tutupan sponge dan makroalga pada karang keras di pulau ... · karang, yang terdiri dari sekitar...

87
0 TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU HOGA SULAWESI TENGGARA SKRIPSI Oleh: SYAMSU RIZAL PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016

Upload: docong

Post on 06-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

0

TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA

KARANG KERAS DI PULAU HOGA SULAWESI TENGGARA

SKRIPSI

Oleh:

SYAMSU RIZAL

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016

Page 2: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

i

ABSTRAK

Syamsu Rizal (L111 09 005) Tutupan Sponge dan Makroalga pada Karang

Keras di Pulau Hoga Sulawesi Tenggara. Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Abdul

Haris, M.Si dan Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tutupan sponge dan makroalga

kaitannya dengan kondisi tutupan karang keras dan parameter lingkungan

kaitanya dengan tutupan sponge, makroalga dan karang keras di Pulau Hoga.

Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui sejauh mana degradasi karang oleh

sponge dan makroalga kemudian dijadikan rujukan untuk restorasi ekosistem

terumbu karang.

Penelitian ini dilaksanakan di pulau Hoga, Taman Nasional Wakatobi,

Sulawesi Tenggara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus

2015. Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari pengukuran

kondisi tutupan sponge dan makroalga pada karang keras serta tutupan terumbu

karang pada struktur komunitas terumbu karang (reef flat, reef crest dan reef

slope), serta pengukuran parameter lingkungan yang berpengaruh yaitu suhu,

kedalaman, salinitas, kecepatan arus dan kecerahan. Pengolahan data dalam

penelitian ini dengan menggunakan rumus sedangkan analisis data dalam

penelitian ini menggunakan analisis secara deskriptif dengan menggunakan tabel

dan grafik serta analisis regresi linear berganda dengan menggunakan software

SPSS.

Hasil pengukuran tutupan sponge di Pulau Hoga Sulawesi Tenggara pada

tiga stasiun pengamatan dengan nilai 1,49 – 9,15 %, tutupan makroalga dengan

nilai 0,03 – 0,46 %, tutupan terumbu karang dengan nilai 26,67 – 32,56 yang

termasuk kedalam kategori “buruk” sampai “sedang”. Tutupan sponge,

makroalga dan terumbu karang dipengaruhi oleh parameter lingkungan. Hal

tersebut terlihat pada stasiun III yang memiliki nilai tutupan sponge, makroalga

dan terumbu karang tertinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya yang diduga

diakibatkan oleh kondisi lingkungan yang paling ideal ditemukan pada stasiun

tersebut. Parameter pendukung yang ditemukan pada stasiun III meliputi

kecerahan, kedalaman dan suhu.

Kata Kunci : Pulau Hoga dan keterkaitan antara tutupan sponge, makroalga dan

terumbu karang.

Page 3: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

ii

TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA

KARANG KERAS DI PULAU HOGA SULAWESI TENGGARA

Oleh :

SYAMSU RIZAL

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

pada

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016

Page 4: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Tutupan Sponge dan Makroalga pada Karang Keras di

Pulau Hoga Sulawesi Tenggara

Nama Mahasiswa : Syamsu Rizal Nomor Pokok : L111 09 005 Program Studi : Ilmu Kelautan

Skripsi telah diperiksa dan disetujui oleh :

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Prof. Dr. Ir. Abdul Haris, M.Si Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc NIP.1965 1209 1992 02 1001 NIP. 1961 1201 1987 03 2002

Diketahui oleh :

Dekan Fakultas Ilmu Kelautan Ketua Program Studi Dan Perikanan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Si Dr. Mahatma Lanuru, ST. M.Sc NIP. 1961 1201 1987 03 2002 NIP. 1970 1029 2001 12 1003 Tanggal Lulus : Juni 2016

Page 5: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

iv

RI/WAYAT PENULIS

Penulis lahir di Kota Benteng, Kabupaten

Kepulauan Selayar, pada tanggal 28 Oktober 1991,

putra pertama dari tiga bersaudara dari pasangan

Baharuddin dan Nurhayati. Menyelesaikan pendidikan

sekolah dasar pada tahun 2003, tamat di SLTP di

SMPN 1 Bontomatene pada tahun 2006, tahun 2009

menyelesaikan pendidikan SLTA di SMAN 1 Bontomatene. Pada tahun 2009

melalui Jalur Pemanduan Potensi Belajar (JPPB) di Perguruan Tinggi, penulis

diterima di Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Motivasi untuk mencari pengalaman dan bahan belajar didapatkan

melalui interaksi dengan sesama rekan mahasiswa, ini yang mengantarkan

penulis untuk bergabung dengan berbagai aktivitas organisasi intra maupun

ekstra kampus digeluti penulis selama menjadi mahasiswa. Sempat menjadi

Pengurus HMI Komisariat Ilmu dan Teknologi Kelautan 2011-2012. Pengurus

SEMA KELAUTAN UNHAS 2012-2013. Pengurus Marine Seince Diving Club

(MSDC) Unhas 2011-2015.

Pada tahun 2013 penulis melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata

Profesi (KKNP) dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Desa Pesuloang Kecamatan

Pamboang Kabupaten Majene. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan penulis menyusun

skripsi dengan judul “Tutupan Sponge dan Makroalga pada Karang Keras di

Pulau Hoga Sulawesi Tenggara”.

Page 6: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

v

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan strata satu

(S1) pada Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,

Universitas Hasanuddin Makassar.

Penulisan skripsi ini tidak lain untuk memberikan informasi tutupan

sponge, makroalga, terumbu karang dan keterkaitannya di Pulau Hoga Sulawesi

tenggara kepada seluruh pihak pembaca. Skripsi ini disusun sebagai realisasi

dari kegiatan penelitian pada tanggal 16 Juni 2015 yang berjudul “TUTUPAN

SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU HOGA

SULAWESI TENGGARA”. Selama kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini

banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak sehinga skripsi ini bisa

selesai. Tiada kata lain yang mampu terucap dari lisan ini selain kata “terima

kasih” yang sebesar-besarnya sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan

atas segala bentuk bantuan, doa dan bimbingannya selama menjalani masa

studi di kelautan. Ucapan ini saya berikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Abdul Haris, M.Si dan Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa,

M.Sc sebagai dosen pembimbing utama dan pembimbing anggota yang telah

bersedia meluangkan waktunya dalam membimbing, mengarahkan dan

memberikan perhatiannya kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Syafiuddin, M.Si, Dr. Inayah Yasir, M.Sc dan Dr. Ir. Muh.

Hatta, M.Si sebagai tim penguji yang selalu memberikan kritik dan saran

yang membangun bagi penulis sehingga skripsi ini bisa lebih baik.

3. Bapak Dr. Ir. Syafiuddin selaku penasehat akademik yang telah

memberikan perhatian, mengajar dan membimbing penulis selama menuntut

ilmu di Jurusan Ilmu Kelautan.

4. Bapak dan Ibu pejabat di lingkup Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

Universitas Hasanuddin beserta staf yang telah memberikan bantuannya

secara khusus dalam hal penyelesaian urusan administrasi.

Page 7: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

vi

5. Bapak dan Ibu dosen yang telah mengajar penulis dalam menuntut ilmu di

Jurusan Ilmu Kelautan.

6. Rekan tim surveyor dilapangan penelitian Fahri Angriawan, dan Ulil Amri

Amang, terima kasih saya ucapkan atas perhatian dan pengorbanannya

semua terutama pada saat pengambilan sampel dilapangan.

7. Kepada Saudara-Saudariku Koslet (Kosong Sembilan Kelautan) yang

selalu ada untuk penulis yang tak bisa dituliskan satu persatu, terimakasih

kalian selalu bisa membuat penulis bersemangat dengan canda tawa,

gurauan, perhatian dan pengorbananya.

8. Terima kasih kepada Keluarga Senat Mahasiswa Kelautan Universitas

Hasanuddin yang mengajari dan menempa penulis selama menjadi

mahasiswa, Marine Science Diving Club Unhas yang memberikan penulis

pengalaman yang begitu berharga khususnya di dunia penyelaman berbasis

keilmuan.

9. Terima kasih buat kanda-kanda di NYPAH atas bantuannya selama ini.

Tidak lupa ucapan terima kasih yang teristimewa kepada kedua orang tuaku

tercinta, atas kasih sayang tulus dan tanpa pamrih yang telah mereka berikan.

Juga buat saudara-saudaraku atas kasih sayang, dorongan, pengertian dan

pengorbanan yang selama ini diberikan.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah berusaha untuk memberikan

yang terbaik, namun karena keterbatasan penulis sebagai manusia biasa yang

tidak lepas dari kekurangan, penulis masih menyadari bahwa masih terdapat

kekurangan-kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, namun dengan

keterbatasan yang ada penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pembaca. Amin Yarabbal Alamin.

Penulis,

Syamsu Rizal

Page 8: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

vii

DAFTAR ISI

Teks Halaman

ABSTRAK ............................................................................................................. i HALAMAN JUDUL ............................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. iii RIWAYAT PENULIS ........................................................................................... iv KATA PENGANTAR ............................................................................................ v DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii DAFTAR TABEL ................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1 B. Tujuan dan Manfaat .................................................................................... 2 C. Ruang Lingkup ........................................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 4

A. Terumbu Karang ......................................................................................... 4 B. Morfologi Sponge ....................................................................................... 6 C. Ekologi Sponge .......................................................................................... 8 D. Faktor Lingkungan Sponge ......................................................................... 9 E. Morfologi Makroalga ................................................................................. 10 F. Ekologi Makroalga .................................................................................... 11 G. Faktor Lingkungan Makroalga .................................................................. 12

1. Suhu ....................................................................................................... 12 2. Intensitas cahaya/kecerahan .................................................................. 13 3. Salinitas ................................................................................................. 15 4. Pergerakan air (arus) dan substrat/habitat .............................................. 16 5. Kedalaman ............................................................................................. 19

III. METODE PENELITIAN ................................................................................. 21

A. Waktu dan Tempat ................................................................................... 21 B. Alat dan Bahan ......................................................................................... 21 C. Prosedur Penelitian .................................................................................. 22

1. Tahap Persiapan .................................................................................... 22 2. Tahap Survei Lokasi ............................................................................... 22 3. Penentuan Stasiun ................................................................................. 22 4. Pengambilan Data Lapangan ................................................................. 23

D. Pengolahan Data ...................................................................................... 27 1. Kondisi Tutupan Karang Keras ............................................................... 27

Page 9: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

viii

2. Tutupan Jenis Sponge dan Makroalga ................................................... 28 3. Parameter Lingkungan ........................................................................... 29

E. Analisis Data............................................................................................. 29 1. Keterkaitan antara Tutupan Sponge dan Makroalga dengan Tutupan

Karang Keras ......................................................................................... 29 2. Keterkaitan antara Parameter Lingkungan dengan Tutupan Sponge,

Makroalga dan Karang Keras ................................................................. 30 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 31

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................................... 31 B. Tutupan Karang Keras .............................................................................. 32 C. Tutupan Jenis Sponge .............................................................................. 37 D. Tutupan Jenis Makroalga.......................................................................... 40 E. Keterkaitan antara Tutupan Sponge dan Makroalga dengan Tutupan

Karang Keras............................................................................................ 43 F. Keterkaitan antara Parameter Lingkungan dengan Tutupan Sponge,

Makroalga dan Karang Keras ................................................................... 45 1. Suhu ....................................................................................................... 46 2. Kedalaman ............................................................................................. 47 3. Salinitas ................................................................................................. 47 4. Kecepatan Arus ...................................................................................... 48 5. Kecerahan .............................................................................................. 49

V. SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 52

A. Simpulan .................................................................................................. 52 B. Saran ........................................................................................................ 53

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 54 LAMPIRAN ........................................................................................................ 61

Page 10: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman 1. Kode-kode yang digunakan dalam mendata bentuk pertumbuhan biota ...... 27 2. Kriteria penutupan kondisi terumbu karang berdasarkan penutupan

Karang hidupnya (Kepmen Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2004). ............. 28 3. Genera sponge yang ditemukan pada zona terumbu karang yang berbeda

di tiap stasiun. .............................................................................................. 37 4. Genus makroalga yang ditemukan pada zona terumbu karang yang

berbeda di tiap stasiun. ................................................................................ 41 5. Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan Pulau Hoga................................. 46

Page 11: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

1. Morfologi dan Struktur Internal Sponge: a) Callyspongia samarensis dan Haplosclerida, Ternate, Provinsi Maluku, Indonesia (foto N.J. de Voogd); b) SEM citra penampang mesohyl dari Scopalina ruetzleri diperoleh dengan teknik freeze - rekah (courtesy L. de Vos ); c) Detail ruang choanocyte dari Scopalina ruetzleri (courtesy L. de Vos) (Soest et al., 2012). ............................................................................................................ 8

2. Peta Lokasi Penelitian.................................................................................. 21 3. Skema cara pencatatan data karang hidup, biota lain dan substrat dasar

terumbu karang dengan metode PIT (Manuputty dan Djuwariah, 2009) ....... 23 4. Skema peletakan kuadrat untuk mengetahui tutupan sponge dan

makroalga (Pratama, 2014).......................................................................... 25 5. Tutupan komponen dasar terumbu karang pada stasiun I ........................ 32 6. Tutupan komponen dasar terumbu karang pada stasiun II ....................... 33 7. Tutupan komponen dasar terumbu karang pada stasiun III ...................... 34 8. Persentase kondisi tutupan karang hidup di setiap stasiun .......................... 36 9. Persentase tutupan sponge di setiap stasiun ............................................... 40 10. Persentase tutupan makroalga di setiap stasiun .......................................... 43 11. Persentase tutupan sponge, makroalga dan terumbu karang di setiap

stasiun ......................................................................................................... 44

Page 12: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Teks Halaman 1. Tutupan Jenis Sponge dan Makroalga di Pulau Hoga Wakatobi .................. 61 2. Tutupan Kategori Substrat Dasar di Pulau Hoga Wakatobi .......................... 62 3. Tutupan Sponge, Makroalga dan Karang Keras di Pulau Hoga Wakatobi .... 63 4. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ....................................................... 64 5. Parameter Lingkungan di Pulau Hoga Wakatobi .......................................... 66 6. Jenis Sponge yang ditemukan di Pulau Hoga Wakatobi .............................. 67 7. Jenis Makroalga yang ditemukan di Pulau Hoga Wakatobi .......................... 72 8. Proses Pengambilan Data Lapangan ........................................................... 74

Page 13: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun
Page 14: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang

penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di

dalam ekosistem terumbu karang ini pada umumnya hidup lebih dari 300 jenis

karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska,

crustacean, sponge, alga, lamun dan biota lainnya (Dahuri, 2000).

Ekosistem terumbu karang sangat khas dan hanya mampu hidup pada

kondisi tertentu. Karang pembentuk terumbu terutama berasal dari kelompok

karang hermatipik. Karang hermatipik (karang keras) merupakan organisme yang

sangat sensitive terhadap perubahan lingkungan. Perubahan lingkungan yang

terjadi akan menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem. Degradasi

lingkungan dapat terjadi secara alami dan juga oleh perbuatan manusia

Ketidakseimbangan yang terjadi dapat menyebabkan perubahan struktur

komunitas dari terumbu karang menjadi komunitas makroalga dan atau sponge

(Karleskint et al., 2010).

Makroalga adalah tumbuhan bertalus yang banyak dijumpai hampir di

seluruh perairan pantai Indonesia terutama di rataan terumbu karang. Makroalga

bentik ini terdiri atas divisi chlorophyta (alga hijau), phaeophyta (alga coklat) dan

rhodophyta (alga merah) yang umumnya melekat pada suatu substrat (Kadi dan

Atmajaya, 1988). Pada kondisi lingkungan yang masih alami, makroalga menjadi

bagian penting di ekosistem terumbu karang. Namun, pada kondisi karang yang

telah mengalami degradasi, keberadaan makroalga akan menjadi kompetitor

(Karleskint et al., 2010).

Sponge adalah hewan invertebrate yang memperoleh makanan melalui

penyaringan air (filter feeder) ini banyak ditemukan hidup di laut. Sponge

Page 15: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

2

termasuk anggota komunitas bentik di ekosistem terumbu karang dengan

keanekaragaman dan kelimpahan yang cukup tinggi di ekosistem terumbu

karang. Lesser (2006) memasukannya sebagai salah satu organisme yang

memiliki kelimpahan dan keanekaragaman jenis yang cukup tinggi setelah

karang. Keberadaan sponge sebagai partner asosiasi bagi karang dapat

meningkatkan fungsi dari ekosistem terumbu karang sebagai penyedia habitat

bagi organisme yang hidup di dalamnya. Namun beberapa jenis sponge dapat

menjadi degradator bagi karang. Diantaranya adalah, sponge jenis Clionid yang

dapat merusak bagian rangka kapur karang keras (Glynn et al., 2010).

Pulau Hoga merupakan salah satu pulau di Kawasan Taman Nasional

Wakatobi, memiliki rataan struktur komunitas terumbu karang yang lengkap

dengan tingkat penurunan kondisi yang telah teridentifikasi sejak tahun 2002

sampai 2015 (Powell et al., 2014). Salah satu penyebab penurunan kondisi

tersebut diduga akibat menurunnya daya dukung lingkungan terhadap ekosistem

terumbu karang. Hal tersebut diduga berbanding terbalik dengan keberadaan

sponge dan makroalga yang berpotensi menjadi degradator bagi ekosistem

terumbu karang. Powell et al. (2010) juga menambahkan bahwa sponge

berperan sebagai pesaing spasial kunci dan merupakan komponen integral dari

sistem terumbu karang tropis yang memainkan beberapa peran fungsional

termasuk siklus nutrisi, konsolidasi karang, bio - ion erosi, memfasilitasi produksi

primer dan benthos - kopling pelagis. Berdasarkan dugaan tersebut dianggap

perlu untuk mengetahui tutupan sponge dan makroalga pada karang keras di

Pulau Hoga Sulawesi Tenggara.

B. Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tutupan sponge dan makroalga

kaitannya dengan kondisi tutupan karang keras dan parameter lingkungan

Page 16: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

3

kaitanya dengan tutupan sponge, makroalga, dan karang keras di Pulau Hoga,

Sulawesi Tenggara. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui

sejauh mana degradasi karang keras oleh sponge dan makroalga kemudian

dijadikan rujukan untuk restorasi ekosistem terumbu karang.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini meliputi pengukuran kondisi tutupan sponge dan

makroalga serta tutupan karang keras pada struktur komunitas terumbu karang

(reef flat, reef crest dan reef slope) serta pengukuran parameter lingkungan yang

berpengaruh yaitu suhu, kedalaman, salinitas, kecepatan arus dan kecerahan.

Page 17: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Terumbu Karang

Banyak pengertian tentang terumbu karang diberikan oleh para ahli,

dimulai dengan Darwin (1842), selanjutnya dijelaskan lagi oleh Ditlev (1980),

Nybakken (1992), Veron (1993), UNEP (1993) dan Suharsono (1996), yang

telah disahkan terumbu karang sebagai sistem khas tropik yang dilindungi.

Secara sederhana terumbu karang adalah suatu ekosistem yang terdiri dari

hewan, tumbuhan, ikan, kerang dan biota lainnya yang terdapat di kawasan

tropis yang memerlukan intensitas cahaya matahari untuk hidup. Kondisi

yang paling baik untuk pertumbuhan karang di suatu perairan adalah yang

mempunyai kedalaman 15 – 20 meter, bahkan ia juga dapat hidup pada

kedalaman 60 – 70 meter dengan perkembangan yang tidak sempurna

(Dahuri, 2003).

Hewan karang dapat dibedakan menurut bentuk (lifeform) ada yang

dikenal dengan karang bercabang (brancing), meja (tabulate), bunga/daun

(foliose), kerak (encrusting), bulat padat (massive), gundukan (sub massive),

dan cendawan/jamur (mushroom) (Veron, 1993 dalam Dahuri, 2003). Akan

tetapi karang juga dapat dibedakan berdasarkan ordonya (order scleractinia),

ada yang dikenal dengan terumbu karang hermatipik (reef building) dimana

memerlukan cahaya untuk dapat tumbuh dan berkembang, selanjutnya juga

ada yang dikenal sebagai karang bukan terumbu karang (reef non building)

dikenal dengan istilah ahermatipik, dimana tidak tergantung kepada cahaya

untuk hidup biasanya dikenal dengan akar bakau. Sedangkan karang-karang

yang tidak mempunyai kerangka dikenal dengan karang lunak “soft coral”

dan ada juga karang yang berkaitan dengan sea anemoni.

Page 18: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

5

Struktur dan komposisi komunitas karang pada suatu kawasan terumbu

berbeda-beda menurut puncak terumbu, kemiringan terumbu ke arah laut

lepas dan pada dataran terumbu yang mengarah ke dataran. Pada dataran

terumbu yang mengarah kedataran merupakan zona pembuka (eksposure)

yang mengalami hantaman ombak. Komunitas karang pada zona ini

mempunyai bentuk yang kokoh dan bercabang pendek. Berdasarkan pada

formasi struktur komunitas karang menurut penyebarannya pada daerah

pantai, maka terbagi beberapa zona karang (Haerul, 2013), yaitu:

a. Inner Zona merupakan zona bersubstrat pasir dan pasir bercampur pecahan

karang yang di tumbuhi lamun.

b. Mixed Coral Zona pada zona ini terdapat campuran karang dari

berbagai jenis seperti Acropora sp., Goniastrea retiformis, Leptoria phyrgia,

Heliopora coerulea, Favia dan Favites abtida.

c. Acropora Formosa Zone terletak lebih ketengah dari Mixed Coral Zone. Zona

ini didominasi oleh Acropora formose, dengan diselingi oleh Favia, Favites,

Goniastrea dan Leptoria.

d. Outer Zone terletak diatas kemiringan laguna yang tersusun oleh karang

Acropora spp., Pocillopra, Echinopora lamellosa, Leptoria phrygia,

Goniastrea retiformis.

e. Zona Karang Terumbu berturut-turut dari puncak kebawah diduduki oleh

Echinopora lamellosa, Acropora formosa, Helomitra, Herpolitha, Fungia dan

karang campuran.

Menurut Haerul (2013) ekosistem terumbu karang pada dasarnya dapat

dijumpai tiga macam bentuk permukaan dasar yang merupakan zonasi

ekosistem terumbu karang, yaitu :

Page 19: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

6

1. Rataan Terumbu (Reef Flat)

Bentuk permukaan dasar terumbu karang yang mendatar di tempat dangkal

ini banyak dipengaruhi oleh keadaan pasang surut air laut dan gelombang

sehingga habitat ini memiliki kondisi lingkungan yang bervariasi dan berfluktuasi

sangat besar. Pada keadaan pasang surut, banyak bagian yang menderita

kekeringan dan pada tipe terumbu karang pantai mendapatkan banyak pengaruh

endapan dari darat, air tawar dan tambahan nutrient dari darat.

2. Lereng Terumbu (Reef Slope)

Bentuk permukaan dasar yang miring ini dapat dibedakan menjadi dua

lereng terumbu. Lereng terumbu miring ketempat yang lebih dalam diluar rataan

terumbu kearah laut lepas disebut lereng terumbu dengan (fore reef slope) dan

lereng terumbu yang kearah goba disebut terumbu belakang atau lereng goba.

Lereng terumbu depan keadaannya terbuka menghadap ombak dan laut terbuka,

sedangkan lereng goba terlindungi dari gempuran ombak karena adanya rataan

terumbu.

3. Dasar Goba (Lagoon Floor) atau Teras Datar (Sub-Marine-Terrace)

Bentuk permukaan dasar yang mendatar ditempat dalam ini mempunyai

kondisi yang lebih bervariasi dibandingkan dasar goba yang biasanya merupakan

tempat akumulasi sedimen. Dasar teras yang dangkal merupakan komunitas

terumbu karang yang padat atau komunitas dasar yang padat apabila cukup arus

dan ombak yang dapat menghalau akumulasi organisme yang dibawa dari

tempat dangkal.

B. Morfologi Sponge

Sponge merupakan hewan multiseluler dengan tubuh lunak (soft

bodied), pertumbuhan yang sangat lambat, sessil dan berwarna terang. Tekanan

lingkungan, seperti kompetisi ruang, cahaya, dan sumber lainnya menyebabkan

Page 20: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

7

terjadinya keanekaragaman kimia pada berbagai organisme bentik, termasuk

sponge yang berfungsi sebagai pertahanan diri terhadap serangan predator.

Sponge merupakan makro invertebrata laut yang menjadi sumber senyawa

bioaktif baru dengan berbagai potensi biomedis sebagai antitumor,

antimikrobia, antivirus dan lain-lain (Pabel et al., 2003).

Secara umum, tubuh sponge terdiri atas dinding tubuh, ostia (tempat

masuknya air), atrium (rongga tubuh) dan oskulum (tempat keluarnya air).

Sponge memiliki bentuk yang bervariasi, ada yang berbentuk cabang, pipih,

mangkok, cerobong dan ada pula yang berbentuk bola (Rachmaniar et al., 1994).

Sponge terdiri dari beberapa jenis sel yang menyusun struktur tubuh dan

biomassanya. Sel-sel tersebut memiliki fungsi yang berperan dalam

organisasi tubuh sponge. Dinding tubuh sponge terorganisasi secara

sederhana. Lapisan luar dinding tubuh disusun oleh sel-sel pipih yang

disebut pinacocytes. Pada dinding tubuh sponge juga terdapat pori-pori

tempat masuknya air ke dalam tubuh, yang dibentuk oleh porocyte. Sel-sel

ini dapat membuka dan menutup dengan adanya kontraksi. Pada bagian

dalam pinacoderm terdapat mesohyl, yang terdiri dari matriks protein

bergelatin yang mengandung skeleton dan sel-sel amoeboid. Lapisan ini

berfungsi seperti jaringan ikat pada metazoa lainnya. Skeleton sponge

demospongia terbentuk dari spikula bersilika dan serat protein spongin.

Spikula sponge memiliki jenis yang beragam, sehingga dijadikan dasar untuk

identifikasi sponge. Spikula berada di dalam mesohyl, namun sering juga

ditemukan pada lapisan pinacoderm. Sel-sel amoeboid dapat ditemukan pada

mesohyl, dan tersusun dari beberapa jenis sel. Archaeocyt adalah sel

berukuran besar dengan nukleus yang besar pula. Sel ini merupakan sel

fagositosis dan berperan dalam digesti makanan, serta bersifat totipotent. Sel-

sel lainnya adalah collencytes, sclerocytes, dan spongocytes, serta

Page 21: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

8

choanocytes, terdapat pada bagian dalam mesohyl, sejajar dengan

spongocoel. Sel ini berperan dalam pergerakan air dalam tubuh sponge dan

untuk menyediakan makanan (Meutia et al., 2011).

Gambar 1. Morfologi dan Struktur Internal Sponge: a) Callyspongia samarensis

dan Haplosclerida, Ternate, Provinsi Maluku, Indonesia (foto N.J. de Voogd); b)

SEM citra penampang mesohyl dari Scopalina ruetzleri diperoleh dengan teknik

freeze - rekah (courtesy L. de Vos ); c) Detail ruang choanocyte dari Scopalina

ruetzleri (courtesy L. de Vos) (Soest et al., 2012).

C. Ekologi Sponge

Sponge termasuk filum porifera yang merupakan hewan bersel banyak

paling sederhana, dikatakan demikian karena kumpulan organ maupun

kemampuan geraknya sangat kecil dan hidupnya bersifat sessile. Filum

porifera dibagi menjadi 3 kelas yaitu calcarea, hexactinellida dan

demospongiae. Kelas calcarea merupakan sponge yang jumlahnya sedikit

sekitar 10% dari jumlah semua hewan sponge yang ada di laut. Kelas

hexactinellida belum banyak dikenal, karena sulit didapat dan hanya terdapat

di laut dalam (< 500 m). Kelas demospongiae terdiri dari 90% dari sekitar

4500 – 5000 jenis, dari total jenis yang hidup di dunia. Kelas ini dibagi

Page 22: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

9

menjadi 3 subkelas, 13 ordo, 71 famili dan 1005 genera, meskipun hanya

507 genera yang dinyatakan masih ada, 481 genera hidup diperairan laut

dan 26 genera hidup di air tawar (Hooper 2000). Kelas Demospongiae

adalah sponge yang paling banyak ditemukan dan penyebarannya luas,

jenis sponge ini beragam dan relatif banyak mendapatkan perhatian dari para

ahli biokimia.

Komunitas sponge laut disuatu wilayah perairan mampu menjadi salah

satu bioindikator kualitas perairan laut mengingat sifat dari sponge laut

yang immobile serta persebaran telur dan larvanya akan selalu terbatasi

oleh barrier yang ada (Ackers and Moss, 2007) mengharuskan sponge

tersebut selalu beradaptasi terhadap komponen- komponen fisik maupun biotik

yang terdapat pada wilayah tersebut (Alcolado, 2007).

D. Faktor Lingkungan Sponge

Parameter fisik perairan tersebut juga akan mempengaruhi komposisi life

form sponge tersebut. Beberapa faktor fisik perairan yang mampu mempengaruhi

struktur komunitas sponge adalah arus, kedalaman, suhu, salinitas, ombak,

kekeruhan, serta tipe sedimen perairan. Pada lokasi dengan kecepatan arus

tinggi pada umumnya akan lebih sering ditemui sponge dengan life form massive

(pejal) beserta encrusting (merayap). Sedangkan pada perairan dengan arus

relatif tenang, heterogenitas life form sponge akan lebih beragam mulai dari

sponge branching (bercabang), cup like (seperti gelas), beserta life form lainnya.

Kestabilan substrat akan berpengaruh pada komposisi spesies dalam

struktur komunitas sponge didalamnya (Jackson, 1985 ; Glynn, et al. 2010),

ukuran distribusi komunitas sponge (Cheroske et al., 2000), serta tingkat

rekrutmen sponge tersebut (Fox et al., 2005). Sponge yang terdapat pada

substrat 3 rubble (karang mati) akan lebih sering rusak apabila terjadi

Page 23: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

10

penumpukan (Rasser and Riegl, 2002) yang berpengaruh pada daya tahan dan

pertumbuhannya (Trautman et al., 2000). Glynn et al. (2010) menyebutkan

bahwa sponge (Porifera) akan memiliki pertumbuhan lebih optimal pada substrat

yang berbatu dibanding sponge yang hidup di substrat kerikil atau rubble.

E. Morfologi Makroalga

Morfologi makroalga menunjukkan keanekaragaman yang sangat besar,

tetapi semua selnya selalu jelas mempunyai inti dan plastida, dan dalam

plastidanya terdapat zat-zat warna derivat klorofil, yaitu klorofil-a atau klorofil-b

atau kedua-duanya selain derivat klorofil terdapat pula zat warna lain inilah

yang justru kadang-kadang lebih menonjol dan menyebabkan kelompok

ganggang tertentu diberi nama menurut warna tersebut. Zat warna tersebut

berupa fikosianin (berwarna biru), fikosantin (berwarna pirang), fikoeritrin

(berwarna merah). Di samping itu juga dapat ditemukan zat-zat warna santofil,

dan karoten (Tjitrosoepomo, 2005).

Banyak jenis makroalga yang beradaptasi terhadap tipe substrat yang

berbeda-beda. Jenis yang menempati subtrat berpasir umumnya memiliki habitat

dengan subtrat yang keras (berbatu), memiliki “Holdfast” yang berkembang baik,

barcabang-cabang atau berbentuk cakram (discoidal) yang disebut “hapter”,

“holdfast” jenis ini mencengkram subtrat dengan kuat dan umumnya dijumpai di

daerah yang berarus kuat (Oktaviani, 2002).

Makroalga yang berukuran besar tergolong dalam tiga kelompok besar,

yaitu chlorophyceae (alga hijau), phaeophyceae (alga coklat) dan rhodophyceae

(alga merah). Sebagai produsen primer, kelompok alga ini juga menfiksasi bahan

organik dari bahan anorganik dengan bantuan cahaya matahari yang

dimanfaatkan langsung oleh herbivor (Asriyana dan Yuliana, 2012).

Page 24: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

11

Perkembangbiakan makroalga dapat terjadi melalui dua cara, yaitu

secara vegetatif dengan thallus dan secara generatif dengan thallus

diploid yang menghasilkan spora. Perbanyakan secara vegetatif

dikembangkan dengan cara setek, yaitu potongan thallus yang kemudian

tumbuh menjadi tanaman baru. Sementara perbanyakan secara generatif

dikembangkan melalui spora, baik alamiah maupun budidaya. Pertemuan

dua gamet membentuk zigot yang selanjutnya berkembang menjadi sporofit.

Individu baru inilah yang mengeluarkan spora dan berkembang melalui

pembelahan dalam sporogenesis menjadi gametofit (Anggadiredja et al., 2006).

Pada thallophyta spora benar-benar merupakan alat reproduksi, yaitu

sebagai calon-calon individu baru. Sifat gamet yang beranekaragam,

demikian pula gametangiumnya, menyebabkan perbedaan-perbedaan pula

dalam terjadinya peleburan sel-sel kelamin itu. Istilah-istilah yang bertalian

dengan cara perkembangbiakan seksual pada tumbuhan thallus seperti

misalnya: isogami, 5 anisogami, gametangiogami, dan oogami, mencerminkan

adanya perbedaan-perbedaan tersebut (Tjitrosoepomo, 2005).

F. Ekologi Makroalga

Alga (tumbuhan ganggang) merupakan tumbuhan thallus yang hidup di air,

baik air tawar maupun air laut, setidak-tidaknya selalu menempati habitat yang

lembab atau basah. Alga yang hidup di air ada yang bergerak aktif, ada yang

tidak. Jenis-jenis yang hidup di air, terutama yang tubuhnya ber sel tunggal

dan dapat bergerak aktif merupakan penyusun plankton, tepatnya fitoplankton

(Tjitrosoepomo, 2005).

Makroalga merupakan salah satu jenis tumbuhan tingkat rendah yang

hidup di sekitar ekosistem terumbu karang (Nybakken dan Bertness 2005).

Makroalga terbagi menjadi empat kelompok berdasarkan bentuk

Page 25: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

12

pertumbuhannya yaitu fleshy algae, crustose coralline algae, alga berkapur dan

alga turf. Pada kondisi lingkungan yang masih alami, makroalga menjadi

bagian penting di ekosistem terumbu karang. Namun, pada kondisi karang

yang telah mengalami degradasi, keberadaan makroalga akan menjadi

kompetitor (Karleskint et al., 2010).

Proses kehidupan makroalga sangat bergantung kepada faktor-faktor

ekologi, seperti cahaya, salinitas, suhu, dan konsentrasi nurien dalam air.

Aspek ekologi merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan perkembangan

makroalga. Substrat dasar merupakan tempat menempel makroalga untuk

proses pertumbuhan dan perkembangan makroalga. Setiap jenis makroalga

memiliki karakteristik habitat atau tempat menempel yang berbeda-beda.

Makroalga pada daerah litoral dan sublitoral biasanya hidup menempel

pada substrat yang keras seperti karang mati dan ada juga yang hidup

menempel pada substrat berpasir. Makroalga yang hidup di daerah berpasir

memiliki sistem khusus, yaitu sistem holdfast yang relatif besar dan kokoh,

seperti pada spesies Halimeda sp., Sargassum sp. dan sebagainya

(Paonganan, 2008).

G. Faktor Lingkungan Makroalga

1. Suhu

Koesobiono (1979), menyatakan bahwa suhu merupakan salah satu faktor

pembatas yang penting dalam lingkungan bahari. Setiap makhluk hidup memiliki

toleransi yang berbeda-beda terhadap suhu. Umumnya suhu mempengaruhi

proses-proses metabolisme tubuh.

Suhu memegang peranan penting bagi pertumbuhan dan perkembangan

alga. Menurut Luning (1990), temperatur optimal untuk tumbuhan alga dapat

dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu : berkisar 0 – 10 °C untuk alga di daerah

Page 26: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

13

beriklim hangat dan 15 °C – 30 °C untuk alga hidup di daerah tropis. Sulistiyo

(1980), menyatakan pertumbuhan yang baik untuk alga di daerah tropis adalah

20 °C – 30 °C.

Menurut Chapman (1997), perubahan suhu yang ekstrim akan

mengakibatkan kematian bagi makroalga, terganggunya tahap-tahap reproduksi

dan terhambatnya pertumbuhan. Selanjutnya menurut Luning (1990), secara

fisiologis, suhu rendah mengakibatkan aktifitas biokimia dalam tubuh thallus

berhenti, sedangkan suhu yang terlalu tinggi akan mengakibatkan rusaknya

enzim dan hancurnya mekanisme biokimiawi dalam thallus makroalga.

Keanekaragaman dan kelimpahan alga sangat dipengaruhi oleh adanya

perubahan suhu, misalnya penurunan dan penaikan suhu yang tinggi akan dapat

menurunkan keanekaragaman jenis makroalga. Namun ada beberapa jenis

makroalga yang tahan terhadap perubahan suhu, misalnya Eucheuma spp.

hanya tahan terhadap suhu yang kecil, sedangkan Gracilaria spp. tahan

terhadap perubahan suhu yang tinggi.

Penelitian laboratorium tentang pengaruh suhu terhadap aktivitas

fotosíntesis Gelidium sp. menunjukan bahwa fotosintesis akan terus meningkat

sampai pada suhu 30 °C, dan mengalami penurunan secara drastis pada suhu di

atas 35 °C (Kadi, 1999).

2. Intensitas cahaya/kecerahan

Kecerahan adalah sejumlah atau sebagian cahaya yang diteruskan pada

kedalaman yang dinyatakan dalam persen. Kecerahan merupakan salah satu

faktor dalam suatu perairan dimana fitoplankton dan organisme hidup seperti

makroalga membutuhkan cahaya matahari untuk proses fotosíntesis. Cahaya

matahari adalah faktor utama yang sangat dibutuhkan oleh tumbuhan laut seperti

Page 27: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

14

makroalga, dimana pada kedalaman tertentu yang sudah tidak didapatkan

cahaya matahari, makroalga tidak dapat hidup ( Nybakken, 1988) .

Sumich (1992) mengatakan bahwa cahaya merupakan faktor pembatas

yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan distribusi makroalga di laut.

Dengan bantuan cahaya matahari, makroalga mensintesis bahan organik dari

unsur yang sederhana. Agar dapat berfotosintesis, makroalga harus tumbuh di

bagian laut yang dangkal, sehingga kebutuhan akan cahaya matahari dapat

terpenuhi.

Pencahayaan sudah jelas peranannya dalam mendukung pertumbuhan alga

sebagai organisme fotosintetik. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Atmajaya

(1999), bahwa kualitas dan macam pencahayaan dapat menentukan kualitas

pertumbuhan. Alga hijau tampaknya lebih efisien dalam memanfaatkan cahaya

merah sehingga banyak tumbuh optimal pada intensitas cahaya sedang sampai

rendah di tempat yang agak dalam.

Sumich (1992), juga berpendapat bahwa kemampuan cahaya matahari

untuk menembus air laut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain yaitu:

penyerapan cahaya oleh atmosfir, cuaca, sudut datangnya cahaya dan

kejernihan air.

Lebih jauh diungkap oleh Sumich (1992), bahwa di daerah pantai, penetrasi

cahaya berfluktuasi akibat pengaruh faktor lingkungan seperti partikel (suspensi)

terlarut, plankton dan lumpur. Di pantai yang keruh, penetrasi cahaya hanya

dapat mencapai kedalaman 15 m saja (maksimal 40 m). Kandungan padatan

tersuspensi dan nutrient khususnya dalam zona kepulaun Spermonde cenderung

agak tinggi dan menjadi penyebab keadaan eutrofik (Jompa, 2001 dalam

Oktaviani ,2002).

Kekeruhan karena suspensi sedimen dapat mengurangi penetrasi cahaya

dan akan mempengaruhi kehidupan tumbuhan makroalga. Selain karena

Page 28: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

15

padatan tersuspensi, kekeruhan dapat pula disebabkan oleh pertumbuhan epifit

alga dan fitoplankton yang pesat, karena limbah domestik atau limbah organik

juga dapat menurunkan kadar energi cahaya untuk tumbuhan alga

(Supriharyono, 2000).

3. Salinitas

Menurut Nontji (2002), salinitas merupakan ukuran bagi jumlah zat

padat yang larut dalam suatu volume air dan dinyatakan dalam permil, di

perairan samudera salinitas biasanya berkisar antara 34-35 0/00. Di perairan

pantai karena terjadi pengenceran, misalnya karena pengaruh aliran sungai,

salinitas bisa turun rendah. Sebaliknya di daerah dengan penguapan yang

sangat kuat, salinitas bisa meningkat tinggi.

Menurut Kadi & Atmajaya (1988), alga bentik tumbuh pada perairan

dengan salinitas 13 – 37 0/00. Sedangkan menurut Luning (1990), makroalga

umumnya hidup di laut dengan salinitas antara 30 - 32 0/00, namun banyak jenis

makroalga hidup pada kisaran salinitas yang lebih besar. Salinitas berperan

penting dalam kehidupan makroalga. Salinitas yang terlalu tinggi atau terlalu

rendah akan menyebabkan gangguan pada proses fisiologis.

Sebagai adaptasi terhadap fluktuasi salinitas di habitatnya, makroalga dapat

mengatur konsentrasi ion di dalam tubuhnya seperti K+ , Na+, Cl- dan

konsentrasi bahan organik seperti manitol (alga coklat), floridoside (alga merah)

dan sukrosa (alga hijau). Hal ini dilakukan untuk menjaga agar konsentrasi cairan

di luar sel dan di dalam sel seimbang. Salinitas juga mempengaruhi penyebaran

makroalga di laut. Makroalga yang mempunyai toleransi yang besar terhadap

salinitas (eurihalin) akan tersebar lebih luas dibanding dengan makroalga yang

mempunyai toleransi yang kecil terhadap salinitas (stenohalin) (Kadi & Atmajaya,

1988).

Page 29: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

16

4. Pergerakan air (arus) dan substrat/habitat

Pergerakan air merupakan faktor ekologi primer yang mengontrol lingkungan

dan status makroalga dalam suatu komunitas. Gelombang dan arus amat penting

dalam proses aerasi, transpor nutrisi dan pencampuran air untuk menjaga

kestabilan suhu air laut. Gelombang juga penting dalam mengontrol biomassa.

Hal ini dapat terlihat pada saat terjadi ombak besar banyak ditemukan makroalga

yang terdampar di sepanjang tepi pantai. Arus dapat juga mempengaruhi

distribusi lokal makroalga dan memodifikasi faktor lingkungan dengan cara

mengurangi kondisi salinitas, temperatur air, pH, DO, dan lain- lain (Luning,

1990)

Selanjutnya Trono & Ganzon-Fortes (1988) dalam Oktaviani (2002),

mengatakan banyak jenis makroalga yang beradaptasi terhadap tipe substrat

yang berbeda-beda. Jenis yang menempati subtrat berpasir umumnya memiliki

habitat dengan subtrat yang keras (berbatu), memiliki “holdfast” yang

berkembang baik, barcabang-cabang atau berbentuk cakram (discoidal) yang

disebut “hapter”, “holdfast” jenis ini mencengkram subtrat dengan kuat dan

umumnya dijumpai di daerah yang berarus kuat.

Kadi (1999) membedakan tipe substrat dasar laut menjadi tiga yaitu :

paparan pasir (sand flat), paparan batu karang (reef flat), dan parit air (moat). Di

paparan ini ada bagian yang kering dan tergenang pada waktu surut rendah.

Paparan yang tergenang air umumnya menyerupai cekungan atau permukaan

substrat yang tidak rata. Daerah parit merupakan tempat yang selalu tergenang

air dengan kedalaman 10-50 cm, dengan karang mati dan karang hidup

merupakan tempat tumbuh yang baik bagi pertumbuhan rumput laut. Daerah

paparan pasir dan paparan batu karang umumnya mengalami kekeringan pada

waktu surut terendah. Makroalga yang tumbuh di substrat ini memperlihatkan

toleransi yang tinggi terhadap kekeringan. Jenis rumput laut yang tahan terhadap

Page 30: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

17

kekeringan antara lain Chlorophyceae : Ulva, Avrainvillea dan Bornetella,

Phaeophyceae : Sargassum dan Padina, Rhodophyceae : Gracilaria, Hypnea

dan Acanthophora.

Perbedaan keragaman jenis alga bentik antar lokasi pengamatan tidak lepas

dari jenis substrat dan gerakan air pada masing-masing lokasi serta cara alga

bentik melekatkan dirinya pada substrat (Asmawi, 1998). Selanjutnya menurut

Kadi & Atmajaya, (1988), lokasi dengan habitat pasir kebanyakan ditumbuhi oleh

alga hijau terutama Halimeda dan alga coklat seperti Padina dan Sargassum.

Selain itu juga ditemukan vegetasi lamun antara lain Enhalus acoroides,

Halodule sp. dan Thalassia sp. Pada habitat batu ditemukan alga coklat

Turbinaria, Hormophysa dan Sargassum, Selain itu tumbuh pula Caulerpa dan

Codium dari alga hijau. Halimeda memiliki kemampuan untuk tumbuh dengan

cara menancap dan menempel.

Pada substrat berupa karang mati lebih banyak ditemukan makroalga

dibanding substrat karang hidup yang pada proses awalnya dihuni oleh

makroalga berbentuk tabung dan disusul kemudian oleh makroalga dalam bentuk

atau ukuran yang lebih besar (Jompa , 2001 dalam Oktaviani 2002).

Asmawi (1998), juga mengungkapkan bahwa pada habitat karang mati

ditemukan Gracilaria, Eucheuma, Hypnea, Liagora, dan Gelidium, hal ini sesuai

dengan kemampuan alga merah untuk menempel kuat pada subsrtat yang keras,

sedangkan Cribb (1996) mengatakan bahwa pada umumnya di sebagian daerah

tropis, Valonia banyak ditemukan diantara bongkahan karang mati.

Kehadiran jenis-jenis makroalga menunjukkan bahwa kombinasi struktur

substrat sangat menentukan variasi jenis rumput laut, antara lain: substrat pasir

lumpuran kebanyakan ditumbuhi rumput laut Halimeda, Avrainvillea dan

Gracilaria. Di bagian bibir tubir atau alur paparan bila terdapat substrat pasir atau

dengan kerikil akan ditumbuhi rumput laut Halimeda, Dictyota, Padina, Hypnea,

Page 31: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

18

Laurencia dan Caulerpa. Substrat pasir dengan pecahan karang, pasir dengan

batu karang pada umumnya ditumbuhi Halimeda, Bornetella, Neomeris, Valonia,

Sargassum, Hypnea, Laurencia, Gelidiopsis, Gelidiella dan Padina. Di luar tubir

di daerah ombak besar dan arus air deras banyak ditumbuhi rumput laut

Gelidium, Gelidiella, Gelidiopsis, Lobophora dan Coralin (Kadi, 2000).

Kenekaragaman jenis makroalga ditentukan pula oleh keanekaragaman

habitat (substrat). Kestabilan, kekerasan, tekstur permukaan dan porositas

substrat penting artinya bagi pertumbuhan yang mendukung kelimpahannya.

Oleh karena itu terdapatnya keanekaragaman jenis makroalga di daerah pasang-

surut (intertidal) antara lain disebabkan pula oleh heterogenitas substratnya. Di

tempat-tempat yang memiliki substrat pecahan karang batu mati, karang massif

dan pasir yang lebih stabil mempunyai keanekaragaman alga yang lebih tinggi

dibandingkan dengan tempat-tempat yang hanya bersubsrat pasir dan lumpur.

Misalnya di dekat daerah mangrove dan lamun umumnya bersifat lumpur hanya

terdapat beberapa jenis alga dari genera Caulerpa, Halimeda, Codium dan

Avrainvillea. Ringkasnya semakin kompleks dan heterogen lingkungan fisik suatu

perairan misalnya di daerah terumbu karang, tampak semakin beranekaragam

dan kompleks pula pertumbuhan makroalganya (Atmajaya, 1999).

Dilihat dari habitat alga laut di beberapa pulau tampak bahwa substrat dasar

tempat melekatnya alga laut memberikan gambaran jenis/genera yang tumbuh di

atasnya. Hal yang diutarakan oleh Atmajaya (1999), pada penelitian di daerah

Gili Meno, utara Lombok yang menemukan bahwa Gracilaria, Acanthophora,

Boodlea dan Chaetomorpha biasa tumbuh pada substrat pasir dan komunitas

lamun. Yulianto dan Sumadhiharga (1989) juga menemukan genera

Acanthophora tumbuh sangat melimpah di atas substrat pasir. Sedangkan

Gracilaria, Halimeda, Hypnea dan Caulerpa tumbuh relatif melimpah di antara

komunitas lamun pada substrat pasir berlumpur di Pantai Selatan Pulau Geser,

Page 32: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

19

Seram Timur. Menurut Yulianto dan Arfah (1998), karakteristik substrat dasar

serta komunitas lamun memberi gambaran tentang genera atau jenis alga laut

yang tumbuh pada lokasi tersebut.

Perbedaan kepadatan alga bentik antara lokasi tidak semata-mata

dipengaruhi oleh perbedaan keragaman jenis, tetapi juga dipengaruhi oleh

kegiatan transportasi. Hal ini diduga berkaitan dengan letak lokasi tersebut yang

merupakan alur lalu lintas nelayan. Di samping itu penurunan ke arah pantai,

selain berhubungan dengan kegiatan manusia juga disebabkan karena

meningkatnya kandungan suspensi, sedangkan penurunan ke arah laut berkaitan

dengan gelombang dan arus (Asmawi, 1998). Selanjutnya dikatakan, bahwa ada

tidaknya suatu jenis makroalga di daerah tertentu bergantung pada

kemampuannya untuk beradaptasi dengan substrat yang ada. Jadi, penyebaran

lokal makroalga di suatu daerah juga dipengaruhi oleh kondisi substrat dan

pergerakan air (arus/gelombang).

5. Kedalaman

Menurut Luning (1990) bahwa makroalga hidup di daerah litoral dan

sublitoral dengan penetrasi cahaya matahari dapat mecapai kedalaman hingga

200 m, Namun sebagian besar makroalga dijumpai pada kedalaman 0 – 30

meter. Di perairan Indonesia tumbuh di berbagai paparan terumbu karang seperti

di pulau-pulau perairan Sulawesi Selatan. Makroalga dapat tumbuh di kedalaman

perairan 1-200 m tetapi kehadiran jenisnya banyak dijumpai di paparan

terumbu karang pada kedalaman 1-5 m (Kadi, 2000).

Luning (1990), mengatakan bahwa keberadaan suatu jenis makroalga pada

kedalaman tertentu dipengaruhi oleh penetrasi cahaya matahari. Alga hijau yang

mengabsorbsi cahaya merah (650 µm) dan biru (470 µm) terdapat dalam jumlah

yang melimpah pada kedalaman 0 – 5 meter dimana penetrasi cahaya merah

Page 33: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

20

mencapai batas maksimum pada kedalaman tersebut. Sedangkan alga coklat

mengandung pigmen fukosantin yang menyerap cahaya hijau (500 µm – 550 µm)

dan juga memiliki klorofil-c yang menyerap cahaya merah (630 µm – 638 µm).

Sedangkan alga merah memiliki klorofil-a dan fikobili yang mengabsorbsi cahaya

hijau (500 µm – 650 µm) dan ditemukan di tempat yang lebih dalam yaitu pada

kedalaman 0 – 15 meter. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Kepulaluan

Spermonde (Kepulauan Sangkarang) (Verheij, 1993), menemukan bahwa

makroalga di pantai barat Sulawesi Selatan umumnya dijumpai melimpah pada

kedalaman 0 – 15 meter.

Page 34: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

21

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2015. Jangka

waktu tersebut mencakup studi literatur, survei lokasi, pengambilan data di

lapangan, identifikasi sampel dan analisis data. Penelitian ini dilaksanakan di

pulau Hoga, Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Gambar 2).

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah perahu motor sebagai alat

transportasi ke lokasi pengambilan data, alat SCUBA (Self Contained Undewater

Breathing Apparatus) untuk membantu proses pengambilan sampel saat

menyelam, GPS (Global Positioning System) untuk mengetahui posisi stasiun

pengamatan, roll meter untuk membatasi daerah pengamatan pengambilan data

saat menyelam, Transek kuadrat ukuran 50 x 50 cm untuk membatasi area

pengamatan diatas transek garis; pensil dan sabak untuk membantu menulis

Page 35: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

22

saat menyelam, dive computer untuk mengukur suhu, clods (gumpalan) untuk

mengukur kecepatan arus, handrefractometer untuk mengukur salinitas perairan,

secchi disk untuk mengukur kecerahan perairan serta kamera underwater untuk

dokumentasi di dalam perairan.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel foto makroalga

dan sponge untuk diidentifikasi.

C. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah konsultasi dengan

pembimbing, pengumpulan referensi dan literatur pendukung dan pengumpulan

data penunjang yang berhubungan dengan kajian penelitian.

2. Tahap Survei Lokasi

Tahap ini dilakukan dengan metode free sampling yaitu menyelam

mengelilingi sekitar perairan Pulau Hoga pada reef flat, reef crest dan reef slope

untuk mengetahui karang keras yang tertutupi oleh sponge dan alga sebagai

dasar untuk penentuan sasiun penelitian.

3. Penentuan Stasiun

Penentuan stasiun pengamatan dilakukan berdasarkan keterwakilan kondisi

fisik dan ekologi struktur ekosistem terumbu karang tersebar pada tiga stasiun

pengamatan di sekitar perairan Pulau Hoga. Kondisi fisik yang dimaksud

meliputi kontur terumbu berupa slope pada stasiun I, wall pada stasiun II dan

channel pada stasiun III. Sedangkan kondisi ekologi meliputi kondisi ekosistem

terumbu karang itu sendiri secara umum. Setiap stasiun tersebut ditetapkan

sebanyak 9 transek garis yang mewakili masing-masing 3 kali ulangan transek di

struktur komunitas pada ekosistem terumbu karang (reef flat, reef crest, dan reef

Page 36: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

23

slope). Struktur komunitas yang mewakili kisaran kedalaman berbeda ini dipilih

karena pertumbuhan dan komunitas optimum sponge dan makroalga adalah

pada kedalaman 3 dan 10 m (Suharsono, 1995).

4. Pengambilan Data Lapangan

a. Tutupan Karang Keras dan Kondisi Terumbu Karang

Untuk mengetahui tutupan dan kondisi terumbu karang dilakukan pegamatan

dengan menggabungkan metode PIT (Point Intercept Transect) untuk

penempatan poin dengan metode LIT (Line Intercepr Transect) untuk pencatatan

kategori life form (Manuputty dan Djuwariah, 2009). Dengan metode ini

pengambilan data lapangan dilakukan dengan memasang transek garis

sepanjang 50 meter untuk data tutupan karang. Transek garis ditempatkan

sebanyak 3 kali ulangan di masing-masing zona terumbu karang. Pemasangan

transek garis diupayakan sejajar garis pantai dan mengikuti kontur dasar perairan

agar dapat menyajikan secara baik struktur komunitas seperti data perentase

penutupan karang keras. Pengamatan dilakukan secara visual dengan

menyelam sambil mencatat jenis tutupan dasar pada setiap titik dengan interval

50 cm sepanjang garis transek menggunakan sabak/underwater paper.

Gambar 3. Skema cara pencatatan data karang hidup, biota lain dan substrat

dasar terumbu karang dengan metode PIT (Manuputty dan Djuwariah, 2009)

Page 37: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

24

b. Tutupan Sponge dan Makroalga

Untuk mengetahui tutupan sponge dan makroalga dilakukan pengamatan

dengan menggunakan metode transek kuadrat. Penggunaan kuadrat

dimaksudkan agar memberikan informasi yang tergantung pada bentuk

morfologis vegetasi dan efisiensi sampling pola penyebarannya. Pada sponge

dan makroalga yang penyebarannya heterogen, maka diperlukan kuadrat

dengan ukuran dan bentuk yang diharapkan mampu mencakup pola

penyebarannya. Sehubungan dengan efisiensi sampling banyak studi yang

dilakukan menunjukkan bahwa petak bentuk segiempat memberikan data

komposisi vegetasi yang lebih akurat.

Secara teknis kuadrat ditempatkan mengikuti transek garis pada struktur

komunitas terumbu karang (reef flat, reef crest dan reef flat) berjarak 5 meter

diantara setiap transek perstruktur komunitas. Dengan metode ini pengambilan

data lapangan dilakukan dengan memasang transek kuadrat ukuran 50 x 50 cm

dengan kisi-kisi 20 x 20 cm sebanyak 4 kali penempatan sehingga membentuk

kuadrat 1 x 1 m sepanjang bentangan transek garis dengan jarak 10 m antar

ulangan kuadrat. Kuadrat tersebut diletakkan 6 kali di setiap transek garis 50

meter dengan 3 kali ulangan di masing-masing zona terumbu karang sehingga

diperoleh wilayah kajian 2.250 meter di setiap stasiun pengamatan.

Jenis sponge dan makroalga yang ditemukan dicatat dan dihitung jumlah

individu untuk golongan sponge dan individu/thalusnya untuk golongan

makroalga. Pengambilan data dilakukan dengan metode sistematis sampling,

dimana metode ini bertujuan untuk mengetahui kondisi sebaran dan penutupan

sponge dan makroalga pada ekosistem terumbu karang (English, 1997).

Page 38: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

25

Gambar 4. Skema peletakan kuadrat untuk mengetahui tutupan sponge dan

makroalga (Pratama, 2014)

c. Identifikasi Jenis

Identifikasi jenis dilakukan dengan mengambil sampel dari masing-masing

jenis karang, sponge, dan alga kemudian dikonfirmasikan dengan hasil foto

kamera bawah air untuk selanjutnya dicocokkan dengan buku identifikasi

(Suharsono, 2008 dan Veron, 2000 untuk karang; Chapman, 1997 untuk

makroalga; Patrick L. Colin and Charles Arneson, 1995 untuk sponge).

d. Parameter Lingkungan

Pengambilan data parameter lingkungan dilakukan sebelum pengambilan

sampel pada tiap-tiap transek pengamatan, parameter penunjang yang diukur

antara lain :

1) Suhu

Suhu diukur dengan menggunakan dive computer dimana satuan suhu yang

digunakan yaitu derajat Celcius (°C). Pengambilan data suhu dilakukan tiga

kali ulangan pada setiap zona terumbu karang di tiap-tiap stasiun

pengamatan.

2) Kedalaman

Pengukuran kedalaman dengan menggunakan console kedalaman yang ada

pada peralatan selam (SCUBA), lalu mencatat nilai yang ditunjukkan.

Page 39: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

26

Pengambilan data kedalaman dilakukan tiga kali ulangan pada setiap zona

terumbu karang di tiap-tiap stasiun pengamatan.

3) Salinitas

Salinitas diukur menggunakan handrefractometer dengan meneteskan air

laut lalu dicatat nilai salinitas yang terlihat pada handrefractometer.

Pengambilan data salinitas dilakukan tiga kali ulangan pada setiap zona

terumbu karang di tiap-tiap stasiun pengamatan.

4) Kecepatan Arus

Kecepatan arus yang terukur adalah arus kedalaman dengan menggunakan

clods (gumpalan). Pada dasarnya clods tersebut terbuat dari plester yang

dilekatkan pada terumbu karang selama kurang lebih 24 jam. Kecepatan

larut/terkikis clods merupakan persentase berat yang hilang oleh gesekan

gaya arus. Namun sebelumnya dilakukan pengukuran berat kering clods

begitupun setelahnya. Clods diletakkan di kedalaman antara 5 dan 10 m

untuk mewakili mintakat terumbu reef flat, reef crest dan reef slope.

5) Kecerahan

Pengukuran kecerahan dengan cara menurunkan secchi disk ke dalam

kolom air hingga tidak terlihat. Kemudian mencatat panjang tali yang terukur,

selanjutnya menentukan kedalaman air dengan menggunakan bandul

pemberat. Kecerahan terukur dengan panjang tali secchi disk dibagi

kedalaman air yang terukur. Pengambilan data kecerahan dilakukan tiga kali

ulangan pada setiap zona terumbu karang di tiap-tiap stasiun pengamatan.

Page 40: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

27

D. Pengolahan Data

1. Kondisi Tutupan Karang Keras

Data yang diperoleh dari metode PIT (Point Intercept Transect) berupa kode-

kode yang mewakili life form karang (Tabel 1) selanjutnya dihitung dengan

menggunakan rumus menurut Brown (1986) sebagai berikut :

%Cover PIT =

Tabel 1. Kode-kode yang digunakan dalam mendata bentuk pertumbuhan biota

dan substrat (Manuputty dan Djuwariah, 2009).

Kode Keterangan

Karang Hidup (HC)

Acropora = karang keras marga Acropora ACB : Acropora Branching ACE : Acropora Encrusting ACS : Acropora Submassive ACD : Acropora Digitate ACT : Acropora Tabulate

Non Acropora = karang keras selain marga Acropora CB : Coral Branching CE : Coral Encrusting CF : Coral Foliose CM : Coral Massive CS : Coral Submassive CMR : Coral Mushroom CME : Coral Millepora CHL : Coral Heliopora

DC Dead Coral = karang mati

DCA Dead Coral with Algae = karang mati yang telah ditumbuhi alga

SC Soft Coral = karang lunak

SP Sponge = sponge

FS Fleshy Seaweed = alga

OT Other Fauna = fauna lain

R Rubble = pecahan karang

S Sand = pasir

SI Silt = lumpur

RK Rock = batu

Selanjutnya dilakukan analisis secara deskriptif menggunakan grafik dan

tabel dengan memisahkan persen tutupan PIT antara life hard coral (AC dan NA)

dengan dead coral (DC, DCA, dan RB) pada struktur komunitas terumbu karang

Page 41: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

28

(reef flat, reef crest dan reef slope) untuk selanjutnya dikonfirmasi dengan nilai

presentase penutupan karang (Tabel 2) sebagai berikut :

Tabel 2. Kriteria penutupan kondisi terumbu karang berdasarkan penutupan

Karang hidupnya (Kepmen Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2004).

Presentase penutupan Kondisi terumbu karang

0,0 – 24,9

25,0 – 49,9

50,0 – 74,9

75,0 – 100,0

buruk

sedang

baik

sangat baik

2. Tutupan Jenis Sponge dan Makroalga

Untuk mengetahui tutupan jenis sponge dan makroalga adalah dengan

menggunakan estimasi yang dikembangkan oleh English (1994). Dengan transek

1 x 1 meter dan kisi sebesar 20 x 20 cm. Kategori untuk setiap kisi-kisi digunakan

skala ¼, ½, ¾ dan 1 unit. Selanjutnya persen tutupan dihitung dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut :

Keterangan : C = Persentase tutupan

∑Ci = Jumlah unit tutupan setiap kisi-kisi setiap jenis

sponge/makroalga

A = Jumlah total kisi-kisi yang digunakan (25 unit)

Selanjutnya dilakukan analisis secara deskriptif menggunakan tabel dan

grafik dengan menampilkan tutupan sponge dan makroalga di struktur komunitas

terumbu karang (reef flat, reef crest dan reef flat).

Page 42: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

29

3. Parameter Lingkungan

1. Kecepatan Arus

Formula yang digunakan untuk menghitung kecepatan arus (Halliday dan

Resnick, 1991), adalah :

V = s / t

Keterangan : V = Kecepatan arus (m/s)

s = Jarak (m)

t = Waktu (s)

2. Kecerahan

Rata-rata hasil pengukuran kecerahan perairan merupakan nilai

kecerahan perairan, dihitung dengan rumus (Armos, 2013) :

D = ((D1 + D2 / 2)/kedalaman perairan)x100%

Keterangan : D = Kecerahan (m)

D1 = Panjang tali setelah tidak tampak pertama kali (m)

D2 = Panjang tali setelah terlihat pertama kali (m)

E. Analisis Data

1. Keterkaitan antara Tutupan Sponge dan Makroalga dengan Tutupan

Karang Keras

Untuk mengetahui keterkaitan antara tutupan sponge dan makroalga dengan

tutupan terumbu karang dan atau sebaliknya, hasil dari perhitungan tutupan

sponge, makroalga dan kondisi karang keras di rata-ratakan dan disajikan dalam

bentuk tabel. Selanjutnya dianalisis menggunakan regresi linear berganda

dengan menggunakan software SPSS. Analisis regresi linier berganda berfungsi

untuk menemukan hubungan secara linear antara variabel independen (tutupan

sponge dan makroalga) dengan variabel dependen (tutupan karang keras).

Dengan menggunakan analisis ini diharapkan dapat mengetahui arah hubungan

Page 43: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

30

antara variabel independen dengan variabel dependen apakah masing-masing

variabel independen berhubungan positif atau negatif dan untuk memprediksi

nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami

kenaikan atau penurunan.

2. Keterkaitan antara Parameter Lingkungan dengan Tutupan Sponge,

Makroalga dan Karang Keras

Pengukuran parameter dilakukan pada masing-masing struktur komunitas di

setiap stasiun, meliputi suhu, kedalaman, salinitas, kecepatan arus, dan

kecerahan, kemudian data yang diperoleh di rata-ratakan dan disajikan dalam

bentuk tabel. Analisis parameter lingkungan perairan menggunakan analisis

regresi linear berganda dengan menggunakan software SPSS. Analisis regresi

linier berganda berfungsi untuk menemukan hubungan secara linear antara

variabel independen (suhu, kedalaman, salinitas, kecepatan arus dan kecerahan)

dengan variabel dependen (tutupan sponge, makroalga atau karang keras).

Dengan menggunakan analisis ini diharapkan dapat mengetahui arah hubungan

antara variabel independen dengan variabel dependen apakah masing-masing

variabel independen berhubungan positif atau negatif dan untuk memprediksi

nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami

kenaikan atau penurunan.

Page 44: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pulau Hoga merupakan salah satu pulau dalam gugusan pulau di

kawasan Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Secara administratif

termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Kaledupa, Kelurahan Ambeua,

Kabupaten Wakatobi yang secara geografis terletak antara 5º00’49,52”LS

dan 119º19’38,82”BT (Gambar 2). Pulau Hoga dapat ditempuh dengan waktu ±

15 menit dari Pulau Kaledupa dengan menggunakan speed boat dan katinting.

Luas Daratan Pulau Hoga mencapai ±1,3 juta hektar dengan batas geografis

sebagai berikut :

Sebelah Utara : Wilayah perairan laut Kabupaten Buton

Sebelah Selatan : Pulau Kaledupa

Sebelah Barat : Pulau Wanci

Sebelah Timur : Laut Banda

Pulau Hoga merupakan pusat aktifitas Operation Wallacea sejak tahun 1995

sampai sekarang. Memiliki sarana-prasarana yang lengkap dan menunjang

kegiatan seperti menyelam, snorkeling dan penelitian. Pulau tersebut memiliki

kontur daratan dengan penyusun utamanya berupa batuan cadas. Kontur

terumbu pada pulau ini juga bervariasi mulai dari slope sampai wall. Taman

Nasional Wakatobi dikukuhkan pada tahun 1996 dan merupakan taman terbesar

ketiga nasional laut di Indonesia. Pulau Hoga merupakan salah satu pulau yang

termasuk kedalam gugusan pulau-pulau yang berada di lingkup kawasan Taman

Nasional Wakatobi.

Pulau Hoga yang terletak di segitiga karang dunia mendukung keberadaan

beragam biota laut, dan juga penduduk yang sangat tergantung pada sumber

daya terumbu karang sebagai makanan dan pendapatan. Penurunan tutupan

Page 45: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

32

karang keras telah didokumentasikan terjadi sejak tahun 2002. Hal ini dibuktikan

dengan adanya sejumlah aktifitas perikanan dekat pantai yang sedang

mengeksploitasi di tingkat berkelanjutan (Powell et al., 2014).

B. Tutupan Karang Keras

Perbandingan penutupan terumbu karang yang ditemukan setiap

stasiun pengamatan, disajikan pada (Gambar 5, 6 dan 7). Tutupan karang keras

(hard coral) pada stasiun I berkisar antara 18 – 45 %, dimana nilai tertinggi

ditemukan pada zona reef crest ulangan I dan nilai terendah pada zona reef

slope ulangan I dan II. Tutupan subsrat dasar lainnya yang ditemukan adalah

karang lunak (soft coral) yang ditemukan berkisar antara 7 – 33 %, karang mati

berupa karang bleaching dan telah ditumbuhi oleh alga (dead coral & dead coral

algae) berkisar antara 7 – 46 %, komponen abiotik yang berupa pasir dan

patahan karang (rubble & sand) berkisar antara 2 – 26 %, dan organisme lainnya

(other) berkisar antara 7 – 18 % (Lampiran 2).

Gambar 5. Tutupan komponen dasar terumbu karang pada stasiun I

Jika melihat grafik persentase tutupan komponen dasar terumbu karang

pada stasiun I, diperoleh informasi bahwa komponen karang keras dan karang

lunak pada daerah reef flat dan reef crest masih mendominasi kecuali pada zona

Page 46: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

33

reef slope dimana ditemukan presentase tutupan karang mati yang lebih besar

dibanding karang keras dan karang lunak. Dominasi tutupan karang keras pada

zona tersebut diduga diakibatkan oleh kondisi perairan pada zona yang masih

menunjang untuk pertumbuhan karang secara baik serta aktifitas manusia yang

dapat merusak terumbu karang telah berkurang. Keberadaan tutupan karang

lunak yang signifikan menandakan bahwa daerah tersebut sedang berada dalam

kondisi pemulihan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sorokin (1993), bahwa

karang lunak merupakan komponen penting dalam pemulihan terumbu karang,

terutama pada daerah yang kurang stabil, atau terumbu karang yang rusak

akibat badai, sedimentasi dan faktor lainnya. Sedangkan pada daerah yang

ditemukan persentase tutupan karang mati lebih besar dibanding karang keras

dan karang lunak diduga diakibatkan oleh kondisi perairan yang sudah mulai

terdegradasi secara alami dan akibat aktifitas manusia. Sebagaimana pada

daerah tersebut merupakan daerah yang dekat dengan reef base dengan tingkat

sedimentasi tinggi yang menyebabkan tingkat kecerahan rendah. Sebagaimana

dikemukakan oleh Wood, (1983), bahwa jumlah atau lama penyinaran adalah

faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan karang.

Gambar 6. Tutupan komponen dasar terumbu karang pada stasiun II

Page 47: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

34

Tutupan karang keras (hard coral) pada stasiun II berkisar antara 10 – 40 %,

dimana nilai tertinggi ditemukan pada zona reef slope ulangan I dan nilai

terendah pada zona reef flat ulangan I. Tutupan subsrat dasar lainnya yang

ditemukan adalah karang lunak (soft coral) yang ditemukan berkisar antara 0 –

32 %, karang mati yang berupa karang bleaching dan telah ditumbuhi oleh alga

(dead coral & dead coral algae) berkisar antara 18 – 48 %, komponen abiotik

yang berupa pasir dan patahan karang (rubble & sand) berkisar antara 1 – 47 %,

dan organisme lainnya (other) berkisar antara 6 – 21 % (Lampiran 2).

Berdasarkan grafik persentase tutupan komponen dasar terumbu karang

pada stasiun II, diperoleh informasi bahwa komponen yang ikut mendominasi

selain karang keras adalah karang mati dan abiotik. Dominasi komponen karang

mati dan abiotik diduga diakibatkan karena pada daerah ini merupakan chanel

yang rawan terjadi ombak pecah dan gelombang akibat adanya pergerakan

massa air yang melewati daerah tersebut. Pada daerah ini banyak ditemukan

jenis Branching (bercabang) seperti Acropora yang apabila mati dapat

menghasilkan komponen abiotik berupa rubble.

Gambar 7.Tutupan komponen dasar terumbu karang pada stasiun III

Page 48: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

35

Tutupan karang keras pada stasiun III berkisar antara 19 – 53 %, dimana

nilai tertinggi ditemukan pada zona reef flat ulangan I dan nilai terendah pada

zona reef slope ulangan II. Tutupan subsrat dasar lainnya yang ditemukan

adalah karang lunak (soft coral) yang ditemukan berkisar antara 5,00 – 16,00 %,

karang mati yang berupa karang bleaching dan telah ditumbuhi oleh alga (dead

coral & dead coral algae) berkisar antara 3 – 52 %, komponen abiotik yang

berupa pasir dan patahan karang (rubble & sand) berkisar antara 0 – 16 %, dan

organisme lainnya (other) berkisar antara 2 – 31 % (Lampiran 2).

Berdasarkan grafik persentase tutupan komponen dasar terumbu karang

pada stasiun III, diperoleh informasi bahwa selain karang keras, komponen lain

yang mendominasi adalah karang mati dan organisme lainnya. Hal ini diduga

disebabkan karena stasiun pengamatan merupakan perairan dengan kondisi

topografi dasar berupa dinding karang dengan kedalaman maksimal 20 meter.

Tingkat kecuraman daerah ini yang menyebabkan tumbuhnya karang dengan

bentuknya melebar untuk menangkap sinar matahari yang kurang. Bahkan pada

periode waktu tertentu Intensitas penyinaran akan berkurang karena diakibatkan

oleh cahaya matahari terhalang oleh kemiringan topografi. Hal tersebutlah yang

diduga mengakibatkan banyaknya ditemukan karang mati. Selain dari pada itu

komponen other yang mewakili organisme seperti sponge, tunicate dan

gorgonian mampu hidup dengan baik pada daerah ini karena tidak memerlukan

sinar matahari untuk pertumbuhannya menjadikan tingginya tingkat kompetisi

pada daerah ini sehingga menambah dampak degradasi bagi karang itu sendiri.

Page 49: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

36

Gambar 8. Persentase kondisi tutupan karang hidup di setiap stasiun

Berdasarkan kriteria penutupan kondisi terumbu karang berdasarkan

penutupan karang hidupnya (Kepmen Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2004),

kondisi terumbu karang pada setiap stasiun berada dalam kategori “sedang”

sampai “baik” (gambar 8) dengan nilai tertinggi 45,33 % pada stasiun III zona

reef flat dan terendah 20,00 % pada stasiun I zona reef slope (Lampiran 3).

Dari grafik tersebut dapat diperoleh informasi bahwa tutupan karang hidup

yang masih relative tinggi dapat diakibatkan oleh kondisi perairan yang masih

menunjang untuk pertumbuhan karang. Sebagaimana pernyataan Suharsono

(2008), bahwa karang dapat berkembang dengan baik apabila ditunjang oleh

faktor alam yang sangat mendukung seperti pola arus, air yang jernih, dan

rugositas pantai yang tinggi. Adapun kondisi terendah yang ditemukan pada

stasiun II dapat diakibatkan oleh posisi stasiun pengamatan yang berada dekat

dengan pemukiman warga bajo yang notabene mengambil wilayah perairan

untuk dijadikan ruang aktifitas. Menurut Ikawati et al. (2009), kerusakan terumbu

karang umumnya disebabkan oleh aktivitas manusia, yakni mencari ikan

dengan cara merusak terumbu karang atau mengambil terumbu karang

sebagai bahan bangunan dan aktivitas dermaga.

Page 50: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

37

C. Tutupan Jenis Sponge

Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan 34 genera sponge berasal dari

yang tersebar di tiga Stasiun penelitian yakni : Aaptos, Adocia, Agelas ,

Aplysilla, Aplysina, Axynissa, Chalinula, Chondrosia, Clathria, Cliona, Dactylia,

Dactylospongia, Dendrilla, Dorypleres, Dyseidea, Echinodictium, Gelloides,

Geodia, Haliclona, Halisarca, Hippospongia, Hyrtios, Lamellodysidea, Leucetta,

Liosona, Phyllospongia, Paratetilla, Plakortis, Pseudeoceratina, Ptylocaulis,

Spheciospongia, Stylissa, Theonella dan Xestospongia (Tabel 3). Secara umum

sponge yang paling banyak ditemukan secara keseluruhan dari setiap Stasiun

yakni dari Genera Xestospongia dan Cliona.

Tabel 3. Genera sponge yang ditemukan pada zona terumbu karang yang

berbeda di tiap stasiun.

No Genera No Genera

1 Aaptos 18 Geodia

2 Adocia 19 Haliclona

3 Agelas 20 Halisarca

4 Aplysilla 21 Hippospongia

5 Aplysina 22 Hyrtios

6 Axynissa 23 Leucetta

7 Chalinula 24 Liosona

8 Chondrosia 25 Phyllospongia

9 Clathria 26 Paratetilla

10 Cliona 27 Plakortis

11 Dactylia 28 Lamellodysidea

12 Dactylospongia 29 Pseudeoceratina

13 Dendrilla 30 Ptylocaulis

14 Dorypleres 31 Spheciospongia

15 Dyseidea 32 Stylissa

16 Echinodictium 33 Theonella

17 Gelloides 34 Xestospongia

Dari hasil pengamatan persentase tutupan sponge, ternyata pada stasiun I

presentase tutupan tertinggi ditemukan pada Hyrtios dan Clathria dengan

persentase tutupan masing-masing yakni 0,065 % dan 0,028 % pada daerah reef

flat, 0,05 0% dan 0,332% pada daerah reef crest serta 1,076 % dan 0,278 %

Page 51: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

38

pada daerah reef slope. Hal ini menunjukkan bahwa Hyrtios dan Clathria

terdistribusi merata di setiap zonasi terumbu karang, kemudian selanjutnya

Ptylocaulis dengan persentase tutupan 0,225 % pada daerah reef flat dan 0,278

% pada daerah reef slope. Hal ini menunjukkan bahwa jenis sponge tersebut

lebih menyukai habitat perairan pada daerah reef flat dan reef slope. Anxinyssa,

Clathria dan Hyrtios selalu ditemukan pada setiap zonasi terumbu karang di

stasiun I (Lampiran 1). Hal ini menunjukkan bahwa jenis ini lebih menyukai hidup

pada terumbu karang yang kondisinya relative sedang-baik (Gambar 8).

Pada stasiun II, presentase tutupan tertinggi ditemukan pada Cliona dengan

persentase tutupan yakni: 1,546 % pada daerah reef flat, 0,028 % pada daerah

reef crest dan 0,042 % pada daerah reef slope. Hal ini menunjukkan bahwa

sponge jenis ini terdistribusi merata di setiap zonasi terumbu karang. Persentase

tertinggi berikutnya adalah jenis Lamellodysidea dengan persentase tutupan

yaitu: 1,454 % pada daerah reef slope. Hal ini menunjukkan bahwa sponge jenis

ini lebih menyukai hidup di perairan yang relative dalam. Aplysilla ditemukan

pada setiap zonasi terumbu karang di stasiun I dengan persentase tutupan yakni

0,069% pada daerah reef flat, 0,171 % pada daerah reef crest dan 0,292 % pada

daerah reef slope (Lampiran 1). Hal ini menunjukkan bahwa jenis ini lebih

menyukai hidup pada terumbu karang yang kondisinya relative buruk-sedang.

Pada stasiun III, presentase tutupan tertinggi ditemukan pada Xestospongia

dengan persentase tutupan yakni: 2,946 % pada daerah reef crest dan 5,357 %

pada daerah reef slope. Hal ini menunjukkan bahwa sponge jenis ini lebih

menyukai hidup pada daerah reef crest dan reef slope serta pada daerah dengan

intensitas cahaya kurang akibat kontur dasar perairan yang berupa wall.

Persentase tertinggi berikutnya adalah jenis Cliona dengan persentase tutupan

yaitu: 5,333 % pada daerah reef flat dan 0,346 % pada daerah reef crest. Hal ini

menunjukkan bahwa sponge jenis ini terdistribusi merata di setiap zonasi

Page 52: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

39

terumbu karang. Lamellodysidea ditemukan pada setiap zonasi terumbu karang

di stasiun II dan III dengan persentase tutupan yakni 0,333% pada daerah reef

flat, 0,853% pada daerah reef crest dan 2,566% pada daerah reef slope

(Lampiran 1). Hal ini menunjukkan bahwa jenis ini lebih menyukai hidup pada

terumbu karang yang kondisinya relative sedang-baik (Gambar 8).

Perbedaan jumlah genera sponge yang ditemukan pada setiap zona

terumbu karang di masing-masing stasiun diduga diakibatkan oleh kondisi

ekosistem terumbu karang itu sendiri. Pada stasiun I ditemukan lebih sedikit

tutupan sponge (Gambar 9), karena secara umum pada stasiun I persebaran

tutupan terumbu karang di tiap zona masih lebih besar dibandingkan dengan

stasiun II dan stasiun III sebagaimana pertumbuhan sponge sangat dipengaruhi

oleh ketersediaan ruang untuk tumbuh. Namun pada beberapa genera yang

tidak dominan umumnya dijumpai tumbuh di sela-sela karang dan bentuknya

kecil, pendek dan becabang-cabang sehingga dapat bersaing dengan

organisme lain. Lanjut menurut Amir dan Budiyanto (1996), bahwa bentuk

kompetisi lain sponge adalah dengan alga dan karang dalam mendapatkan

cahaya dimana sponge dapat tumbuh di antar sela-sela karang dan bentuk

bercabang.

Menurut Bergquist & Tizard (1969) dalam Amir & Budiyanto (1996), bahwa

pertumbuhan sponge muda menjadi individu yang dewasa dipengaruhi oleh

temperatur, salinitas, kekeruhan arus, air, kemiringan, dasar, sedimentasi

serta kompetisi ruang. Dalam kasus ini stasiun III memiliki tutupan sponge yang

lebih besar disbanding stasiun lainnya diduga karena kondisi fisik perairan

berupa topografi perairan yang menyediakan media tumbuh berkontur miring

hampir 90 derajat sehingga sponge di daerah ini umumnya pendek dan

merayap. Selain dari pada itu tingkat kecerahan perairan yang relative tinggi

menjadi faktor kedua yang menyebabkan hal tersebut. Hal ini sesuai dengan

Page 53: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

40

pendapat Barnes (1999) dalam Haris (2013), bahwa sponge sangat menyukai

perairan yang cukup jernih karena sponge termasuk plankton feeder. Sponge

mampu menyaring air dan menyerap zat organik yang larut dalam air laut. Selain

kecerahan, arus juga menjadi salah satu faktor tinggi.

Gambar 9. Persentase tutupan sponge di setiap stasiun

D. Tutupan Jenis Makroalga

Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan 10 genera makroalga berasal dari

yang tersebar di tiga Stasiun penelitian yakni : Acanthophora, Amphiroa,

Codium, Corallina, Dictyota, Eucheuma, Gelidiella, Gracilaria, Halimeda dan

Neomeris (Tabel 4). Secara umum makroalga yang paling banyak ditemukan

secara keseluruhan dari setiap Stasiun yakni dari genera Amphiroa.

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

ReefFlat

ReefCrest

ReefSlope

ReefFlat

ReefCrest

ReefSlope

ReefFlat

ReefCrest

ReefSlope

I II III

Tutu

pan

(%

)

Stasiun

Page 54: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

41

Tabel 4. Genera makroalga yang ditemukan pada zona terumbu karang yang

berbeda di tiap stasiun.

No Genera

1 Acanthophora

2 Amphiroa

3 Codium

4 Corallina

5 Dictyota

6 Eucheuma

7 Gelidiella

8 Gracilaria

9 Halimeda

10 Neomeris

Dari hasil pengamatan persentase tutupan makroalga, ternyata pada stasiun

I presentase tutupan tertinggi ditemukan pada Amphiroa dengan persentase

tutupan yakni: 0,197% pada daerah reef flat, 0,139% pada daerah reef crest dan

0,083% pada daerah reef slope. Hal ini menunjukkan bahwa Amphiroa

terdistribusi merata di setiap zona terumbu karang. Halimeda selalu ditemukan

pada setiap zonasi terumbu karang di stasiun I walaupun persentase tutupannya

tidak terlalu tinggi (Lampiran 1). Hal ini menunjukkan bahwa jenis ini lebih

menyukai hidup pada terumbu karang yang kondisinya relative sedang-baik

(Gambar 8).

Pada stasiun II, presentase tutupan tertinggi ditemukan juga pada Amphiroa

dengan persentase tutupan yakni: 0,042% pada daerah reef flat dan 0,014%

pada daerah reef crest. Hal ini menunjukkan bahwa sponge jenis ini lebih

menyukai hidup pada kedalaman dangkal sampai sedang. Selanjutnya Dictyota

dan Codium masing-masing ditemukan pada daerah reef crest dan reef slope

(Lampiran 1). Hal ini menunjukkan bahwa sponge jenis ini menyukai hidup pada

kedalaman sedang sampai dalam.

Pada stasiun III, presentase tutupan tertinggi ditemukan pada Amphiroa

dengan persentase tutupan yakni: 0,569% pada daerah reef flat pada daerah

Page 55: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

42

reef crest dan 0,151% pada daerah reef slope. Hal ini menunjukkan bahwa

sponge jenis ini terdistribusi merata di setiap zonasi terumbu karang. Persentase

tertinggi berikutnya adalah jenis Halimeda dengan persentase tutupan yaitu:

0,250% pada daerah reef flat. Hal ini menunjukkan bahwa sponge jenis ini

menyukai hidup pada perairan dangkal. Neomeris ditemukan pada setiap zonasi

terumbu karang di stasiun III dengan persentase tutupan yakni 0,085% pada

daerah reef flat, 0,035% pada daerah reef crest dan 0,054 % pada daerah reef

slope (Lampiran 1). Hal ini menunjukkan bahwa jenis ini lebih menyukai hidup

pada terumbu karang yang kondisinya relative sedang-baik (Gambar 8).

Perbedaan tutupan makroalga yang ditemukan di tiap zonasi terumbu

karang pada masing-masing stasiun diduga diakibatkan oleh faktor fisik perairan

berupa arus dan kecerahan. Pada stasiun II ditemukan lebih sedikit tutupan

makroalga karena kondisi kecepatan arus yang lebih besar dibandingkan pada

stasiun I dan III (Gambar 10). Menurut Sumich (1992), bahwa perbedaan bentuk

holdfast terjadi akibat proses adaptasi terhadap keadaan substrat dan pengaruh

lingkungan seperti gelombang dan arus yang kuat yang dapat mencabut

holdfast tersebut sehingga mempengaruhi keberadaan makroalga. Holdfast

berbentuk cakram pada substrat yang keras dan berbentuk stolon merambat

pada substrat berpasir. Selain daripada itu tingkat kecerahan yang relative

rendah pada stasiun II menyebabkan terganggunya pertumbuhan makroalga

yang semestinya memang merupakan tumbuhan jenis autotrof yang dapat

memproduksi makanannnya sendiri dengan bantuan proses fotosintetis.

Sementara itu pada stasiun I dan III tutupan makroalga lebih besar dibandingkan

stasiun I karena faktor fisik perairan yang cukup mendukung untuk pertumbuhan

makroalga dari segi kecerahan yang lebih besar dan kecepatan arus yang lebih

kecil dibandingkan dengan staiun II. Kecuali pada zona reef flat stasiun III

terdapat perbedaan mencolok tutupan dibandingkan dengan pada zona crest

Page 56: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

43

dan slope (Gambar 10). Hal ini diduga karena kedalaman pada zona tersebut

ralatif rata sehingga mendapat suplai cahaya matahari yang cukup untuk proses

fotosintesis dibandingkan kedua zona lain yang langsung berbentuk patahan

terjal dengan kemiringan hampir 90 derajat.

Gambar 10. Persentase tutupan makroalga di setiap stasiun

E. Keterkaitan antara Tutupan Sponge dan Makroalga dengan Tutupan

Karang Keras

Menurut Dahuri (2000) di dalam ekosistem terumbu karang ini pada

umumnya hidup lebih dari 300 jenis karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis

ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun dan

biota lainnya. Perbandingan tutupan sponge, makroalga dan terumbu karang di

setiap zonasi terumbu karang pada masing-masing stasiun penelitian dapat

dilihat pada gambar 11 berikut :

-0.20

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

ReefFlat

ReefCrest

ReefSlope

ReefFlat

ReefCrest

ReefSlope

ReefFlat

ReefCrest

ReefSlope

I II III

Tutu

pan

(%

)

Stasiun

Page 57: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

44

Gambar 11. Persentase tutupan sponge, makroalga dan terumbu karang di

setiap stasiun

Dari data tersebut terlihat bahwa tutupan terumbu karang pada stasiun III

dengan nilai rata-rata 32,56 % memiliki tutupan yang lebih besar dibandingkan

dengan stasiun II dan I dengan nilai rerata masing-masing 26,67 % dan 28,22 %.

Tutupan sponge pada stasiun III dengan nilai rata-rata 9,15 % memiliki tutupan

yang lebih besar dibandingkan stasiun II dan I dengan nilai rerata masing-masing

2,04 % dan 1,49 %. Sedangkan tutupan makroalga pada stasiun III dengan nilai

rata-rata 0,46 % memiliki tutupan yang lebih besar dibandingkan stasiun I dan II

dengan nilai rerata masing-masing 0,34 % dan 0,03 % (Lampiran 3). Hal ini

menunjukkan bahwa tutupan sponge dan makroalga lebih besar ditemukan pada

stasiun III yang memiliki kondisi tutupan terumbu karang kategori “sedang”

sesuai dengan kriteria kondisi tutupan terumbu karang menurut (Kepmen

Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2004). Hal ini diduga diakibatkan oleh kompetisi

ruang pada stasiun tersebut tidak terlalu besar dibandingkan dengan stasiun I

yang memiliki tutupan terumbu karang yang lebih besar.

Untuk melihat keterkaitan antara tutupan karang keras dengan tutupan

sponge dan makroalga, digunakan analisis regresi linear berganda. Hasil analisis

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

45.00

ReefFlat

ReefCrest

ReefSlope

ReefFlat

ReefCrest

ReefSlope

ReefFlat

ReefCrest

ReefSlope

I II III

Tutu

pan

(%

)

Stasiun

Karang Keras

Sponge

Makro Alga

Page 58: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

45

dalam bentuk tabel yang menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,37b.

Sebagaimana jika nilai signifikansi < 0,05 maka variabel bebas (tutupan sponge

dan makro alga) berpengaruh terhadap variabel terikat (tutupan karang keras).

Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara tutupan karang

keras dengan tutupan sponge dan makroalga. Adapun secara spesifik untuk

melihat variabel bebas mana yang lebih berpengaruh adalah dengan melihat nilai

koefisien B. Dimana apabila nilai koefisien B positif , maka akan menunjukkan

variabel bebas mana yang berpengaruh terhadap variabel terikat, begitupun

sebaliknya. Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan nilai koefisien B

sebesar 13,363 (positive) untuk tutupan makroalga dan nilai sebesar -0,109

(negative) untuk tutupan sponge. Hal tersebut mnunjukkan bahwa tutupan

makroalga berbengaruh positif terhadap tutupan karang keras sedangkan

tutupan sponge berpengaruh negative terhadap tutupan karang keras (Lampiran

4).

Pada kondisi karang yang telah mengalami degradasi, keberadaan

sponge akan menjadi kompetitor. Hal ini disebabkan karena terdapat jenis

tertentu dari sponge seperti genus Cliona yang dapat mengebor struktur kapur

dari karang keras. Sedangkan makroalga merupakan biota yang sangat penting

dalam ekosistem terumbu karang karena berperan sebagai produsen primer

(Palalo, 2013).

F. Keterkaitan antara Parameter Lingkungan dengan Tutupan Sponge,

Makroalga dan Karang Keras

Kondisi lingkungan merupakan data pendukung yang nantinya akan

dikaitkan dengan kondisi ekologi terumbu karang, sponge dan makroalga.

Adapun hasil pengukuran parameter lingkungan yang dilakukan pada setiap titik

stasiun pengamatan di Pulau Hoga dapat dilihat pada Tabel 5.

Page 59: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

46

Tabel 5. Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan Pulau Hoga

Stasiun

Parameter Lingkungan

Suhu (0C)

Kedalaman

(m)

Salinitas

(‰)

Kecepatan

Arus (m/s)

Kecerahan

(%)

I 27,00 8,5 33,42 0,028 90,14

II 27,81 6 33,16 0,063 79,69

III 27,91 9 33,21 0,02 89,04

1. Suhu

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa suhu perairan di 3 stasiun

pengamatan berkisar antara 27,00 – 27,91 0C, dimana nilai tertinggi ditemukan

pada stasiun III dan nilai terendah pada stasiun I (Tabel 5). Dari data tersebut

menunjukkan nilai suhu yang tidak jauh berbeda dan masih dalam batas

suhu optimal terumbu karang, organisme sponge dan makroalga.

Menurut (De Voogd, 2005 dalam Fitrianto, 2009) menyatakan sponge

tumbuh pada kisaran suhu optimal 26 – 310 C. Suhu merupakan faktor

lingkungan utama yang mengatur reproduksi sponge, berkaitan dengan

perubahan suhu yang mencolok pada setiap musimnya. Sedangkan Menurut

Luning (1990), temperatur optimal untuk tumbuhan alga dapat dibagi menjadi 4

kelompok, yaitu : berkisar 0 – 10 °C untuk alga di daerah beriklim hangat dan 15

°C – 30 °C untuk alga hidup di daerah tropis. Sulistiyo (1980), menyatakan

pertumbuhan yang baik untuk alga di daerah tropis adalah 20 °C – 30 °C.

Selanjutnya Suhu merupakan faktor penting bagi kehidupan karang lunak.

Pertumbuhan karang keras sangat dipengaruhi oleh suatu perairan

sekitarnya. Biasanya karang dapat tumbuh pada suhu 18-36oC dan pertumbuhan

optimum terjadi diperairan dengan suhu rata-rata 26-28oC (Birkeland, 1997).

Page 60: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

47

2. Kedalaman

Salah satu pembatas kehidupan organisme laut adalah kedalaman yang

berkaitan dengan faktor-faktor lingkungan lain seperti makanan, cahaya,

tekanan, suhu dan lain-lain, semuanya berpengaruh terhadap kondisi ekologi laut

dalam terutama terhadap kehidupan organisme. Hasil pengamatan menunjukkan

bahwa kedalaman perairan di 3 stasiun pengamatan berkisar antara 3 – 15 m,

dimana nilai tertinggi ditemukan pada stasiun III dan nilai terendah pdada stasiun

II (Tabel 5). Dari data tersebut menunjukkan nilai yang masih dalam batas

toleransi salinitas optimum terumbu karang, organisme sponge dan

makroalga.

(Suharsono 1995 dalam Suharyanto 2008) yang menyatakan bahwa kisaran

kedalaman pertumbuhan dan komunitas optimum terumbu karang dan sponge

adalah kedalaman 3 sampai 10 m. Sedangkan untuk makroalga menurut

Luning (1990) bahwa di perairan Indonesia dapat tumbuh berbagai jenis

makroalga di paparan terumbu karang seperti di pulau-pulau perairan Sulawesi

Selatan. Makroalga dapat tumbuh di kedalaman perairan 1-200 m tetapi

kehadiran jenisnya banyak dijumpai di paparan terumbu karang pada

kedalaman 1-5 m (Kadi, 2000).

3. Salinitas

Sebaran salinitas di laut umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor, seperti pola

sirkulasi air, evaporasi, curah hujan, dan aliran air. Hasil pengamatan

menunjukkan bahwa sebaran salinitas perairan di 3 stasiun pengamatan berkisar

antara 33,16 – 33,42 ‰, dimana nilai tertinggi ditemukan pada stasiun I dan nilai

terendah pada stasiun II (Tabel 5). Dari data tersebut menunjukkan nilai yang

tidak jauh berbeda dan masih dalam batas toleransi salinitas optimum

terumbu karang, organisme sponge dan makroalga.

Page 61: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

48

Sponge hidup pada kisaran salinitas 28 – 38 ‰ (De Voogd, 2005 dalam

Fitrianto, 2009) dan lebih sensitif terhadap salinitas yang rendah (Osinga et al.,

1998 dalam Fitrianto, 2009). Sedangkan untuk makroalga menurut Kadi &

Atmajaya (1988), alga bentik tumbuh pada perairan dengan salinitas 13 -

370/00. Sedangkan menurut Luning (1990), makroalga umumnya hidup di laut

dengan salinitas antara 30 - 32 ‰, namun banyak jenis makroalga hidup pada

kisaran salinitas yang lebih besar. Salinitas berperan penting dalam kehidupan

makroalga. Salinitas yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menyebabkan

gangguan pada proses fisiologis. Selanjutnya menurut (Nybakken, 1992),

terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan kisaran salinitas

antar 32 ‰ sampai 35 ‰ Umumnya terumbu karang tidak dapat hidup di

perairan laut yang mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai sehingga

menyebabkan rendahnya salinitas. Apabila salinitas lebih rendah dari

kisaran 32 ‰ sampai 35 ‰, terumbu karang akan kekurangan cairan sehingga

nutrien tidak dapat masuk. Salinitas yang tinggi akan menyebabkan cairan

didalam terumbu karang akan keluar sehingga tekanan osmosis tubuh

terhadap lingkungan meningkat (Supriharyono, 2007).

4. Kecepatan Arus

Arus berperan penting dalam proses sirkulasi air dalam perairan

terhadap jumlah nutrien yang dibawa. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa

kecepatan arus perairan di 3 stasiun pengamatan berkisar antara 0,02 – 0,063

m/s, dimana nilai tertinggi ditemukan pada stasiun II dan nilai terendah pada

stasiun III (Tabel 5). Dari data tersebut menunjukkan nilai yang tidak jauh

berbeda dan masih dalam batas optimum terumbu karang, organisme sponge

dan makroalga.

Page 62: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

49

Menurut (Suharyanto, 2008), sponge dapat tumbuh normal pada

kecepatan arus kurang dari 0,6 m/det. Sedangkan untuk makroalga dikatakan

bahwa ada tidaknya suatu jenis makroalga di daerah tertentu bergantung pada

kemampuannya untuk beradaptasi dengan substrat yang ada. Jadi, penyebaran

lokal makroalga di suatu daerah juga dipengaruhi oleh kondisi substrat dan

pergerakan air (arus/gelombang). Selanjutnya bagi terumbu karang, arus laut

faktor arus dapat bersifat positif dan negatif bagi pertumbuhan karang .

Bersifat positif apabila membawa nutrien dan bahan organik yang diperlukan

oleh karang, sedangkan berdampak negatif apabila menyebabkan sedimentasi

dan menutupi permukaan karang. Sedimentasi dapat menyebabkan kematian

karang (Nybakken, 1992). Terumbu karang lebih subur pada daerah yang

bergelombang besar. Gelombang ini memberi sumber air yang segar dan

menghalangi pengendapan pada koloni karang (Nybakken, 1992). Substrat

yang keras dan bersih dari lumpur diperlukan untuk penempelan planula (larva

karang) yang akan membentuk koloni baru (Nontji, 2007).

5. Kecerahan

Kecerahan adalah sejumlah atau sebagian cahaya yang diteruskan pada

kedalaman yang dinyatakan dalam persen. Sumich (1992), juga berpendapat

bahwa kemampuan cahaya matahari untuk menembus air laut dipengaruhi oleh

beberapa faktor, antara lain yaitu : penyerapan cahaya oleh atmosfir, cuaca,

sudut datangnya cahaya dan kejernihan air. Hasil pengamatan menunjukkan

bahwa tingkat kecerahan perairan di 3 stasiun pengamatan berkisar antara 79,69

– 90,14 %, dimana nilai tertinggi ditemukan pada stasiun II dan nilai terendah

pada stasiun I (Tabel 5). Dari data tersebut menunjukkan ada perbedaan

kecerahan yang signifikan antara ke tiga stasiun pengamatan.

Page 63: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

50

Menurut (Barnes, 1999 dalam Haris, 2013) sponge sangat menyukai

perairan cukup jernih. Sedangkan untuk makroalga pencahayaan sudah jelas

peranannya dalam mendukung pertumbuhan alga sebagai organisme

fotosintetik. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Atmajaya (1999), bahwa

kualitas dan macam pencahayaan dapat menentukan kualitas pertumbuhan.

Selanjutnya cahaya merupakan salah satu faktor penting bagi pertumbuhan

terumbu karang. Cahaya dibutuhkan untuk proses fotosintesis. Laju

fotosintesis akan berkurang tanpa adanya cahaya. Kemampuan karang untuk

menghasilkan kalsium karbonat (CaCO3) dan membentuk terumbu akan

berkurang tanpa adanya cahaya. Terumbu karang dapat tumbuh pada

kedalaman dimana intensitas cahaya berkurang antara 15 sampai 20% dari

intensitas di permukaan (Nybakken, 1992). Ekosistem terumbu karang pada

umumnya hidup diantara kedalaman 0 sampai 25 meter di permukaan laut.

Terumbu karang banyak ditemukan di pinggiran benua atau pulau

(Nybakken, 1992).

Untuk melihat keterkaitan antara parameter lingkungan dengan tutupan

sponge, makroalga dan karang keras, digunakan analisis regresi linear

berganda. Hasil analisis dalam bentuk tabel yang menunjukkan nilai signifikansi

sebesar 0,000b untuk keterkaitan antara tutupan sponge dengan parameter

lingkungan, 0,020b untuk keterkaitan antara tutupan makroalga dan 0,026b untuk

keterkaitan antara tutupan karang keras dengan parameter lingkungan.

Sebagaimana jika nilai signifikansi < 0,05 maka variabel bebas (tutupan sponge,

makro alga dan karang keras) berpengaruh terhadap variabel terikat (parameter

lingkungan). Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara

tutupan tutupan sponge, makroalga dan karang keras dengan parameter

lingkungan. Adapun secara spesifik untuk melihat variabel bebas mana yang

lebih berpengaruh adalah dengan melihat nilai koefisien B. Dimana apabila nilai

Page 64: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

51

koefisien B positif , maka akan menunjukkan variabel bebas mana yang

berpengaruh terhadap variabel terikat, begitupun sebaliknya. Hasil analisis

regresi linear berganda menunjukkan nilai koefisien B sebesar 3,721 (suhu) dan

0,765 (kedalaman) untuk keterkaitan antara parameter lingkungan dengan

tutupan sponge, 0,005 (kecerahan) keterkaitan antara parameter lingkungan

dengan tutupan makroalga serta 2,559 (suhu) dan 15,485 (salinitas) untuk

keterkaitan antara parameter lingkungan dengan tutupan karang keras. Hal

tersebut mnunjukkan bahwa parameter lingkungan berupa suhu dan kedalaman

berpengaruh positif terhadap tutupan sponge, kecerahan berpengaruh positif

terhadap tutupan makroalga, serta suhu dan salinitas berbengaruh positif

terhadap tutupan karang keras (Lampiran 4).

Kelimpahan dan distribusi spasial sponge dipengaruhi oleh faktor fisik

termasuk substrat, jarak lepas pantai, kedalaman dan sedimentasi (Powell et al.,

2010). Untuk makroalga pencahayaan sudah jelas peranannya dalam

mendukung pertumbuhan alga sebagai organisme fotosintetik. Hal yang sama

juga diungkapkan oleh Atmajaya (1999), bahwa kualitas dan macam

pencahayaan dapat menentukan kualitas pertumbuhan. Sedangkan karang

keras dapat tumbuh pada suhu 18-36oC dan pertumbuhan optimum terjadi

diperairan dengan suhu rata-rata 26-28oC (Birkeland, 1997). Apabila terjadi

peningkatan suhu yang drastic dan tiba-tiba, maka akan menyebabkan terjadinya

fenomena bleaching massal yang membuat karang keras kehilangan

zooxanthellanya. Selanjutnya apabila salinitas lebih rendah dari kisaran 32 ‰

sampai 35 ‰, terumbu karang akan kekurangan cairan sehingga nutrien tidak

dapat masuk. Salinitas yang tinggi akan menyebabkan cairan didalam

terumbu karang akan keluar sehingga tekanan osmosis tubuh terhadap

lingkungan meningkat (Supriharyono, 2007).

Page 65: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

52

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Tutupan sponge di stasiun III Pulau Hoga dengan nilai tutupan rata-rata

sebesar 9,15 % lebih tinggi dibandingkan dengan tutupan sponge di stasiun I

dan II Pulau Hoga dengan nilai tutupan rata-rata masing-masing sebesar

1,49 % dan 2,04 %.

2. Tutupan makroalga di stasiun III Pulau Hoga dengan nilai tutupan rata-rata

sebesar 0,46 % lebih tinggi dibandingkan dengan tutupan makroalga di

stasiun I dan II Pulau Hoga dengan nilai tutupan rata-rata masing-masing

sebesar 0,34 % dan 0,03 %.

3. Tutupan karang keras di stasiun III Pulau Hoga dengan nilai tutupan rata-rata

sebesar 32,56 % dan dikategorikan dalam kondisi “sedang” lebih tinggi

dibandingkan dengan tutupan karang keras di stasiun I dan II Pulau Hoga

dengan nilai tutupan rata-rata masing-masing sebesar 28,22 % dan 26,67 %

yang juga dikategorikan dalam kondisi “sedang”.

4. Terdapat keterkaitan antara tutupan karang keras dan sponge dengan

makroalga, dimana tutupan makroalga lebih spesifik berpengaruh positif

terhadap tutupan karang keras sedangkan tutupan sponge berpengaruh

negative terhadap tutupan karang keras.

5. Terdapat keterkaitan antara parameter lingkungan dengan tutupan sponge,

makroalga dan karang keras, dimana parameter yang berpengaruh positif

adalah suhu dan kedalaman untuk tutupan sponge, kecerahan untuk tutupan

makroalga serta suhu dan salinitas untuk tutupan karang keras.

Page 66: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

53

B. Saran

Perlunya melanjutkan penelitian ini baik dilokasi yang sama ataupun lokasi

berbeda untuk mengetahui pola hubungan antara terumbu karang, sponge dan

makroalga dengan menggunakan metode yang dapat melingkupi secara luas

dan mengkhusus sampai ke tingkat spesies sehingga dapat dijadikan rujukan

untuk mengontrol kelestarian ekosistem terumbu karang itu sendiri.

Page 67: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

54

DAFTAR PUSTAKA

Ackers, G.R., dan Moss, D., 2007. Marine Conservation Society : Sponges of

The British Isles (“Sponge V”). Bernard E Picton.

Alcolado, Pedro. 2007. Reading The Code Of Coral Reef Sponge Community

Composition And Structure For Environmental Biomonitoring: Some

Experiences From Cuba. Porifera Research: Biodiversity, Innovation and

Sustainability.

Amir, I. dan A. Budiyanto. 1996. Mengenal Sponge Laut (Demospongiae) Secara

Umum. Oseana Volume XXI Nomor 2.

Anggadiredja, J, T.A Zantika dan S. Prayugo T. 2006. Rumput Laut. Jakarta :

Penerbit Penebar Swadaya.

Armos, N. H. 2013. Studi Kesesuaian Lahan Pantai Wisata Boe Desa Mappakalompo Kecamatan Galesong Ditinjau Berdasarkan Biogeofisik. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Asmawi, 1998. Komunitas Alga Bentik Di Pulau Kerayan Kabupaten Kotabaru

Kalimantan Selatan. Dalam Seminar Kelautan LIPI-UNHAS, Ke II.

Fakultas Perikanan Universitas Lambung Mangkurat. Banjarmasin

Asriyana dan Yuliana. 2012. Produktivitas Perairan. Bumi Aksara. Jakarta.

Atmajaya, W.S., 1999. Sebaran dan Beberapa Aspek Vegetasi Rumput Laut

(Makroalga) Di Perairan Terumbu Karang Indonesia. Puslitbang

Oseanologi –LIPI. Jakarta.

Berquist, P.R., 1969. The Marine Fauna of New Zealand: Porifera,

Demospongiae, Part 2 (. New Zealand Department of Scientific and

Industrial Research. New Zealand.

Birkeland, C. (1997). Life and death of coral reefs. Chapman and Hall.

International Thomson Publishing, New York, Washington.

Brown, B. E., 1986. Human Inducted Damage to Coral Reefs. Result on a

Regional UNESCO (Coman) Workshop With Advanced Training.

Diponegoro University, Jepara and Natonal Institute of Oceanology.

Jakarta.

Chapman, A.R.O., 1997. Biology Of Seawead. Park University Press. London

Cheroske, A. G., S. L. Williams, and R. C. Carpenter. 2000. Effects of physical

and biological disturbances on algal turfs in Kaneohe Bay, Hawaii. Journal

of Experimental Marine Biology and Ecology.

Page 68: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

55

Colin, Patrick L. & Charles Arneson. 1995. Tropical Pacific Invertebrates. Coral Reef Press. Beverly Hills.

Cribb, A. B., 1996. A Naturalists Guide Seaweeds of Queensland. Queensland.

Australia.

Dahuri, R. 2000. Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan Untuk Kesejahteraan

Rakyat. Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia ( LISPI ).

Jakarta.

Dahuri,R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Pembangunan

Berkelanjutan Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Darwin Charles. 1842. The Structure and Distribution of Coral Reef. Cambridge

Library. London.

De Voogd, N.J. 2005. Indonesian Sponges : Biodiversity and Marine Cultured

Potential. Geboren te Dodrecht. Netherlands.

Ditlev, H. 1980. A Field Guide to Building Coral reef of the Indo Pacific.

Backhyus, Rotterdam.

English, S., C. Wilkinson., V. Baker., 1994. Survey Manual for Tropical Marine

Resources. Australian Institute Of Marine Science. Townsville.

English S, Wilkinson C, Baker V. 1997. Survey manual for tropical marine

resources. Australian Institute of Marine Science. Townsville.

Fitrianto. 2009. Laju Pertumbuhan dan Sintasan Spons aaptos aaptos di Kolam

Buatan Terkontrol. PS ITK FPIK IPB. Bogor.

Fox, H.E., Mous, P.J., Pet, J.S., Muljadi, A.H., Caldwell, R.L.,2005. Experimental

Assessment of Coral Reef Rehabilitation Following Blast Fishing.

Conserv. Biology.

Glynn, B.K., Logan, A., and Thomas, M.L.H. 2010. Sponge Ecology on Sublittoral

Hard Substrates in a High Current Velocity Area. Estuarine, Coastal and

Shelf Science.

Haerul. 2013. Analisis Keragaman dan Kondisi Terumbu Karang di Pulau

Sarappolompo, Kab. Pangkep. JIK FIKP Unhas. Makassar.

Halliday dan Resnick, 1991. Fisika Jilid I (Terjemahan). Penerbit Erlangga.

Jakarta.

Haris, 2013. Komposisi Jenis dan Kepadatan Sponge (Porifera: Demospongiae)

di Kepulauan Spermonde Kota Makassar. JIK-FIKP Unhas. Makassar.

Hooper, J.N.A., 2000. Guide to Sponge Collection and Identification. Version

August 2000. Qld, Museum. South Brisbane Qld.

Page 69: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

56

Ikawati, Y. dan H. Parlan. 2009. Coral Reef In Indonesia. COREMAP II DKP.

Jakarta.

Jackson, J.B.C., 1985. Distribution and Ecology of Clonal and Aclonal Benthic

Invertebrates. In: Murray Printing Company. Massachusetts.

Jompa J, McCook LJ. 2001. Effects of competition and herbivory on interactions between a hard coral and a brown alga. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology.

Kadi, A., 1999. Beberapa Catatan Tentang Gelidium (Rhodophyta). Puslitbang

Oseanologi-LIPI. Jakarta

Kadi, A., 2000. Rumput Laut Di Perairan Kalimantan Timur. Dalam Seminar

Pesisir dan Pantai Indonesia IV. Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta.

Kadi & Atmajaya, W. S. 1988. Rumput laut (Alga), Jenis, Reproduksi, Produksi,

Budidaya dan Pasca Panen. LIPI. Jakarta

Karleskint, George Jr., Richard Turner and James W. Small, Jr.. 2010.

Introduction to Marine Biology.Instructor’s Edition. Brooks/ColeCengage

Learning. Canada

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2004. Kriteria Baku

Kondisi Kerusakan Terumbu Karang. Deputi MENLH Bidang Kebijakan

dan Kelembagaan Lingkungan Hidup.

Koesobiono, 1979. Ekologi Perairan . Sekolah Pasca Sarjana Jurusan

Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan.

Lesser MP. 2006. Benthic–pelagic coupling on coral reefs: Feeding and growth of

Caribbean sponges. J. Exp. Mar. Biol. Ecol. 328: 277–288.

Luning, 1990. Seaweeds, Their Environment, Biogeography And

Ecophysiology.John Wiley and Sons. New York.

Magruder, W, H., and Hunt, J.W. 1987. Seaweeds of Hawai. The Oriental

Publishing Company. Honolulu.

Manuputty, A. E. W., dan Djuwariah. 2009. Point Intercept Transect untuk

Masyarakat. Jakarta. COREMAP II – LIPI.

Meutia, S.I , Dedi, S dan Effendi, H. 2011. Morfologi dan Biomassa Sel Spons

Aaptos Aaptos dan Petrosia sp. Dept. ITK FPIK-IPB. Bogor.

Nontji, Anugerah. 2002. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.

Nontji A. 2007. Laut Nusantara. Edisi Revisi. Penerbit Gedia. Jakarta.

Nybakken. J. W. 1988. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. PT

Gramedia. Jakarta.

Page 70: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

57

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT Grammedia.

Jakarta.

Nybakken JW, dan MD Bertness, 2005. Marine biology: An ecological approach,

6th ed. Pearson Education Inc. San Fransisco.

Oktaviani, D. 2002. Distribusi Sapsial Makroalga di Perairan Kepulauan Spermonde. Jurusan Ilmu Kelautan, Universitas Hasanuddin. Makassar.

Pabel, C. T., Joachim, V., Wilde, C., Franke, P., Hofemeister, J., Adler, B.,

Bringmann, G., Hacker, J., and Hentschel, V. 2003. Antimicrobial activities and matrix assisted laser desorption/ ionization mass spectrometry of Baccilus isolated from the marine spons Aplysina aerophoba. Marine Biotechnology.

Palalo, Alfian. 2013. Distribusi Makroalga pada Ekosistem Lamun dan Terumbu

Karang di Pulau Bonebatang, Kecamatan Ujung Tanah, Kelurahan Barrang Lompo, Makassar. Jurusan Ilmu Kelautan, Universitas Hasanuddin. Makassar.

Paonganan, Y. 2008. Analisis Invasi Makroalga ke Koloni Karang Hidup

Kaitannya dengan Laju Sedimentasi di Pulau Bokor, Pulau Pari dan Pulau Payung DKI Jakarta. Disertasi Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Patrick L. Colin and Charles Arneson. 1995. Tropical Pasific Invertebrate.

University of California, Los Angeles. Powell A, Leanne J. Hepburn, David J. Smith, James J. Bell. 2010. Patterns of

Sponge Abundance Across a Gradient of Habitat Quality in the Wakatobi Marine National Park, Indonesia. Coral Reef Research Unit, University of Essex, Wivenhoe Park, Colchester CO4 3 SQ, United Kingdom.

Powell A, Smith DJ, Hepburn LJ, Jones T, Berman J. 2014. Reduced Diversity

and High Sponge Abundance on a Sedimented Indo-Pacific Reef System: Implications for Future Changes in Environmental Quality. PLoS ONE 9(1): e85253. doi:10.1371/journal.pone.0085253.

Pratama, F. 2014. Distribusi dan Kelimpahan Sponge di Perairan Pulau

Karammasang Kabupaten Polewali Mandar : Keterkaitan Dengan Terumbu Karang dan Oseanografi Perairan. JIK-FIKP-UNHAS. Makassar.

Rachmaniar. 1994. Penelitian Produk Alam Laut, Skreening Substansi Bioaktif.

Laporan Penelitian Proyek Sumber daya laut. Puslitbang Oseanologi LIPI. Jakarta.

Rasser M.W., and Riegl B. 2002. Holocene Coral Reef Rubbleand Its Binding

Agents. Coral Reefs.

Reseck, J. Jr. 1988. Marine Biology. Second Edition. A Reston Book. Prentice

Hail, Englewood Cliff. New Jersey.

Page 71: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

58

Soest Van RWM, Boury-Esnault N, Vacelet J, Dohrmann M, Erpenbeck D, De

Voogd NJ, et al. 2012. Global Diversity of Sponges (Porifera). PLoS ONE

7(4): e35105. doi:10.1371/journal.pone.0035105.

Sorokin, Y. I., 1993. Coral Reef Ecology. Spinger-Verlag, Berlin, Heidelberg.

Suharsono. 1995. Metode penelitian terumbu karang. Kursus Pelatihan

Metodologi Penelitian Penentuan Kondisi Terumbu Karang. Jakarta:

Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI.

Suharsono, 1996. Wisata Bahari Pulau Belitung. P3O-LIPI. Jakarta.

Suharsono, 2008. Jenis-Jenis Karang Di Indonesia. LIPI. Jakarta.

Suharyanto. 2008. Distribusi dan Persentase Tutupan Sponge (Porifera) pada

Kondisi Terumbu Karang dan Kedalaman yang Berbeda di Perairan Pulau

Barranglompo, Sulawesi Selatan. Biologi FMIPA UNS. Surakarta.

Sulistiyo dan Atmajaya, W.S., 1980. Komunitas Rumput Laut Di Tanjung Benoa

Bali. Rangkuman Beberapa Hasil Penelitian Pelita II . Jakarta

Sumich. L. 1992. An Introduction To The Biology Of Marine Life. Wmc Brown. Dubuque . Lowa.

Supriharyono, 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah

Pesisir Tropis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem Sumber Daya Hayati. Pustaka

Pelajar. Yogyakarta. Tjitrosoepomo, G., 2005. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). UGM-Press,

Yogyakarta. Trautman DA, Hinde R, Borowitzka MA. 2000. Population Dynamics Of An

Association Between A Coral ReefSponge and a Red Macroalga. J Exp Mar Biol Ecol.

Trono, G.C., dan Ganzon-Fortes, E.T. 1988. Philippine Seaweeds. National Book Store, Inc. Manila.

UNEP. 1993a. Reefs at Risk: Coral reefs, human use and global climate change. Regional Seas.

Verheij, E. 1993. Marine plants on the reef of the Spermonde archipelago, SW

Sulawesi, Indonesia; Aspect of Taxonomy, Floristics, and Ecology.

Rijksherbarium/Hortus Botanicus. Leiden.

Veron, J.E.N. 1993. Corals of Australia and The Indo-Pacifik. University Of

Hawaii Press. Honolulu.

Veron, JEN. (2000). Corals of Australia and Indo-Pasific. Angus and Robertson

Publisher, Australia.

Page 72: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

59

Wood. 1983. Reefs Of the World Biology and Guide. T. T. H. Publications, Inc., LTD. Hongkong.

Yulianto, K., dan Arfah, H. 1998. Vegetasi Alga Laut Dsi Pulau Osi Seram Barat.

Dalam Seminar Nasional Kelautan LIPI-UNHAS, Ke II. Balitbang Sumberdaya Laut P3O-LIPI. Ambon.

Yulianto, K dan K. Sumadhiharga, 1989. Komunitas rumupt laut di perairan Pulau

Geser dan Pulau Makola, Seram Timur. Dalam: Perairan Maluku dan sekitarnya: Biologi, Budidaya, Geologi, Lingkungan dan Oseanografi. Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta.

Page 73: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

60

Page 74: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

61

Lampiran 1. Tutupan Jenis Sponge dan Makroalga di Pulau Hoga Wakatobi

Reef Flat Reef Crest Reef Slope Reef Flat Reef Crest Reef Slope

Adocia 0.051 0 0.081 Acanthophora 0 0.014 0

Agelas 0 0.056 0 Amphiroa 0.197 0.139 0.083

Anxinyssa 0.090 0.111 0.028 Codium 0 0.056 0

Aplysilla 0 0 0.131 Corallina 0 0 0.067

Aplysina 0 0.088 0 Eucheuma 0 0.069 0

Chalinula 0.116 0 0 Gelidiella 0 0.042 0

Chondrosia 0 0 0.014 Gracilaria 0 0.056 0.139

Clathria 0.028 0.332 0.559 Halimeda 0.029 0.014 0.094

Cliona 0 0.178 0 Neomeris 0.006 0 0.014

Echinodictium 0.057 0.042 0

Geodia 0.042 0 0.067

Haliclona 0.039 0 0

Halisarca 0.043 0 0

Hippospongia 0 0.019 0

Hyrtios 0.065 0.050 1.076

Liosina 0 0.014 0

Phyllospongia 0 0.019 0.056

Plakortis 0 0.056 0

Pseudeoceratina 0 0.144 0

Ptylocaulis 0.225 0 0.278

Spechiospongia 0 0 0.194

Stylissa 0 0 0.039

Theonella 0 0.042 0

Xestospongia 0 0 0.048

Aplysilla 0.069 0.171 0.292 Amphiroa 0.042 0.014 0

Axynissa 0.116 0 0.042 Codium 0 0 0.014

Clathria 0.102 0.542 0.921 Dictyota 0 0.028 0

Cliona 1.546 0.028 0.042

Dactylia 0 0 0.032

Dorypleres 0 0 0.046

Dyseidea 0.028 0 0

Hippospongia 0 0 0.083

Hyrtios 0.014 0 0.167

Lamellodysidea 0 0 1.454

Liosina 0 0.144 0

Paratetilla 0 0 0.042

Phyllospongia 0 0.079 0

Theonella 0 0.019 0

Xestospongia 0 0.130 0

Aaptos 0 0 0.057 Amphiroa 0.569 0.215 0.151

Adocia 0 0.086 0 Halimeda 0.250 0.000 0.000

Aplysina 0 0.443 0 Neomeris 0.085 0.035 0.054

Axynissa 0 0.170 0

Clathria 0 0.632 0.852

Cliona 5.333 0.346 0

Dactylospongia 0 0.757 0

Dendrilla 0 0 0.075

Dysidea 0 0.568 0

Gelloides 0 0.117 0

Haliclona 0 0.212 0.077

Hyrtios 0 0.141 0.032

Lamellodysidea 0.333 0.853 2.566

Leucetta 0 0 0.087

Liosona 0 0.431 0

Plakortis 0 0.257 0

Spheciospongia 0 0.948 3.342

Stylissa 0 0.155 0

Theonella 0 0.265 0

Xestospongia 0 2.946 5.357

I

II

III

GeneraMakro Alga

Stasiun GeneraSponge

Page 75: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

62

Lampiran 2. Tutupan Kategori Substrat Dasar di Pulau Hoga Wakatobi

Hard Coral Soft Coral Dead Coral Other Abiotik

I 23,00 22,00 46,00 7,00 2,00

II 32,00 27,00 16,00 10,00 15,00

III 35,00 33,00 7,00 9,00 16,00

Rerata 30,00 27,33 23,00 8,67 11,00

STDEV 6,24 5,51 20,42 7,00 7,81

I 45,00 7,00 23,00 18,00 7,00

II 32,00 30,00 25,00 9,00 4,00

III 27,00 29,00 34,00 8,00 2,00

Rerata 34,67 22,00 27,33 11,67 4,33

STDEV 9,29 13,00 5,86 7,00 2,52

I 18,00 30,00 16,00 10,00 26,00

II 18,00 10,00 43,00 13,00 16,00

III 24,00 8,00 38,00 16,00 14,00

Rerata 20,00 16,00 32,33 13,00 18,67

STDEV 3,46 12,17 14,36 8,06 6,43

I 10,00 3,00 48,00 6,00 33,00

II 30,00 32,00 31,00 6,00 1,00

III 26,00 23,00 25,00 6,00 20,00

Rerata 22,00 19,33 34,67 6,00 18,00

STDEV 8,64 12,12 9,74 5,94 13,14

I 23,00 1,00 22,00 7,00 47,00

II 32,00 12,00 36,00 10,00 10,00

III 32,00 10,00 23,00 12,00 23,00

Rerata 29,00 7,67 27,00 9,67 26,67

STDEV 5,20 5,86 7,81 5,00 18,77

I 40,00 0,00 18,00 16,00 26,00

II 23,00 6,00 33,00 19,00 19,00

III 24,00 9,00 29,00 21,00 17,00

Rerata 29,00 5,00 26,67 18,67 20,67

STDEV 9,54 4,58 7,77 10,03 4,73

I 53,00 14,00 22,00 2,00 9,00

II 40,00 32,00 6,00 6,00 16,00

III 43,00 43,00 3,00 9,00 2,00

Rerata 45,33 29,67 10,33 5,67 9,00

STDEV 6,81 14,64 10,21 5,00 7,00

I 26,00 1,00 52,00 21,00 0,00

II 23,00 5,00 42,00 22,00 8,00

III 31,00 9,00 31,00 19,00 10,00

Rerata 26,67 5,00 41,67 20,67 6,00

STDEV 4,04 4,00 10,50 6,15 5,29

I 31,00 1,00 36,00 23,00 9,00

II 19,00 3,00 43,00 31,00 4,00

III 27,00 12,00 34,00 22,00 5,00

Rerata 25,67 5,33 37,67 25,33 6,00

STDEV 6,11 5,86 4,73 7,00 2,65

II

Reef Flat

Reef Crest

Reef Slope

III

Reef Flat

Reef Crest

Reef Slope

Stasiun Zona UlanganPersen Penutupan

I

Reef Flat

Reef Crest

Reef Slope

Page 76: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

63

Lampiran 3. Tutupan Sponge, Makroalga dan Karang Keras di Pulau Hoga

Wakatobi

I II III

Reef Flat 23,00 32,00 35,00 30,00 6,24

Reef Crest 45,00 32,00 27,00 34,67 9,29

Reef Slope 18,00 18,00 24,00 20,00 3,46

Reef Flat 10,00 30,00 26,00 22,00 10,58

Reef Crest 23,00 32,00 32,00 29,00 5,20

Reef Slope 40,00 23,00 24,00 29,00 9,54

Reef Flat 53,00 40,00 43,00 45,33 6,81

Reef Crest 26,00 23,00 31,00 26,67 4,04

Reef Slope 31,00 19,00 27,00 25,67 6,11

Reef Flat 0,00 1,03 1,24 0,76 0,66

Reef Crest 1,70 1,01 0,73 1,15 0,50

Reef Slope 3,76 2,11 1,83 2,57 1,04

Reef Flat 3,26 2,18 0,18 1,87 1,56

Reef Crest 1,13 1,17 1,04 1,11 0,07

Reef Slope 2,97 2,93 3,46 3,12 0,30

Reef Flat 5,85 6,59 4,58 5,67 1,02

Reef Crest 10,53 7,83 9,63 9,33 1,37

Reef Slope 12,70 11,01 13,65 12,45 1,34

Reef Flat 0,51 0,04 0,14 0,23 0,25

Reef Crest 0,88 0,13 0,17 0,39 0,42

Reef Slope 0,24 0,00 0,95 0,40 0,49

Reef Flat 0,08 0,00 0,04 0,04 0,04

Reef Crest 0,04 0,08 0,00 0,04 0,04

Reef Slope 0,04 0,00 0,00 0,01 0,02

Reef Flat 0,88 0,57 1,25 0,90 0,34

Reef Crest 0,24 0,36 0,15 0,25 0,11

Reef Slope 0,14 0,38 0,13 0,22 0,14

Stasiun ZonaUlangan

Rerata STDEVKomponen

I

II

III

Karang Keras

Sponge

Makro Alga

II

I

II

III

I

III

Page 77: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

64

Lampiran 4. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda

a. Keterkaitan antara Tutupan Karang Keras dengan Sponge dan Makroalga

b. Keterkaitan Parameter Lingkungan dengan Tutupan Sponge

Page 78: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

65

c. Keterkaitan Parameter Lingkungan dengan Tutupan Makroalga

d. Keterkaitan Parameter Lingkungan dengan Tutupan Karang Keras

Page 79: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

66

Lampiran 5. Parameter Lingkungan di Pulau Hoga Wakatobi

Stasiun Zona Ulangan Suhu Kedalaman Salinitas Kecepatan Arus Kecerahan

1 28.00 5.00 33.26 0.020 100.00

2 28.00 4.00 33.46 0.020 100.00

3 28.00 4.00 33.57 0.030 100.00

1 27.00 7.00 33.42 0.030 89.78

2 27.00 7.00 33.67 0.030 89.00

3 27.00 7.00 33.38 0.030 89.75

1 26.00 15.00 33.41 0.030 81.42

2 26.00 14.00 33.34 0.030 80.87

3 26.00 13.50 33.28 0.030 80.43

27.00 8.50 33.42 0.028 90.14

1 28.95 3.00 33.13 0.060 90.21

2 28.56 3.00 33.34 0.060 90.23

3 28.78 3.00 33.25 0.060 90.15

1 27.65 7.00 33.16 0.070 80.18

2 27.98 7.00 33.12 0.070 81.34

3 27.87 7.00 33.10 0.060 81.20

1 26.94 8.00 33.19 0.060 67.59

2 26.80 8.00 33.08 0.060 67.57

3 26.75 8.00 33.05 0.070 68.77

27.81 6.00 33.16 0.063 79.69

1 28.95 3.00 33.34 0.02 100.00

2 28.56 3.00 33.34 0.01 100.00

3 28.78 3.00 33.17 0.01 100.00

1 27.65 9.00 33.12 0.02 95.38

2 27.98 9.00 33.21 0.04 95.00

3 27.87 9.00 33.26 0.02 94.00

1 27.84 15.00 33.13 0.02 72.00

2 26.80 15.00 33.15 0.02 73.00

3 26.75 15.00 33.20 0.03 72.00

27.91 9.00 33.21 0.02 89.04Rerata

I

II

III

Reef Flat

Reef Crest

Reef Slope

Reef Flat

Reef Crest

Reef Slope

Reef Flat

Reef Crest

Reef Slope

Rerata

Rerata

Page 80: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

67

Lampiran 6. Jenis Sponge yang ditemukan di Pulau Hoga Wakatobi

Aaptos

Geodia

Adocia

Haliclona

Agelas

Halisarca

Axinyssa

Hippospongia

Page 81: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

68

Lampiran 6. Lanjutan

Aplysilla

Hyrtios

Aplysina

Lamellodysidea

Dactylia

Gelloides

Chalinula

Liosona

Page 82: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

69

Lampiran 6. Lanjutan

Leucetta

Phyllospongia

Chondrosia

Paratetilla

Clathria

Plakortis

Cliona

Pseudeoceratina

Page 83: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

70

Lampiran 6. Lanjutan

Dactylospongia

Ptylocaulis

Dendrilla

Spheciospongia

Dorypleres

Stylissa

Dyseidea

Theonella

Page 84: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

71

Lampiran 6. Lanjutan

Echinodictium

Xestospongia

Page 85: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

72

Lampiran 7. Jenis Makroalga yang ditemukan di Pulau Hoga Wakatobi

Acanthophora

Eucheuma

Amphiroa

Gelidiella

Codium

Gracilaria

Corallina

Halimeda

Page 86: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

73

Lampiran 7. Lanjutan

Dictyota

Neomeris

Page 87: TUTUPAN SPONGE DAN MAKROALGA PADA KARANG KERAS DI PULAU ... · karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun

74

Lampiran 8. Proses Pengambilan Data Lapangan

Pengukuran Tutupan Sponge dan

Makroalga

Pengukuran Kecepatan Arus Secara

Manual

Pengukuran Tutupan Terumbu Karang

Pengukuran Kecerahan Perairan

Penempatan Kuadrat ukuran 50 x 50 cm