pengantar redaksi · penguatan manajemen padang gembala sapi putih 31-37 ... intervensi kesehatan...

17

Upload: vanthuy

Post on 06-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGANTAR REDAKSI

Puji syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Waca/Tuhan Yang Maha Esa, berkat

rahmat-Nya Buletin Udayana Mengabdi Volume 16 Nomor 1 Januari 2017 telah

diterbitkan. Edisi ini memuat 30 artikel di bidang pengabdian kepada masyarakat

khususnya dalam penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) berupa

implementasi, penyuluhan dan sosialisasi konsep, model/prototipe, dan alat, yang

merupakan hasil pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Desain

konsep, model/prototipe dan alat merupakan hasil pemikiran/ide ataupun hasil

dari penelitian yang kemudian diimplementasikan untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat dan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan.

Penghargaan setinggi-tingginya kami haturkan kepada Penyunting, Penulis dan

semua pihak yang terlibat dalam penyusunan dan penerbitan Buletin Udayana

Mengabdi Volume 16 Nomor 1 Januari 2017. Semoga Buletin ini dapat menambah

wawasan dibidang keilmuan dan teknologi, dan penerapannya di masyarakat.

Untuk meningkatkan mutu baik dari segi isi maupun tampilan, kami harapkan

saran dan kritik untuk perbaikan di edisi berikutnya.

Januari 2017

Redaktur

Buletin Udayana Mengabdi, ISSN: 1412-0925

D A F T A R I S I

PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN CAMPURAN 1-6 RUMPUT DAN LEGUM UNGGUL SEBAGAI SUMBER PAKAN SAPI

BALI DI DESA KENDERAN KABUPATEN GIANYAR

A. A. A. S. Trisnadewi, I W. Suarna, T. G. B. Yadnya, I G. L. O. Cakra, dan

I K. M. Budiasa

KETENTUAN HAK CIPTA BERKAITAN DENGAN 7-13 PEMBAYARAN ROYALTI ATAS PEMANFAATAN CIPTAAN

LAGU SECARA KOMERSIAL PADA RESTORAN/CAFÉ DI

DAERAH PARIWISATA JIMBARAN BALI

N.K.S. Dharmawan, P.T.C. Landra, I.W. Wiryawan, I .N. Bagiastra, P.A.

Samsithawrati

SOSIALISASI PENTINGNYA BPSK TERHADAP 14-19 PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN DI DESA BUAHAN

KAJA, KECAMATAN PAYANGAN, KABUPATEN GIANYAR,

PROPINSI BALI

I.M.W. Putra, I.G.A.D. Widhiyaastuti, C.D. Dahana

BIOFERMENTASI JERAMI PADI DENGAN PROBIOTIK MIKRO 20-24 ORGANISME EFEKTIF MENJADI PAKAN TERNAK SAPI DI

DESA KERTA KECAMATAN PAYANGAN GIANYAR

N.W. Siti, N.M. Witariadi, N.N.Candraasih K., N. Puja, N.M.S. Sukmawati

dan N.G.K. Roni

PENINGKATAN KUALITAS URINE SAPI MENJADI BIOURINE 25-30 DAN BIOPESTISIDA DI KELOMPOK TERNAK WIDYASMESTI

DAN NANDAKA

N.L.P. Sriyani, I.M. Mudita, W. Siti, I.N.T. Ariana

PENGUATAN MANAJEMEN PADANG GEMBALA SAPI PUTIH 31-37 TARO UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH ASLI PULAU

BALI

I W. Suarna, N.N. Suryani, I G. Mahardika, A.A.A.S. Trisnadewi, dan K.M.

Budiasa

PENGEMBANGAN AGROWISATA DESA BUAHAN KAJA 38-45 MELALUI IDENTIFIKASI POTENSI, PENGEMASAN PAKET

WISATA, DAN PELATIHAN SUMBERDAYA MANUSIA

I.N. Rai, I.P. Sudana, C.G.A. Semarajaya, I.W. Wiraatmaja

Volume 16 Nomor 1, Januari 2017

Buletin Udayana Mengabdi, ISSN: 1412-0925

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN PEMBUATAN KREASI 46-50 KUE TRADISIONAL BAGI WARGA BINAAN DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN WANITA KELAS IIA TANGERANG

Yustisia Kristiana dan Vasco A. H. Goeltom

HAMA DAN PENYAKIT PADA TANAMAN JERUK SERTA 51-56

PENGENDALIANNYA

I N. Wijaya, W. Adiartayasa, I G.P. Wirawan, M. Sritamin,

M. Puspawati dan I M. Sudarma

PELATIHAN BUDIDAYA TANAMAN JERUK BEBAS PENYAKIT 57-63

CVPD DI DESA KERTA GIANYAR

W. Adiartayasa, I N. Wijaya, N.N. Darmiati dan I K. Siadi, I G.P. Wirawan

INTERVENSI KESEHATAN PADA TERNAK SAPI DAN BABI DI 64-71 WILAYAH DESA GETASAN, KECAMATAN PETANG, KABUPATEN

BADUNG

I N. Suarsana, I. W. Suardana, I K.M. Budiasa

PENERAPAN TEKNOLOGI FERMENTASI BIO-MOL PADA 72-77 PENGOLAHAN PUPUK ORGANIK ECENG GONDOK DALAM

UPAYA UNTUK MENJAGA KELESTARIAN DANAU BUYAN

DESA PANCASARI DAN WANAGIRI, KECAMATAN SUKASADA-

BULELENG

I.G. Suranjaya, N.L. Kartini, L.R. Purnawan

PENGELOLAAN LIMBAH TERNAK BABI MENJADI PUPUK 78-81

ORGANIK UNTUK MENDUKUNG PERTANIAN ORGANIK

I N. Puja, I G.P. Ratna Adi, N.L.G. Sumardani, P. Dyatmikawati

PENGEMBANGAN PRODUKSI PUPUK ORGANIK KAYA Mg (PUPUK 82-86

PEMANIS BUAH)

N.M Witariadi, Tati Budi Kusmiyarti, Budi Rahayu Tanama Putri

APLIKASI TEKNOLOGI FERMENTASI DALAM PRODUKSI PUPUK 87-91 ORGANIK UNTUK MENUNJANG PERTANIAN PADI LOKAL

ORGANIK DI KECAMATAN PENEBEL, KABUPATEN TABANAN,

PROPINSI BALI

I G.P. Ratna Adi, N.W. Siti, I K. Sardiana

PENGEMBANGAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) SEBAGAI 92-98 PENGENDALI HAMA TIKUS DI DESA BABAHAN

DAN SENGANAN, PENEBEL, TABANAN, BALI

N. M. S. Sukmawati, N.W. Siti, N.N.Candraasih K.

Volume 16 Nomor 1, Januari 2017

Buletin Udayana Mengabdi, ISSN: 1412-0925

USAHA JAJANAN BALI KERING DENGAN PENERAPAN ALAT 99-103

SPINER DAN SEALER DI DESA CANDI KUNING

I.A.R.P. Pudja, P. K. D. Kencana, dan I M. Nada

REHABILITASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO 104-109

SINAR CATUR TUNGGAL DI DESA PAKISAN

A.A.A. Suryawan, M. Suarda, I N. Suweden, dan I G.N.O. Suputra,

SOSIALISASI DAN DEMONTRASI UNJUK KERJA 110-115

BEL SEKOLAH OTOMATIS DI SDN 5 KERAMAS

I G.A.P.R. Agung, I N. Setiawan, G. Sukadarmika dan I G.A.K. D. D. Hartawan

DEMO PENINGKATAN NILAI NUTRISI DEDAK PADI DENGAN 116-120 TEKNIK FERMENTASI PADA KELOMPOK TERNAK UNGGAS DI

DESA PENGOTAN KABUPATEN BANGLI

I.G.N.G. Bidura, D.P.M.A., Candrawati, A.A.P.P. Wibawa, I.A.P. Utami dan E.

Puspani

PEMBINAAN DAN PENDAMPINGAN KELOMPOK WANITA TANI 121-127 RUMPUT LAUT DESA KUTUH DALAM PENGEMBANGAN

PRODUKSI NUGGET RUMPUT LAUT

N.L. Ari Yusasrini, Luh Putu T. Darmayanti, dan I.K. Suter

PEMANFAATAN LIMBAH CANGKAN TIRAM UNTUK 128-132

MEMURNIKAN BIOGAS DARI PENGOTOR KARBON DIOKSIDA

T.G.T. Nindhia, I.W. Surata, dan R. Antara

PENDEKATAN ERGONOMI TOTAL DAN KEARIFAN LOKAL 133-138 DALAM PERENCANAAN TEKNIS PENATAAN PURA DALEM

BABADAN DESA ADAT TUMBAK BAYUH MENGWI-BADUNG

I.N. Sutarja, I.G.N. Suditha, I.K. Sudarsana, I.N. Lanus dan A.A.G.A. Yana

PENINGKATAN PRODUKSI BIOGAS KELOMPOK TERNAK 139-145

DESA TIMUHUN KLUNGKUNG

I N.S. Winaya, R.S. Hartati, I W.G. Ariastina, I B. Alit Swamardika

PEMANFAATAN KOTORAN SAPI SEBAGAI BAHAN BIOGAS SKALA 146-149 RUMAH TANGGA ANGGOTA SUBAK BANYUMATI DESA UMA

ANYAR SERIRIT BULELENG

P. Suardana, M. Sumadiyasa, W. G. Suharta, A. A. Ngr. Gunawan, K. N. Suarbawa

Volume 16 Nomor 1, Januari 2017

Buletin Udayana Mengabdi, ISSN: 1412-0925

PELATIHAN PENCEGAHAN DAN PERTOLONGAN JATUH 150-155

PADA LANSIA BAGI KELUARGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

II DENPASAR TIMUR

P.A.S.Utami, M.O.A. Kamayani, L.M. Puspita, N.A.J. Raya

PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI SEBAGAI UPAYA 156-161

PEMASARAN POTENSI AGROWISATA DI DESA CATUR

KECAMATAN KINTAMANI BANGLI

P. A. W. Sagita, I. N. Sudiarta, I. M. K. Negara, N. M. O. Karini

PENGGUNAAN METODE PROBLEM BASE LEARNING (PBL) PADA 162-165

MATA KULIAH STATISTIKA NONPARAMETRIK

N.L.P Suciptawati, dan M. Asih

APLIKASI TEKNOLOGI BUDIDAYA IKAN LELE KOMBINASI 166-170 SISTEM SIRKULASI AIR TERTUTUP DAN TEKNOLOGI BIOFLOK DI

DESA KETEWEL KECAMATAN SUKAWATI KABUPATEN GIANYAR

N.L.G. Sumardani, I.G. Suranjaya, N.N. Soniari, I.M. Radiawan

PENERAPAN METODE SAVI UNTUK PENINGKATAN 171-177 KEBERHASILAN BELAJAR PADA OPERASI HITUNG BILANGAN

BULAT DI KELAS V SD 12 JIMBARAN

Ni Made Asih, Ni Luh Putu Suciptawati, G.K Gandhiadi dan Nyoman Widana

Volume 16 Nomor 1, Januari 2017

BULETIN UDAYANA MENGABDI, VOLUME 16 NO. 1, JANUARI 2017

PENGEMBANGAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) SEBAGAI

PENGENDALI HAMA TIKUS DI DESA BABAHAN

DAN SENGANAN, PENEBEL, TABANAN, BALI

N. M. S. Sukmawati 1, N.W. Siti

2, N.N.Candraasih, K.

3

ABSTRAK

Kegiatan pengabdian masyarakat yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas Tyto alba dalam

mengendalikan hama tikus di Desa Babahan dan Senganan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan telah

dilaksanakan selama 5 bulan (Mei-Oktober 2016). Metode yang diterapkan dalam pengembangan Tyto alba

pada kegiatan ini adalah seperti berikut : 1) Kordinasi dan komunikasi secara partisipasif dengan kelompok

tani (subak) pengelola pertanian organik dan tim umawali, 2) melaksanakan studi banding ke Demak, 3)

konservasi, 4) pemasangan rubuha (rumah burung hantu) di areal persawahan dan 5) pendampingan yaitu

pertemuan secara berkala sehingga program bisa dilaksanakan secara mandiri oleh masyarakat. Dari program

ini telah berhasil dikembangkan 22 ekor Tyto alba yang berasal dari 12 ekor anakan dengan 17 unit rubuha.

Beberapa rubuha juga ada yang dihuni oleh Tyto alba dari luar penangkaran. Berdasarkan laporan dari tim

Umawali, dinyatakan bahwa penggunaan Tito Alba dapat menurunkan populasi tikus sampai 70%. Seekor

burung hantu Tyto alba mampu memakan 3-5 ekor tikus per malam dengan radius terbang sampai 12 km.

Berdasarkan hasil yang dicapai dapat disimpulkan bahwa tyto alba sangat efektif digunakan sebagai

pengendali hama tikus.

Kata kunci : tyto alba, pengendali hama tikus, Babahan dan Senganan.

ABSTRACT

Society service to purpose the effectivity of Tyto alba on rats pest control in Babahan and Senganan village,

Penebel, Tabanan has conducted for 5 months. The methods used were : 1) participatory coordination and

communication with the member of subak and Umawali group, 2) training in Demak, 3) conservation and 4)

put artificial nest (rubuha) in rice field area. From this activity, there are 12 heads of Tyto alba have been

conservated. In 2016, the population increased to be 22 heads with 17 units of artificial nest (rubuha). Some

of rubuha have been reside by wild tyto alba. The Umawali reported that Tyto alba could reduced pest rats

about 70%. The barn owls Tyto alba can consume 3-5 heads of rat per night and can fly in 12 km of circle.

Based on the result of this activity, it concluded that Tyto alba is very effective as a control of rats pest.

Keywords : Tyto alba, rat pest control, Babahan and Senganan.

1 Fakultas Peternakan Universitas Udayana, e-mail : [email protected]

2 Fakultas Peternakan Universitas Udayana,

3 Fakultas Peternakan Universitas Udayana,

92

N. M. S. Sukmawati,, N.W. Siti, N.N.Candraasih, K.

1. PENDAHULUAN

Desa Babahan dan Senganan termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan

yang berada pada ketinggian antara 450 – 750 m dpl dengan luas wilayah 1760,384 ha.

Penggunaan lahan di wilayah ini utamanya untuk lahan persawahan 1266,692 ha (71,96%), diikuti

lahan tegalan/kebun 422,232 ha (23,99 %), pekarangan 51,8 ha (2,94 %), dan lain-lain 19,66 ha

(1,12 %). Hampir 87 % mata pencaharian penduduknya berasal dari sektor pertanian (pertanian

lahan sawah, perkebunan, dan peternakan), diikuti oleh perdagangan dan jasa 11 %, serta kerajinan

2 % (Pemerintahan Desa Babahan, 2010). Dari angka tersebut mengindikasikan bahwa sektor

pertanian merupakan bidang strategis sehingga perlu mendapatkan prioritas.

Di desa Babahan dan Senganan, kelembagaan tradisional petani (subak) masih sangat efektif,

begitu pula ketersediaan lahan pertanian masih sangat luas. Salah satu masalah yang kerap

dipusingkan petani adalah adanya serangan binatang pengerat (tikus). Hampir setiap tahun ada saja

areal padi kena serangan tikus sehingga petani gagal panen. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh

adanya perubahan pola pikir, dimana banyak petani dan cara-cara bertani yang tidak lagi ramah

lingkungan sehingga ekosistem sawah menjadi rusak dan hama tikus berkembang dengan cepat.

Hama tikus mempunyai sifat yang sangat berbeda dibandingkan jenis hama lainnya. Daya adaptasi

yang tinggi menyebabkan hewan ini mudah tersebar, baik di dataran tinggi maupun di dataran

rendah. Tikus membuat lubang sebagai tempat berlindung dan berkembang biak, juga membuat

terowongan atau jalur di sepanjang pematang dan tanggul irigasi. Selain itu, hewan mamalia ini

juga memiliki otak yang berkembang baik. Oleh karena itu dalam pengendalian hama tikus perlu

pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan hama padi dari kelompok serangga (Widodo,

2000).

Tikus menyerang semua stadium tanaman padi, baik vegetatif maupun generatif, sehingga

menyebabkan kerugian ekonomis yang berarti. Pada saat padi dalam fase vegetatif, seekor tikus

mempunyai kemampuan untuk merusak antara 11-176 batang padi per malam. Sedangkan pada

fase generatif (bunting hingga panen) semakin meningkat menjadi 24-246 batang per malam. Pada

tingkat kerusakan yang berat, biasanya hanya tersisa beberapa baris tanaman terutama pada bagian

tepi (Direktorat Bina Perlindungan Tanaman ,1992 dan 2001). Menurut Imanadi (2012), sebagai

binatang pengerat, tikus memenuhi kebutuhan hidupnya mengerat batang padi dengan

perbandingan 5:1, yaitu 5 batang padi dikerat hanya untuk mengasah giginya agar tidak

bertambang panjang dan 1 batang padi dimakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Tikus biasanya menyerang pada malam hari, sementara pada siang hari tikus lebih banyak

bersembunyi di dalam lubang. Beberapa cara yang sudah biasa dilakukan untuk menekan populasi

tikus adalah dengan cara gropyokan, pembongkaran sarang, jebakan, jaring dan setrum, serta

pemasangan umpan (Rodentisida) atau omposan. Pengendalian tikus dengan cara tersebut sifatnya

hanya sementara karena dalam jangka panjang akan terjadi kompensasi populasi dan berdampak

negatif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, agar dampak negatif terhadap lingkungan dapat

dihindari, pengendalian tikus harus dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan (Jalil, 2012). Salah

satu cara yang dapat dilakukan untuk pengendalikan hama tikus adalah menggunakan musuh alami

(biologi).

Burung hantu dari jenis Tito Allba adalah salah satu jenis predator tikus yang sangat potensial

selain predator lainnya seperti ular sawah, elang, kucing dan anjing. Burung dari spesies ini

memiliki kelebihan dibandingkan dengan spesies lain yaitu ukuran tubuh yang relatif lebih besar,

memiliki kemampuan membunuh dan memangsa tikus cukup baik, mudah beradaptasi dengan

lingkungan baru dan cepat berkembang biak. Burung ini dapat bertelur 2–3 kali setahun dengan

jumlah telur sekitar 6-12 butir dalam sekali masa produksi. Burung hantu mempunyai kemampuan

visual yang sangat luar biasa, pendengaran yang tajam, kemampuan terbang yang senyap, dan VOLUME 16 NO. 1, JANUARI 2017 | 93

PENGEMBANGAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) SEBAGAI PENGENDALI HAMA TIKUS DI DESA BABAHAN DAN

SENGANAN, PENEBEL, TABANAN, BALI

mempunyai cakar serta paruh yang kuat dan lebar untuk menelan tikus utuh (Baco, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian Widodo (2000), menunjukkan bahwa kotoran burung hantu Tyto alba

99% adalah jenis tikus, sedangkan 1% lainnya serangga. Tito Alba mampu mengkonsumsi tikus

antara 3-5 ekor per hari dan mampu berburu tikus melebihi jumlah yang dimakannya. Keuntungan mengendalikan tikus dengan burung hantu, yaitu a) mampu menekan populasi tikus

secara efektif, b) tidak berdampak negatif terhadap lingkungan, c) tidak memerlukan biaya dan

tenaga yang besar, d) meningkatkan efisiensi waktu petani dan dapat dimanfaatkan oleh beberapa

petani (Imanadi, 2012). Dengan melihat beberapa keuntungan tersebut, burung hantu dapat

digunakan sebagai salah satu cara untuk mengendalikan hama tikus.

2. METODE PELAKSANAAN

Metode yang diterapkan untuk pengembangan burung hantu di Desa Babahan dan Senganan adalah

seperti berikut: 1) Kordinasi dan komunikasi secara partisipasif dengan kelompok tani (subak)

pengelola pertanian organik dan tim umawali, 2) melaksanakan studi banding ke Demak, 3)

konservasi, 4) pemasangan rubuha (rumah burung hantu) di areal persawahan karena burung hantu

tidak bisa membuat sarang sendiri. Burung ini biasanya bertelur di pohon-pohon yang berlubang

atau di sekitar atap rumah yang berlubang atau mengambil alih sarang yang ditinggalkan burung

lainnya, dan 5) pendampingan yaitu pertemuan secara berkala sehingga program bisa dilaksanakan

secara mandiri oleh masyarakat.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tyto alba merupakan salah satu spesies burung hantu yang tersebar luas hampir di seluruh dunia.

Di Jawa, spesies ini dikenal dengan nama “serak jawa” sedangkan di Bali disebut “kedis cak”.

Burung ini memiliki tubuh besar dengan bulu leher depan berwarna kuning berbintik hitam pada

betina, sedangkan yang jantan warnanya putih berbintik hitam (Gambar 1).

Gambar 1.Tito alba jantan (hitam) dan betina(kuning)

Tyto alba aktif berburu pada malam hari, yaitu: sesaat setelah senja dan sekitar 2 jam menjelang

fajar. Namun, jika sedang membesarkan anak, akan aktif berburu sepanjang malam. Menurut Hadi

(2008), waktu yang dihabiskan Tyto alba untuk berburu sekitar 7 jam dan mereka lebih banyak

menghabiskan waktu untuk istirahat, dengan puncak waktu istirahat pada siang hari. Kebutuhan

konsumsi burung hantu sekitar 1/3 dari berat tubuhnya. Namun saat memelihara anak, konsumsinya

akan berkurang karena harus berbagi dengan anaknya. Seekor burung hantu mampu memangsa

tikus 3–5 ekor per hari, dengan jangkauan terbang hingga 12 km (Agustini, 2013). Pada

94 | JURNAL UDAYANA MENGABDI

N. M. S. Sukmawati,, N.W. Siti, N.N.Candraasih, K.

saat kondisi mangsa melimpah, burung hantu dapat menyimpan kelebihan makanannya di suatu

tempat, seperti sarang, lubang pohon, atau cabang batang.

Dalam berburu mangsa, T.alba sangat bergantung pada cara terbangnya yang tanpa suara dan

didukung oleh pengelihatan serta pendengarannya yang sangat tajam. Suara yang timbul akibat

pergerakan sayap, diredam oleh semacam lapisan yang tampak seperti beludru pada permukaan

bulu sayapnya. Selain itu, tepi sayap T. alba memiliki jumbai- jumbai yang sangat halus yang juga

berfungsi untuk meredam bunyi kepakan sayap. Cara terbang yang tanpa suara ini menyebabkan

mangsa tidak mampu mendengar pergerakan T. alba dan juga membantu pendengaran T. alba

sendiri. Menurut Agustini (2013), Tyto alba mampu mendengar suara tikus dari jarak 500 m.

Bola mata T. alba menghadap ke depan dan memiliki kedudukan tetap pada tempatnya sehingga

memiliki kelemahan dalam mendeteksi lingkungan di sekitarnya. Untuk itu, T. alba memiliki leher

yang sangat fleksibel sehingga kepalanya dapat diputar 270 derajat dalam empat arah, ke arah kiri,

kanan, atas dan bawah (Gambar. 3). Mata T. alba memiliki adaptasi yang baik untuk melihat pada

intensitas cahaya yang sangat rendah karena memiliki ukuran pupil yang sangat besar dan retina

yang tersusun dari sel-sel yang sangat sensitif. Kemampuan melihat dalam gelap ini dikatakan

sekitar 3-4 kali kemampuan manusia (Simatupang, 2015). Kakinya yang panjang dan besar serta

dilengkapi dengan empat jari dan kuku yang kokoh membuat Tito alba memiliki kemampuan yang

baik dalam mencengkeram mangsa sehingga tidak berdaya (bahkan mati) pada saat ditangkap

(Gambar 2). Selain kaki yang kuat, Tyto alba juga memiliki paruh yang kokoh, yang berfungsi

untuk membunuh mangsa, membawa mangsa pada saat terbang, dan merobek-robek tubuh mangsa

sebelum ditelan atau disuapkan kepada anaknya. Paruh tertutupi bulu, sehingga terkadang terlihat

kecil. Pada saat dibuka untuk menelan mangsa, paruh akan terlihat sangat besar, cukup untuk

menelan seekor mamalia kecil secara langsung (Gambar. 2).

Gambar 2. Mulut,kaki dan cakar Tyto alba Sumber : http://orientalbirdimages.org

http://serakjawa.blog spot.com Gambar 3. Pemutaran leher Tyto alba Sumber : https://youpic.com,tyto+alba&client

Pengembangan Tyto alba dipusatkan di Subak Ganggangan (sebagai pelopor) dengan luas 28

hektar, yang berlokasi di Desa Senganan. Kegitan ini dikelola oleh tim Umawali, sebuah organisasi

yang bergerak dalam bidang pertanian organik. Sebagai langkah awal dari program ini, tim

Umawali mengirim 2 orang anggotanya untuk studi banding ke Demak, Jawa Tengah. Hasil dari

studi banding tersebut telah berhasil di tangkar 12 ekor anakan yang diperoleh dari sejumlah

tempat, seperti di desa Kediri dan Pandak Gede, Tabanan. Pada tahap awal, 12 ekor anakan burung

hantu dibesarkan dalam kandang khusus yang dibangun di subak Ganggangan. Setelah usianya

cukup dan bisa terbang, burung hantu dilepas kembali ke alam bebas. Pada tahun 2016 sudah

berhasil dilepaskan 20 ekor tyto alba dan satu pasang masih dikarantina.

Tyto alba juga dikembangkan di subak-subak yang ada di sekitarnya dengan cara memasang

rubuha di areal persawahan (Gambar 4). Berdasarkan pengalaman warga desa Telogo Weru,

VOLUME 16 NO. 1, JANUARI 2017 | 95

PENGEMBANGAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) SEBAGAI PENGENDALI HAMA TIKUS DI DESA BABAHAN DAN

SENGANAN, PENEBEL, TABANAN, BALI

burung hantu akan kembali bertelur di daerah asalnya. Begitu seterusnya sehingga kelak populasi

burung hantu terus bertambah di wilayah subak Ganggangan dan disekitarnya. Burung hantu ini

akan menjadi penyeimbang “predator” populasi tikus secara alami. Beberapa subak yang sudah

memasang rumah burung hantu (rubuha) ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Nama-nama subak yang sudah memasang rubuha No. Nama Subak Jumlah Rubuha 1 Subak Ganggangan 7 buah 2 Subak Pacung 2 buah

3 Subak Pumahan 1 buah

4 Subak Blangkunang 5 buah

5 Subak Gunung 2 buah

Total 17 buah

Untuk menghindari ancaman burung hantu dari perburuan, telah disepakati untuk tidak

melaksanakan perburuan di wilayah setempat. Apabila ada yang melanggar akan dikenakan denda

10 juta rupiah dan menghaturkan upakara guru piduka.

Burung hantu mempunyai kebiasaan hidup secara teratur, yang dapat dilihat dari pembagian

sarangnya. Sarang burung hantu terbagi menjadi 2 bagian, yaitu tempat tidur dan tempat santai

(Gambar 4). Burung hantu menggunakan tempat-tempat tersebut sesuai dengan fungsinya masing-

masing secara disiplin. Tempat tidur hanya digunakan untuk beristirahat, bertelur, mengerami telur,

dan untuk mengasuh anak-anaknya. Sedangkan tempat santai digunakan untuk bercengkrama dan

menyantap hasil buruannya. Di tempat santai tersebut, sering ditemukan bulu-bulu tikus dan

muntahan balik sisa makanan yang tidak tercerna (Simatupang 2015).

Gambar 4. Rumah burung hantu (rubuha)

Penempatan rubuha harus tepat, karena akan memudahkan burung hantu dalam mengamati

mangsa, mencapai sarang, dan terbebas dari berbagai gangguan. Rubuha di areal persawahan dapat

ditempatkan pada pohon yang tinggi dan sedikit terlindung oleh tajuk pohon agar temperatur di

dalam rubuha tidak terlalu tinggi. Pemasangan Rubuha di tempat yang terlalu rimbun juga tidak

baik karena akan menghalangi pandangan burung hantu pada saat mengincar mangsanya

(Simatupang, 2015).

Pintu Rubuha di pasang menghadap ke pepohonan di sekitarnya dan agak jauh dari pepohonan

tersebut. Pada saat keluar dari sarang, burung hantu tidak langsung terbang, namun hinggap dulu di

atas pohon atau dahan di depan Rubuha. Kebiasaan ini sering dilakukan oleh burung hantu untuk

mengamati mangsa dan menentukan arah terbang. Bila di sekitar areal persawahan tidak terdapat

pohon yang besar, rubuha dapat ditempatkan di sekitar perumahan yang situasinya tidak terlalu

96 | JURNAL UDAYANA MENGABDI

N. M. S. Sukmawati,, N.W. Siti, N.N.Candraasih, K.

ramai dan tidak di tepi jalan raya. Suasana yang terlalu ramai akan mengusik burung hantu

sehingga mereka akan meninggalkan sarangnya.

Penempatan Rubuha yang ideal untuk daerah persawahan adalah satu unit rubuha untuk 10 hektar

lahan (Simatupang, 2015). Rubuha yang sudah terpasang di Desa Babahan dan Senganan adalah

sebanyak 17 unit dan ini masih sangat sedikit dibanding luas wilayah sawah yang ada (1266,692

ha). Berdasarkan data tersebut, maka jumlah rubuha yang terpenuhi baru mencapai 13%. Akan

tetapi, apabila dilihat dari populasi tyto alba yang sudah dilepas (20 ekor), jumlah ini sudah sudah

cukup untuk sementara waktu. Untuk kedepan nanti akan terus dikembangkan sehingga seluruh

subak yang ada di desa Babahan dan Senganan terbebas dari hama tikus. Untuk subak Ganggangan

dan subak-subak di sekitarnya sampai akhir tahun 2016, tidak ada lagi serangan hama tikus.

Menurut laporan dari tim Umawali, burung hantu tyto alba di wilayah ini sudah mampu

menanggulangi hama tikus sekitar 70%. Burung hantu ini diharapkan akan menyebar luas ke

wilayah sekitarnya sehingga tidak ada lagi serangan hama tikus di masa mendatang.

4. SIMPULAN

Pengendalian hama tikus menggunakan burung hantu Tyto Alba sangat efektif dan efisien, serta

tidak mencemari lingkungan karena 99 % hewan yang dimangsa adalah tikus. Seekor burung hantu

Tyto alba mampu memangsa 3–5 ekor tikus per malam dengan radius terbang 12 km. Dengan

jumlah populasi sebanyak 12 ekor pada areal subak seluas 28 Ha sudah mampu mengurangi hama

tikus di Subak Ganggangan hingga 70%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Dirjen

DIKTI melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian masyarakat Unud, dan Pemda Kabupaten Tabanan atas

dana yang diberikan sehingga pengabdian masyarakat berjalan dengan baik. Terima kasih juga penulis

sampaikan kepada Bapak Wayan Putra Sedana dan Bapak I Made Garet atas semua bantuan dan

dukungannya selama di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Anggara, A.W. dan Sudarmaji. 2008. Pengendalian Hama Tikus Terpadu (PHTT). Balai Besar Penelitian

Tanaman Padi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Agustini, S. 2013. Burung hantu pengendali tikus secara hayati. Buletin Inovasi teknologi Pertanian. Ed. Ke-

1. Vol.1: hal. 40-50.

Baco D. 2011. Pengendalian Tikus Pada Tanaman Padi Melalui Pendekatan Ekologi. Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Pemerintahan Desa Babahan. 2010. Profil Pembangunan Desa Babahan tahun 2010.

Pemerintahan Desa Senganan. Data Potensi Desa dan Kelurahan Desa Senganan tahun 2010

Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. 1992. Pedoman Pengenalan dan Pengendalian Hama Tikus.

Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan. Jakarta. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. 2001. Hama Tikus dan Pengendaliannya. Direktorat Perlindungan

Tanaman. Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Erik. 2008. Pengendalian Hama Tikus Dengan Burung Hantu.

http://spksinstiper.wordpress.com/2008/04/06/pengendalian-hama-tikus-dengan-burung-hantu/

Hadi, M. 2008. Pola aktivitas harian pasangan burung serak jawa (tyto alba) di sarang kampus psikologi

Universitas Diponegoro Tembalang Semarang. BIOMA. 2(6): 23-29.

Melhanah, Warismun dan Giyanto. 2011. Analisis Serangan Tikus PadaTanaman Padi Selama Musim

Kemarau dan Musim Hujan diKalimantan Tengah. Jurnal Ilmiah Agripeat. 12 (1)

VOLUME 16 NO. 1, JANUARI 2017 | 97

PENGEMBANGAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) SEBAGAI PENGENDALI HAMA TIKUS DI DESA BABAHAN DAN

SENGANAN, PENEBEL, TABANAN, BALI

Imanadi, L. (2012). Burung Hantu (Tyto alba) Pengendali Tikus yang Ramah

Lingkungan.http://www.karantinapertaniansby.com/index_berita.php?hal=detil_artikel&id=5 [29

Juli 2016] Simatupang, B. 2015. Pemanfaatan Burung hantu (tyto alba) sebagai predator tikus. BPP Jambi

Sujatmiko. 2010. Tempo Interaktif. http://www.tempointeraktif.com

Widodo, S.B. 2000. Burung Hantu, Pengendali Tikus Alami. Kanisius. Yogyakarta.

98 | JURNAL UDAYANA MENGABDI