uin syarif hidayatullah jakartarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/rahma...

97
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI AKTIF ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETIL ASETAT LUMUT HATI Makinoa crispata (Steph.) Miyak. SKRIPSI RAHMA ATIKAH OKDIZA PUTRI NIM : 1113102000021 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA OKTOBER / 2017

Upload: truongkhuong

Post on 24-Aug-2019

252 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ISOLASI METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI AKTIF

ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETIL ASETAT LUMUT HATI

Makinoa crispata (Steph.) Miyak.

SKRIPSI

RAHMA ATIKAH OKDIZA PUTRI

NIM : 1113102000021

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

OKTOBER / 2017

Page 2: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ISOLASI METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI AKTIF

ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETIL ASETAT LUMUT HATI

Makinoa crispata (Steph.) Miyak.

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Farmasi

RAHMA ATIKAH OKDIZA PUTRI

NIM : 1113102000021

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

OKTOBER / 2017

Page 3: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,
Page 4: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,
Page 5: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,
Page 6: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Nama : Rahma Atikah Okdiza Putri

Program Studi : Farmasi

Judul : Isolasi Metabolit Sekunder dari Fraksi Aktif Antioksidan

Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Makinoa crispata (Steph.)

Miyak.

Lumut merupakan salah satu kelompok tumbuhan tingkat rendah yang belum

banyak mendapat perhatian. Makinoa crispata (Steph) Miyak. merupakan salah

satu spesies lumut hati dari famili makinoaceae. M. crispata dilaporkan memiliki

aktivitas sitotoksik melawan sel P-338 secara in vitro. Selain itu, dilaporkan

bahwa M. crispata mengandung beberapa senyawa golongan terpenoid, di mana

diketahui bahwa senyawa golongan terpenoid sangat efektif sebagai antioksidan

secara in vitro. Penelitian ini dilakukan untuk mengisolasi metabolit sekunder dari

fraksi aktif antioksidan ekstrak etil asetat lumut hati Makinoa crispata (Steph.)

Miyak. Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode DPPH

(2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl) terhadap ekstrak metanol, ekstrak etil asetat dan

ekstrak n-heksana. Pengujian secara kualitatif menunjukkan bahwa ketiga ekstrak

aktif sebagai antioksidan. Hasil dari pengujian secara kuantitatif menunjukkan

bahwa ekstrak metanol memberikan aktivitas yang kuat dengan nilai IC50 94,14

µg/ml dan nilai AAI 1,04; esktrak etil asetat memberikan aktivitas sedang dengan

nilai IC50

100,84 µg/ml dan nilai AAI 0,97; sedangkan ekstrak n-heksana

memberikan aktivitas yang rendah dengan nilai IC50 373,72 µg/ml dan nilai AAI

0,26. Isolasi dilakukan terhadap ekstrak etil asetat dengan metode pemisahan

kromatografi kolom dan KLT preparative menghasilkan senyawa MCEAB

sebanyak 3 mg dengan Rf 0,575. Analisis strukstur senyawa dilakukan dengan

menggunakan 1H-NMR yang mengindikasikan senyawa MCEAB memiliki gugus

aromatik yang kemudian senyawa diduga merupakan golongan bibenzil yang

biasanya banyak ditemukan pada M.crispata.

Kata Kunci : Lumut Hati, Makinoa crispata (Steph.) Miyak., Isolasi, Antioksidan,

DPPH, 1H-NMR, Bibenzil

Page 7: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Name : Rahma Atikah Okdiza Putri

Program Study : Pharmacy

Title : Isolation of Secondary Metabolites Compound from

Antioxidant Active Fraction of Ethyl Acetate Extract of

Liverwort Makinoa crispata (Steph.) Miyak.

Bryophyte is one of the lower plant that have not received much attention.

Makinoa crispata (Steph) Miyak. (Makinoaceae) has been report to have

cytotoxic activity against P-338 cells in vitro. In addition, it was reported that M.

crispata contains several terpenoid group compounds, which is very effective as

in vitro antioxidants. This research was conducted to isolate secondary

metabolites from the antioxidant active extract of liverwort Makinoa crispata

(Steph.) Miyak. Antioxidant activity assay was performed by using DPPH method

(2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl) against methanol extract, ethyl acetate extract

and n-hexane extract. Assays qualitatively shows that all three extracts are active

as antioxidants. The results of the quantitative assays showed that the methanol

extract gave a strong activity with IC50 value 94.14 μg / ml and AAI value 1.04;

the ethyl acetate extract provides moderate activity with IC50 values of 100.84 μg /

ml and an AAI value of 0.97; whereas the n-hexane extract provided a low

activity with IC50 values of 373.72 μg / ml and an AAI value of 0.26. Isolation

was performed on ethyl acetate extract by column chromatography separation

method and preparative TLC to give MCEAB compound (3 mg) with Rf 0,575.

Structural compound elucidation was performed by using 1H-NMR spectroscopic

data which indicated that this compound has typical aromatic compound similar to

that of bibenzyls compound. Bibenzyl compounds have been known found as

major compound found in M.crispata.

Keywords: Liverwort, Makinoa crispata (Steph.) Miyak., Isolation, Antioxidant,

DPPH, 1H-NMR, Bibenzyl.

Page 8: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmaanirrahiim

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi

dengan judul “Isolasi Metabolit Sekunder dari Fraksi Aktif Antioksidan

Ekstrak Etil Asetat Makinoa crispata (Steph.) Miyak.”. Penulisan skripsi ini

dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada

Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa tanpa pertolongan Allah serta bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak, sejak masa perkuliahan sampai pada penyusunan

skripsi ini sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi inidengan

baik. Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Arief Sumantri, M.Kes., selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Nurmeilis, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Ismiarni Komala, Ph.D., Apt. dan Ibu Ofa Suzanti Betha M.Si., Apt.

selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk

membimbing, mengarahkan, memberikan ilmu dan saran, sejak proposal

skripsi, pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

4. Ibu Eka Putri M. Si., Apt. Selaku pembimbing akademik yang telah

membimbing penulis selama 4 tahun duduk di bangku perkuliahan.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan serta rekan-rekan mahasiswa di

Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Kedua orang tua penulis, Bapak Yofnedi Abrar, S.H., M.M dan Ibu Dra.

Hurnaiza tersayang, yang telah membesarkan, mendidik, dan memberikan

dukungan penuh baik secara moril maupun materil pada penulis sepanjang

Page 9: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

hidup demi keberhasilan penulis, serta adik Muhammad Rizki Maulidiza

Putra yang juga memberikan dukungan dan kasih sayangnya pada penulis.

7. Kakak-kakak laboran, Ka Walid, Ka Tiwi, Ka Eris, Kak Yaenap, Mba Rani

dan Ka Rahmadi yang telah memberi bantuan selama penelitian.

8. Sahabat-sahabat terbaik dalam kehidupan perkuliahan penulis, Lulu Arivista

Raharjo, Citra Lilis Anjarwati, Muzi Latunil Isma, Badriyatun Ni’mah dan

Najmah Mumtazah yang tidak pernah lupa untuk mengingatkan dan memberi

dukungan serta semangat kepada penulis.

9. Teman-teman seper-lumut-an, Aisyah, Hasan Asy’ari, Puspa Novadianti,

Nurillah Dwi Novarienti dan Zakiyatul Munawaroh yang selalu saling

dukung dan saling membantu sejak awal hingga akhir penelitian.

10. Sahabat-sahabat yang setia menjadi pendengar dan penyemangat bagi penulis,

Salma Hikmatul Jiddiyyah, Shabrina Amalia Dianaty, dan Hanifan Pratama.

11. Kawan seperjuangan, Keluarga Farmasi 2013 yang telah menjadi bagian

penting dari kehidupan perkuliahan penulis.

12. Keluarga besar HMI KOMFAKDIK, TIM SOLID BEM FKIK 2014, DEMA

FKIK 2015, dan SEMA FKIK 2016 yang telah menjadi partner terbaik dan

memberikan pengalaman berharga bagi penulis dalam kehidupan

berorganisasi selama menjalani kehidupan perkuliahan.

13. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang turut

membantu menyelesaikan skripsi.

Terima kasih atas bantuan dan dukungan semua pihak terhadap penulis.

Semoga amal dan kebaikan dibalas Allah SWT dengan pahala yang berlimpah

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan.

Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan guna tercapainya kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga

hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan akademis, khususnya bagi

mahasiswa farmasi, masyarakat pada umumnya dan bagi dunia ilmu pengetahuan.

Ciputat, 25 September 2017

Penulis

Page 10: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK

KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Rahma Atikah Okdiza Putri

NIM : 1113102000021

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi karya ilmiah

saya dengan judul:

ISOLASI METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI AKTIF

ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETIL ASETAT LUMUT HATI Makinoa

Crispata (STEPH.) MIYAK.

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu

Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademis sebatas sesuai dengan

Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat

dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada Tangggal : Oktober 2017

Yang Menyatakan

Rahma Atikah Okdiza Putri

Page 11: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................. v

ABSTRAK ............................................................................................................. vi

ABSTRACT .......................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR .............................. x

DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah............................................................................................ 3

1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 3

1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4

2.1. Makinoa crispata (Steph.) Miyak. ................................................................... 4

2.1.1. Klasifikasi ............................................................................................. 4

2.1.2. Deskripsi ............................................................................................... 5

2.1.3. Kandungan ............................................................................................ 5

2.1.4. Aktivitas ................................................................................................ 5

2.2. Radikal Bebas .................................................................................................. 6

2.3. Antioksidan ...................................................................................................... 7

2.4. Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH ........................................... 8

2.5. Ekstrak dan Ekstraksi .................................................................................... 10

2.5.1. Metode Ekstraksi ................................................................................. 11

2.6. Isolasi Senyawa ............................................................................................. 12

2.6.1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ........................................................ 13

2.6.2. Kromatografi Kolom ........................................................................... 15

2.6.3. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLT-P) .................................... 17

2.7. Instrumentasi ................................................................................................. 18

2.7.1. Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel (UV-Vis) .................................. 18

2.7.2. 1H-NMR

(Proton Nuclear Magnetic Resonance) ................................ 20

2.8. Pelarut ............................................................................................................ 20

2.8.1. n-Heksana ............................................................................................ 21

2.8.2. Etil Asetat ............................................................................................ 21

Page 12: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.8.3. Metanol ............................................................................................... 21

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN................................................................ 23

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian........................................................................ 23

3.2. Alat dan Bahan .............................................................................................. 23

3.2.1. Alat ...................................................................................................... 23

3.2.2. Bahan Uji ............................................................................................ 23

3.2.3. Bahan Kimia........................................................................................ 23

3.2.4. Instrumen ............................................................................................ 24

3.3. Prosedur Kerja ............................................................................................... 24

3.3.1. Penyiapan Bahan ................................................................................. 24

3.3.2. Pembuatan Ekstrak .............................................................................. 24

3.3.3. Skrining Aktivitas Antioksidan dengan DPPH ................................... 25

3.3.4. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Makinoa crispata (Steph.) Miyak. 25

3.3.5. Isolasi Senyawa ................................................................................... 28

3.3.6. Uji Kemurnian dan Penentuan Struktur Senyawa Hasil Isolasi .......... 30

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 31

4.1. Penyiapan Bahan ........................................................................................... 31

4.2. Hasil Ekstraksi ............................................................................................... 31

4.3. Hasil Skrining Aktivitas Antioksidan dengan DPPH .................................... 32

4.4. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Makinoa crispata (Steph.) Miyak. 34

4.5. Hasil Isolasi Senyawa Murni ......................................................................... 37

4.5.1. Kromatografi Kolom ........................................................................... 37

4.5.2. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLT-P) .................................... 40

4.6. Hasil Uji Kemurnian dan Penentuan Struktur Senyawa Hasil Isolasi ........... 42

4.6.1. Kromatografi Lapis Tipis Dua Dimensi .............................................. 42

4.6.2. 1H-NMR (Proton Nuclear Magnetic Resonance) ................................ 43

BAB 5 PENUTUP ................................................................................................ 45

5.1. Kesimpulan .................................................................................................... 45

5.2. Saran .............................................................................................................. 45

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 46

Page 13: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR GAMBAR

Gambar ‎2.1 Makinoa crispata (Steph.) Miyak ....................................................... 4

Gambar ‎2.2 Reduksi DPPH Menjadi DPPH-H sebagai Mekanisme Penghambatan

Radikal Bebas pada DPPH ................................................................ 8

Gambar ‎4.1 Hasil KLT dan Skrining Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-Heksana

dan Etil Asetat .................................................................................. 33

Gambar ‎4.2 Hasil KLT dan Skrining Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol .... 34

Gambar ‎4.3 Hasil Kromatografi Lapis Tipis Preparatif ........................................ 41

Gambar ‎4.4 Hasil KLT dan Uji Kualitatif Senyawa MCEAB .............................. 41

Gambar ‎4.5 Hasil Pengujian KLT Dua Dimensi .................................................. 42

Gambar ‎4.6 Spektrum Hasil Analisis MCEAB Menggunakan 1H-NMR ............. 43

Page 14: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

Tabel ‎2.1 Penggolongan Sifat Antioksidan Berdasarkan Nilai IC50 dan AAI ........ 9

Tabel ‎4.1 Rendemen Ekstrak. ............................................................................... 32

Tabel ‎4.2 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan ............................................................ 36

Tabel ‎4.3 Hasil Analisis MCEAB Menggunakan 1H-NMR ................................. 44

Page 15: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Determinasi Sampel .............................................................. 511

Lampiran 2. Perhitungan Rendemen Ekstrak........................................................ 52

Lampiran 3. Panjang Gelombang Maksimum DPPH ........................................... 53

Lampiran 4. Tabel Absorbansi dan Kurva Persamaan Regresi Linier Uji

Kuantitatif Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-Heksana Makinoa

crispata ............................................................................................ 54

Lampiran 5. Tabel Absorbansi dan Kurva Persamaan Regresi Linier Uji

Kuantitatif Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etil Asetat Makinoa

crispata ............................................................................................ 55

Lampiran 6. Tabel Absorbansi dan Kurva Persamaan Regresi Linier Uji

Kuantitatif Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Makinoa crispata

......................................................................................................... 56

Lampiran 7. Tabel Absorbansi dan Kurva Persamaan Regresi Linier Uji

Kuantitatif Aktivitas AntioksidanLarutan Pembanding (Vitamin C)

......................................................................................................... 57

Lampiran 8. Perhitungan Konsentrasi Hambat (IC50) dan Indeks Aktivitas

Antioksidan (AAI) ........................................................................... 58

Lampiran 9. KLT Hasil Kromatografi Kolom Ekstrak Etil Asetat Makinoa

crispata (Kromatografi Kolom I) .................................................... 59

Lampiran 10. Bagan Kromatografi Kolom Ekstrak Kental Etil Asetat

(Kromatografi Kolom I) ................................................................... 65

Lampiran 11. KLT Hasil Kromatografi Kolom Fraksi F1.F (Kromatografi Kolom

II) ..................................................................................................... 66

Lampiran 12. Bagan Kromatografi Kolom Fraksi F1.F (Kromatografi Kolom II)

......................................................................................................... 69

Lampiran 13. KLT Hasil Kromatografi Kolom Fraksi F2.B (Kromatografi Kolom

III) .................................................................................................... 70

Lampiran 14. Bagan Kromatografi Kolom Fraksi F2.B (Kromatografi Kolom III)

......................................................................................................... 73

Page 16: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 15. KLT Hasil Kromatografi Kolom Fraksi F3.C (Kromatografi Kolom

IV) .................................................................................................... 74

Lampiran 16. Bagan Kromatografi Kolom Fraksi F3.C (Kromatografi Kolom IV)

......................................................................................................... 76

Lampiran 17. Spektrum 1H-NMR Senyawa MCEAB .......................................... 77

Page 17: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara dengan sumber daya hayati terbesar yang

tersebar dari Sabang hingga Merauke. Keanekaragaman hayati diterjemahkan

sebagai semua makhluk hidup di bumi, termasuk semua jenis tumbuhan, binatang

dan mikroba yang merupakan komponen penting dalam keberlangsungan bumi

dan isinya, termasuk eksistensi manusia. Berbagai jasa dan layanan

keanekaragaman hayati sudah dimanfaatkan mulai dari sumber pangan, obat-

obatan, energi dan sandang, jasa penyedia air dan udara bersih, perlindungan dari

bencana alam, hingga regulasi iklim (Murniningtyas, et al., 2016). Pemanfaatan

keanekaragaman hayati sebagai obat-obatan ini dikarenakan potensinya sangat

besar untuk dikembangkan sebagai obat ataupun sebagai penyedia bahan baku

obat.

Pemanfaatan keanekaragaman hayati, khususnya adalah tumbuhan, sebagai

obat-obatan sangat dipengaruhi oleh aktivitas farmakologi yang diberikan oleh

senyawa-senyawa yang terkandung di dalamnya. Aktivitas farmakologi yang

diberikan oleh tumbuhan obat dihasilkan oleh senyawa-senyawa yang terkandung

pada tumbuhan tersebut yang merupakan senyawa bioaktif yang disebut metabolit

sekunder (Bruneton, 1999; Heinrich, et al., 2004). Metabolit sekunder pada

tumbuhan memiliki peranan penting dalam tumbuhan sebagai perlindungan dari

pemangsa, mikroba patogen ataupun herbivora, serta beberapa di antaranya juga

terlibat dalam pertahanan terhadap stres abiotik, seperti paparan UV-B (Schafer,

et al., 2009).

Lumut merupakan salah satu kelompok tumbuhan rendah dan bagian dari

keanekaragaman hayati yang belum banyak mendapat perhatian (Windadri, 2007).

Indonesia sebagai negara tropis memiliki penyebaran lumut yang sangat besar,

namun informasi tersebut masih belum tereksploitasi secara penuh sehingga

pengetahuan mengenai lumut di Indonesia masih kurang, termasuk potensi pada

komponen bioaktif yang terkandung pada lumut (Fadhilla, 2010).

Page 18: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Makinoa crispata (Steph) Miyak. merupakan salah satu spesies lumut dari

famili makinoaceae. Spesies ini biasanya hidup pada permukaan dinding batu

yang basah di sepanjang tebing dan batu yang lembab di hutan yang masih

terlindungi. Spesies ini dapat ditemukan tumbuh sendiri atau berasosiasi dengan

spesies lain (Bakalin, 2013). Penelitian sebelumnya telah berhasil mengisolasi dan

mengidentifikasi senyawa M. crispata. Beberapa senyawa diantaranya dactylol

dan bicyclogermacrene sebagai komponen utamanya. Spesies ini juga

mengandung sejumlah besar jenis sacculatane yaitu diterpene dialdehyde –

perrotenial A, dimana senyawa ini merupakan karakteristik dari chemotype

pertama. Pada spesies ini juga ditemukan β-barbatene dalam jumlah yang

signifikan (Ludwiczuk, et al., 2008).

Pada fraksi volatil dari spesies ini, telah diidentifikasi beberapa senyawa

minor diantaranya α-himachalene, α-cubebene, α-copaene, α-longipenene, β-

bazzanene, isobazzanene, cis-calamenene, dan cinnamolide (Ludwiczuk, et al.,

2008). Senyawa lain yang telah berhasil diisolasi dari spesies ini diantaranya 7α-

chloro-6β-hydroxyconfertifoline; 6β,7α-dihydroxyconfertifoline dan 6β,7β-

epoxyconfertifoline (Hashimoto, 1989). Selain itu senyawa Makinin yang

merupakan diterpenoid baru telah diisolasi dari spesies ini (Wu, 1997). M.

crispata telah diketahui memiliki aktivitas sitotoksik melawan sel P-338 secara in

vitro (Asakawa, 2008). Aktivitas lain dari spesies ini belum ditemukan dari

literatur lain, termasuk ativitas antioksidan.

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat mencegah oksidasi dari

molekul lain dengan cara menghalangi inisiasi atau propagasi dari reaksi oksidasi

berantai. Di dalam industri makanan, antioksidan digunakan sejak lama sebagai

bahan aditif untuk melindungi produk makanan dari reaksi oksidasi yang

berhubungan dengan penurunan kualitas makanan seperti berbau tengik (Lee, et

al., 2004).

Telah dilaporkan bahwa antioksidan alami terdapat dalam banyak tumbuhan

yang berfungsi dalam mengurangi kerusakan sel dan membantu mencegah

mutagenesis, karsinogenesis dan penuaan akibat aktivitas radikal bebas (Lee, et

al., 2004). Antioksidan alami telah diisolasi dari berbagai macam buah-buahan,

sayur-sayuran dan tumbuhan obat (Boveris, et al., 2001). Diketahui bahwa

Page 19: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

senyawa golongan terpenoid, seperti monoterpen dan diterpen sangat efektif

sebagai antioksidan secara invitro (Grassmann, 2005), dan seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya bahwa M. crispata mengandung senyawa golongan

terpenoid sehingga dapat diduga bahwa ekstrak etil asetat dari M. crispata dapat

memberikan aktivitas antioksidan yang kemudian dapat diisolasi senyawa yang

bertanggung jawab terhadap aktivitas tersebut.

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengisolasi metabolit sekunder dari fraksi

aktif antioksidan ekstrak etil asetat lumut hati M. crispata yang memiliki nilai

rendemen serta aktivitas antioksidan yang baik melalui pengujian secara bioassay.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, permasalahan yang timbul adalah apakah

kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak etil asetat lumut hati

Makinoa crispata (Steph) Miyak. yang bertanggung jawab terhadap aktivitas

antioksidan yang ditimbulkannya.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan dilakukannya penelitian ini untuk:

a. Mengisolasi metabolit sekunder dari fraksi aktif antioksidan yang terdapat

pada ekstrak etil asetat lumut hati Makinoa crispata (Steph) Miyak.

b. Menentukan struktur kimia dari senyawa murni hasil isolasi metabolit

sekunder fraksi aktif antioksidan yang terdapat pada ekstrak etil asetat

lumut hati Makinoa crispata (Steph) Miyak.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai metabolit

sekunder pada fraksi aktif antioksidan yang terdapat pada ekstrak etil asetat lumut

hati Makinoa crispata (Steph) Miyak. sehingga dapat digunakan untuk

pengembangan obat baru, baik secara tradisional ataupun modern. Hasil yang

didapatkan dari penelitian diharapkan dapat berkontribusi dalam perkembangan

ilmu pengetahuan dengan memperkaya informasi dalam bidang kimia bahan alam

dan kesehatan.

Page 20: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Makinoa crispata (Steph.) Miyak.

2.1.1. Klasifikasi

Tanaman Makinoa crispata berdasarkan GBIF (Global Biodiversity

Information Facility) Backbone Taxonomy, mempunyai klasifikasi sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Marchantiophyta

Kelas : Jungermanniopsida

Ordo : Fossombroaniles

Famili : Makinoaceae

Genus : Makinoa

Spesies : Makinoa crispata

Gambar 2.1 Makinoa crispata (Steph.) Miyak.

(Sumber : Dokumen Pribadi, Desember 2017)

Page 21: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.2. Deskripsi

Makinoa crispata (Steph) Miyak. merupakan spesies lumut yang berasal

dari family Makinoaceae. Spesies ini biasanya hidup pada permukaan dinding

batu yang basah, di sepanjang tebing dan batu yang lembab di hutan yang masih

terlindungi. Spesies ini dapat ditemukan tumbuh sendiri atau berasosiasi dengan

spesies lain seperti Conocephalum salebrosum, Heteroscyphus coalitus, Jubula

hutchinsiae, Megaceros flagellaris dan Riccardia chamaedryfolia (Bakalin,

2013).

2.1.3. Kandungan

Setidaknya terdapat tiga chemotypes dari M. crispata yang ada. Makinoa

crispata (Steph) Miyak. yang diinvestigasi di Jepang merupakan chemotype kedua

karena tipe ini menghasilkan dactylol dan bicyclogermacrene sebagai komponen

utamanya. Spesies ini juga mengandung sejumlah besar jenis sacculatane yaitu

diterpene dialdehyde – perrotenial A, di mana senyawa ini merupakan

karakteristik dari chemotype pertama. Pada spesies ini juga ditemukan β-

barbatene dalam jumlah yang signifikan (Ludwiczuk, et al., 2008).

Pada fraksi volatil dari spesies ini, telah diidentifikasi beberapa senyawa

minor diantaranya α-himachalene, α-cubebene, α-copaene, α-longipenene, β-

bazzanene, isobazzanene, cis-calamenene, dan cinnamolide (Ludwiczuk, et al.,

2008). Senyawa lain yang telah berhasil diisolasi dari spesies ini diantaranya 7α-

chloro-6β-hydroxyconfertifoline; 6β,7α-dihydroxyconfertifoline dan 6β,7β-

epoxyconfertifoline (Hashimto, 1989). Selain itu senyawa Makinin yang

merupakan diterpenoid baru telah diisolasi dari spesies ini (Wu, 1997).

2.1.4. Aktivitas

Aktivitas biologis dari lumut M. crispata yang telah diketahui adalah

aktivitas sitotoksik melawan sel P-338 secara in vitro (Asakawa, 2008). Aktivitas

lain dari spesies ini belum ditemukan dari literatur lain.

Page 22: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2. Radikal Bebas

Radikal bebas merupakan atom, molekul atau senyawa-senyawa yang

mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan yang bersifat sangat

reaktif dan tidak stabil (Surai, 2003). Agar menjadi stabil, radikal bebas

memerlukan elektron yang berasal dari pasangan elektron di sekitarnya, sehingga

terjadi perpindahan elektron dari molekul donor ke molekul radikal untuk

menjadikan radikal tersebut stabil (Simanjuntak, et al., 2012).

Senyawa radikal yang terdapat dalam tubuh (prooksidan), dapat berasal dari

luar tubuh (eksogen) atau terbentuk di dalam tubuh (endogen) yaitu dari hasil

metabolisme zat gizi secara normal (Muchtadi, 2000). Secara eksogen, senyawa

radikal antara lain berasal dari polutan, makanan atau minuman, radiasi, ozon dan

pestisida (Supari, 1996). Sedangkan secara endogen, senyawa radikal dapat timbul

melalui beberapa macam mekanisme seperti autooksidasi, aktivitas oksidasi dan

sistem transpor elektron.

Radikal bebas dalam tubuh pada dasarnya berperan dalam pemeliharaan

kesehatan karena sifatnya yang reaktif untuk mengikat atau bereaksi dengan

molekul asing yang masuk ke dalam tubuh. Ketidak seimbangan antara radikal

bebas dengan antioksidan dalam tubuh dapat menyebabkan terganggunya sistem

metabolisme, hal ini diakibatkan karena sifat radikal bebas yang dapat menyerang

lipid, DNA (deoxyribo necleic acid), dan protein komponen sel dan jaringan.

Radikal bebas merupakan Reactive Oxygen Species (ROS) yang akan menyerang

molekul lain disekitarnya sehingga menyebabkan reaksi berantai terjadi dan

menghasilkan radikal bebas yang beragam, seperti anion superoksida (O2) dan

hidrogen peroksida (H2O2) yang sudah jelas sebelumnya, hidroksi bebas (OH),

asam hipoklorit (HOCl) dan peroksinitrat (ONOO) (Vimala et al., 2003).

Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan pada sel dengan cara

mengoksidasi DNA, sehingga DNA mengalami mutasi dan dapat menyebabkan

penyakit degeneratif (Wang, et al., 2002), senyawa radikal bebas juga dapat

menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh sehingga terjadi proses penuaan dan

menimbulkan penyakit autoimun (Muchtadi, 2000)

Page 23: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3. Antioksidan

Dalam pengertian kimia, antioksidan adalah senyawa-senyawa pemberi

elektron, sedangkan dalam pengertian biologis antioksidan merupakan molekul

atau senyawa yang dapat meredam aktivitas radikal bebas dengan mencegah

oksidasi sel (Syahrizal, 2008).

Antioksidan adalah zat yang dapat melawan pengaruh bahaya dari radikal

bebas atau Reactive Oxygen Species (ROS) yang terbentuk sebagai hasil dari

metabolisme oksidatif, yaitu hasil dari reaksi-reaksi kimia dan proses metabolik

yang terjadi dalam tubuh (Goldberd, 2003). Senyawa antioksidan dapat berfungsi

sebagai penangkap radikal bebas, membentuk kompleks dengan logam-logam

peroksida dan berfungsi sebagai senyawa pereduksi (Andlauer, et al., 1989) .

Antioksidan dapat menangkap radikal bebas sehingga dapat menghambat

mekanisme oksidatif yang merupakan penyebab penyakit-penyakit degeneratif

seperti penyakit jantung, kanker, katarak, disfungsi otak dan arthritis (Miller, et

al., 2000).

Berdasarkan fungsinya antioksidan dapat dibedakan menjadi tiga macam

yaitu :

a. Antioksidan primer

Berfungsi untuk mencegah terbetuknya radikal bebas baru. Antioksidan

yang ada dalam tubuh yang sangat terkenal adalah enzim superoksida

dismutase (SOD) yang dapat melindungi hancurnya sel-sel dalam tubuh

akibat serangan radikal bebas.

b. Antioksidan sekunder

Berfungsi untuk menangkal radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi

berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar, misalnya vitamin

C, vitamin E, Cod Liver Oil,Virgin Coconut Oil dan betakaroten.

c. Antioksidan tersier

Berfungsi untuk memperbaiki sel-sel dan jaringan yang rusak karena

serangan radikal bebas, yang termasuk dalam kelompok ini adalah jenis

enzim, misalnya metionin sulfoksida reduktase yang dapat memperbaiki

DNA pada penderita kanker (Winarsi, 2007).

Page 24: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4. Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH

Dalam menentukan apakah suatu senyawa memiliki aktivitas sebagai

antioksidan dapat digunakan beberapa metode pengujian, salah satunya dengan

metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil). Senyawa DPPH adalah radikal yang

distabilkan oleh delokalisasi elektron bebas secara menyeluruh dan menyebabkan

DPPH tidak mudah membentuk dimer. Pencampuran radikal DPPH dengan

substansi yang mampu menyumbangkan sebuah atom hidrogen akan

memunculkan bentuk tereduksi yang ditunjukkan oleh perubahan warna ungu

menjadi kuning. Perubahan warna ini dapat diukur secara spektrofotometri

(Molyneux, 2004). Metode ini banyak dipilih karena mempunyai tingkat akurasi

yang tinggi dan relatif lebih mudah dikerjakan.

Metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) digunakan secara luas untuk

menguji kemampuan senyawa yang berperan sebagai pendonor elektron atau atom

hidrogen. Metode DPPH merupakan metode yang dapat mengukur aktivitas total

antioksidan baik dalam pelarut polar maupun nonpolar. Beberapa metode lain

terbatas mengukur komponen yang larut dalam pelarut yang digunakan dalam

analisa. Metode DPPH mengukur semua komponen antioksidan, baik yang larut

dalam lemak maupun dalam air (Prakash, 2001).

Metode DPPH merupakan metode yang sederhana, mudah, cepat dan peka,

serta hanya memerlukan sedikit sampel. DPPH adalah senyawa radikal bebas

stabil kelompok nitrit oksida. Senyawa ini mempunyai ciri-ciri padatan berwarna

ungu kehitaman, larut dalam pelarut DMF atau etanol/metanol, dengan rumus

molekul C18H12N5O6 (Prakash, 2001).

Gambar 2.2 Reduksi DPPH Menjadi DPPH-H sebagai Mekanisme

Penghambatan Radikal Bebas pada DPPH

(Sumber : Jaradat, 2015)

Page 25: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengurangan intensitas warna yang terjadi berhubungan dengan jumlah

electron DPPH yang menangkap atom hidrogen. Sehingga pengurangan intensitas

warna mengindikasikan peningkatan kemampuan antioksidan untuk menangkap

radikal bebas (Prakash, 2001).

Aktivitas antioksidan dapat dinyatakan dengan satuan persen aktivitas. Nilai

ini diperoleh dengan rumus sebagai berikut (Molyneux, 2004).

Absorbansi kontrol yang digunakan dalam prosedur DPPH ini adalah

absorbansi DPPH, sedangkan blanko yang digunakan adalah metanol 95%.

Berdasarkan rumus tersebut, semakin tinggi tingkat diskolorisasi (absorbansi

semakin kecil) maka semakin tinggi nilai aktivitas penangkapan radikal bebas

(Molyneux, 2004).

Konsentrasi

Inhibisi (IC50)

Indeks Aktivitas

Antioksida (AAI ) Sifat Antioksidan

0,151 - 0,200 mg/mL < 0.5 Aktivitas antioksidan lemah

0.101-0.150 mg/mL 0.5 – 1.0 Aktivitas antioksidan sedang

0,05-0,1 mg/mL 1.0 – 2.0 Aktivitas antioksidan kuat

0,05 mg/mL > 2.0 Aktivitas antioksidan sangat kuat

Aktivitas antioksidan pada metode DPPH dinyatakan dengan IC50

(Inhibition Concentration). IC50 adalah bilangan yang menunjukkan konsentrasi

ekstrak yang mampu menghambat aktivitas DPPH sebesar 50%. Semakin kecil

nilai IC50 berarti semakin tinggi aktivitas antioksidan. Secara spesifik, suatu

senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 0,05

mg/mL, aktivitas kuat untuk IC50 antara 0,05-0,1 mg/mL, aktivitas sedang jika

IC50 bernilai 0,101–0,150 mg/mL dan aktivitas lemah jika IC50 bernilai 0,151 –

0,200 mg/mL (Blois, 1958).

Tabel 2.1 Penggolongan Sifat Antioksidan Berdasarkan Nilai IC50 dan AAI

(Sumber :Scherer & Godoy, 2009 ; Blois,1958)

Page 26: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kekuatan antioksidan juga dapat ditentukan dengan mengukur nilai

antioxidant activity index (AAI). Konsentrasi DPPH yang digunakan dalam uji

(ppm) dibagi dengan nilai IC50 yang diperoleh (ppm). Nilai AAI <0,5 adalah

antioksidan lemah, AAI > 0,5-1 adalah antioksidan sedang, AAI >1-2 adalah

antioksidan kuat, dan AAI >2 adalah antioksidan sangat kuat (Scherer & Godoy,

2009)

2.5. Ekstrak dan Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisisa nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan (Depkes RI, 2000).

Ekstraksi merupakan proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari

jaringan tumbuhan maupun hewan dengan menggunakan penyari yang sesuai

(Depkes RI, 2000). Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam

pelarut polar dan senyawa non polar dalam senyawa non polar. Metode ekstraksi

dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat, daya

penyesuaian dengan tiap macam metode esktraksi, dan kepentingan dalam

memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati sempurna (Ansel,1989).

Secara umum metode ekstraksi dibagi dua macam yaitu ekstraksi tunggal

dan ekstraksi bertingkat. Ekstraksi tunggal adalah melarutkan bahan yang akan

diekstrak dengan satu jenis pelarut. Kelebihan dari metode ini yaitu lebih

sederhana dan tidak memerlukan waktu yang lama, akan tetapi renemen yang

dihasilkan sangat sedikit. Adapun metode ekstraksi bertingkat adalah melarutkan

bahan atau sampel dengan menggunakan dua atau lebih pelarut. Kelebihan dari

metode ekstraksi bertingkat ini adalah dapat menghasilkan rendemen dalam

jumlah yang besar dengan senyawa yang berbeda tingkat kepolarannya. Ekstraksi

bertingkat dilakukan secara berturut-turut yang dimulai dari pelarut non polar,

selanjutnya pelarut semipolar dan dilanjutkan dengan pelarut polar (Sudarmadji,

et al., 2007).

Page 27: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.5.1. Metode Ekstraksi

Jenis metode ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan dibagi menjadi

dua cara, yaitu ekstraksi secara panas dan ekstraksi secara dingin (Depkes RI,

2000). Adapun cara-cara tersebut, yaitu :

a. Cara Dingin

1) Maserasi

Maserasi ialah proses pengekstraka simplisia dengan menggunakan pelarut

dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruang

(kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode

pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti

dilakukan pengadukan yang kontinyu (terus-menerus). Remaserasi berarti

dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan

maserat pertama, dan seterusnya.

Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara

merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada

temperatur kamar terlindung dari cahaya, pelarut akan masuk ke dalam

sel tanaman melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya

perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel.

Larutan yang konentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh

pelarut dengan konsentrasi redah (proses difusi). Peristiwa tersebut akan

berulang sampai terjadi keseimbangan antara larutan di dalam sel dan

larutan di luar sel (Ansel, 1989).

2) Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna

yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari

tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi

sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai

diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

Page 28: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Cara Panas

1) Refluks

Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan

dengan adanya pendingin baik. Umumnya dilakukan residu sampa 3-5 kali

sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

2) Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru

yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi

kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendinginan

balik.

3) Digesti

Digesti merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara

umum dilakukan pada temperatur 40-50⁰C.

4) Infusa

Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

mendidih, temperatur terukur 96-98⁰C selama waktu tertentu (15-20 menit).

5) Dekok

Dekok adalah infus yang waktunya lebih lama (lebih dari 30 menit) dan

temperatur sampai titik didih air.

2.6. Isolasi Senyawa

Suatu ekstrak yang telah dihasilkan dari suatu protokol ekstraksi yang sesuai

dan pengujian aktivitas biologis telah dilakukan (contohnya aktivitas antibakteri),

langkah selanjutnya adalah fraksinasi ekstrak menggunakan metode pemisahan

sehingga komponen biologis aktif dapat diisolasi (Heinrich, et al., 2004).

Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan dengan

menggunakan teknik kromatografi. Kromatografi adalah teknik pemisahan suatu

campuran berdasarkan perbedaan migrasi analit diantara dua fase, yaitu fase diam

dan fase gerak, dimana fase diamnya dapat berupa zat padat dan fase geraknya

dapat berupa zat cair atau gas (Sudjadi, 1985).

Page 29: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Prinsip pemisahan kromatografi yaitu adanya distribusi komponen-

komponen dalam fase diam dan fase gerak berdasarkan sifat fisik komponen yang

akan dipisahkan. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase,

yaitu fase diam (stationer) dan fase gerak (mobile) (Sudjadi, 1985). Terdapat

empat teknik kromatografi yang dapat digunakan untuk pemisahan senyawa yaitu

: kromatografi kertas (KKt), kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi gas cair

(KGC), dan kromotografi cair kinerja tinggi (KCKT) (Harborne,1987).

2.6.1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan fisika kimia dan

kromatografi cair paling sederhana yaitu dengan menggunakan plat-plat kaca atau

plat aluminium yang dilapisi silika gel dan menggunakan pelarut tertentu

(Harbone, 1987).

Kromatografi lapis tipis (KLT) dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama,

dipakai sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, dan preparatif.

Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan

dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi. Analisis

dari KLT dapat membantu menentukan pelarut terbaik apa yang akan dipakai dan

berapa perbandingan antar pelarut yang akan digunakan sebagai fase gerak pada

kromatografi kolom (Gritter, et al., 1991).

Prinsip KLT yaitu perpindahan analit pada fase diam karena pengaruh fase

gerak. Proses ini biasa disebut elusi. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase

diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja

KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya (Gritter, et al., 1991).

KLT mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya : waktu yang

dibutuhkan tidak lama (2-5 menit) dan sampel yang dipakai hanya sedikit sekali

(2-20 μg). Kerugiannya dengan menggunakan KLT adalah tidak efektif untuk

skala industri. Walaupun lembaran KLT yang digunakan lebih lebar dan tebal,

pemisahannya sering dibatasi hanya sampai beberapa miligram sampel saja

(Gritter, et al., 1991).

Plat KLT yang umum digunakan adalah plat KLT analitik dengan ketebalan

0,1-0,2 mm dengan ukuran 20x20 cm yang dilapisi dengan adsorben silika gel 60

Page 30: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

F254 dengan ketebalan 0,2 mm. Plat kemudian ditempatkan ke dalam bejana

dengan fase gerak yang sesuai, dimana ketinggian fase gerak cukup untuk

membasahi bagian bawah plat dan tidak sampai membasahi dimana sampel

diaplikasikan. Fase gerak kemudian bermigrasi melewati adsorben dengan gaya

kaliper, dan proses ini dikenal sebagai pengembangan (Sarker, et al., 2006).

Proses pengembangan akan lebih baik bila ruangan pengembangan tersebut telah

jenuh dengan uap sistem pelarut (Adnan, 1997).

Fase gerak adalah medium angkut, terdiri dari satu atau beberapa pelarut,

yang bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori karena adanya gaya

kapiler (Stahl, 1985). Polaritas fase gerak perlu diperhatikan pada analisa dengan

KLT, sebaiknya digunakan campuran pelarut organik yang mempunyai polaritas

serendah mungkin. Campuran yang baik memberikan fase gerak yang mempunyai

kekuatan bergerak sedang. Secara umum dikatakan bahwa fase diam yang polar

akan mengikat senyawa polar dengan kuat sehingga bahan yang kurang sifat

kepolarannya akan bergerak lebih cepat dibandingkan bahan-bahan polar (Gritter,

et al., 1991). Fase gerak harus memiliki kemurnian yang tinggi. Hal ini

dikarenakan KLT merupakan teknik yang sensitif. Fase gerak yang digunakan

adalah pelarut organik yang memiliki tingkat polaritas tersendiri, melarutkan

senyawa contoh, dan tidak bereaksi dengan penjerap (Gritter, et al., 1991).

Laju pergerakan fase gerak terhadap fase diam dihitung sebagai retardation

farctor (Rf). Nilai Rf diperoleh dengan membandingkan jarak yang ditempuh oleh

zat terlarut dengan jarak yang ditempuh oleh fase gerak (Gandjar & Rohman,

2007).

Faktor yang mempengaruhi bercak dan harga Rf dari KLT antara lain

struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan, sifat dari fase diam, tebal dan

kerataan dari fase diam, derajat kemurnian dari fase gerak, serta derajat kejenuhan

uap dalam bejana pengembang yang digunakan. Jika dengan cara tersebut

senyawa tidak dapat terdeteksi, maka dipakai reaksi kimia atau metode khas

(Stahl, 1985).

Ada beberapa cara untuk mendeteksi senyawa yang tidak berwarna pada

kromatogram. Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa menunjukkan

penyerapan di daerah UV gelombang pendek (radiasi utama kira-kira 254 nm)

Page 31: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

atau jika senyawa itu dapat dieksitasi pada radiasi UV gelombang pendek dan

gelombang panjang (365 nm). Pada senyawa yang mempuyai dua ikatan rangkap

atau lebih dan senyawa aromatik seperti turunan benzena, mempunyai serapan

kuat di daerah 230-300 nm (Stahl, 1985).

2.6.2. Kromatografi Kolom

Salah satu metode pemisahan senyawa dalam jumlah besar adalah

menggunakan kromatografi kolom. Kromatografi kolom merupakan metode

kromatografi klasik yang digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam

jumlah banyak berdasarkan adsorpsi dan partisi (Gritter, et al., 1991).

Kromatografi kolom membutuhkan zat terlarut yang terdistribusi diantara

dua fase, satu diantaranya fase diam dan yang lainnya fase gerak. Fase gerak

membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat terlarut lain yang

terelusi lebih awal atau akhir. Umumnya zat terlarut dibawa melewati media

pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk cairan atau gas (Harborne, 1987).

Fase geraknya dapat dimulai dari pelarut non polar kemudian ditingkatkan

kepolarannya secara bertahap, baik dengan pelarut tungal ataupun kombinasi dua

pelarut yang berbeda kepolarannya dengan perbandingan tertentu sesuai tingkat

kepolaran yang dibutuhkan (Stahl, 1969).

Pada kromatografi kolom, tabung pemisah diisi penjerap sebagai fase diam.

Penjerap yang biasa digunakan ialah silika gel. Pengisian ini harus dilakukan

secara berhati-hati dan merata. Penjerap dapat dikemas dalam tabung dengan cara

basah maupun kering (Harborne, 1987).

Kromatografi kolom dengan cara basah, silika gel terlebih dahulu

dijenuhkan dengan cairan pengelusi yang akan digunakan. Kemudian dimasukkan

ke dalam kolom melalui dinding kolom secara kontinu sedikit demi sedikit,

sambil keran kolom dibuka. Pelarut dialirkan hingga silika gel mampat. Setelah

silika gel mampat, pelarut dibiarkan mengalir hingga batas adsorben. Kemudian

kran ditutup dan sampel dimasukkan, sampel yang dimasukkan terlebih dahulu

dilarutkan dalam pelarut hingga diperoleh kelarutan yang spesifik. Kemudian

sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam kolom melalui dinding kolom sedikit

demi sedikit hingga sampel semua masuk. Selanjutnya kran dibuka dan diatur

Page 32: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tetesannya, serta ditambahakan dengan cairan pengelusi. Tetesan yang keluar

ditampung sebagai fraksi-fraksi (Gritter, et al., 1991).

Sedangkan cara kering, yaitu dengan memasukkan silika gel ke dalam

kolom yang telah diberi kapas sedikit demi sedikit dan diratakan dengan alat

pemampat kemudian ditambahkan dengan cairan pengelusi (Gritter, et al., 1991)

Selain silika gel, fase diam lainnya yang digunakan dalam proses

kromatografi kolom yaitu, sephadex LH-20. Sephadex merupakan dekstran yang

berpautan silang. Dekstran adalah polimer glukosa yang diproduksi dari

mikroorganisme tertentu, yang cabang-cabangnya dihubungkan dengan rantai

utama oleh hubungan 1-3. Prinsip pemisahan kromatografi sephadex LH-20

adalah molekul yang berat molekul kecil akan melewati dan terjebak dalam gel

sephadex terlebih dahulu sebelum turun keluar kolom, sedangkan molekul yang

berat molekul besar akan langsung terelusi keluar kolom karena tidak dapat

menembus gel. Oleh karena itu, molekul yang akan keluar dari kolom terlebih

dahulu adalah molekul yang ukurannya lebih besar setelah itu disusul oleh

molekul yang ukurannya lebih kecil (Day & Underwood, 2002).

Sephadex LH-20 biasa digunakan untuk pemisahan produk alam seperti

steroid, terpenoid, lipid, dan peptida dengan berat molekul rendah (hingga 35

residu asam amino). Sephadex LH-20 bisa digunakan untuk skala analisis dan

skala industri untuk memisahkan molekul secara spesifik. Sephadex LH-20

memiliki ikatan silang dextran sehingga menghasilkan jaring hydroxypropylat dan

menghasilkan media kromatografi dengan karakter hidrofilik dan lipofilik. Karena

karakter gandanya ini, Sephadex LH-20 mengembang di dalam air dan beberapa

pelarut organik. Karena sifatnya yang unik, Sephadex LH-20 dapat digunakan

selama pemurnian awal dengan pertukaran ion kinerja tinggi atau kromatografi

fase terbalik, cocok digunakan sebagai langkah awal pemurnian senyawa (GE

Healthcare, 2010).

Gel sephadex LH-20 dirancang untuk digunakan memakai pelarut organik.

LH-20 sangat cocok untuk pemurnian akhir aglikon flavonoid dan glikosida yang

telah diisolasi dari pemisahan sebelumnya menggunakan kolom dengan berbagai

adsorben yang lain. Umumnya eluen yang cocok digunakan dengan adsorben ini

adalah metanol, meski sebelumnya kadang-kadang diperlukan sedikit air untuk

Page 33: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

melarutkan flavonoid. Gel ini pun perlu perendaman dengan metanol sebelum

digunakan (Kristanti, et al., 2008).

Fraksi yang diperoleh dari kolom kromatografi dimonitor dengan

kromatografi lapis tipis. Fraksi-fraksi yang memiliki pola kromatogram yang

sama digabung kemudian pelarutnya diuapkan sehingga akan diperoleh beberapa

fraksi. Noda pada plat KLT dideteksi dengan lampu ultraviolet λ 254/366 untuk

senyawa-senyawa yang mempunyai gugus kromofor, dengan penampak noda

seperti larutan Iod, FeCl3 dan H2SO4 dalam metanol 10% (Stahl, 1969).

2.6.3. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLT-P)

Kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) adalah salah satu metode yang

memerlukan pembiayaan paling murah dan memakai peralatan paling dasar.

Walaupun KLTP dapat memisahkan bahan dalam jumlah gram, sebagian besar

pemakainya hanya dalam jumlah miligram. KLTP bersama-sama dengan

kromatografi kolom terbuka masih dijumpai dalam sebagian besar publikasi

mengenai isolasi bahan alam (Hostettmann, 2006).

Ketebalan penjerap (adsorben) yang paling sering dipakai pada KLTP

adalah sekitar 0,5-2 mm. Ukuran plat kromatografi biasanya 20 x 20 cm atau 20 x

40 cm. Pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran plat sudah tentu mengurangi

jumlah bahan yang dapat dipisahkan dengan KLTP. Penjerap yang paling umum

digunakan ialah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil

maupun campuran senyawa hidrofil (Hostettmann, 2006).

Cuplikan pada KLTP dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan

pada pelat KLTP. Pelarut yang baik adalah pelarut atsiri (heksana, diklorometana,

etil asetat), karena jika pelarut kurang atsiri akan terjadi pelebaran pita.

Konsentrasi cuplikan harus sekitar 5%-10%. Cuplikan ditotolkan berupa pita yang

harus sesempit mungkin, karena pemisahan tergantung pada lebar pita

(Hostettmann, 2006).

Pengembangan plat KLT preparatif dilakukan dalam bejana kaca yang

dapat menampung beberapa plat. Bejana dijaga tetap jenuh dengan pelarut

pengembang dengan bantuan kertas saring yang diletakkan berdiri disekeliling

permukaan bagian dalam bejana (Hostettmann, 2006). Kebanyakan Penjerap KLT

Page 34: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

preparatif mengandung indikator fluorosensi yang membantu mendeteksi letak

pita yang terpisah pada senyawa yang menyerap sinar ultraviolet (Hostettmann,

2006).

KLTP klasik mempunyai beberapa kekurangan, kekurangan yang utama

adalah pengambilan senyawa dari pelat yang dilanjutkan dengan pengekstrasian

dari penjerap. Jika senyawa beracun harus dikerok dari plat, dapat menimbulkan

masalah yang serius. Kekurangan yang lainya ialah jangka waktu yang diperlukan

untuk pemisahan dan adanya pencemar dan sisa dari plat sendiri setelah

pengekstrasian pita yang mengandung senyawa yang dipisahkan dengan pelarut

(Szekely, 1983).

Untuk mengatasi beberapa masalah tersebut, beberapa pendekatan yang

melibatkan kromatografi sentrifugal telah dicoba. Pada prinsipnya kromatografi

sentrifugal adalah kromatografi klasik dengan aliran fase gerak yang dipercepat

oleh gaya sentrifugal (Szekely, 1983).

2.7. Instrumentasi

2.7.1. Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel (UV-Vis)

Spektrofotometri UV-Vis termasuk salah satu metode analisis instrumental

yang frekuensi penggunaannya paling banyak dalam laboratorium analisis.

Metode ini merupakan metode yang lahir pertama kali di lingkungan kimia

analisis. Pelaksanaan analisis dengan metode ini cepat, mudah, dan relatif murah.

Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm,

sementara sinar tampak (visibel) mempunyai panjang gelombang antara 400-750

nm. Warna sinar tampak dapat dihubungkan dengan panjang gelombangnya

(Gandjar & Rohman, 2008). Radiasi di daerah UV/Vis diserap melalui eksitasi

elektron-elektron yang terlibat dalam ikatan-ikatan antara atom-atom pembentuk

molekul sehingga awan elektron menahan atom-atom bersama-sama

mendistribusikan kembali atom-atom itu sendiri dan orbital yang ditempati oleh

elektron-elektron pengikat tidak lagi bertumpang tindih (Watson, 2009).

Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik

yang memakai sumber radiasi elektromagnetik UV dekat (190-380 nm) dan sinar

tampak (380 -780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Radiasi UV

Page 35: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

jauh (100–190 nm) tidak dipakai, sebab pada daerah tersebut, udara juga

mengalami absorbs radiasi. Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum

ultraviolet dan visible tergantung pada struktur elektronik dari molekul. Spektra

ultraviolet dan visible dari senyawa-senyawa organik berkaitan erat dengan

transisi diantara tingkatan- tingkatan tenaga elektronik. Oleh karena itu, maka

serapan radiasi UV-Vis sering dikenal dengan spektroskopi elektronik (Basset, et

al., 1994).

Analisis kuantitatif zat tunggal atau SCA (Single Component Analysis)

dilakukan dengan pengukuran harga A pada panjang gelombang maksimum atau

dilakukan pengukuran %T pada panjang gelombang minimum. Pengukuran

dilakukan pada panjang gelombang tersebut karena perubahan absorban tiap

satuan konsentrasi adalah paling besar pada panjang gelombang maksimum,

sehingga akan diperoleh kepekaan analisis yang maksimal. Di samping itu, pita

serapan di sekitar panjang gelombang maksimum datar dan pengukuran ulang

akan menghasilkan kesalahan terkecil.

Jika absorbsi suatu seri konsentrasi larutan diukur pada panjang

gelombang, suhu, kondisi pelarut yang sama; dan absorbansi masing-masing

larutan diplotkan terhadap konsentrasinya, maka suatu garis lurus akan teramati

sesuai dengan persamaan A = ɛ bc. Grafik ini disebut dengan plot hukum

Lambert-Beer dan jika garis yang dihasilkan merupakan suatu garis lurus maka

dapat dikatakan bahwa hukum Lambert-Beer dipenuhi pada kisaran konsentrasi

yang teramati. Cara lain untuk menetapkan kadar sampel adalah dengan

menggunakan perbandingan absorbansi sampel dengan absorbansi baku atau

dengan menggunakan persamaan regresi linier yang menyatakan hubungan

konsentrasi baku dengan absorbansinya.

Hukum Lambert Beer :

Keterangan :

A = Absorbansi

ɛ = Absorptivitas molar (cm mg/mL)

b = Tebal kuvet (cm)

c = Konsentrasi (mg/mL)

(Gandjar & Rohman, 2008)

Page 36: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.7.2. 1H-NMR (Proton Nuclear Magnetic Resonance)

Spektrometri Nuclear Magnetic Resonance (NMR) merupakan alat yang

berguna pada penentuan struktur molekul organik. Spektroskopi resonansi magnet

inti (1H-NMR) didasarkan pada pengukuran absorbsi radiasi elektromagnetik

pada daerah frekuensi radio 4-600 MHz atau panjang gelombang 75 - 0,5 m, oleh

partikel (inti atom) yang berputar di dalam medan magnet. Teknik ini memberikan

informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul. Struktur NMR

memberikan informasi mengenai lingkungan dan struktur gugusan yang

berdekatan dengan setiap atom hidrogen (Harborne, 1987).

Kegunaan yang besar dari resonansi magnet inti adalah karena tidak setiap

proton dalam molekul beresonansi pada frekuensi yang identik sama. Ini

disebabkan oleh kenyataan bahwa berbagai proton dalam molekul dikelilingi

elektron dan menunjukan sedikit perbedaan lingkungan elektronik dari satu proton

ke proton lainnya. Proton-proton dilindungi oleh elektron-elektron di

sekelilingnya.

Spektrum NMR tidak hanya dapat membedakan beberapa banyak proton

yang berbeda dalam molekul, tetapi ia juga mengungkapkan berapa banyak setiap

tipe proton berbeda yang terkandung dalam molekulnya, serta memberikan

keterangan tentang sifat lingkungan dari setiap proton tersebut (Khopkar, 2003).

Spektrum NMR biasanya ditentukan dari larutan substansi yang akan

dianalisa. Untuk itu pelarut yang digunakan tidak boleh mengandung atom

hidrogen karena akan mengganggu puncak spektrum. Ada dua cara untuk

mencegah gangguan oleh pelarut. Pertama dapat digunakan pelarut seperti

tetraklormetana, CCl4 yang tidak mengandung hidrogen atau pelarut yang atom

hidrogennya telah diganti dengan isotopnya yaitu deuterium, sebagai contoh

CDCl3 (Sudjadi, 1985).

2.8. Pelarut

Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain.

kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat

tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi (Ncube, et

al., 2008). Sifat pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang

Page 37: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

rendah, mudah menguap pada suhu yang rendah, dapat mengekstraksi komponen

senyawa dengan cepat, dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak

terdisosiasi (Tiwari, et al., 2011).

Pemilihan pelarut juga akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang

akan diekstraksi, laju ekstraksi, keragaman senyawa yang akan diekstraksi,

kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya, toksisitas

pelarut dan potensial bahaya kesehatan dari pelarut (Tiwari, et al., 2011).

2.8.1. n-Heksana

n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar, volatil, mempunyai

bau khas yang dapat menyebabkan pingsan. Berat molekul n-heksana adalah 86,2

gram/mol dengan titik leleh 94,3°C sampai 95,3°C. Titik didih n-heksana pada

tekanan 760 mmHg adalah 66°C sampai 71°C (Daintith, 1994).

n-Heksana memiliki banyak kegunaan dalam industri, kimia, dan makanan,

baik dalam bentuk murni atau sebagai komponen dari campuran n-heksana

komersial. n-Heksana digunakan sebagai pelarut dalam ekstraksi secara sokletasi

yang bertujuan untuk menghilangkan lemak. Ikatan pada n-heksana yang tunggal

dan sifat yang kovalen menjadikan n-heksana tidak reaktif sehingga sering

digunakan pelarut inert pada reaksi organik.

2.8.2. Etil Asetat

Etil asetat merupakan pelarut dengan karekateristik semipolar. Etil asetat

secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol dan

terpenoid (Pranoto, et al., 2012). Etil asetat merupakan pelarut yang penting untuk

konsentrasi dan pemurnian antibiotik.

2.8.3. Metanol

Metanol adalah senyawaalkohol dengan 1 rantai karbon. Rumus kimia

CH3OH dengan berat molekul 32. Titik didih 64º - 65ºC (tergantung kemurnian),

dan berat jenis 0,7920 – 0,793 (juga tergantung kemurnian). Secara fisik metanol

merupakan cairan bening, berbau seperti alkohol, dapat bercampur dengan air,

Page 38: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

etanol, kloroform dalam perbandingan berapapun, higroskopis, mudah menguap

dan mudah terbakar dengan api yang berwarna biru (Spencer, 1988). Menurut

Thompson (1985), metanol merupakan pelarut yang bersifat universal sehingga

dapat menarik senyawa baik yang bersifat polar maupun non polar.

Page 39: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

23

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Program Studi Farmasi, yaitu

Laboratorium Analisis Obat dan Pangan Halal, Laboratorium Penelitian I dan

Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian

dimulai dari Desember 2016 sampai Juni 2017.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: timbangan analitik,

blender, botol maserasi, corong (Eyela), kapas, kertas saring, alumunium foil,

plastic wrap, labu erlenmeyer (Duran), beaker glass (Duran), gelas ukur (Duran),

tabung reaksi, labu ukur, batang pengaduk, spatula, pipet tetes, vial, kolom

kromatografi, seperangkat alat vaccum rotary evaporator, pipa kapiler, plat KLT

Silika gel 60 GF254, kaca arloji, cawan penguap, hot plate, chamber, vortex.

3.2.2. Bahan Uji

Sampel tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesies lumut

hati Makinoa crispata (Steph.) Miyak. yang diperoleh dari Curug Cigamea, Jalan

Curug Cigamea, Gunung Sari, Pamijahan, Bogor, Jawa Barat, pada tanggal 19

November 2016, yang selanjutnya dideterminasi oleh Pusat Penelitian Biologi,

LIPI, Cibinong, Bogor, Jawa Barat.

3.2.3. Bahan Kimia

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : n-heksana

teknis, etil asetat teknis, metanol teknis, metanol pro analisis, DPPH (2,2-difenil-

1-pikrilhidrazil), vitamin C, silika gel 60 F254 (0,063-0,200 mm for column

chromatography) (Merck), sephadex LH-20

Page 40: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.2.4. Instrumen

Instrumen yang digunakan pada penelitian antara lain: spektrofotometer

UV-Vis (Ultraviolet – Visible), lampu UV 254 nm dan 366 nm, dan 1H-NMR

(Proton Nuclear Magnetic Resonance) dengan sistem konsol DD2, yang

beroperasi pada frekuensi 500 MHz (1H) dan 125 MHz (

13C).

3.3. Prosedur Kerja

3.3.1. Penyiapan Bahan

Bahan lumut hati Makinoa crispata diperoleh dari Curug Cigamea, Bogor,

Jawa Barat. Penyiapan bahan dilakukan dengan cara sortasi basah untuk

memisahkan kotoran dan bahan-bahan asing lainnya, dengan air bersih. Setelah

bersih, ditiriskan untuk mmenghilangkan airnya dan dilakukan proses

pengeringan dengan cara dikering anginkan dalam ruangan. Bahan yang sudah

kering disortasi kering, ditimbang kemudian dihaluskan dengan blender hingga

menjadi serbuk halus. Serbuk halus ditimbang kemudian disimpan dalam tempat

yang aman yang terlindung dari cahaya matahari.

3.3.2. Pembuatan Ekstrak

Hasil simplisia yang telah halus kemudian diekstraksi dengan cara maserasi

bertingkat dengan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran berbeda yaitu n-

heksana, etil asetat dan metanol. Metode ini dipilih untuk meminimalisir

pemanasan dan merupakan metode yang efektif. Maserasi pertama dilakukan

dengan merendam simplisia dengan pelarut n-heksana untuk mengekstraksi

senyawa non polar. Maserasi dilakukan hingga jernih, hasil maserasi disaring

dengan kertas saring dan dipekatkan dengan vaccum rotary evaporator hinggan

diperoleh ekstrak kental fraksi n-heksana. Proses ekstraksi dengan cara yang sama

dilakukan pada ampas dari hasil penyaringan dengan etil asetat untuk

mengekstraksi senyawa semi polar dan dengan metanol untuk mengekstraksi

senyawa polar. Ekstrak kental disimpan dalam vial dan ditimbang untuk dihitung

rendemennya. Rendemen ekstrak dihitung menggunakan persamaan berikut.

Page 41: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.3. Skrining Aktivitas Antioksidan dengan DPPH

Uji kualitatif aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan

kromatografi lapis tipis. Ekstrak kental fraksi n-heksana, etil asetat, dan metanol

dielusi dengan eluen yang sesuai kemudian disemprotkan dengan larutan DPPH.

Sebelumnya, ekstrak kental dilarutkan dengan sedikit dari masing-masing pelarut,

kemudian ditotolkan pada plat KLT dan dielusi dengan eluen yang sesuai. Cairan

eluen tersebut terlebih dahulu dijenuhkan dalam chamber ±10 menit. Larutan

DPPH dibuat dengan menimbang serbuk DPPH yang kemudian dilarutkan dalam

metanol pro analisa. Ekstrak yang sudah dielusi dengan KLT, disemprot dengan

DPPH 0,2% hingga seluruh plat terbasahi (Sri Wahdaningsih, 2013). Plat yang

telah disemprot dibiarkan selama 30 menit dalam ruangan tertutup. Selanjutnya

dilihat pola bercak yang memberikan aktivitas pada plat KLT (Basma, et al.,

2011). Bercak dari bahan uji yang memiliki aktivitas antioksidan akan berubah

menjadi warna kuning dengan latar belakang ungu (Kuntorini et al, 2010).

3.3.4. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Makinoa crispata (Steph.) Miyak.

Pengujian secara kuantitatif dilakukan untuk mengukur aktivitas antioksidan

secara kuantitatif dari ekstrak kental dan senyawa murni yang didapat dari hasil

isolasi. Uji kuantitatif dilakukan dengan metode berdasarkan Chyau dkk. pada

tahun 2002 (Komala dkk., 2015)

3.3.4.1. Pembuatan Larutan DPPH 0,25 mM

Sebanyak 4,9 mg serbuk DPPH ditimbang dan dilarutkan dengan

metanol pro analisa hingga 50 ml dalam labu ukur. Larutan DPPH disimpan

dalam botol gelap.

3.3.4.2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum DPPH

Larutan DPPH 0,25 mM sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam tabung

reaksi lalu ditambahkan metanol pro analisa sebanyak 4 mL, dikocok

menggunakan vortex hingga homogen lalu dituang ke dalam kuvet dan diukur

pada panjang gelombang 400-800 nm dengan menggunakan spektrofotometri UV-

Vis.

Page 42: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.4.3. Pembuatan dan Pengukuran Larutan Blanko DPPH

Larutan DPPH 0,25 mM diambil sebanyak 1 ml dan dicukupkan

volumenya sampai 5 ml dengan menggunakan metanol pro analisa pada labu

ukur. Larutan kemudian dihomogenkan dan diinkubasi selama 30 menit.

Selanjutnya serapan larutan diukur dengan menggunakan spektrofotometri UV-

Vis pada panjang gelombang 516,1 nm.

3.3.4.4. Pembuatan dan Pengukuran Larutan Vitamin C

a. Pembuatan larutan induk vitamin C (1000 μg/mL)

Sebanyak 50 mg vitamin C murni ditimbang dan dilarutkan dengan

metanol pro analisa hingga volume 50 ml dalam labu ukur sehingga

didapat larutan induk vitamin C dengan konsentrasi 1000 μg/mL

b. Pembuatan dan pengukuran larutan seri vitamin C (1, 2, 3, 4 dan 5

μg/mL)

Pengukuran aktivitas dilakukan dengan mengencerkan larutan induk

vitamin C 1000 μg/mL menjadi seri konsentrasi 1,2,3,4 dan 5 μg/mL

dengan cara, masing-masing dipipet 5, 10, 15. 20, dan 25 (µL) dari

larutan induk vitamin C dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL kemudian

dicukupkan volumenya dengan metanol pro analisa. Masing-masing

konsentrasi kemudian diambil sebanyak 4 ml dan ditambahkan dengan

DPPH 0,25 mM sebanyak 1 ml dalam labu ukur 5 ml. Selanjutnya

campuran tersebut dihomogenkan dengan bantuan vortex dan diinkubasi

selama 30 menit. Larutan kemudian diukur serapannya dengan

menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 516,1

nm.

3.3.4.5. Pembuatan dan Pengukuran Larutan Uji Ekstrak Makinoa crispata

a. Pembuatan larutan induk bahan uji (1000 μg/mL)

Pada pengujian ekstrak kental, sebanyak 10 mg ekstrak kental ditimbang

dan dilarutkan dengan metanol pro analisa hingga volume 10 ml dalam

labu ukur sehingga didapat larutan induk ekstrak dengan konsentrasi

1000 μg/mL.

Page 43: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Pembuatan dan pengukuran larutan seri bahan uji (6,25; 12,5; 25;

50; 100; dan 200 μg/mL)

Pengukuran aktivitas dilakukan dengan mengencerkan larutan bahan uji

1000 μg/mL menjadi seri konsentrasi 6,25; 12,5; 25; 50; 100; dan 200

μg/mL. Seri konsentrasi didapatkan dengan mengambil 1; 0,5; 0,25;

0,125; 0,0625; dan 0,0312 dengan mikropipet dari larutan induk,

kemudian dilarutkan kedalam metanol pro analisa dalam labu ukur 5 ml.

Masing-masing pengambilan akan memberikan seri konsentrasi tersebut.

Masing-masing konsentrasi kemudian diambil sebanyak 4 ml dan

ditambahkan dengan DPPH 0,25 mM sebanyak 1 ml dalam labu ukur 5

ml. Selanjutnya campuran tersebut dihomogenkan dengan bantuan vortex

dan diinkubasi selama 30 menit. Larutan kemudian diukur serapannya

dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang

516,1 nm.

3.3.4.6. Penghitungan

a. Penentuan Persen Inhibisi

Aktivitas penangkal radikal diekspresikan sebagai persen inhibisi yang

dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

b. Penentuan Nilai IC50

Konsentrasi sampel dan persen inhibisinya diplot masing-masing pada

sumbu x dan y pada persamaan regresi linear. Persamaan tersebut

digunakan untuk menentukan nilai IC50 dari masing-masing sampel,

dinyatakan dengan nilai y sebesar 50 dan nilai x yang akan diperoleh

sebagai IC50 (Molyneux, 2004). Secara spesifik, suatu senyawa dikatakan

sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 0,05 mg/mL,

aktivitas kuat untuk IC50 antara 0,05-0,1 mg/mL, aktivitas sedang jika

IC50 bernilai 0,101-0,150 mg/mL dan aktivitas lemah jika IC50 bernilai

0,151 - 0,200 mg/mL (Blois, 1958).

c. Penentuan Nilai AAI

Konsentrasi DPPH yang digunakan dalam uji (ppm) dibagi dengan nilai

IC50 yang diperoleh (ppm). Nilai AAI <0.5 adalah antioksidan lemah,

Page 44: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

AAI >0,5-1 adalah antioksidan sedang, AAI >1-2 adalah antioksidan

kuat, dan AAI >2 adalah antioksidan sangat kuat (Scherer & Godoy,

2009). AAI dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut

3.3.5. Isolasi Senyawa

3.3.5.1. Pemisahan Senyawa dengan Kromatografi Kolom

Ekstrak etil asetat yang memiliki aktivitas antioksidan setelah diuji

dengan DPPH, selanjutnya difraksinasi dengan metode kromatografi kolom.

Fraksinasi dilakukan untuk mengisolasi senyawa murni yang bertanggung jawab

terhadap aktivitas antioksidan yang ditimbulkan oleh ekstrak.

Sebelumnya, dilakukan pengujian dengan KLT silica gel 60 GF254

sebagai fase diam untuk menentukan pengembang yang optimum, dicoba berbagai

komposisi eluen pengembang. Plat silika gel dibuat dengan ukuran lebar 1 cm dan

panjang 5 cm pada ujung atas dan bawah diberi batas 0,5 cm.

Ekstrak dilarutkan dalam beberapa mL pelarut yang digunakan pada

ekstraksi sebelumnya, lalu ditotolkan pada titik awal pergerakan. Setelah totolan

kering, dilakukan pengelusian di dalam bejana KLT yang telah dijenuhkan dan

ditutup rapat. Elusi selesai setelah eluen mencapai garis batas atas kemudian

lempeng dikeluarkan dan dikeringkan untuk diamati pola pemisahannya secara

visual, dengan lampu UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.

Penyiapan kolom dilakukan dengan menyumbat bagian dasarnya dengan

kapas, kemudian mengalirkan kolom dengan pelarut n-heksana dan menekan

kapas dengan batang pengaduk hingga tidak ada udara yang terperangkap.

Fase diam yang digunakan adalah silika gel 60 GF254 dan sephadex LH-

20 yang digunakan secara bergantian. Serbuk silika yang telah ditimbang

digunakan untuk membuat bubur silika dengan mendispersikannya dengan pelarut

n-heksana hingga menjadi bubur suspensi. Bubur silika dimasukkan ke dalam

kolom kromatografi sambil kolom dialiri dengan pelarut n-heksana sambil

diketuk-ketuk. Proses ini dilakukan sampai silika gel dalam kolom mampat.

Ekstrak etil asetat kemudian dimasukkan ke dalam kolom dengan melarutkan

Page 45: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ekstrak dengan sedikit pelarut etil asetat. Kemudian kolom dialirkan dengan n-

heksana dan ditampung pelarut yang menetes hingga ekstrak turun melalui fase

diam.

Selanjutnya untuk melakukan proses elusi dengan menggunakan kolom

kromatografi, dibuat sistem fase gerak dengan komposisi n-heksana dan etil asetat

dengan berbagai perbandingan. Eluen dipilih berdasarkan pengujian yang

dilakukan dengan menggunakan KLT sebelumnya. Masing-masing gradien dibuat

sebanyak 250 ml dan penggantian fase gerak dilakukan ketika gradien

sebelumnya sudah habis. Pelarut yang menetes, ditampung dalam vial yang

sebelumnya telah diberi nomor. Vial yang berisi fraksi kemudian ditutup dengan

alluminium foil yang dilubangi untuk mengeringkan pelarut sehingga yang tersisa

hanya senyawa-senyawa dalam vial.

Setelah fraksi yang diperoleh sudah cukup kering, dilakukan pengujian

aktivitas antioksidan secara kualitatif pada masing-masing fraksi dengan

menggunakan kromatografi lapis tipis. Setiap fraksi dielusi kemudian dilihat pola

bercak yang dihasilkan dengan menggunakan lampu UV pada panjang gelombang

254 nm dan 366 nm. Hasil KLT kemudian disemprotkan dengan DPPH untuk

melihat aktivitas antioksidannya. Fraksi yang memiliki pola bercak dengan nilai

Rf yang sama, digabungkan dalam satu vial yang selanjutnya akan difraksinasi

kembali dengan menggunakan metode yang sama untuk melakukan pemisahan

lebih lanjut. Fraksinasi dilakukan hingga diperoleh senyawa murni. Untuk

fraksinasi yang dilakukan dengan menggunakan fase diam sephadex LH-20, elusi

dilakukan dengan menggunakan pelarut metanol.

3.3.5.2. Pemisahan Senyawa dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Hasil fraksinasi kolom kromatografi dan atau sephadex LH-20

dilanjutkan KLT préparatif dengan menggunakan plat KLT ukuran 10x10 cm.

Ekstrak ditotolkan pada plat KLT memanjang membentuk pita, lalu dielusi

dengan eluen yang sesuai.

Page 46: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.6. Uji Kemurnian dan Penentuan Struktur Senyawa Hasil Isolasi

3.3.6.1. Kromatografi Lapis Tipis 2 Dimensi

Untuk mengetahui kemurnian senyawa isolat yang didapatkan, dilakukan

uji kemurnian senyawa dengan metode kromatografi lapis tipis 2 dimensi. Pada

uji ini, dibuat plat KLT berukuran 5x5 cm. Setelah itu, senyawa yang diuji

kemurniannya ditotolkan pada salah satu sisi plat menggunakan pipa kapiler

bersih. Plat yang telah ditotolkan senyawa uji kemudian dielusi menggunakan fase

gerak yang sesuai dan dibiarkan mengering. Plat selanjutnya diputar 90 derajat

dan dielusi kembali menggunakan pelarut yang sama. Bercak pada KLT diamati

di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.

3.3.6.2. 1H-NMR (Proton Nuclear Magnetic Resonance)

Senyawa isolat yang telah didapatkan kemudian diidentifikasi struktur

molekul dengan menggunakan instrument yaitu 1H-NMR (Proton Nuclear

Magnetic Resonance) dengan sistem konsol DD2, yang beroperasi pada frekuensi

500 MHz (1H) dan 125 MHz (

13C). Senyawa isolat murni dilarutkan dengan 1 ml

pelarut khusus untuk NMR. Kemudian dianalisa dengan menggunakan 1H-NMR.

Sebelum pengujian, terlebih dahulu dilakukan penyesuaian pada perlakuan

terhadap sampel, pelarut yang digunakan, dan pengaturan instrumen.

Page 47: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

31

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penyiapan Bahan

Sampel lumut yang telah didapatkan dan dideterminasi kemudian

dibersihakan dan dicuci untuk mengilangkan pengotornya. Sampel dikeringkan

dengan cara diangin-anginkan pada tempat yang terlindung dari cahaya matahari

(suhu kamar) selama 2-3 hari tujuan untuk mencegah terjadinya pemanasan

langsung oleh cahaya matahari yang berpotensi merusak senyawa yang

terkandung, serta mencegah kehilangan senyawa yang mudah menguap (minyak

atsiri) yang mungkin terkandung pada sampel tumbuhan tersebut. Simplisia

kemudian dihaluskan sehingga didapatkan simplisia halus sebanyak 156,96 g.

Proses penghalusan simplisia dilakukan dengan tujuan untuk memperbesar luas

permukaan simplisia sehingga kontak yang terjadi antara simplisia dengan pelarut

semakin besar. Kondisi tersebut dapat memaksimalkan proses ekstrasi senyawa.

4.2. Hasil Ekstraksi

Simplisia yang telah halus kemudian di ekstraksi. Ekstraksi dilakukan

dengan cara dingin, yaitu metode maserasi. Proses ekstraksi dilakukan dengan

cara dingin dengan tujuan untuk menimalisir terjadinya pemanasan yang dapat

menyebabkan terjadinya kerusakan pada senyawa yang tidak tahan panas.

Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi bertingkat dengan tujuan untuk

memaksimalkan proses ekstraksi, karena proses ekstraksi dilakukan dengan

menggunakan pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda sehingga senyawa

akan terekstraksi berdasarkan sifat kepolarannya. Selain itu, teknik ini juga

memberikan efisiensi terhadap pengerjaan dan penggunaan alat serta bahan.

Maserasi bertingkat dilakukan pertama dengan menggunakan pelarut n-

heksana, etil asetat dan metanol. Masing-masing tahap ekstraksi dilakukan hingga

pelarut yang digunakan untuk ekstraksi berwarna bening. Hal tersebut

menandakan bahwa senyawa telah terekstraksi seluruhnya. Hasil maserasi

disaring dan filtrat yang diperoleh kemudian diuapkan pelarutnya sehingga

diperoleh ekstrak dengan karakteristik kental dari masing-masing fraksi pelarut.

Page 48: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Rendemen kemudian dihitung terhadap berat awal simplisia. Berat dan rendemen

ekstrak yang didapatkan seperti pada tabel berikut.

Fraksi Bobot Ekstrak % Rendemen

N-heksana 2,33 gram 1,48 %

Etil Asetat 2,77 gram 1,76 %

Metanol 7,11 gram 4,52 %

Rendemen ekstrak yang dihasilkan oleh sampel menunjukkan bahwa

kandungan metabolit sekunder yang dapat ditarik dari simplisia kering hanya

sedikit, sehingga tidak dapat dilanjutkan untuk melakukan skrining fitokimia dan

pengujian kadar air serta kadar abu pada ekstrak karena jumlah ekstrak yang

dihasilkan terlalu sedikit.

4.3. Hasil Skrining Aktivitas Antioksidan dengan DPPH

Skrining aktivitas antioksidan dilakukan secara kualitatif menggunakan

metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil). Metode DPPH merupakan metode

yang paling banyak digunakan dalam pengujian aktivitas antioksidan. Hal ini

dikarenakan metode ini hanya membutuhkan senyawa DPPH sebagai radikal

bebas yang stabil dan larutan pembanding. Metode ini tidak memerlukan substrat,

karena radikal bebas sudah tersedia secara langsung. Hal yang diamati hanya

perubahan larutan dari ungu ke kuning terang (Nur, et al., 2013).

Menurut Praditasari (2016), sebesar 82,24% penelitian menggunakan

metode DPPH untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan ekstrak tanaman. Metode

ini dipilih karena prosedur kerjanya yang sederhana, waktu pengerjaan yang

relatif cepat dibanding metode lain dan memiliki sensitivitas yang baik (Locatelli,

et al., 2009)

Skrining dilakukan terhadap ketiga fraksi ekstrak M. crispata yaitu ekstrak

fraksi n-heksana, ekstrak fraksi etil asetat dan ekstrak fraksi metanol untuk

kemudian dilihat tingkat aktivitas masing-masing ekstrak secara kuantitatif.

Tabel 4.1 Rendemen Ekstrak

Page 49: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Skrining secara kualitatif dilakukan dengan menggunakan plat KLT.

Masing-masing ekstrak ditotolkan ke atas plat KLT dengan panjang 5 cm. Plat

KLT kemudian dielusi dengan eluen yang sesuai yaitu campuran pelarut yang

memberikan pola pemisahan terbaik. Berdasarkan hasil pemilihan eluen yang

dilakukan dengan percobaan, eluen yang digunakan pada fraksi n-heksana dan etil

asetat yaitu campuran antara n-heksana : etil asetat dengan perbandingan (4 : 1 / 8

: 2), sedangkan untuk ekstrak fraksi metanol menggunakan eluen butanol : asam

asetat : air dengan perbandingan 9 : 0,5 : 0,5. Setelah dielusi, kemudian disemprot

DPPH 0,2% dan didiamkan selama 30 menit, pola bercak dari bahan uji berubah

menjadi warna kuning dengan latar belakang ungu. Perubahan warna ungu

menjadi kuning menandakan adanya aktivitas antioksidan dari ketiga fraksi

ekstrak. Hasil pola pemisahan dengan KLT dan hasil uji kualitatif dapat dilihat

pada gambar 4.1 da 4.2.

(a) (b) (c)

Gambar 4.1 Hasil KLT dan Skrining Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-

Heksana (spot kiri) dan Etil Asetat (spot kanan)

(a) Pada panjang gelombang 254 nm (b) Pada panjang gelombang 366 nm

(c) Hasil uji kualitatif dengan DPPH

Page 50: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.4. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Makinoa crispata (Steph.)

Miyak.

Skrining aktivitas antioksidan yang telah dilakukan secara kualitatif

kemudian dilanjutkan ke uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif. Uji dilakukan

dengan metode dari Chyau, et al., yaitu dengan menggunakan larutan DPPH 0,25

mM. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan instrumentasi Spektrofotometer

UV-Vis. Larutan blanko digunakan untuk mengukur panjang gelombang

maksimum (λmax) DPPH sehingga didapatkan. panjang gelombang 516,1 nm

(Lampiran 3). Panjang gelombang tersebut sesuai dengan panjang gelombang

maksimum DPPH menurut literatur yang dinyatakan bahwa DPPH memiliki

panjang gelombang maksimum 515-520 nm (Locatelli, et al., 2009).

Pengujian secara kuantitatif kemudian dilakukan terhadap ekstrak

Makinoa crispata fraksi n-heksana, etil asetat, dan methanol. Larutan ekstrak

kemudian dibuat seri konsentrasi 200; 100; 50; 25; 12,5 dan 6,25 ppm. Kemudian

dari masing-masing konsentrasi diambil sebanyak 4 ml dan ditambahkan dengan

DPPH 0,25 mM sebanyak 1 ml. Larutan didiamkan selama 30 menit dalam ruang

gelap. Larutan uji diukur serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis. Nilai

(a) (b) (c)

Gambar 4.2 Hasil KLT dan Skrining Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol

(a) Pada panjang gelombang 254 nm (b) Pada panjang gelombang 366 nm

(c) Hasil uji kualitatif dengan DPPH

Page 51: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

absorbansi DPPH yang diperoleh digunakan untuk menentukan nilai presentasi

penghambatan radikal DPPH (% inhibisi), kemudian dapat ditentukan nilai

inhibitory concentration (IC50) ekstrak yang diujikan. Setelah diperoleh nilai IC50,

dihitung nilai antioxidant activity index (AAI) dari masing-masing ekstrak.

IC50 adalah bilangan yang menunjukkan konsentrasi ekstrak yang mampu

menghambat aktivitas DPPH sebesar 50%. Semakin kecil nilai IC50 berarti

semakin tinggi aktivitas antioksidan (Molyneux, 2004). Nilai IC50 didapatkan dari

regresi linier antara konsentrasi sampel dengan persen inhibisinya. Perbandingan

antara konsentrasi DPPH yang digunakan dalam uji (ppm) dengan nilai IC50 yang

diperoleh (ppm) dari masing-masing ekstrak, akan memberikan nilai AAI. Nilai

AAI ini digunakan untuk menggolongkan sifat antioksidan dari senyawa uji.

Prinsip dari metode DPPH adalah interaksi antioksidan dengan DPPH baik

secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH akan menetralkan

karakter radikal bebas dari DPPH. Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH

menjadi berpasangan maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning

terang (Rajauria, et al., 2007). Pengukuran serapan dilakukan setelah dilakukan

inkubasi selama 30 menit agar terjadi reaksi antara DPPH sebagai radikal bebas

dengan sampel yang diuji.

Senyawa pembanding dalam metode in vitro dibutuhkan sebagai kontrol

positif aktivitas antioksidan. Senyawa pembanding yang sering digunakan adalah

vitamin C dan BHT. Keduanya digunakan untuk mewakili antioksidan alami dan

sintetik. Vitamin C bekerja sebagai antioksidan sekunder yang menghambat

aktivitas radikal bebas dan mencegah terjadinya reaksi berantai (Afriani, et al.,

2011) sedangkan BHT bekerja dengan memberikan atom hidrogen pada radikal

bebas sehingga radikal bebas menjadi senyawa yang lebih stabil (Riyanti et al.,

2013).

Pada penelitian ini antioksidan pembanding yang digunakan adalah

vitamin C. Menurut Praditasari (2016), sebesar 86,85% penelitian menggunakan

vitamin C sebagai pembanding. Vitamin C lebih banyak digunakan daripada BHT

karena vitamin C merupakan antioksidan alami yang lebih baik dibandingkan

antioksidan sintetik. Atom hidrogen pada gugus hidroksil berikatan dengan

radikal bebas sehingga meningkatkan stabilitas radikal bebas. Vitamin C memiliki

Page 52: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

empat gugus hidroksil sedangkan BHT hanya memiliki satu gugus hidroksil,

sehingga aktivitas antioksidan vitamin C jauh lebih kuat dibandingkan BHT

(Muharni, et al., 2013).

Sampel IC50

(mg/mL) AAI Sifat Antioksidan

Ekstrak n-

heksana 0,37 0,26

Aktivitas antioksidan lemah

(IC50 0,151 - 0,200 mg/mL, AAI < 0.5)

Ekstrak etil

asetat 0,10 0,97

Aktivitas antioksidan sedang

(IC50 0.101-0.150 mg/mL, AAI 0.5 – 1.0)

Ekstrak

metanol 0,09 1,04

Aktivitas antioksidan kuat

(IC50 0,05-0,1 mg/mL, AAI 1.0 – 2.0)

Vitamin C 1,88 x 10-3

51,90 Aktivitas antioksidan sangat kuat

(IC50 0,05 mg/mL, AAI > 2.0)

Hasil uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif terhadap ekstrak n-

heksana, etil asetat, dan metanol dari M. Crispata serta vitamin C menunjukkan

bahwa ekstrak memiliki aktivitas yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan

vitamin C. Berdasarkan nilai IC50 dan AAI yang didapatkan, ekstrak n-heksana

memiliki aktivitas terendah dan tergolong memiliki aktivitas antioksidan lemah,

ekstrak etil asetat tergolong memiliki aktivitas antioksidan sedang atau moderate,

sedangkan metanol tergolong memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi (Tabel

4.2). Ekstrak etil asetat kemudian dilanjutkan ke proses isolasi untuk mendapatkan

senyawa yang bertanggung jawab pada aktivitas antioksidan ekstrak. Alasan

pemilihan ekstrak etil asetat untuk dilanjutkan pada proses isolasi karena ekstrak

etil asetat memiliki aktivitas yang lebih baik dan rendemen yang lebih banyak

dibandingkan dengan ekstrak n-heksana. Sedangkan ekstrak metanol yang

memiliki aktivitas terbaik dan rendemen terbanyak di antara ketiga ekstrak, juga

dilanjutkan ke proses isolasi oleh mahasiswa lain karena pengerjaan dilakukan

dalam tim.

Tabel 4.2 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan

Page 53: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.5. Hasil Isolasi Senyawa Murni

4.5.1. Kromatografi Kolom

Isolasi senyawa murni dari ekstrak etil asetat M. Crispata dilakukan dengan

menggunakan kromatografi kolom. Pada proses pemisahan senyawa hingga

didapatkan senyawa murni, dilakukan empat kali proses isolasi menggunakan

kromatografi kolom yang dilakukan secara bertingkat. Berikut ini proses isolasi

dengan menggunakan kromatografi kolom.

a. Kromatografi Kolom Ekstrak Kental Etil Asetat (Kromatografi Kolom I)

Ekstrak kental etil asetat dilakukan pemisahan menggunakan kromatografi

kolom dengan ukuran tinggi 70 cm dan diameter 3 cm. Fase diam yang digunakan

adalah silika gel 60 GF254 (ukuran partikel 0,063-0,2 mm) sebanyak 35 gram.

Sebelumnya, kolom yang akan digunakan dibersihkan dan dipersiapkan fase gerak

yang akan digunakan pada kolom.

Setelah kolom siap, ekstrak kental etil asetat sebanyak 2,77 gram dilarutkan

dengan sedikit pelarutnya yaitu etil asetat, kemudian dialirkan ke dalam kolom

sedikit demi sedikit. Kolom kemudian dialiri dengan n-heksana sedikit demi

sedikit untuk mendorong ekstrak turun melalui kolom. Elusi kemudian dilakukan

setelah ekstrak turun melalui kolom.

Sistem fase gerak yang digunakan yaitu campuran pelarut n-heksana dan etil

asetat yang kepolarannya dinaikkan secara bertahap dengan mengatur komposisi

campuran masing-masing fraksi. Masing-masing fase gerak digunakan sebanyak

250 ml dengan perbandingan n-heksana dan etil asetat yang setiap gradien

kepolarannya ditingkatkan sebanyak 10%. Fraksinasi pertama dilakukan dengan

mengaliri kolom dengan fase gerak n-heksana : etil asetat 9 : 1 sebanyak 250 mL.

Fraksinasi dilakukan hingga fase gerak yang digunakan telah mencapai gradien

akhir yaitu etil asetat 100%. Dari hasil kromatografi kolom, diperoleh fraksi

sebanyak 217 fraksi. Setiap fraksi yang diperoleh, dilakukan kromatografi lapis

tipis dan dilihat pola bercak yang dihasilkan dibawah lampu UV dengan panjang

gelombang 254 nm dan 366 nm. Pada plat KLT dilakukan uji aktivitas

antioksidan dengan menyemprot reagen DPPH dengan konsentrasi 0,2%.

Fraksi yang memberikan bercak dengan nilai Rf yang sama digabungkan

dalam satu vial yang selanjutnya akan dilakukan pemisahan kembali dengan

Page 54: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kromatografi kolom (Lampiran 9). Setelah penggabungan, dari 217 fraksi

kemudian didapatkan 14 sub fraksi yang memberikan pola bercak sama

(Lampiran 10). Bercak antioksidan yang akan dijadikan senyawa target untuk

diisolasi terdapat pada fraksi F1.F (vial nomor 23-34) dengan bobot 184,3 mg,

sehingga fraksi tersebut dilakukan pemisahan lebih lanjut dengan kromatografi

kolom sephadex LH-20.

b. Kromatografi Kolom dari Fraksi F1.F (Kromatografi Kolom II)

Hasil uji bercak fraksi F1.F dengan kromatografi lapis tipis tidak

memberikan pemisahan yang baik dengan Rf yang berdekatan. Oleh karena itu,

dilakukan lagi pemisahan fraksi F1.F untuk memperoleh senyawa yang lebih

murni. Kromatografi kolom II ini dilakukan dengan menggunakan fasse gerak

sephadex LH-20. Sephadex LH-20 biasa digunakan untuk pemisahan produk

alam seperti steroid, terpenoid, lipid, dan peptida dengan berat molekul rendah

(GE Healthcare, 2010) dimana senyawa-senyawa tersebut yang menjadi target

dari isolasi. Selain itu, Sephadex LH-20 memiliki selektivitas yang sangat tinggi

untuk senyawa aromatik (GE Healthcare, 2010), sehingga membantu dalam

proses pemisahan senyawa organik yang diduga terdapat dalam fraksi.

Kolom yang digunakan untuk kromatografi dengan Sephadex LH-20 ini

memiliki ukuran diameter 1 cm dan tinggi 75 cm. Sephadex LH-20 dirancang

untuk digunakan memakai pelarut organik. Umumnya eluen yang cocok

digunakan dengan adsorben ini adalah metanol (Kristanti et al., 2008). Maka dari

itu eluen yang digunakan untuk proses elusi dengan fase diam sephadex LH-20

adalah metanol 100%.

Dari hasil kromatografi kolom II diperoleh fraksi sebanyak 124 fraksi yang

selanjutnya dilakukan KLT dan diuji aktivitas antioksidannya dengan

DPPH(Lampiran 11). Dari 124 fraksi diperoleh 5 sub fraksi dari hasil gabungan

fraksi yang memiliki pola bercak yang sama(Lampiran 12). Dari 5 sub fraksi yang

ada, senyawa target yang memilki aktivitas antioksidan yang kemungkinan kuat

terdapat pada fraksi F2.B dengan bobot 73,9 mg. Oleh karena itu, fraksi tersebut

dilakukan pemisahan kembali untuk memperoleh senyawa yang lebih murni.

Page 55: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

c. Kromatografi Kolom dari Fraksi F2.B (Kromatografi Kolom III)

Pada kromatografi kolom III, fase diam yang digunakan silika gel 60 GF254.

Pemisahan kembali dilakukan dengan silika gel karena pada proses pemisahan

menggunakan sephadex LH-20 sebelumnya senyawa masih saling bertumpuk

sehingga pemisahan yang terjadi kurang baik. Sehingga penggunaan silika gel

diharapkan memberikan pemisahan yang lebih nyata agar dapat memudahkan

dalam proses isolasi senyawa murni.

Fase gerak yang digunakan sama dengan kromatografi kolom I, yaitu

campuran pelarut antara n-heksana dan etil asetat, dimulai dari perbandingan n-

heksana : etil asetat 9 : 1, dengan peningkatan gradien kepolaran sebesar 10 %,

sampai dengan 100% etil asetat. Masing-masing fase gerak dibuat sebanyak 200

ml.

Dari hasil kromatografi kolom III diperoleh 111 fraksi yang kemudian

dilakukan pengamatan pola bercak dengan sinar UV dan uji kualitatif antioksidan

dengan DPPH (Lampiran 13). Dari 111 fraksi didapatkan 7 sub fraksi dari hasil

gabungan fraksi yang memiliki pola bercak yang sama (Lampiran 14). Dari 7 sub

fraksi, sub fraksi 3 C memiliki pola bercak yang dominan dan memiliki aktivitas

antioksidan, sehingga sub fraksi ini kemudian dilakukan pemisahan kembali untuk

memperoleh senyawa yang lebih murni.

d. Kromatografi Kolom dari Fraksi F3.C (Kromatografi Kolom IV)

Pada kromatografi kolom IV, fase diam kembali menggunakan sephadex

LH-20. Penggunaan sephadex diharapkan dapat memberikan pemisahan yang

lebih spesifik sehingga didapat senyawa yang lebih murni. Panjang kolom dan

fase gerak yang digunakan sama seperti pada kolom II.

Dari hasil kromatografi kolom IV diperoleh 55 fraksi yang kemudian

dilakukan pengamatan pola bercak dengan sinar UV dan uji kualitatif antioksidan

dengan DPPH (Lampiran 15). Dari 55 fraksi didapatkan 3 sub fraksi dari hasil

gabungan fraksi yang memiliki pola bercak yang sama (Lampiran 16). Dari 3 sub

fraksi, sub fraksi F4.C dilanjutkan untuk dipisahkan dengan metode kromatografi

lapis tipis preparatif. Pemilihan sub fraksi ini didasarkan karena fraksi ini

memiliki pola bercak yang paling sedikit, sehingga hanya menunjukkan 3 bercak

senyawa. Selain itu fraksi ini menunjukkan pola pemisahan yang baik sehingga

Page 56: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dapat dilanjutkan untuk pemisahan senyawa hingga didapatkan senyawa yang

murni.

4.5.2. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLT-P)

Proses isolasi selanjutnya dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis

preparatif (KLTP). Pemilihan metode ini dikarenakan jumlah sub fraksi yang

sangat sedikit yaitu 2,3 mg, sehingga akan sulit diisolasi dengan menggunakan

kolom kromatografi.

Sub fraksi F4.B diisolasi menggunakan plat KLT yang berukuran 10x10 cm.

Plat KLT terbuat dari alas kaca berukuran 10x10 cm yang kemudian dilapisi

dengan silika gel khusus kromatografi lapis tipis preparatif. Sub fraksi kemudian

diteteskan disepanjang batas bawah yang dibuat pada bagian bawah KLTP. Eluen

yang digunakan sebagai fase gerak merupakan campuran pelarut antara n-heksana

: etil asetat dengan perbandingan 7 : 3. Penentuan eluen sebelumnya dilakukan

dengan menggunakan KLT biasa untuk mendapatkan campuran eluen yang tepat

yang dapat memberikan pola pemisahan terbaik sehingga dapat dengan mudah

diisolasi ketika diaplikasikan dengan KLTP. Elusi dilakukan dalam chamber yang

sebelumnya telah dijenuhkan.

Dari hasil pemisahan dengan KLTP, didapatkan 3 senyawa yang berbeda, 2

diantaranya terlihat pada sinar UV panjang gelombang 254 nm sedangkan 1

senyawa terlihat pada sinar UV panjang gelombang 366 nm. Masing-masing

kemudian diberi nama A, B, dan C.

Pita pemisahan yang terlihat kemudian dikerok dan dipisahkan. Silika yang

sudah dikerok kemudian di elusi dengan etil asetat dan ditampung ke dalam vial.

Pelarut yang digunakan untuk elusi kemudian dikeringkan agar didapatkan

senyawa hasil isolasi. Ketiga isolat senyawa yang sudah kering kemudian di KLT

untuk dilihat pemisahannya dan aktivitas antioksidannya secara kualitatif. Eluen

yang digunakan adalah campuran pelarut n-heksana : etil asetat dengan

perbandingan 7 : 3.

Page 57: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dari hasil KLT, pemisahan A masih menunjukkan 2 spot pada panjang

gelombang 254 nm, sedangkan B menunjukkan satu spot pada panjang

gelombang 254 nm, dan C tidak menunjukkan spot. Pada panjang gelombang 366

nm tidak ada spot yang terlihat. Pengujian DPPH secara kualitatif menunjukkan

bahwa hanya senyawa pada pemisahan B yang memiliki aktivitas antioksidan.

Oleh karena itu, dilakukan uji kemurnian dan penentuan struktur terhadap

senyawa. Selanjutnya senyawa ini diberi kode nama MCEAB.

(a) (b) (c)

Gambar 4.4 Hasil KLT dan Uji Kualitatif Senyawa MCEAB (a) Pada panjang gelombang 254 nm (b) Pada panjang gelombang 366 nm

(c) Hasil uji kualitatif dengan DPPH

(a) (b)

Gambar 4.3 Hasil Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

(a) Pada panjang gelombang 254 nm (b) Pada panjang gelombang 366 nm

Page 58: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.6. Hasil Uji Kemurnian dan Penentuan Struktur Senyawa Hasil Isolasi

4.6.1. Kromatografi Lapis Tipis Dua Dimensi

Uji kemurnian senyawa dilakukan untuk melihat apakah senyawa yang telah

berhasil di isolasi merupakan senyawa murni atau senyawa tunggal yang sudah

tidak tercampur dengan senyawa atau pengotor lainnya. Uji kemurnian senyawa

yang dilakukan menggunakan metode kromatografi lapis tipis dua dimensi (KLT

Dua Dimensi).

KLT dua dimensi digunakan untuk menguji kemurnian senyawa dengan

melihat bercak yang dihasilkan dengan kromatografi yang dilakukan secara dua

arah. Senyawa dikatakan murni apabila memiliki bercak tunggal setelah dilakukan

pengujian dengan KLT dua dimensi. Pengujian dilakukan menggunakan plat KLT

berukuran persegi (5x5 cm). KLT dua dimensi dilakukan dengan cara mengelusi

senyawa dengan eluennya. Setelah dielusi, KLT yang digunakan diputar 90

derajat kemudian KLT dielusi kembali dari sisi tersebut. Kemudian hasil elusi

dilihat dibawah lampu UV 254 nm dan 366 nm untuk dilihat pola bercaknya.

Hasil pengujian KLT dua dimensi (Gambar 4.9) menunjukkan bahwa

senyawa MCEAB terelusi menjadi satu spot tunggal. Hasil ini menunjukkan

bahwa MCEAB sudah merupakan senyawa murni yang tidak lagi tercampur

dengan senyawa ataupun pengotor lainnya. Nilai Rf senyawa MCEAB yang

didapatkan dari hasil KLT dua dimensi adalah 0,575.

Gambar 4.5 Hasil Pengujian KLT Dua Dimensi

Page 59: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.6.2. 1H-NMR (Proton Nuclear Magnetic Resonance)

Senyawa MCEAB yang telah diisolasi kemudian diidentifikasi struktur

molekul dengan menggunakan instrument yaitu 1H-NMR (Proton Nuclear

Magnetic Resonance). Analisis struktur kimia dengan 1H-NMR, memungkinkan

untuk mengetahui adanya proton dalam suatu struktur molekul. Data yang

dihasilkan dari 1H-NMR berupa pergeseran kimia yang dapat dianggap sebagai

ciri bagian tertentu dari suatu struktur molekul dan dapat membantu

mengidentifikasi tiap gugus suatu senyawa.

Pada penelitian ini, senyawa MCEAB murni dilarutkan dengan pelarut

khusus untuk NMR, kemudian dianalisa dengan menggunakan 1H-NMR. Sebelum

pengujian, terlebih dahulu dilakukan penyesuaian pada perlakuan terhadap

sampel, pelarut yang digunakan, dan pengaturan instrumen. Berdasarkan

pengujian kelarutan, senyawa MCEAB larut dalam kloroform, sehingga untuk

analisis 1H-NMR pelarut yang digunakan adalah. CDCl3. Analisa struktur

senyawa dilakukan dengan spektroskopi 1H-NMR dengan sistem konsol DD2,

yang beroperasi pada frekuensi 500 MHz (1H) dan 125 MHz (

13C). Hasil analisis

berupa pergeseran kimia seperti pada gambar 4.10 dan tabel 4.3.

Gambar 4.6 Spektrum Hasil Analisis MCEAB Menggunakan 1H-NMR

Page 60: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pergeseran

Kimia (δH) Integrasi

Perkiraan

Jumlah H Perkiraan Gugus Fungsi

0,3 3,5 3

0,85 4,5 4

1,3 8,5 8 CH alifatik

1,65 47,1 47

2,7 - 2,9 5,8 6 OCH3

3,0 2,7 3

5,5 1,4 1 =CH3

6,05 1,5 1

6,2 0,7 1

6,4 1,0 1

6,55 0,7 1

6,60 1,6 2

6,65 1,2 1

6,75 1,5 1

6,85 1,1 1

6,95 – 7,05 4,2 4

7,15 1,3 1

7,35 1,0 1

Struktur senyawa MCEAB belum dapat dianalisa karena keterbatasan

spektrum yang ada sehingga informasi yang dibutuhkan untuk menganalisa

struktur senyawa tidak cukup. Senyawa MCEAB diduga merupakan senyawa

golongan bibenzil yang biasa ditemui pada lumut hati M.crispata dilihat dari

adanya gugus aromatis yang dihasilkan pada spektrum.

Tabel 4.3 Hasil Analisis MCEAB Menggunakan 1H-NMR

Page 61: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

45 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

1. Ekstrak lumut hati Makinoa crispata (Steph.) Miyake memilik aktivitas

antioksidan baik pada fraksi n-heksana, etil asetat dan metanol.

2. Isolasi dilakukan terhadap fraksi etil asetat yang memiliki aktivitas

antioksidan sedang dengan nilai AAI sebesar 0,97 dan IC50 100,84 ppm.

3. Senyawa murni aktif antioksidan yang didapatkan yaitu senyawa MCEAB

dengan bobot sebesar 3 mg dari 2,77 g fraksi etil asetat. Senyawa MCEAB

memiliki Rf 0,575. Berdasarkan hasil analisa 1H-NMR, diduga bahwa

senyawa MCEAB merupakan senyawa golongan bibenzil yang biasa

ditemui pada lumut hati M.crispata.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan analisis lebih lanjut mengenai struktur senyawa MCEAB

dengan instrumen.

2. Perlu dilakukan isolasi senyawa metabolit sekunder lainnya dari fraksi

aktif antioksidan lumut M. crispata.

3. Perlu dilakukan uji aktivitas antioksidan kuantitatif dari senyawa murni

yang didapat jika memungkinkan.

Page 62: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

46 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. 1997. Teknik Kromatografi Untuk Analisa Bahan Makanan.

Yogyakarta : Penerbit Andi.

Afriani S, Idiawati N, Destiarti L, Arianie L. 2014. Uji Aktivitas Antioksidan

Daging Buah Asam Paya (Eleiodoxa conferta Burret) Dengan Metode

DPPH dan Tiosianat. JKK.; 3(1):49-56.

Andlauer, W. and P. Furst. 1998. Antioxidative Power of Phytochemicals With

Special Reference to Cereals. Minneapolis, Minnesota : General Mills, Inc.

Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. diterjemahkan oleh Farida

Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, 255-271, 607-608,700,

Jakarta : UI Press.

Arni Praditasari. 2016. Review: Metode Uji Aktivitas Antioksidan Secara In Vitro

Pada Ekstrak Tanaman. Bandung : Fakultas Farmasi Universita Padjajaran.

Asakawa. Y.. 2008. Liverworts-Potential Source of Medicinal Compound.

Current Pharmaceutical Design 14: 3067-3088.

Asakawa, Y, Ludwiczuk, A, Nagashima, F, Masao Toyota, Toshihiro Hashimoto,

Motoo Tori, Yoshiyasu Fukuyama dan Liva Harinantenaina. 2009.

Bryophytes: Bio- and Chemical Diversity, Bioactivity and

Chemosystematics. Tokushima : Heterocycles, Vol.77, No.1 DOI:

10.3987/REV-08-SR(F)3

Bakalin, V.A., Arikawa, T. & Higuchi, M., 2013. A Collection of Hepatics from

the Tottori Prefecture , Japan. , 39(4), pp.165–172.

Basset. J., R.C. Denny, G.H. Jeffrey, J. Mendham. 1994. Kimia Analisis

Kuantitatif Anorganik. EGC : Jakarta.

Blois, M. S,. 1958. Antioxidant Determination By The Use of a Stable Free

Radical, Nature. 181: 1199-1200.

Bruneton, J. 1999. Pharmacognosy, Phytochemistry and Medicinal Plants.

England, U.K : Intercept. Ltd..

Boveris, A.D., Galatro, A., Sambrotta, L., Ricco, R., Gurni, A.A., Puntarulo, S.

2001. Antioxidant Capacity of a 3-deoxyanthocyanidin from Soybean.

Phytochemistry 58, 1097–1105.

Daintith, J. 1994. Kamus Lengkap Kimia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Damayanti, L. 2006. Koleksi Bryophyta Taman Lumut Kebun Raya Cibodas, UPT

Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas: Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia.

Page 63: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Day, R.A. and A.L. Underwood. 2002. Quantitative Analysis. Sixth Edition.

Prentice-Hall. New York.

Departemen Kesehatan RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan

Obat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan.

Fadhilla, R. 2010. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Tumbuhan Lumut Hati

(Marchantia paleacea) Terhadap Bakteri Patogen dan Pembusuk Makanan.

Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka

Pelajar. Yogyakarta.

Grassmann, J., 2005. Terpenoids as Plant Antioxidants. Vitamins and Hormones,

72 (February 2005), pp.505–535.

Gritter, R, J., Bobbits, J.M, dan A. E. Schwarting, 1991. Introduction to

Chromatography (Pengantar Kromatografi), Edisi ke-2, diterjemahkan oleh

K. Padmawinata, Bandung: Penerbit ITB.

Goldberg, G. 2003. Plants: Diet and Health. I Owa State Press, Blackwell

Publishing Company, 2121 State Avenue, Ames, USA.

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. terjemahan K. Radmawinata dan

I.Soediro. Penerbit ITB. Bandung.

Hashimoto, T. & Asakawa, Y., 1989. Drimane-type Sesquiterpenoids from

Liverwort Makinoa crispata. , 28(12), pp.3377–3381.

Healthcare, G.E., 2010. Gel filtration. Nature Methods, 3(3), pp.1–8.

Heinrich, M. Barnes, J. Gibbons, S. Williansom, M, E. Fundamental of

Pharmacognosy and Phytotherapy. Philadelpia: Penerbit Elsevier.

Hostettman, K; Hostettman, M; Maerston. 1995. Preparative Chromatography

Technique:Application in Natural Product Isolation. (diterjemahkan Oleh

Kosasih P) Bandung: Penerbit ITB.

Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta UI : Press.

Kristanti, A.N., N.S. Aminah, M. Tanjung, dan B. Kurniadi. 2008. Fitokimia.

Airlangga University Press. Surabaya.

Komala, Ismiarni., Azrifitria., Yardi., Betha, Ofa Suzanti., Muliati, Finti., Ni’mah,

Maliyathun. 2015. Antioxidant and Anti-Inflamatory of the Indonesian

Ferns, Nephrolepis falcata and Pyrrosia lanceolata. Ciputat, Indonesia:

Internatoional Of Pharmacy And Pharmaceutical Sciences.

Lee, Y, J. Yon, W, J. Kim, T, C. Lim, T, S. 2004. Antioxidant Activity of

Phenylpropanoid Esters Isolated and Identified from Platycodon

grandiflorum A. DC. Journal Phytochemistry. Elsevier.

Page 64: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Locatelli, M., Gindro, R., Travaglia, F., Coïsson, J.D., Rinaldi, M., & Arlorio, M.

2009. Study of the DPPH-scavenging activity: Development of a free

software for the correct interpretation of data. Food Chemistry, 114,889–

897.

Ludwiczuk, A., et al. 2008. Volatile Components from Selected Mexican,

Ecuadorian, Greek, German, and Japanese Liverworts. Natural Product

Communication. Vol 3(2) : 133- 14.

Miller, H. E., F. Rigelholf, L. Marquart, A. Prakash, M. Kanter. 2000. Antioxidant

Content of Whole Grain Breakfast Cereals, Fruits and Vegetables. Journal

of The American College of Nutrition. Vol. 19. No. 3.

Molyneux, P. 2004. The Use of Stable Free Radical Diphenylpicrylhidrazil

(DPPH) For Estimating Antioxidant Activity. Songklanakrin Journal

Science Technologi 26 (2).

Muchtadi, D. 2000. Sayur-sayuran Sumber Serat dan Antioksidan: Mencegah

Penyakit Degeneratif. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas

Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Muharni M, Elfita E, dan Amanda A. Aktivitas antioksidan senyawa (+)

morelloflavon dari kulit batang tumbuhan gamboge (Garcinia

xanthochymus). Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung; 2013.

Murniningtyas, Endah. Darajati, W. Sumardja E. S. 2016. Indonesia Biodiversity

Strategy and Action Plan (IBSAP) 2015-2020. BAPPENAS.

Nur Md A, Bristi NJ, and Rafiquzzaman Md. Review on In Vivo and In Vitro

Methods Evaluation of Antioxidant Activity. Saudi Pharmaceutical Journal.

2013; 21:143–152

Prakash, A. Rigelhof, F. Miller, E. 2001. Activity Antioxidant. Medallion

Laboratories.

Pranoto, E.N., Widodo, F.M., dan Delianis P. (2012). Kajian Aktivitas Bioaktif

Ekstrak Teripang Pasir (Holothuria scabra) Terhadap Jamur Candida

albicans. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 1(1): 1-8

Rajauria, G., Jaiswal, A.K., Abu-Ghannam, N., Gupta, S. 2012. Antimicrobial,

Antioxidant and Free Radical-Scavenging Capacity of Brown Seaweed

Himanthalia Elongata from Western Coast of Ireland. Journal of Food

Biochemistry. doi:10.1111/j.1745-4514.2012.00663.x

Riyanti F, Loekitowati H, dan Muharrani R. 2011. Pengaruh Pemanasan dan

Penambahan Antioksidan BHT Pada Minyak Biji Ketapang (Terminalia

catappa Linn.) dan Kinetika Reaksi Oksidasi.

Sarker, D, S. Latif, Z. Gray, I, A. 2006. Natural Product Isolation. Second

Edition. Humana Press. Totowa, New Jersey.

Page 65: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Schafer H, Wink M, 2009. Medicinally Important Secondary Metabolites in

Recombinant Microorganisms or Plants: Progress in Alkaloid Biosynthesis.

Biotechnology Journal.

Scherer, R. & Godoy, H.T., 2009. Antioxidant Activity Index (AAI) by the 2,2-

diphenyl-1-Picrylhydrazyl Method. Department of Food Science, Faculty of

Food Engineering, Campinas State University (UNICAMP), 112, pp.654–

658

Simanjuntak, P., T. Parwati, L. E. Lenny, S. Tamat, R. Murwani. 2004. Isolasi

dan Identifikasi Senyawa Antioksidan dari Ekstrak Benalu Teh, Scurrula

oortiana (Korth) Danser (Loranthaceae). Jurnal Ilmu Kefarmasian

Indonesia ISSN 1693-1831, Vol. 2 No. 1.

Sri Wahdaningsih, S.W. and E.P.S., 2013. Isolation and Identification of

Antioxidant Compounds in Fern Stems (Alsophila Glauca J.Sm) Using

DPPH Method (2,2-Diphenyl-1-Picrylhydrazyl). , 18 (January), pp.5–10.

Stahl, E. 1969. Apparatus and General Techniques in TLC. dalam : Stahl, E. (ed).

Thin Layer Chromatography a Laboratory Handbook. Terj. dari

Dunnschicht chromatographie, oleh Ashworth, M.R.F. Berlin: Springer-

Verlag, 61-77.

Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Penerjemah :

Kosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB.

Sudarmadji S, Bambang H, Suhardi. 2007. Analisis Bahan Makanan dan

Pertanian. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

Sudjadi, M, S,. 1985. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Penerbit Ghalia.

Jakarta.

Supari, F. 1996. Radikal Bebas dan Patofisiologi Beberapa Penyakit.

ProsidingSeminar Senyawa Radikal dan Sistem Pangan: Reaksi

Biomolekuler, Dampak Terhadap Kesehatan dan Penangkalan. Kerjasama

Pusat Studi Pangan dan Gizi-IPB dengan Kedutaan Besar Prancis, Bogor.

Surai, P. F. 2003. Natural Antioxidant in Avian Nutrition and Reproduction.

Bookcraft, Bath, England

Syahrizal, D. 2008. Pengaruh proteksi vitamin C terhadap enzim transaminase

dan gambaran histopatologis hati mencit yang dipapar plumbum. Tesis

Universitas Sumatera Utara.

Tiwari, P. Kumar, B. Kaur, G. Kaur H. 2011. Phytochemical screening and

extraction: A Review. Internationale Pharmaceutica Sciencia. Vol.I, Issue,I.

Vimala S, Adenan Mohd Ilham, Ahmad abdull Rashih and Shahdan Rohana.

2003. Nature’s Choice To Wellnesi : Antioxidant vegetables/Ulam.

Malaysia, Kuala Lumpur : Forest Research Institut.

Page 66: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Wang, S. Y., Y. H. Kuo, H. N. Chang, P. L. Kang, H. S. Tsay, K. F. Lin,

N.S.Yang, L. F. Shyur. 2002. Profiling and Characterization Antioxidant

Activities in Anoectochilus formosanus Hayata. Journal of. Agricultural

and. Food Chemistry. 50.1859-1865.

Watson, D,G,. 2009. Analisis Farmasi : Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan

Praktisi Kimia Farmasi. Penerjemah: Winny R. Syarief, Edisi kedua.

Jakarta : EGC.

Winarsi Herry. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta:Kanisus.

Windadri, F. I. 2007. Lumut (Musci) di Kawasan Cagar Alam Kakenauwe dan

Suaka Margasatwa Lambusango, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Jurnal

Biodiversitas, vol : 8 no 3. Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi,

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong.

Wu, huei-J.L. and C.-L., 1997. A Rearranged Abietane-type Diterpenoid From

Liverwort Makinoa crispata. Science, 44(8), pp.1523–1525.

Page 67: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

51

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Hasil Determinasi Sampel

Page 68: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. Perhitungan Rendemen Ekstrak

Rumus perhitungan % rendemen

% rendemen ekstrak =

Bobot simplisia awal = 156,96 g

Fraksi Bobot Ekstrak Perhitungan % rendemen

N-heksana 2,33 gram

% rendemen ekstrak n-heksan

=

= 1,48%

Etil Asetat 2,77 gram

% rendemen ekstrak etil asetat

=

= 1,77%

Metanol 7,11 gram

% rendemen ekstrak metanol

=

= 4,52%

Page 69: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3. Panjang Gelombang Maksimum DPPH

Panjang gelombang maksimum DPPH yang diperoleh adalah 516,1 nm, sesuai

dengan literatur yaitu 515-520 nm (Locatelli et al, 2009).

Page 70: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 4. Tabel Absorbansi dan Kurva Persamaan Regresi Linear Uji

Kuantitatif Aktivitas Antioksidan Ekstrak N-Heksana Makinoa crispata

Konsentrasi (ppm) Absorbansi Persen Inhibisi (%)

Blanko (0) 0,64 2,15

6,25 0,62 3,01

12,5 0,61 4,91

25 0,60 8,07

50 0,58 14,39

100 0,54 2,15

y = 0.1298x + 1.49 R² = 0.9994

0

2

4

6

8

10

12

14

16

0 20 40 60 80 100 120

% i

nh

ibis

i

konsentrasi (ppm)

Kurva regresi linier ekstrak n-heksana

Page 71: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

55

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 5. Tabel Absorbansi dan Kurva Persamaan Regresi Linear Uji

Kuantitatif Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etil Asetat Makinoa crispata

Konsentrasi (ppm) Absorbansi Persen Inhibisi (%)

Blanko (0) 0,48 10,01

6,25 0,44 13,0

12,5 0,42 19,19

25 0,39 29,21

50 0,34 49,33

100 0,25 10,01

y = 0.4163x + 8.0177 R² = 0.9988

0

10

20

30

40

50

60

0 20 40 60 80 100 120

% i

nh

ibis

i

konsentrasi (ppm)

Kurva regresi linier ekstrak etil asetat

Page 72: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

56

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6. Tabel Absorbansi dan Kurva Persamaan Regresi Linear Uji

Kuantitatif Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Makinoa crispata

Konsentrasi (ppm) Absorbansi Persen Inhibisi (%)

Blanko (0) 0,49 11,31

6,25 0,44 14,78

12,5 0,42 20,49

25 0,39 30,68

50 0,34 52,49

100 0,23 11,31

y = 0.4341x + 9.1318 R² = 0.9994

0

10

20

30

40

50

60

0 20 40 60 80 100 120

% i

nh

ibis

i

konsentrasi (ppm)

Kurva regresi linier ekstrak metanol

Page 73: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 7. Tabel Absorbansi dan Kurva Persamaan Regresi Linear Uji

Kuantitatif Aktivitas Antioksidan Larutan Pembanding (Vitamin C)

Konsentrasi (ppm) Absorbansi Persen Inhibisi (%)

Blanko (0) 0,38 24,70

6,25 0,28 54,01

12,5 0,18 80,68

25 0,07 95,40

50 0,02 96,19

100 0,01 24,70

y = 27.989x - 2.8471 R² = 0.9993

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

% i

nh

ibis

i

konsentrasi (ppm)

Kurva regresi linier Vitamin C

Page 74: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

58

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 8. Perhitungan Konsentrasi Hambat (IC50) dan Indeks Aktivitas

Antioksidan (AAI)

Rumus perhitungan AAI =

Sampel Perhitungan IC50 Perhitungan AAI

Ekstrak N-

Heksana

y = 0,1298x + 1,49

R² = 0,9994

50 = 0,1298x + 1,49

x = 373,72 ppm = 0,37 mg/mL

= 0,26

Ekstrak Etil

asetat

y = 0,4163x + 8,0177

R² = 0,9988

50 = 0,4163x + 8,0177

x = 100,84 ppm = 0,10 mg/mL

= 0,97

Ekstrak

Metanol

y = 0,4341x + 9,1318

R² = 0,9994

50 = 0,4341x + 9,1318

x = 94,14 ppm = 0,09 mg/mL

= 1,04

Vitamin C

y = 27,989x - 2,8471

R² = 0,9993

50 = 27,989x + 2,8471

x = 1,88 ppm = 1,88 x 10-3

mg/mL

= 50,90

Page 75: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

59

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 9. KLT Hasil Kromatografi Kolom Ekstrak Etil Asetat Makinoa

crispata (Kromatografi Kolom I)

254 nm 366 nm Kualitatif DPPH

Fraksi 1 – 11 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 9 : 1

Fraksi 13-31 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 9 : 1

Fraksi 33 – 41 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 4 : 1

Page 76: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

60

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Fraksi 43 – 55 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 4 : 1

Fraksi 57 – 65 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 7 : 3

Fraksi 67 – 77 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 7 : 3

Page 77: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

61

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Fraksi 79 – 87 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 3 : 2

Fraksi 89 – 95 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 3 : 2

Fraksi 97 – 101 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 3 : 2

Page 78: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

62

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Fraksi 103 – 113 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 2 : 3

Fraksi 115 – 125 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 2 : 3

Fraksi 127 – 135 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 3 : 7

Page 79: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

63

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Fraksi 137 – 147 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 3 : 7

Fraksi 149 – 159 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 1 : 4

Fraksi 161 – 171 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 1 : 4

Page 80: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

64

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Fraksi 173 – 183 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 1 : 9

Fraksi 185 – 193 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 1 : 9

Fraksi 195, 201, 207, 213 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 1 : 9

Gabungan fraksi 23-34 yang kemudian disebut sebagai F1.F dilanjutkan

untuk pemisahan dengan kromatografi kolom II.

Page 81: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

65

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 10. Bagan Kromatografi Kolom Ekstrak Kental Etil Asetat

(Kromatografi Kolom I)

Ekstrak Etil Asetat Makinoa

crispata

Kromatografi Kolom I

F1.A

(1-5)

F1.B

(6-10)

F1.C

(11-13)

F1.D

(14-17)

F1.E

(18-22)

F1.F

(23-34)

F1.G

(35-44)

F1.H

(45-52)

F1.I

(53-57)

F1.J

(58-66)

F1.K

(67-78)

F1.L

(79-87)

F1.M

(88-101)

F1.N

(102-115)

Kromatografi Kolom II

Fase diam : Silika gel 60 GF254

Fase gerak n-heksana : etil

asetat

Total 217 fraksi

Page 82: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

66

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 11. KLT Hasil Kromatografi Kolom Fraksi F1.F (Kromatografi Kolom

II)

254 nm 366 nm Kualitatif DPPH

Fraksi 1 – 11 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 4 : 1

Fraksi 13-27 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 4 : 1

Fraksi 29 – 41 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 4 : 1

Page 83: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

67

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Fraksi 43 – 49 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 4 : 1

Fraksi 51 – 59 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 4 : 1

Fraksi 61 – 79 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 4 : 1

Page 84: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

68

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Fraksi 81 – 89 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 4 : 1

Fraksi 91 – 107 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 4 : 1

Fraksi 109 – 125 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 4 : 1

Gabungan fraksi 18-23 yang kemudian disebut sebagai F2.Bdilanjutkan

untuk pemisahan dengan kromatografi kolom III.

Page 85: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

69

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 12. Bagan Kromatografi Kolom dari Fraksi F1.F (Kromatografi

Kolom II)

F1.F

(23-34)

Kromatografi Kolom II

F2.A

(14-17)

F2.B

(18-23)

F2.C

(24-28)

F2.D

(29-59)

F2.E

(60-124)

Kromatografi Kolom III

Fase diam : Sephadex LH-20

Fase gerak metanol 100%

Total 124 fraksi

Page 86: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

70

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 13. KLT Hasil Kromatografi Kolom Fraksi F2.B (Kromatografi

Kolom III)

366 nm 254 nm Kualitatif DPPH

Fraksi 1 – 13 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 9 : 1

Fraksi 15-27 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 4 : 1

Fraksi 29 – 41 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 7 : 3

Page 87: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

71

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Fraksi 43 – 55 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 3 : 2

Fraksi 57 – 69 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 2 : 3

Fraksi 71 – 83 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 3 : 7

Page 88: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

72

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Fraksi 85 – 97 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 1 : 4

Fraksi 99 - 111 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 1 : 9

Gabungan fraksi 13-17 yang kemudian disebut sebagai F3.C dilanjutkan

untuk pemisahan dengan kromatografi kolom IV.

Page 89: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

73

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 14. Bagan Kromatografi Kolom dari Fraksi F2.B (Kromatografi

Kolom III)

F2.B

(18-23)

Kromatografi Kolom III

F3.A

(1-7)

F3.B

(8-12)

F3.C

(13-17)

F3.D

(18-23)

F3.E

(25-30)

Kromatografi Kolom IV

Fase diam : Silika gel 60 GF254

Fase gerak n-heksana : etil asetat

Total 111 fraksi

F3.C

(13-17)

F3.F

(31-43)

Page 90: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

74

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 15. KLT Hasil Kromatografi Kolom Fraksi F3.C (Kromatografi

Kolom IV)

254 nm 366 nm Kualitatif DPPH

Fraksi 1 – 13 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 7 : 3

Fraksi 15 - 25 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 7 : 3

Fraksi 27 – 41 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 7 : 3

Page 91: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

75

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Fraksi 43 – 55 Eluen N- Heksan : Etil Asetat 7 : 3

Gabungan fraksi 34-45 yang kemudian disebut sebagai F4.C dilanjutkan

untuk pemisahan dengan kromatografi lapis tipis preparatif.

Page 92: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

76

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 16. Bagan Kromatografi Kolom dari Fraksi F3.C (Kromatografi

Kolom IV)

F3.C

(13-17)

Kromatografi Kolom IV

F4.A

(21-27)

F4.B

(28-34) F4.C

(35-45)

Kromatografi Lapis Tipis

Preparatif

Fase diam : Sephadex LH-20

Fase gerak metanol 100%

Total 55 fraksi

Page 93: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

77

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 17. Spektrum 1H-NMR Senyawa MCEAB

Page 94: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

78

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 95: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

79

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 96: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

80

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 97: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37138/2/RAHMA ATIKAH... · ix . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. hidup demi keberhasilan penulis,

81

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta