lain.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak keterbatasan dan
kekurangan. Oleh Karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi
ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan member
sumbangan pengetahuan khususnya di Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu kesehatan, Universtas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta dan pembaca pada umumnya.
Jakarta, 1 September 2014
Penulis
xUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGASAKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) SyarifHidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Fathmah Syafiqoh
NIM : 1110102000001
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiahsaya, dengan judul :
Analisis Gelatin Sapi dan Gelatin Babi pada ProdukCangkang Kapsul Keras Obat Vitamin dan Mineral
MenggunakanFTIR dan KCKT
untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaituDigital Library Perpustakaan Universitas islam Negeri (UIN) SyarifHidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai denganUndang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buatdengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada Tanggal :
Yang menyatakan,
xiUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT ........................................................................................................vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...................... x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL............................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xvii
DAFTAR ISTILAH..........................................................................................xviii
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................... 3
1.4 Manfaat penelitian ................................................................................. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5
2.1 Gelatin ................................................................................................... 5
2.1.1 Definisi Gelatin ............................................................................ 5
2.1.2 Komposisi Kimia Gelatin ............................................................. 5
2.1.3 Sifat Fisika Kimia Gelatin ............................................................ 7
2.1.4 Aplikasi Penggunaan Gelatin ....................................................... 9
2.2 Kapsul.................................................................................................... 9
2.2.1 Cangkang Kapsul Keras ........................................................... 10
2.2.2 Cangkang Kapsul Lunak ............................................................ 11
2.3 Protein.................................................................................................. 12
2.3.1 Struktur Primer ........................................................................... 13
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.2 Struktur Sekunder....................................................................... 13
2.3.3 Struktur Tersier........................................................................... 14
2.3.4 Struktur Kuartener ...................................................................... 15
2.4 Asam Amino........................................................................................ 15
2.5 Spektroskopi FTIR .............................................................................. 18
2.6 Analisis Asam Amino dengan KCKT ................................................. 20
2.7 PCA (Principal Component Analysis)................................................. 25
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 27
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................. 27
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................... 27
3.2.1 Alat ............................................................................................ 27
3.2.2 Bahan.......................................................................................... 27
3.3 Tahapan Penelitian .............................................................................. 27
3.3.1 Pengumpulan Sampel dari Pasaran ............................................ 27
3.3.2 Pembuatan Lembaran Cangkang Kapsul ................................... 27
3.3.3 Analisis Gelatin dengan FTIR ................................................... 28
3.3.3.1 Pemisahan Titanium Dioksida ...................................... 29
3.3.3.2 Ekstrasi Gelatin............................................................. 29
3.3.4 Analisis Profil Gelatin dengan FTIR........................................ ..29
3.3.5 Analisis Data menggunakan PCA .............................................. 29
3.3.6 Analisis Gelatin dengan KCKT................................................ ..30
3.3.6.1 Hidrolisis Asam Amino ................................................ 30
3.3.6.2 Derivatisasi Asam Amino............................................. 30
3.3.7 Analisis Profil Gelatin dengan KCKT...................................... ..30
3.3.8 Analisis Data menggunakan PCA ............................................ ..31
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 32
4.1 Pengumpulan Sampel Dari Pasaran..................................................... 32
4.2 Pembuatan Lembaran Kapsul ............................................................. 32
4.3 Analisis Gelatin dengan FTIR ............................................................. 33
4.3.1 Pemisahan Titanium Dioksida.................................................... 33
4.3.2 Ekstrasi Gelatin .......................................................................... 34
4.3.3 Analisis Profil Gelatin dengan FTIR.......................................... 35
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.3.4 Analisis Data menggunakan PCA .............................................. 39
4.4 Analisis Gelatin dengan KCKT........................................................... 44
4.4.1 Hidrolisis Asam Amino.............................................................. 44
4.4.2 Derivatisasi Asam Amino .......................................................... 45
4.5 Analisis Profil Asam Amino dengan KCKT ....................................... 47
4.5.1 Analisis Standar Asam Amino ................................................... 48
4.5.2 Analisis Asam Amino pada Standar Gelatin, Lembar
Cangkang Kapsul Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul
Pasaran........................................................................................ 48
4.6 Analisis Data menggunakan PCA ....................................................... 49
BAB 5 PENUTUP ................................................................................................ 54
5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 54
5.2 Saran .................................................................................................... 54
xivUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel
2.1 Komposisi Asam Amino Gelatin Kulit Babi dan Sapi ……………….
2.2 Daftar Rantai Samping Asam Amino …………………………………
3.1 Formulasi Lembaran Cangkang Kapsul Keras ……………………….
4.1 Pengumpulan Sampel Kapsul dari Pasaran …………………………...
4.2 Karakteristik Serapan IR Pada Rantai Peptida ………………………..
4.3 Worksheet pada Penyusunan Standar Gelatin, Lembar Cangkang
Kapsul Keras Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul dari Pasaran
…………………………………………………………………………
4.4 Kontribusi Masing-Masing Variabel terhadap Nilai Komponen Utama
………………………………………………………………................
4.5 Komposisi Asam Amino pada Standar Gelatin, Lembar Cangkang
Kapsul Keras Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul dari Pasaran
…………………………………………………………………………
4.6 Worksheet pada Penyusunan Standar Gelatin, Lembar Cangkang
Kapsul Keras Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul keras dari
Pasaran ………………………………………………………………..
4.7 Kontribusi Masing-Masing Variabel Terhadap Nilai Komponen
Utama …………………………………………………………………
Halaman
6
18
28
32
38
40
40
48
50
50
xvUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Gelatin Berbentuk Serbuk, Serbuk Kasar ……………………….
Gambar 2 Struktur Asam Amino Kolagen dan Gelatin …………………….
Gambar 3 Cangkang Kapsul Keras ………………………………………….
Gambar 4 Cangkang Kapsul Lunak …………………………………………
Gambar 5 Tingkatan Struktur Protein ……………………………………….
Gambar 6 Struktur Asam Amino ……………………………………………
Gambar 7 Ion Amfoter ………………………………………………………
Gambar 8 Asam Amino dalam Suasana Asam ……………………………..
Gambar 9 Asam Amino dalam Suasana Basa ……………………………….
Gambar 10 Skema Kerja Alat FTIR ………………………………………….
Gambar 11 Skema Kerja Alat KCKT ………………………………………...
Gambar 12 Lembaran Cangkang Kapsul Gelatin Keras………………………
Gambar 13 Endapan Gelatin diperoleh dari Hasil Ekstraksi …………………
Gambar 14 Penggabungan Spektrum FTIR Standar Gelatin Babi dan Sapi …
Gambar 15 Penggabungan Spektrum FTIR Lembar Cangkang Kapsul Gelatin
Babi dan Gelatin Sapi …………………………………………….
Gambar 16 Penggabungan Spektrum Gelatin yang Diperoleh dari Produk
Cangkang Kapsul yang Ada Dipasaran ………………………….
Gambar 17 Kurva Score Plot PC1 Dan PC2 pada Standar Gelatin, Lembar
Cangkang Kapsul Keras Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul
Pasaran ……………………………………………………………
Gambar 18 Kurva Loading Plot PC1 Dan PC2 Pada Standar Gelatin, Lembar
Cangkang Kapsul Keras Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul
Pasaran …………………………………………………………...
Gambar 19 Reaksi Derivatisasi Reagen AQC ……………………………….
Gambar 20 Profil Standar Asam Amino ……………………………………
Gambar 21 Kurva Score Plot PC1 Dan PC2 pada Standar Gelatin, Lembar
Cangkang Kapsul Keras Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul
Keras dari Pasaran ………………………………………………
8
8
11
11
15
16
16
16
17
19
23
33
34
35
36
39
41
43
46
47
51
xvi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 22 Kurva Loading Plot PC1 Dan PC2…………………………………... 52
xviiUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur Kerja …………………………………………………………
Lampiran 2. Interferogram FTIR …………………………………………........
Lampiran 3. Kromatogram KCKT ……………………………………………..
Lampiran 4. Rekaman Pengujian Asam Amino HPLC ……………………….
Lampiran 5. Pembuatan Larutan ……………………......................................
Lampiran 6. Gambar Penelitian ………………………………………………..
59
60
69
78
87
88
xviiiUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISTILAH
AABA : α-aminobutyric acid
AMQ : 6-aminoquinoline
AQC : 6-amino-quinolil-N-hidroksisuccinimidil karbamate
BPS : Badan Pusat Statistik
DNA : Deoxyribosa Nucleic Acid
FTIR : Fourier Transform Infrared
GMIA : Gelatin Manufacturers Institute Of America
HPLC : High Performance Liquid Chromatography
KCKT : Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
LCMS : Liquid Chromatography Mass Spectrometry
LPPOM : Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetik
MPA : 3 Mercaptopropionic Acid
MUI : Majelis Ulama Indonesia
NHS : N-hidroksisuccimid
OPA : Orto-phatalaldehyde
PC : Principal Component atau Komponen utama
PCA : Principal Component Analysis
PCR : Polymerase Chain Reaction
PEG : Polietilen Glikol
SDS-PAGE : Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrilamide Gel Electroforesis
1UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gelatin merupakan campuran heterogen dari polipeptida yang
diperoleh melalui hidrolisis kolagen dari jaringan ikat hewan (GMIA, 2012).
Gelatin memiliki sifat yang unik sehingga digunakan secara luas dalam
industri makanan dan farmasi. Dalam industri makanan, gelatin ditemukan
dalam produk seperti jelly, es krim, yogurt, ataupun marshmallow. Industri
farmasi menggunakan gelatin sebagai pembuatan kapsul keras dan lunak,
(Nhari, Ismail & Che Man, 2012).
Gelatin bersumber dari tulang hewan yang berasal dari babi dan sapi.
Gelatin yang berasal dari babi dan sapi mempunyai kualitas yang lebih baik
dibandingkan dengan sumber lainnya seperti ikan (Jamaludin et al., 2011).
Meskipun demikian, ada masalah lain yang timbul yaitu status kehalalan
produk dengan bahan baku gelatin dari babi. Gelatin umumnya diimpor dari
negara-negara non-muslim yang tidak memperhatikan kehalalan produk
karena sebagian besar bahan dasarnya bersumber dari babi. Penggunaan kulit
babi sebagai bahan baku gelatin di seluruh dunia mencapai 44,9% dari total
gelatin yang dihasilkan. Eropa Barat merupakan penghasil gelatin terbesar di
dunia yaitu 68% gelatin yang diproduksi berasal dari kulit babi. Penghasil
gelatin kedua terbesar di dunia adalah NAFTA (The North American Free
Trade Agreement), konsorsium tiga negara yaitu Amerika, kanada dan
Meksiko (Jamaludin et al., 2011).
Obat vitamin dan mineral merupakan golongan bebas yang boleh
digunakan tanpa resep dan dapat dijual bebas di warung, toko obat berizin,
supermarket, serta apotek. Sediaan obat vitamin dan mineral sebagian besar
dalam bentuk cangkang kapsul keras dan cangkang kapsul lunak (ISO, 2014).
Cangkang kapsul baik keras maupun lunak banyak menjadi perhatian terkait
status kehalalan gelatin yang digunakan, karena dipasaran banyak beredar
produk kapsul yang tidak mencantumkan label halal pada kemasan. Dalam
jurnal halal LPPOM MUI No.94 edisi Maret-April 2012 baru tiga produk
cangkang kapsul gelatin yang terdaftar dalam produk halal LPPOM MUI. Hal
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ini menimbulkan kekhawatiran karena mayoritas penduduk Indonesia adalah
muslim dan membawa konsekuensi perlunya perlindungan konsumen dengan
adanya jaminan kehalalan mengenai sumber gelatin (Jamaludin et al., 2011).
Keberadaan gelatin babi dan sapi dalam produk pangan sangat sukar untuk
diidentifikasi karena memiliki sifat fisika dan kimia yang hampir mirip
(Nemati et al., 2004). Oleh karena itu perlu diupayakan metode yang selektif
untuk membedakan gelatin babi dan gelatin sapi.
Berbagai studi telah dilakukan dengan bermacam-macam metode
analisis untuk membedakan gelatin sapi dan babi (Nhari et al., 2012). Di
antaranya analisis berbasis DNA dengan Real Time PCR (Sahilah et al.,
2012) dan LCMS (zhang et al., 2008). Analisis perbedaan gelatin babi dan
gelatin sapi juga dilakukan dengan menggunakan FTIR (Fourier Transform
Infra Red) (Hasyim et al., 2010). FTIR (Fourier Transform Infra Red)
merupakan metode spektroskopi IR yang banyak digunakan untuk analisis
kehalalan (Rohman and Che Man, 2012). Analisis menggunakan FTIR
banyak dikembangkan karena dinilai lebih mudah, cepat, murah dan ramah
lingkungan. Selain itu, analisis perbedaan antara gelatin sapi dan gelatin babi
dapat dilakukan dengan KCKT (kromatografi cair kinerja tinggi). KCKT
merupakan metode yang banyak digunakan untuk analisis asam amino
ditunjang dengan peralatan yang baik dan modern, menggunakan kolom yang
sangat efisien di bawah tekanan yang besar, sehingga analisis asam amino
dapat dilakukan dalam waktu yang singkat dan memberikan hasil yang tepat
dan teliti (Rediatning et al., 1987). Perkembangan metode analisis
menggunakan FTIR dan HPLC sekarang telah digabungkan dengan teknik
kemometrik yaitu analisis komponen utama. PCA (Principal component
analysis) adalah teknik proyeksi data yang sangat membantu dalam
klasifikasi suatu objek (Miller & Miller, 2005).
Analisis pada produk cangkang kapsul lunak komersial telah dilakukan
menggunakan HPLC berdasarkan profil asam amino dengan metode
derivatisasi ortho-phtalaldehyde (OPA) – 2-mercaptoethanol (MCE) dengan
teknik kemometrik (Widyaninggar et al., 2012). Dari hasil penelitian
widyaninggar tersebut dikatakan bahwa analisis profil asam amino dengan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
teknik kemometrik komponen utama dapat mengklasifikasikan cangkang
kapsul lunak yang dibuat dari gelatin sapi dan gelatin babi. Akan tetapi, PCA
(Principal component analysis) belum bisa mengklasifikasikan produk
cangkang kapsul lunak komersial yang beredar dipasaran. Analisis perbedaan
gelatin babi dan gelatin sapi juga telah dilakukan menggunakan FTIR dan
teknik kemometrik. Hasil penelitian tersebut metode FTIR dan teknik
kemometrik komponen utama dapat mengklasifikasikan kedua sumber gelatin
(Hasyim et al., 2010). Pada penelitian ini dilakukan analisis gelatin sapi dan
gelatin babi pada produk cangkang kapsul keras obat yang mengandung
vitamin dan mineral menggunakan FTIR dan HPLC, dikarenakan belum
banyak publikasi tentang pembeda gelatin sapi dan gelatin babi pada produk
cangkang kapsul keras. Penggabungan dua metode ini diharapkan dapat
memberikan data komposisi asam amino dan gugus fungsi dari gelatin sapi
dan gelatin babi yang dapat saling melengkapi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah metode FTIR dapat digunakan untuk membedakan antara
gelatin sapi dan gelatin babi yang terdapat dalam cangkang kapsul keras
pada obat vitamin dan mineral yang beredar dipasaran?
2. Apakah metode HPLC dapat digunakan untuk membedakan antara
gelatin sapi dan gelatin babi yang terdapat dalam cangkang kapsul keras
pada obat vitamin dan mineral yang beredar dipasaran?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui perbedaan antara gelatin babi dan gelatin sapi pada
cangkang kapsul keras obat vitamin dan mineral dengan metode FTIR
2. Mengetahui perbedaan antara gelatin sapi dan babi yang digunakan
pada cangkang kapsul keras obat vitamin dan mineral dengan metode
HPLC
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi bahwa metode
FTIR dan KCKT dapat digunakan dalam mendeteksi adanya gelatin babi dan
sapi, sehingga metode ini dapat diaplikasikan untuk menguji kandungan babi
dalam gelatin pada cangkang kapsul obat. Manfaat lainnya adalah
memberikan informasi kepada masyarakat tentang kehalalan cangkang kapsul
keras pada obat yang beredar di pasaran.
5UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gelatin
2.1.1 Definisi Gelatin
Gelatin merupakan campuran heterogen polipeptida yang diperoleh
melalui hidrolisis parsial kolagen dari jaringan ikat hewan dengan perlakuan
asam atau basa (GMIA, 2012). Gelatin adalah istilah umum untuk campuran
fraksi protein murni yang dihasilkan baik dengan hidrolisis parsial asam (tipe
A gelatin) atau dengan hidrolisis parsial basa (tipe B gelatin) dari kolagen
hewan yang diperoleh dari sapi dan tulang babi, kulit sapi (hide), kulit babi,
dan kulit ikan (Rowe et al., 2009).
Istilah gelatin mulai populer sekitar tahun 1700 dan berasal dari bahasa
latin ‘gelatus’ yang berarti kuat atau kokoh. Secara fisik gelatin berbentuk
padat, kering, tidak berasa dan transparan. Ada tiga sifat yang paling
menonjol pada gelatin yaitu: kemampuan untuk membentuk gel, kekenyalan
dan kekuatan lapisan tinggi. Gelatin merupakan polimer tinggi alami yang
memiliki berat molekular dari 20.000 sampai 70.000. Gelatin ini dipersiapkan
dari bahan yang mengandung kolagen termasuk kulit, tulang dan tendon
dengan pemecahan hidrolisis melalui pendidihan dengan air atau dengan
menggunakan uap panas yang tinggi. (Perwitasari, 2008).
2.1.2 Komposisi Kimia Gelatin
Gelatin sangat kaya dengan asam amino glisin (Gly) (hampir sepertiga
dari total asam amino), prolin (Pro) dan 4-hidroksiprolin (4Hyd). Struktur
gelatin yang umum adalah: -Ala-Gly-Pro-Arg-Gly-Glu-4Hyd-Gly-Pro-.
Kandungan 4Hyd berpengaruh terhadap kekuatan gel gelatin, makin tinggi
asam amino ini, kekuatan gel juga lebih baik. Meskipun diturunkan dari
protein hewani, gelatin tergolong sebagai protein dengan nilai biologis yang
rendah dan sering juga dianggap protein tidak lengkap. Hal ini disebabkan
karena tidak adanya triptophan (Trp) yang merupakan salah satu asam amino
esensial, serta rendah dalam sistein (Cys) dan tirosin (Tyr) (Jaswir, 2007).
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gelatin terutama mengandung asam amino glisin sebesar 33% , prolin 22%
dan hidroksiprolin 22 %. Gelatin komersial terdiri dari 84–90% protein, 8-
12% air dan 2-4 % adalah garam mineral.
Tabel 2.1 Komposisi asam amino gelatin kulit sapi dan kuilt babi
Asam amino BSG (residu per
1000 total residu
asam amino)
PSG (residu per 1000
total residu
asam amino )
Non polar
hidrofobik Alanin
Valin
Leusin
Isoleusin
Fenilalanin
Metionin
Prolin
Total
33
10
12
7
10
4
63
139
80
26
29
12
27
10
151
335
Polar tidak
bermuatan Glisin
Serin
Threonin
Tirosin
Total
108
15
10
2
135
239
35
26
7
307
Asam polar
Asam aspartat
Asam glutamat
Total
17
34
51
41
83
124
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sumber : (Nhari et al.,2011)
Komposisi asam amino mempengaruhi sifat fisika dan kimia gelatin.
Analisis asam amino gelatin menunjukkan bahwa struktur molekul gelatin
memiliki perbedaan yang terlihat pada kandungan asam amino (Nhari et al.,
2011). Gelatin memiliki kadar asam amino yang rendah pada metionin,
sistein dan tirosin. Hal ini disebabkan karena ketiga asam amino ini
mengalami kerusakan karena hidrolisis pada proses pembuatan gelatin
(Hafidz et al., 2011). Perbedaan komposisi asam amino pada gelatin kulit
sapi dan kulit babi ditunjukkan oleh tabel 2.1
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa komposisi asam amino
dinyatakan sebagai residu per 1000 residu asam amino. Bovine skin gelatin
(BSG) dan Porcine skin gelatin (PSG) keduanya memiliki kandungan glisin,
prolin dan arginin dalam jumlah yang tinggi. PSG mengandung jumlah asam
amino glisin, prolin dan arginin yang lebih tinggi dibandingkan dengan BSG.
Kedua gelatin memiliki jumlah tirosin yang rendah dan histidin tidak
terdeteksi pada keduanya (Nhari et al., 2011).
2.1.3 Sifat Fisika Kimia Gelatin
Fraksi protein pada gelatin hampir seluruhnya terdiri atas berbagai
macam asam amino yang bergabung melalui ikatan amida dan membentuk
polimer yang linear. Gelatin memiliki berat molekul yang bervariasi yaitu 20
kDa sampai 200 kDa. Gelatin tidak larut dalam aseton, kloroform, etanol
(95%), eter, dan methanol. Larut dalam gliserin, asam, dan basa meskipun
asam kuat atau alkalis dapat menyebabkan pengendapan (Rowe et al., 2009).
Basa polar
Lisin
Arginin
Histidin
Total
11
47
Tidak terdeteksi
58
27
111
Tidakterdeteksi
138
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sumber : Schrieber, 2007
Gambar 1. Gelatin berbentuk serbuk , serbuk kasar
Gelatin merupakan sistem koloidal padat (protein) dalam cairan (air)
sehingga pada suhu dan kadar air yang tinggi gelatin mempunyai kemampuan
cairan yang disebut fase sol, sebalinya pada suhu dan kadar air yang rendah
gelatin mempunyai kemampuan yang lebih kasar atau lebih pekat strukturnya,
yang disebut fase gel. Pemanasan dan penambahan air akan mengubah gelatin
menjadi fase sol, sebaliknya pendinginan dan pengurangan air akan
mengubah gelatin menjadi fase gel (Jannah, 2008). Hal ini seperti terlihat
pada Gambar.
Sumber: http://www.gelatin.in
Gambar 2. Struktur Asam Amino Kolagen dan Gelatin
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gelatin larut dalam air minimal pada suhu 490C, atau biasanya pada
suhu 600C sampai 700C (Ward dan Court, 1997). Gelatin tidak larut dalam
air dingin, tetapi hanya akan mengembang. Perendaman dalam air dingin
menjadikan gelatin lunak dan berangsur-angsur menyerap air 5 sampai 10
kali bobotnya. Gelatin larut dalam air panas. Setelah pendinginan sampai 35-
40°C, membentuk gel. Pada suhu 40°C, berbentuk sol (Singh et al., 2002).
2.1.4 Aplikasi Penggunaan Gelatin
Gelatin banyak digunakan di berbagai industri pangan, farmasi dan
fotografi. Dalam industry pangan gelatin sebagai pembentuk gel, agen
pembentuk busa, pengental, plasticizer, emulsifier, dan memperbaiki tekstur.
Gelatin banyak digunakan dalam produk susu dan roti terutama pada es krim,
yogurt, keju dan kue. Selain itu gelatin juga digunakan dalam industri
makanan lain seperti cokelat, es krim, marshmallow, permen, permen karet,
mentega, dan sosis (Sahilah et al., 2012).
Gelatin bernilai bagi industri farmasi karena dapat dibuat dalam
berbagai formulasi. Gelatin banyak digunakan pada larutan, sirup, tablet,
tablet salut gula, inhalansia, vagina, dan topikal dan suntikan. Gelatin juga
digunakan untuk membentuk kapsul gelatin keras dan lunak sebagai
pembentuk lapisan film (Singh et al., 2002). Gelatin juga digunakan dalam
bentuk spons untuk mengobati luka dan sebagai koloid untuk menambah
plasma pada luka yang banyak kehilangan darah (Nhari et al., 2012).
Penggunaan gelatin dalam farmasi karena membantu untuk melindungi obat-
obatan terhadap pengaruh berbahaya, seperti cahaya dan oksigen. Kapsul
lunak misalnya terutama digunakan untuk bahan cairan, sedangkan kapsul
keras yang digunakan untuk bahan serbuk (Sahilah et al., 2012).
2.2 Kapsul
Kapsul berasal dari bahasa latin “capsula” yang artinya wadah kecil.
Dalam ilmu farmasi, kapsul merupakan wadah kecil untuk melindungi obat.
Kapsul termasuk bentuk sediaan padat yang dapat diisikan obat atau zat kimia
yang berbentuk serbuk, granul, pasta, atau cair. Berdasarkan elastisitas dan
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
komponen pembentuknya, kapsul dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu
kapsul keras (dua cangkang) dan kapsul lunak (satu cangkang). Bahan utama
yang digunakan dalam pembuatan cangkang kapsul keras dan cangkang
kapsul lunak pada umumnya sama, yaitu gelatin, air, dan pewarna. Namun
yang membedakannya adalah bahan tambahan lainnya dan cara
pembuatannya. Selain terbuat dari gelatin, kapsul dapat terbuat dari HPMC,
PVA, dan Starch. (Rabadiya, 2013).
2.2.1 Cangkang Kapsul Keras
Sebagian besar produk kapsul terbuat dari kapsul gelatin keras.
Cangkang kapsul keras gelatin harus dibuat dalam dua bagian yaitu badan
kapsul dan bagian tutupnya yang lebih pendek. Kedua bagian saling menutupi
bila dipertemukan, bagian tutup akan menyelubungi bagian tubuh secara tepat
dan ketat. Cangkang kapsul kosong terbuat dibuat dari campuran gelatin,
gula, dan air, jernih tidak berwarna dan pada dasarnya tidak berasa. Gelatin
USP dihasilkan dari hidrolisis sebagian dari kolagen yang diperoleh dari
kulit, jaringan ikat putih dan tulang binatang-binatang (Ansel, 2005)
Gelatin bersifat stabil di udara bila dalam keadaan kering, akan tetapi
mudah mengalami penguraian oleh mikroba bila menjadi lembab atau bila
disimpan dalam larutan berair. Oleh karena itu kapsul yang lunak
mengandung lebih banyak uap air daripada kapsul keras. Biasanya kapsul
keras gelatin mengandung uap air antara 9-12%. Bilamana disimpan dalam
lingkungan dengan kelembaban yang tinggi, penambahan uap air akan
diabsorbsi oleh kapsul dan kapsul keras ini akan rusak dari bentuk
kekerasannya. Sebaliknya dalam lingkungan udara yang sangat kering,
sebagian dari uap air yang terdapat dalam kapsul gelatin mungkin akan hilang
dan kapsul ini menjadi rapuh serta mungkin akan remuk bila dipegang
(Ansel, 2005). Jenis bahan untuk pengisian ke dalam kapsul gelatin keras
terdiri dari dry solid (Bubuk, pelet, butiran atau tablet), semisolid (suspensi
atau pasta), cairan (cairan non-air) (Rabadiya, 2013). Sebuah kapsul gelatin
keras yang sempurna harus memiliki spesifikasi sebagai berikut:
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kekuatan Gel 200-300 Bloom, tergantung pada jenis gelatin
Viskositas (60 ° C/6-23% w/w dalam air) 44-60 MPa, tergantung pada
tipe gelatin
Sumber: www.pharmaceutical-technology.com
Gambar 3. Cangkang kapsul keras
2.2.2 Cangkang Kapsul Lunak
Gelatin lunak disebut juga softgel atau lunak elastis. Kapsul terdiri dari
satu bagian cangkang lunak yang disegel kedap udara. Kapsul dibuat dengan
menambahkan plasticizer seperti gliserin atau sorbitol, plasticizer membuat
gelatin bersifat elastis. Kapsul gelatin lunak terdiri dari berbagai bentuk
seperti bulat, elips, persegi panjang. Kapsul gelatin lunak dapat mengandung
cairan non-air, suspensi, bahan seperti bubur, atau serbuk kering. Kapsul
gelatin lunak ini menjadi sangat penting bila diisi dengan obat dari bahan-
bahan yang mudah menguap atau obat yang mudah mencair bila terkena
udara (Rabadiya, 2013).
Sumber : www.alibaba.com
Gambar 4. Cangkang Kapsul lunak
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kapsul gelatin lunak harus memiliki spesifikasi sebagai berikut :
Kekuatan Gel 150-200 Bloom, tergantung pada jenis gelatin
Viskositas (60°C/6-2/3% b / b dalam air) 2,8-4,5 MPa s, tergantung pada
tipe gelatin
Ukuran partikel yang baik untuk memungkinkan disolusi yang cepat.
Pada gelatin konsentrasi tinggi kapsul lunak bentuknya bagus dan lebih
mudah ditelan oleh pasien.
Kapsul gelatin lunak dapat digunakan untuk mengisi macam-macam
jenis bahan, bentuk cair dan kering. Cairan yang dapat dimasukkan ke
dalam kapsul gelatin lunak termasuk :
1. Tidak tersatukan dengan air, cairan yang mudah menguap dan tidak
menguap, seperti minyak nabati, hidrokarbon aromatik dan
hidrokarbon alifatik.
2. Tersatukan dengan air, cairan yang tidak menguap seperti polietilen
glikol dan surfaktan nonionik
3. Tersatukan dengan air dan kelompok kompnen yang tidak meguap
seperti propilen glikol dan isopropil alcohol (Ansel, 1989).
2.3 Protein
Protein berasal dari kata proteos yang berarti pertama atau utama.
Protein merupakan komponen penting atau komponen utama sel hewan atau
manusia. Oleh karena sel itu merupakan pembentuk tubuh kita, maka protein
yang terdapat dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam
pembentukan dan pertumbuhan tubuh (Podjiadi,1994). Protein adalah polimer
dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein
mengandung unsur-unsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur
logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 2004). Komposisi rata rata unsur
kimia yang terdapat dalam protein adalah karbon 50%, hidrogen 7%, oksigen
23%, nitrogen 16%, belerang 0 – 3 % dan fosfor 0 – 3 %. Protein mempunyai
molekul besar dengan bobot molekul bervariasi antara 5000 sampai jutaan.
Dengan cara hidrolisis oleh asam atau oleh enzim , protein akan
menghasilkan asam asam amino. Ada 20 jenis asam amino yang terdapat
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dalam molekul protein. Asam asam amino ini terikat satu dengan lain oleh
ikatan peptida. Protein mudah dipengaruhi oleh suhu tinggi, pH dan pelarut
organik (Poedjiadi, 1994). Terdapat empat tingkatan struktur yang saling
mempengaruhi konformasi fungsional biologis dari protein, yaitu:
2.3.1 Struktur Primer
Struktur ini merupakan urutan asam amino penyusun protein yang
disebutkan dari N-terminal (kiri) ke C-terminal (kanan). Ikatan peptida
kovalen merupakan satu-satunya jenis ikatan yang terlibat pada tingkat
struktur protein ini. Penetapan struktur primer suatu polipeptida atau protein
dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya, hidrolisis protein
dengan asam kuat (misalnya HCL 6 N), yang diikuti oleh pemisahan dan
identifikasi konstituen-konstituen dari hidrolisat (produk hidrolisis). Salah
satu pereaksi yang umum dipakai untuk menetapkan asam amino N-terminal
adalah 2,4-dinitrofluorobenzena (pereaksi Sanger). Selama bereaksi, atom
fluor menjalani pergantian nukleofilik oleh gugus amino bebas. Tripeptida
termodifikasi ini kemudian dihidrolisis, produk-produknya dipisahkan, dan
asam aminonya dimodifikasi dengan 2,4-dinitroflourobenzena sehingga dapat
diidentifikasi dengan kromatografi karena berwarna kuning. Enzim
karboksipeptidase mengkatalis dengan efektif reaksi pembelahan hidrolitik
pada ujung C-terminal dari peptide tersebut. Dengan demikian asam amino
C-terminal bisa diidentifikasi dengan segera. Struktur primer akan
menentukan sifat dasar protein dan bentuk struktur sekunder serta tersier. Bila
protein mengandung banyak asam amino dengan gugus hidrofobik, daya
kelarutannya kurang dalam air dibandingkan dengan protein yang banyak
mengandung asam amino dengan gugus hidrofil (Winarno, 2004, h. 65).
2.3.2 Struktur Sekunder
Struktur sekunder protein berkaitan dengan pelipatan struktur primer.
Ikatan hidrogen antara nitrogen amida dan oksigen karbonil merupakan gaya
yang menstabilkan yang utama. Ikatan ini dapat terbentuk antara bagian yang
berbeda pada rantai polipeptida yang sama atau antara rantai yang
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berdampingan (Deman, 1997, h.110). Berbagai bentuk struktur sekunder
yaitu:
a. Alpha-helix, terbentuk oleh ‘backbone’ ikatan peptida yang membentuk
spiral, dinamakan alpha karena ketika dilihat tidak lurus dari atas, arah
putarannya adalah searah jarum jam menjauhi pengamat. Satu putaran
terdiri atas 3,6 residu asam amino. Struktur ini terbentuk karena adanya
ikatan hidrogen antara atom O pada gugus CO dengan atom H pada
gugus NH.
b. Beta-sheet (lempeng beta), terbentuk karena adanya ikatan hidrogen
atau ikatan tiol (S-H). Ikatan hidrogen terjadi antara dua bagian rantai
yang pararel sehingga membentuk lembaran yang berlipat-lipat.
c. Beta-turn (lekukan beta)
d. Gamma-turn (lekukan gamma)
2.3.3 Struktur Tersier
Struktur ini menggambarkan keseluruhan rantai polipeptida yang
dapat melipat atau menggulung sehingga membentuk struktur 3 dimensi yang
tepat. Pembentukan struktur tersier menyebabkan terbentuknya satuan yang
tersusun padat dan rapat dengan sebagian besar residu asam amino polar
terletak pada bagian luar dan dihidrasi. Hal ini mengakibatkan sebagian besar
rantai samping apolar berada pada bagian dalam dan sebenarnya tidak ada
hidrasi (Deman, 1997). Pelipatan dipengaruhi oleh interaksi antara gugus
samping (R) satu sama lain. Interaksi yang terlibat yaitu:
a. Ikatan ion, terjadi antara gugus samping yang bermuatan positif dan
gugus negatif.
b. Ikatan hidrogen, terjadi antar gugus samping, seperti –OH, -COOH, -
CONH2, atau –NH2.
c. Jembatan Sulfida, seperti pada sistein yang memiliki gugus samping –SH
yang dapat membentuk ikatan sulfida dengan –SH sistein lainnya. Ikatan
ini berupa ikatan kovalen sehingga lebih kuat dibandingkan dengan
ikatan yang lain.
d. Gaya Dispersi Van der Waals.
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.4 Struktur Kuartener
Polipeptida yang sudah memiliki struktur tersier dapat saling
berinteraksi dan bergabung menjadi suatu multimer. Struktur kuartener
menggambarkan pengaturan sub unit protein dalam ruang (Styer, 2000).
Struktur ini berkaitan dengan interaksi intermolekuler dimana dua atau lebih
rantai polipeptida berasosiasi secara spesifik membentuk protein oligomerik
yang secara biologis aktif.
Sumber : www.sciencebiotech.net
Gambar 5. Tingkatan struktur protein
2.4 Asam Amino
Asam amino merupakan unit penyusun protein. Satu atom C sentral
yang mengikat secara kovalen gugus amino, gugus karboksil, satu atom H
dan rantai samping (gugus R), ditunjukkan pada gambar struktur Asam
Amino.
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.4 Struktur Kuartener
Polipeptida yang sudah memiliki struktur tersier dapat saling
berinteraksi dan bergabung menjadi suatu multimer. Struktur kuartener
menggambarkan pengaturan sub unit protein dalam ruang (Styer, 2000).
Struktur ini berkaitan dengan interaksi intermolekuler dimana dua atau lebih
rantai polipeptida berasosiasi secara spesifik membentuk protein oligomerik
yang secara biologis aktif.
Sumber : www.sciencebiotech.net
Gambar 5. Tingkatan struktur protein
2.4 Asam Amino
Asam amino merupakan unit penyusun protein. Satu atom C sentral
yang mengikat secara kovalen gugus amino, gugus karboksil, satu atom H
dan rantai samping (gugus R), ditunjukkan pada gambar struktur Asam
Amino.
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.4 Struktur Kuartener
Polipeptida yang sudah memiliki struktur tersier dapat saling
berinteraksi dan bergabung menjadi suatu multimer. Struktur kuartener
menggambarkan pengaturan sub unit protein dalam ruang (Styer, 2000).
Struktur ini berkaitan dengan interaksi intermolekuler dimana dua atau lebih
rantai polipeptida berasosiasi secara spesifik membentuk protein oligomerik
yang secara biologis aktif.
Sumber : www.sciencebiotech.net
Gambar 5. Tingkatan struktur protein
2.4 Asam Amino
Asam amino merupakan unit penyusun protein. Satu atom C sentral
yang mengikat secara kovalen gugus amino, gugus karboksil, satu atom H
dan rantai samping (gugus R), ditunjukkan pada gambar struktur Asam
Amino.
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sumber: www.sciencebiotech.net
Gambar 6. Struktur Asam Amino
Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam
pelarut organik non polar seperti eter, aseton, dan kloroform. Apabila asam
amino dilarutkan dalam air, gugus karboksilat akan melepaskan ion H+,
sedangkan gugus amina akan menerima ion H+, seperti pada reaksi berikut
(Poedjiadi, 2009)
COOH ↔ COO- + H+
NH2 + H+ ↔ NH3+
Dengan adanya kedua gugus tersebut, asam amino dalam larutan dapat
membentuk ion yang bermuatan positif dan negatif atau disebut juga ion
amfoter (zwitter ion).
Sumber : Poedjiadi, 2009
Gambar 7. Ion amfoter (Zwitterion)
Keadaan ini bergantung pada pH larutan. Jika asam amino dalam air
ditambahkan asam, maka konsentrasi ion H+ yang tinggi mampu berikatan
dengan ion -COO- sehingga membentuk gugus –COOH. Dalam suasana asam
molekul protein akan membentuk ion positif.
Sumber : Poedjiadi, 2009
Gambar 8. Asam amino dalam suasana asam
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sumber: www.sciencebiotech.net
Gambar 6. Struktur Asam Amino
Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam
pelarut organik non polar seperti eter, aseton, dan kloroform. Apabila asam
amino dilarutkan dalam air, gugus karboksilat akan melepaskan ion H+,
sedangkan gugus amina akan menerima ion H+, seperti pada reaksi berikut
(Poedjiadi, 2009)
COOH ↔ COO - + H+
NH2 + H+ ↔ NH3+
Dengan adanya kedua gugus tersebut, asam amino dalam larutan dapat
membentuk ion yang bermuatan positif dan negatif atau disebut juga ion
amfoter (zwitter ion).
Sumber : Poedjiadi, 2009
Gambar 7. Ion amfoter (Zwitterion)
Keadaan ini bergantung pada pH larutan. Jika asam amino dalam air
ditambahkan asam, maka konsentrasi ion H+ yang tinggi mampu berikatan
dengan ion -COO- sehingga membentuk gugus –COOH. Dalam suasana asam
molekul protein akan membentuk ion positif.
Sumber : Poedjiadi, 2009
Gambar 8. Asam amino dalam suasana asam
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sumber: www.sciencebiotech.net
Gambar 6. Struktur Asam Amino
Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam
pelarut organik non polar seperti eter, aseton, dan kloroform. Apabila asam
amino dilarutkan dalam air, gugus karboksilat akan melepaskan ion H+,
sedangkan gugus amina akan menerima ion H+, seperti pada reaksi berikut
(Poedjiadi, 2009)
COOH ↔ COO - + H+
NH2 + H+ ↔ NH3+
Dengan adanya kedua gugus tersebut, asam amino dalam larutan dapat
membentuk ion yang bermuatan positif dan negatif atau disebut juga ion
amfoter (zwitter ion).
Sumber : Poedjiadi, 2009
Gambar 7. Ion amfoter (Zwitterion)
Keadaan ini bergantung pada pH larutan. Jika asam amino dalam air
ditambahkan asam, maka konsentrasi ion H+ yang tinggi mampu berikatan
dengan ion -COO- sehingga membentuk gugus –COOH. Dalam suasana asam
molekul protein akan membentuk ion positif.
Sumber : Poedjiadi, 2009
Gambar 8. Asam amino dalam suasana asam
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sedangkan dengan penambahan basa, konsentrasi ion –OH- yang tinggi
mampu mengikat ion-ion H+ pada gugus - NH3+.
Sumber : (Poedjiadi, 2009)
Gambar 9. Asam amino dalam suasana basa
Gugus fungsional pada asam amino merupakan atom karbon
tetrahedral atau dikenal sebagai C alpha (Cα). Asam amino dibedakan pada
rantai samping (gugus R) yang terikat pada Cα. Gugus R yang berbeda-beda
menentukan: struktur, ukuran, muatan elektrik, dan sifat kelarutan di dalam
air (Nelson, D.L., & Cox, M.M,2005). Berdasarkan polaritas atau
kecenderungan berinteraksi dengan air pada pH biologis (dekat pH 7,0)
terdapat lima golongan asam amino yaitu (Nelson, D.L., & Cox, M.M,2005):
1. Asam amino dengan gugus R non polar, bersifat hidrofobik dan memiliki
gugus R alifatik seperti glisin, alanin, valin, metionin, leusin, isoleusin
dan prolin.
2. Asam amino dengan gugus R polar, bersifat hidrofilik (mudah larut dalam
air) tetapi tidak bermuatan seperti serin, threonin, sistein, asparagin,
glutamin.
3. Asam amino dengan gugus R aromatik, bersifat relatif non polar,
hidrofobik seperti fenilalanin, tirosin dan triptofan. Asam amino aromatik
mampu menyerap sinar UV λ 280 nm sehingga sering digunakan untuk
menentukan kadar protein.
4. Asam amino dengan gugus R bermuatan positif pada pH netral, bersifat
polar mempunyai gugus yang bersifat basa pada rantai sampingnya,
seperti lisin, arginin, dan histidin.
5. Asam amino dengan gugus R bermuatan negatif pada pH fisiologis,
mempunyai gugus karboksil pada rantai sampingnya, seperti asam
aspartat dan asam glutamate.
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sedangkan dengan penambahan basa, konsentrasi ion –OH- yang tinggi
mampu mengikat ion-ion H+ pada gugus - NH3+.
Sumber : (Poedjiadi, 2009)
Gambar 9. Asam amino dalam suasana basa
Gugus fungsional pada asam amino merupakan atom karbon
tetrahedral atau dikenal sebagai C alpha (Cα). Asam amino dibedakan pada
rantai samping (gugus R) yang terikat pada Cα. Gugus R yang berbeda-beda
menentukan: struktur, ukuran, muatan elektrik, dan sifat kelarutan di dalam
air (Nelson, D.L., & Cox, M.M,2005). Berdasarkan polaritas atau
kecenderungan berinteraksi dengan air pada pH biologis (dekat pH 7,0)
terdapat lima golongan asam amino yaitu (Nelson, D.L., & Cox, M.M,2005):
1. Asam amino dengan gugus R non polar, bersifat hidrofobik dan memiliki
gugus R alifatik seperti glisin, alanin, valin, metionin, leusin, isoleusin
dan prolin.
2. Asam amino dengan gugus R polar, bersifat hidrofilik (mudah larut dalam
air) tetapi tidak bermuatan seperti serin, threonin, sistein, asparagin,
glutamin.
3. Asam amino dengan gugus R aromatik, bersifat relatif non polar,
hidrofobik seperti fenilalanin, tirosin dan triptofan. Asam amino aromatik
mampu menyerap sinar UV λ 280 nm sehingga sering digunakan untuk
menentukan kadar protein.
4. Asam amino dengan gugus R bermuatan positif pada pH netral, bersifat
polar mempunyai gugus yang bersifat basa pada rantai sampingnya,
seperti lisin, arginin, dan histidin.
5. Asam amino dengan gugus R bermuatan negatif pada pH fisiologis,
mempunyai gugus karboksil pada rantai sampingnya, seperti asam
aspartat dan asam glutamate.
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sedangkan dengan penambahan basa, konsentrasi ion –OH- yang tinggi
mampu mengikat ion-ion H+ pada gugus - NH3+.
Sumber : (Poedjiadi, 2009)
Gambar 9. Asam amino dalam suasana basa
Gugus fungsional pada asam amino merupakan atom karbon
tetrahedral atau dikenal sebagai C alpha (Cα). Asam amino dibedakan pada
rantai samping (gugus R) yang terikat pada Cα. Gugus R yang berbeda-beda
menentukan: struktur, ukuran, muatan elektrik, dan sifat kelarutan di dalam
air (Nelson, D.L., & Cox, M.M,2005). Berdasarkan polaritas atau
kecenderungan berinteraksi dengan air pada pH biologis (dekat pH 7,0)
terdapat lima golongan asam amino yaitu (Nelson, D.L., & Cox, M.M,2005):
1. Asam amino dengan gugus R non polar, bersifat hidrofobik dan memiliki
gugus R alifatik seperti glisin, alanin, valin, metionin, leusin, isoleusin
dan prolin.
2. Asam amino dengan gugus R polar, bersifat hidrofilik (mudah larut dalam
air) tetapi tidak bermuatan seperti serin, threonin, sistein, asparagin,
glutamin.
3. Asam amino dengan gugus R aromatik, bersifat relatif non polar,
hidrofobik seperti fenilalanin, tirosin dan triptofan. Asam amino aromatik
mampu menyerap sinar UV λ 280 nm sehingga sering digunakan untuk
menentukan kadar protein.
4. Asam amino dengan gugus R bermuatan positif pada pH netral, bersifat
polar mempunyai gugus yang bersifat basa pada rantai sampingnya,
seperti lisin, arginin, dan histidin.
5. Asam amino dengan gugus R bermuatan negatif pada pH fisiologis,
mempunyai gugus karboksil pada rantai sampingnya, seperti asam
aspartat dan asam glutamate.
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 2.2. Daftar rantai samping asam amino
Asam
Amino
Rantai Samping Asam
Amino
Rantai Samping
Asam
Aspartat
—CH2—COOH Tirosin
Serin —CH2—OH Lisin —(CH2)4—H2N
Glutamat —(CH2)2—COOH Metionin —(CH2)2— SCH3
Glisin —H Valin —CH2(CH3)2
Treonin —CHOH—CH3 Leusin —CH2—CH(CH3)2
Alanin —CH3 Sistein —CH2—SH
Sumber : Bailey, 1990
2.5 Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infared Spectroscopy)
Spektroskopi FTIR merupakan salah satu teknik analisa yang tersedia
bagi para ilmuwan saat ini. Spektroskopi FTIR merupakan suatu teknik yang
didasarkan pada vibrasi atom dalam suatu molekul. Spektrum dihasilkan
melalui pelewatan sinar inframerah pada sampel uji dan kemudian
dilanjutkan dengan penentuan fraksi dalam molekul yang menyerap sinar
tersebut pada tingkatan energi tertentu. Energi pada tiap puncak dalam
spektrum absorbsi yang muncul berhubungan dengan frekuensi vibrasi dari
bagian senyawa dari sampel tersebut. Keuntungan analisa menggunakan alat
ini adalah dapat menguji semua bentuk sampel berupa cairan, larutan, pasta,
serbuk ataupun gas.
Infra Red (IR) menyangkut interaksi antara radiasi cahaya di daerah
infra merah dengan materi. Spektra Infra Red dari suatu senyawa
memberikan gambaran keadaan dan struktur molekul. Spektra IR biasa
dihasilkan dengan mengukur absorpsi radiasi di daerah IR. Analisa Infra Red
lebih banyak digunakan untuk analisa bahan-bahan organik, tetapi kadang-
kadang juga untuk molekul poliatomik anorganik atau organometalik. Proses
instrument spektroskopi FTIR diantaranya adalah :
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 2.2. Daftar rantai samping asam amino
Asam
Amino
Rantai Samping Asam
Amino
Rantai Samping
Asam
Aspartat
—CH2—COOH Tirosin
Serin —CH2—OH Lisin —(CH2)4—H2N
Glutamat —(CH2)2—COOH Metionin —(CH2)2— SCH3
Glisin —H Valin —CH2(CH3)2
Treonin —CHOH—CH3 Leusin —CH2—CH(CH3)2
Alanin —CH3 Sistein —CH2—SH
Sumber : Bailey, 1990
2.5 Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infared Spectroscopy)
Spektroskopi FTIR merupakan salah satu teknik analisa yang tersedia
bagi para ilmuwan saat ini. Spektroskopi FTIR merupakan suatu teknik yang
didasarkan pada vibrasi atom dalam suatu molekul. Spektrum dihasilkan
melalui pelewatan sinar inframerah pada sampel uji dan kemudian
dilanjutkan dengan penentuan fraksi dalam molekul yang menyerap sinar
tersebut pada tingkatan energi tertentu. Energi pada tiap puncak dalam
spektrum absorbsi yang muncul berhubungan dengan frekuensi vibrasi dari
bagian senyawa dari sampel tersebut. Keuntungan analisa menggunakan alat
ini adalah dapat menguji semua bentuk sampel berupa cairan, larutan, pasta,
serbuk ataupun gas.
Infra Red (IR) menyangkut interaksi antara radiasi cahaya di daerah
infra merah dengan materi. Spektra Infra Red dari suatu senyawa
memberikan gambaran keadaan dan struktur molekul. Spektra IR biasa
dihasilkan dengan mengukur absorpsi radiasi di daerah IR. Analisa Infra Red
lebih banyak digunakan untuk analisa bahan-bahan organik, tetapi kadang-
kadang juga untuk molekul poliatomik anorganik atau organometalik. Proses
instrument spektroskopi FTIR diantaranya adalah :
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 2.2. Daftar rantai samping asam amino
Asam
Amino
Rantai Samping Asam
Amino
Rantai Samping
Asam
Aspartat
—CH2—COOH Tirosin
Serin —CH2—OH Lisin —(CH2)4—H2N
Glutamat —(CH2)2—COOH Metionin —(CH2)2— SCH3
Glisin —H Valin —CH2(CH3)2
Treonin —CHOH—CH3 Leusin —CH2—CH(CH3)2
Alanin —CH3 Sistein —CH2—SH
Sumber : Bailey, 1990
2.5 Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infared Spectroscopy)
Spektroskopi FTIR merupakan salah satu teknik analisa yang tersedia
bagi para ilmuwan saat ini. Spektroskopi FTIR merupakan suatu teknik yang
didasarkan pada vibrasi atom dalam suatu molekul. Spektrum dihasilkan
melalui pelewatan sinar inframerah pada sampel uji dan kemudian
dilanjutkan dengan penentuan fraksi dalam molekul yang menyerap sinar
tersebut pada tingkatan energi tertentu. Energi pada tiap puncak dalam
spektrum absorbsi yang muncul berhubungan dengan frekuensi vibrasi dari
bagian senyawa dari sampel tersebut. Keuntungan analisa menggunakan alat
ini adalah dapat menguji semua bentuk sampel berupa cairan, larutan, pasta,
serbuk ataupun gas.
Infra Red (IR) menyangkut interaksi antara radiasi cahaya di daerah
infra merah dengan materi. Spektra Infra Red dari suatu senyawa
memberikan gambaran keadaan dan struktur molekul. Spektra IR biasa
dihasilkan dengan mengukur absorpsi radiasi di daerah IR. Analisa Infra Red
lebih banyak digunakan untuk analisa bahan-bahan organik, tetapi kadang-
kadang juga untuk molekul poliatomik anorganik atau organometalik. Proses
instrument spektroskopi FTIR diantaranya adalah :
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1. Sumber energi: energi infra merah dipancarkan dari sebuah sumber
yang disebut glowing black-body. Sinar ini kemudian melewati celah
yang dapat mengontrol jumlah energi yang mengenai sampel.
2. Interferometer: sinar memasuki interferometer dimana spectral
encoding berlangsung. Sinar tersebut nantinya akan diubah menjadi
sinyal interferogram yang kemudian akan keluar dari interferometer.
3. Sampel : sinar memasuki ruang sampel, sinar ini akan diteruskan atau
dipantulkan oleh permukaan sampel, tergantung pada jenis analisis
yang diinginkan.
4. Detektor : sinar diteruskan ke detektor untuk pengukuran akhir.
Detektor yang digunakan secara khusus dirancang untuk mengukur
sinyal interferogram khusus.
5. Komputer : sinyal yang diukur didigitalkan dan dikirim kekomputer
dimana Fourier transformasi berlangsung. Spektrum inframerah
terakhir ini kemudian disajikan kepada pengguna untuk interpretasi.
Sumber : www.chem.is.try.org
Gambar 10. Skema Kerja Alat FTIR
Untuk ahli kimia organik, fungsi utama dari spektroskopi IR adalah
untuk mengidentifikasi struktur molekul khususnya gugus fungsional.
Dengan adanya interferometer dan penggunaan laser sebagai sumber radiasi
serta komputer untuk memproses data, maka metode pengukuran dengan
spektroskopi IR berkembang dengan adanya metode baru yaitu FTIR
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1. Sumber energi: energi infra merah dipancarkan dari sebuah sumber
yang disebut glowing black-body. Sinar ini kemudian melewati celah
yang dapat mengontrol jumlah energi yang mengenai sampel.
2. Interferometer: sinar memasuki interferometer dimana spectral
encoding berlangsung. Sinar tersebut nantinya akan diubah menjadi
sinyal interferogram yang kemudian akan keluar dari interferometer.
3. Sampel : sinar memasuki ruang sampel, sinar ini akan diteruskan atau
dipantulkan oleh permukaan sampel, tergantung pada jenis analisis
yang diinginkan.
4. Detektor : sinar diteruskan ke detektor untuk pengukuran akhir.
Detektor yang digunakan secara khusus dirancang untuk mengukur
sinyal interferogram khusus.
5. Komputer : sinyal yang diukur didigitalkan dan dikirim kekomputer
dimana Fourier transformasi berlangsung. Spektrum inframerah
terakhir ini kemudian disajikan kepada pengguna untuk interpretasi.
Sumber : www.chem.is.try.org
Gambar 10. Skema Kerja Alat FTIR
Untuk ahli kimia organik, fungsi utama dari spektroskopi IR adalah
untuk mengidentifikasi struktur molekul khususnya gugus fungsional.
Dengan adanya interferometer dan penggunaan laser sebagai sumber radiasi
serta komputer untuk memproses data, maka metode pengukuran dengan
spektroskopi IR berkembang dengan adanya metode baru yaitu FTIR
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1. Sumber energi: energi infra merah dipancarkan dari sebuah sumber
yang disebut glowing black-body. Sinar ini kemudian melewati celah
yang dapat mengontrol jumlah energi yang mengenai sampel.
2. Interferometer: sinar memasuki interferometer dimana spectral
encoding berlangsung. Sinar tersebut nantinya akan diubah menjadi
sinyal interferogram yang kemudian akan keluar dari interferometer.
3. Sampel : sinar memasuki ruang sampel, sinar ini akan diteruskan atau
dipantulkan oleh permukaan sampel, tergantung pada jenis analisis
yang diinginkan.
4. Detektor : sinar diteruskan ke detektor untuk pengukuran akhir.
Detektor yang digunakan secara khusus dirancang untuk mengukur
sinyal interferogram khusus.
5. Komputer : sinyal yang diukur didigitalkan dan dikirim kekomputer
dimana Fourier transformasi berlangsung. Spektrum inframerah
terakhir ini kemudian disajikan kepada pengguna untuk interpretasi.
Sumber : www.chem.is.try.org
Gambar 10. Skema Kerja Alat FTIR
Untuk ahli kimia organik, fungsi utama dari spektroskopi IR adalah
untuk mengidentifikasi struktur molekul khususnya gugus fungsional.
Dengan adanya interferometer dan penggunaan laser sebagai sumber radiasi
serta komputer untuk memproses data, maka metode pengukuran dengan
spektroskopi IR berkembang dengan adanya metode baru yaitu FTIR
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Fourier Transform Infa Red). Dengan metode ini spektroskopi IR dapat
menyerap radiasi hingga frekuensi 4000-400 cm-1. Perbedaan antara
spektroskopi FTIR dengan spektroskopi IR adalah pada pengembangan
sistem optiknya sebelum berkas sinar infra merah melewati sampel.
Hampir semua molekul menyerap sinar inframerah, kecuali molekul
diatomik homonuklear seperti O2, N2 dan H2. Spektra IR dari molekul
poliatomik relatif kompleks karena adanya beberapa kemungkinan transisi
vibrasi, adanya overtone dan perubahan pita. Namun demikian pita absorpsi
untuk beberapa gugus fungsi tertentu cukup tajam dan karakteristik.
Keseluruhan spektra IR dari satu molekul tertentu adalah karakteristik
sehingga sangat berguna untuk mengidentifikasi senyawa. Ada beberapa hal
yang harus diperhatikan agar terjadi peresapan radiasi inframerah yaitu :
1. Absorpsi terhadap radiasi inframerah dapat menyebabkan eksitasi
molekul ke tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi.
2. Vibrasi yang normal mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi radiasi
elektromagnetik yang diserap.
3. Proses absorpsi (spectra IR) hanya dapat terjadi apabila terdapat
perubahan baik nilai maupun arah dari momen dua kutub ikatan.
ATR adalah peralatan dimana sampel ditempatkan dipermukaan
kontak dengan elemen ATR (ZnSe kristal, 45oujung). ATR digunakan untuk
sampel yang menggunakan pelarut air seperti gelatin. Kelebihan
menggunakan ATR yaitu sensitifitasnya tinggi, tidak memerlukan preparasi
sampel dan dapat meningkatkan reprodusibilitas antar sampel.
2.6 Analisis Asam Amino dengan KCKT (Kromatografi Cair KinerjaTinggi)
Analisis asam amino merupakan metode penentuan komposisi asam
amino atau kandungan protein dan peptida. Untuk mengidentifikasi adanya
asam amino, terlebih dahulu kita perlu menghidrolisis ikatan amin dengan
sempurna untuk memperoleh asam amino dalam keadaan bebas, kemudian
kita memisahkan, mengidentifikasi dan menghitungnya. Hidrolisis dapat
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dilakukan pada kondisi asam dan basa yang kuat, atau menggunakan enzim
spesifik untuk memperoleh asam amino (Bailey ,1990 ).
Pada hidrolisis asam unsur yang diperlukan adalah HCl 6M, suhu 1100
C dan waktu 24 jam. Reaksinya biasanya dilakukan ditabung kaca yang
tertutup. Sementara itu pada hidrolisis basa, ikatan amida dapat diputus
dengan perlakuan terhadap peptida menggunakan NaOH 2M pada 1000C.
Hidrolisis basa menghasilkan destruksi arginin, sistein, serin dan treonin.
Selain itu adapula hidrolisis enzim. Peristiwa ini terjadi didalam tubuh. Untuk
menghancurkan makanan, perut memiliki enzim dengan kadar tertentu yang
dapat dikatalisasi untuk memotong ikatan peptida yang dikenal sebagai
peptidase. Aminopeptidase bekerja cepat dan efisien dalam hidrolisis ikatan
peptida sekaligus memotong suatu residu asam amino mulai dari ujung N.
Tahap selanjutnya, yaitu pemisahan. Pemisahan yang umum dilakukan adalah
dengan cara kromatografi. Diantara teknik kromatografi yang dapat dilakukan
untuk pemisahan yaitu kromatografi penukar ion, kromatografi kertas, dan
kromatografi cair kinerja tinggi ( Bailey ,1990 ).
Kromatografi penukar ion umumnya sangat efisien dalam memisahkan
campuran asam amino. Metode ini menggunakan kolom penukar ion secara
paralel dengan metode deteksi ninhidrin yang hasilnya reprodusibel sehingga
teknik ini sangat banyak digunakan dalam pemisahan dan analisis campuran
asam amino. Kromatografi kertas digunakan dalam pemisahan asam amino
berdasarkan fakta bahwa gugus selulosa kertas memiliki afinitas kuat
terhadap molekul air ,yang terbentuk oleh ikatan hidrogen dengan gugus OH
pada rantai polisakarida. Jika asam amino tidak dapat dipisahkan dengan
sempurna dengan kromatografi kertas sederhana,maka kromatogram dua
dimensi dapat digunakan.
Kromatografi merupakan salah satu teknik pemisahan yang dapat
memisahkan dua atau tiga komponen dalam suatu campuran. HPLC atau
biasa disebut Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dikembangkan pada
akhir tahun 1960-an dan awal 1970-an. KCKT merupakan salah satu teknik
kromatografi cair-cair, yang dapat digunakan baik untuk keperluan
pemisahan maupun analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif dengan teknik
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KCKT didasarkan pada pengukuran luas/area puncak analit dalam
kromatogram, dibandingkan dengan luas/area standar. Pada prakteknya,
pembandingan kurang menghasilkan data yang akurat bila hanya melibatkan
satu standar. Oleh karena itu, maka pembandingan dilakukan dengan
menggunakan teknik kurva kalibrasi.
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan sistem
pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini karena
didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan
tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam. Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (KCKT) mampu menganalisa berbagai cuplikan secara
kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun
campuran. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan teknik
pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa
tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang antara lain; farmasi,
lingkungan dan industri-industri makanan. Kegunaan umum KCKT adalah
untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa
biologis, analisis ketidakmurnian (impurities) dan analisis senyawa-senyawa
yang tidak mudah menguap (nonvolatil). KCKT paling sering digunakan
untuk: menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam
amino, asam-asam nukleat dan protein-protein dalam cairan fisiologis,
menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-lain.
Prinsip kerja KCKT adalah sebagai berikut dengan bantuan pompa,
fasa gerak cair dialirkan melalui kolom ke detektor, cuplikan dimasukkan ke
dalam fasa gerak dengan penyuntikan. Di dalam kolom terjadi pemisahan
senyawa-senyawa berdasarkan kepolaran, dimana terdapat fase gerak dan
fase diam. Fase gerak berupa zat cair yang disebut eluen atau pelarut,
sedangkan fase diam berupa silika gel yang mengandung hidrokarbon (Pare,
J.R.J., & Belanger, J.M.R, 1997). Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri
atas delapan komponen pokok yaitu: wadah fase gerak, sistem penghantaran
fase gerak, alat untuk memasukan sampel,kolom, detektor, wadah penampung
buangan fase gerak, tabung penghubung dan suatu komputer atau integrator
atau perekam.
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sumber : www.chem-is-try.org
Gambar 11. Skema Kerja Alat HPLC
Dari diagram alat diatas akan dijelaskan secara singkat komponen HPLC
(High Performance Liquid Chromatography):
1. Pompa : Fase gerak dalam HPLC sudah tentu zat cair dan untuk
menggerakkannya melalui kolom diperlukan adanya pompa.
2. Injektor : Cuplikan harus dimasukkan kedalam pangkal kolom
diusahakan agar sedikit mungkin terjadi gangguan pada kemasan kolom.
3. Kolom : Kolom merupakan jantung kromatograf. Keberhasilan analisis
bergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat.
4. Detektor : Detektor diperlukan untuk mengindera adanya komponen
cuplikan didalam eluen kolom dan mengukur jumlahnya. Detektor yang
baik sangat peka, tidak banyak berbunyi, rentang tanggapan linearnya
lebar dan menanggapi semua jenis senyawa (Johnson dan Stevenson,
1991).
Keuntungan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography)
adalah :
1. Waktu analisis cepat
2. Mempunyai daya pisah yang baik dan Kolom dapat digunakan kembali
3. Peka dan Mudah memperoleh kembali cuplikan
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Ideal untuk molekul besar dan ion ( Johnson dan Stevenson, 1991).
KCKT banyak digunakan untuk analisis asam amino karena analisa
memerlukan waktu yang singkat dan memberikan hasil yang tepat dan teliti.
Untuk mendeteksi asam amino dapat digunakan detektor UV atau detektor
fluoresen. Akan tetapi kebanyakan asam amino tidak mempunyai serapan
baik didaerah ultraviolet atau didaerah visibel. Dalam hal ini asam amino
harus diderivatisasi terlebih dahulu supaya membentuk derivat yang dapat
menyerap cahaya UV, tampak, atau berfluoresensi (Rediatning & Kartini
1987, h. 2-3).
Tujuan dari derivatisasi pada HPLC untuk meningkatkan deteksi,
mengubah struktur molekul atau polaritas analit sehingga akan menghasilkan
puncak kromatogram yang lebih baik, mengubah matriks sehingga diperoleh
pemisahan yang lebih baik, dan menstabilkan analit yang sensitif. Suatu
reaksi derivatisasi harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut, yaitu
produk yang dihasilkan harus mampu menyerap baik sinar ultraviolet atau
sinar tampak atau dapat membentuk senyawa berfluoresen sehingga dapat
dideteksi dengan spektrofotometri, proses derivatisasi harus cepat dan
menghasilkan produk yang sebesar mungkin (100%), produk hasil
derivatisasi harus stabil selama proses derivatisasi dan deteksi, serta sisa
pereaksi untuk derivatisasi tidak mengganggu ketika pemisahan pada
kromatografi ( Abdul Rohman et al., 2007 ).
Ada dua macam derivatisasi yaitu derivatisasi pascakolom dan
derivatisasi prakolom. Beberapa metode menggunakan pacakolom
derivatisasi di mana asam amino yang dipisahkan pada kolom pertukaran ion
diikuti dengan derivatisasi dengan ninhidrin, o-phthalaldehyde. Pada
derivatisasi pascakolom, pemisahan asam amino berdasarkan pertukaran ion
antara gugus amino yang terprotonasi dengan ion Na+ dari resin penukar
kation (R-SO3-NA+) pada pH rendah. Pendekatan lain adalah untuk
derivatisasi asam amino sebelum pemisahan pada kolom HPLC fase terbalik
seperti fenil isothiosianat; 6-amino-quinolil-N-hidroksisuccinimidil
karbamate; 9-fluorenil metil kloroformate (Cooper et al., vol. 159). Pada
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kromatografi fase terbalik, silika non polar dimodifikasi melalui perlekatan
rantai-rantai hidrokarbon panjang berupa atom karbon 8 atau 18 dan
menggunakan pelarut polar berupa campuran air dan alkohol seperti metanol.
Senyawa-senyawa non polar dalam campuran akan cenderung membentuk
interaksi dengan gugus hidrokarbon karena adanya dispersi gaya van der
waals. Senyawa ini juga kurang larut dalam pelarut karena membutuhkan
waktu untuk pemutusan hidrogen, sehingga senyawa non polar akan tertahan
lebih lama di dalam kolom, sedangkan molekul-molekul polar akan bergerak
lebih cepat melalui kolom.
2.7 PCA (Principal Component Analysis)
Teknik menggunakan kemometri untuk menginterpretasi sejumlah
besar data yaitu PCA (Principle Component Analysis). PCA adalah teknik
untuk menentukan komponen utama yang merupakan kombinasi linier dari
variabel asli. Analisis data komponen utama menggunakan software Minitab
15. Analisis komponen utama dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi
diantara variabel bebas melalui transformasi variabel bebas asal ke variabel
baru yang tidak berkorelasi sama sekali atau multikolinearitas. PCA juga
digunakan untuk mengurangi dimensi dari satu set data, tetapi bisa
memberikan informasi terhadap seluruh variabel asli (Miller, J.N., & Miller,
J.C. 2005). Berdasarkan Kaiser Criterion, komponen utama atau Principal
Component (PC) yang digunakan adalah PC dengan eigen value (nilai ciri
atau varians setiap komponen utama) lebih dari 1 sedangkan proporsi
keragaman yang dianggap cukup mewakili total keragaman data jika
keragaman kumulatif mencapai 70-80% (Miller, J.N., & Miller, J.C. 2005).
Komponen utama dibentuk berdasarkan urutan varians yang terbesar
hingga terkecil. Komponen utama pertama (PC1) merupakan kombinasi linier
dari seluruh variabel yang diamati dan memiliki varians terbesar. Komponen
utama kedua (PC2) merupakan kombinasi linier dari seluruh variabel yang
diamati yang bersifat ortogonal terhadap PC1 dan memiliki varians kedua
terbesar. Komponen utama ke-n (PCn) merupakan kombinasi linier dari
seluruh variabel yang diamati yang bersifat ortogonal terhadap PC1, PC2,
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
PC(n-1) dan memiliki varians terkecil. Sebagian besar variasi (keragaman
atau informasi) dalam keseluruhan variabel cenderung berkumpul pada
komponen utama pertama, dan semakin sedikit informasi dari variabel asal
akan berkumpul pada komponen utama terakhir. Komponen utama bersifat
orthogonal (Miller, J.N., & Miller, J.C. 2005).
Berdasarkan kontribusi PC1 dan PC2 maka dapat dibuat kurva score
plot. Kurva score plot digunakan jika ada 2 komponen pertama merupakan
nilai terbanyak dalam variabilitas di dalam data. Komponen utama pertama
(PC1) sebagai absis sedangkan komponen utama kedua (PC2) sebagai
ordinat. Semakin dekat letak antar sampel pada score plot, maka semakin
besar pula kemiripannya atau sampel merupakan kelompok yang sama.
27
27UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada Maret-Juli 2014 di Laboratorium Product
Halal Analysis, Laboratorium Penelitian II Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan
Laboratorium PT. Saraswanti Indo Genetech Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Waters 2695 HPLC,
Shimadzu FTIR, lemari pendingin (refrigerator), sentrifuge 5417R, oven,
neraca analitik, hote plat, labu ukur, erlenmeyer, kaca arloji, tabung reaksi
bertutup, mikro pipet 100-1000 ul beserta tip nya, spatula, gelas ukur, beaker
glass, vortex, pipet tetes, pinset, syringe filter, termometer, membran filter
0,45 µm ,vial, cawan porselen, batang pengaduk.
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: standar
asam amino yaitu: asam L- aspartat, L- serin, asam L- glutamat, glisin, L-
histidin, L- arginin, L- treonin, L-alanin, L- prolin, L- sistein, L- tirosin, L-
valin, L- metionin, L- lisin, L- isoleusin, L- leusin, L- fenilalanin, triptofan,
standar gelatin sapi (sigma aldrich), standar gelatin babi (sigma aldrich),
internal standar AABA (alpha amino butiric acid), Accq-fluor borat, reagen
fluor A, HCl, asetonitril grade HPLC, aquabidest, aseton, sampel cangkang
kapsul, gliserin, titanium dioksida dan pewarna tartrazin.
3.3 Tahapan Penelitian
3.3.1 Pengumpulan Sampel dari Pasaran
Pengumpulan sampel dilakukan secara acak dengan cara mendata
berbagai macam produk kapsul dari populasi obat vitamin dan mineral yang
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terdapat di dalam buku mims edisi 2014. Lalu didata semua produk vitamin
bercangkang kapsul keras dan diperoleh 25 produk vitamin bercangkang
kapsul keras. Kemudian diambil secara acak 5 produk kapsul bercangkang
keras dengan produsen yang berbeda-beda yang resmi beredar di Indonesia.
3.3.2 Pembuatan Lembaran Cangkang Kapsul Gelatin Keras SimulasiMenggunakan Gelatin Babi dan Gelatin Sapi
Formulasi lembaran cangkang kapsul gelatin keras simulasi dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 3.1 Formulasi Lembaran Cangkang kapsul gelatin keras
Bahan Jumlah
Gelatin 50%
Gliserin 10%
Titanium dioksida 1,25%
Tartrazin 0,05%
Aquadest Ad 100%
Dibuat total sediaan : 10 mL
Sebanyak 5 g gelatin dimasukkan ke dalam becker glass 50 mL,
dibasahi dengan 5 mL aquadest. Kemudian dipanaskan pada suhu 60oC
sampai membentuk larutan jernih. Lalu ditambahkan 1 mL gliserin, 0,125 g
titanium dioksida (yang telah didispersikan dalam 1 mL aquadest) dan 5 mg
pewarna tartrazin (yang telah dilarutkan dalam 1 mL aquadest) lalu di add
kan dengan aquadest hingga 10 mL. Diaduk hingga homogen. Campuran
dituangkan ke dalam cetakan untuk memperoleh lapisan tipis larutan gelatin.
Lalu disimpan di dalam desikator bersilika untuk menurunkan kandungan air
pada lembaran cangkang kapsul keras (Widyaninggar et al., 2012).
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.3 Analisis Gelatin dengan FTIR (Fourier Transform InfaredSpectroscopy)
3.3.3.1 Pemisahan Titanium Dioksida
Sebanyak 0,3 g lembaran cangkang kapsul keras simulasi dari standar
gelatin sapi dan babi, dan sampel uji cangkang kapsul keras dilarutkan
dengan 2 mL aquadest panas pada suhu 60oC. Campuran dimasukkan ke
dalam mikrotube dan disentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan
10.000 rpm.
3.3.3.2 Ekstraksi Gelatin
Sebanyak 2 mL supernatan yang diperoleh dari hasil sentrifugasi pada
proses pemisahan titanium dioksida dimasukkan ke dalam mikrosentrifuge
dan ditambahkan dengan 8 mL aseton dingin dengan perbandingan 1:4. Lalu
divortex selama 5 menit sampai homogen. Diinkubasi pada suhu -20oC
selama semalam kemudian disentrifuge selama 25 menit dengan kecepatan
6000 rpm. Supernatan dibuang dan endapan yang diperoleh kemudian dicuci
dengan aseton sebanyak 3 kali. Setelah itu endapan ditimbang (Fic et al.,
2010)
3.3.4 Analisis Profil Gelatin dengan FTIR
Sebanyak 0,5 g standar gelatin sapi dan babi dilarutkan dengan
aquadest 1 mL. Sebanyak 0,2 g endapan yang diperoleh dari hasil ekstraksi
lembaran cangkang kapsul keras simulasi, dan sampel uji cangkang kapsul
keras dilarutkan dengan aquadest 600 μL pada suhu 60oC hingga homogen
lalu dimasukkan ke dalam ATR (Attenuated total reflectance). Scanning
sampel dilakukan menggunakan spektroskopi FTIR pada panjang gelombang
4000-750 cm-1 (Hasyim et al., 2010 )
3.3.5 Analisa Data menggunakan PCA
Data gugus fungsi yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan teknik
PCA dengan cara memasukkan data absorbansi dari bilangan gelombang baik
standar gelatin sapi dan babi, lembaran cangkang kapsul keras simulasi sapi
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan babi serta sampel uji cangkang kapsul keras ke dalam software Minitab
15 untuk membedakan gugus fungsi pada standar gelatin, lembaran cangkang
kapsul keras simulasi dan sampel uji cangkang kapsul keras (Miller, J.N., &
Miller, J.C. 2005).
3.3.6 Analisis Gelatin dengan KCKT (Kromatografi Cair KinerjaTinggi)
3.3.6.1 Hidrolisis Asam Amino
Ditimbang sebanyak 0,1 gram masing-masing sampel standar gelatin
sapi dan babi, lembaran kapsul gelatin keras yang dibuat sendiri dari standar
gelatin sapi dan babi, dan produk kapsul keras yang telah dikeluarkan isinya,
ditambahkan 5 mL HCl 6 N dan dialiri gas nitrogen untuk mencegah
oksidasi. Tabung reaksi ditutup, kemudian divortex selama 5 menit.
Dihidrolisis pada suhu 1100C selama 22 jam di dalam oven. Setelah
dihidrolisis, campuran didinginkan pada suhu ruang (Hafidz et al., 2011;
Fountoulakis & Lahm, 1998). Lalu dipindahkan isi tabung reaksi ke dalam
labu ukur 50 mL, ditambahkan aquabides sampai tanda batas. Disaring
dengan filter 0,45µm. Dipipet 500 µL filtrat lalu ditambahkan 40 µL larutan
standar internal (6,45 mg α-aminobutyric acid dalam 25 mL HCl 0,1M) dan
460 µL aquabides.
3.3.6.2 Derivatisasi
Dipipet 10 µL campuran larutan dari hasil hidrolisis dan larutan
standar internal, ditambahkan 70 µL AccQ.Tag Fluor borate, divortex.
Ditambahkan 20 µL reagen fluor A, divortex, diamkan selama 1 menit. Di
inkubasi selama 10 menit pada suhu 550C, lalu disuntikkan 5 µL filtrat pada
HPLC (Kabelova et al., 2009).
3.3.7 Analisis Profil Gelatin dengan KCKT (Kromatografi Cair KinerjaTinggi)
Sebanyak 5 µL filtrat diinjeksikan ke dalam kolom HPLC dengan
kondisi : Waters AccQ•Tag kolom Nova-Pak C18, 4 μm (3,9 x 150 mm),
temperatur kolom 37°C, laju alir fase gerak 1,0 mL/menit, kromatografi
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menggunakan sistem gradien dengan fase gerak AccQTag Eluent A (buffer
asetat-fosfat) dan Acetonitril 60% grade HPLC (campuran 60% asetonitril
dan 40% aquabidest); detektor fluoresen tipe 2475 (Waters, Milford,
Massachusetts, USA) pada panjang gelombang eksitasi 250 nm dan emisi 395
nm (Kabelova et al., 2009).
Konsentrasi asam amino dalam sampel dihitung sebagai berikut:
( ) = ( )( ) x 100%
3.3.8 Analisis Data menggunakan PCA
Data kromatogram yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan teknik
PCA dengan cara memasukkan data % height dari kromatogram baik standar
gelatin sapi dan babi, lembaran kapsul gelatin keras sapi dan babi serta pada
produk kapsul keras ke dalam software Minitab 15 untuk membedakan
komposisi asam amino pada standar gelatin, lembaran cangkang kapsul keras
simulasi dan sampel cangkang kapsul keras
32UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL dan PEMBAHASAN
4.1 Pengumpulan Sampel dari Pasaran
Pengumpulan sampel dilakukan secara acak terhadap 5 sampel obat
bercangkang kapsul keras dari populasi obat vitamin dan mineral dengan
produsen yang berbeda-beda yang belum teridentifikasi dengan jelas sumber
bahan baku gelatinnya. Masing-masing sampel diberi identitas sebagai
berikut :
Tabel 4.1 Pengumpulan sampel kapsul keras dari pasaran
No Sampel Kategori
1. Kapsul merk E A
2. Kapsul merk D B
3. Kapsul merk V C
4. Kapsul merk C D
5. 5. Kapsul merk I E
4.2 Pembuatan Lembaran Cangkang Kapsul Keras Simulasi dariStandar Gelatin Sapi dan Gelatin Babi
Lembaran cangkang kapsul keras simulasi dibuat dari bahan dasar
gelatin dan air dengan penambahan gliserin, TiO2 (titanium dioksida) dan
pewarna tartrazin. Tujuan penggunaan TiO2 (titanium dioksida) adalah
sebagai opacifier agent. Titanium dioksida memiliki indeks bias yang tinggi
sehingga mempunyai sifat yang dapat menghamburkan cahaya dalam
penggunaannya sebagai pigmen pemutih atau pengopak (Rowe et al., 2003).
Lembaran cangkang kapsul keras simulasi yang dihasilkan berupa lapisan
tipis, bewarna kuning, opaque dan dapat digulung. Secara organoleptis dapat
dilihat bahwa lembaran cangkang kapsul keras simulasi yang dibuat dari
standar gelatin sapi memiliki warna kuning pucat atau kuning kecoklatan
sedangkan lembaran cangkang kapsul keras yang dibuat dari standar gelatin
babi memiliki warna kuning terang. Hal ini sebagaimana dengan serbuk
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
gelatin standar yang digunakan pada standar gelatin babi memiliki warna
putih dan standar gelatin sapi memiliki warna kecoklatan.
(a) (b)
(c) (d)
Keterangan gambar: (a): serbuk standar gelatin sapi, (b) : lembar cangkang kapsul yangdibuat dari standar gelatin sapi, (c): serbuk standar gelatin babi, (d) : lembar cangkangkapsul yang dibuat dari standar gelatin babi.
Gambar 12. Lembaran cangkang kapsul gelatin keras
4.3 Analisis Gelatin dengan FTIR
4.3.1 Pemisahan TiO2 (Titanium dioksida)
Pada penelitian ini dilakukan pemisahan titanium dioksida pada
sediaan lembaran cangkang kapsul keras simulasi dan sampel cangkang
kapsul keras dari pasaran. Tujuan dilakukan pemisahan titanium dioksida
terhadap kapsul keras dilakukan karena memiliki serapan IR yang tidak
spesifik namun menujukkan beberapa puncak pada bilangan gelombang
sekitar 1450 nm dan 1950 nm yang di duga dapat mengganggu proses analisis
dengan FTIR (Fourier Transform Infared Spectroscopy) (Rowe et al., 2009).
Pemisahan Titanium dioksida dapat dilakukan dengan teknik sentrifugasi.
Sentrifugasi dilakukan bertujuan mengendapkan atau memisahkan titanium
dioksida dari cangkang kapsul keras. Pemisahan titanium dioksida dilakukan
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan sentrifugasi dikarenakan adanya gaya sentrifugasi yang menyebabkan
partikel-partikel menuju dinding tabung dan terakumulasi membentuk
endapan.
4.3.2 Ekstraksi Gelatin dari Lembar Cangkang Kapsul Keras Simulasidan Produk Cangkang Kapsul Keras dari Pasaran
Pada penelitian ini untuk menganalisis gelatin pada lembaran cangkang
kapsul keras simulasi dan sampel cangkang kapsul keras dari pasaran,
dilakukan terlebih dahulu ekstraksi gelatin agar diperoleh gelatin yang bebas
dari bahan tambahan dalam cangkang kapsul keras. Ekstraksi gelatin
dilakukan dengan menggunakan aseton dingin perbandingan 1;4 yang
menyebabkan denaturasi pada protein atau gelatin (Winarno, 1974). Aseton
dapat mengendapkan protein lebih banyak dibandingkan dengan
menggunakan pelarut organik lainnya seperti metanol, kloroform (Fic et al.,
2005). Kemudian diinkubasi semalaman bertujuan menyempurnakan proses
pengendapan gelatin. Hasil yang diperoleh berupa endapan gelatin yang
berbentuk seperti permen karet. Lalu endapan tersebut dicuci dengan aseton
sebanyak 3 kali dengan tujuan menghilangkan endapan tersebut dari
pengotor.
Gambar 13. Endapan gelatin diperoleh dari hasil ekstraksi
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.3.3 Analisis Profil Gelatin pada Standar Gelatin, Lembar CangkangKapsul Keras Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul Keras dariPasaran Menggunakan FTIR
Spektroskopi FTIR merupakan metode analisis yang cepat dan
memiliki potensi untuk membedakan spektrum diantara dua sampel (Hasyim
et al., 2010). Analisa ini bertujuan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari
asam amino kedua sumber gelatin. Identifikasi dengan FTIR dilakukan
berdasarkan karakteristik gugus fungsi asam amino penyusun gelatin.
Scanning sampel dilakukan pada panjang gelombang 4000-750 cm-1 dengan
resolusi 4 cm-1 . Hasil perbedaan sperktrum antara gelatin babi dan sapi dapat
dilihat pada Gambar 14. Kedua spektrum ini menunjukan pola spektrum yang
hampir sama. Perbedaan yang dapat terlihat yaitu tinggi atau rendahnya
serapan pada masing-masing pola spektrum.
Keterangan; 1: Standar gelatin sapi, 2: standar gelatin babi
Gambar 14. Penggabungan spektrum FTIR standar gelatin babi dangelatin sapi
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan gambar 14 terlihat bahwa kedua sumber gelatin memiliki polaspektrum yang hampir sama jika dibandingkan denganpenelitian sebelumnya (Hasyim et al., 2010). Dimanaspektrum pada standar gelatin babi dan gelatin sapimemiliki ciri khas pada daerah-daerah yang spesifikyaitu di daerah 3600-2300 cm-1 (Amida A), 1656-1644cm-1 (Amida I), 1560-1335 cm-1 (Amida II) dan 1240-670 cm-1 (Amida III) (Hasyim et al., 2010). Setelahdilakukan analisis pada standar gelatin sapi dan babiselanjutnya dilakukan analisis pada lembaran kapsulkeras simulasi yang dibuat dari gelatin sapi dan babi.Hasil spektrum yang diperoleh dapat dilihat pada gambar15.
Keterangan; 1: lembar cangkang kapsul simulasi sapi, 2: lembar cangkang kapsulsimulasi babi.
Gambar 15. Penggabungan Spektrum FTIR lembaran cangkang kapsulgelatin babi dan gelatin sapi simulasi
Berdasarkan gambar 15 terlihat bahwa kedua sumber gelatin dari
lembar cangkang kapsul keras simulasi memiliki pola spektrum yang hampir
sama dengan spektrum standar gelatin babi dan sapi. Di mana spektrum pada
lembaran cangkang kapsul keras simulasi juga memiliki ciri khas di daerah-
daerah spesifik untuk gelatin yaitu 3600-2300 cm-1 (Amida A), 1656-1644
cm-1 (Amida I), 1560-1335 cm-1 (Amida II) dan 1240-670 cm-1 (Amida III)
(Hasyim et al., 2010). Dari spektrum di atas dapat disimpulkan bahwa
gelatin dari lembaran cangkang kapsul simulasi berhasil diekstraksi dari
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
komponen lainnya. Namun demikian untuk mengkonfirmasi hal tersebut
perlu dilakukan pengujian lebih lanjut yaitu dengan optimasi preparasi
sampel karena bisa jadi bilangan gelombang ini adalah pengotor yang ikut
terbawa dalam sampel gelatin. Dari spektrum FTIR gambar 14 dan gambar 15
terlihat bahwa secara umum gelatin sapi dan gelatin babi memiliki puncak-
puncak serapan pada bilangan gelombang yang hampir identik. Namun jika
dibandingkan lebih rinci, diantara puncak-puncak serapan yang dihasilkan
(absorbansi) pada masing-masing bilangan gelombang secara kualitatif relatif
berbeda. Misalnya spektrum gelatin sapi pada daerah Amida A relatif lebih
tinggi jika dibandingkan dengan spektrum gelatin babi begitu pula pada
daerah amida I dan II (1656-1644 cm-1 dan 1560-1335 cm-1).
Serapan pada daerah 3290-3280 cm-1 berkaitan dengan ikatan N-H
stretching dan ikatan hidrogen intramolekuler pada gugus amina dalam rantai
asam amino. Absorpsi terpolarisasi paralel pada ikatan N-H, menunjukkan
adanya interaksi ikatan hidrogen pada struktur alpha heliks dalam struktur
gelatin tersebut. Puncak yang dihasilkan dapat bergeser ke frekuensi yang
lebih rendah ketika kekuatan ikatan hidrogennya meningkat (Hasyim et al.,
2010)
Ikatan rangkap stretching pada gugus karbonil C=O berinterkasi
dengan gugus N-H dari ikatan peptida (C-N), muncul pada daerah 1660-1620
cm-1 yang sering disebut sebagai daerah amida I. Rentang frekuensi 1660-
1650 cm-1 merepresentasikan sturktur alpha heliks dan 1640-1620 cm-1
sebagai struktur beta sheet. Frekuensi pada daerah amida II yaitu 1550-1520
cm-1 menunjukkan deformasi gugus N-H dari struktur alpha heliks (1550-
1540 cm-1) dan struktur beta sheet (1525-1520 cm-1) (Fischer et al., 2005).
Sedangkan frekuensi pada 1500-1200 cm-1 merupakan representasi dari
deformasi CH2. Daerah ini juga bersifat spesifik dan menjadi ciri khas dari
beberapa gugus hidrokarbon yang terdapat pada beberapa senyawa
makromolekul seperti asam lemak, protein dan polisakarida. Gugus peptida
merupakan struktur berulang dari protein yang memberikan 9 karakteristik
ikatan yang dinamakan amida A, B dan I-VII. Karakteristik serapan IR pada
protein dan peptide terlihat pada tabel 4.2
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.2 Karakteristik Serapan IR pada rantai peptida
Rantai Peptida Bilangan Gelombang(cm-1)
Keterangan
Amida A 3300 NH stretching
Amida B 3100 NH stretching
Amida I 1600-1690 C=O stretching
Amida II 1480-1575 CN stretching, NH
bending
Amida III 1229-1301 CN stretching, NH
bending
Amida IV 625-767 OCN bending
Amida V 640-800 Out-of-plane NH
bending
Amida VI 537-606 Out-of-plane C=O
bending
Amida VII 200 Skeletal torsion
Sumber : Kong, J. and Yu, S. 2007
Selanjutnya dilakukan analisis pada produk cangkang kapsul keras
yang beredar dipasaran. Hasil spektrum yang diperoleh dapat dilihat pada
gambar 16 bahwa spektrum sampel B terlihat sedikit berbeda di daerah amida
III yang memiliki serapan lebih tinggi dibandingkan dengan sampel lainnya.
Hal ini diduga adanya pengotor yang ikut terbawa dalam sampel gelatin
sehingga memiliki serapan yang tinggi. Hal ini dapat dilihat pada gambar 16.
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keterangan; a: sampel A, b: sampel B, c: sampel C, d: sampel D, e: sampel E
Gambar 16. Penggabungan spektrum gelatin yang diperoleh dari produkcangkang kapsul keras yang ada dipasaran
Walaupun ketiga bentuk spektrum gelatin sapi dan gelatin babi pada
gambar 14, 15 dan 16 memiliki spektrum yang sangat mirip satu sama lain,
namun melalui analisis diskriminasi yang berfokus pada profil protein dan
struktur sekunder dari kedua sampel tersebut akan terlihat perbedaan diantara
gelatin babi dan gelatin sapi terutama karena spektrum yang dihasilkan sangat
dipengaruhi oleh coupling dari vibrasi gugus peptida tetangga (Hasyim et al.,
2010)
4.3.4 Analisis PCA (Principal Components Analysis) pada StandarGelatin, Lembar Cangkang Kapsul Keras Simulasi dan ProdukCangkang Kapsul Keras dari Pasaran
Dalam penelitian ini jumlah variabel yang digunakan sebanyak 8
variabel. Setelah itu 8 variabel absorbansi dari bilangan gelombang hasil
analisis standar gelatin babi dan sapi, lembar cangkang kapsul keras simulasi
dan Produk cangkang kapsul keras dari pasaran dimasukkan ke dalam
software Minitab 15. Kemudian dilakukan analisis PCA
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.3 Worksheet pada penyusunan standar gelatin, lembarcangkang kapsul keras simulasi dan produk cangkangkapsul keras dari pasaran dengan PCA
698 1243 1338 1409 1455 1556 1633 3263GB 1 1,12 0,36 0,32 0,34 0,39 0,65 0,96 1,09GB 2 1,14 0,36 0,32 0,33 0,39 0,65 0,96 1,06GS 1 1,22 0,41 0,36 0,39 0,45 0,73 0,99 1,13GS 2 1,20 0,44 0,38 0,41 0,48 0,80 1,07 1,11KGS 1 1,37 0,40 0,39 0,40 0,45 0,69 1,13 1,37KGS 2 1,37 0,30 0,37 0,38 0,44 0,66 1,10 1,37KGB 1 1,22 0,26 0,26 0,26 0,32 0,51 0,89 1,20KGB 2 1,22 0,32 0,30 0,32 0,37 0,60 0,95 1,23Kapsul A1 1,14 0,30 0,28 0,30 0,32 0,52 0,81 1,05KapsulA2 1,13 0,26 0,25 0,27 0,28 0,45 0,77 1,09Kapsul B1 1,27 0,44 0,44 0,45 0,46 0,61 0,91 1,23Kapsul B2 1,28 0,45 0,44 0,46 0,48 0,66 0,94 1,23Kapsul C1 1,31 0,32 0,37 0,34 0,35 0,51 0,90 1,25Kapsul C2 1,30 0,33 0,37 0,35 0,36 0,52 0,90 1,25Kapsul D1 1,20 0,33 0,31 0,33 0,37 0,62 0,94 1,12Kapsul D2 1,21 0,34 0,31 0,33 0,37 0,62 0,93 1,13Kapsul E1 1,31 0,36 0,34 0,36 0,39 0,62 1,01 1,31Kapsul E2 1,31 0,37 0,34 0,36 0,40 0,63 1,00 1,31
Tabel 4.4 Kontribusi masing-masing variabel terhadap komponen utama
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan kontribusi PC1 dan PC2 maka dapat dibuat kurva score
plot. Kurva score plot digunakan untuk menaksir struktur data yaitu sebagai
dasar perbedaan gelatin sapi dan babi (Minitab 15 Statguide, 2007). Semakin
dekat letak antar sampel pada score plot, maka semakin besar pula
kemiripannya atau sampel merupakan kelompok yang sama. Sampel dengan
nilai score plot yang hampir sama mempunyai sifat fisika kimia yang hampir
sama. Pada software Minitab 15, pengelompokan dilakukan berdasarkan
posisi sampel pada score plot, apakah memiliki nilai PC1 dan PC2 yang
positif ataukah negatif. Pada gambar 17 merupakan kurva score plot PC1 dan
PC2 pada standar gelatin, lembaran kapsul keras dan sampel uji.
Keterangan: GB : standar gelatin babi, GS : standar gelatin sapi, KGB : kapsul gelatin babi,KGS : kapsul gelatin sapi, A: sampel 1, B: sampel 2, C: sampel 3, D: sampel 4, E: sampel 5
Gambar 17. Kurva score plot FTIR PC1 dan PC2 pada standar gelatin,lembar cangkang kapsul Keras Simulasi dan produk cangkangkapsul keras dari pasaran
Berdasarkan hasil kurva score plot diatas tampak bahwa lembar
cangkang kapsul yang dibuat dari gelatin babi berada pada kuadran 3 yang
memiliki nilai PC1 dan PC2 negatif. Lembar cangkang kapsul keras yang
dibuat dari gelatin babi tersebut dapat dibedakan dari kapsul yang dibuat dari
43210-1-2-3-4-5
2
1
0
-1
-2
-3
First Component
Se
con
dC
om
po
ne
nt
Score Plot of 702, ..., 3263
KGB
KGB
CC E
E
KGS
KGS
BBGS
GS
DD
A
A
GBGB
IIi
IvIii
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
gelatin sapi yang berada pada kuadran 4 yang memiliki nilai PC1 positif dan
PC2 negatif. Sementara itu standar gelatin babi berada pada kuadran 2 yang
memiliki nilai PC1 negatif dan PC2 positif dan standar gelatin sapi berada
pada kuadran 1 yang memiliki nilai PC1 dan PC2 positif. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa standar gelatin babi dan standar gelatin sapi memiliki
profil asam amino yang berbeda dengan lembar cangkang kapsul simulasi
yang dibuat dari gelatin yang sama. Hal ini dapat disebabkan karena pada saat
formulasi dilakukan pemanasan, penambahan bahan-bahan tambahan atau
proses ekstraksi yang kurang baik yang dapat mempengaruhi komposisi asam
amino.
Pada sampel uji A dan D berada pada kuadran yang sama dengan
standar gelatin babi yaitu pada kuadran 2. Begitu juga dengan sampel uji C
berada pada kuadran yang sama dengan lembar cangkang kapsul yang dibuat
dari standar gelatin babi. Hal ini diduga bahwa sampel uji A, C dan D
memiliki kemiripan sifat fisika kimia yang sama dengan standar gelatin babi.
Pada sampel uji B berada pada kuadran yang sama dengan standar gelatin
sapi yaitu berada pada kuadran 1 sedangkan sampel uji E berada pada
kuadran yang sama dengan lembar cangkang kapsul yang dibuat dari gelatin
sapi. Hal ini diduga bahwa sampel uji B dan E memiliki kemiripan sifat fisika
kimia yang sama.
Untuk mengetahui variabel asam amino yang paling berpengaruh
terhadap pembedaan gelatin sapi dan gelatin babi dapat dilihat berdasarkan
kurva loading plot yang dihasilkan dari analisis PCA. Kurva loading plot
digunakan untuk menentukan variabel asam amino yang paling berkontribusi
dalam pembentukan nilai principal component. Semakin jauh suatu variabel
dari titik asalnya (0,0) maka kontribusinya terhadap proses PCA akan
semakin besar (Widyaninggar et al., 2011). Gambar 18 adalah kurva yang
menunjukkan loading plot untuk PC1 dan PC2.
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
0.40.30.20.10.0
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
First Component
Seco
nd
Com
ponent
3263
1633
1556
1455
1409
1338
1243
698
Loading Plot of 698, ..., 3263
Gambar 18. Kurva loading plot FTIR PC1 dan PC2 pada standar gelatin,lembar cangkang kapsul keras simulasi dan produk cangkangkapsul keras dari pasaran.
Dari kurva loading plot diatas diketahui bahwa bilangan gelombang
1455 cm-1, 1409 cm-1 dan 1338 cm-1 memiliki jarak horisontal terjauh dari
garis x = 0. Artinya variabel tersebut memiliki kontribusi paling besar
terhadap pembentukan nilai PC1 dengan nilai koefisien masing-masing 0,420,
0,408, dan 0,392. Sedangkan variabel – variabel yang berkontribusi paling
besar terhadap pembentukan PC2 memiliki jarak terjauh vertikal dari garis y
= 0 adalah bilangan gelombang 1556 cm-1, 698 cm-1 dan 3263 cm-1 dengan
nilai koefisien masing-masing 0,341, 0,276, 0,235. Variabel-variabel lain
dengan nilai koefisien yang lebih kecil juga tetap berpengaruh pada nilai PC1
dan PC2 yang akhirnya juga berpengaruh pada score plot dan menentukan
hasil pembedaan gelatin sapi dan gelatin babi. Walaupun demikian
kontribusinya tidak sebesar variabel-variabel utama diatas.
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.4 Analisis Gelatin dengan KCKT
4.4.1 Hidrolisis Asam Amino
Hidrolisis asam amino dilakukan dengan menimbang 0,1 gram kapsul
gelatin keras dengan menambahkan larutan HCl 6 N sebanyak 5 ml dengan
konsentrasi 2%. Proses hidrolisis dilakukan pada suhu 110oC selama 22 jam
di dalam oven. Hidrolisis dilakukan menggunakan HCl karena HCl bersifat
oksidator kuat yang dapat memecah ikatan peptida secara sempurna. Setelah
dihidrolisis, campuran didinginkan pada suhu ruang. Pada hidrolisis asam,
asparagin dan glutamin dihidrolisis menjadi asam aspartat dan asam glutamat,
triptofan secara lengkap dirusak, sistein tidak dapat ditentukan, tirosin
sebagian dirusak, serin dan treonin dapat dihidrolisis tetapi masih rusak
sekitar 10% dan 5% berturut-turut (Fountoulakis, M., & Lahm, H.W, 1998).
Kemudian isi tabung tersebut dipindahkan ke dalam labu ukur 50 ml dan
ditambahkan aquabidest sampai tanda batas sehingga konsentrasi larutan
menjadi 0,2%. Hasil hidrolisis menghasilkan larutan hitam kecoklatan,
sehingga di filter terlebih dahulu dengan menggunakan membran filter
berpori 0,45 µm. Hal ini bertujuan untuk memisahkan asam amino dari
komponen lain yang dapat mengganggu proses pada saat analisis. Setelah
proses filtrasi menggunakan membran filter 0,45 µm, larutan akan terlihat
bening dan bersih.
Hidrolisis dilakukan untuk melepaskan asam amino - asam amino yang
terdapat dalam gelatin, yaitu melalui pemotongan ikatan peptida asam amino
penyusun gelatin. Selama proses hidrolisis ini, hubungan antara ikatan rantai
polipeptida dari kolagen dengan ikatan rantai polipeptida yang lain akan
menjadi terpisah. Hal ini disebabkan karena rusaknya struktur fibrosa dari
kolagen (See et al., 2010). Setelah itu dipipet sebanyak 500µL, ditambahkan
40µL larutan standar internal (6,45mg α-aminobutyric acid dalam 25 mL HCl
0,1M) ditambahkan 460 µL aquabides sehingga konsentrasi larutan menjadi
0,1%. Penambahan larutan standar internal digunakan sebagai faktor koreksi
kesalahan volumetrik selama persiapan sampel dan mengkoreksi hilangnya
residu asam amino selama proses hidrolisis yang akan dideteksi dengan
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berkurangnya standar internal, sehingga penggunaan larutan standar internal
dapat meningkatkan presisi.
4.4.2 Derivatisasi Asam Amino
Derivatisasi asam amino dilakukan dengan menambahkan 70 µL
AccQ.Tag Fluor borate dan 20 µL reagen fluor A ke dalam 10 µl filtrat
dengan konsentrasi 0,01%. Kemudian di vortex dan diamkan selama 1 menit.
Inkubasi selama 10 menit pada suhu 550C, lalu disuntikkan 5 µL filtrat ke
dalam HPLC. Proses ini merupakan proses derivatisasi pra kolom. Asam
amino akan diderivatisasi terlebih dahulu di dalam hidrolisat, kemudian
derivat dipisahkan pada HPLC fase terbalik. Kelebihan dari derivatisasi pra
kolom yaitu waktu analisa cepat, dan cocok untuk analisa dengan jumlah
residu yang sedikit atau sekitar 20 residu (Fountoulakis, M., & Lahm, H.W,
1998). Kolom yang digunakan Waters AccQtaq ( 3,9 x 150 mm) dengan
temperatur kolom 37°C, laju alir fase gerak 1,0 mL/menit, kromatografi
menggunakan sistem gradien dengan fase gerak AccQTag Eluent A (buffer
asetat-fosfat) dan Acetonitril 60% grade HPLC (campuran 60% asetonitril
dan 40% aquabidest).
Detektor yang digunakan adalah detektor fluoresen. Detektor fluoresen
memonitor emisi dari cahaya fluoresen dari fase gerak. Detektor fluoresen
lebih selektif dan sangat sensitif (pikogram sampai femtogram) untuk
komponen dengan daya fluoresen tinggi (Ahuja, S., & Dong, M.W, 2005).
Detektor fluoresen yang digunakan adalah detektor fluoresen 2475 dengan
panjang gelombang emisi 395 nm dan panjang gelombang eksitasi 250 nm.
Hal ini dapat diartikan bahwa detektor memancarkan gelombang pada
panjang gelombang 250 nm dan menangkap emisi fluoresensi yang
dipancarkan oleh sampel pada panjang gelombang 395 nm. Ada beberapa
agen penderivat yang dapat digunakan untuk menderivatisasi asam amino
antara lain ortho-phtalaldehyde (OPA), 7-kloro-4-nitrobenzo2-oksa-1,3-
diazol (NBD-Cl), 3-mercaptopropionic acid (MPA), aminokuinolil -N-
hidroksisuksini-midil karbamat (AQC). Metode derivatisasi yang digunakan
adalah metode AccQTaq yang menggunakan reagen aminokuinolil -N-
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
hidroksisuksini-midil karbamat (AQC). Pemilihan digunakan aminokuinolil -
N-hidroksisuksini-midil karbamat (AQC) sebagai agen derivatisasi
dikarenakan aminokuinolil-N-hidroksisuksini-midil karbamat (AQC) ini
prosesnya cepat dan sederhana selain itu produk yang dihasilkan stabil dan
adanya kelebihan AQC tidak mengganggu proses pemisahan (Rohman dan
Sumantri, 2007). AQC ini merupakan agen penderivat yang paling stabil jika
dibandingkan dengan agen penderivat lainnya. Agen penderivat AQC ini
stabil selama 7 hari pada suhu ruang. Selain itu juga AQC dapat bereaksi
dengan asam amino primer dan asam amino sekunder (Masuda dan Domae,
2011) sehingga paling cocok digunakan dalam proses derivatisasi. .
Kelebihan reagen AQC akan bereaksi secara cepat di dalam air membentuk
6-aminoquinoline (AMQ), N-hidroksisuccimid (NHS) dan CO2 (t½ = 15
detik) (Marten, S., & Naguschewski, M., 2011). AMQ bereaksi lambat
dengan reagen AQC berlebih untuk membentuk bis aminoquinolin urea.
Produk-produk samping tidak mengganggu identifikasi dan kuantisasi dari
salah satu asam amino (www.waters.com/aaa).
Sumber: www.waters.com/aaa
Gambar 19. Reaksi Derivatisasi Reagen AQC
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.5 Analisis Profil Asam Amino dengan KCKT
4.5.1 Analisis Standar Asam Amino
Penelitian ini dilakukan analisis terhadap standar asam amino, standar
gelatin babi dan sapi, lembar cangkang kapsul keras simulasi yang dibuat dari
gelatin babi dan gelatin sapi dan analisis terhadap sampel uji yang beredar
dipasaran. Analisis standar asam amino dapat dilihat bahwa ada 18 Asam
amino yang digunakan sebagai standar adalah L-asam aspartat (Asp), L-serin
(Ser), L-asam glutamat (Glu), L-glisin (Gly), L-histidin (His), L-arginin
(Arg), L-treonin (Thr), L-alanin (Ala), L-prolin (Pro), L-tirosin (Tyr), L-valin
(Val), L-metionin (Met), L-lisin (Lys), L-isoleusin (Ile), L-leusin (Leu), L-
fenilalanin (Phe), L- sistein (Cys), dan triptofan. Penentuan standar asam
amino dilakukan dengan menambahkan campuran dari hidrolisat asam amino
dengan larutan baku standar internal, reagen fluor borat, dan reagen fluor A.
Hasil kromatogram dari standar asam amino ditunjukkan pada gambar
berikut.
Keterangan : 1: asam aspartat; 2: serin; 3: asam glutamat; 4: glisin ; 5: histidin;6 : arginin; 7: treonin; 8 : alanin ; 9 : prolin; 10: tirosin ; 11 : valin ; 12 : metionin;13: lisin; 14: isoleusin; 15: leusin; 16: fenilalanin
Gambar 20. Profil standar asam amino
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.5.2 Analisis Asam Amino pada Standar Gelatin, Lembar CangkangKapsul Keras Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul Kerasdari Pasaran.
Tabel 4.5 Komposisi Asam Amino pada Standar Gelatin dan LembarCangkang Kapsul keras dalam % b/b (1 gram/100 gram)
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa asam amino glisin,
prolin dan arginin pada gelatin babi memiliki kadar yang lebih tinggi
dibandingkan dengan gelatin sapi. Gelatin memiliki kadar asam amino
metionin, sistin dan tirosin yang rendah. Semua jenis asam amino terdapat
dalam gelatin kecuali triptofan (Nhari et al., 2011). Pada penelitian ini juga
dihasilkan asam amino glisin, prolin dan arginin pada gelatin babi memiliki
Asam Amino Standargelatin babi(210,2200)
Standargelatin sapi(210,2199)
LembaranKapsulkeras daristandargelatinbabi(209,2244)
LembaranKapsulkeras daristandargelatinsapi(209,2245)
L-Asparticacid
5,258 4,471 1,293 1,331
L-Serine 3,213 3,017 1,128 1,181L-Glutamicacid
8,219 7,344 2,531 2,490
Glycine 21,944 20,493 7,442 7,936L-Histidine 1,642 1,552 0,409 0,481L-Arginine 11,448 9,319 2,940 3,109L-Threonine 2,360 1,934 0,635 0,737L-Alanine 6,659 6,187 2,980 2,491L-Proline 10,274 9,542 1,008 1,563L-Cystine 0,461 0,201 0,000 0,000L-Tyrosine 0,925 0,474 0,398 0,546L-Valine 2,635 2,361 0,722 0,715L-Metheonine
0,648 0,856 0,461 0,622
L-Lysin HCl 2,771 2,647 0,892 0,829L-Isoleucine 1,347 1,616 0,362 0,454L-Leucine 2,900 2,879 0,904 0,872L-Phenylalanine
3,229 2,276 0,729 0,831
Triptophan 0,000 0,000 0,000 0,000
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kadar yang lebih tinggi dibandingkan dengan gelatin sapi dan memiliki kadar
asam amino metionin dan tirosin yang rendah sedangkan asam amino
triptofan rusak selama proses hidrolisis.
Selanjutnya dilakukan penetapan kadar masing-masing asam amino
pada standar gelatin, lembaran cangkang kapsul keras simulasi dan sampel uji
cangkang kapsul keras. Untuk mengetahui kadar masing-masing asam amino
pada gelatin, dapat dilakukan pehitungan sebagai berikut :
Contoh: Asam amino asam L-aspartic (mg/100gram) pada sampel uji
cangkang kapsul B = µ, ( )(µ ), ( ) x 100%
= 4571,9 mg/100gram b/b
4.6 Analisis PCA (Principal Components Analysis) pada Standar Gelatin,Lembar Cangkang Kapsul Keras Simulasi dan Produk CangkangKapsul Keras dari Pasaran.
Pengelompokkan masing-masing sampel gelatin dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik kemometrik yaitu PCA (Principal Components
Analysis). Pada puncak kromatogram PCA dapat mengekstrak komponen
utama dan mengklasifikasikan gelatin sapi dan babi (Nemati et al., 2004).
Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah % tinggi puncak dari
masing masing asam amino dalam kromatogram. Variabel % tinggi puncak
dipilih karena % tinggi puncak berbanding lurus dengan konsentrasi asam
amino pada sampel. Jumlah variabel yang digunakan 15 variabel (% tinggi
puncak 15 asam amino). Setelah itu data % tinggi puncak masing-masing
asam amino pada kromatogram hasil analisis standar gelatin babi dan sapi,
lembaran cangkang kapsul keras simulasi dan sampel uji dimasukkan ke
dalam software minitab 15. Kemudian dilakukan analisis PCA.
( ) = ( )( ) x 100
%
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.6 Worksheet pada penyusunan standar gelatin, lembar cangkangkapsul keras simulasi dan produk cangkang kapsul keras daripasaran dengan PCA
Tabel 4.7 Kontribusi masing-masing variabel terhadap nilai komponen utama
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.6 Worksheet pada penyusunan standar gelatin, lembar cangkangkapsul keras simulasi dan produk cangkang kapsul keras daripasaran dengan PCA
Tabel 4.7 Kontribusi masing-masing variabel terhadap nilai komponen utama
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.6 Worksheet pada penyusunan standar gelatin, lembar cangkangkapsul keras simulasi dan produk cangkang kapsul keras daripasaran dengan PCA
Tabel 4.7 Kontribusi masing-masing variabel terhadap nilai komponen utama
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan kontribusi PC1 dan PC2 maka dapat dibuat kurva score
plot. Kurva score plot digunakan untuk menaksir struktur data yaitu sebagai
dasar perbedaan gelatin sapi dan babi (Minitab 15 Statguide, 2007). Semakin
dekat letak antar sampel pada score plot, maka semakin besar pula
kemiripannya atau sampel merupakan kelompok yang sama. Sampel dengan
nilai score plot yang hampir sama mempunyai sifat fisika kimia yang hampir
sama. Pada Minitab, pengelompokan dilakukan berdasarkan posisi sampel
pada score plot, apakah memiliki nilai PC1 dan PC2 yang positif ataukah
negatif. gelatin, lembaran cangkang kapsul keras simulasi dan sampel uji.
Pada gambar 21 dapat dilihat kurva score plot PC1 dan PC2 penyusun standar
gelatin, lembaran kapsul simulasi dan sampel uji.
Keterangan: GB : standar gelatin babi, GS : standar gelatin sapi, KB : lembaran kapsul kerasgelatin babi, KS : lembaran kapsul keras gelatin sapi, A: sampel 1, B: sampel 2, C: sampel 3,D: sampel 4, E: sampel 5
Gambar 21. Kurva score plot HPLC PC1 dan PC2 pada standar gelatin danlembaran kapsul Keras Simulasi dan sampel uji
Berdasarkan kurva score plot diatas bahwa standar gelatin babi dan
lembar cangkang kapsul yang dibuat dari standar gelatin babi berada dalam
satu kuadran yaitu kuadran 2 yang memiliki nilai PC1 negatif dan PC2 positif.
Standar gelatin sapi dan lembar cangkang kapsul yang dibuat dari standar
43210-1-2-3-4-5
3
2
1
0
-1
-2
-3
First Component
Seco
ndCo
mpo
nent
Score Plot of aspartat, ..., penilalanin
KSGSGS
GB
GB
KBKB
EE
C
C
AA
DD
BB
KS
IIi
Iii
i
Iv
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
gelatin sapi berada dalam satu kuadran yaitu kuadran 3 yang memiliki nilai
PC1 dan PC2 negatif. Hal ini menunjukkan bahwa standar gelatin babi dengan
lembar cangkang kapsul simulasi babi dan standar gelatin sapi dengan lembar
cangkang kapsul simulasi sapi memiliki komposisi asam amino yang sama dan
dapat dipisahkan dengan proses ekstraksi yang baik oleh sistem HPLC.
Sementara itu kurva score plot pada sampel uji A,B,C dan D memiliki nilai
PC1 dan PC2 positif. Sedangkan sampel uji E memiliki nilai PC1 positif dan
PC2 negatif. Hal ini diduga bahwa sampel A,B,C,D dan E terbuat dari
campuran antara gelatin babi dan sapi atau terbuat dari selain gelatin sapi atau
gelatin babi.
Untuk mengetahui variabel asam amino yang paling berpengaruh
terhadap pembeda gelatin sapi dan gelatin babi dapat dilihat dari kurva
loading plot yang dihasilkan dari analisis PCA. Loading plot ini digunakan
untuk menentukan variabel asam amino yang paling berkontribusi dalam
pembentukan nilai principal component. Semakin jauh suatu variabel dari
titik asalnya (0,0) maka kontribusinya terhadap proses PCA akan semakin
besar (Widyaninggar et al., 2011). Gambar 22 adalah kurva yang
menunjukkan loading plot untuk PC1 dan PC2.
Gambar 22. Kurva loading plot PC1 dan PC2 pada standar gelatin,lembar cangkang kapsul keras simulasi dan produkcangkang kapsul keras dari pasaran
0.40.30.20.10.0-0.1-0.2-0.3-0.4
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
-0.1
-0.2
-0.3
-0.4
First Component
Seco
ndCo
mpo
nent
penilalanin
leucin
isoleusin
lysin hcl
metionin
valine
tyrosine
prolin
alanin
threonin
arginin
glycine
glutamat
serine
aspartat
Loading Plot of aspartat, ..., penilalanin
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan kurva loading plot diatas bahwa variabel tirosin, treonin
dan leusin memiliki jarak horizontal yang jauh dari garis x = 0, artinya asam
amino tersebut memiliki kontribusi yang besar pada pembentukan nilai PC1
dengan nilai koefisien masing-masing -0.321, 0.102 dan 0.305. Sedangkan
variabel – variabel yang berkontribusi paling besar terhadap pembentukan
PC2 memiliki jarak terjauh vertikal dari garis y = 0 adalah lysine hcl, valin
dan glisin dengan nilai koefisien masing-masing -0.341, 0.317 dan 0.341.
Variabel variabel lain dengan nilai koefisien yang lebih kecil juga tetap
berpengaruh pada nilai PC1 dan PC2 yang akhirnya juga berpengaruh pada
score plot dan menentukan hasil pembeda gelatin sapi dan gelatin babi.
Walaupun demikian kontribusinya tidak sebesar variabel-variabel utama
diatas.
54UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Analisis perbedaan gelatin babi dan gelatin sapi dengan metode FTIR
dan teknik kemometrik PCA (Principal Component Analysis) dapat
mengklasifikasikan kedua sumber gelatin.
2. Analisis perbedaan gelatin babi dan gelatin sapi dengan metode HPLC
dengan teknik kemometrik PCA (Principal Component Analysis) baru
bisa membedakan komposisi asam amino pada standar gelatin sapi dan
babi serta lembaran kapsul keras yang dibuat sendiri, tetapi belum bisa
membedakan sumber gelatin yang dipakai pada produk kapsul keras
yang diambil dari pasaran.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut yaitu dengan optimasi preparasi
sampel pada metode FTIR karena bisa jadi masih terdapat pengotor yang
ikut terbawa dalam sampel gelatin.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap cara membedakan
gelatin babi dan gelatin sapi pada produk kapsul keras yang diperoleh
dari pasaran dengan metode HPLC dengan teknik PCA serta perlu
dilakukan variasi lebih banyak yaitu dengan membuat lembaran
cangkang kapsul keras yang dibuat dengan menggunakan campuran
gelatin babi dan sapi dengan berbagai konsentrasi.
55UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Ahuja, S., & Dong, M.W. 2005. Handbook of Pharmaceutical Analysis byHPLC Volume 6 of Separation Science and Technology. New York:Elsevier Academic Press
Ansel, Howard. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi keempat.Jakarta : UI Press
Bailey ,P.D.1990. An Introduction to peptide Chemistry. Wiley Interscience.New York
Bennion, M. 1980. The Science of Food. John Wiley and Sons. New York.
Brauner, J. W., Flach, C, R., & Mendelsohn, R. (2005). A quantitativereconstruction of the amide I contour in the IR spectra of globularproteins: From structure to spectrum. Journal of the American ChemicalSociety, 127, 100-109.
Carr, J. M., K. Sufferling, dan J. Poppe. 1995. Hydrocolloids and their use inthe confectionery Industry. Journal of Food Tech. 32 (7): 41-42
Cooper, C., Packer, N., dan Williams, N. Methods in Molecular Biology,vol.159: Amino Acid Analysis Protocols. Humana Press Inc 16.
DeMan, J.M. 1997. Kimia Makanan diterjemahkan oleh KosasihPadmawinata. Bandung: Penerbit ITB
Fischer, G., Cao, X., Cox, N., & Francis, M. (2005). The FTIR spectra ofglycine and glycylglycine zwitterions isolated in alkali halide matrices.Journal of Chemical Physics, 313, 39-49
Fountoulakis, M., & Lahm, H.W. 1998. Hydrolysis and amino acidcomposition analysis of proteins. Journal of Chromatography A, 826(1998) 109–134
Gui-Feng, Z., Tao, L., Qian, W., Jian-Du, L., Guang-Hui, MA., dan Zhi-Guo,SU. 2008. Identification of Marker Peptides in Digested Gelatins byHigh Performance Liquid Chromatography / Mass Spectrometry.Chinese Journal of Analytical Chemistry Volume 36, Issue 11,November 2008
GMIA, 2012. Gelatin Handbook, USA: Gelatin Manufacturers Institute ofAmerica
Hafidz, R.M, Yaakob, R.N, Amin I, C.M, dan Noorfaizan, A. 2011.Chemical and Functional Properties of Bovine and Porcine Skin Gelatin.International Food Research Journal 18: 813-817 (2011)
Hashim, D.M, Che Man, Y.B., Norakasha, R., Shuhaimi, M., Salmah, Y., &Syahariza, ZA. 2010. Potensial Use of Fourier Transfor Infared
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Spectroscopy for Differentiation of Bovine and Porcine Gelatins.Journal of Food Chemistry 118: 856-860
Jamaludin, M.A., Zaki, N.N.M., Ramli, M.A., Hashim, D.M., dan Ab.Rahman,S. 2011. Istihalah: Analysis on The Utilization of Gelatin in FoodProducts. 2011 2nd International Conference on Humanities, Historicaland Social Science IPEDR vol. 17. Singapore: IACSIT Press.
Jannah, A. 2008. Gelatin: Tinjauan Kehalalan dan Alternatif Produksi.Malang: UIN-Malang Press
Johnson,E.L dan Stevenson,R.1991.Dasar Kromatografi Cair. Bandung: ITB
Jurnal Halal LPPOM MUI No.94 edisi Maret-April Tahun 2012 ISSN 0852-4947
Kabelova, I., Dvořáková, M., Čížková, H., Dostálek, P., dan Melzoch, K.2009. Determination of free amino acids in cheeses from the Czechmarket. Czech J. Food Sci. Vol. 27, 2009, No. 3: 143–150
Kong, J. and Yu, S. 2007. Fourier transform infrared spectroscopic analysis ofprotein secondary structures. Acta Biochimica et Biophysica Sinica39(8): 549- 559.
Kurniawati, Farida Dewi. 2006. Studi Pengaruh Metode dan TahapanEkstraksi Multistage Terhadap Mutu Gelatin [skripsi]. DepartemenTeknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Marten, S., & Naguschewski, M. 2011. Application Note: High speedseparation and detection of 18 AQC derivatized amino acids usingUHPLC-ESI-MS. Diakses tanggal 30 September 2012 pukul 11.08 padawww.knauer.net
Miller, J.N., & Miller, J.C. 2005. Statistics and Chemometrics for AnalyticalChemistry Fifth edition. Inggris : Pearson Education Limited
Miyazawa T, Shimanouchi T, Mizushima S. 1956. Characteristic InfaredBands of Monosubtited. Journal of Chem Phys 1956, 24: 408
Nhari, R.M.H.R., Ismail, A., dan Che Man, Y.B. 2012. Analytical Methods forGelatin Differentiation from Bovine and Porcine Origins and FoodProducts. Journal of Food Science Vol. 71, Nr.1 2012
Nelson, D. L., & Cox, M. M. 2005. Lehninger Principles of BiochemistryFourth Edition. W.H. Freeman and Company
Nemati, M., Oveisi, M.R., Abdollahi, H., dan Sabzevari, O. 2004.Differentiation of bovine and porcine gelatins using principal componentanalysis. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis 34(2004)485–92
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Nur Azira, T., Amin, I. dan Che Man, Y. B. 2012. Differentiation of bovineand porcine gelatins in processed products via Sodium DodecylSulphate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) andprincipal component analysis (PCA) techniques. International FoodResearch Journal 19 (3): 1175-1180 (2012)
Pare, J.R.J., & Belanger, J.M.R. 1997. Instrumental Methods in Food Analysis.Elsevier science
Perwitasari,D.S. 2008. Hidrolisis tulang sapi menggunakan HCl untukpembuatan gelatin. Makalah seminar nasional soebardjobrotohardjono.ISSN 1978-0427.
Poedjiadi, A. 2009. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press
Rediatning, W., & Kartini, N. 1987. Analisis Asam Amino denganKromatografi Cair Kinerja Tinggi Secara Derivatisasi Prakolom danPascakolom; Proceedings ITB Vol. 20 No. ½, 1987
Rohman,A dan Che Man,Y.B. 2011. Analysis of Pig Derivatives for HalalAuthentication Studies,Food review international, 28:97-112.
Rohman,A dan Sumantri, 2007. Analisis Makanan.Jogjakarta :Gadjah MadaUniversity press.
Rowe, R. C., Sheskey, P. J., dan Quinn, M. E. 2009. Handbook ofPharmaceutical Excipient Sixth Edition. USA: Pharmaceutical Press andAmerican Pharmacists Association 2009
Sahilah, A.M., Mohd. Fadly, L., Norrakiah, A.S., Aminah, A., Wan Aida,W.M., Ma’aruf, A.G dan Mohd. Khan, A. 2012. Halal MarketSurveillance of Soft and Hard Gel Capsules in Pharmaceutical ProductsUsing PCR and Southern-Hybridation on the Biochip Analysis.International Food and Research Journal 19 (1): 371-375 (2012)
Schrieber, R., & Gareis, H. 2007. Gelatine Handbook : Theory dan IndustrialPractice. Jerman: Wiley VCH Verlag GmbH dan Co. KGaA
Singh, S., Rao, K.V.R., Venugopal, K., Manikandan, R. 2002. Alteration inDissolution Characteristics of Gelatin-Containing Formulations; AReview of the Problem, Test Methods, and Solutions. PharmaceuticalTechnology April, 2002 tersedia online pada www.pharmtech.com
Waters. 2009. Amino acid analysis. Diambil dari www.waters.com/aaa,diakses pada 30 September 2012 pukul 11.45
Waters AccQTag Chemistry Package: Instruction Manual. MilliporeCorporation, April 1993
Widyaninggar, A., Triwahyudi., Triyana, K., dan Ab.Rohman. 2012.Differentiation between porcine and bovine gelatin in commercial
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
capsule shells based on amino acid profiles and principal componentanalysis. Indonesian J.Pharm Vol. 23 No. 2: 96-101 ISSN-p : 0126-1037
Winarno,F.G.1997.Kimia pangan dan gizi.jakarta.PT.gramedia pustaka utama.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia.
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur Kerja
Ekstraksi gelatinmenggunakan aseton
Hidrolisis asam amino
DerivatisasiAnalisis menggunakan FTIR
Analisis menggunakan HPLC
Analisa data dengan PCA
Hasil Analisa
Kesimpulan
Hasil Spektrum
Hasil Kromatogram
Lembaran Kapsul Keras Simulasi 5 produk pasaran
Standar Gelatin
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Hasil Interferogram
Spektrum FTIR Standar Gelatin Babi Duplo
Spektrum FTIR Standar Gelatin Babi 3
7501000125015001750200025003000350040001/cm
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Abs 3346
.50
3304
.06
3269
.34
3242
.34
1633
.71
1556
.55
1454
.33
1408
.04
1338
.60
1282
.66
1244
.09
1203
.58
1163
.08
1082
.07
1031
.92
721.
38
GB 50% 1
7501000125015001750200025003000350040001/cm
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Abs
3315
.63
3292
.49
3278
.99
3265
.49
1633
.71
1552
.70
1454
.33
1408
.04
1336
.67
1282
.66
1244
.09
1203
.58
1165
.00
1082
.07
1033
.85
702.
09
GB 50% 2
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Spektrum FTIR Standar Gelatin Sapi Duplo
Spektrum FTIR Standar Gelatin Sapi 2
7501000125015001750200025003000350040001/cm
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Abs
3319
.49
3305
.99
3273
.20
3261
.63
1633
.71
1556
.55
1454
.33
1408
.04
1338
.60
1282
.66
1244
.09
1203
.58
1165
.00 10
82.0
7
1033
.85
702.
09
GS 50% 2
7501000125015001750200025003000350040001/cm
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Abs
3315
.63
3304
.06
3273
.20
3261
.63
1631
.78
1554
.63
1454
.33
1406
.11
1338
.60
1282
.66
1244
.09
1203
.58
1163
.08 10
82.0
7
1033
.85
GS 50% 1.10
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Spektrum FTIR Lembar Cangkang Kapsul Gelatin Babi Simulasi Duplo
7501000125015001750200025003000350040001/cm
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Abs
3325
.28
3309
.85
3282
.84
3273
.20
3261
.63
1633
.71
1556
.55
1456
.26
1408
.04
1338
.60
1284
.59
1246
.02
1203
.58
1080
.14
1031
.92
KGB 1
7501000125015001750200025003000350040001/cm
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Abs
3327
.21
3300
.20
3284
.77
3263
.56
1631
.78
1552
.70
1456
.26
1411
.89
1338
.60
1280
.73
1246
.02
1203
.58
1080
.14
1031
.92
KGB 2
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Spektrum FTIR Lembar Cangkang Kapsul Gelatin Sapi Simulasi Duplo
7501000125015001750200025003000350040001/cm
0
0.25
0.5
0.75
1
1.25
Abs
3311
.78
3307
.92
3290
.56
3271
.27
3265
.49
3257
.77
1633
.71
1556
.55
1456
.26
1409
.96
1338
.60
1280
.73
1246
.02
1203
.58
1082
.07
1033
.85
709.
80
KGS 1
7501000125015001750200025003000350040001/cm
0
0.25
0.5
0.75
1
1.25
Abs
3317
.56
3307
.92
3298
.28
3282
.84
3271
.27
3263
.56
1633
.71
1556
.55
1456
.26
1409
.96
1338
.60
1280
.73
1246
.02
1203
.58
1082
.07
1031
.92
700.
16
KGS 2
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Spektrum FTIR Sampel Kapsul A Duplo
7501000125015001750200025003000350040001/cm
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Abs
3309
.85
3282
.84
3263
.56
3253
.91
1631
.78
1552
.70
1456
.26
1406
.11
1336
.67
1282
.66
1247
.94
1203
.58
1166
.93
1082
.07
1031
.92
kapsul A
7501000125015001750200025003000350040001/cm
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Abs
3331
.07
3319
.49
3253
.91
1633
.71
1562
.34
1458
.18
1408
.04
1338
.60
1249
.87
1199
.72
1153
.43
1072
.42 10
26.1
3
kapsul A3
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Spektrum FTIR Sampel Kapsul B Duplo
7501000125015001750200025003000350040001/cm
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Abs
3354
.21
3317
.56
3255
.84
1631
.78
1552
.70
1452
.40
1408
.04
1336
.67
1247
.94
1203
.58
1151
.50
1078
.21 10
28.0
6
kapsul B1.1
7501000125015001750200025003000350040001/cm
0
0.25
0.5
0.75
1
1.25
Abs
3352
.28
3307
.92
3259
.70
3248
.13
1631
.78
1552
.70
1454
.33
1409
.96
1336
.67
1247
.94
1203
.58 11
47.6
5
1078
.21
1026
.13
709.
80
kapsul B2.1
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Spektrum FTIR Sampel Kapsul C Duplo
7501000125015001750200025003000350040001/cm
0
0.25
0.5
0.75
1
1.25
Abs
3356
.14
3329
.14
3309
.85
3253
.91
1635
.64
1556
.55
1458
.18
1411
.89
1369
.46
1340
.53
1240
.23
1166
.93
1083
.99 10
16.4
9
kapsul C1.1
7501000125015001750200025003000350040001/cm
0
0.25
0.5
0.75
1
1.25
Abs
3356
.14
3329
.14
3309
.85
3253
.91
1635
.64
1556
.55
1458
.18
1411
.89
1369
.46
1340
.53
1240
.23
1166
.93
1083
.99 10
16.4
9
kapsul C1.1
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Spektrum FTIR Sampel Kapsul D Duplo
7501000125015001750200025003000350040001/cm
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Abs
3332
.99
3317
.56
3284
.77
3250
.05
1631
.78
1566
.20
1452
.40
1413
.82
1369
.46
1238
.30
1149
.57
1080
.14
1018
.41
715.
59
kapsul D1
7501000125015001750200025003000350040001/cm
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Abs
3321
.42
3315
.63
3280
.92
3265
.49
3251
.98
1631
.78
1554
.63
1454
.33
1406
.11
1336
.67
1246
.02
1203
.58
1165
.00
1082
.07
1031
.92
kapsul D2.1
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Spektrum FTIR Sampel Kapsul E Duplo
7501000125015001750200025003000350040001/cm
0
0.25
0.5
0.75
1
1.25
Abs
3313
.71
3302
.13
3284
.77
3261
.63
1633
.71
1554
.63
1460
.11
1408
.04
1338
.60
1246
.02
1203
.58
1165
.00
1080
.14
1033
.85
704.
02
KAPSUL E
7501000125015001750200025003000350040001/cm
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Abs
3354
.21
3319
.49
3296
.35
3273
.20
3259
.70
1631
.78
1554
.63
1456
.26
1406
.11
1338
.60
1246
.02
1203
.58
1165
.00
1082
.07
1031
.92
KAPSUL E 2
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Hasil Kromatogram
Kromatogram KCKT Standar Gelatin Babi Duplo
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kromatogram KCKT Standar Gelatin Sapi Duplo
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kromatogram KCKT Lembar Cangkang Kapsul Gelatin Babi Simulasi Duplo
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kromatogram KCKT Lembar Cangkang Kapsul Gelatin Sapi Simulasi Duplo
73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kromatogram KCKT Sampel Kapsul A Duplo
74
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kromatogram KCKT Sampel Kapsul B Duplo
75
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kromatogram KCKT Sampel Kapsul C Duplo
76
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kromatogram KCKT Sanpel Kapsul D Duplo
77
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kromatogram KCKT Sampel Kapsul E Duplo
78
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Rekaman Pengujian Asam Amino HPLC
Informasi Data KCKT Standar Gelatin Sapi Duplo
79
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Informasi Data KCKT Standar Gelatin Babi Duplo
80
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Informasi Data KCKT Lembar Cangkang Kapsul Gelatin Sapi Simulasi
Duplo
81
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Informasi Data KCKT Lembar Cangkang Kapsul Gelatin Babi Simulasi
Duplo
82
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Informasi Data KCKT Sampel Uji A Duplo
83
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Informasi Data KCKT Sampel Uji B Duplo
84
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Informasi Data KCKT Sampel Uji C Duplo
85
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Informasi Data KCKT Sampel Uji D Duplo
86
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Informasi Data KCKT Sampel Uji E Duplo
87
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Pembuatan Larutan
A. Pembuatan larutan standar asam amino
Dipipet 40 µl standar campuran asam amino, tambahkan 40 µl larutan
standar internal (6,45 mg α-aminobutyric acid dalam 25 ml HCl 0.1M)
dan 920 µl aquabides, homogenkan. Diambil 10 µl campuran standar,
tambahkan 70 µl AccQTag fluor borate, vortex selama 5 menit,
tambahkan 20 µl reagen fluor A, vortex, diamkan selama 1 menit.
Inkubasi selama 10 menit pada suhu 550C lalu suntikkan 5 µl pada
HPLC (Kabelova et al., 2009).
B. AccQ·Tag Fluor Reagen serbuk (Waters Corporation): serbuk kering
reagen derivatisasi AQC (Salazar et al., 2012).
C. AccQ·Tag buffer borat (Waters Corporation): buffer Borate digunakan
untuk memastikan pH optimum (8.8) untuk derivatisasi (Salazar et al.,
2012).
D. Pembuatan AccQ.Tag Flour Reagen
1 ml AccQ•Tag Fluor Reagen Diluent dimasukkan kedalam vial yang
berisi Waters AccQ•Tag Fluor Reagen serbuk, tutup vial kemudian
campuran di vortex selama 10 detik dan dipanaskan pada hot plate
55°C sampai larut (pemanasan tidak lebih dari 10 menit). Reagen dapat
disimpan di dalam lemari pendingin sampai 2 minggu (Kabelova et al.,
2009).
E. Pembuatan AccQ.Tag eluent A
Buffer asetat-fosfat (tambahkan 200 ml konsentrat dalam 2 L MiliQ-
Water) (Kabelova et al., 2009).
88
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Gambar Penelitian
Serbuk standar gelatin sapi Serbuk standar gelatin babi
Pemisahan TiO2 Ekstraksi gelatin denganaseton -20oC
Endapan gelatinhasil ekstraksi
Larutan gelatin dimasukkanke dalam plat ATR Plat ATR
Seperangkat alat FTIR shimadzu
89
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta