uin syarif hidayatullah jakartarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3739… ·  ·...

73
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI ANTIHIPERURISEMIA KOMBINASI EKSTRAK ETANOL 70% DAUN SIDAGURI (Sida rhombifolia L) DAN ALLOPURINOL TERHADAP TIKUS SPRAGUE-DAWLEY YANG DIINDUKSI KAFEIN SKRIPSI YUNI RAHMI 11133102000042 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA SEPTEMBER 2017

Upload: dinhkhue

Post on 15-May-2018

230 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

  • UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    UJI ANTIHIPERURISEMIA KOMBINASI EKSTRAK

    ETANOL 70% DAUN SIDAGURI (Sida rhombifolia L) DAN

    ALLOPURINOL TERHADAP TIKUS SPRAGUE-DAWLEY

    YANG DIINDUKSI KAFEIN

    SKRIPSI

    YUNI RAHMI

    11133102000042

    PROGRAM STUDI FARMASI

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    SEPTEMBER 2017

  • ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    UJI ANTIHIPERURISEMIA KOMBINASI EKSTRAK

    ETANOL 70% DAUN SIDAGURI (Sida rhombifolia L) DAN

    ALLOPURINOL TERHADAP TIKUS SPRAGUE-DAWLEY

    YANG DIINDUKSI KAFEIN

    SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

    YUNI RAHMI

    11133102000042

    PROGRAM STUDI FARMASI

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    SEPTEMBER 2017

  • iii

  • iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

  • v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

  • vi

    ABSTRAK

    Nama : Yuni Rahmi

    Program Studi : Farmasi

    Judul : Uji Antihiperurisemia Kombinasi Ekstrak Etanol 70% Daun

    Sidaguri (Sida rhombifoli L) dan Allopurinol Terhadap Tikus

    Sprague-Dawley Yang Diinduksi Kafein

    Hiperurisemia merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan meningkatnya

    kadar asam urat. Masyarakat tidak hanya menggunakan allopurinol sebagai

    penurun hiperurisemia, tetapi secara bersamaan juga menggunakan pengobatan

    tradisional yaitu daun sidaguri (Sida rhombifolia L) untuk menurunkan

    hiperurisemia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penurunan

    hiperurisemia pada penggunaan kombinasi daun sidaguri dan allopurinol dalam

    menurunkan hiperurisemia. Metodologi penelitian ini adalah eksperimental,

    sebanyak 25 ekor tikus dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan. Sebelum diberi

    perlakuan, sebanyak 20 tikus uji diinduksi kafein 27 mg/200 g BB secara oral.

    Kelompok I (kontrol normal) diberi Na CMC 0,5%, kelompok II ( kontrol negatif)

    hanya diinduksi kafein, kelompok III (kontrol positif) diberi allopurinol

    10 mg/kgBB, kelompok IV (ekstrak sidaguri 25 mg/kgBB) dan kelompok V

    (kombinasi ekstrak sidaguri 25 mg/kgBB dan allopurinol 10 mg/kgBB).

    Pengukuran kadar asam urat dilakukan pada hari ke 9, 12 dan 15 setelah

    perlakuan. Hasil: persentase penurunan hiperurisemia pada kontrol positif adalah

    67,86%. Persentase penurunan hiperurisemia pada ekstrak sidaguri adalah 64,90%

    dan persentase penurunan hiperurisemia pada kombinasi ekstrak sidaguri dan

    allopurinol adalah 50,25%. Hasil analisa statistik Kruskal-Wallis menunjukkan

    bahwa kontrol positif, ekstrak sidaguri dan kombinasi ekstrak sidaguri dan

    allopurinol tidak berbeda signifikan (p 0.05) dalam menurunkan hiperurisemia

    antar kelompok tetapi memberikan perbedaan yang signifikan dengan kontrol

    negatif (p 0.05). Kesimpulan: berdasarkan penelitian ini penggunaan ekstrak

    sidaguri dan allopurinol secara tunggal menurunkan hiperurisemia lebih baik

    dibandingkan penggunaan secara kombinasi antara ekstrak sidaguri dan

    allopurinol.

    Kata Kunci: Antihiperurisemia, kafein, daun sidaguri, kadar asam urat

  • vii

    ABSTRACT

    Name : Yuni Rahmi

    Major : Pharmacy

    Title : Antihiperurisemia Test of Combination Ethanol Extract 70%

    Sidaguri Leaves (Sida rhombifolia L) and Allopurinol in Sprague-

    Dawley Rat Induced by Caffein

    Hyperurisemia is a condition which indicated by the increase of uric acid levels.

    Society not only use allopurinol as a decrease in hyperurisemia, but in collective

    use the traditional treatment of sidaguri leaf (Sida rhombifolia L) to reduce

    hyperurisemia. The purpose of this research is to determine the decrease in

    hyperurisemia by using the combination of sidaguri leaf and allopurinol in

    reducing hyperurisemia. The research has been experimental in total of 25 rats

    were divided into 5 treatment groups. Preparing for the experiment 20 test rats

    induced caffeine 27 mg/200 gBB orally. Group I (normal control) was given Na

    CMC 0.5%, group II (negative control) was induced by caffein only, group III

    (positive control) was given allopurinol 10 mg/kgBB. Group IV (sidaguri extract

    25 mg/kgBB) and group V (combination of sidaguri extract 25 mg/kgBB and

    allopurinol 10 mg/kgBB). The measurement of uric acid levels were doing on the

    ninth, twelfth, and fifteenth day. Results: the percentage reduction of

    hyperuricemia in positive control was 67.86%. The percentage reduction of

    hyperuricemia in sidaguri extract was 64.90% and the percentage reduction of

    hyperurisemia combination of sidaguri extract and allopurinol was 50.25%. The

    result of Kruskal-Wallis statistic analysis showed that positive control, sidaguri

    extract and combination of sidaguri extract and allopurinol were not significantly

    different ( p 0.05) in decreasing hyperuricemia between groups but gave

    significant difference with negative control (p 0.05). This research show that

    using only allopurinol or sidaguri extract has a better result than the combination

    of sidaguri extract and allopurinol

    Keywords: Antihiperurisemia, caffeine, sidaguri leaf, uric acid levels

  • viii

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Taala

    atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

    penelitian dan penulisan skripsi. Shalawat dan salam baginda Nabi Muhammad

    shallallahu alaihi wa sallam yang telah membawa petunjuk bagi seluruh umat

    manusia, semoga kelak kita mendapatkan syafaat beliau. Skripsi ini berjudul Uji

    Antihiperurisemia Kombinasi Ekstrak Etanol 70% Daun Sidaguri dan Allopurinol

    Terhadap Tikus Sprague-Dawley Yang Diinduksi Kafein yang telah diajukan

    sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi Program Studi

    Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis menyadari

    bahwa penulisan skrispi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai

    pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan

    rasa terima kasih kepada:

    1. Ibu Dr. Delina Hasan, M.Kes., Apt dan Ibu Puteri Amelia, M.Farm, Apt.

    selaku pembimbing yang memiliki andil besar dalam proses penelitian dan

    penyelesaian skripsi ini.

    2. Bapak Dr. Arief Sumantri, M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran dan

    Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    3. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan

    Ilmu Kesehatan atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama

    masa perkuliahan.

    4. Para staf karyawan dan laboran Program Studi Farmasi yang telah banyak

    membantu selama berlangsungnya penelitian.

    5. Ayahanda Thamrin Habib dan Ibunda tercinta Nurni yang telah

    mendukung penulis baik dalam bentuk materi ataupun non materi dengan

    sepenuh hati. Serta kakak tercinta Khairul, Zulfadli, Ihsan, Apit, Iyan dan

    adik tercinta Rahma Yeni yang selalu menyemangati penulis.

    6. Teman-teman farmasi 2013 yang telah banyak membantu penulis selama

    masa perkuliahan.

  • ix

    7. Sahabat tersayang penyemangat hari-hari penulis, dan orang-orang sekitar

    penulis yang telah banyak membantu penulis yang namanya tidak dapat

    disebutkan satu persatu.

    Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih memiliki banyak

    kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala

    kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun

    demi kesempurnaan skripsi ini.

    Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan

    sumbangan pengetahuan khususnya di Program Studi Farmasi Fakultas

    Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta dan pembaca pada umumnya.

    Ciputat, September 2017

    Penulis

  • x

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

    TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

    Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

    Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : Yuni Rahmi

    NIM : 1113102000042

    Program Studi : Farmasi

    Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)

    Jenis Karya : Skripsi

    Demi pengembangan dan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi atau

    karya ilmiah saya dengan judul:

    UJI ANTIHIPERURISEMIA KOMBINASI EKSTRAK ETANOL 70%

    DAUN SIDAGURI (Sida rhombifolia L) DAN ALLOPURINOL TERHADAP

    TIKUS SPRAGUE-DAWLEY YANG DIINDUKSI KAFEIN

    Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital

    Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

    untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-undang Hak Cipta.

    Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan

    sebenarnya.

    Dibuat di : Jakarta

    Pada Tanggal : 18 September 2017

    Yang menyatakan,

    (Yuni Rahmi)

  • xi

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i

    HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................... iii

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... iv

    HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ v

    ABSTRAK ...................................................................................................... vii

    ABSTRACT .................................................................................................... vii

    KATA PENGANTAR .................................................................................... viii

    HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ............................... x

    DAFTAR ISI ................................................................................................... xi

    DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv

    DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv

    DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi

    BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1

    1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

    1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3

    1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 4

    1.4 Hipotesis ................................................................................................. 4

    1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................. 4

    1.6 Ruang Lingkup ....................................................................................... 5

    BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 6

    2.1 Tanaman Sidaguri .................................................................................. 6

    2.1.1 Morfologi ......................................................................................... 6

    2.1.2 Sistematika Tumbuhan ..................................................................... 7

    2.1.3 Kandungan Kimia ............................................................................ 7

    2.1.4 Khasiat Sidaguri ............................................................................... 7

    2.1.5 Data Keamanan ................................................................................ 8

    2.1.6 Literatur Review............................................................................... 8

    2.2 Simplisia, Ekstrak dan Ekstraksi ............................................................ 11

  • xii

    2.2.1 Definisi Simplisia, Ekstrak dan Ekstraksi........................................ 11

    2.2.2 Metode Ekstraksi ............................................................................. 11

    2.3 Hiperurisemia ......................................................................................... 13

    2.3.1 Definisi............................................................................................. 13

    2.3.2 Patofisiologi ..................................................................................... 13

    2.3.3 Manifestasi Klinik............................................................................ 14

    2.3.4 Diagnosis ......................................................................................... 15

    2.3.5 Penatalaksanaan ............................................................................... 15

    2.4 Model Hewan Uji pada Pengujian Efek Antihiperurisemia ................... 18

    2.5 Metode Pemeriksaan Kadar Asam Urat Darah ...................................... 19

    2.5.1 Metode Enzimatik Spektrofotometer UV-Vis ................................. 19

    2.5.2 Tes Strip Asam Urat ........................................................................ 19

    2.6 Kafein ..................................................................................................... 20

    2.7 Allopurinol ............................................................................................. 21

    BAB 3. METODE PENELITIAN ................................................................. 24

    3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 24

    3.2 Desain Penelitian .................................................................................... 24

    3.3 Alat dan Bahan ....................................................................................... 24

    3.3.1 Alat................................................................................................... 24

    3.3.2 Bahan ............................................................................................... 24

    3.4 Tahapan Penelitian ................................................................................. 23

    3.4.1 Pembuatan Simplisia........................................................................ 23

    3.4.2 Ekstraksi........................................................................................... 23

    3.4.3 Pengujian Parameter non Spesifik ................................................... 24

    3.4.4 Pengujian Parameter Spesifik .......................................................... 25

    3.5 Penginduksian Asam Urat dengan Kafein .............................................. 25

    3.6 Uji Antihiperurisemia ............................................................................. 26

    3.6.1 Pembuatan Sediaan Dosis Uji .......................................................... 26

    3.6.2 Pengelompokan Hewan Uji dan Cara Kerja .................................... 27

    3.6.3 Pengambilan Darah .......................................................................... 27

    3.6.4 Pengukuran Asam Urat .................................................................... 27

    3.6.5 Terminasi Hewan Uji ....................................................................... 28

  • xiii

    3.7 Analisis Data .......................................................................................... 28

    3.7.1 Analisis Secara Statistik ................................................................... 28

    3.7.2 Perhitungan Persentase Penurunan Asam Urat ................................ 29

    BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 30

    4.1 Hasil Penelitian ..................................................................................... 30

    4.1.1 Determinasi Tanaman ..................................................................... 30

    4.1.2 Ekstraksi ......................................................................................... 30

    4.1.3 Parameter Standar ............................................................................ 30

    4.2 Pembahasan ........................................................................................... 31

    BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 37

    5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 37

    5.2 Saran ...................................................................................................... 37

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 38

    LAMPIRAN .................................................................................................... 42

  • xiv

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1 Tumbuhan Sidaguri .................................................................... 6

    Gambar 2.2 Patofisiologi Gout ...................................................................... 14

    Gambar 2.3 Penatalaksanaan Pengobatan untuk Artritis Gout Akut ............. 18

    Gambar 2.4 Kafein ......................................................................................... 20

    Gambar 2.5 Allopurinol ................................................................................. 21

    Gambar 4.1 Persentase Penurunan Asam Urat .............................................. 32

  • xv

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 3.1 Perlakuan hewan uji ......................................................................... 27

    Tabel 3.2 Volume Blanko, Sampel dan Standar pada Pengukuran Asam Urat 28

    Tabel 4.1 Parameter Standar Ekstrak Etanol 70% Daun Sidaguri ................... 30

  • xvi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran 1. Hasil Determinasi Daun Sidaguri ............................................... 43

    Lampiran 2. Surat Keterangan Tikus Uji ........................................................ 44

    Lampiran 3. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik ............................................... 45

    Lampiran 4. Surat CoA Allopurinol ............................................................... 46

    Lampiran 5. Alur Penelitian ............................................................................ 47

    Lampiran 6. Perhitungan Dosis dan Rendemen .............................................. 48

    Lampiran 7. Kadar Air dan Kadar Abu ........................................................... 51

    Lampiran 8. Persentase Penurunan Kadar Asam Urat ..................................... 52

    Lampiran 9. Analisis Data Kadar Asam Urat .................................................. 53

  • 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Asam urat merupakan produk akhir dari degradasi purin dalam tubuh yang

    tidak memiliki fungsi fisiologis sehingga dianggap sebagai produk buangan

    (Dipiro et al., 2009). Pembentukan asam urat dipengaruhi oleh suatu enzim xantin

    oksidase yang dapat mengubah hipoxantin menjadi xantin dan selanjutnya

    menjadi asam urat (Tjay dan Rahardja, 2007).

    Pada kondisi normal, kadar asam urat dalam darah adalah 3,4-7,0 mg/dl

    pada pria dan 2,4-5,7 mg/dl pada wanita (Howkin et al., 1997). Pada kondisi

    patologis, dapat terjadi peningkatan kadar asam urat dalam darah melewati batas

    normal yang disebut hiperurisemia yang dapat menyebabkan akumulasi kristal

    urat pada persendian sehingga menimbulkan rasa nyeri (Price et al., 1995).

    Hiperurisemia merupakan kondisi asimtomatik dengan peningkatan kadar

    asam urat lebih dari 7,0 mg/dl (Dipiro et al., 2005) disebabkan karena tubuh

    memproduksi asam urat terlalu banyak atau ginjal tidak efisien untuk melakukan

    penyaringan asam urat keluar dari darah dan mengekskresikannya melalui urin

    (Longe et al., 2002).

    Diperkirakan bahwa gangguan asam urat terjadi pada 840 dari setiap

    100.000 orang, dan mewakili sekitar 5 % dari total penyakit radang sendi

    (Redaksi Vita Health, 2008). Berdasarkan data Riskesdas (2013) prevalensi

    penyakit sendi berdasar diagnosis tenaga kesehatan di Indonesia 11,9 persen dan

    berdasar diagnosis atau gejala 24,7 persen. Prevalensi berdasarkan diagnosis

    tenaga kesehatan tertinggi di Bali (19,3%), diikuti Aceh (18,3%), Jawa Barat

    (17,5%) dan Papua (15,4%). Prevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnosis

    tenaga kesehatan atau gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur (33,1%), diikuti

    Jawa Barat (32,1%) dan Bali (30%). Prevalensi penyakit sendi berdasar

    wawancara yang didiagnosis tenaga kesehatan meningkat seiring dengan

    bertambahnya umur. Prevalensi tertinggi pada umur 75 tahun (33% dan 54,8%).

  • 2

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Prevalensi yang didiagnosis tenaga kesehatan lebih tinggi pada perempuan

    (13,4%) dibanding laki-laki (10,3%) demikian juga yang didiagnosis tenaga

    kesehatan atau gejala pada perempuan (27,5%) lebih tinggi dari laki-laki (21,8%).

    Hiperurisemia dapat diobati dengan urikosurik yang bekerja dengan cara

    meningkatkan eliminasi asam urat dan urikostatik yang bekerja dengan cara

    mengurangi pembentukan asam urat (Dipiro et al. 2009).

    Salah satu obat yang sering digunakan untuk hiperurisemia adalah

    allopurinol yang termasuk golongan urikostatik dengan mekanisme kerja yaitu

    inhibisi kompetitif dengan menghambat kerja enzim xantin oksidase, yang

    mengubah hipoxantin menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat sehingga

    kristal asam urat dalam tubuh menurun sehingga rasa sakit yang diderita

    berkurang (Deglin, 2004). Penggunaan allopurinol dapat menimbulkan efek

    samping ruam kulit, urtikaria, leukopenia, masalah gastrointestinal, dan sakit

    kepala. Sindrom hipersensitivitas allopurinol yang ditandai dengan demam,

    eosinofilia, dermatitis, vaskulitis, dan disfungsi ginjal dan hati jarang terjadi

    namun dikaitkan dengan tingkat kematian 20% (Dipiro et al., 2009).

    Secara empirik tumbuhan sidaguri (Sida rhombifolia L) telah digunakan

    sebagai obat bahan alam oleh masyarakat dalam pengobatan hiperurisemia.

    Flavonoid yang terkandung dari ekstrak daun sidaguri secara in vitro memiliki

    efek inhibitor xantin oksidase (XO) sehingga dapat mengurangi produksi asam

    urat yang berlebih. Tumbuhan sidaguri memiliki efek diuretik sehingga kadar

    asam urat mudah diekskresikan melalui urin dengan proses diuresis

    (Syafrullah, 2015).

    Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Iswantini et al. (2009)

    ekstrak tumbuhan sidaguri yang diujikan secara in vitro mengandung flavonoid

    yang dapat menghambat aktifitas xantin oksidase (XO) sampai 55% sehingga

    mempunyai efek antihiperurisemia dan efek inhibisi xantin oksidase (XO)

    48-71% pada konsentrasi 100 800 mg/L.

    Berdasarkan penelitian Simarmata et al. (2012) ekstrak etanol 70% daun

    sidaguri terbukti berkhasiat memiliki efek antihiperurisemia pada mencit dengan

    dosis 50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB, dan 200 mg/kgBB dengan dosis terbaik

    50 mg/kgBB.

  • 3

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Pada beberapa kasus masyarakat sering mengkombinasikan penggunaan

    obat konvensional dan obat tradisional. Salah satunya yaitu kombinasi

    penggunaan daun sidaguri dan allopurinol sebagai obat antihiperurisemia.

    Survei yang dilakukan di Amerika Serikat melaporkan bahwa orang

    dewasa yang secara teratur minum obat resep (konvensional), 18.4% melaporkan

    penggunaan bersamaan setidaknya satu obat tradisional atau vitamin dosis tinggi

    (dan 61.5% dari mereka yang menggunakan terapi konvensional tidak

    mengungkapkan penggunaan tersebut kepada dokter mereka) (Lancet, 2000).

    Suatu obat tradisional dapat memiliki efek yang menyerupai, memperkuat

    atau melawan efek yang ditimbulkan obat. Interaksi obat dengan obat tradisional

    dapat menyebabkan perubahan ketersediaan hayati (biovaibility) dan efikasi obat

    (Hidayat, 2006).

    Penelitian yang dilakukan oleh Aldiyati (2012) penggunaan allopurinol

    tunggal 10 mg/kgBB menurunkan hiperurisemia yang lebih tinggi dibandingkan

    penggunaan kombinasi allopurinol 10 mg/kgBB dengan ekstrak etanol daun

    gandarusa pada dosis 111,012 mg/kgBB dan 222,024 mg/kgBB.

    Data eksperimen dibidang interaksi obat konvensional - obat tradisional

    sangat terbatas (Lancet, 2000). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk

    mengetahui efektifitas penggunaan kombinasi obat konvensional obat

    tradisional; uji antihiperurisemia kombinasi ekstrak etanol 70% daun sidaguri dan

    allopurinol terhadap tikus sprague-dawley yang diinduksi kafein.

    1.2 Rumusan Masalah

    Dari latar belakang diketahui selama ini pengobatan untuk hiperurisemia

    yang sering digunakan yaitu allopurinol, secara bersamaan masyarakat

    juga menggunakan obat tradisional salah satunya daun sidaguri untuk

    menurunkan hiperurisemia. Penelitian ilmiah yang sudah dilakukan yaitu

    uji efektifitas ekstrak etanol 70% daun sidaguri terhadap hiperurisemia.

    Namun, penelitian uji antihiperurisemia kombinasi ekstrak etanol 70%

    daun sidaguri dan allopurinol belum pernah dilakukan.

  • 4

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    1.3 Tujuan Penelitian

    1.3.1 Tujuan Umum

    Untuk mengetahui penurunan hiperurisemia pada penggunaan ekstrak

    etanol 70% daun sidaguri dan kombinasi ekstrak etanol 70% daun sidaguri

    dan allopurinol.

    1.3.2 Tujuan khusus

    Untuk mengetahui penurunan hiperurisemia pada penggunaan kombinasi

    ekstrak etanol 70% daun sidaguri dan allopurinol dalam menurunkan

    hiperurisemia.

    1.4 Hipotesis

    Penggunaan kombinasi ekstrak etanol 70% daun sidaguri dan allopurinol

    dapat menurunkan hiperurisemia yang lebih tinggi dibandingkan

    penggunaan ekstrak etanol 70% daun sidaguri dan allopurinol secara

    tunggal.

    1.5 Manfaat Penelitian

    1.5.1 Secara Teoritis

    Hasil penelitian ini dapat menyumbangkan khazanah keilmuan,

    pengetahuan serta wawasan mengenai efektifitas penggunaan kombinasi

    obat konvensional allopurinol dan obat tradisional daun sidaguri dalam

    menurunkan hiperurisemia.

    1.5.2 Secara Metodologi

    Untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama menempuh

    pendidikan Farmasi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terutama berkaitan

    dengan ilmu bahan alam dan farmakologi.

    1.5.3 Secara Aplikatif

    Menjadi bahan informasi bagi apoteker dalam pharmaceutical care pasien

    tentang antihiperurisemia kombinasi obat konvensional allopurinol dan

    obat tradisional daun sidaguri dalam menurunkan hiperurisemia.

  • 5

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    1.6 Ruang Lingkup

    Penelitian dengan judul uji antihiperurisemia kombinasi ekstrak etanol

    70% daun sidaguri dan allopurinol terhadap tikus sprague-dawley yang diinduksi

    kafein dibatasi pada pengujian kombinasi ekstrak etanol 70% daun sidaguri dan

    allopurinol terhadap tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague-Dawley.

    Induksi hiperurisemia menggunakan kafein. Desain penelitian adalah

    eksperimental. Jumlah tikus yang digunakan 25 ekor. Lokasi penelitian adalah di

    Laboratorium Penelitian 1 dan Laboratorium Animal House di Gedung Fakultas

    Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

  • 6 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Tanaman Sidaguri

    2.1.1 Morfologi

    Sidaguri tumbuh liar di tepi jalan, halaman berumput, hutan, ladang, dan

    tempat-tempat dengan sinar matahari cerah atau sedikit terlindung. Perdu tegak

    bercabang ini tingginya dapat mencapai 2 m dengan cabang kecil berambut rapat.

    Daun tunggal, letak berseling, bentuknya bulat telur atau lanset, tepi bergerigi,

    ujung runcing, pertulangan menyirip, bagian bawah berambut pendek warnanya

    abu-abu, panjang 1,5-4 cm, lebar 11,5 cm. Bunga tunggal berwarna kuning cerah

    yang keluar dari ketiak daun, mekar sekitar pukul 12 siang dan layu sekitar tiga

    jam kemudian. Buah dengan 8-10 kendaga, diameter 6-7 mm (Menkes RI, 2016).

    Gambar 2.1 Tumbuhan Sidaguri

    (Koleksi Pribadi, 2017)

  • 7

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.1.2 Sistematika Tumbuhan

    Tumbuhan sidaguri memiliki sistematik sebagai berikut: (Tjitrosoepomo, 1991)

    Divisi : Spermatophyta

    Sub divisi : Angiospermae

    Kelas : Dicotyledoneae

    Bangsa : Malvales

    Famili : Malvaceae

    Marga : Sida

    Jenis : Sida rhombifolia L

    Nama umum : Sidaguri

    Nama daerah: saliguri (Minangkabau), sidaguri (Melayu), sidagori

    (Sunda), taghuri (Madura), kahindu (Sumba), hutu gamo

    (Halmahera), digo (Ternate)

    2.1.3 Kandungan Kimia

    Sidaguri memiliki sifat khas manis dan mendinginkan. Kandungan utama

    tanaman adalah tanin, flavonoid, saponin, alkaloid dan glikosida. Di samping itu

    juga ditemui kalsium oksalat, fenol, steroid, efedrin dan asam amino. Kadar kimia

    zat tersebut ditemui pada kisaran yang berbeda-beda pada jaringan tanaman. Pada

    akar ditemui alkaloid, steroid dan efedrin. Pada daun ditemui juga alkaloid,

    kalsium oksalat, tanin, saponin, fenol, asam amino dan minyak atsiri, pada batang

    ditemui kalsium oksalat dan tanin (Menkes RI, 2016).

    2.1.4 Khasiat Sidaguri

    Uji praklinik :

    Ekstrak gabungan sidaguri dengan seledri dapat digunakan sebagai

    antihiperurisemia dengan mekanisme menghambat aktivitas enzim xantin

    oksidase.

    Ekstrak etanol daun sidaguri menunjukkan aktivitas anti-inflamasi. Edema

    yang diinduksi dengan menyuntikkan karagenan mengalami penurunan pada

    perlakuan pemberian ekstrak (400 mg/kg BB) secara oral dibandingkan dengan

    kelompok kontrol (p < 0,05). Hasil ini mendukung penggunaan ekstrak etanol

    daun sidaguri dalam mengurangi peradangan.

  • 8

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Flavonoid dari ekstrak sidaguri secara in vitro menghambat aktivitas

    xanthine oxidase (XO) sampai 55% sehingga mempunyai efek antihiperurisemia

    dan efek inhibisinya 48-71% pada konsentrasi 100-800 mg/L. Studi kinetik

    mendapatkan inhibisi flavonoid adalah inhibisi kompetitif dengan afinitas () 2.32

    dan p < 0.01. Fraksionasi menghasilkan 11 fraksi dengan aktivitas paling tinggi

    pada fraksi 4 yaitu 79% (Menkes RI, 2016).

    2.1.5 Data Keamanan

    LD50 : ekstrak air pada tikus per oral 8,5 g/kg BB. Ekstrak air bersifat non

    toksik pada tikus sampai dengan dosis 10 g/kg BB.

    Toksisitas subkronik peroral pada tikus dengan dosis 300, 600 dan 1200 mg/kgBB

    tidak menimbulkan perubahan pada organ (Menkes RI, 2016).

    2.1.6 Literatur Review

    2.1.6.1 Efek Hipourikemia Ekstrak Daun Sidaguri (Sida Rhombifolia L) pada

    Mencit Jantan (Simarmata et al., 2012)

    Pengujian efek ekstrak etanol daun sidaguri (EEDS) dilakukan secara

    eksperimental menggunakan alat ukur kadar asam urat Nesco dengan

    menggunakan potasium oxonate sebagai penginduksi asam urat.

    Dosis EEDS yang diujikan yaitu 50 mg/kgBB , 100 mg/kgBB dan

    200 mg/kgBB diberikan secara oral, pengamatan selang waktu 60 menit selama

    5 jam. Kontrol positif yaitu allopurinol 10 mg/kgBB dan kontrol negatif CMC

    dosis 1% BB. Data hasil pengujian dianalisis dengan metode analisis variasi

    (ANAVA). Dilanjutkan dengan uji post hoc duncan.

    Hasil analisis yaitu ketiga dosis EEDS memberikan efek penurunan

    terhadap kadar asam urat. Pemberian ekstrak etanol 50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB

    dan 200 mg/kgBB memberikan hasil yang tidak berbeda signifikan dengan

    pemberian allopurinol dosis 10 mg/kgBb (p > 0,05) dan memberikan perbedaan

    yang signifikan dengan pemberian CMC dosis 1% BB (p < 0,05).

    Kesimpulan: semua ekstrak etanol daun sidaguri dapat menurunkan kadar asam

    urat dalam darah dengan dosis terbaik 50 mg/kg BB dengan persentase penurunan

    49,45%.

  • 9

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.1.6.2 Sidaguri sebagai Antigout dan Kinetika Inhibisi Flavonoid pada

    Aktifitas Xantin (Iswantini et al., 2009)

    Hasil menunjukkan bahwa LC50 pada konsentrasi 501 mg/L dan efek

    inhibisi xantin oksidase 48 71 % pada konsentrasi 100 800 mg/L.

    Studi kinetik menunjukkan tipe inhibisi ekstrak flavonoid yaitu inhibisi

    kompetitif dengan afinitas inhibisi () 2.32 dan p

  • 10

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    antagonistik yang lebih kuat dibandingkan dengan kombinasi allopurinol

    10 mg/kgBB dan infusa daun salam 5 g/kgBB.

    2.1.6.4 Interaksi Allopurinol dan Ekstrak Daun Kepel (Stelechocarpus

    burahol) terhadap Kadar Asam Urat Darah pada Tikus Putih Jantan

    (Rezkiawan, 2012)

    Penelitian eksperimental yang dilakukan secara in vivo menggunakan

    20 ekor tikus putih jantan galur Wistar, usia 3-4 bulan, berat 200 g dibagi dalam

    4 kelompok: tanpa perlakuan (I), allopurinol 10 mg/kgBB (II), ekstrak daun kepel

    dosis 50 mg/kgBB dan allopurinol 10 mg/kgBB (III), ekstrak daun kepel dosis

    100 mg/kgBB dan allopurinol 10 mg/kgBB (IV).

    Tikus diinduksi dengan jus hati ayam dosis 3 mg/200 gBB. Allopurinol

    dan ekstrak daun kepel diberikan sekali sehari selama 7 hari. Darah diambil dari

    vena mata dan pemeriksaan kadar asam urat dilakukan pada hari ke-0, 28 dan 35.

    Dalam penelitian ini didapatkan selisih kadar asam urat darah kelompok

    tanpa perlakuan : 0,32 0,38 mg/dl, kelompok allopurinol : 0,76 0,32 mg/dl,

    ekstrak daun kepel dosis 50 mg/kgBB dan allopurinol 10 mg/kgBB : 0,66 0,38

    mg/dl ,ekstrak daun kepel dosis 100 mg/kgBB dan allopurinol dosis 10 mg/kgBB

    : 0.46 0.46 mg/dl. Berdasarkan penelitian ini didapatkan bahwa allopurinol

    10 mg/kgBB dan allopurinol 10 mg/kgBB + ekstrak daun kepel 50 mg/kgBB

    memiliki efek penurunan kadar asam urat darah lebih baik daripada allopurinol

    10 mg/kgBB + ekstrak daun kepel 100 mg/kgBB.

    2.1.6.5 Interaksi Allopurinol dan Ekstrak Etanol Daun Gandarusa (Justicia

    gendarussa B) terhadap Kadar Asam Urat Darah pada Tikus Putih

    Jantan (Aldiyati, 2012)

    Penelitian eksperimental dengan 20 ekor tikus putih jantan diinduksi

    dengan jus hati ayam 3 mg/200 g BB selama 28 hari, dilanjutkan pemberian

    perlakuan hingga hari ke-35. Tikus dibagi menjadi 4 kelompok yaitu (I) tanpa

    perlakuan, (II) allopurinol 10 mg/kgBB, (III) kombinasi allopurinol 10 mg/kgBB

    dan 111,012 mg/kgBB ekstrak etanol daun gandarusa (IV) kombinasi allopurinol

  • 11

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    10 mg/kgBB dan 222,024 mg/kgBB ekstrak etanol daun gandarusa. Perlakuan

    selama 7 hari, pemeriksaan kadar asam urat dilakukan pada hari 0, 28 dan 35.

    Hasil penelitian diolah dengan menggunakan Kruskal Wallis,

    menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna antara keempat kelompok

    (p

  • 12

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    a. Cara Dingin

    1) Maserasi

    Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan

    pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur

    ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode

    pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Remaserasi berarti dilakukan

    pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat

    pertama, dan seterusnya.

    2) Perkolasi

    Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

    sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur

    ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi

    antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak),

    terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali

    bahan.

    b. Cara Panas

    1) Refluks

    Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

    selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

    adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu

    pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

    2) Soxhlet

    Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

    umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu

    dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

    3) Digesti

    Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

    temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara

    umum dilakukan pada temperatur 40 - 50C.

    4) Dekok

    Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (~30C) dan temperatur

    sampai titik didih air.

  • 13

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    5) Infus

    lnfus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

    (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur

    96 - 98C) selama waktu tertentu (15 - 20 menit ).

    2.3 Hiperurisemia dan Gout

    2.3.1 Definisi

    Gout merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan metabolik

    yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Penyakit

    gout merupakan suatu proses inflamasi yang terjadi karena penumpukan kristal

    asam urat pada sekitar jaringan sendi akibat kadar asam urat serum yang melebihi

    kelarutannya. Kristalisasi natrium urat dalam jaringan lunak dan persendian akan

    membentuk endapan yang dinamakan tofus. Proses ini menyebabkan suatu reaksi

    inflamasi akut, yaitu artritis akut gout, yang dapat berlanjut menjadi artritis kronis

    gout. Hiperurisemia didefinisikan sebagai konsentrasi asam urat dalam serum

    yang melebihi 7 mg/dl. Konsentrasi ini adalah batas kelarutan monososdium urat

    dalam plasma. Pada konsentrasi 8 mg/dL atau lebih, monosodium urat lebih

    cenderung mengendap di jaringan (Dipiro et al. 2009).

    Ekskresi keseluruhan asam urat pada manusia yang normal berkisar rata-rata

    400-600 mg dalam 24 jam. Dua pertiga asam urat yang terbentuk dieliminasi

    melalui ginjal, sedangkan sepertiganya melalui saluran cerna (Dipiro et al., 2005).

    2.3.2 Patofisiologi

    Pada kondisi normal kadar asam urat pada laki-laki 3,4-7,0 mg/dl sedangkan

    pada perempuan antara 2,4-5,7 mg/dl. Jika kelebihan produksi ataupun penurunan

    ekskresi asam urat dalam tubuh akan meningkat yang disebut hiperurisemia.

    Keadaan hiperurisemia tersebut dapat menimbulkan penyakit gout sebagai akibat

    adanya penimbunan kristal natrium urat pada persendian yang disertai rasa nyeri

    (Howkin et al., 1997).

  • 14

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Patofisiologi Asam Urat

    Gambar 2.2 Patofisiologi Gout

    Sumber: Buku Patofisiologi, 2006

    2.3.3 Manifestasi Klinik

    Serangan akut artristis gout ditandai dengan onset rasa nyeri yang

    menyiksa, pembengkakan, dan inflamasi. Serangan ini pada awalnya khas

    monoartikular, lebih sering mempengaruhi sendi metatarsofalangeal (podagra)

    dan kemudian mempengaruhi bagian dorsal kaki, pergelangan kaki, tumit, lutut,

    pergelangan tangan, jari dan siku. Serangan biasanya dimulai pada malam hari,

    dengan pasien terbangun dari tidurnya dengan rasa nyeri yang menyiksa. Demam

    dan leukositosis umum terjadi. Serangan yang tidak diobati dapat berlangsung

    selama 3 hingga 14 hari sebelum penyembuhan spontan.

  • 15

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Serangan akut artritis gout dapat ditimbulkan oleh stres, trauma, konsumsi

    alkohol, infeksi, operasi, penurunan kadar asam urat serum yang cepat akibat

    mengkonsumsi obat penurun asam urat, dan mengkonsumsi obat-obat tertentu

    yang diketahui dapat meningkatkan konsentrasi asam urat (Dipiro et al., 2009).

    2.3.4 Diagnosis

    Diagnosis definitif dilakukan dengan mengambil cairan sinovial dari sendi

    yang terkena dan identifikasi kristal intraselular monosodium urat monohidrat

    pada cairan leukosit sinovial. Bila diagnosis definitif tidak dapat dilakukan,

    diagnosis preskriptis artritis gout akut dapat dilakukan berdasarkan adanya tanda

    dan gejala karakteristik serta respons terhadap pengobatan (Dipiro et al., 2009).

    2.3.5 Penatalaksanaan

    Terapi Non Farmakologi

    Pasien dianjurkan untuk mengurangi konsumsi makanan yang tinggi

    mengandung purin, menghindari alkohol, dan menurunkan berat badan jika

    obesitas (Dipiro et al., 2009).

    Terapi Farmakologi

    a) Antiinflamasi Nonsteroid (AINS)

    Mekanisme kerja: dalam dosis tunggal AINS mempunyai aktivitas

    analgesik yang setara dengan parasetamol, tetapi parasetamol lebih disukai

    terutama untuk pasien usia lanjut. Dalam dosis penuh yang lazim AINS sekaligus

    memperlihatkan efek analgesik yang bertahan lama yang membuatnya sangat

    berguna pada pengobatan nyeri yang berlanjut atau nyeri berulang akibat radang.

    Oleh karena itu, walaupun parasetamol sering mengatasi nyeri dengan baik pada

    osteoartritis, AINS lebih tepat daripada parasetamol atau analgesik opioid dalam

    artritis meradang (yaitu artritis rematoid) dan pada beberapa kasus osteoartritis

    lanjut.

    Efek samping: kadang-kadang timbul rasa tidak nyaman pada saluran

    cerna, mual, diare, kadang-kadang pendarahan dan tukak; dispepsia bisa ditekan

    dengan meminum obat ini bersama makanan atau susu. Efek samping lain

    termasuk hipersensitivitas (terutama ruam kulit, angiodema), sakit kepala, pusing,

  • 16

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    vertigo, gangguan pendengaran. Juga terjadi gangguan pada darah (Dipiro et al.,

    2009).

    b) Kortikosteroid

    Mekanisme kerja: kortikosteroid memiliki aktifitas glukokortikoid dan

    mineralokortikoid sehingga memperlihatkan efek yang sangat beragam yang

    mempunyai efek terhadap metabolisme karbohidrat, protein dan lipid; efek

    terhadap kesetimbangan air dan elektrolit; dan efek terhadap pemeliharaan fungsi

    berbagai sistem dalam tubuh. Kerja obat ini sangat rumit dan bergantung pada

    kondisi hormonal seseorang. Namun, secara umum efeknya dibedakan atas retensi

    Na, efek terhadap metabolisme karbohidrat (glukoneogenesis) dan efek

    antiinflamasi.

    Kortikosteroid bekerja melalui interaksinya dengan protein reseptor yang spesifik

    di organ target, untuk mengatur suatu ekspresi genetik yang selanjutnya akan

    menghasilkan perubahan dalam sintesis protein lain. Protein terakhir inilah yang

    akan mengubah fungsi seluler organ target sehingga diperoleh efek antiinflamasi,

    meningkatnya reabsorbsi Na, meningkatnya asam lemak dan meningkatkan

    reaktivitas pembuluh terhadap zat vasoaktif.

    Efek samping: penggunaan jangka lama akan menimbulkan efek samping

    glukokortikoid meliputi diabetes dan osteoporosis yang terutama berbahaya bagi

    usia lanjut. Pemberian dosis tinggi dapat menyebabkan nekrosis avaskular dan

    sindrom Cushing yang sifatnya berpulih (reversibel). Dan juga dapat terjadi

    gangguan mental, euphoria, dan miopati (Dipiro et al, 2009).

    c) Obat-obat untuk mengatasi gout

    Obat yang digunakan untuk mengatasi gout dibedakan menjadi obat untuk

    penanganan serangan akut gout dan obat yang digunakan untuk penanganan

    jangka panjang penyakit gout. Obat jangka panjang akan menimbulkan kambuhan

    dan memperpanjang manifestasi akut bila dimulai saat serangan.

    Serangan gout akut biasanya diobati dengan AINS dosis tinggi. Kolkisin

    bisa dijadikan sebagai alternatif. Untuk pengendalian gout jangka panjang

    (interval), pembentukan asam urat dan purin bisa dikurangi dengan penghambat

    xantin oksidase allopurinol atau urikosurik seperti probenesid untuk

    meningkatkan ekskresi asam urat dalam urin.

  • 17

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    - Kolkisin

    Mekanisme kerja: mekanisme pasti kerja kolkisin masih belum diketahui.

    Kolkisin menunjukkan efeknya dengan mengurangi respon inflamasi terhadap

    kristal yang terdeposit dan juga dengan mengurangi fagositosis. Kolkisin

    mengurangi produksi asam laktat oleh leukosit secara langsung dan dengan

    mengurangi fagositosis sehingga mengganggu siklus deposisi kristal urat dan

    respon inflamasi.

    Efek samping: mual, muntah, dan nyeri pada perut; dosis yang berlebihan

    juga dapat menyebabkan diare berat, pendarahan saluran cerna, ruam, kerusakan

    pada ginjal dan hati (Dipiro et al., 2009).

    - Allopurinol

    Mekanisme kerja: allopurinol dan metabolit utamanya, oksipurinol,

    merupakan inhibitor xantin oksidase dan mempengaruhi perubahan hipoxantin

    menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat. Allopurinol juga menurunkan

    konsentrasi intraseluler PRPP. Oleh karena waktu paruh metabolitnya yang

    panjang, allopurinol dapat diberikan sekali sehari. Dosis oral harian sebesar 300

    mg biasanya mencukupi.

    Efek samping: ruam, demam, limfadenopati, artalgia, dan eosinofilia,

    sindrom mirip Stevens-Johnson atau Lyell, jarang terjadi. Gangguan saluran

    cerna; jarang malaise, sakit kepala, vertigo, mengantuk, gangguan pengecapan,

    hipertensi, dan neuropati (Dipiro et al., 2009).

    - Probenesid

    Mekanisme kerja: secara kompetitif menghambat reabsorpsi asam urat

    pada tubulus proksimal sehingga meningkatkan ekskresi asam urat dan

    mengurangi konsentrasi urat serum.

    Data farmakokinetik: probenesid diabsorpsi dengan baik setelah

    pemberian oral dan menghasilkan konsentrasi plasma puncak dalam 2 sampai 4

    jam. Sebesar 85-95% obat ini terikat pada protein. Probenesid diekskresikan

    dalam urin terutama sebagai metabolitnya.

  • 18

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Efek samping: kadang mual dan muntah, sering buang air kecil, sakit

    kepala, muka merah, pusing, jarang hipersensitivitas, nekrosis hati dan anemia

    aplastik (Dipiro et al., 2009).

    Tatalaksana Pengobatan untuk Artritis Gout Akut

    Gambar 2.3 Penatalaksanaan Pengobatan untuk Artritis Gout Akut

    Sumber: Iso Farmakoterapi, 2008

    2.4 Model Hewan Uji pada Pengujian Efek Antihiperurisemia

    Tikus putih sering digunakan dalam penelitian karena memiliki beberapa

    kelebihan antara lain: mudah dipelihara dalam populasi yang sangat besar, dapat

    berkembang biak dengan pesat, dan memiliki ukuran yang lebih besar daripada

    mencit sehingga untuk beberapa percobaan tikus lebih menguntungkan. Tikus

    putih memperlihatkan masa hamil yang singkat (21-23 hari), jumlah anak yang

    cukup banyak (6 - 12 ekor), dan dapat hidup sampai 4 tahun. Seekor tikus putih

    Artritis gout akut

    Onset gejala < 48 jam? NSAID pilihan

    Kontraindikasi terhadap

    NSAID?

    Jumlah sendi yang terlibatRespon tidak mencukupi

    Kolkisin

    Kortikosteroid

    intraartikular

    Respon tidak mencukupi

    Parenteral atau

    kortikosteroid oral

  • 19

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    dewasa membutuhkan 15 gram makanan dan 20 - 45 ml air per 100 gram berat

    badan perhari. Suhu kandang yang dibutuhkan tikus 18-27C dan kelembapan

    relatif 40-70%.

    Ada beberapa galur tikus putih antara lain: Long-Evans, Sprague-Dawley,

    dan Wistar. Tikus putih galur Wistar mempunyai ciri-ciri: warna tubuh putih,

    mata berwarna merah (albino), ukuran kepala dan ekor lebih pendek dari

    badannya; galur Sprague-Dawley mempunyai ciri-ciri: warna tubuh putih, mata

    berwarna merah (albino), ukuran kepala yang kecil, dan ekor lebih panjang dari

    badannya; sedangkan galur Long-Evans ditandai dengan warna hitam dibagian

    kepala, dan tubuh bagian depan (Malole dan Pramono, 1989).

    2.5 Metoda Pemeriksaan Kadar Asam Urat Darah

    2.5.1 Metode Enzimatik Spektrofotometer UV-Vis

    Metode ini menggunakan enzim-enzim yang bekerja secara spesifik pada

    asam urat, sehingga memberikan hasil yang relatif lebih tepat dibandingkan

    metode lainnya. Prinsip reaksinya adalah mengoksidasi asam urat menjadi

    alantoin, hidrogen peroksida dan karbon dioksida yang dikatatalisis oleh enzim

    urikase. Hidrogen peroksida yang terbentuk bereaksi dengan 3,5 dikloro 2-

    hidroksibenzen sulfonat (DCHBS) dan 4 aminophenzon (PAP) membentuk zat

    warna quinonimin yaitu N-(4-antipirin)-3 klor-5-sulfonat-p-benzokuinonimuin

    yang diukur pada panjang gelombang 520 nm dengan menggunakan

    spektrofotometer UV-Vis (Yuno, 2003).

    2.5.2 Tes Strip Asam Urat

    Pengukuran kadar asam urat darah tikus putih dilakukan dengan alat tes

    strip asam urat. Alat ini merupakan alat yang digunakan untuk memonitor tingkat

    asam urat di dalam darah. Tes ini merupakan spesifik untuk asam urat. Tes

    tersebut menggunakan oksidasi asam urat dan berdasarkan pada kemajuan

    teknologi biologi sensor (Prasetya, 2009).

  • 20

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.6 Kafein

    Gambar 2.4 Kafein

    Sumber: www.informasiobat.com

    Kafein adalah komponen alkaloid derivat xantin yang mengandung gugus

    metil yang akan dioksidasi oleh xantin oksidase membentuk asam urat sehingga

    dapat meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh. Pada penelitian ini kafein

    digunakan sebagai penginduksi asam urat yang dapat menyebabkan hewan coba

    menjadi hiperurisemia (Azizahwati et al. 2005).

    Kafein adalah basa sangat lemah dari larutan air atau alkohol tidak

    terbentuk garam yang stabil. Kafein terdapat sebagai serbuk putih, atau sebagai

    jarum mengkilap putih, tidak berbau dan rasanya pahit.

    Kafein larut dalam air (1:50), alkohol (1:75), atau kloroform (1:6) tetapi kurang

    larut dalam eter. Kelarutan naik dalam air panas (1:6 pada 80C) atau alkohol

    panas (1:25 pada 60C). Kafein merupakan perangsang susunan saraf pusat,

    merangsang otot jantung dan melemaskan otot jantung dan melemaskan otot polos

    bronkus (Sudarmi, 1997).

    Dalam dosis standar antara 50-200 mg, kafein utamanya mempengaruhi

    lapisan luar otak. Pengaruh ini biasanya kelelahan. Dalam dosis besar pusat

    vasomotor dan pernapasan terpengaruh. Konsumsi kafein sebaiknya tidak

    melebihi 300 mg sehari. Para ahli menyarankan 200-300 mg kafein dalam sehari

    merupakan jumlah yang cukup. Mengkonsumsi kafein sebanyak 100 mg tiap hari

    dapat menyebabkan individu tersebut tergantung pada kafein. Keracunan kafein

    kronis, bila minum 5 cangkir teh setiap hari yang setara dengan 600 mg kafein.

    Lama kelamaan akan memperlihatkan tanda dan gejala seperti gangguan

    percernaan makanan, rasa lelah, gelisah, suka tidur, tida nafsu makan, sakit

    kepala, pusing, bingung, berdebar, serak, sesak nafas, dan kadang sukar buang air

    besar (Setiawan, 2012).

    http://www.informasiobat.com/

  • 21

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.7Allopurinol

    Gambar 2.5 Allopurinol

    Sumber: Buku Dasar Farmakologi Terapi, 2014

    Allopurinol merupakan analog hipoxantin. Baik allopurinol maupun

    metabolit utamanya yaitu oksipurinol (aloxantin), merupakan inhibitor xantin

    oksidase. Penghambatan enzim inilah yang menghasilkan efek farmakologis

    utama allopurinol.

    Pada gout atau pirai, allopurinol umumnya digunakan untuk bentuk kronis

    parah yang ditandai dengan satu atau lebih keadaan berikut: nefropati pirai,

    pengendapan tofi, batu urat di ginjal, gangguan fungsi ginjal, atau hipourikemia

    yang tidak mudah dikendalikan dengan obat-obat urikosurik.

    Tujuan terapi ini adalah untuk menurunkan konsentrasi asam urat dalam

    plasma di bawah 6 mg/dl (setara dengan 360 M). Terapi dimulai dengan dosis

    rendah untuk meminimalkan risiko memicu serangan akut artritis pirai. Dosis

    awal 100 mg sehari dinaikkan dengan penambahan 100 mg pada interval satu

    minggu sampai maksimum 800 mg per hari. Dosis lazim pemeliharaan untuk

    orang dewasa 200 sampai 300 mg sehari untuk pasien dengan pirai ringan dan 400

    sampai 600 mg untuk pasien dengan pirai tofi yang parah sedang. Dosis sehari

    yang melebihi 300 mg harus diberikan dalam takaran terbagi. Dosis harus

    dikurangi pada pasien yang mengalami gangguan ginjal sebanding dengan

    penurunan filtrasi glomerulus (Hardman et al., 2012).

  • 22 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB 3

    METODE PENELITIAN

    3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilakukan di Laboratotium Penelitian 1 dan Animal House

    Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada

    bulan Mei Agustus 2017.

    3.2 Desain Penelitian

    Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian eksperimental.

    Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Sprague-Dawley

    dengan umur 2 - 3 bulan dan berat badan 200 - 250 gram sebanyak 25 ekor

    dengan pengelompokan secara acak.

    Metode induksi hiperurisemia yang digunakan adalah induksi kafein pada dosis

    27 mg/200 g BB.

    Penelitian ini dilakukan dengan mengekstraksi daun sidaguri

    menggunakan pelarut etanol 70% dengan metode maserasi. Ekstrak yang

    diperoleh diberikan kepada tikus yang telah diinduksi hiperurisemia dengan

    kafein dan selanjutnya diamati penurunan kadar asam urat tikus tersebut.

    3.3 Alat dan Bahan

    3.3.1 Alat

    Terdiri dari: timbangan hewan (Ohauss), kandang tikus beserta tempat

    makan dan minum, sonde oral, jarum suntik, hot plate (Wiggen Hauser), blender,

    oven, timbangan analitik (Wiggen Hauser), holder, vaccum rotary evaporator

    (Memmert Eyele), kertas saring, kapas, kamera, uric acid TBHBA,

    Spektrofotometer UV Vis, sentrifus, mikropipet, mikrohematokrit dan alat-alat

    gelas (Iwaki pyrex).

    3.3.2 Bahan

    3.3.2.1 Tanaman Uji

    Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah daun sidaguri.

    Tanaman sidaguri yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan

    Aromatik (BALITRO) sebanyak 5 kg daun segar dan digunakan 500

  • 23

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    gram serbuk kering daun sidaguri. Sebelum diproses menjadi ekstrak, tanaman

    dideterminasi yaitu memverifikasi identitas tanaman di Lembaga Ilmu

    Pengetahuan Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor.

    3.3.2.2 Hewan Uji

    Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan

    galur Sprague-Dawley berusia 2-3 bulan, memiliki berat badan 200-250 gram.

    Hewan uji yang digunakan sebanyak 25 ekor dengan 5 ekor tiap kelompok

    (WHO, 2000). Tikus uji diperoleh di Institut Pertanian Bogor.

    3.3.2.3 Bahan Uji

    Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

    - Ekstrak etanol 70% daun sidaguri

    Ekstrak etanol 70% daun sidaguri diperoleh dari 5 kg daun sidaguri.

    Dibuat menjadi simplisia serbuk kering sebanyak 500 gram. Simplisia

    kemudian diekstraksi dengan metode maserasi dengan pelarut etanol 70%.

    Pembuatan ekstrak dilakukan di Laboratorium Penelitian 1.

    - Allopurinol (kontrol positif) yang diperoleh dari PT. Indofarma

    - Kafein (penginduksi hiperurisemia) yang diperoleh dari Aldrich Chemical.

    3.4 Tahapan Penelitian

    3.4.1 Pembuatan Simpliasia

    Daun sidaguri sebanyak 5 kg disortasi untuk memudahkan pencucian dan

    pemisahan pengotor pada simplisia. Pencucian daun sidaguri dilakukan dengan air

    mengalir. Daun sidaguri dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada suhu

    ruang yang tidak terpapar sinar matahari langsung hingga simplisia kering.

    Simplisia kering dilakukan kembali sortasi untuk memastikan simplisia bebas dari

    pengotor. Simplisia ditimbang dan diblender hingga menjadi serbuk.

    3.4.2 Ekstraksi

    Serbuk simplisia kering daun sidaguri ditimbang sebanyak 500 gram,

    kemudian dimasukkan ke dalam toples kaca berwarna gelap (agar tidak tembus

    cahaya). Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi dengan merendam serbuk

    simplisia dengan menggunakan pelarut etanol 70% dan pelarut dilebihkan setinggi

  • 24

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    lebih kurang 2 cm di atas permukaan serbuk simplisia. Masa perendaman pada

    maserasi dilakukan selama 3 hari dan selama perendaman dilakukan pengadukan

    pada 6 jam pertama dan dibiarkan terendam selama 3 hari. Maserat di saring

    dengan kertas saring. Maserat dipisahkan dan diremaserasi, proses yang sama

    diulangi sebanyak tiga kali dengan jenis dan pelarut yang sama. Semua filtrat

    diuapkan dengan vacuum rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak cair

    (Simarmata et al., 2012).

    Ekstrak yang diperoleh dihitung rendemen ekstrak dengan rumus:

    3.4.3 Pengujian Parameter non Spesifik

    3.4.3.1 Parameter Kadar Air

    Metode yang digunakan untuk uji kadar air yaitu metode Aufhauser.

    Dibersihkan tabung penerima dan pendingin dengan asam pencuci dan dibilas

    dengan air. Tabung penerima dan pendingin dikeringkan dalam lemari pengering.

    Dimasukkan ke dalam labu kering sejumlah ekstrak yang ditimbang saksama yang

    diperkirakan mengandung 2 ml sampai 4 ml air. Dimasukkan lebih kurang 200 ml

    toluen ke dalam labu, alat dihubungkan. Dituang toluen ke dalam tabung

    penerima (R) melalui alat pendingin. Dipanaskan labu secara hati-hati selama 15

    menit.

    Toluen yang mulai mendidih, disuling dengan lebih kurang 2 tetes per

    detik hingga sebagian air tersuling. Kecepatan penyulingan dinaikkan hingga

    lebih kurang 4 tetes per detik. Setelah semua air tersuling, dibilas bagian dalam

    tabung kondensor dengan toluen, sambil dibersihkan dengan sikat tabung yang

    disambungkan pada kawat tembaga dan dijenuhkan dengan toluen. Penyulingan

    dilanjutkan selama 5 menit, pemanasan dihentikan dan dinginkan hingga suhu

    kamar. Bila ada tetesan air menempal pada dinding tabung penerima, digosok

    dengan karet yang dikaitkan pada sebuah kawat tembaga dan dibasahi dengan

    toluen hingga tetesan air turun. Bila air dan toluen memisah sempurna, dibaca

    volume air, dan dihitung persentase yang ada dalam zat (Depkes RI, 2000).

  • 25

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    3.4.3.2 Parameter Kadar Abu

    Lebih kurang 2 g sampai 3 g ekstrak yang telah digerus dan ditimbang

    saksama, dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara

    ratakan. Dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan, dan ditimbang.

    Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, disaring

    melalui kertas saring bebas abu. Dipijarkan sisa kertas dan kertas saring dalam

    krus yang sama. Dimasukkan filtrat ke dalam krus, diuapkan, dan dipijarkan

    hingga bobot tetap, dan ditimbang. Dihitung kadar abu terhadap bahan yang telah

    dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000).

    3.4.4 Pengujian Parameter Spesifik

    3.4.4.1 Identitas

    Diidentifikasi dengan tata nama meliputi nama ekstrak, nama latin

    tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan, dan nama Indonesia tumbuhan

    (Depkes RI, 2000).

    3.4.4.2 Organoleptik

    Dalam Depkes RI (2005) identifikasi organoleptik menggunakan

    pancaindera mendeskripsikan berupa: bentuk, warna, bau dan rasa.

    3.5 Penginduksian Hiperurisemia dengan Kafein 27 mg/200 g BB

    Prosedur induksi kafein terhadap tikus uji sebagai berikut: hewan uji

    diaklimatisasi selama 2 minggu sebanyak 25 ekor. Tikus uji sebanyak 5 ekor

    dijadikan sebagai kontrol normal dan 20 ekor diinduksi dengan kafein. Tikus uji

    dipuasakan selama 12 jam, sebelum dilakukan pengambilan darah tikus diinduksi

    dengan kafein. Induksi kafein diberikan secara oral dengan dosis 27 mg/200 g BB.

    Induksi kafein dilakukan selama 6 hari. 1 jam setelah penginduksian pada

    hari ke-6, kadar asam urat tikus uji diukur dengan metode kolorimetri enzimatik.

    Pada hari ke-7 hewan uji diberikan perlakuan berdasarkan kelompok masing-

    masing setiap hari. Pengukuran kadar asam urat selanjutnya dilakukan pada hari

    ke 9, 12 dan 15.

    Parameter hiperurisemia adalah tikus uji dengan kadar asam urat melebihi

    batas normal. Taconic Technical Laboratory, 1998 dalam Kusmiyati, 2008

  • 26

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    menyebutkan kadar asam urat normal pada tikus jantan adalah 4,37 1.11 mg/dl

    dan 2,92 0,241 mg/dl pada tikus betina.

    3.6 Uji Antihiperurisemia

    3.6.1 Pembuatan Sediaan Dosis Uji

    a. Dosis Ekstrak Daun Sidaguri

    Dosis yang digunakan pada ekstrak etanol 70% daun sidaguri adalah dosis

    50 mg/kgBB pada mencit. Untuk dosis pada tikus dikonversikan menjadi 25

    mg/kgBB. Perhitungan dosis ada pada Lampiran 6. Jumlah suspensi ekstrak yang

    diberikan kepada 1 ekor tikus dengan berat badan 200 gram adalah 2 ml. Ekstrak

    diberikan secara oral dalam bentuk suspensi. Suspending agent yang digunakan

    adalah Na CMC dengan konsentrasi 0,5%. Proses pembuatan suspensi Na CMC

    0,5% adalah dengan mengembangkan Na CMC dengan air panas sebanyak 20 kali

    berat Na CMC.

    b. Dosis Allopurinol sebagai Kontrol Positif

    Dosis allopurinol untuk asam urat pada manusia adalah 100 mg per hari.

    Dosis allopurinol untuk setiap 200 g BB tikus yaitu 10 mg/kgBB. Perhitungan

    dosis ada pada Lampiran 6. Jumlah suspensi allopurinol yang diberikan kepada 1

    ekor tikus dengan berat badan 200 gram adalah 2 ml. Allopurinol diberikan secara

    oral dalam bentuk suspensi. Suspending agent yang digunakan adalah Na CMC

    dengan konsentrasi 0,5%. Proses pembuatan suspensi Na CMC 0,5% adalah

    dengan mengembangkan Na CMC dengan air panas sebanyak 20 kali berat Na

    CMC.

    c. Dosis Kafein sebagai Penginduksi Asam Urat pada Tikus

    Dosis yang digunakan pada kafein sebagai penginduksi asam urat adalah

    dosis 27 mg/ 200 g BB (Azizahwati, 2005).

    Perhitungan dosis ada pada Lampiran 6. Jumlah kafein yang diberikan kepada 1

    ekor tikus dengan berat badan 200 gram adalah 2 ml. Kafein diberikan secara oral

    dalam bentuk suspensi. Suspending agent yang digunakan adalah Na CMC

    dengan konsentrasi 0,5%. Proses pembuatan suspensi Na CMC 0,5% adalah

    dengan mengembangkan Na CMC dengan air panas sebanyak 20 kali berat Na

    CMC.

  • 27

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    3.6.2 Pengelompokan Hewan Uji dan Cara Kerja

    Menurut WHO (2000) untuk perlakuan menggunakan hewan uji berupa

    tikus tiap kelompok perlakuan terdiri dari 5 tikus. Untuk mengatasi drop out

    hewan uji dilebihkan 20% atau dilebihkan 1 ekor tikus tiap kelompok.

    Tabel 3.1 Perlakuan Hewan Uji

    Kelompok Jumlah Perlakuan

    Kontrol normal 5 Diberikan suspensi Na CMC 0,5 %

    Kontrol negatif 5 Diberikan suspensi kafein 27 mg/200 g BB

    sebanyak 2 ml

    Kontrol positif

    (allopurinol)

    5 Diberikan suspensi kafein 27 mg/200 g BB

    sebanyak 2 ml, satu jam kemudian diberi suspensi

    allopurinol 10 mg/kgBB sebanyak 0,5 ml

    Ekstrak sidaguri

    tunggal

    5 Diberikan suspensi kafein 27 mg/200 g BB

    sebanyak 2 ml, satu jam kemudian diberi suspensi

    ekstrak daun sidaguri dosis 25 mg/kgBB

    Kombinasi ekstrak

    sidaguri dan

    allopurinol

    5 Diberikan suspensi kafein 27 mg/200 g BB

    sebanyak 2 ml, satu jam kemudian diberi

    kombinasi ekstrak daun sidaguri dosis 25

    mg/kgBB dan allopurinol 10 mg/kgBB

    3.6.3 Pengambilan Darah

    Pengambilan darah dilakukan melalui sinus orbital mata tikus pada hari ke

    0, 6,9,12 dan 15. Tikus diberikan anastesi umum secara inhalasi dengan eter. Pada

    mata tikus, mikrohematokrit dimasukkan ke dalam pangkal bola mata sambil

    diputar halus ke arah belakang bola mata sehinga darah mengalir melalui

    mikrohematokrit tersebut.

    Darah ditampung hati-hati ke dalam mikrotube, kemudian disentrifugasi

    dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Serum yang diperoleh kemudian

    dipisahkan dengan mikropipet lalu disimpan dalam lemari pendingin pada suhu

    2-8C hingga dilakukan pengukuran asam urat.

    3.6.4 Pengukuran Asam Urat

    Pengukuran kadar asam urat dilakukan dengan metode kolorimetri

    enzimatik menggunakan pereaksi untuk asam urat.

  • 28

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Prinsip reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

    urikase

    Asam urat + O2 + H allantoin + CO2 +H2O2

    peroksidase

    H2O2 + DCHBS + 4-aminoantipiril N-(4-antipiril)-3-kloro-5-sulfonat-p-

    benzokuinonimuin +HCl +H2O

    Ket: DCHBS = diklorohidroksi benzen sulfonat

    Pada kuvet blanko, sampel, dan standar dimasukkan 1000 L pereaksi

    asam urat. Pada kuvet sampel ditambahkan 20 L serum dan pada kuvet standar

    ditambahkan 20 L standar asam urat, lalu dikocok. Campuran tersebut diinkubasi

    selama 30 menit pada suhu 25-30C hingga terbentuk warna merah muda. Serapan

    sampel dan standar diukur terhadap blanko pereaksi pada panjang gelombang 520

    nm.

    Tabel 3.2 Volume blanko, sampel, dan standar pada pengukuran asam urat

    Kuvet Pereaksi Asam

    Urat

    Akuades Serum Standar

    Blanko 1000 L 20L - -

    Standar 1000 L - - 20L

    Sampel 1000 L - 20L -

    3.6.5 Terminasi Hewan Uji

    Terminasi hewan uji dilakukan dengan metode inhalasi senyawa eter.

    Cairan eter dimasukkan ke dalam toples, lalu dijenuhkan. Tikus dimasukkan ke

    dalam toples yang telah dijenuhkan dengan eter, diamkan hingga denyut jantung

    tikus uji tidak terasa.

    3.7 Analisis Data

    3.7.1 Analisis secara Statistik

    Data yang didapatkan diolah secara statistik dengan menggunakan aplikasi

    SPSS. Analisis data yang pertama yang dilakukan adalah uji normalitas dan uji

  • 29

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    homogenitas. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan Metode

    Kolmogorov-Smirnof, sedangkan uji homogenitas dilakukan dengan

    menggunakan Metode Levene. Analisis masalah yang dilakukan adalah dengan

    Metode One-Way ANOVA yang dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil

    (BNT) apabila data terdistribusi normal dan memiliki varian homogen. Apabila

    data tidak terdistribusi normal atau varian tidak homogen, dilakukan analisis

    dengan metode Kruskal-Wallis yang dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney

    (Dahlan, 2010).

    Hipotesis :

    Ho : tidak ada perbedaan bermakna antara setiap kelompok

    Ha : ada perbedaan bermakna antara setiap kelompok

    Pengambilan keputusan :

    Apabila nilai signifikansi 0,05, maka Ho diterima.

    Apabila nilai signifikansi 0,05, maka Ho ditolak.

    3.7.2 Perhitungan Persentase Penurunan Asam Urat (Purwatiningsih

    et al., 2010)

    Data yang diperoleh berupa persentase penurunan kadar asam urat dalam

    darah. Persentase penurunan kadar asam urat dihitung dengan rumus:

    Persentase penurunan kadar asam urat =

    Keterangan:

    AU0: kadar asam urat darah normal pada hari ke-0

    AU6: kadar asam urat darah pada hari ke-6

    AUx: kadar asam urat darah pada hari ke-9, 12 dan 15

  • 30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB 4

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil Penelitian

    4.1.1 Determinasi Tanaman

    Determinasi tanaman dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

    (LIPI) Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Hasil determinasi

    menunjukkan bahwa tanaman uji adalah benar tanaman sidaguri dari famili

    Malvaceae. Surat determinasi dapat dilihat pada lampiran 1.

    4.1.2 Ekstraksi

    Berdasarkan hasil pengeringan maserat, diperoleh rendemen ekstrak etanol

    70% daun sidaguri sebesar 17,26%. Perhitungan rendemen ekstrak sidaguri dapat

    dilihat pada lampiran 6.

    4.1.3 Parameter Standar

    Hasil pengujian parameter standar spesifik dan non spesifik yang

    dilakukan terhadap ekstrak dapat dilihat pada tabel 4.1.

    Tabel 4.1 Parameter standar ekstrak etanol 70% daun sidaguri

    Pengujian Parameter Hasil

    Parameter Spesifik

    Identitas Ekstrak

    a. Nama Ekstrak

    b. Nama Latin c. Bagian Yang Digunakan d. Nama Indonesia

    Tumbuhan

    Organoleptik Ekstrak

    a. Bentuk b. Warna c. Bau d. Rasa

    Parameter Non-Spesifik

    Kadar Air

    Kadar Abu

    a. Ekstrak Etanol 70% Daun Sidaguri (Sida rhombifolia

    Linn.)

    b. Sida rhombifolia Linn. c. Daun d. Sidaguri

    a. Kental b. Hijau Tua c. Aromatik d. Pahit

    16,85% (Standar :

  • 31

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    4.2 Pembahasan

    Pada penelitian ini, dilakukan uji antihiperurisemia kombinasi ekstrak

    etanol 70% daun sidaguri dan allopurinol terhadap tikus Sprague Dawley yang

    diinduksi kafein. Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah

    tanaman sidaguri pada bagian daunnya yang diperoleh dari Balai Penelitian

    Tanaman Obat dan Aromatik (BALITRO). Sebelum daun sidaguri digunakan

    sebagai bahan penelitian, dilakukan determinasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan

    Indonesia (LIPI) Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Hasil

    determinasi menunjukkan bahwa tanaman uji adalah benar daun sidaguri dari

    famili Malvaceae.

    Daun sidaguri kemudian diproses menjadi simplisia dengan berbagai

    tahapan: yaitu sortasi basah, pencucian, pengeringan, sortasi kering dan

    penghalusan menjadi serbuk simplisia. Serbuk simplia daun sidaguri yang

    digunakan untuk ekstraksi sebanyak 500 gram yang kemudian diperoleh ekstrak

    kental etanol 70% daun sidaguri sebanyak 86,3 gram dengan rendemen 17,26%.

    Ekstraksi dilakukan secara maserasi, metode ini dipilih karena mudah dan

    menghasilkan rendemen yang tinggi (Saifudin, 2014). Penelitian yang dilakukan

    oleh Ridwanty (2011) rendemen ekstrak etanol 70% daun sidaguri diperoleh

    sebesar 29,21%. Pemilihan etanol sebagai pelarut berdasarkan metode yang

    distandarisasi BPOM (2005) bahwa untuk ekstraksi suatu bahan yang akan

    digunakan sebagai obat harus menggunakan etanol sebagai pelarutnya. Etanol

    memiliki sifat mudah menguap, murah, mudah didapat dan cukup aman. Etanol

    sebesar 70% digunakan karena etanol 70% dapat menarik senyawa bersifat polar,

    semipolar, dan non polar dimana senyawa yang diharapkan yaitu senyawa

    flavonoid yang bersifat polar.

    Ekstrak kental yang diperoleh, dilakukan uji parameter standar ekstrak

    yakni parameter standar spesifik dan non spesifik. Uji parameter spesifik adalah

    identifikasi terhadap bentuk, warna, bau dan rasa ekstrak secara organoleptis.

    Diperoleh hasil berupa ekstrak kental berwarna hijau tua, berbau aromatik dan

    memiliki rasa pahit.

    Uji parameter non spesifik berupa uji kadar air dan kadar abu. Persentase

    kadar air ekstrak etanol 70% daun sidaguri diperoleh sebesar 16,85%. Batas kadar

  • 32

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    air ekstrak yang memenuhi syarat menurut Depkes (1995) adalah dibawah 10%.

    Penelitian yang dilakukan oleh Ridwanty (2011), persentase kadar air yang

    diperoleh yaitu sebesar 14,7%. Kelebihan air dalam simplisia menyebabkan

    pertumbuhan mikroba, jamur atau serangga serta mendorong kerusakan bahan

    aktif (WHO, 1998). Ekstrak yang diperoleh tetap digunakan pada penelitian

    walaupun tidak memenuhi standar karena selama penyimpanan ekstrak tidak

    ditumbuhi jamur ataupun mikroba.

    Uji kadar abu dilakukan untuk memberikan gambaran kandungan mineral

    internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak.

    Prinsip uji kadar abu yaitu dengan memanaskan ekstrak pada temperatur dimana

    senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sehingga tinggal unsur

    mineral dan anorganik (Depkes RI, 2000). Hasil uji kadar abu ekstrak didapatkan

    persentase 17,35%. Dalam Depkes (2005) kadar abu sidaguri adalah sebesar 8%.

    Besarnya persentase kadar abu yang diperoleh pada penelitian ini dapat

    disebabkan oleh terdapatnya mineral seperti oksalat pada daun sidaguri yang

    menyebabkan kadar abu tinggi. Umur panen tanaman berkaitan erat dengan kadar

    pati maksimum, yang menentukan tinggi rendahnya kadar oksalat. Semakin

    panjang umur panen, maka kadar oksalatnya semakin rendah, demikian

    sebaliknya (Pancasasti, 2016).

    Pada penelitian ini hewan uji yang digunakan adalah tikus putih galur

    Sprague-Dawley berjenis kelamin jantan yang berusia 2-3 bulan dalam kondisi

    sehat dengan berat badan 200-250 gram. Tikus dipilih sebagai hewan uji karena

    tikus memiliki sifat fisiologis yang mirip dengan manusia.

    Kelompok perlakuan yang diujikan yaitu kelompok kontrol dan kelompok

    uji. Kelompok kontrol terdiri dari kontrol normal, kontrol positif, dan kontrol

    negatif. Menurut Budiharto (2008) kelompok kontrol digunakan untuk

    memastikan bahwa hasil uji tidak terpengaruh oleh faktor lain yang dapat

    mempengaruhi hasil uji.

    Senyawa yang digunakan pada kontrol positif adalah allopurinol dengan

    dosis tikus 10 mg/kgBB dengan tujuan untuk memastikan bahwa asam urat tikus

    uji terbukti menurun dengan obat asam urat yang telah beredar di masyarakat.

    Obat allopurinol memiliki mekanisme kerja menghambat kerja enzim xantin

  • 33

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    oksidase (Dipiro et al. 2009). Hal ini berkaitan dengan mekanisme kerja dari

    sidaguri, flavonoid yang terkandung dari ekstrak sidaguri memiliki efek inhibitor

    xantin oksidase (Iswantini, et al. 2009).

    Pada kelompok uji normal, tikus uji diberikan Na CMC 0,5% untuk

    memastikan bahwa kadar asam urat tikus tanpa perlakuan berada pada rentang

    normal. Kelompok uji negatif, tikus diberikan kafein 27 mg/ 200 g BB tanpa

    diberikan tambahan berupa ekstrak sidaguri ataupun allopurinol. Hal ini bertujuan

    untuk memastikan bahwa kadar asam urat tikus uji yang diinduksi kafein 27 mg/

    200 g BB dapat meningkatkan kadar asam urat seperti kondisi penderita asam

    urat.

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Azizahwati (2005) kafein

    dapat digunakan sebagai penginduksi asam urat karena kafein merupakan

    komponen alkaloid derivat xantin yang mengandung gugus metil yang akan

    dioksidasi oleh xantin oksidase membentuk asam urat sehingga dapat

    meningkatkan kadar asam urat di dalam tubuh.

    Pengujian yang dilakukan yaitu kelompok uji penggunaan ekstrak sidaguri

    secara tunggal dan penggunaan kombinasi ekstrak sidaguri dan allopurinol. Dosis

    yang digunakan untuk ekstrak sidaguri yaitu 25 mg/kgBB, berdasarkan penelitian

    yang dilakukan oleh Simarmata et al (2012) dosis terbaik dalam menurunkan

    kadar asam urat yaitu dosis 50 mg/kgBB pada mencit. Untuk tikus dikonversikan

    dosisnya menjadi 25 mg/kgBB. Dosis allopurinol yang digunakan pada manusia

    sehari yaitu 100 mg, dikonversikan pada tikus menjadi 10 mg/kgBB (Perhitungan

    dosis pada lampiran 6).

    Tikus uji diaklimatisasi selama 2 minggu sebelum dilakukan

    penginduksian asam urat. Aklimatisasi tikus bertujuan untuk membuat tikus uji

    beradaptasi dengan lingkungannya, menstabilkan parameter fisiologis dan

    perilaku tikus akibat proses pengiriman, dan menganalisa kelayakan tikus untuk

    menjadi tikus uji. Arts et al. (2012) tikus dianggap layak menjadi tikus uji apabila

    selama proses aklimatisasi tidak terjadi penurunan berat badan lebih dari 10%.

    Sebelum dilakukan penginduksian, pada hari ke-0 dilakukan pengukuran

    kadar asam urat tikus untuk mengetahui seluruh kelompok tikus mempunyai kadar

    asam urat yang normal. Tikus dipuasakan selama 12 jam sebelum dilakukan

  • 34

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    pengambilan darah, hal ini bertujuan agar tidak terjadi perubahan kadar asam urat

    karena asupan makanan.

    Taconic Technical Laboratory, 1998 dalam Kusmiyati, 2008 menyebutkan

    bahwa kadar asam urat normal pada tikus jantan adalah 4,37 1,11 mg/dl,

    sedangkan pada tikus betina sebesar 2,92 0,241 mg/dl. Pada penelitian rerata

    kadar asam urat tikus putih jantan sebelum perlakuan (hari ke-0) untuk semua

    kelompok adalah 4,46 1,50 mg/dl (Tabel 4.3). Rerata yang didapatkan

    menunjukkan nilai asam urat tikus uji pada hari ke-0 adalah normal.

    Rerata kadar asam urat setelah dilakukan penginduksian kafein selama 6

    hari yaitu 5,86 1,74. Nilai yang dihasilkan menunjukkan nilai kadar asam urat

    lebih tinggi daripada rerata kadar asam urat pada hari ke-0. Dengan demikian

    pengkondisian hiperurisemia berhasil dilakukan, yaitu nilai asam urat lebih tinggi

    dibandingkan nilai asam urat normal.

    Hasil pengukuran kadar asam urat tikus uji dianalisis secara statistika

    dengan menggunakan program SPSS 22.0. Berdasarkan pada uji normalitas (One-

    Sample Kolmogrof-Smirnov Test) diketahui bahwa nilai kadar asam urat tikus uji

    seluruh kelompok terdistribusi normal (p 0.05) dan pada uji homogenitas

    (Levene) menunjukkan terdistribusi homogen (p 0.05) pada H6, H9, H12, dan

    H15 tapi tidak terdistribusi homogen pada H0 sehingga dilakukan uji Kruskal

    Wallis. Uji Kruskal Wallis untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kadar

    asam urat pada kelompok uji. Menurut Dahlan (2010) pengolahan data tidak bisa

    dilanjutkan dengan uji One-Way Anova jika terdapat setidaknya satu kelompok

    tidak terdistribusi normal.

    Nilai yang diperoleh dari Kruskal Wallis yaitu (p 0.05) data kadar asam

    urat tikus tidak berbeda secara bermakna pada H0, H6, H9, dan H12 tapi ada

    perbedaan secara bermakna pada H15. Sehingga dilanjutkan dengan uji Mann-

    Whitney pada hari ke 15, bertujuan untuk menentukan kelompok mana yang

    memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan kelompok lainnya. Hasil

    uji statistik Mann-Whitney menunjukkan bahwa hasil antara kelompok uji kontrol

    positif (allopurinol 10 mg/kgBB), ekstrak sidaguri 25 mg/kgBB dan kombinasi

    ekstrak sidaguri 25 mg/kgBB dan allopurinol 10 mg/kgBB tidak berbeda

    signifikan (p 0.05) pada H15 yang berarti tidak ada perbedaan efek yang

  • 35

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    dihasilkan dalam menurunkan kadar asam urat antar kelompok perlakuan. Data

    kadar asam urat tikus uji kontrol negatif berbeda secara bermakna ( p 0.05)

    dengan kelompok perlakuan; kontrol positif, ekstrak tunggal dan penggunaan

    kombinasi pada H15.

    Berdasarkan hasil persentase penurunan kadar asam urat tikus uji selama

    15 hari. Persentase penurunan kadar asam urat pada pemberian ekstrak tunggal

    sidaguri 25 mg/kgBB adalah 64,90%. Ekstrak etanol 70% daun sidaguri yang

    dilakukan oleh Simarmata et al. (2012) persentase penurunan kadar asam urat

    diperoleh sebesar 49.45%. Flavonoid yang terkandung dari ekstrak sidaguri

    memiliki mekanisme kerja menghambat kerja enzim xantin oksidase, sehingga

    dapat digunakan untuk menurunkan kadar asam urat (Iswantini et al. 2009).

    Persentase penurunan kadar asam urat pada tikus uji kontrol positif

    (allopurinol) diperoleh sebesar 67,86%. Penelitian yang dilakukan oleh

    Simarmata et al. (2012) persentase penurunan kadar asam urat dengan allopurinol

    10 mg/kgBB sebesar 44,31%. Obat allopurinol digunakan sebagai penurun kadar

    asam urat karena memiliki mekanisme kerja menghambat kerja enzim xantin

    oksidase, yang berperan mengubah hipoxantin menjadi asam urat. (Dipiro, et al.

    2009).

    Kombinasi penggunaan ekstrak etanol 70% daun sidaguri dan allopurinol

    diperoleh persentase penurunan kadar asam urat sebesar 50,25%. Berdasarkan

    hasil persentase penurunan kadar asam urat tikus uji, persentase penurunan kadar

    asam urat pada pemberian ekstrak etanol 70% daun sidaguri 25 mg/kgBB secara

    tunggal sebesar 64,90% lebih besar dibandingkan persentase penurunan kadar

    asam urat pada pemberian kombinasi ekstrak etanol 70% daun sidaguri 25

    mg/kgBB dan allopurinol 10 mg/kgBB yakni 50,25%. Allopurinol 10 mg/kgBB

    yang diberikan secara tunggal memiliki persentase penurunan kadar asam urat

    yang lebih tinggi dibandingkan persentase penurunan ekstrak etanol 70% daun

    sidaguri 25 mg/kgBB secara tunggal ataupun kombinasi ekstrak etanol 70% daun

    sidaguri 25 mg/kgBB dan allopurinol 10 mg/kgBB yakni sebesar 67,86%.

    Persentase penurunan kadar asam urat pada penggunaan kombinasi

    memiliki persentase penurunan yang lebih kecil dibandingkan penggunaan

    allopurinol dan ekstrak sidaguri secara tunggal. Hal ini disebabkan karena

  • 36

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    allopurinol memiliki mekanisme kerja inhibisi kompetitif dengan menghambat

    kerja enzim xantin oksidase (Deglin, 2004) dan flavonoid yang terkandung dari

    ekstrak sidaguri memiliki mekanisme kerja inhibisi kompetitif dengan

    menghambat kerja enzim xantin oksidase (Iswantini, et al. 2009). Penggunaan

    secara kombinasi allopurinol dan ekstrak sidaguri tidak memberikan hasil yang

    signifikan dalam menurunkan kadar asam urat bisa terjadi karena kompetisi dalam

    memperebutkan sisi aktif enzim xantin oksidase pada penggunaan kombinasi

    tidak hanya terjadi antara inhibitor dengan substrat (xantin), tetapi antara inhibitor

    dengan inhibitor (Aldiyati, 2012).

  • 37 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB 5

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan:

    1. Kadar asam urat tikus uji kelompok perlakuan pada hari ke 15 terdapat

    perbedaan secara bermakna ( p 0.05) dengan kontrol negatif. Hal ini

    menunjukkan bahwa kontrol positif, ekstrak sidaguri tunggal dan

    penggunaan kombinasi ekstrak sidaguri dan allopurinol mampu

    menurunkan kadar asam urat dan aktif sebagai antihiperurisemia secara in

    vivo.

    2. Persentase penurunan kadar asam urat tikus uji yang diberikan secara

    kombinasi ekstrak etanol 70% daun sidaguri 25 mg/kgBB dan allopurinol

    10 mg/kgBB memiliki persentase penurunan kadar asam urat yang lebih

    kecil dibandingkan persentase penurunan kadar asam urat yang diberikan

    ekstrak sidaguri secara tunggal ataupun allopurinol secara tunggal, yakni

    sebesar 50,25% ( p 0.05).

    5.2 Saran

    Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui interaksi yang

    terjadi pada penggunaan kombinasi ekstrak etanol 70% daun sidaguri dan

    Allopurinol dalam menurunkan hiperurisemia.

  • 38 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    DAFTAR PUSTAKA

    Aldiyati, (2012). Interaksi Allopurinol dan Ekstrak Etanol Daun Gandarusa

    (Justicia gendarussa B) terhadap Kadar Asam Urat Darah pada Tikus

    Putih Jantan. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

    Arts et al. 2012. The Impact of Transportation on Physiological and Behavioral

    Parameters in Rats: Implications for Acclimatization Periods. ILAR J

    (2012) 53 (1): E82-E98 DOI: 10.1093/ilar.53.1.82

    Azizahwati et al (2005). Efek Penurunan Kadar Asam Urat Dalam Darah Tikus

    Putih Jantan dari Rebusan Akar Tanaman Akar Kucing (Acalypha indica

    L). Departemen Farmasi FMIPA-UI. Depok. ISSN: 1412-2855. Vol. 4 No.

    I. hlm. 213-218.

    BPOM RI. 2005. Gerakan Nasional Minum Temulawak. Jakarta: BPOM RI.

    Budiharto. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan dengan Contoh Bidang Ilmu

    Kesehatan Gigi. Jakarta: Penerbit IKAPI. hlm. 51.

    Dahlan, Sopiyudin. (2010). Mendiagnosis dan Menata Laksana 13 Penyakit

    Statistik: Disertai Aplikasi Program Stata. Jakarta: IKAPI. hlm. 178.

    Deglin, Judith Hopfer. (2004). Pedoman Obat untuk Perawat (4 ed.). Jakarta:

    EGC.

    Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2000). Parameter Standar Umum

    Ekstrak Tumbuhan Obat. Edisi I. hlm. 13-31.

    Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia.

    Jakarta: Ditjen POM. Edisi IV. hlm. 1035.

    Departemen Kesehatan republik Indonesia. (2005). Materia Medika Indonesia.

    Jilid VI. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. hlm.

    247-251.

    Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008). Farmakope Herbal Indonesia.

    Edisi I. hlm. XXV.

    Dipiro et al. (2005). Pharmacotherapy ; A Pathophysiologic Approach (6 th).

    New York: McGRAW-HILL. hlm. 1705.

    Dipiro et al. (2009). Pharmacotherapy Handbook (7 th). New York: McGRAW-

    HILL. hlm. 1-3.