u pen uji coba ngopera a tutupa asian bu kepul an ijuk ubu tam
TRANSCRIPT
UPEN
MAYOR PROGR
UJI COBANGOPERA
AR
TEKNOLORAM STUDI
FAKULTAIN
A TUTUPAASIAN BU
KEPUL
RI NADO S
OGI DAN MI PEMANF
AS PERIKANSTITUT P
AN IJUK UBU TAM
LAUAN SE
SYAHRUR
MANAJEMFAATAN SUANAN DANPERTANIA
BOGOR 2011
DAN GOMBUN DI ERIBU
RAMADAN
MEN PERIKUMBERDA
N ILMU KELAN BOGOR
ONI PADAPERAIRA
N
KANAN TANAYA PERIK
LAUTAN R
A AN
NGKAP KANAN
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Uji Coba Tutupan Ijuk
dan Karung Goni pada Pengoperasian Bubu Tambun di Perairan Kepulauan
Seribu” adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum
pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 17 Februari 2011
Ari Nado Syahrur Ramadan
ABSTRAK ARI NADO SYAHRUR RAMADAN. C44070033. Uji Coba Tutupan Ijuk dan Karung Goni pada Pengoperasian Bubu Tambun di Perairan Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh DINIAH dan ROZA YUSFIANDAYANI. Pengoperasian bubu tambun di Perairan Kepulauan Seribu menggunakan terumbu karang sebagai penutup dan kamuflase lingkungan terumbu karang dapat mengakibatkan rusaknya lingkungan terumbu karang. Hal ini dapat menggangu keseimbangan di lingkungan terumbu karang salah satunya ketersediaan sumberdaya ikan karang, sehingga perlu diupayakan solusinya. Penelitian ini bertujuan untuk mencari alternatif pengganti terumbu karang sebagai tutupan dalam pengoperasian alat tangkap bubu tambun, yaitu menggunakan media tutupan bahan alami ijuk dan goni, di Perairan Kepulauan Seribu. Metode yang digunakan adalah experimental fishing, yaitu mengoperasikan bubu tambun dengan jenis bahan tutupan berbeda. Bahan tutupan bubu tambun yang digunakan dikategorikan sebagai perlakuan, yaitu ijuk dan goni, serta karang sebagai kontrol. Uji coba dilakukan selama 10 trip penangkapan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu. Hasil tangkapan total dalam penelitian ini sebanyak 477 ekor dengan berat mencapai 39.225 g. Hasil tangkapan utama sebanyak 432 ekor dengan berat 33.525 g dan hasil tangkapan sampingan sebanyak 45 ekor dengan berat 5730 g. Komposisi hasil tangkapan total didominasi oleh Famili Pomacentridae sebanyak 159 ekor dengan berat 11,055 g. Hasil tangkapan bubu tambun menggunakan tutupan ijuk berjumlah 137 ekor dengan berat total sebesar 12.895 g. Famili Pomacentridae merupakan hasil tangkapan yang paling banyak pada bubu tambun menggunakan tutupan ijuk yaitu sebanyak 38 ekor. Hasil tangkapan bubu tambun menggunakan tutupan karung goni berjumlah 165 ekor dengan berat total sebesar 12.995 g. Famili Pomacentridae merupakan hasil tangkapan yang paling banyak pada bubu tambun menggunakan tutupan Goni yaitu sebanyak 61 ekor. Hasil tangkapan bubu tambun menggunakan tutupan karang berjumlah 175 ekor dengan berat total sebesar 13.365 g. Famili Pomacentridae merupakan hasil tangkapan yang paling banyak pada bubu tambun menggunakan tutupan karang yaitu sebanyak 60 ekor. Hasil tangkapan yang didapat oleh bubu Ijuk dan bubu goni tidak berbeda nyata dengan hasil bubu karang, sehingga bisa diterapkan dalam pengoperasian bubu tambun di Perairan Kepulauan Seribu. Kata kunci: bubu tambun, ijuk, goni, terumbu karang, Perairan Kepulauan Seribu.
© Hak cipta IPB, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
UJI COBA TUTUPAN IJUK DAN GONI PADA PENGOPERASIAN BUBU TAMBUN DI PERAIRAN
KEPULAUAN SERIBU
ARI NADO SYAHRUR RAMADAN C44070033
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memproleh gelar
Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
Judul Skripsi : Uji Coba Tutupan Ijuk dan Karung Goni pada Pengoperasian Bubu Tambun di Perairan Kepulauan Seribu.
Nama : Ari Nado Syahrur Ramadan
NRP : C44070033
Mayor : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Program Studi : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Disetujui :
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Ir. Diniah, M.Si. Dr. Roza Yusfiandayani,S.Pi. NIP. 19610924 198602 2 001 NIP.19740823 200801 2 006
Mengetahui,
Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. NIP 19621223 198703 1 001
Tanggal lulus: 17 Februari 2011
KATA PENGANTAR
Kepulauan Seribu merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi
sumberdaya ikan karang yang cukup baik di Perairan Pulau Jawa. Salah satu alat
tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan Kepulauan Seribu untuk menangkap
ikan karang adalah bubu tambun. Dalam pengoperasiannya, nelayan bubu tambun
menggunakan terumbu karang untuk menimbun bubu, sehingga dikhawatirkan
akan semakin merusak ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu.
Skripsi ini mengungkapkan modifikasi media tutupan bubu tambun dalam
pengoperasiannya, yaitu mengganti media tutupan yang semula terumbu karang
menjadi bahan alami lain, yaitu ijuk dan goni. Hal ini juga dimaksudkan dalam
rangka mancari alternatif upaya mengurangi kerusakan terumbu karang di
Perairan Kepulauan Seribu.
Ucapan terimakasih disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian skripsi ini, sehingga menjadi lebih sempurna.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Bogor, Februari 2011
Ari Nado Syahrur Ramadan
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada :
(1) Dr.Ir. Diniah, M.Si. dan Dr. Roza Yusfiandayani, S.Pi. atas segala
bimbingan dan perhatian yang diberikan, sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik;
(2) Dr.Ir. Muhammad Imron, M.Si. selaku Komisi Pendidikan Departemen
Pemanfaaatan Sumberdaya Perikanan dan Ir. Moch. Prihatna Sobari, MS.
selaku dosen Penguji Tamu dalam sidang ujian skripsi atas segala masukan
dan saran yang diberikan, sehingga skripsi ini tersusun lebih sempurna;
(3) Kepala Balai, Kepala Seksi III dan staf Taman Nasional Kepulauan Seribu;
(4) Pak Asep dan keluarga atas segala bantuan yang telah diberikan;
(5) Papa, Mama, Nata, Niko dan Nandre atas doa dan segala dukungan yang
diberikan hingga studi dapat diselesaikan dengan baik;
(6) Fifi Dewi Resti dan Muflihati Zainal atas perhatian dan semangat yang
diberikan;
(7) Rekan seperjuangan PSP 44 atas segala semangat dan kebersamaan selama
masa studi;
(8) Rekan seperjuangan di tempat kost kak Anja, kak Haryo, kak Lutfan dan
Hardi atas segala semangat dan kebersamaan selama masa studi; dan
(9) Pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Curup Provinsi Bengkulu pada
tanggal 02 Mei 1989 dari Bapak Drs. M Riduan dan Ibu
Harmini S.Pd. Penulis merupakan anak pertama dari empat
bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Curup pada tahun
2007 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB
melalui Undangan Seleksi Masuk IPB. Pada tahun 2007 penulis
memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah
Dasar-Dasar Perikanan Tangkap pada tahun ajaran 2009/2010, asisten mata kuliah
Metode Observasi Bawah Air pada tahun ajaran 2010/2011, asisten mata kuliah
Rekayasa Tingkah Laku Ikan pada tahun ajaran 2010/2011 dan asisten mata
kuliah Alat Penangkapan Ikan pada tahun 2010/2011. Penulis juga aktif dalam
Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN)
sebagai staf Departemen Pengembangan Profesi pada masa jabatan 2009/2010 dan
sebagai staf Departemen Pengembangan Minat dan Bakat pada masa jabatan
2010/2011.
Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian
untuk bahan menyusun skripsi dengan judul “Uji Coba Tutupan Ijuk dan Goni
pada Pengoperasian Bubu Tambun di Perairan Kepulauan Seribu”. Penulis
dinyatakan lulus dalam Sidang Ujian Skripsi yang diselenggarakan oleh Mayor
Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor pada tanggal 17 Februari 2011.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ i
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ ii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... iii
1 PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Tujuan ...................................................................................................... 3 1.3 Manfaat .................................................................................................... 3
2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 4 2.1 Sumberdaya Ikan Karang ........................................................................ 4 2.2 Ekosistem Terumbu Karang .................................................................... 6 2.3 Tingkah Laku Ikan Karang ...................................................................... 9 2.4 Alat Tangkap Bubu (Traps) ..................................................................... 11
2.4.1 Definisi dan klasifikasi ................................................................... 12 2.4.2 Konstruksi alat tangkap bubu (traps) ............................................. 12 2.4.3 Kelengkapan dalam unit penangkapan ........................................... 14
2.4.3.1 Kapal ................................................................................... 14 2.4.3.2 Nelayan ............................................................................... 16 2.4.3.3 Umpan ................................................................................ 16
2.5 Metode Pengoperasian Alat ..................................................................... 17 2.6 Daerah Penangkapan Ikan ....................................................................... 18 2.7 Hasil Tangkapan ...................................................................................... 18 2.8 Bahan Tutupan Bubu Uji Coba ............................................................... 19
2.8.1 Ijuk ................................................................................................... 20 2.8.2 Goni ................................................................................................ 21
3 METODE PENELITIAN ........................................................................... 22 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 22 3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................ 22
3.2.1 Alat tangkap bubu tambun ............................................................. 22 3.2.2 Perahu ............................................................................................. 24
3.3 Metode Penelitian .................................................................................... 24 3.4 Batasan Penelitian ................................................................................... 30 3.5 Asumsi yang Digunakan .......................................................................... 30 3.6 Metode Analisis Data .............................................................................. 30
4 KEADAAN UMUM PENELITIAN .......................................................... 32
4.1 Kondisi Geografis dan Perairan ............................................................... 32 4.2 Keadaan Penduduk .................................................................................. 33 4.3 Kondisi Perikanan Tangkap ..................................................................... 33 4.3.1 Kapal perikanan .............................................................................. 34 4.3.2 Alat tangkap .................................................................................... 34 4.3.3 Nelayan ........................................................................................... 35
5 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 36 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Total .......................................................... 36 5.1.1 Komposisi hasil tangkapan bubu tambun menggunakan tutupan ijuk ..................................................................................... 39 5.1.2 Komposisi hasil tangkapan bubu tambun menggunakan tutupan goni .................................................................................... 42 5.1.3 Komposisi hasil tangkapan bubu tambun menggunakan tutupan karang ................................................................................ 44 5.2 Sebaran Panjang Hasil Tangkapan .......................................................... 46 5.3 Hasil Analisis Statistik ............................................................................ 48 5.4 Pengaruh Penggunaan Ijuk dan Goni dalam Operasional Bubu Tambun .......................................................................................... 50
6 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 54 6.1 Kesimpulan ............................................................................................. 54 6.2 Saran ........................................................................................................ 54 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 55 LAMPIRAN ...................................................................................................... 59
i
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin ............................................... 33
2 Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Pulau Panggang ......... 34
3 Jumlah kapal perikanan menurut gross tonage (GT) ................................... 34
4 Jenis dan jumlah alat tangkap di Kelurahan Pulau Panggang ...................... 35
5 Jumlah nelayan dan volume jumlah produksi perikanan menurut jenis alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu ..... 35
6 Komposisi hasil tangkapan total berdasarkan jumlah hasil tangkapan ........ 36
7 Komposisi hasil tangkapan bubu tambun menggunakan tutupan Ijuk ......... 40
8 Komposisi hasil tangkapan bubu tambun menggunakan tutupan Goni ....... 42
9 Komposisi hasil tangkapan bubu tambun menggunakan tutupan Karang ... 44
10 Hasil uji Kruskal-Wallis data ketiga jenis bubu penelitian .......................... 49
11 Hasil uji Kruskal-Wallis data hasil tangkapan utama ketiga jenis bubu penelitian ...................................................................................................... 49
12 Hasil uji Kruskal-Wallis data hasil tangkapan sampingan ketiga jenis bubu penelitian ...................................................................................................... 49
11 Hasil tangkapan berdasarkan lama perendaman setelah perendaman awal . 50
ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Konstruksi bubu tambun .............................................................................. 23
2 Perahu yang digunakan dalam penelitian .................................................... 24
3 Konstruksi bubu tambun uji coba ................................................................ 25
4 Umpan bubu tambun bintang laut bantal (Culcita novaguineae) ................ 26
5 Batu pemberat yang dipasang pada bubu ..................................................... 26
6 Daerah penangkapan ikan perairan Pulau Panggang ................................... 27
7 Bubu tambun menggunakan karang di dalam perairan ................................ 28
8 Posisi pemasangan bubu .............................................................................. 28
9 Pengangkatan bubu tambun dalam penelitian .............................................. 29
10 Ukuran panjang total ikan ........................................................................... 29
11 Komposisi hasil tangkapan total berdasarkan famili ................................... 37
12 Komposisi hasil tangkapan total dalam persen ............................................ 38
13 Hasil tangkapan Famili Serranidae .............................................................. 39
14 Komposisi hasil tangkapan Famili Serranidae penelitian ............................ 39
15 Hasil tangkapan bubu tambun dengan tutupan ijuk ..................................... 41
16 Komposisi hasil tangkapan bubu tambun dengan tutupan ijuk dalam persen .......................................................................................................... 41
17 Hasil tangkapan bubu tambun dengan tutupan Goni ................................... 43
18 Komposisi hasil tangkapan Bubu Tambun dengan tutupan Goni dalam persen ........................................................................................................... 43
19 Hasil tangkapan bubu tambun dengan tutupan karang ................................ 45
20 Komposisi hasil tangkapan bubu tambun dengan tutupan karang dalam persen ................................................................................................ 45
21 Sebaran frekuensi panjang Betok Laut pada bubu Ijuk ............................... 46
22 Sebaran frekuensi panjang Betok Laut pada bubu Goni .............................. 47
23 Sebaran frekuensi panjang Betok Laut pada bubu Karang .......................... 47
24 Hasil uji kenormalan data hasil tangkapan ketiga jenis bubu penelitian ..... 48
25 Hasil tangkapan berdasarkan lama perendaman setelah perendaman awal .............................................................................................................. 51
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Proses pembuatan bubu tambun penelitian ................................................... 60
2 Peta Kepulauan Seribu .................................................................................. 62
3 Peta Pulau Panggang tempat penelitian ........................................................ 63
4 Foto ikan hasil tangkapan bubu .................................................................... 64
5 Data hasil tangkapan penelitian .................................................................... 68
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luas terumbu karang di Indonesia diperkirakan sekitar 50.000 km2 dan
mempunyai keanekaragaman jenis dan produktivitas primer yang tinggi. Terumbu
karang mempunyai keunikan, diantaranya asosiasi atau komunitas lautan yang
seluruhnya dibentuk oleh kegiatan biologis. Namun dibalik produktivitas yang
tinggi tersebut, aktivitas manusia dalam rangka pemanfaatan sumberdaya alam di
daerah pantai, baik secara langsung maupun tidak langsung sering merusak
terumbu karang (Suprihayono 2000 diacu dalam Dahuri 2003).
Pemanfaatan sumberdaya ikan karang di Perairan Kepulauan Seribu antara
lain menggunakan bubu. Penangkapan ikan dengan bubu bersifat sistemik yang
mencakup aspek lingkungan dan melibatkan suatu teknologi pemanfaatan yang
harus dikelola dengan baik, sehingga mencapai proses optimasi pemanfaatan
sumberdaya perikanan yang ada. Menurut Martasuganda (2008), penangkapan
ikan dengan bubu yang berwawasan lingkungan mempunyai aspek yang penting.
Aspek pertama yaitu “lingkungan”, lingkungan adalah lingkungan hidup dalam
arti adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk
hidupnya, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lainnya. Aspek kedua adalah teknologi penangkapan ikan berwawasan lingkungan
dalam arti upaya sadar dan berencana dalam menggunakan alat tangkap untuk
mengelola sumberdaya ikan secara bijaksana dalam pembangunan yang
berkesinambungan. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan mutu hidup tanpa
mempengaruhi atau mengganggu kualitas dari lingkungan hidup.
Pemanfaatan sumberdaya ikan karang di perairan Kepulauan Seribu
menggunakan bubu tambun. Pengoperasian bubu ini seyogyanya mempunyai
keunggulan tersendiri, yaitu ikan hasil tangkapan bubu tertangkap dalam kondisi
hidup dan kualitasnya lebih terjamin, karena hanya sedikit mengalami luka. Selain
itu harga alat tangkap bubu ikan karang relatif lebih murah dibandingkan dengan
alat tangkap ikan karang lainnya.
2
Pengoperasian bubu tambun di Kepulauan Seribu pada kenyataannya
dapat dikatakan tidak ramah lingkungan, karena menggunakan bongkahan
terumbu karang, baik yang hidup maupun terumbu karang yang mati. Hal ini yang
mengakibatkan rusaknya terumbu karang yang seharusnya menjadi subtrat bagi
pertumbuhan biota karang lainnya. Rusaknya sistem kehidupan karang akan
menyebabkan populasi ikan dan hewan lain makin berkurang, karena dalam
ekosistem kehidupan karang semua komponen merupakan mata rantai makanan
yang tidak terputus dan terus berinteraksi. Bila keseimbangannya terganggu akan
mengakibatkan terganggunya daya dukung lingkungan di terumbu karang,
akhirnya akan mengancam ekosistem terumbu karang secara keseluruhan.
Salah satu solusi yang ingin dikembangkan adalah pengoperasian bubu
tambun menggunakan bahan alami lain sebagai tutupan, sehingga tidak lagi
menggunakan terumbu karang. Penelitian tentang tutupan alami pernah dilakukan
oleh R. Nugroho Bayu Santoso pada tahun 2009, yaitu menggunakan tutupan
goni. Hasil penelitian tersebut belum menggambarkan hasil yang lebih baik.
Santoso (2009) menggunakan bubu tambun dengan tutupan goni 100 %.
Sehubungan dengan hal tersebut penulis bermaksud melakukan penelitian yang
sama, namun selain goni penulis menggunakan ijuk sebagai media tutupan.
Persentase tutupan goni dan ijuk yang digunakan dalam penelitian ini sebesar
70%. Hal ini dimaksudkan untuk dapat berfungsi sebagai alat kamuflase dari
habitat ikan karang. Pemasangan tutupan goni pada bubu tambun dalam penelitian
Santoso (2009) adalah berupa lembaran goni dan ditutupkan pada bagian atas
bubu tambun. Pada penelitian ini penulis menggunakan cara penutupan yang
berbeda dengan yang dilakukan Santoso (2009), cara penutupan bahan ijuk dan
goni dibentuk sedemikian hingga menjadi seperti sayap kupu–kupu yang
diletakkan sebagai tutupan bubu tambun penelitian. Kemudian potongan tersebut
disusun di bagian atas dan samping bubu, hingga luas tutupan mencapai 70 %.
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk
dipakai nelayan dalam pengoperasian bubu tambun, sehingga dapat mengurangi
rusaknya ekosistem terumbu karang.
3
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari alternatif pengganti terumbu
karang sebagai tutupan dalam pengoperasian alat tangkap bubu tambun dengan
menggunakan media tutupan bahan alami ijuk dan goni di Perairan Kepulauan
Seribu.
1.3 Manfaat
Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah:
(1) Bagi penulis, hasil penelitian ini akan dimanfaatkan sebagai bahan penyusun
skripsi yang merupakan salah satu tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana
di Institut Pertanian Bogor.
(2) Bagi nelayan, memberikan informasi mengenai media alternatif pengganti
terumbu karang untuk tutupan bubu dalam kegiatan penangkapan ikan karang
di Perairan Kepulauan Seribu.
(3) Bagi lingkungan, dapat mengurangi tekanan kerusakan terumbu karang,
sehingga ekosistem terumbu karang tetap terjaga.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sumberdaya Ikan Karang
Sumberdaya ikan karang meliputi ikan konsumsi dan ikan hias. Sebagian
ikan bertulang keras (teleostei) yang merupakan ordo perciformes. Menurut
Hutomo (1995), kelompok ikan karang yang erat kaitannya dengan lingkungan
terumbu karang adalah:
(1) Tiga famili dalam sub ordo Labridei, yaitu famili Labridae (cina-cina),
Scaridae (kakatua) dan Pomacentridae (betok laut). Ketiganya bersifat diurnal;
(2) Tiga famili dari sub ordo Acanthuridae, yaitu famili Acanthuridae (butana),
Siganidae (baronang) dan Zanclidae (bendera atau moorish idol). Ketiganya
bersifat herbivora;
(3) Dua famili dari sub ordo Chaetodontidae yang mempunyai warna yang cerah;
(4) Famili Blennidae dan Gobiidae yang bersifat demersal dan menetap;
(5) Famili Apogonidae (beseng) nokturnal, memangsa avertebrata terumbu dan
ikan kecil;
(6) Famili Ostraciidae, Tetraodontidae dan Balestidae (pakol) yang menyolok
dalam bentuk dan warnanya; dan
(7) Pemangsa dan pemakan ikan (piscivorous) yang besar jumlahnya dan bernilai
ekonomis tinggi, meliputi famili Serranidae (kerapu), Lutjanidae (kakap),
Lethrinidae (lecam), Holocentridae (swanggi).
Menurut Susanto (2001) diacu dalam Dahuri (2003), beberapa
sumberdaya ikan yang hidup di karang mempunyai nilai ekonomis sebagai
berikut:
(1) Suku Chaetodontidae (Butterflyfish). Ikan yang termasuk suku ini
mempunyai bentuk tubuh yang pipih serta lebar, sehingga gerakannya
meliuk-liuk mirip karpet. Sampai sekarang diperkirakan terdapat sekitar 114
jenis ikan kepe-kepe yang tersebar di seluruh dunia, antara lain di Australia
50 jenis, Philipina 45 jenis, Indonesia 44 jenis, Taiwan 33 jenis dan Papua
Nugini 42 jenis. Ikan jenis ini hidup di perairan laut tropis pada kedalaman
perairan sampai 20 meter.
5
(2) Suku Pomancanthidae (Angelfishes). Bentuk ikan ini menarik dan dikenal
sebagai ikan bidadari atau enjel. Suku ini hidup di terumbu karang di
perairan tropis. Diperkirakan ada 74 jenis yang termasuk dalam suku
pomacanthidae. Ikan ini hidup pada kedalaman 1-50 meter, seperti marga
Centropype dan Genicanthus. Daerah penyebaran dan jumlah jenis ikan enjel
di perairan Indo-pasifik adalah Australia 23 jenis, Papua Nugini 22 jenis,
Indonesia 21 jenis, Taiwan 20 jenis dan Philipina 19 jenis. Jenis ikan ini
memiliki corak warna yang indah dan menarik.
(3) Suku Balistidae (Triggerfish). Ikan pelatuk atau ikan trigger banyak
ditemukan di perairan Indonesia. Di Perairan Kepulauan Seribu, jenis ikan
ini dikenal sebagai ikan pakol. Ikan pelatuk biasanya hidup soliter atau
menyendiri di habitat terumbu karang.
(4) Suku Labridae (Wrasses). Kelompok ikan ini di Indonesia disebut ikan
keling. Suku ini merupakan ikan diurnal yang aktif mencari makan di siang
hari dan sebagian besar merupakan ikan karnivor. Mangsanya berupa
moluska, cacing, krustase dan ikan kecil.
Widodo et al (1998) menjelaskan bahwa ada sepuluh famili utama dari
perairan Indonesia yang menyumbang produksi ikan karang konsumsi, yaitu
Caesionidae; Holocentridae; Serranidae; Siganidae; Scaridae; Lethrinidae;
Priacanthidae; Labridae; Lutjanidae dan Haemulidae. Beberapa jenis ikan karang
konsumsi yang banyak terdapat di pasaran, yaitu kerapu (Serranidae), lencam
(Lethrinidae), ekor kuning dan pisang-pisang (Caesionidae), baronang
(Siganidae), kakap merah (Lutjanidae), kakak tua (Scaridae), serta napoleon atau
marning atau siomay (Labridae). Ekor kuning atau pisang-pisang merupakan
kelompok ikan karang yang dapat dieksploitasi secara besar-besaran. Ikan ini
pemakan plankton dan membentuk kelompok (school) yang relatif besar.
Penyebaran ikan karang konsumsi terdapat di seluruh terumbu yang tersebar
sepanjang Kepulauan Indonesia.
Menurut Adrim (1993), kelompok ikan karang dibagi menjadi tiga
kategori, yaitu:
6
(1) Kelompok ikan target, yaitu ikan karang yang mempunyai manfaat sebagai
ikan konsumsi, seperti kelompok ikan famili Serranidae, Lutjanidae,
Haemulidae dan Lethrinidae;
(2) Kelompok ikan indikator, yaitu kelompok ikan karang yang dinyatakan
sebagai indikator kelangsungan hidup terumbu karang. Hanya satu famili
yang termasuk jenis kelompok ikan indikator, yaitu ikan dari famili
Chaetodontidae; dan
(3) Kelompok ikan utama atau mayor, yaitu ikan yang berperan dalam rantai
makanan, seperti ikan dari famili Pomacentridae, Scaridae, Achanturidae,
Caesionidae, Labridae, Mullidae dan Apogonidae.
2.2 Ekosistem Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang merupakan ciri dominan dari perairan dangkal
di daerah katulistiwa. Terumbu karang merupakan salah satu dari ekosistem pantai
yang sangat produktif dan sangat beraneka ragam. Terumbu karang memang unik
sifatnya diantara asosiasi dan masyarakat biota laut. Terumbu ini dibangun
seluruhnya oleh kegiatan biologik. Terumbu merupakan timbunan masif dari
kapur CaCO3 yang terutama telah dihasilkan oleh hewan karang dengan tambahan
penting dari alga berkapur dan organisme lain penghasil kapur. Proses produksi
kapur dapat dijelaskan secara sederhana seperti berikut. Kerangka atau corallus
dari karang batu terdiri dari CaCO3 terlarut dalam air laut, menurut persamaan
kimia berikut:
CaCO3 + H2CO3 Ca(HCO3)2 Ca + + 2HCO3
Asam karbonik hipotetikal (H2CO3) terdapat sebagai ion-ion hidrogen (H) dan
karbonat (HCO3) yang cenderung untuk memisah menjadi H2O dan CO2. Seluruh
reaksi kimia ini terjadi di dalam jaringan hewan karang, dimana air dan produksi
CO2 sangat dipercepat oleh enzim anhidrase. Karang pembentuk terumbu hidup
dalam simbiosis dengan zooxanthella, yakni alga bersel satu yang terdapat di
dalam endoderma. Zooxanthella mengambil CO2 untuk fotosintesis dan ini
mengakibatkan keseimbangan persamaan di atas terganggu dan bergerak ke kiri,
7
sehingga terjadi pengendapan CaCO3. Ini terjadi dalam satu irama harian dan
sebagian besar kapur diendapkan selama siang hari ketika fotosintesis mencapai
puncak kegiatannya, ketika malam hari kegiatan ini berhenti. Pada awalnya kristal
kapur terbentuk pada suatu matrik kitin lepas-lepas yang dikeluarkan oleh sel-sel
ektoderma. Kristal-kristal ini kemudian merekat menjadi kerangka yang terdiri
dari kristal-kristal kapur merekat di lapisan-lapisan bawah (Dahuri 2003).
Terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang sangat rentan terhadap
gangguan akibat kegiatan manusia, dan pemulihannya memerlukan waktu yang
lama. Berbagai pendapat menyatakan hal yang sebaliknya, bahwa ekosistem
terumbu karang merupakan ekosistem yang dinamis, tidak mapan dan mampu
memperbaiki dirinya sendiri dari gangguan alami. Hal ini bila parameter
lingkungan utama bagi pertumbuhannya sangat mendukung, misalnya tingkat
kecerahan yang tinggi dan tidak banyak run-off polutan dan sedimen dari daratan
(Dahuri 2003).
Wallace (1994) mengemukakan bahwa ekosistem terumbu karang adalah
unik karena umumnya hanya terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap
perubahan lingkungan hidupnya, terutama suhu, salinitas, sedimentasi, eutrofikasi
dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine). Demikian halnya dengan
perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan tropis
di tahun 1998 telah menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang
diikuti dengan kematian massal mencapai 90-95%. Selama peristiwa pemutihan
tersebut, rata-rata suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 0C di atas
suhu normal. Selain dari perubahan suhu, perubahan salinitas juga akan
mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang.
Nybakken (1992) mengelompokkan terumbu karang berdasarkan
hubungannya dengan daratan menjadi tiga tipe umum, yaitu :
(1) Terumbu karang tepi (Fringing reef/shore reef );
Terumbu karang tepi (fringing reef) adalah terumbu karang yang berada dekat
dan sejajar dengan garis pantai. Contoh tipe terumbu karang tepi adalah
terumbu karang yang ada di daerah Mentawai, Pangandaran, Parangtritis di
pantai selatan Pulau Jawa, Lombok dan Sumbawa.
8
(2) Terumbu karang penghalang (Barrier reef); dan
Terumbu karang tipe penghalang (Barrief reef) terletak di berbagai jarak
kejauhan dari pantai dan dipisahkan dari pantai tersebut oleh dasar laut yang
terlalu dalam untuk pertumbuhan karang batu (40-70 m). Umumnya
memanjang menyusuri pantai dan biasanya mengelilingi pulau yang
merupakan penghalang bagi pendatang dari luar. Contohnya adalah The Great
Barrier Reef yang berderet di sebelah timur laut Australia dengan panjang
1.350 mil.
(3) Terumbu karang cincin (atol).
Terumbu karang cincin (atol) yang melingkari suatu goba (lagoon).
Kedalaman goba di dalam atol sekitar 45 m, jarang sampai 100 m seperti
terumbu karang penghalang. Contohnya adalah atol di Pulau Takabonerate di
Sulawesi Selatan.
Selain ketiga kelompok besar tersebut, di Indonesia terdapat jenis terumbu gosong
(patch reef), contohnya di Kepulauan Seribu di utara Pulau Jawa.
Dahuri (2003) menyatakan distribusi dan pertumbuhan ekosistem terumbu
karang bergantung pada beberapa parameter fisika, yaitu:
(1) Kecerahan
Cahaya matahari merupakan salah satu parameter utama yang berpengaruh
dalam pembentukan terumbu karang. Penetrasi cahaya matahari merangsang
terjadinya proses fotosintesis oleh zooxanthellae simbiotik dalam jaringan
karang. Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang dan
bersamaan dengan itu kemampuan karang untuk membentuk terumbu karang
(CaCo3) akan berkurang pula. Kebanyakan terumbu karang dapat
berkembang dengan baik pada kedalaman 25 meter atau kurang.
(2) Temperatur
Pada umumnya, terumbu karang tumbuh secara optimal pada kisaran suhu
perairan laut rata-rata tahunan antara 25 0C dan 29 0C. Suhu di luar kisaran
tersebut masih bisa ditolerir oleh spesies tertentu dari jenis karang hermatifik
untuk dapat berkembang dengan baik. Karang hermatifik dapat bertahan pada
suhu di bawah 20 0C selama beberapa waktu dan dapat mentolerir suhu
sampai 36 0C dalam waktu yang singkat.
9
(3) Salinitas
Banyak spesies karang peka terhadap perubahan salinitas yang besar.
Umumnya terumbu karang tumbuh baik di sekitar wilayah pesisir pada
salinitas 30 ppt - 35 ppt. Meskipun terumbu karang mampu bertahan pada
salinitas di luar kisaran tersebut, pertumbuhannya menjadi kurang baik bila
dibandingkan pada salinitas normal. Ada juga terumbu karang yang mampu
berkembang di kawasan perairan dengan salinitas 42 ppt, seperti di wilayah
timur tengah.
(4) Sirkulasi arus dan sedimentasi
Arus diperlukan dalam proses pertumbuhan karang dalam hal menyuplai
makanan berupa mikroplankton. Arus juga berperan dalam proses
pembersihan dari endapan material dan menyuplai oksigen yang berasal dari
laut lepas. Oleh karena itu, sirkulasi arus sangat berperan penting dalam
proses transfer energi. Arus dan sirkulasi air berperan dalam proses
sedimentasi. Sedimentasi dari partikel lumpur padat yang dibawa oleh aliran
permukaan (surface run off) akibat erosi dapat menutupi permukaan terumbu
karang, sehingga tidak hanya berdampak negatif terhadap hewan karang
tetapi juga terhadap biota yang hidup berasosiasi dengan habitat tersebut.
Partikel lumpur yang tersedimentasi tersebut dapat menutupi polip, sehingga
respirasi organisme terumbu karang dan proses fotosintesis oleh
zooxanthellae tidak terjadi.
2.3 Tingkah Laku Ikan Karang
Arami (2006) menyatakan bahwa ada tiga bentuk interaksi antara ikan
karang dengan terumbu karang yaitu : (1) interaksi langsung, sebagai tempat
berlindung dari predator atau pemangsa terutama bagi ikan muda; (2) interaksi
dalam mencari makan, meliputi hubungan antara ikan karang dan biota yang
hidup pada karang termasuk alga; dan (3) interaksi tak langsung akibat struktur
karang dan kondisi hidrologi sedimen.
Ikan menerima berbagai informasi mengenai keadaan sekeliling melalui
beberapa inderanya, seperti indera penglihat, pendengar, pencium, peraba dan
linea lateralis. Indera tersebut memungkinkan ikan untuk mendeteksi benda-benda
10
pada suatu jarak tertentu. Indera pendengar dan linea lateralis pada berbagai jenis
ikan dapat memberikan reaksi terhadap getaran suara yang dipancarkan dari jarak
ratusan bahkan ribuan meter dari tempat mereka berada. Indera penciuman ikan
mampu mengindera bau dari sumber yang cukup jauh, sedangkan indera
penglihatan, perasa dan peraba mempunyai kisaran reaksi yang lebih pendek. Ikan
yang menggunakan alat indera utama mata biasanya aktif pada siang hari atau
sering disebut ikan diurnal. Ikan diurnal banyak ditemukan di lapisan pelagis
dimana lapisan ini menerima sinar matahari lebih banyak. Sebaliknya ikan yang
aktif pada malam hari atau sering disebut ikan nokturnal, maka alat penerima yang
utama adalah linea lateralis, indera penciuman dan indera peraba (Gunarso 1985).
Menurut Furevik (1994), tingkah laku ikan dalam menghadapi bubu dapat
digolongkan ke dalam beberapa fase berurutan, yaitu:
(1) Fase arousal dan location;
Fase ini merupakan fase awal. Ikan akan tertarik untuk mendekati bubu.
Penyebab utama ikan mendekati bubu yang diberi umpan adalah adanya
penyebaran aroma umpan. Hampir seluruh jenis ikan menggunakan indera
penciuman untuk mendeteksi keberadaan mangsa atau umpan. Penyebaran
aroma umpan juga dipengaruhi oleh arus air. Bagi ikan untuk bereaksi
terhadap atraktan makan dari umpan konsentrasinya harus di atas level
tertentu (response level). Penyebaran aroma umpan akan mengundang ikan
untuk mendekati bubu. Ada pula penyebab lain ikan tertarik mendekati bubu,
seperti sifat thigmothasis ikan atau sifat ketertarikan ikan pada benda asing,
perilaku interspesies ikan, adaptasi bubu sebagai tempat tinggal dan stimulus
feromon dari mangsa. Untuk lokasi idealnya jarak antara bubu yang
berdekatan seharusnya diukur sehingga daerah daya tarik (active space) dari
bubu yang berdekatan tidak tumpang tindih. Pada saat tumpang tindihnya
besar, dua atau lebih bubu akan bersaing untuk ikan yang sama selama waktu
perendaman alat tangkap bubu.
(2) Fase nearfield dan ingress;
Fase ini merupakan fase lanjutan dari arousal dan location. Dalam fase ini,
ikan akan berusaha mendekati bubu dan mencoba masuk ke dalamnya.
Sejumlah pengamatan bawah air yang dilakukan telah mengenali pola tingkah
11
laku ikan mendekati bubu bergantung pada spesies ikan tersebut. High dan
Breadsley (1970) diacu dalam Furevik (1994) menyatakan beberapa jenis ikan
karang memiliki cara yang berbeda dalam mendekati bubu. Famili
Holocentridae dan Mullidae bergerombol memasuki bubu, sedangkan famili
Scaridae dan Pricanthidae memasuki bubu secara individu.
(3) Fase inside the pot atau aktivitas di dalam bubu; dan
Fase kritis dalam perikanan bubu adalah pada saat ikan bergerak memasuki
jalan pintu masuk. Desain pintu masuk mempengaruhi laju masuk maupun
keluarnya ikan, baik ikan yang berada dari luar bubu ke dalam bubu. Ikan
yang memasuki bubu karena tertarik aroma umpan akan langsung mendatangi
posisi umpan di dalam bubu, namun setelah beberapa lama ikan akan
kehilangan ketertarikannya terhadap umpan. Spesies ikan yang berbeda akan
memiliki perilaku yang berbeda pula di dalam bubu. High dan Breadsley
(1970) diacu dalam Furevik (1994) menyatakan bahwa famili Chaetodontidae,
Mullidae, Holocentridae dan Scaridae aktif berenang mengelilingi bubu,
sedangkan famili Serranidae diam menunggu mangsa di dalam bubu. Aktivitas
ikan di dalam bubu akan mengundang ikan lain untuk memasuki bubu. Famili
Serranidae cenderung tertarik memasuki bubu dikarenakan aktivitas mangsa di
dalam bubu.
(4) Fase escape atau lolos menuju lingkungan.
Laju lepasnya ikan yang terdapat di dalam bubu untuk setiap spesies ikan
bergantung pada aktivitas ikan tersebut di dalam bubu. Setiap ikan yang
tertangkap memiliki kemungkinan untuk lolos menuju lingkungan beberapa
waktu setelah tertangkap di dalam bubu. Ikan akan menyusuri dinding bubu
hingga menemukan celah untuk meloloskan diri, bahkan seringkali ikan dapat
keluar melalui mulut bubu yang terlalu besar.
2.4 Alat Tangkap Bubu (Traps)
Bubu merupakan alat tangkap yang berukuran kecil. Pemakaian bubu
tersebar di seluruh daerah perikanan Indonesia. Bentuk bubu bermacam-macam,
ada yang berbentuk kotak, silinder dan kerucut, bergantung jenis ikan sasaran
tangkap, namun prinsip pengoperasiannya tetap sama. Bahan yang digunakan
12
dalam pembuatan bubu bermacam-macam, seperti benang, kawat, rotan, bambu
maupun bahan lainnya (Subani dan Barus 1989).
2.4.1 Definisi dan klasifikasi
Alat tangkap bubu tambun termasuk klasifikasi perangkap dan penghadang.
Perangkap (traps) dan penghadang (guiding barriers) adalah semua alat
penangkap ikan yang berupa jebakan yang bersifat pasif (Subani dan Barus 1989).
Menurut von Brandt (2005), traps adalah salah satu alat tangkap menetap
yang umumnya berbentuk kurungan. Ikan dapat masuk dengan mudah tanpa ada
pemaksaan, tetapi sulit keluar atau lolos, karena dihalangi dengan berbagai cara.
Di tambahkan oleh Sainsburry (1982) bahwa pada dasarnya traps bersifat statis
pada saat dioperasikan, sehingga efektivitasnya bergantung pada gerakan renang
ikan. Pada prinsipnya ikan masuk ke dalam perangkap dimaksudkan sebagai
tempat berlindung. Konstruksi alat dibuat sedemikian rupa, sehingga bila ikan
telah masuk ke dalamnya tidak dapat melarikan diri (Gunarso 1985).
Bubu (portable traps) yaitu perangkap yang mempunyai satu atau dua
pintu masuk. Alat tersebut dipasang di dasar atau di atas permukaan dasar perairan
selama jangka waktu tertentu. Untuk menarik perhatian ikan, kadang-kadang di
dalam atau di luar perangkap tersebut diberi umpan berupa ikan, kulit kambing
atau kelapa (Baskoro 2005).
Bubu tambun adalah alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan
karang. Alat tangkap ini termasuk klasifikasi bubu dasar karena dioperasikan di
dasar perairan karang. Bahan pembuat bubu tambun sebagian besar terbuat dari
anyaman serutan bambu (Susanti 2005).
2.4.2 Konstruksi alat tangkap bubu (traps)
Secara garis besar bubu tambun tediri atas bagian-bagian badan (body),
mulut (funnel) atau ijeb dan pintu. Badan bubu sebagai rongga tempat ikan
terkurung. Mulut bubu berbentuk seperti corong dan merupakan tempat ikan
masuk tetapi tidak dapat keluar. Sementara pintu bubu merupakan tempat
pengambilan hasil tangkapan (Subani dan Barus 1989).
13
Pada umumnya bubu terdiri atas beberapa bagian, yaitu sebagai berikut:
(1) Rangka;
Rangka bubu terbuat dari bahan yang kuat dan mampu mempertahankan
bentuk rangka saat operasi penangkapan ikan dan proses penyimpanan bubu.
Pada umumnya rangka bubu dibuat dari besi atau baja, namun di beberapa
tempat rangka bubu dibuat dari papan atau kayu. Di barat laut Brazil, nelayan
tradisional setempat menggunakan kayu mangrove sebagai rangka pada bubu
rock lobster. Di Kanada dan Barat laut Amerika Serikat, bubu lobster
tradisional dibuat dari kayu, tetapi kini plastik digunakan sebagai bahan
pembuat bubu. Beberapa jenis bubu yang dibuat dari rangka yang fleksibel
seperti rotan, bambu atau kawat besi dan baja. Pada beberapa jenis bubu
rangkanya dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dilipat untuk
mengefektifkan ruang yang dibutuhkan untuk menyimpan bubu di atas kapal.
(2) Badan Bubu;
Badan pada bubu moderen biasanya terbuat dari kawat, nylon, baja, bahkan
plastik. Pemilihan material badan bubu bergantung pada kebudayaan atau
kebiasaan masyarakat setempat, kemampuan pembuat dan ketersediaan
material, serta biaya dalam pembuatan. Selain itu, pemilihan material
bergantung pula pada target hasil tangkapan dan kondisi daerah penangkapan.
Di beberapa tempat masih dijumpai badan bubu yang terbuat dari anyaman
rotan dan bambu.
(3) Mulut bubu;
Mulut bubu memiliki beberapa tipe yang berbeda-beda. Salah satunya adalah
yang berbentuk lubang corong bagian dalam mengarah ke bawah dan ukuran
dipersempit untuk menyulitkan ikan keluar dari bubu. Jumlah mulut bubu
bervariasi ada yang hanya satu buah dan ada pula yang lebih dari satu.
(4) Pintu bubu; dan
Pintu bubu adalah bagian dari badan bubu yang digunakan sebagai jalan untuk
memudahkan nelayan mengeluarkan hasil tangkapan. Pada beberapa jenis
bubu lobster, posisi pintu bubu berada di bagian atas.
14
(5) Tempat Umpan.
Tempat umpan umumnya terletak di dalam bubu. Umpan terdiri dari dua
macam, yaitu umpan yang dicacah menjadi potongan-potongan kecil dan
umpan yang tidak dicacah. Umpan yang dicacah biasanya dibungkus
menggunakan tempat umpan yang terbuat dari kawat atau plastik. Umpan
yang tidak dicacah biasanya hanya diikatkan pada tempat umpan dengan
menggunakan kawat atau tali.
Keistimewaan bubu sebagai alat tangkap tradisional (Monintja dan
Martasuganda 1990) adalah :
(1) Pembuatan alat mudah dan murah;
(2) Pengoperasiannya mudah;
(3) Kualitas hasil tangkapan segar;
(4) Tidak merusak sumberdaya secara ekologis maupun teknis; dan
(5) Dapat dioperasikan di tempat-tempat dimana alat tangkap lain tidak bisa
dioperasikan.
Monintja dan Martasuganda (1990) menjelaskan beberapa faktor yang
menyebabkan ikan dasar, ikan karang dan udang terperangkap dalam bubu, yaitu :
(1) Tertarik umpan;
(2) Digunakan sebagai tempat berlindung;
(3) Karena sifat thigmotaksis ikan itu sendiri; dan
(4) Digunakan sebagai tempat beristirahat sewaktu ikan bermigrasi.
Bahan yang digunakan oleh nelayan untuk membuat badan bubu sangat
bergantung pada ketersediaan bahan pembuat di lokasi pemukiman nelayan. Di
Indonesia bubu masih banyak yang terbuat dari bahan alami seperti bambu, kayu,
maupun rotan. Hal ini terlihat pada bubu tambun yang bahan utamanya adalah
bambu (Nugraha 2008).
2.4.3 Kelengkapan alat dalam unit penangkapan ikan
2.4.3.1 Kapal
Berdasarkan Statistik Kelautan dan Perikanan Indonesia, kapal perikanan
terdiri atas kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut
15
(http:www.pipp.dkp.go.id/pipp2/kapalapi_index.html). kapal penangkap ikan
dikelompokkan menjadi:
(1) Perahu Tanpa Motor (Non Powered boat);
Perahu tanpa motor adalah perahu yang digerakkan menggunakan tenaga
penggerak dayung atau layar. Ada kalanya tipe perahu ini dibuat dari satu
batang pohon utuh yang dilubangi, namun ada juga yang ditambah dengan
beberapa keping papan. Umumnya tipe perahu ini digunakan untuk
mengoperasikan jenis-jenis alat penangkap ikan yang berukuran relatif kecil,
seperti colok, sejenis jaring insang berukuran kecil yang dioperasikan di
perairan sekitar pantai, pancing ulur, tomba, alat pengumpul dan sebagainya:
(2) Perahu Motor Tempel (Outboard motor); dan
Perahu motor tempel adalah kapal atau perahu yang digerakkan menggunakan
tenaga penggerak mesin atau motor yang dipasang di perahu pada saat
dioperasikan dan dilepaskan kembali pada saat selesai dioperasikan. Mesin
atau motor tersebut dinamakan “motor tempel” atau “outboard engine”.
(3) Kapal Motor (Inboard motor).
Kapal motor dikelompokkan lagi berdasarkan bobotnya. Bobot kapal
dinyatakan dalam Gross Tonnage (GT). Kapal motor berdasarkan bobot
dikelompokkan menjadi kapal motor <5 GT, 5-10 GT hingga > 200 GT.
Mesin kapal diletakkan di ruang mesin di dalam bangunan kapal. Tipe kapal
motor umumnya digunakan untuk mengoperasikan berbagai jenis alat
penangkap ikan yang berukuran besar, misalnya pukat udang, pukat cincin,
jaring insang skala besar, rawai tuna, huhate dan sebagainya.
Kapal pengangkut, sebagaimana namanya, kapal ikan hanya berfungsi
sebagai alat pengangkut, baik mengangkut nelayan dari fishing base ke fishing
ground dan sebaliknya, maupun melakukan pengangkutan hasil tangkapan dan
perbekalan. Jenis alat penangkap ikan yang dalam pengoperasiannya memerlukan
bantuan kapal pengangkut adalah bagan tancap, bagan rakit, jermal, sero dan
sebagainya (Diniah 2008).
Wudianto et al (1988) menyatakan bahwa untuk mengoperasikan bubu di
perairan dekat pantai dapat digunakan kapal motor berukuran 2 – 3 GT, sedang
untuk perairan lepas pantai sebaiknya digunakan kapal berukuran lebih dari 40
16
GT. Kapal pada pengoperasian bubu tambun digunakan selain untuk membantu
nelayan menuju lokasi pemasangan bubu juga untuk menyimpan hasil tangkapan.
2.4.3.2 Nelayan
Menurut Undang – Undang No 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas
Undang – Undang No 31 Tahun 2004 mengenai Perikanan, nelayan adalah orang
yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Menurut Direktorat
Jendral Perikanan (2002) diacu dalam Isnaini (2008), nelayan dapat
diklasifikasikan berdasarkan waktu kerjanya sebagai berikut :
(1) Nelayan penuh adalah nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk
melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan atau mengumpulkan
binatang air lainnya atau tanaman air lainnya;
(2) Nelayan sambilan utama adalah nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya
digunakan untuk melakukan pekerjaan penangkapan ikan atau binatang air
lainnya atau tanaman air lainnya; dan
(3) Nelayan sambilan tambahan adalah nelayan yang sebagian kecil waktu
kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan penangkapan ikan atau
binatang air lainnya atau tanaman air lainnya.
Nelayan berperan sebagai operator kapal dan alat tangkap dalam kegiatan
operasi penangkapan ikan menggunakan bubu di Kepulauan Seribu. Pada
umumnya, nelayan yang melakukan pengoperasian alat tangkap bubu tambun
berjumlah hanya satu orang nelayan (Susanti 2005).
2.4.3.3 Umpan
Jenis umpan yang digunakan dalam operasional bubu tambun yaitu bantal
raja (Cucita novaguineae) dan bulu babi (Diadema setosum). Bantal baja yang
digunakan adalah yang sudah mati dan dikeringkan, sehingga menimbulkan bau
yang sangat menyengat, yang dapat memikat ikan untuk masuk ke dalam bubu.
Bantal baja yang telah mengering dipotong menjadi 5 bagian dan diletakkan pada
dasar bubu. Umpan bulu babi, awalnya dihancurkan terlebih dahulu memakai
ganco, lalu disebarkan pada dasar bubu tambun (Komarudin 2009).
17
2.5 Metode Pengoperasian Alat
Pemasangan alat tangkap perangkap berdasarkan pengetahuan tentang
lintasan-lintasan yang merupakan jalan ikan atau berhubungan erat dengan pola
ruaya atau migrasi temporal dan parsial pada waktu tertentu. Efektifitas dari
pengoperasian alat tangkap perangkap ini bergantung pada pola migrasi dan
tingkah laku ikan terhadap penempatan atau pemasangan alat tangkap tersebut.
Faktor dalam keberhasilan penangkapan ikan menggunakan bubu antara lain
desain alat penangkapan ikan dan attraction factor, yaitu umpan, bahan pembuat
alat dan dimensi pintu masuk (Baskoro 2005).
Berdasarkan metode pengoperasiannya, bubu digolongkan menjadi tiga
jenis. Ketiga jenis tersebut adalah bubu yang dipasang secara menetap (stationary
pots), yang diapungkan di permukaan perairan (floating pots) dan yang
dihanyutkan (drifting pots) (Subani dan Barus 1989).
Pengoperasian alat tangkap bubu dapat dilakukan secara tunggal (single
trap) maupun dengan sistem rawai. Menurut Santoso (2008), metode
pengoperasian bubu tambun di Kepulauan Seribu adalah sebagai berikut :
(1) Persiapan;
Persiapan yang dilakukan meliputi persiapan perbekalan melaut, persiapan alat
tangkap, persiapan alat bantu penangkapan ikan serta persiapan perahu dan
perlengkapannya. Persiapan alat tangkap meliputi persiapan bubu dan rautan
bambu. Rautan bambu digunakan oleh nelayan alat tangkap bubu untuk
memperbaiki bubu yang rusak. Alat bantu penangkapan ikan yang
dipersiapkan meliputi kacamata selam, ganco dan ember (dondang) untuk
membantu kelancaran operasi bubu tambun. Pada tahap ini semua alat yang
akan digunakan disiapkan dan diangkut ke atas kapal.
(2) Pemasangan (setting);
Pemasangan (setting) bubu dilakukan dengan cara ditambun menggunakan
batu karang, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati. Terakhir yaitu
menyingkirkan benda-benda yang menutupi jalan agar ikan dapat masuk
menuju bubu dan terjebak.
18
(3) Perendaman (soaking); dan
Tahap ketiga adalah perendaman bubu (soaking). Bubu yang sudah dipasang
akan dibiarkan di dalam air selama + 24 jam setelah bubu terpasang.
(4) Pengangkatan (hauling).
Tahap yang terakhir adalah pengangkatan bubu atau hauling. Proses
pengangkatan bubu diawali dengan menyingkirkan batu karang yang
digunakan untuk menimbun bubu. Setelah itu, bubu diangkat dan selanjutnya
pintu bubu dibuka untuk mengeluarkan hasil tangkapan. Hasil tangkapan
ditampung dalam wadah. Ikan target tangkapan biasanya langsung dipisahkan
dalam wadah khusus yang memungkinkan ikan tetap hidup.
2.6 Daerah Penangkapan Ikan
Simbolon (2006) menjelaskan bahwa daerah penangkapan ikan merupakan
wilayah perairan tempat berkumpulnya ikan, di lokasi ini operasi penangkapan
ikan dapat dilakukan menggunakan alat tangkap tertentu secara produktif dan
menguntungkan. Daerah penangkapan ikan harus memenuhi persyaratan minimal
sebagai berikut :
(1) Alat tangkap dapat dioperasikan dengan mudah dan sempurna;
(2) Dapat dijangkau oleh kapal ikan; dan
(3) Mengandung sumberdaya ikan yang banyak dan bernilai ekonomis penting.
Simbolon (2006) juga menjelaskan bahwa optimasi penentuan daerah
penangkapan ikan yang ekonomis dan menguntungkan, perlu mempertimbangkan
tiga aspek utama, yaitu :
(1) Aspek sumberdaya ikan;
(2) Lingkungan perairan sebagai habitat sumberdaya ikan; dan
(3) Teknologi alat penangkapan ikan yang digunakan dalam operasi penangkapan.
2.7 Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan utama bubu tambun adalah ikan kerapu (Epinephelus
spp). Hasil tangkapan sampingannya adalah ikan baronang (Siganus spp), ikan
kakap (Lutjanus spp), ikan kakaktua (Scarus spp), ikan ekor kuning (Caesio spp),
19
ikan lencam (Lethrinus laticaudatis), rajungan (Portunus pelagicus), betok putih
(Dischitodus prosopotaenia) (Susanti 2005).
2.8 Bahan Tutupan Bubu Uji Coba
Uji coba bubu tambun di Perairan Kepulauan Seribu dalam penelitian ini
menggunakan bahan alami sebagai tutupan bubu. Bahan yang terbuat dari serabut
alami dikatagorikan menjadi bahan yang terbuat dari serat tumbuhan dan serat
hewan. Media yang dipakai dalam penelitian ini mengunakan serabut alami yang
berasal dari serat tumbuhan.
Serabut tumbuh-tumbuhan merupakan bagian dari tanaman yang sudah
mati dan sebagian besar terdiri dari selulosa. Oleh karena itu bila kondisinya
lembab atau terendam dalam air akan diserang oleh mikroorganisme pemakan
selulose dari jenis bakteri. Proses pembusukan dari bahan organik yang sudah
mati ini merupakan proses vital dalam siklus hidup sebab proses pembusukan
membebaskan makanan organik seperti fosfor, nitrogen, potassium dan zat
anorganik yang digunakan untuk pertumbuhan tanaman. Dengan demikian
kelangsungan hidup tanaman dan hewan menjadi terjamin (Klust 1983).
Pembusukan merupakan kendala utama penggunaan serabut alami ijuk dan
goni. Pembusukan terjadi karena terurainya selulosa oleh bakteri. Klust (1983)
menyebutkan empat faktor utama penyebab pembusukan pada serabut alami, yaitu
sebagai berikut :
1) Jenis Serabut;
Ketahanan serabut terhadap pembusukan berbeda-beda antar jenis tumbuhan.
Hal ini diduga karena struktur kulit pohon dan kandungan organik tiap
tumbuhan berbeda, sehingga mengakibatkan lama proses penguraian bahan
serabut berbeda-beda. Berdasarkan daya tahannya, maka jenis serabut yang
paling tahan terhadap pembusukan adalah coir diikuti manila, sisal, katun dan
rami.
2) Suhu Air;
Suhu air berpengaruh terhadap aktivitas mikroba. Pada suhu dingin aktivitas
mikroba lambat. Akibatnya pembusukan yang terjadi pada suhu rendah
menjadi lambat. Sebaliknya di daerah tropis aktivitas pembusukan oleh
20
mikroba sangat tinggi karena aktivitas mikroba pada suhu tinggi lebih
dinamis.
3) Daya Pembusukan Air; dan
Air merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pembusukan.
Perairan yang subur mempunyai daya pembusukan yang lebih tinggi
dibanding perairan yang miskin dengan unsur hara. Demikian pula dengan air
yang mengalir mempunyai daya pembusukan yang lebih besar dibanding
dengan perairan yang diam.
4) Lama Perendaman.
Selama ini timbul kesalahpahaman bahwa perendaman mengakibatkan umur
teknis bahan baku kayu maupun jaring menjadi lebih baik. Namun fakta
menunjukkan bahwa bahan serat alami yang direndam secara terus menerus di
dalam air sangat rawan untuk menjadi busuk. Demikian pula apabila alat
tangkap tersebut dipasang di dasar perairan hingga menempel pada lumpur,
maka daya pembusukan menjadi lebih besar.
Ketahanan dari berbagai jenis serabut tumbuh-tumbuhan terhadap
pembusukan berbeda-beda dan bertambah menurut urutan berikut: linen, hemp,
rami, cotton, sisal, manila dan coir. Meskipun demikian dalam praktek
penangkapan ikan, perbedaan ini hampir tidak pernah diperlihatkan sama sekali,
dan semua serabut tumbuh-tumbuhan secara umum seharusnya dianggap kurang
tahan pembusukan (Klust 1983).
2.8.1 Ijuk
Serat ijuk yaitu serabut berwarna hitam dan liat, yang terdapat di bagian
pangkal dan pelepah daun pohon aren (Pambudi 2005). Pohon aren menghasilkan
ijuk pada umur 4-5 tahun. Serat ijuk yang mempunyai kualitas bagus diperoleh
dari pohon yang sudah tua tetapi sebelum tandan atau bakal buah muncul, yaitu
sekitar umur 4 tahun, karena saat tandan atau bakal buah muncul ijuk menjadi
kecil-kecil dan jelek.
Ijuk yang dihasilkan pohon aren mempunyai sifat fisik diantaranya: berupa
helaian benang atau serat berwarna hitam, berdiameter kurang dari 0,5 mm,
bersifat kaku dan ulet tidak mudah putus. Selama ini pemanfaatan ijuk belum
terlalu banyak, diantaranya sebagai bahan pembuat sapu dan tali tambang. Masih
21
banyak serat ijuk yang belum dimanfaatkan sehingga terbuang percuma. Ijuk
bersifat lentur dan tidak mudah rapuh, sangat tahan terhadap genangan asam
termasuk air laut yang mengandung garam (Pambudi 2005).
2.8.2 Karung goni
Karung goni merupakan bahan pembungkus yang terbuat dari bahan
alami. Beberapa serat yang dapat digunakan untuk membuat karung goni antara
lain serat rosella (Hybiscus sabdriffa), serat knaf (Hybiscus cannbicus), serat jute
(Chorcorus Capsularis) dan serat rami (Boehmeria nivea) (Sudiro 2004).
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 di Perairan Pulau
Panggang Kepulauan Seribu. Secara lebih jelas lokasi daerah penangkapan ikan
dapat dilihat pada Lampiran 2.
3.2 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
(1) Sembilan buah unit bubu tambun (Gambar 1);
(2) Alat dasar selam berupa masker, snorkel dan fin;
(3) Alat pengukur berupa penggaris dengan skala terkecil 1 mm;
(4) Alat pengukur berat berupa timbangan dengan skala terkecil 1 gram, dan
(5) Alat dokumentasi.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
(1) Ijuk;
(2) Karung Goni;
(3) Bulu Babi (Diadema setosum); dan
(4) Bintang Laut Bantal Raja (Culcita novaguineae).
3.2.1 Alat tangkap bubu tambun
Alat tangkap yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubu tambun.
Bubu tambun merupakan alat tangkap yang dioperasikan di perairan karang dan
digunakan untuk menangkap ikan karang. Secara keseluruhan bubu tambun
terbuat dari bambu apus (Gigantochloa apus). Bubu tambun yang digunakan
dalam penelitian ini mempunyai dimensi p x l x t ; 70 x 60 x 20 (cm). Bubu
tambun memiliki satu buah mulut (blongsong) yang berbentuk horse neck
Diameter mulut luar 20 cm dan diameter mulut bagian dalam sebesar 13 cm.
Diameter anyaman bambu pada bubu (mesh size) adalah 3 cm. Konstruksi bubu
tambun ditunjukkan pada Gambar 1.
23
Gambar A: mulut bubu Gambar B: mesh size bubu
Gambar 1 Konstruksi bubu tambun.
A
B
AB
3 cm 43 cm
20 cm13 cm
24
3.2.2 Perahu
Perahu yang digunakan dalam penelitian ini adalah perahu kayu dengan
dimensi panjang 4 m, lebar 1 m dan dalam 0,75 m. Perahu ini dilengkapi dengan
mesin inboard berkekuatan 5 PK (Gambar 2).
Gambar 2 Perahu yang digunakan dalam penelitian.
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah experimental fishing,
yaitu mengoperasikan bubu tambun dengan jenis bahan tutupan berbeda di daerah
penangkapan ikan. Bahan tutupan bubu tambun yang digunakan dikategorikan
sebagai perlakuan yaitu ijuk, goni dan karang (Gambar 3) sebagai kontrol.
Perlakuan tutupan bubu dilakukan sebanyak 70 %. Hal ini disesuaikan dengan
tingkah laku ikan karang yang tidak menyukai tempat berlindung yang terlalu
gelap.
Bubu ijuk, bubu goni dan bubu karang sebagai kontrol diberi perlakuan
awal untuk memperlancar operasionalnya, yaitu dengan merendam bubu di dalam
laut selama 2 hari. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan aroma bambu dan
karung goni. Selain itu, hal ini juga bertujuan untuk memberikan kesempatan alga
dan perifiton tumbuh.
25
Tutupan ijuk
Tutupan goni
Tutupan karang
Gambar 3 Konstruksi bubu tambun uji coba.
26
Operasional bubu tambun dilakukan selama dua minggu. Proses
pemasangan dan pengangkatan bubu dilakukan setiap hari. Perendaman bubu
tambun dilakukan selama + 24 jam atau selama sehari.
Tahap-tahap operasi penangkapan ikan dalam penelitian ini adalah:
1) Persiapan
Persiapan awal yang dilakukan adalah mempersiapkan sembilan unit bubu
tambun dan diberi tutupan ijuk sebanyak tiga buah, tutupan goni sebanyak tiga
buah dan tutupan karang sebanyak tiga buah. Kemudian mempersiapkan
umpan, selanjutnya diletakkan di dalam bubu dan di depan mulut bubu. Umpan
yang digunakan adalah bintang laut bantal (Culcita novaguineae) yang telah
dipotong-potong (Gambar 4) dan umpan bulu babi (Diadema sp) yang telah
dihancurkan. Setelah itu memasang pemberat di kedua sisi bubu, yaitu berupa
batu yang dapat ditemukan di sekitar dramaga Pulau Panggang (Gambar 5).
Gambar 4 Umpan bintang laut bantal (Culcita novaguineae).
Gambar 5 Batu pemberat pemberat yang dipasang pada bubu.
27
2) Pemilihan daerah penangkapan ikan
Pemilihan daerah penangkapan ikan didasarkan pada pengalaman nelayan atau
berdasarkan hasil tangkapan yang diperoleh sebelumnya. Lokasi pemasangan
bubu tambun di sekitar perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu (Gambar
6).
Gambar 6 Daerah penangkapan ikan perairan Pulau Panggang.
3) Pemasangan bubu di dasar perairan
Pemasangan bubu tambun dilakukan pada pagi hari. Pemasangan bubu
dilakukan secara langsung di dasar perairan (Gambar 7). Dalam proses
pemasangan bubu, nelayan menggunakan alat dasar selam berupa masker dan
sepatu khusus. Semua bubu dipasang di perairan berkarang dengan sistem
tunggal tanpa tali pengikat dan pelampung tanda (Gambar 8). Posisi
penempatan bubu disejajarkan dengan arah datangnya arus.
4) Pengangkatan bubu
Pengangkatan bubu dilakukan pada keesokan harinya. Dalam proses
pengangkatan bubu menggunakan alat bantu berupa pengait. Pengait berfungsi
menaikkan bubu dari dasar perairan ke atas kapal. Hasil tangkapan yang
diperoleh diletakkan di dalam bak penampung sementara. Ada dua jenis bak
penampung yang digunakan. Bak pertama dengan sirkulasi air yang berasal
28
dari mesin untuk ikan yang dibiarkan hidup dan bak kedua berupa palka kecil
untuk ikan yang mati. Bubu yang sudah diangkat (gambar 9) dan dikeluarkan
hasil tangkapannya disusun sedemikian rupa di atas kapal untuk memudahkan
pemasangan berikutnya.
Gambar 7 Bubu tambun menggunakan karang di dalam perairan.
20 m 20 m
Gambar 8 Posisi pemasangan bubu.
29
Gambar 9 Bubu tambun yang baru diangkat dari dalam laut.
Data primer yang dikumpulkan adalah komposisi jenis, jumlah, berat dan
panjang hasil tangkapan seluruh bubu. Panjang ikan yang diukur adalah panjang
total (Gambar 10). Data kemudian dikelompokkan berdasarkan jenis bubu yang
digunakan. Data sekunder dikumpulkan dari Dinas Perikanan dan kelautan
Pemerintah Kepulauan Seribu. Data sekunder mencakup kondisi perikanan daerah
penelitian, jumlah dan jenis unit penangkapan ikan.
AKeterangan GambarA : Panjang Total
Gambar 10 Ukuran panjang total ikan.
30
3.4 Batasan Penelitian
Batasan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
(1) Penelitian ini hanya membandingkan komposisi hasil tangkapan bubu
berdasarkan jenis tutupan yang berbeda; dan
(2) Uraian tingkah laku ikan karang hanya berdasarkan literatur yang diacu.
3.5 Asumsi yang Digunakan
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
(1) Setiap ikan yang berada di daerah pengoperasian bubu memiliki peluang
tertangkap yang sama;
(2) Parameter lingkungan seperti arus, suhu perairan, pasang surut, gelombang
dan musim dalam penelitian ini diabaikan;
(3) Keahlian setiap nelayan dalam mengoperasikan alat tangkap ini dianggap
sama.
3.6 Metode analisis data
Analisis data dilakukan secara deskriptif terhadap komposisi jenis dan
ukuran ikan hasil tangkapan. Ukuran panjang yang digunakan adalah ukuran
panjang total (total length). Hal ini bertujuan untuk mengetahui distribusi
frekuensi panjang ikan hasil tangkapan yang dominan tertangkap.
Penentuan jumlah selang kelas dan interval kelas untuk ukuran panjang
total dihitung menggunakan rumus distribusi frekuensi (Walpole 1995), yaitu:
K = 1 + 3,3 log n .............................................................. (1)
..................................................... (2)
Keterangan :
K = Jumlah kelas; n = Banyak data; i = Lebar kelas; N max = Nilai terbesar; dan N min = Nilai terkecil.
31
Data hasil tangkapan bubu dengan tutupan ijuk, goni dan karang terlebih
dahulu diuji kenormalannya menggunakan uji kenormalan Anderson Darling.
Selanjutnya dilakukan uji non parametrik Kruskal Wallis untuk mengambil
keputusan ada atau tidaknya perbedaan komposisi hasil tangkapan bubu dengan
tiga jenis tutupan. Model dasar Uji Kruskall Wallis adalah
121
3 1
Keterangan :
ri = Jumlah dari peringkat perlakuan ke-i; ni = Banyaknya data dari perlakuan ke- i; n = Banyaknya data dari seluruh perlakuan. Hipotesis Uji Kruskall Wallis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
(1) H0 : berarti tidak ada perbedaan hasil tangkapan bubu dengan jenis tutupan
berbeda.
(2) H1 : berarti ada perbedaan hasil tangkapan bubu dengan jenis tutupan berbeda.
Dasar pengambilan keputusan Uji Kruskall Wallis yaitu :
(1) Jika hi > χα2 maka tolak H0, berarti ada perbedaan komposisi hasil tangkapan
bubu dengan jenis tutupan yang berbeda.
(2) Jika hi > χα2 maka gagal tolak H0, berarti ada perbedaan komposisi hasil
tangkapan bubu dengan jenis tutupan yang berbeda.
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Kondisi Geografis dan Perairan
Wilayah Kepulauan Seribu secara geografis terletak pada 106°20’00’’ BT
– 106°57’00’’ dan 5°10’00’’ LS sebelah Utara. Di Sebelah Timur terletak pada
posisi 106°57’00’’ BT dan 5°10’00’’ LS, yang kemudian ditarik garis lurus ke
Selatan sampai Utara Pulau Jawa. Di sebelah Selatan terletak pada 106°57’00’’
BT dan 5°57’00’’ LS, di sebelah Barat terletak pada 106°57’00’’ BT dan
5°57’00’’ LS. Kepulauan Seribu merupakan bagian dari wilayah Jakarta Utara.
Secara administratif kecamatan Kepulauan Seribu menjadi empat wilayah
kelurahan, yaitu Kelurahan Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Kelapa, Kelurahan
Pulau Tidung dan Kelurahan Pulau Untung Jawa.
Kelurahan Pulau Panggang mempunyai daratan seluas 62,10 ha dan terdiri
atas 13 pulau. Dari 13 pulau yang ada, hanya dua pulau yang didiami oleh
penduduk, yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Panggang. Hampir seluruh pulau di
Kepulauan Seribu mempunyai topografi yang landai (0 – 5%) dengan ketinggian
rata-rata (0 – 2) m di atas permukaan laut. Suhu udara berkisar antara 27 – 320 C.
Luas daratan dapat berubah oleh pasang surut dengan ketinggian pasang berkisar
1 – 1,5 m. Arus permukaan pada Musim Barat dan Musim Timur berkecepatan
hampir sama dengan kecepatan maksimumnya 0,5 m/s. Arus pada Musim Barat
dominan ke arah timur sampai ke tenggara, sedangkan Musim Timur dominan ke
arah barat. Gelombang laut pada Musim Barat mempunyai ketinggian 0,5 – 1,175
m dan Musim Timur 0,5 – 1,0 m (Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan
Seribu, 2008).
Kawasan Perairan Kepulauan Seribu, terdiri atas lautan, pulau karang,
gugusan karang yang berupa reef flat dan coral reef serta gosong karang. Pada
umumnya terdiri atas batu-batu kapur atau karang, pasir dan sedimen yang berasal
dari daratan Pulau Jawa dan dari Laut Jawa. Secara umum kedalaman laut di
wilayah Kepulauan Seribu berbeda-beda, yaitu berkisar 0 – 40 m. Hanya dua
tempat yang mempunyai kedalaman lebih dari 40 meter, yaitu di sekitar Pulau
Payung dan Pulau Pari. Suhu air permukaan di Kepulauan Seribu pada Musim
33
Barat berkisar 28,5 – 30,0 0C. Salinitas permukaan berkisar 30-34 ppt, baik pada
Musim Barat maupun pada Musim Timur.
4.2 Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk di Pulau Panggang pada tahun 2002-2008 meningkat
setiap tahunnya. Berdasarkan jenis kelamin, pada tahun 2008 terdapat 2.832 jiwa
laki-laki dan 2.687 jiwa perempuan. Secara lebih rinci jumlah penduduk
berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah penduduk di Pulau Panggang berdasarkan jenis kelamin.
No Tahun Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah (jiwa) Laki-Laki Perempuan
1 2002 2.195 2.096 4.2912 2003 2.235 2.116 4.3513 2004 2.270 2.147 4.4174 2005 2.288 2.175 4.4635 2006 2.783 2.638 5.4216 2007 2.802 2.662 5.4647 2008 2.832 2.687 5.519
Sumber: Pemerintah Kelurahan Pulau Panggang 2008
Sebagian besar penduduk di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu
bermata pencaharian sebagai nelayan. Pada tahun 2008 terdapat 1.722 orang
penduduk di Kepulauan Seribu bermata pencaharian sebagai nelayan. Secara rinci
jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 2.
4.3 Kondisi Perikanan Tangkap
Perikanan tangkap merupakan salah satu sektor penting yang harus
dimanfaatkan dan dikelola dengan baik. Perikanan tangkap merupakan satu
bagian penting dalam aktivitas kehidupan keseharian masyarakat di Perairan
Kepulauan Seribu. Kondisi perikanan tangkap yang baik akan mendukung
pengelolaan sumberdaya, secara ekonomis dan keberlanjutan sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat di Kepulauan
Seribu.
34
Tabel 2 Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Pulau Panggang.
No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) % 1 Nelayan 1.722 81,26 2 PNS 192 9,06 3 TNI 2 0,09 4 POLRI 2 0,09 5 Pensiunan/ Veteran 51 2,41 6 Pedagang 49 2,31 7 Jasa/ Pertukangan 22 1,04 8 Karyawan Swasta 21 0,99 9 Lain-Lain 58 2,74
Jumlah 2119 100 Sumber: Pemerintah Kelurahan Pulau Panggang 2008
4.3.1 Kapal Perikanan
Berdasarkan kelompok gross tonage (GT), pada tahun 2006 kapal
perikanan di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu berjumlah 1.069 unit.
Jumlah kapal yang berada di Kelurahan Pulau Panggang adalah 212 unit atau
19,83% dari jumlah kapal yang ada di Kepulauan Seribu. Jumlah kapal perikanan
menurut gross tonnage (GT) di Kepulauan Seribu secara rinci dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3 Jumlah kapal perikanan menurut gross tonnage (GT) di Kelurahan Pulau Panggang tahun 2006.
Kecamatan Kel./Pulau Kelompok Gross Tonage (GT) Jumlah 1 – 2 3 – 4 5 – 6 7 – 8 9 – 10
Kec. Kep. Seribu Utara Kel. P. Panggang 134 54 6 16 2 212Pulau Panggang 93 37 4 12 1 147Pulau Pramuka 41 17 2 4 1 65
Jumlah 268 108 12 32 4 424Sumber: Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kota Jakarta Utara (2006).
4.3.2 Alat tangkap
Pada tahun 2008 jenis alat tangkap yang paling banyak dioperasikan
adalah alat tangkap pancing, berjumlah 532 unit dengan jumlah pemilik 444
orang. Nelayan yang mengoperasikan bubu sebanyak 21 orang dengan jumlah alat
35
tangkap sebanyak 250 unit. Jenis dan jumlah alat tangkap selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Jenis dan jumlah alat tangkap di Kelurahan Pulau Panggang tahun 2008.
No Alat Tangkap Jumlah Pemilik (orang) Jumlah Alat Tangkap (unit) 1 Jaring Payang 11 222 Jaring Dasar 21 213 Jaring Gebur 5 754 Bubu Besar 16 2005 Bubu Kecil 5 506 Pancing 444 5327 Jaring Muroami 5 8
Jumlah 507 908Sumber: Pemerintah Kelurahan Pulau Panggang (2008).
4.3.3 Nelayan
Masyarakat di Kepulauan Administrasi Kepulauan Seribu sebagian besar
bermata pencaharian sebagai nelayan. Hal ini disebabkan oleh kondisi tanah yang
berpasir, sehingga menyulitkan untuk kegiatan pertanian. Pada tahun 2006 jumlah
nelayan di Kepulauan Seribu mencapai 3.456 orang dengan produksi ikan sebesar
2.735.125 kg. Jumlah alat tangkap dan produksi ikan tertinggi diperoleh dari alat
tangkap payang sebanyak 1.295 unit dengan produksi 1.058.400 kg. Jumlah
nelayan dan jumlah produksi perikanan di Kabupaten Administrasi Kepulauan
Seribu dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Jumlah nelayan dan volume produksi perikanan menurut jenis alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu tahun 2006
No Alat Tangkap Jumlah Nelayan (orang) Volume Produksi (kg)
1 Pancing 770 915.0002 Payang 1.295 1.058.4003 Muroami 630 370.0004 Bubu 164 287.4005 Jaring 361 87.0456 Lainnya 236 17.280
Jumlah 3.456 2.735.125Sumber: Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kota Jakarta Utara (2006)
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Total
Ikan hasil tangkapan utama bubu tambun dalam penelitian ini terdiri atas
delapan famili ikan konsumsi dan satu famili ikan hias. Ikan konsumsi yang
tertangkap antara lain ikan dari famili Scaridae, Pomacentridae, Serranide,
Labridae, Lutjanidae, Siganidae, Nemipteridae dan Mullidae. Famili dari hasil
tangkapan ikan hias yaitu Chaetodontidae. Ikan hasil tangkapan sampingan bubu
tambun dalam penelitian ini terdiri atas tiga famili, yaitu dari famili Portunidae,
Monacanthidae dan Diodontidae. Komposisi hasil tangkapan bubu tambun seperti
terlihat di Tabel 6.
Tabel 6 Komposisi hasil tangkapan utama dan tangkapan sampingan berdasarkan jumlah hasil tangkapan
Hasil tangkapan Jumlah Berat ekor % g %
Utama
Ikan Konsumsi 1. Famili Scaridae 36 7,55 4.375 11,152. Famili Pomacentridae 159 33,33 11.055 28,163. Famili Serranidae 24 5,03 3.480 8,874. Famili Labridae 25 5,24 4.040 10,295. Famili Lutjanidae 54 11,32 5.230 13,326. Famili Siganidae 62 13,00 2.750 7,017. Famili Nemipteridae 15 3,14 1.300 3,318. Famili Mullidae 2 0,42 320 0,82Ikan Hias 1. Chaetodontidae 55 11,53 975 2,48
Subtotal 432 90,57 33.525 85,40
Sampingan 1. Famili Portunidae 22 4,61 2.580 6,572. Famili Monacanthidae 17 3,56 1.270 3,243. Famili Diodontidae 6 1,26 1.880 4,79
Subtotal 45 9,43 5.730 14,60Total 477 100 39.255 100
37
Hasil tangkapan total yang diperoleh dalam penelitian ini sebanyak 477
ekor dengan berat mencapai 39.225 g. Hasil tangkapan utama sebanyak 432 ekor
(90,57%) dengan berat 33.525 g (85,40%) dan hasil tangkapan sampingan
sebanyak 45 ekor (9,43%) dengan berat 5.730 g (14,60%). Komposisi hasil
tangkapan total didominasi oleh Famili Pomacentridae sebanyak 159 ekor
(33,33%) dengan berat 11.055 g (28,16%). Komposisi hasil tangkapan total dapat
dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 11. Hasil tangkapan utama berjumlah 91 %,
sedangkan 9 % merupakan hasil tangkapan sampingan (Gambar 12).
Gambar 11 Hasil tangkapan total berdasarkan famili.
0
10
20
30
40
50
60
70
BUBU KARUNG GONI BUBU IJUK BUBU TERUMBU KARANG
Jum
lah
(Eko
r)
Famili
S
p
(
(
p
u
p
y
m
k
b
d
k
t
t
k
d
a
Targ
Seribu adala
penelitian in
(Epinaphelu
(Epinephelu
penting. Per
ukuran dan
penelitian, m
yang did
membudiday
kerapu yang
berkisar ant
diperoleh d
kemudian b
tambun den
termasuk ika
kerapu masu
dilihat dari s
ada ikan dar
Gambar 12 K
get tangkapa
ah Famili S
ni antara lai
us quoyanus)
us fasciatus)
rmintaan pa
jenisnya.
memiliki uku
dapat kep
yakannya hi
g tertangkap
tara 90 g s
ari bubu ta
ubu tambun
ngan tutupa
an predator y
uk ke dalam
situasi tangk
ri famili Ser
9 %
Komposisi h
an utama dal
Serranidae. J
in ikan kera
), kerapu ka
). Famili S
asar untuk f
Famili Serr
uran yang ke
pada peng
ingga ikan t
di penelitian
sampai 400
ambun deng
n dengan tut
an karang s
yang hidupn
bubu karen
kapan di dala
rranidae, dis
hasil tangkap
lam pengope
Jenis tangka
apu hitam (E
aret (Cephal
erranidae te
famili ini sa
ranidae yan
ecil. Biasany
gumpul.
tersebut seb
n ini berjum
g. Hasil ta
gan tutupan
tupan ijuk s
sebanyak 7
nya soliter da
a adanya ma
am bubu pad
situ ada ikan
pan total dal
erasian bubu
apan dari fam
(Epinaphelus
lopholis arg
ermasuk ka
angat tinggi
ng tertangka
ya nelayan m
Kemudian
besar ukuran
mlah 24 ekor
angkapan ke
goni seban
sebanyak 8
ekor (4%)
an terdapat d
angsa di dala
da saat penga
n dari jenis l
91 %
Ta
Ta
am persen.
u tambun di
mili Serrani
s ongus), ke
gus) dan ker
ategori ikan
dan bergan
ap bubu tam
menjual hasil
pengump
n ikan konsu
r dengan ber
erapu palin
nyak 9 eko
ekor (5,8%)
). Famili
di gua-gua ka
am bubu. Ha
angkatan bub
lain yang m
ngkapan utam
ngkapan samp
38
Kepulauan
idae dalam
erapu koko
rapu merah
ekonomis
ntung pada
mbun saat
l tangkapan
pul akan
umsi. Ikan
rat individu
ng banyak
r (5,45%),
) dan bubu
Serranidae
arang. Ikan
al ini dapat
bu, dimana
ati. Hal ini
ma
pingan
d
S
5
d
(
s
diduga akib
Serranidae p
Gambar 14
5.1.1 Komp
Has
dengan bera
(94,16%) de
sampingan
0123456789
10Ju
mla
h (e
kor)
bat dimangs
penelitian da
Gamba
4 Persentase
posisi hasil t
sil tangkapan
at total 12.89
engan berat
diperoleh se
8
01234567890
Bubu
5.4
4%
a oleh ikan
apat dilihat p
ar 13 Hasil t
e komposisi h
angkapan b
n bubu tamb
95 g. Hasil t
sebesar 11
ebanyak 8
8
u ijuk
Bubu ijuk
45%
n famili Ser
pada Gambar
tangkapan F
hasil tangkap
bubu tambu
bun dengan
tangkapan ut
.415 g (88,
ekor (5,84%
9
Bubu gon
Bubu gon
5.84%
rranidae. Ha
r 13 dan 14.
amili Serran
pan Famili S
un dengan tu
tutupan iju
tama dipero
52%), sedan
%) dengan b
ni Bu
ni Bubu k
%
asil Tangka
nidae.
Serranidae p
utupan ijuk
uk berjumlah
leh sebanya
ngkan hasil
berat sebesa
7
ubu karang
karang
Bubu ijuBubu goBubu ka
39
apan famili
enelitian.
k
h 137 ekor
k 129 ekor
tangkapan
ar 1.480 g
ukoniarang
40
(11,48%). Hasil tangkapan utama meliputi ikan konsumsi sebanyak 105 ekor
(76,64%) seberat 11.875 g (86,96%) dan ikan hias sebanyak 24 ekor (17,52%)
dengan berat yaitu sebesar 300 g (2,33%). Komposisi hasil tangkapan bubu
tambun dengan tutupan ijuk dapat dilihat pada Tabel 7, Gambar 14 dan 15.
Tabel 7 Komposisi hasil tangkapan bubu tambun menggunakan tutupan Ijuk
Hasil tangkapan Jumlah Berat ekor % g %
Utama
Ikan Konsumsi 1. Famili Scaridae 12 8,76 1.250 9,692. Famili Pomacentridae 38 27,74 2.945 22,843. Famili Serranidae 8 5,84 1.180 9,154. Famili Labridae 13 9,49 2.860 22,185. Famili Lutjanidae 15 10,95 1.820 14,116. Famili Siganidae 15 10,95 720 5,587. Famili Nemipteridae 4 2,92 340 2,648. Famili Mullidae 0 0 0 0Ikan Hias 1. Chaetodontidae 24 17,52 300 2,33Subtotal 129 94,16 11.415 88,52
Sampingan 1. Famili Portunidae 4 2,92 1.030 7,995. Famili Monacanthidae 4 2,92 450 3,497. Famili Diodontidae 0 0 0 0Subtotal 8 5,84 1.480 11,48
Total 137 100 12.895 100
Famili Pomacentridae merupakan hasil tangkapan yang paling banyak
pada bubu tambun dengan tutupan ijuk, berjumlah 38 ekor (Gambar 15). Jenis
ikan betok hitam (Neoglyphidodon oxyodon), betok putih (Altrichthys curatus)
dan sersan mayor (Abudefduf sexfasciatus) merupakan jenis hasil tangkapan yang
paling banyak ditemukan dari famili Pomacentridae. Kemudian yang terbanyak
kedua adalah famili Chaetodontidae yaitu sebanyak 24 ekor. Jenis ikan dari famili
Chaetodontidae yang tertangkap antara lain adalah ikan marmut (Chaetodontoplus
mesoleucus) dan kepe strip delapan (Chaetodon octofasciatus). Famili
Chaetodontidae termasuk kelompok ikan indikator, yaitu kelompok ikan karang
yang dinyatakan sebagai indikator kelangsungan hidup terumbu karang (Adrim
d
k
G
1993). Deng
ditemui ma
karang yang
Ga
Gambar 16
0
5
10
15
20
25
30
35
40Ju
mla
h (e
kor)
gan kata lain
ka diindika
g baik.
ambar 15 Ha
Komposisi persen.
12
38
0
5
0
5
0
5
0
5
0
5,84%
n semakin ba
asikan bahw
asil tangkapa
hasil tangka
8
13
anyak jumla
wa di lokasi
an bubu tam
apan bubu ta
15 15
4
Bubu Ijuk
Famili
ah ikan dari
i itu terdap
mbun dengan
ambun deng
4
0
24
k
94,16%
Tang
Tang
famili Chae
at ekosistem
tutupan ijuk
gan tutupan
4 4
gkapan Utama
gkapan Sampin
41
etodontidae
m terumbu
k.
ijuk dalam
0
a
ngan
42
5.1.2 Hasil tangkapan bubu tambun dengan tutupan goni
Hasil tangkapan bubu tambun dengan tutupan goni berjumlah 165 ekor
dengan berat total sebesar 12.995 g. Hasil tangkapan utama berjumlah 147 ekor
(89,09%) dengan berat 10.980 g (84,49%) dan hasil tangkapan sampingan
berjumlah 18 ekor (10,91%) dengan berat 2.015 g (15,51%). Hasil tangkapan
utama meliputi ikan konsumsi sebanyak 130 ekor (78,79%) dengan berat 10.555 g
(81,22%) dan ikan hias sebanyak 17 ekor (10,30%) dengan berat 425 g (3,27%).
Komposisi hasil tangkapan bubu tambun menggunakan tutupan goni dapat dilihat
pada Tabel 8 dan Gambar 17 dan 18.
Tabel 8 Komposisi hasil tangkapan bubu tambun dengan tutupan goni
Hasil tangkapan Jumlah Berat ekor % g %
Utama
Ikan Konsumsi 1. Famili Scaridae 11 6,67 1.420 10,932. Famili Pomacentridae 61 36,97 4.225 32,513. Famili Serranidae 9 5,45 1.070 8,234. Famili Labridae 9 5,45 950 7,315. Famili Lutjanidae 16 9,70 1.370 10,546. Famili Siganidae 16 9,70 740 5,697. Famili Nemipteridae 7 4,24 600 4,628. Famili Mullidae 1 0,61 180 1,39Ikan Hias 1. Chaetodontidae 17 10,30 425 3,27
Subtotal 147 89,09 10.980 84,49
Sampingan 1. Famili Portunidae 6 3,64 805 6,192. Famili Monacanthidae 9 5,45 650 5,003. Famili Diodontidae 3 1,82 560 4,31
Subtotal 18 10,91 2.015 15,51Total 165 100 12.995 100
Famili Pomacentridae merupakan hasil tangkapan yang paling banyak
berasal dari bubu tambun dengan tutupan goni, berjumlah 61 ekor (Gambar 16).
Jenis ikan betok hitam (Neoglyphidodon oxyodon), betok putih (Altrichthys
curatus) dan sersan mayor (Abudefduf sexfasciatus) merupakan hasil tangkapan
y
T
f
k
G
yang paling
Terbanyak k
famili Chaet
kepe strip de
Ga
Gambar 18p
1
2
3
4
5
6
7
Jum
lah
(eko
r)
g banyak d
kedua adalah
todontidae a
elapan (Chae
ambar 17 Ha
Komposisi hpersen.
11
61
0
0
0
0
40
0
60
70
10,91%
ditemukan d
h famili Chae
antara lain ik
etodon octof
asil tangkapa
hasil tangka
9 9
dari famili
etodontidae,
kan marmut (
fasciatus).
an bubu tamb
apan bubu ta
16 16
7
Bubu GonFamili
89,
Pomacentri
, berjumlah 1
(Chaetodont
bun dengan
ambun deng
71
17
ni
,09%
Tang
Tang
idae yang t
17 ekor. Jeni
toplus mesol
tutupan gon
an tutupan g
69
gkapan utama
gkapan sampin
43
tertangkap.
is ikan dari
leucus) dan
ni.
goni dalam
3
ngan
44
5.1.3 Hasil tangkapan bubu tambun dengan tutupan karang
Hasil tangkapan bubu tambun dengan tutupan karang berjumlah 175 ekor
dengan berat total 13.365 g. Hasil tangkapan utama berjumlah 156 ekor (89,14%)
dengan berat 11.130 g (83,28%) dan hasil tangkapan sampingan berjumlah 19
ekor (10,86%) dengan berat 2.235 g (16,72%). Hasil tangkapan utama meliputi
ikan konsumsi berjumlah 142 ekor (81,14%) dengan berat 10.880 g (81,41%) dan
ikan hias berjumlah 14 ekor (8%) dengan berat 250 g (1,87%). Komposisi hasil
tangkapan bubu tambun menggunakan tutupan karang dapat dilihat pada Tabel 9
dan Gambar 19 dan 20.
Tabel 9 Komposisi hasil tangkapan bubu tambun dengan tutupan karang
Hasil tangkapan Jumlah Berat ekor % g %
Utama
Ikan Konsumsi 1. Famili Scaridae 13 7,43 1.705 12,762. Famili Pomacentridae 60 34,29 3.885 29,073. Famili Serranidae 7 4,00 1.230 9,204. Famili Labridae 3 1,71 230 1,725. Famili Lutjanidae 23 13,14 2.040 15,266. Famili Siganidae 31 17,71 1.290 9,657. Famili Nemipteridae 4 2,29 360 2,698. Famili Mullidae 1 0,57 140 1,05Ikan Hias 1. Chaetodontidae 14 8,00 250 1,87
Subtotal 156 89,14 11.130 83,28
Sampingan 1. Famili Portunidae 12 6,86 745 5,572. Famili Monacanthidae 4 2,29 170 1,273. Famili Diodontidae 3 1,71 1.320 9,88
Subtotal 19 10,86 2.235 16,72Total 175 100 13.365 100
Pada Gambar 19 dapat dilihat bahwa famili Pomacentridae merupakan
hasil tangkapan yang paling banyak dari bubu tambun dengan tutupan karang
berjumlah 60 ekor. Jenis ikan betok hitam (Neoglyphidodon oxyodon), betok putih
(Altrichthys curatus) dan sersan mayor (Abudefduf sexfasciatus) merupakan hasil
t
B
t
b
(
I
t
(
G
tangkapan y
Berbeda den
tutupan kar
berjumlah 3
(Siganus dol
Ikan dari fa
tambun kar
(Siganus dol
Gam
Gambar 20
0
10
20
30
40
50
60
70
Jum
lah
(eko
r)
yang paling
ngan hasil t
rang hasil
1 ekor. Jenis
liatus), man
amili Siganid
rena pendud
liatus) untuk
mbar 19 Has
Komposisidalam pers
13
60
10,86%
g banyak d
tangkapan b
tangkapan
s ikan dari fa
ggilala (Siga
dae merupak
duk setemp
k dikonsums
sil tangkapan
i hasil tangksen.
73
2
dari famili
bubu ijuk d
terbanyak
amili Siganid
anus spinus)
kan salah sa
pat sangat
si.
n bubu tambu
kapan bubu
2331
4
BUBU KARAFamili
Pomacentri
dan bubu go
kedua adal
dae antara la
) dan Barona
atu target p
menggemar
un dengan tu
u tambun de
4 1
14
ANG
89,14%
idae yang t
oni, dari bu
lah famili
ain adalah ik
ang (Siganus
enangkapan
ri jenis ika
utupan karan
engan tutup
4 124
Tangkapan ut
Tangkapan sa
45
tertangkap.
ubu dengan
Siganidae,
kan kea-kea
s guttatus).
n dari bubu
an kea-kea
ng.
pan karang
3
tama
ampingan
46
5.2 Sebaran Panjang Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan yang terbanyak dalam penelitian ini adalah jenis betok
laut dari famili Pomacentridae, yaitu ikan betok hitam (Neoglyphidodon oxyodon)
dan betok putih (Altrichthys curatus). Oleh karena itu, hanya ikan dari famili
Pomacentridae yang dianalisis sebaran panjangnya. Ukuran panjang ikan betok
laut hasil tangkapan bubu tambun dengan tutupan ijuk berkisar antara 13 – 18,5
cm. Frekuensi panjang tertinggi terjadi pada selang 15 – 16, yaitu sebanyak 15
ekor (Gambar 21).
Gambar 21 Sebaran frekuensi panjang betok laut pada bubu ijuk.
Bubu yang dengan tutupan goni menangkap ikan betok laut dengan
ukuran panjang berkisar antara 12,6 – 19,5 cm. Frekuensi panjang tertinggi untuk
ikan betok laut terjadi pada selang 13 – 14, berjumlah 14 ekor (Gambar 22).
Bubu yang dengan tutupan karang menangkap ikan betok laut dengan
ukuran panjang berkisar antara 12,9 – 18,5 cm. Frekuensi panjang tertinggi untuk
ikan ini terjadi pada selang 13 – 14, berjumlah 13 ekor (Gambar 23).
0
5
15
5
00
2
4
6
8
10
12
14
16
11−12 13−14 15−16 17−18 19−20
Jum
lah
(eko
r)
Selang Panjang (cm)
47
Gambar 22 Sebaran frekuensi panjang betok laut pada bubu goni.
Gambar 23 Sebaran frekuensi panjang betok laut pada bubu karang.
Menurut Bessa (2007), ukuran panjang saat matang gonad ikan betok laut
berkisar antara 10,0 – 11,5 cm. Berdasarkan Bessa (2007) ini, maka semua ikan
betok laut yang tertangkap berukuran di atas layak tangkap, baik hasil tangkapan
bubu tambun dengan tutupan ijuk, goni maupun karang. Hal ini dapat diartikan
bahwa tidak mengganggu masa reproduksi betok laut.
1
1413
7
2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
11−12 13−14 15−16 17−18 19−20
Jum
lah
(eko
r)
Selang Panjang (cm)
2
13
10
4
00
2
4
6
8
10
12
14
11−12 13−14 15−16 17−18 19−20
Jum
lah
(eko
r)
Selang Panjang (cm)
48
5.3 Hasil Analisis Statistik
Uji Kenormalan data Anderson Darling yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa data hasil tangkapan total memiliki P-Value < 0,005. Nilai
tersebut lebih kecil dari nilai α = 0,005, sehingga dapat disimpulkan bahwa data
hasil tangkapan ketiga jenis bubu tidak menyebar normal. Grafik plot kenormalan
yang dihasilkan dari semua bubu dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 24.
Selanjutnya dilakukan uji Kruskal-Wallis.
Hasil Tangkapan
Perc
ent
150100500-50
99
95
90
80
70
60504030
20
10
5
1
Mean
<0.005
39.75StDev 42.25N 12AD 1.084P-Value
Probability Plot of Hasil TangkapanNormal
Gambar 24 Hasil uji kenormalan data hasil tangkapan ketiga jenis bubu penelitian.
Uji Kruskal-Wallis (Gambar 24) menghasilkan derajat bebas pada level
toleransi 5% adalah :
df = k – 1 = 3 – 1 = 2
Oleh karena itu, daerah penolakannya adalah H > . Tabel chi-Square
menunjukkan = 5,99147. Uji Kruskal-wallis yang dilakukan menunjukkan
nilai H sebesar 0,18 untuk hasil tangkapan total, H sebesar 0,06 untuk hasil
tangkapan utama dan H sebesar 2,82 untuk hasil tangkapan sampingan. Bila
dibandingkan dengan statistik uji (H), nilai H di bawah statistik .
Kesimpulannya adalah gagal tolak hipotesis awal (H0). Secara statistik tidak
49
cukup bukti bahwa ketiga jenis bubu penelitian memiliki hasil tangkapan yang
berbeda, baik itu dilihat dari hasil tangkapan total, hasil tangkapan utama dan
hasil tangkapan sampingan. Hal ini berarti bahwa hasil tangkapan yang didapat
dari bubu tambun dengan tutupan ijuk dan goni tidak berbeda nyata dengan hasil
tangkapan bubu dengan tutupan karang pada tingkat kepercayaan 95 %. Oleh
karena itu penggunaan bubu tambun dengan tutupan ijuk dan goni bisa diterapkan
dalam operasional bubu tambun di perairan Kepulauan Seribu. Hasil uji Kruskal-
wallis yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 10, 11 dan 12.
Tabel 10 Hasil Uji Kruskal-Wallis data ketiga jenis bubu penelitian.
Bubu N Median Ave Rank Z Bubu goni 12 9 19,5 0,40Bubu ijuk 12 10 17,8 -0,30Bubu karang 12 9,5 18,3 -0,10Overall 36 18,5 H = 0,18 DF = 2 P = 0,916
Tabel 11 Hasil Uji Kruskal-Wallis data hasil tangkapan utama ketiga jenis bubu
penelitian
Bubu N Median Ave Rank Z Bubu goni 9 11 14.4 0.21Bubu ijuk 9 13 14.0 0.00Bubu karang 9 13 13.6 -0.21Overall 27 14.0 H = 0,06 Df = 2 P = 0,972
Tabel 12 Hasil Uji Kruskal-Wallis data hasil tangkapan sampingan ketiga jenis
bubu penelitian
Bubu N Median Ave Rank Z Bubu goni 3 6.000 3.8 -0.90Bubu ijuk 3 12.000 7.2 1.68Bubu karang 3 4.000 4.0 -0.77Overall 9 5.0 H = 2,82 Df = 2 P = 0,244
50
5.4 Pengaruh Penggunaan Ijuk dan Goni dalam Operasional Bubu Tambun
Daerah peletakan bubu tambun adalah daerah terumbu karang tepi
(fringing reef), tepatnya di daerah rataan terumbu karang (reef flat) dan daerah
tubir karang. Kedalaman fishing ground berkisar antara 0,5 – 5 meter. Di daerah
ini terdapat komponen batu karang hidup, batu karang mati, pasir dan alga.
Sebelum bubu uji dioperasikan, terlebih dahulu diberi perlakuan perendaman
selama dua hari. Perlakuan ini hanya diberikan sekali itu saja, setelah bubu
dioperasikan tidak ada lagi. Perendaman ini dimaksudkan agar alga dan perifiton
segera menempel pada komponen bubu dan hal ini akan menarik ikan untuk
mendekati bubu. Oleh karena itu tidak dilakukan penggantian bubu selama
penelitian, maka jumlah alga dan perifiton diduga semakin hari semakin banyak.
Kondisi ini diduga dapat mempengaruhi hasil tangkapan yang diperoleh. Namun
kenyataannya tidak demikian, hasil tangkapan yang diperoleh berfluktuasi. Hasil
tangkapan bubu tertinggi diperoleh pada hari kesepuluh. Apakah hari kesebelas
hasil tangkapan bubu akan meningkat, belum diketahui. Oleh karena itu, penulis
menyarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah trip yang lebih
banyak. Hasil tangkapan dari ketiga jenis bubu penelitian berdasarkan lama
perendaman setelah perendaman awal dapat dilihat pada Tabel 13 dan Gambar 25.
Tabel 13 Hasil tangkapan berdasarkan lama perendaman setelah perendaman awal
No Jenis Bubu Jumlah hasil tangkapan (ekor) pada hari ke... 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Bubu ijuk 19 15 17 19 18 16 7 5 4 29 2 Bubu goni 13 29 11 16 15 15 11 13 6 36 3 bubu karang 24 19 11 16 17 17 17 17 6 47
Pada Gambar 25 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan yang diperoleh
berfluktuasi. Jumlah tangkapan yang paling sedikit terjadi pada hari kesembilan
untuk ketiga jenis tutupan. Hal ini dikarenakan keadaan cuaca pada saat penelitian
itu buruk, sehingga kurang mendukung proses mengoperasikan bubu tambun di
daerah penangkapan ikan yang telah ditentukan. Pengoperasian bubu saat itu
hanya dapat dilakukan di perairan yang lebih dekat ke daerah pantai.
51
Gambar 25 Jumlah hasil tangkapan berdasarkan lama perendaman setelah perendaman awal.
Penggunaan bahan alami ijuk dan goni mempunyai kelebihan pada
efisiensi waktu pada saat pengoperasian bubu tambun. Hal ini disebabkan
pengoperasian bubu tambun dengan tutupan karang, harus mencari terumbu
karang dulu sebelum operasi penangkapan ikan dimulai, sehingga memerlukan
waktu yang lebih lama. Bubu dengan tutupan ijuk dan tutupan goni dalam
pengoperasiannya, langsung diletakkan di daerah penangkapan ikan yang telah
ditentukan.
Pengoperasian bubu tambun dengan tutupan karang akan memberikan
suasana kamuflase yang menyerupai habitat hidup ikan karang. Hal inilah yang
membuat bagian dalam bubu menjadi gelap dan ikan karang akan masuk ke dalam
bubu. Sama tujuannya dengan penggunaan tutupan ijuk dan tutupan goni.
Kamuflase yang dihasilkan tutupan ijuk dan tutupan goni sama dengan tutupan
karang. Namun, pada saat berada di dalam perairan, kamuflase tutupan ijuk
terlihat seperti kumpulan bulu babi (Diadema setosum). Kamuflase yang
menyerupai bulu babi (Diadema setosum) dapat mengurangi pencurian bubu
tambun yang berada di dalam perairan.
Dalam pengoperasian bubu tambun dengan tutupan ijuk dan goni
menggunakan pemberat berupa karang mati. Karang mati dapat dijumpai di
sekitar ekosistem terumbu karang. Hal ini diharapkan dapat diteladani oleh
nelayan setempat, karena nelayan Kepulauan Seribu menggunakan karang yang
05
101520253035404550
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Bubu ijuk
Bubu goni
Bubu karang
Hari Ke
Jum
lah
Has
il T
angk
apan
(eko
r)
52
masih hidup untuk pemberat bubu tambun. Sebetulnya akan lebih baik jika
nelayan menggunakan bahan selain karang mati untuk pemberat, misalnya batu
kali atau timah hitam dan lainnya.
Pengoperasian bubu tambun, seringkali dilakukan di daerah yang
memiliki ekosistem terumbu karang yang padat. Terumbu karang ini nantinya
digunakan sebagai tutupan pada pengoperasian bubu tambun. Proses
pengoperasian bubu tambun dengan tutupan karang dapat merusak ekosistem
terumbu karang yang menjadi habitat ikan karang target penangkapan. Jika
dikaitkan dengan waktu yang digunakan untuk satu trip pengoperasian bubu
tambun dengan tutupan karang, yaitu satu hari, maka kerusakan ekosistem
terumbu karang akan terjadi pada setiap harinya. Apalagi cara ini dilakukan untuk
jangka waktu yang lama, maka kerusakaan yang terjadi pada terumbu karang akan
sangat tinggi.
Pada saat proses penimbunan bubu tambun seringkali menambah
pengrusakan pada karang. Hal ini disebabkan nelayan harus berada di perairan
tempat pengoperasian bubu tersebut. Nelayan berjalan di perairan agar dapat
mengatur posisi peletakan bubu. Saat berjalan nelayan seringkali menginjakkan
kakinya pada karang sebagai tempat untuk bertumpu. Karang yang terinjak
umumnya adalah karang yang hidup pada kedalaman yang rendah atau di perairan
dangkal. Injakan yang mengenai karang tersebut akan membuat karang patah atau
karang tersebut hancur. Hal ini harus segera dicarikan solusinya. Penggunaan ijuk
atau goni merupakan salah satu alternatif.
Pengoperasian bubu tambun dengan tutupan ijuk dan goni hanya
dilakukan di celah terumbu karang tanpa melakukan pengrusakan terumbu karang.
Suasana kamuflase telah terjadi tanpa penggunaan terumbu karang di perairan.
Saat pengoperasian bubu dengan tutupan ijuk dan goni juga tidak mengharuskan
nelayan berada di dalam perairan, karena posisi bubu dapat diatur dari atas kapal
dengan menggunakan pengait. Hal ini meyakinkan bahwa kerusakan terumbu
karang yang diakibatkan oleh pengoperaian bubu tambun dengan tutupan karang
dapat dikurangi, bahkan tidak dilakukan lagi.
Hal mendasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemanfaatan
sumberdaya khususnya sumberdaya ikan dengan penggunaan alat tangkap yang
53
ramah lingkungan. Penggunaan bahan alami sebagai tutupan dalam pengoperasian
bubu tambun merupakan salah satu bentuk dari solusi pemanfaatan sumberdaya
ikan yang ramah lingkungan. Bahan alami ijuk dan goni ini mempunyai prinsip
seperti atraktor rumpon berfungsi untuk membantu mengumpulkan ikan, dengan
alasan atraktor rumpon yang terbuat dari bahan alami membuat perifiton dan alga
menempel pada subtrat alami. Hal ini juga berlaku pada penggunaan bahan alami
ijuk dan goni sebagai tempat menempelnya subtrat dan perifiton sehingga
membuat ikan berkumpul di bubu yang dioperasikan.
Kerusakan karang yang terjadi akibat pengoperasian bubu tambun
memang tidak memberikan efek yang besar dibandingkan dengan kerusakan
akibat penangkapan yang menggunakan potasium atau bom. Namun, kerusakan
yang terjadi akan menjadi besar apabila dari tingkat intensitas frekuensi
penangkapan yang tinggi yang dilakukan oleh nelayan bubu tambun di Kepulauan
Seribu. Kekhawatiran yang baru adalah ketika nelayan yang ada di Kepulauan
Seribu memperluas daerah penangkapan ikan, sehingga akan memperluas wilayah
kerusakan terumbu karang apabila alat tangkap dan metode pengoperasiannya
tidak diubah menjadi lebih baik.
Upaya pemanfaatan sumberdaya ikan secara prinsip yang selalu
memperhatikan keramahan lingkungan harus terus diupayakan, khususnya di
perairan Kepulauan Seribu. Upaya demikian diharapkan sumberdaya ikan dan
lingkungannya akan tetap terjaga dan lestari. Memodifikasi alat tangkap dan yang
ramah lingkungan sehingga sumberdaya dapat dimanfaatkan secara optimal.
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Hasil tangkapan total dalam penelitian ini berjumlah 477 ekor dengan
berat 39.225 g. Hasil tangkapan utama berjumlah 432 ekor (90,57%) dengan berat
33.525 g (85,40%), terdiri atas ikan konsumsi sebanyak 37 ekor (79,04%) dengan
berat 32.550 g (82,92%) dan ikan hias sebanyak 55 ekor (11,53%) dengan berat
975 g (2,48%). Hasil tangkapan sampingan berjumlah 45 ekor (9,43%) dengan
berat 5730 g (14,60%). Hasil tangkapan yang didapat dari bubu tambun dengan
tiga jenis tutupan – ijuk, goni dan terumbu karang – secara significant tidak
berbeda nyata dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dalam rangka menekan laju
kerusakan ekosistem terumbu karang, sebaiknya nelayan Kepulauan Seribu tidak
lagi menggunakan terumbu karang dalam pengoperasian bubu tambun, melainkan
menggantinya dengan tutupan goni atau ijuk. Selanjutnya, untuk bisa
mendapatkan hasil yang lebih baik, lagi perlu dilakukan penelitian lanjutan
dengan tetap menggunakan materi dan metode yang sama, tetapi melakukan
analisis terhadap sifat material, ketahanan material pada saat pengoperasian bubu
tambun dan kepraktisan dari material bahan alami penutup bubu tambun serta
jumlah trip yang lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Adrim M. 1993. Pengantar Studi Ekologi Komunitas Ikan Karang dan Metode Pengkajiannya. Makalah Kursus Pelatihan Metodologi Penelitian Penentuan Kondisi Terumbu Karang. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi, Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia. 34 Hal
Allen G, R Steene, P Humann and N DeLoach.. 2002. Reef Fish Identification :
Tropical Pacific. Jacksonville, Florida USA : New World Publications, Inc. 248 hal.
Arami H. 2006. Seleksi Tekonologi Penangkapan Ikan Karang Dalam Rangka
Pengembangan Perikanan Tangkap Berwawasan Lingkungan di Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara. [Tesis] (tidak dipublikasikan). Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hal 10-14.
Baskoro MS. 2005. Tingkah Laku Ikan Hubungannya dengan Metode
Pengoperasian Alat Tangkap Ikan. Diktat kuliah (tidak dipublikasikan) Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 131 hal.
Bessa E, JF Dias and AM de Souza. 2007. Rare Data on A Rocky Shore Fish
Reproductive Biology: Sex Ratio, Length of First Maturation and Spawning Period of Abudefduf saxatilis (Linnaeus, 1758) with Notes on Stegastes variabilis Spawning Period (Perciformes: Pomacentridae) in Sao Paulo, Brazil. Brazilian Journal Oceanography Volume 55 no.3. Instituto Oceanográfico da Universidade de Sao Paulo
Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pengembangan
Berkelanjutan . Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 27-38 hal. Diniah. 2008. Pengenalan Perikanan Tangkap. Bogor: Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Hal 17.
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005. Kategori Alat Tangkap.
(http:www.pipp.dkp.go.id/pipp2/kapalapi_index.html). 09 Mei 2010 Furevik DM. 1994. Behaviour of Fish Relation to Pots : Marine Fish Behaviour in
Capture and Abundance Estimation. London: Fishing News Books. Hal 28-44.
Gunarso W. 1985. Tingkah Laku Ikan Dalam Hubungannya Dengan Alat,
Metoda, dan Teknik Penangkapan Ikan. Diktat kuliah (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 149 hal.
56
High WL and Beardsley. 1970. Fish Behaviour Studies from Undersea Habitat. Community Fisheries Rev. Dikutip dari Furevik, DM. 1994. Behaviour of Fish Relation to Pots : Marine Fish Behaviour in Capture and Abundance Estimation. London: Fishing News Books. Hal 28-44.
Hutomo. 1995. Pengantar Studi Ekologis Komunitas Ikan Karang dan Metode
Pengkajiannya. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi, Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia. 54 Hal.
Isnaini. 2008. Pola Rezim Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Ekor
Kuning di Kepulauan Seribu. [Tesis] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 142 hal.
Klust G. 1983. Bahan Jaring untuk Alat Penangkapan Ikan. Edisi ke-2.
Diterjemahkan oleh Team BPPI Semarang 1998, Netting Materials for Fishing Gear. Semarang: Balai Pengembangan Penangkapan Ikan Semarang. 187 hal.
Komarudin D. 2009. Penggunaan Celah Pelolosan Pada Bubu Tambun Terhadap
Hasil Tangkapan Kerapu Koko di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 104 hal.
Martasuganda S. 2008. Bubu (Traps). Bogor: Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 68 hal.
Monintja DR dan S Martasuganda. 1990. Teknologi Pemanfaatan Hayati Laut II.
Diktat kuliah (Tidak dipublikasikan). Bogor: Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor. 90 hal.
Nugraha A. 2008. Efektivitas Penangkapan Ikan Karang Konsumsi Menggunakan
Bubu dengan Umpan yang Berbeda di Kepulauan Seribu. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 95 hal.
Nybakken JW. 1982. Biologi laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan
oleh Eidman M, Koesoebiono, DG Bengen, Hutomo dan Sukardjo, 1992, Marine Biology An Ecological Approach. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal 355-395.
Pambudi W. 2005. Pengaruh Penambahan Serat Ijuk dan Pengurangan Pasir
Terhadap Beban Lentur dan Berat Jenis Genteng Beton. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Semarang: Fakultas Teknik, Universitas Negeri Malang. 78 hal.
57
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu. 2006. Data Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Jakarta: Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu.
Pemerintah Kelurahan Pulau Panggang. 2008. Laporan Bulanan Februari 2008
Jakarta: Pemerintahan Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Sainsbury. 1982. Commercial Fishing Methods: An Introduction To Vessels and
Gears. London: Fishing News Books. 119 p Santoso BN. (2008). Pengaruh Perbedaan Konstruksi Bubu Terhadap Hasil
Tangkapan Ikan Karang di Perairan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 58 hal.
Simbolon D. 2006. Daerah Penangkapan Ikan Sebagai Salah Satu Faktor Penentu
Keberhasilan Operasi Penangkapan Ikan. Dalam Kumpulan Pemikiran Tentang Teknologi Perikanan Tangkap Yang Bertanggung Jawab, Nomor 07 Tahun 2006/2007. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal 67-69.
Subani W dan HR. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di
Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut, Edisi Khusus Nomor 50 Tahun 1988/1989. Jakarta : Balai Penelitian Perikanan Laut, Departemen Pertanian. 245 hal.
Sudiro DR. 2004. Rami Tanaman Asli Indonesia Untuk Meningkatkan
Kemandirian Kebutuhan Alat pertahanan. Buletin Litbang Pertahanan Indonesia Volume VII Nomor 13 Tahun 2004. [Terhubung Tidak Berkala]. www.dephan.go.id. [18 Maret 2010]
Sugiyono. 2007. Pengantar Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta. 390
hal. Supriharyono. 2000. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah
Pesisir dan Laut Tropis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal 96-97. Dikutip dari Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pengembangan Berkelanjutan . Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Susanti Y. 2005. Pengoperasian Bubu Tambun dan Kerusakan Terumbu Karang
yang Diakibatkannya di Pulau Harapan, Kepulauan Seribu. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 88 hal.
Susanto H. 2001. Ikan Hias Air Laut. Depok: Penerbit Swadaya. 84 hal. Dikutip
dari Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pengembangan Berkelanjutan . Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
58
Von Brand A. 2005. Fish Catching Methods of the Word 4th Edition. O Gabriel, K Lange, E Dahm and T Wendt, Editors. England: Blackwell Publishing. 523 hal.
Wallace C. 1994. New spesies and A new Species Group of the coral genus
acropora (Scleractinia: Astrocoeniina: Acroporidae) from Indo-Pacifik location. Invertebrate Taxonomy. 8: 961-968
Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 516
hal. Widodo J, Aziz K, Priyono B, Tampubolon GH, Naamin N, Djamali A.1998.
Potensi dan Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut Di Perairan Indonesia. Jakarta: Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Hal 184 – 199.
Wudianto C, Nasution dan HR Barus. 1988. Uji Coba Bubu Plastik di Perairan
Jawa Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Laut, Volume No.46 Tahun 1988. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut, Departemen Pertanian. Hal 45-53
LAMPIRAN
60
Lampiran 1 Tahapan proses pembuatan bubu tambun penelitian.
No Tahapan Proses Pembuatan Bubu Tambun Penelitian
Gambar
1 Persiapan bahan bambu sebagai bahan utama dari pembuatan bubu tambun
2 Bambu di potong kecil yang nantinya akan dirangkai menjadi bubu tambun
3 Pembuatan badan bubu tambun
4 Pembuatan mulut bubu tambun
61
5 Penyatuan badan bubu dan mulut bubu
6 Pembuatan bubu tambun dengan tutupan ijuk
7 Pembuatan bubu tambun dengan tutupan goni
8 Bubu Tambun dengan tutupan karang
62
Lampiran 2. Peta Kepulauan Seribu.
63
Lampiran 3 Peta Pulau Panggang Tempat Penelitian.
2 0
P. Semak Daun
P. Singgit P. Layar
Keterangan:
Skala 1 : 80.000
Sumber:Peta Proyeksi MercatorKepulauan Seribu:Pulau Pramuka HinggaPulau Kotok KecilDISHIDROS TNI-AL(1986) (Diolah Kembali).
Karang Berlayar
P.Karya
P. Panggang
Gosong Pramuka
P. Pramuka
P. Sekati
P. Gosong AirP. Air
Karang Kelingcetek
Karang Kelingdalam
Karang Dalam
P. Karang Beras
5
10
520
1020
10
5
5
201020
5
20
55
5
5
5
10
555
520
20
205
5
20
34° 35° 36° 37°
: Lokasi Penelitian: Daratan
: Perairan Terumbu Karang
: Perairan Dalam
106° 33’ BT
5° 4
3’ L
S44
°45
°46
°
64
Lampiran 4 Foto ikan hasil tangkapan bubu.
Sumber identifikasi : Allen G et al. 2002. Reef Fish Identification : Tropical Pacific. New World Publications, Inc. Jacksonville, Florida USA. 248 hal. Famili Labridae Nori merah/ Banded maori wrasse Nori hijau/Checkerboard wrasse (Cheilinus fasciatus) (Halichoeres hortulanus) Jarang gigi/ White-belly tuskfish (Choerodon anchorago) Famili Lutjanidae
Lencam/ Mangrove jack Tanda-tanda/ Russell’s snapper
(Lutjanus argentimaculatus) (Lutjanus rusell)
65
Lampiran 4 (lanjutan) Famili Serranidae
Kerapu koko/Longfin grouper Kerapu merah/Blacktip grouper (Epinephelus quoyanus) (Epinephelus fasciatus)
Kerapu hitam/White-straked grouper (Epinephelus ongus)
Famili Siganidae
Kea kea/Barred rabbitfish Baronang/Scribbled rabbitfish (Siganus doliatus) (Siganus guttatus)
66
Lampiran 4 (lanjutan) Famili Scaridae
Kakatua biru/Blue-barred parrotfish (Scarus ghobban)
Famili Pomacentridae
Betok putih/Guardian damsel Betok hitam/Javanese damsel (Altrichthys curatus) (Neoglyphidodon oxyodoon)
Sersan mayor/Scissor-tail sergeant (Abudefduf sixfasciatus)
67
Lampiran 4 (lanjutan) Chaetodontidae
Kepe strip 8/Eight-banded angelfish Kepe marmut/Vermiculate anglefish (Chaetodontoplus octofaciatus) (Chaetodontoplus mesoleucus)
Famili Portunidae
Rajungan karang/Swimming crab Kepiting plongkor/ Coral-reef crab
(Portunus hestatoides) (Carpilus maculatus)
68
Lampiran 5 Data hasil tangkapan penelitian.
Hari ke 1 Tanggal 7/8/2010 Waktu 09.15‐12.45 Kondisi Lapangan Mendung Kedalaman 3 meter (Tubir) Keadaan Dasar Berkarang Bentuk Bulan Setengah Arus Sedang
Catatan Bubu ijuk 3 buah = A Bubu Goni 3 buah = B Bubu karang 3 buah = C
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A1 Nori 600 23.4 Kupas‐kupas 400 22.3 Nori 600 24
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A2 Nori 210 15.8 Nori 200 12.5 Nori 190 14.5
69
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A3
Kerapu Koko 100 19 marmut 30 9.5 /8 30 8 /8 20 7.3 /8 20 8 /8 15 7.5 /8 20 7 /8 20 7.4 /8 10 7.5 /8 20 7.9 kakak tua 90 16.2 Jarang Gigi 60 15.5 Kupas‐kupas 10 9
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B1 Betok hitam 70 14.4 /8 30 8.9 /8 20 7.5 Betok hitam 90 14.8 Betok hitam 50 13.3
70
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B2 Betok hitam 90 14.5 Betok hitam 90 14.2 Betok hitam 50 12.6
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B3 Kepiting selasih 250 12.6 8.6Kepiting 60 7.5 5Ponto‐Ponto 60 16.9 Betok hitam 70 15.3 Betok hitam 70 14.5
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C1
Kerapu Hitam 400 28 /8 30 9.7 /8 25 9.5 /8 30 9 kepiting 10 6.6 4.5Betok hitam 60 14 Betok hitam 60 13.5 Betok hitam 70 14 Tambak 100 18 kea‐kea 20 10.8 lencam 90 18.3 lencam 90 16.9
71
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C3
Kepiting 70 7.3 5Kepiting 60 6.3 5Kepiting 70 7 5.2Kepiting 20 6 4.2Betok Hitam 110 16.5 Betok Hitam 110 16.4 /8 20 8.5 /8 20 9
Hari ke 2 Tanggal 8/8/2010 Waktu 09.15‐12.45 Kondisi Lapangan Cerah berawan Kedalaman 4‐5 meter Keadaan Dasar Berkarang Bentuk Bulan Setengah Arus besar
Catatan Bubu ijuk 3 buah = A Bubu Goni 3 buah = B Bubu karang 3 buah = C
72
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A1
marmut 60 10.9 marmut 30 9.5 kea‐kea 40 11.8 pasir 130 21.1 kupas‐kupas 20 9 kupas‐kupas 20 8.8
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A2
kerapu merah 160 22.2 betok hitam 100 16.5 marmut 25 10.5 marmut 50 11.5 nori 210 24 nori 70 17 strip delapan 10 6.9
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A3 Nori 130 22.4
betok hitam 90 16
73
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B1
marmut 50 12.1 masuk layang 10 13.1 pogek batu 60 13.1 nori 100 18.4 betok hitam 60 14.2 Sersan mayor 30 13 kea‐kea 20 10.5 Sersan mayor 40 14.7 Sersan mayor 40 12.9 strip delapan 5 7.2 pogek 40 14.7
74
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B2
kerpu merah 90 19.2 swanggi 90 16 kerapu merah 90 18.8 tikus‐tikusaan 160 21 marmut 20 9.6 Sersan mayor 30 13 Sersan mayor 60 12.1 Sersan mayor 50 13.3 Sersan mayor 60 12 Sersan mayor 70 13.3 Sersan mayor 30 12.3 Sersan mayor 30 12
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B3
Buntel blimbing 90 14.2 pogek batu 40 12.1 lape 70 17.2 kupas‐kupas 200 19.5 nori 90 17 serak 120 18.5
75
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C1 Lencam 110 20
Betok Hitam 60 14.5 Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C2
kepiting 50 7 4.8kepiting 70 7.5 5kepiting 90 7.3 5kerapu hitam 200 24.5 Bunga waru 50 16.4 Strip 8 20 8.6 Strip 8 10 8 Strip 8 20 8.7 Strip 8 10 8 Strip 8 10 8 Betok putih 160 22
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C3
Buntal Babi 340 21 betok putih 110 18 betok putih 60 13.9 kea‐kea 90 12.5 strip 8 10 8.2 betok hitam 50 12.9
76
Hari ke 3 Tanggal 9/8/2010 Waktu 09.30‐13.00 Kondisi Lapangan mendung Kedalaman 1.5 meter Keadaan Dasar Berkarang Bentuk Bulan Setengah Arus sedang
Catatan Bubu ijuk 3 buah = A Bubu Goni 3 buah = B Bubu karang 3 buah = C
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A1
kerapu merah 250 26.5 betok hitam 60 14.7 lencam 60 16.9 manggilala 70 17 Betok Hitam 60 14.5 Betok Hitam 60 15.3 Betok Hitam 95 15.4
77
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A2
Betok Hitam 130 16 Betok Hitam 130 16.2 Betok Hitam 110 16.4 Lape 60 16.4 lencam 70 18.1 kerapu koko 110 21.1
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A3 Swanggi 90 18.5 Betok putih 60 16.9 lencam 80 18.6 kerapu koko 150 22.7
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B1 Betok putih 40 15.1 Jarang gigi 100 18 Lencam 80 19.5 Betok hitam 100 15.3
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B2 lape 80 18.1 Betok Hitam 100 14.5 Lencam 70 17.3
78
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B3 Tanda‐tanda 160 22.5 Lencam 100 17.9 Lencam 130 18.5 Pasir 90 18
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C1 Betok Putih 70 15 Lencam 80 18.4 lape 100 20.1
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C2 Pasir 80 20.2 Lencam 80 18.6 Lencam 60 18.3 Kea‐kea 90 18.7
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C3 lape 230 23.9 Betok putih 60 15.4 Tanda‐tanda 100 19.4 lencam 60 16.4
79
Hari ke 4 Tanggal 9/8/2010 Waktu 09.30‐13.00 Kondisi Lapangan mendung Kedalaman 1.5 meter Keadaan Dasar Berkarang Bentuk Bulan Setengah Arus sedang
Catatan Bubu ijuk 3 buah = A Bubu Goni 3 buah = B Bubu karang 3 buah = C
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A1
jarang gigi 150 17.3 lencam 150 18 betok hitam 100 15 betok hitam 70 13.2 kea‐kea 60 11 strip 8 40 92 kepiting 150 14 10
80
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A2
kea‐kea 40 11 lencam 90 16 betok hitam 90 14 lencam 140 18.5 strip8 40 8.2 Kepiting 110 15 8
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A3
Angke 160 18.2 betok hitam 140 16.2 lencam 130 18 Sersan mayor 60 11.5 kea‐kea 50 10.8 Kepiting 140 13 6
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B1
betok hitam 100 16.9 Serak 110 17.5 Nori 110 18.5 betok hitam 100 14 Strip8 30 3 Kepiting 110 12 5.8
81
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B2 kakak tua 110 16.5 tiger 100 14.8 betok hitam 105 15.3 kea‐kea 60 11.8 kepiting 105 10 5.7
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B3 lencam 90 15.7 betok hitam 110 14.5 Betok putih 60 13 tiger 200 19.1 kepiting 80 11.5 5.3
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C1 kerapu hitam 100 18.5 kea‐kea 80 13.5 betok hitam 130 16 tiger 145 16.6 kepiting 85 8.2 5.4
82
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C2 kakak tua 165 19.3 Nori 100 17.1 Betok hitam 95 15.4 kea‐kea 75 12.1 kepiting 100 7.2 5
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C3
kakak tua 350 25.3 lencam 95 17.5 Nori 70 14.5 betok susu 50 13.7 betok hitam 50 13 kepiting 50 7.3 5.1
83
Hari ke 5 Tanggal 13‐8‐2010 Waktu 08.00‐12.20 Kondisi Lapangan cerah Kedalaman 2‐3 meter Keadaan Dasar Berkarang Bentuk Bulan Setengah Arus sedang
Catatan Bubu ijuk 3 buah = A Bubu Goni 3 buah = B Bubu karang 3 buah = C
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A1
lencam 430 29.2 Betok putih 60 17.4 Betok putih 70 16.3 serak 60 16.1 serak 60 16.1 Kepiting 120 16 9.5Kepiting 110 11 7
84
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A2
Pasir 90 20.6 betok 160 18.5 kea‐kea 50 13.6 kea‐kea 50 13.6 mogong 90 16.9 Kepiting 140 17.5 5.5Kepiting 100 9 5
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A3 kerapu hitam 100 19.1 betok hitam 100 17.3 betok hitAM 130 17.5 betok putih 70 16
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B1 betok hitam 150 17.5 betok hitam 80 17.4 betok hitAM 160 17.5 betok putih 90 16.9 serak 60 16.5
85
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B2 betok hitam 200 19.5 betok hitam 50 14.6 betok putih 60 16 lencam 40 15.8
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B3
betok hitam 100 17.5 kupas‐kupas 100 10.5 betok putih 60 17 manggilala 50 16.1 lencam 40 17.2 masuk layang 30 11.5
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C1 serak 150 22.3 lencam 190 24.5 kerapu hitam 140 22.3 betok putih 100 16.5
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C2 Buntal 290 23.7 Buntal 690 29 mengke 160 30.5
86
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C3
betok hitam 130 16.2 betok hitam 160 18.3 betok hitam 70 14 lencam 110 18.3 pasir 80 20.6 pasir 50 16.6 lape 100 19 kea‐kea 30 15.2 kea‐kea 20 16.1 kupas‐kupas 50 13.8
Hari ke 6 Tanggal 14‐8‐2010 Waktu 08.00‐12.30 Kondisi Lapangan mendung Kedalaman 175 cm Keadaan Dasar Berkarang Bentuk Bulan Setengah Arus sedang
Catatan Bubu ijuk 3 buah = A Bubu Goni 3 buah = B Bubu karang 3 buah = C
87
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A1
nori 130 17.7 marmut 50 12.4 betok hitam 110 17.2 kerapu merah 90 18.5 betok putih 50 15.4 lape 70 15.4
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A2 nori 200 22.9 betok hitam 60 15.7 Sersan mayor 50 14.6 Sersan mayor 50 14.3
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A3
nori 130 19.3 nori 110 19.1 Sersan mayor 40 14.9 Sersan mayor 30 13.7 nori 70 16.5 marmut 40 11.1
88
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B1 Lape 140 22.3 Marmut 20 10.5 Sersan mayor 30 14.4 Sersan mayor 30 13.7 kea‐kea 20 12
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B2 Betok hitam 90 17 betok hitam 90 15.8 Sersan mayor 80 15.9 marmut 100 13.4 lape 100 18.5
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B3 Sersan mayor 50 14.8 Sersan mayor 50 14.6 Sersan mayor 40 13.7 betok hitam 100 16 kerapu koko 130 24.2
89
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C1
Jarang gigi 150 19.2 Sersan mayor 70 14.5 Sersan mayor 40 14.1 Sersan mayor 40 13.3 Sersan mayor 90 15.4 Betok Hitam 110 16.7
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C2 Sersan mayor 100 15.2 Sersan mayor 50 15 Sersan mayor 50 14.2 Sersan mayor 50 14.3 kerapu koko 90 15.4
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C3
Sersan mayor 50 14.4 Sersan mayor 50 14.1 Sersan mayor 50 14.3 Sersan mayor 50 14.1 jangut 140 22.1 Betok Hitam 60 15.3
90
Hari ke 7 Tanggal 17‐8‐2010 Waktu 08.30‐12.30 Kondisi Lapangan cerah Kedalaman 175 cm Keadaan Dasar Berkarang Bentuk Bulan Setengah Arus deras
Catatan Bubu ijuk 3 buah = A Bubu Goni 3 buah = B Bubu karang 3 buah = C
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A1 betok hitam 90 15.3 strip8 20 7.5 kerapu koko 90 18.5
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A2 swanggi 100 16.9
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A3 betok susu 50 13 betok susu 80 15.8 strip8 20 7.5
91
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B1 kerapu koko 180 21.3 serak 90 19.4 serak 70 16.3
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B2 kerapu hitam 100 20.1 kepiting batu 100 7.7 5serak 60 60
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B3 buntal kuning 160 18.1 betok susu 90 16.3 betok susu 60 15.3 betok susu 70 15 gigi jarang 90 15
92
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C1
kerapu koko 150 13.1 kea‐kea 20 12.2 kea‐kea 20 11 kea‐kea 20 10.4 kea‐kea 20 10.7 betok susu 50 14.2 betok susu 60 14.2 gigi jarang 70 15
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C2 manggi lala 40 13.5
betok susu 60 15.3
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C3
kea‐kea 30 11.3 strip8 20 8.1 manggilala 20 10.4 serak 50 14.3 manggilala 30 10.9 betok hitam 50 12.6 betok hitam 40 11.6
93
Hari ke 8 Tanggal 18‐8‐2010 Waktu 08.00‐12.20 Kondisi Lapangan mendung Kedalaman 2‐4 meter Keadaan Dasar Berkarang Bentuk Bulan separuh Arus besar
Catatan Bubu ijuk 3 buah = A Bubu Goni 3 buah = B Bubu karang 3 buah = C
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A1 strip8 20 7.9
strip8 15 7
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A2 strip8 20 8.1
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A3 betok putih 90 17.1
lencam 50 15.3
94
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B1 kerapu koko 110 20.5 betok hitam 60 14 strip8 10 7.4
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B2 strip8 10 8.3 betok hitam 40 13.1 lencam 50 15.6 betok putih 90 16
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B3
buntal 310 22.5 beseng 50 14.1 strip8 20 7.6 strip8 20 7.6 strip8 20 7.6 betok hitam 100 13.6
95
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C1
kea‐kea 15 11.2 kea‐kea 10 10.6 lencam 60 16.3 kupas‐kupas 30 13.5 strip8 15 7.9 manggilala 100 15.6 betok hitam 90 12.9 manggilala 50 12.9 jarang gigi 80 15.1 kakak tua 70 16 nori 60 14 manggilala 30 11.9 strip8 10 7.9
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C2 kea‐kea 10 10.5 strip8 10 8.6 buntal 300 21.2
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C3 strip8 20 8.6
strip8 10 7.7
96
Hari ke 9 Tanggal 19‐8‐2010 Waktu 08.00‐12.40 Kondisi Lapangan cerah Kedalaman 1‐2 meter Keadaan Dasar Berkarang Bentuk Bulan separuh Arus besar
Catatan Bubu ijuk 3 buah = A Bubu Goni 3 buah = B Bubu karang 3 buah = C
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A1 strip8 20 9.2
kepiting 160 7.1 6.6
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A2
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A3 strip8 20 8.6
marmut 100 13.2
97
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B1 kerapu hitam 110 19.2 kerapu hitam 140 21.6 lencam 40 15.2
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B2 betok hitam 120 17
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B3 strip8 20 8.5
kepongo 200 11 7.5
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C1 betok hitam 140 9 6
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C2 betok putih 70 14.6
betok putih 120 14.2
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C3 lencam 50 17.5 lencam 50 16 lencam 50 15.9
98
Hari ke 10 Tanggal 20‐8‐2010 Waktu 07.30‐11.00 Kondisi Lapangan cerah Kedalaman 1‐2 meter Keadaan Dasar Berkarang Bentuk Bulan separuh Arus besar
Catatan Bubu ijuk 3 buah = A Bubu Goni 3 buah = B Bubu karang 3 buah = C
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A1
kerapu hitam 220 24.2 mogong 100 17.6 marmut 30 9.9 kea‐kea 40 9.9 kea‐kea 40 12.3 kea‐kea 30 11.5 kakak tua 130 17.7 kea‐kea 60 14.7
99
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A2
kea‐kea 110 18.5 kea‐kea 30 11.6 kea‐kea 30 11.1 kea‐kea 20 10.2 nori 140 19.3 kakak tua 110 19.2 kakak tua 90 18.5 Sersan mayor 70 14.7 Sersan mayor 60 13.8 Sersan mayor 70 17.7 Sersan mayor 60 13.8 Sersan mayor 40 12.8 Sersan mayor 60 13.1
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
A3
kakak tua 100 16.4 swanggi 80 15.8 Sersan mayor 60 13.2 Sersan mayor 40 11.5 lape 140 20.7 kakak tua 100 17.3 kakak tua 110 18.2 kakak tua 110 17.8
100
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B1
lape 270 25.3 kakak tua 200 22.9 kakak tua 100 17.6 kea‐kea 40 12 kea‐kea 40 11.5 kea‐kea 30 10.6 kea‐kea 40 11.6 nori 100 20.3 nori 70 14.9 mogong 70 16.1 pogek 60 14
101
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B2
kearapu merah 120 19.8 pogek 90 15.3 pogek 50 14.5 kea‐kea 50 14.1 kea‐kea 40 13.7 kea‐kea 40 12.5 kea‐kea 20 10.5 marmut 20 9.1 marmut 20 8.2 Sersan mayor 30 12 Sersan mayor 50 12.6 Sersan mayor 50 12.7 Sersan mayor 40 13 nori 80 16.4 nori 40 15
102
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
B3
kea‐kea 110 18.2 kea‐kea 110 17.9 kea‐kea 40 13.2 kea‐kea 30 10.2 janggut 180 23.5 lape 160 21.3 tikusan 200 22.9 Sersan mayor 40 12 masuk layang 40 11.6 marmut 10 9.8 kupas‐kupas 10 9.3
103
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C1
kea‐kea 50 11.9 kea‐kea 20 12.7 kea‐kea 30 11.2 kea‐kea 30 11 kea‐kea 20 11.4 kea‐kea 40 12.1 kea‐kea 30 11.8 kea‐kea 10 10.7 Sersan mayor 50 14.3 Sersan mayor 40 13.7 Sersan mayor 60 12.7 Sersan mayor 50 13.5 Sersan mayor 40 13.3 Sersan mayor 40 12.8 pogek 80 15.5
104
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C2
kea‐kea 100 17.6 kea‐kea 40 12.5 kea‐kea 40 12.4 kea‐kea 110 18.5 kea‐kea 30 11 kakaktua 100 17.4 pogek 100 16 pogek 90 16.5 kakaktua 120 19.5 Sersan mayor 40 13.9 Sersan mayor 40 13.2 Sersan mayor 40 13.4 Sersan mayor 40 13.4 Sersan mayor 20 12.5 Sersan mayor 20 12.2 Sersan mayor 30 12.4 Sersan mayor 20 11.5
105
Bubu Jenis Hasil Tangkapan Berat (g) Panjang Total (cm) Panjang Karapas (CL) Lebar Karapas (LW)
C3
kakaktua 90 17.4 kakaktua 100 16.9 kakaktua 70 16.4 mogong 90 15.9 mogong 70 15.3 mogong 90 17.4 kea‐kea 30 11.4 kea‐kea 20 9.6 swanggi 60 14.2 Sersan mayor 40 12.7 Sersan mayor 30 13.5 Sersan mayor 30 12.5 Sersan mayor 30 11.4 Sersan mayor 30 12.3 kupas‐kupas 10 9.4