tunanetra
DESCRIPTION
TugasTRANSCRIPT
Anggota Kelompok :
I Made Sumadiyasa 1011011103/ BK 5B
Putu Aryawan 1011011116/ BK 5B
Nur Hikmah 1011011081/ BK 5B
1. Pengertian Tunanetra.
Dijelaskan Organ mata dalam sistem panca indera manusia merupakan salah satu dari
indra yang bisa sangat penting, sebab di samping menjalankan fungsi fisiologis dalam
kehidupan manusia, mata dapat juga memberikan keindahan muka yang sangat
mengagumkan, atas dasar itulah dalam banyak puisi mata sering diibaratkan sebagai
”cermin dari jiwa” ( dalam Mohamad Efendi, 2006 ).
Organ mata yang normal dalam menjalankan fungsinya sebagai indera penglihatan
melalui proses berikut. Pantulan cahaya diri objek di lingkungannya ditangkap oleh mata
melalui kornea, lensa mata, dan dan membentuk bayangan nyata yang lebih kecil dan
terbaik pada retina. Dari retina dengan melalui saraf penglihatan bayangan benda dikirim
ke otak dan terbentuklah kesadaran orang tentang objek yang dilihatnya.
Sedangkan organ mata yang tidak normal atau berkelainan dengan proses fisiologis
melihat sebagai berikut. Bayangan benda yang ditangkap oleh mata tidak dapat
diteruskan oleh kornea, lensa mata, dan ke saraf karena suatu sebab, misalnya kornea
mata mengalami kerusakan, kering, keriput, lensa mata menjadi keruh, atau saraf
menghubungkan mata dengan otak mengalami gangguan. Seseorang yang mengalami
kondisi tersebut dikatakan sebagai penderita kelainan penglihatan atau tunanetra.
Untuk mengelompokkan seseorang dalam klasifikasi kelainan dalam kaitannya
dengan pemberian layanan pendidikan khusus harus berdasarkan kriteria tertentu yang
menjadi acuan. Salah satu kriteria yang dapat digunakan sebagai dasar pengklasifikiasian
anak tunanetra di Indonesia adalah hasil musyawarah ketunanetraan di Solo tahun 1968.
Seseorang dikatakan tunanetra jika memiliki visus sentralis 6/60 lebih kecil dari itu.
Atau, setelah dikoreksi secara maksimal penglihatan tidak memungkinkan lagi
mempergunakan fasilitas pendidikan dan pengajaran yang bisa di gunakan oleh anak
normal/orang awas.
1
Secara etimologi ( dalam Soekini Pradopo, dkk ) kata tunanetra berasal dari tuna yang
berarti rusak/rugi, netra berarti mata atau penglihatan/cacat mata. Istilah tuna netra yang
mulai populer dalam dunia pendidikan dirasa cukup tepat untuk menggambarkan
keadaan penderita yang mengalami kelainan indra penglihatan, baik kelainan itu bersifat
berat maupun ringan. Sedangkan istilah “buta” pada umumnya melukiskan keadaan mata
yang rusak, baik sebagian (sebelah) maupun seluruhnya ( kedua-duanya ), sehingga mata
itu tidak lagi dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Seseorang dikatakan tunanetra menurut Pertuni ( Persatuan Tunanetra Indonesia )
adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali ( buta total ) hingga mereka
yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya
untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 poin dalam keadaan cahaya normal meskipun
dibantu dengan kacamata.
Jadi secara umum tunanetra berarti rusak penglihatan, sehingga mereka yang
mengalami gangguan penglihatan sedemikian rupa sehingga memerlukan alat bantu
dalam melakukan aktivitas sehari-hari ( belajar ).
2. Klasifikasi Anak Tunanetra.
Klasifikasi tunanetra dapat dijelaskan sebagai berikut :
Tingkat ketajaman penglihatan.
1. 6/6-6/16 atau 20/20-20/50.
2. 6/20-6/60 atau 20/70-20/200.
3. 6/60 lebih atau 20/200 lebih.
Berdasarkan waktu terjadinya kecacatan.
1. Tunanetra sebelum dan sejak lahir : yakni mereka yang sama sekali tidak
memiliki pengalaman penglihatan.
2. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil : mereka telah memiliki kesan-kesan
serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
3. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja : mereka telah memiliki
kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses
perkembangan pribadi.
4. Tunanetra pada usia dewasa : pada umumnya mereka yang dengan segala
kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
2
5. Tunanetra dalam usia lanjut : sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-
latihan penyesuaian diri.
Berdasarkan kemampuan daya penglihatan.
1. Tunanetra ringan ( Defective Vision / Low Vision ) : yakni mereka yang
memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat
mengikuti program-program pendidikan dan mampu melakukan
pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.
2. Tunanetra setengah berat ( Partially Sighted ) : yakni mereka yang kehilangan
sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu
mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.
3. Tunanetra berat ( Totally Blind ) : yakni mereka yang sama sekali tidak dapat
melihat.
Menurut WHO.
1. Tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 dan atau
memiliki bidang penglihatan kurang dari 20 derajat.
2. Tunanetra yang masih memiliki ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai
dengan 20/200 yang dapat lebih baik melalui perbaikan.
Berdasarkan kelainan-kelainan pada mata.
1. Myopia : adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di
belakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. Untuk
membantu proses penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata
koreksi dengan lensa negatif.
2. Hyperopia : adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di
depan retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk
membantu proses penglihatan pada penderita Hyperopia digunakan kacamata
koreksi dengan lensa positif.
3. Astigmatisme : adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan
karena ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola
mata sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak
terfokus jatuh pada retina. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita
astigmatisme digunakan kacamata koreksi dengan lensa silindris.
3
Menurut Hathaway, klasifikasi didasarkan dari segi pendidikan, yaitu :
1. Anak yang memiliki ketajaman penglihatan 20/70 atau kurang setelah
memperoleh pelayanan medik.
2. Anak yang mempunyai penyimpangan penglihatan dari yang normal dan
menurut ahli mata dapat bermanfaat dengan menyediakan atau memberikan
fasilitas pendidikan yang khusus.
Lain halnya dijelaskan ( dalam Mohamad Efendi, Psikopedagogik anak berkelainan,
2005 ) derajat tunanetra berdasarkan distribusinya berada dalam rentangan yang
berjenjang, dari yang ringan sampai yang berat. Berat ringannya jenjang
ketunanetraan didasarkan kemampuannya untuk melihat bayangan benda. Lebih
jelasnya jenjang kelainan ditinjau dari ketajaman untuk melihat bayangan benda dapat
dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
1 Anak yang mengalami kelainan penglihatan yang mempunyai kemungkinan
dikoreksi dengan penyembuhan pengobatan atau alat optik tertentu. Anak
termasuk dalam kelompok ini tidak dikategorikan dalam kelompok anak
tunanetra sebab ia dapat menggunakan fungsi penglihatan dengan baik untuk
kegiatan belajar.
2 Anak yang mengalami kelainan penglihatan, meskipun dikoreksi dengan
pengobatan atau alat optik tertentu masih mengalami kesulitan mengikuti kelas
reguler sehingga diperlukan kompensasi pengajaran untuk mengganti
kekurangannya. Anak yang memiliki kelainan penglihatan dalam kelompok
kedua dapat dikategorikan sebagai anak tunanetra ringan sebab ia masih bisa
membedakan bayangan. Dalam praktek percakapan sehari-hari anak yang
masuk dalam kelompok kedua ini lazim disebut anak tunanetra sebagai
( Partially seeing-children ).
3 Anak yang mengalami kelainan penglihatan yang tidak dapat dikoreksi dengan
pengobatan atau pun alat optik apapun. Ia hanya dapat dididik melalui saluran
lain selain mata. Dalam percakapan sehari-hari, anak yang memiliki kelainan
penglihatan dalam kelompok ini dikenal dengan sebutan buta ( tunanetra berat ).
Terminologi buta berdasarkan rekomendasi dari the white house con ference on
child health and education di Amerika ( 1930 ), “seseorang dikatakan buta jika
tidak dapat mempergunakan penglihatannya untuk kepentingan pendidikannya”(
Patton, 1991 ).
4
Cruickshank ( 1980 ) ( dalam Mohamad Efendi. Psikopedagogik anak berkelainan.
2005 ) menelaah jenjang ketunanetraan berdasarkan pengaruh gradasi kelainan
penglihatan terhadap aktivitas ingatannya, dapat dikelompokkan menjadi sebagai
berikut :
1. Anak tunanetra total bawaan atau yang diderita sebelum usia 5 tahun.
2. Anak tunanetra yang diderita setelah usia 5 tahun.
3. Anak tunanetra sebagian karena faktor bawaan.
4. Anak tunanetra sebagian akibat sesuatu yang didapat kemudian.
5. Anak dapat melihat sebagian karena faktor bawaan.
6. Anak dapat melihat sebagian akibat tertentu yang didapat kemudian.
Anak tunanetra yang termasuk dalam nomor 1 sampai dengan nomor 4 termasuk
dalam kategori perlu mendapat intervensi dan modifikasi program layanan pendidikan
khusus sesuai dengan kebutuhannya.
Kirk ( 1962 : p. 214 ) mengutip klasifikasi ketunanetraan, yaitu :
1. Anak yang buta total atau masih memiliki persepsi cahaya sampai dengan
2/2000, ia tidak dapat melihat gerak tangan pada jarak 3 kaki di depan
wajahnya.
2. Anak yang buta dengan ketajaman penglihatan sampai dengan 5/200, ia tidak
dapat menghitung jari pada jarak 3 kaki di depan wajahnya.
3. Anak yang masih dapat diharapkan untuk berjalan sendiri, yaitu yang memiliki
ketajaman penglihatan sampai dengan 10/200, ia tidak dapat membaca huruf-
huruf besar seperti judul berita pada koran.
4. Anak yang mampu membaca huruf-huruf besar pada koran, yaitu yang memiliki
ketajaman penglihatan sampai dengan 20/200, akan tetapi ia tidak dapat
diharapkan untuk membaca huruf 14 poin atau tipe yang lebih kecil.
5. Anak yang memiliki penglihatan pada batas ketajaman penglihatan 20/200 atau
lebih, akan tetapi ia tidak memiliki penglihatan cukup untuk melakukan
kegiatan-kegiatan yang memerlukan penglihatan dan anak ini tidak dapat
membaca huruf 10 poin.
5
3. Faktor Penyebab.
Pre - natal.
Faktor penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya
dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan,
antara lain :
Keturunan.
Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor keturunan terjadi dari hasil
perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai orang tua yang
tunanetra. Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor keturunan ini, dapat
dilihat dari sifat-sifat keturunan yang mempunyai hubungan pada garis lurus,
silsilah dan hubungan sedarah. Sifat-sifat keturunan pada garis lurus terdapat
misalnya hasil perkawinan orang bersaudara. Perkawinan pada garis lurus
tersebut juga cenderung pada hubungan sedarah, yakni kekurangan unsur
variabel jenis darah tertentu. Hubungan sedarah tersebut memperbesar
kemungkinan lahirnya seorang anak tunanetra atau anak luar biasa dari jenis
lain. Ketunanetraan juga dapat terjadi dari perkawinan antara sesama
tunanetra atau yang mempunyai orang tua atau nenek moyang yang menderita
tunanetra. Anak tunanetra yang lahir akibat faktor keturunan memperlihatkan
ciri-ciri yaitu bola mata yang normal, tetapi tidak dapat menerima persepsi
sinar ( cahaya ). Ketunanetraan akibat faktor keturunan antara lain Retinitis
Pigmentosa, penyakit pada retina yang umumnya merupakan keturunan.
Penyakit ini sedikit demi sedikit menyebabkan mundur atau memburuknya
retina. Gejala pertama biasanya sukar melihat di malam hari, diikuti dengan
hilangnya penglihatan periferal, dan sedikit saja penglihatan pusat yang
tertinggal.
Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan.
Ketunanetraan yang disebabkan karena proses pertumbuhan dalam
kandungan dapat disebabkan oleh :
Gangguan waktu ibu hamil.
Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak sel-sel darah tertentu
selama pertumbuhan janin dalam kandungan.
6
Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella atau
cacar air, dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga, jantung dan
sistem susunan saraf pusat pada janin yang sedang berkembang.
Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma dan tumor.
Tumor dapat terjadi pada otak yang berhubungan dengan indera
penglihatan atau pada bola mata itu sendiri.
Kurangnya vitamin tertentu, dapat menyebabkan gangguan pada mata
sehingga hilangnya fungsi penglihatan.
Post - natal.
Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal dapat terjadi sejak atau
setelah bayi lahir antara lain :
Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat benturan
alat-alat atau benda keras.
Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil
gonorrhoe menular pada bayi, yang pada ahkirnya setelah bayi lahir
mengalami sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan.
Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, misalnya:
Xeropthalmia : yakni penyakit mata karena kekurangan vitamin A.
Trachoma : yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis.
Catarac : yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa
mata menjadi keruh, akibatnya terlihat dari luar mata menjadi putih.
Glaucoma : yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam bola
mata, sehingga tekanan pada bola mata meningkat.
Diabetik Retinopathy : adalah gangguan pada retina yang disebabkan
karena diabetis. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluh darah dan
dapat dipengaruhi oleh kerusakan sistem sirkulasi hingga merusak
penglihatan.
Macular Degeneration : adalah kondisi umum yang agak baik, dimana
daerah tengah dari retina secara berangsur memburuk. Anak dengan retina
degenerasi masih memiliki penglihatan perifer akan tetapi kehilangan
kemampuan untuk melihat secara jelas objek-objek di bagian tengah
bidang penglihatan.
7
Retinopathy of prematurity : biasanya anak yang mengalami ini karena
lahirnya terlalu prematur. Pada saat lahir masih memiliki potensi
penglihatan yang normal. Bayi yang dilahirkan prematur biasanya
ditempatkan pada inkubator yang berisi oksigen dengan kadar tinggi,
sehingga pada saat bayi dikeluarkan dari inkubator terjadi perubahan
kadar oksigen yang dapat menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah
menjadi tidak normal dan meninggalkan semacam bekas luka pada
jaringan mata. Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan pada selaput
jala (retina) dan tunanetra total.
Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti masuknya
benda keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan dari
kendaraan, dll.
4. Usaha Pencegahan.
Secara medis.
Salah satu cara pencegahan secara medis adalah dengan memberikan pencerahan
kepada masyarakat tentang pemberian gizi pada mata yaitu vitamin A dengan
memakan makanan seperti :
- Sayur-sayuran hijau ( daun ubi kayu, daun bayam, daun kacang panjang,
dll. ).
- Buah-buahan berwarna ( pepaya, pisang, dll. ).
- Minyak kelapa sawit merah ( red palm oil ).
Secara sosial.
Ditinjau dari segi sosial, usaha pencegahan ketunanetraan tidak terlepas dari :
- Peranan Pusat Kesehatan Masyarakat yang beroperasi di tingkat kecamatan.
Sebagai instansi pemerintahan dalam bidang kesehatan, tidak hanya melayani
masyarakat umum tetapi juga turut bertanggung jawab atas kesehatan anak-
anak sekolah melalui Unit Kesehatan Sekolah. Melalui kerja sama dengan
UKS dapat dilakukan pengamatan dan penelitian terhadap penglihatan,
pendengaran dan lain-lain. Maksudnya adalah sebagai berikut :
Untuk mengetahui cacat atau kekurangan yang terdapat pada anak.
Untuk mengetahui perhubungan pengalaman anak yang lalu, agar
guru dapat menyesuaikan programnya dengan keperluan anak
sekarang.
8
Untuk mengetahui apakah anak perlu mendapatkan perawatan
selanjutnya kepada dokter atau perawat.
Untuk mengikuti proses pengobatan yang sudah dijalankan oleh anak
yang berangkutan.
Untuk mencegah terjangkitnya wabah di sekolah.
Bila menjumpai kelainan pada penglihatan dan pendengaran, maka
murid tersebut harus ditempatkan di muka, agar ia mudah melihat dan
mendengarkan pelajaran yang diberikan oleh guru.
- Peranan RT/RW, selaku lembaga masyarakat lingkungan yang berkewajiban
menyelenggarakan keamanan dan kesejahteraan lingkungan, maka sangat
penting untuk melaksanakan pemeliharaan lingkungan terutama masalah
pembuangan sampah, saluran pembuangan air dan sebagainya yang menjadi
sumber penyebaran penyakit.
- Perlindungan keselamatan kerja para buruh di perusahaan. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1951 pasal 1, bahwa majikan dari suatu
perusahaan berkewajiban mengadakan tempat kerja dan perumahan yang
memenuhi syarat-syarat kebersihan, kesehatan dan sebagainya. Lingkungan
kerja yang tidak memperhatikan syarat-syarat kebersihan dapat mengundang
berbagai penyakit, keracunan, kecelakaan, dsb.
Secara edukatif.
- Peranan keluarga dalam pencegahan ketunanetraan sangat penting. Peranan
tersebut terutama ditampilkan dalam perbaikan makanan yang dikonsumsi
dan membiasakan diri hidup sehat.
- Peranan sekolah dalam pencegahan ketunanetraan sangat penting karena
sekolah merupakan wahana individu dalam memperoleh pendidikan. Usaha-
usaha pencegahan ketunanetraan melalui sarana-sarana seperti :
Mengarahkan anak mengetahui dan memahami betapa pentingnya
suasana rumah tangga yang dan lingkungan yang sehat untuk
pencegahan ketunanetraan.
Agar usaha pemahaman terhadap suasana sejahtera dapat tercapai,
anak-anak sendiri harus mampu mengadakannya, untuk itu anak-anak
harus terampil melakukan pola hidup sehat seperti berolah raga teratur,
makan makanan bergizi,dsb.
9
Setelah anak paham terhadap pentingnya suasana sejahtera bagi dirinya
serta terampil pula melaksanakan kegiatan yang bersangkut paut
dengan suasana sejahtera, sekolah mampu menciptakan kondisi agar
anak memiliki sikap hidup sehat dan terampil menolong diri sendiri
dan orang lain.
5. Karakteristik Anak Tunanetra.
Karakteristik anak Tunanetra dalam aspek akademis.
Bateman dalam Hallahan & Kauffman ( 1991 : 312 ) mengemukakan bahwa dari
hasil penelitian, diperoleh beberapa fakta yang memberikan kesan bahwa anak
tunanetra baik yang kurang lihat maupun buta, ketinggalan dari temannya yang
awas. Berkaitan dengan tersebut, Samuel Hayes dalam Moh. Amin ( 1986 : 13 )
telah mengukur kecerdasan tunanetra dengan menggunakan tes kecerdasan Hayes
Binet dengan menghilangkan nomor-nomor yang menggunakan penglihatan
dan menggantinya dengan nomor-nomor yang tidak menggunakan penglihatan
dari Standford - Binet. Tes tersebut menguji 2.312 anak-anak buta, dan
menemukan bahwa angka IQ rata-rata mereka adalah 98,8. Studi yang dilakukan
oleh Kephart & Schwartz (1974) menunjukkan bahwa anak-anak yang
mengalami gangguan penglihatan yang berat cenderung memperoleh kemampuan
berkomunikasi secara lisan, dan mampu berprestasi seperti anak awas.
Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Akademis Tilman & Osborn ( 1969 )
menemukan beberapa perbedaan antara anak tunanetra dan anak awas yaitu :
Anak tunanetra menyimpan pengalaman-pengalaman khusus seperti halnya
anak awas, namun pengalaman-pengalaman tersebut kurang terintegrasikan.
Anak tunanetra mendapatkan angka yang hampir sama dengan anak awas,
dalam hal berhitung, informasi, dan kosakata, tetapi kurang baik dalam hal
pemahaman ( comprehention ) dan persaman.
Kosa kata anak tunanetra cenderung merupakan kata-kata yang definitif.
Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek pribadi dan Sosial.
Hallahan & Kauffman ( 1991 : 313 ) mengemukakan bahwa hasil
penelitian tidak menunjukkan bahwa anak tunanetra secara umum
tidak dapat menyesuaikan diri ( maladjusted ) sehingga masalah
kepribadian bukan merupakan sifat/pembawaan dari ketunanetraannya.
10
Ketunanetraan tidak secara langsung menyebabkan timbulnya masalah
kepribadian. Masalah kepribadian cenderung diakibatkan oleh sikap negatif
yang diterima anak tunanetra dari lingkungan sosialnya.
Anak tunanetra mengalami kesulitan dalam menguasai keterampilan sosial,
karena keterampilan tersebut biasanya diperoleh individu melalui model atau
contoh perilaku dan umpan balik melalui penglihatan.
Beberapa karakteristik sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari
ketunanetraannya, adalah curiga terhadap orang lain, mudah tersinggung, dan
ketergantungan pada orang lain.
Karakteristik anak Tunanetra dalam aspek fisik / indera dan motorik / perilaku.
Dilihat secara fisik, akan mudah ditentukan bahwa orang tersebut mengalami
tunanetra. Hal itu dapat dilihat dari kondisi matanya yang berbeda dengan
mata orang awas dan sikap tubuhnya yang kurang ajeg serta agak kaku.
Anak tunanetra pada umumnya menunjukkan kepekaan yang lebih baik pada
indera pendengaran dan perabaan dibandingkan dengan anak awas.
Dalam aspek motorik/perilaku, gerakan anak tunanetra terlihat kurang
fleksibel, menggosok-gosok mata dan menepuk-nepuk tangan.
6. Perkembangan Anak Tunanetra.
Perkembangan Kognitif Anak Tunanetra.
Akibat dari ketunanetraan, maka pengenalan atau pengertian terhadap dunia luar
anak tidak dapat diperoleh secara lengkap dan utuh. Akibatnya perkembangan
kognitif anak tunanetra cenderung terhambat dibandingkan dengan anak-anak
normal pada umumnya. Hal ini disebabkan perkembangan kognitif tidak saja erat
kaitannya dengan kecerdasan ( IQ ), tetapi juga dengan kemampuan indra
penglihatannya. Melalui indera penglihatan seseorang mampu melakukan
pengamatan terhadap dunia sekitar, tidak saja pada bentuknya ( pada objek
berdimensi dua ) tetapi juga pengamatan dalam ( pada objek berdimensi tiga ),
warna, dan dinamikanya. Melalui indra inilah sebagian besar rangsang atau
informasi akan diterima untuk selanjutnya diteruskan ke otak, sehingga timbul
kesan atau persepsi dan pengertian tertentu terhadap rangsang tersebut. Melalui
kegiatan-kegiatan yang bertahap dan terus menerus seperti inilah yang pada
11
akhirnya mampu merangsang pertumbuhan dan perkembangan kognitif seseorang
sehingga mampu berkembang secara optimal.
Perkembangan Emosi Anak Tunanetra.
Perkembangan emosi anak tunanetra akan sedikit mengalami hambatan
dibandingkan dengan anak yang awas. Keterhambatan ini terutama disebabkan
oleh keterbatasan kemampuan anak tunanetra dalam proses belajar. Pada awal
masa kanak-kanak, anak tunanetra mungkin akan melakukan proses belajar
mencoba-coba untuk menyatakan emosinya, namun hal ini tetap dirasakan tidak
efisien karma dia tidak dapat melakukan pengamatan terhadap reaksi
lingkungannya secara tepat. Akibatnya pola emosi yang ditampilkannya mungkin
berbeda atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh diri maupun
lingkungannya. Perkembangan emosi anak tunanetra akan semakin terhambat
bila anak tersebut mengalami deprivasi emosi, yaitu keadaan dimana anak
tunanetra tersebut kurang memiliki kesempatan untuk menghayati pengalaman
emosi yang menyenangkan seperti kasih sayang, kegembiraan, perhatian, dan
kesenangan. Anak tunanetra yang cenderung mengalami deprivasi emosi ini
terutama adalah anak-anak yang pada masa awal kehidupan atau
perkembangannya ditolak kehadirannya oleh lingkungan keluarga atau
masyarakat. Deprivasi emosi ini akan sangat berpengaruh terhadap aspek
perkembangan lain : kelambatan dalam perkembangan fisik, motorik, bicara,
intelektual dan sosial. Selain itu, anak yang mengalami deprivasi emosi akan
bersifat menarik diri, mementingkan diri sendiri, serta sangat menuntut
pertolongan atau perhatian dan kasih sayang dari orang-orang di sekitarnya.
Perkembangan Sosial Anak Tunanetra
Perkembangan sosial berarti dikuasainya seperangkat kemampuan untuk
bertingkah laku sesuai dengan tuntutan masyarakat. Bagi anak tunanetra
penguasaan seperangkat kemampuan bertingkah laku tersebut tidaklah mudah.
Anak tunanetra lebih banyak menghadapi masalah dalam perkembangan sosial.
Hambatan-hambatan tersebut adalah kurangnya motivasi, ketakutan menghadapi
lingkungan sosial yang lebih luas atau baru, perasaan rendah diri, malu,
keterbatasan anak untuk dapat belajar sosial melalui proses identifikasi dan
imitasi, serta sikap-sikap masyarakat yang sering kali tidak menguntungkan :
penolakan, penghinaan dan sikap tak acuh. Pada akhirnya dapat disimpulkan
12
bahwa bagaimana perkembangan sosial anak tunanetra itu sangat bergantung
pada bagaimana perlakuan dan penerimaan lingkungan terutama lingkungan
keluarga terhadap anak tunanetra itu sendiri. Bila perlakuan dan penerimaannya
baik, maka perkembangan sosial anak tunanetra tersebut akan baik dan begitu
juga sebaliknya.
7. Dampak Ketunanetraan bagi Keluarga, Masyarakat, dan Penyelenggara
Pendidikan.
Hasil penelitian para ahli mengenai pandangan dan sikap orang awas terhadap
penyandang tunanetra adalah bahwa dalam pandangan orang awas, penyandang
tunanetra memiliki beberapa karakteristik, baik yang sifatnya positif maupun negatif.
Penilaian Negatif :
Penyandang tunanetra pada umumnya memiliki sikap tidak berdaya.
Sifat ketergantungan.
Memiliki tingkat kemampuan rendah dalam orientasi waktu.
Tidak pernah merasakan kebahagiaan.
Memiliki sifat kepribadian yang penuh dengan frustrasi - frustrasi.
Kaku.
Resisten terhadap perubahan-perubahan.
Cenderung kaku dan cepat menarik tangan dari lawannya pada saat
bersalaman.
Mudah mengalami kebingungan ketika memasuki lingkungan yang tidak
familiar yang ditunjukkan dengan perilaku-perilaku yang tidak tepat.
Penilaian Positif :
Penyandang tunanetra lebih peka terhadap suara, perabaan, ingatan,
keterampilan dalam memainkan alat musik.
Ketertarikan yang tinggi terhadap nilai-nilai moral dan agama.
Sebaliknya, para penyandang tunanetra sendiri beranggapan bahwa orang awas
pada umumnya memiliki sikap sebagai berikut :
Pada umumnya orang awas tidak tahu banyak tentang ‘orang buta’ dan
kemudian akan terheran - heran ketika orang tunanetra menunjukkan
kemampuannya dalam beberapa hal.
13
Orang awas cenderung kasihan pada orang tunanetra dan pada saat yang sama
mereka berpikir bahwa mereka lebih berani dibandingkan dengan orang awas
lainnya.
Sikap orang tunanetra terhadap kebutaannya, menurut Bauman ( Kirtley, 1975 )
bahwa keberhasilan dalam penyesuaian sosial dan ekonomi pada penyandang tunanetra
berkaitan erat dengan sikap-sikap diri dan keluarganya terhadap penerimaan secara
emosional yang realistik terhadap kebutaannya serta pemilikan kemampuan intelektual
dan stabilitas psikologis.
Reaksi orang tua terhadap ketunanetraan anaknya dibagi menjadi 5 kelompok :
1. Penerimaan secara realistik terhadap anak dan ketunanetraannya.
2. Penyangkalan terhadap ketunanetraan anak.
3. Over protection atau perlindungan yang berlebihan.
4. Penolakan secara tertutup.
5. Penolakan secara terbuka.
Sikap para guru sebagai penyelenggara pendidikan, hasil penelitian Murphy
( Kirtley, 1975 ) menunjukkan bahwa pada umumnya para guru ( guru umum dan guru
PLB ) cenderung mengesampingkan anak tunanetra, tetapi guru khusus ( guru PLB )
cenderung bersikap lebih positif terhadap anak tunanetra.
8. Pendidikan.
Karena tunanetra memiliki keterbatasan dalam indra penglihatan maka proses
pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra
pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan
pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus
bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar
timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara adalah tape
recorder dan peranti lunak JAWS. Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah
luar biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas
diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta
bagaimana menggunakan tongkat putih ( tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari
alumunium ).
14
Prinsip-Prinsip Pengajaran Bagi Anak Tunanetra.
Untuk mencapai tujuan pendidikan bagi anak tunanetra ( buta )
dibutuhkan jembatan. Jembatan itu adalah prinsip-prinsip pengajaran bagi anak
tuan netra. Prinsip mengajar bagi anak tunanetra akan sangat berbeda dengan low
vision. Tunanetra mempunyai kebiasaan, bila mengamati suatu benda pasti akan
diraba, dicium, dan masuk mulut. Diraba untuk mengetahui pa yang sedang
dipegang. Dicium untuk mengetahui bagaimanakah bau dari benda yang
dipegang. Masuk mulut untuk diketahui bagaimanakah rasa dari benda tersebut.
Cara itulah yang di pergunakan tunanetra untuk mengetahui secara tepat benda
yang sedang berada di tangannya. Cara itulah tunanetra menanamkan suatu
konsep. Maka dalam mengajar, seorang guru haruslah berpegang pada beberapa
prinsip pengajaran bagi tunanetra, yaitu:
Prinsip Totalitas.
Totalitas berarti keseluruhan atau keseutuhan. Guru dalam mengajar suatu
konsep haruslah secara keseluruhan atau utuh. Dalam memberikan contoh
jangan sepotong-sepotong.
Prinsip Keperagaan.
Prinsip peragaan sangat dibutuhkan dalam menjelaskan suatu konsep baru
pada siswa. Dengan peraga akan terhindar verbalisme ( pengertian yang
bersifat kata-kata tanpa dijelaskan artinya ). Alasan penggunaan asas ini
dalam pengajaran adalah :
Menggunakan indra sebanyak mungkin sehingga siswa mampu
mengerti dan mencerna maksud dari alat peraga.
Pengetahuan akan masuk pada diri melalui proses pengindraan :
penglihatan, pendengar, perasaan, penciuman, pengecap.
Tingkat pemahaman seseorang akan suatu ilmu ada beberapa
tingkatan : tingkat peragaan, tingkat skema dan tingkat abstrak.
Alat peraga sangat dibutuhkan guru yang mengajar buta. Alat peraga
sangat dibutuhkan dalam kaitannya dengan penanam konsep baru
pada anak buta. Tanpa alat peraga anak buta akan sulit menerima
suatu konsep.
15
Prinsip Berkeseimbangan
Prinsip berkeseimbangan atau berkelanjutan sangat dibutuhkan tunanetra (
buta ). Mata pelajaran yang satu harus sinambung dengan pelajaran yang
lain. Kesinambungan baik dalam materi maupun istilah yang
dipergunakan guru. Jika tidak terjadi kesinambungan maka tunanetra
( buta ) akan bingung. Kebingungan ini terjadi karena konsep yang
diterima dari guru yang satu dengan yang lain berbeda. Mereka
beranggapan guru tempat informasi yang selalu benar. Maka di sini guru
disarankan agar selalu menghubungkan materi pelajaran yang telah
dipelajari dengan yang akan dipelajari. Dan istilah yang dipergunakan
hendaknya tidak terlalu bervariasi antara guru yang satu dengan yang lain.
Prinsip Aktivitas
Prinsip aktivitas penting artinya dalam kegiatan belajar mengajar. Murid
dapat memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan. Reaksi ini
dilaksanakan dalam bentuk mengamati sendiri dengan bekerja sendiri.
Tugas guru membantu anak dalam perkembangannya. Dengan demikian
anak dapat membantu dirinya sendiri.
Prinsip aktivitas sangat dibutuhkan dalam kegiatan belajar mengajar bagi
tunanetra (buta). Dalam suatu kegiatan belajar mengajar,tunanetra (buta)
diharapkan ikut aktif, tidak saja sebagai pendengar. Tanpa aktivitas,
konsep yang diterima anak akan sedikit. Akibatnya, pengalaman belajar
sedikit dan mereka merasa jenuh. Situasi demikian membuat mereka
mengantuk. Sebaliknya bila mereka aktif dalam kegiatan belajar
mengajar, maka pengalaman belajar mereka banyak. Akibatnya konsep
yang mereka terima akan menerima lebih lama. Situasi demikian
membuat mereka mendapat kepuasan dalam belajar, sehingga akan
menggali rasa ingin tahu yang tinggi.
Prinsip Individual
Prinsip individual dalam pelajaran berarti suatu pengajaran dengan
memperhatikan perbedaan individual anak : keadaan anak, bakat dan
kemampuan masing-masing anak. Faktor yang menyebabkan perbedaan
ini adalah: keadaan rumah, lingkungan rumah, pendidikan, kesehatan
anak, makanan, usia, keadaan sosial ekonomi orang tua, dll. Dengan
16
adanya perbedaan yang bermacam-macam dapat dipahami bahwa bahan
pelajaran yang sama, kecepatan yang sama, cara mengerjakan yang sama,
cara penilaian yang sama, tidak akan memberikan hasil yang sama.
Prinsip individual sangat dibutuhkan dalam mendidik tunanetra (buta).
Prinsip individual merupakan ciri khas dari pengajaran untuk anak-anak
tuna. Prinsip ini sangat dibutuhkan karena mereka mempunyai tingkat
ketunaan yang berbeda, dan tingkat kemampuan yang berbeda pula. Bagi
tunanetra, prinsip ini sangat berarti. Mata sebagai alat untuk melihat
lingkungan, meniru kebiasaan orang lain, tidak berfungsi lagi. Tempat
informasi yang diandalkan adalah guru dan indra-indranya. Dengan
pengajaran secara individu maka anak dapat menanamkan konsep secara
benar. Maka guru dituntut sabar, telaten, ulet, dan kreatif dalam mengajar
tunanetra. Hal tersebut sangat dibutuhkan karena dalam mengajar, guru
harus mengajar satu persatu siswanya yang tunanetra ( buta ).
Prinsip ini sangat penting dan berpengaruh dalam penyusunan PPI untuk
anak tunanetra khususnya tunanetra total ( buta ). Karena tanpa adanya
penggunaan prinsip ini, maka penyusunan PPI akan mengalami kendala-
kendala dalam penerapannya untuk pengajaran dan pembelajaran
siswanya.
Alat Pendidikan
1. Bagi Tunanetra
Alat pendidikan bagi tunanetra dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu alat
pendidikan khusus, alat bantu dan alat peraga.
Alat pendidikan khusus anak tunanetra antara lain:
1 Reglet dan pena,
2 Mesin tik Braille,
3 Computer dengan program Braille,
4 Printer Braille,
5 Abacus,
6 Calculator bicara,
7 Kertas braille, penggaris Braille,
8 Kompas bicara.
17
Alat Bantu
Alat bantu pendidikan bagi anak tunanetra sebaiknya menggunakan
materi perabaan dan pendengaran.
1 Alat bantu perabaan sebagai sumber belajar menggunakan buku-
buku dengan huruf Braille.
2 Alat bantu pendengaran sebagai sumber belajar diantaranya talking
books ( buku bicara ), kaset ( suara binatang ), CD, kamus bicara
Alat Peraga.
Alat peraga tactual atau audio yaitu alat peraga yang dapat diamati
melalui perabaan atau pendengaran. Alat peraga tersebut antara lain:
1 Benda asli : makanan, minuman, binatang peliharaan (kucing,
ayam, ikan hias, dll) tubuh anak itu sendiri, tumbuhan/tanaman,
elektronik, kaset, dll.
2 Benda asli yang diawetkan : binatang liar/buas atau yang sulit di
dapatkan,
3 Benda asli yang dikeringkan ( herbarium, insektarium )
4 Benda/model tiruan : model kerangka manusia, model alat
pernafasan, dll.
5 Gambar timbul sesuai dengan bentuk asli; grafik, diagram dll.
6 Gambar timbul skematik; rangkaian listrik, denah, dll.
7 Peta timbul : provinsi, pulau, negara, daratan, benua, dll.
8 Globe timbul
9 Papan baca
10 Papan paku
2. Bagi Low Vision
Alat bantu pendidikan dan peraga bagi anak low vision dibagi tiga yaitu alat
bantu optik dan non optik serta alat peraga.
Alat bantu optik antara lain:
Kacamata
kacamata perbesaran
syand magnifier
hand magnifier
kombinasi
18
telescop
CCTV
Alat bantu non optik antara lain :
Kertas bergaris tebal
Spidol
Spidol hitam
Pensil hitam tebal
Buku-buku dengan huruf yang diperbesar
Penyangga buku
Lampu meja typoscope
Tape recorder
Bingkai untuk menulis
Alat peraga bagi anak low vision :
Alat peraga bagi anak low vision adalah alat peraga visual, antara lain:
1 Gambar-gambar yang diperbesar.
2 Benda asli; makanan, minuman, binatang peliharaan (kucing, ayam,
ikan hias, dll) tubuh anak itu sendiri, tumbuhan/tanaman, elektronik,
kaset, dll.
3 Benda asli yang diawetkan; binatang liar/buas atau yang sulit di
dapatkan,
4 Benda asli yang dikeringkan (herbarium, insektarium)
5 Benda/model tiruan; model kerangka manusia, model alat pernafasan.
Layanan Pendidikan
1. Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan yang disediakan pemerintah bagi anak tunanetra terdiri
dari:
a. Taman Kanak-kanak Luar Biasa ( TKLB )
1) Program Kegiatan Belajar :
Program umum : pembentukan perilaku melalui
pengembangan Pancasila, agama, disiplin, perasaan/emosi dan
kemampuan bermasyarakat, serta pengembangan kemampuan
berbahasa, daya pikir, daya cipta, keterampilan dan jasmani.
Program khusus : Orientasi dan Mobilitas.
19
2) Susunan Program Pengajaran:
Kegiatan belajar 3 jam per hari. Setiap jam pelajaran lamanya 30
menit.
3) Lama Pendidikan: berlangsung selama satu sampai tiga tahun
4) Usia: sekurang-kurangnya berusia 3 tahun
5) Rasio guru dan murid : 1 guru membimbing 5 peserta didik.
6) Sistem guru :
Guru kelas, kecuali untuk bidang pengembangan Orientasi dan
Mobilitas.
Team teaching
b. Sekolah Dasar Luar Biasa ( SDLB )
1) Kurikulum:
Program Umum: pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,
pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu
Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Kerajian
Tangan dan Kesenian, pendidikan Jasmani dan Kesehatan.
Program Khusus : Orientasi dan Mobilitas, dan Braille
Program Muatan Lokal antara lain: bahasa Daerah, bahasa
Inggris, Kesenian Daerah atau lainnya yang telah ditetapkan
oleh Dinas Pendidikan Daerah setempat.
2) Susunan Program Pengajaran :
Kegiatan belajar sekurang-kurangnya 30 sampai 42 jam pelajaran
tiap minggu. Untuk kelas I dan II setiap jam pelajaran lamanya 30
menit, kelas III sampai dengan VI setiap jam pelajaran lamanya 40
menit.
3) Lama Pendidikan : berlangsung selama sekurang-kurangnya 6
tahun.
4) Usia : sekurang-kurangnya berusia 6 tahun
5) Rasio guru dan murid : 1 guru mengajar maksimal 12 siswa.
6) Sistem guru :
Guru kelas, kecuali untuk mata pelajaran Orientasi dan
Mobilitas, pendidikan Agama, pendidikan jasmani dan
Kesehatan.
20
Team teaching.
Mengembangkan program pendidikan individual bagi siswa
tunanetra yang membutuhkan layanan tertentu.
c. Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB)
1) Kurikulum :
Program Umum: pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,
pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu
Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, pendidikan
Jasmani dan Kesehatan, Bahasa Inggris.
Program Khusus : Orientasi dan Mobilitas, dan Braille.
Program Muatan Lokal: bahasa Daerah, Kesenian Daerah atau
lainnya yang telah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Daerah
setempat.
Program Pilihan : paket keterampilan Rekayasa, Pertanian,
Usaha dan Perkantoran, Kerumahtanggaan, dan Kesenian.
2) Susunan Program Pengajaran: Kegiatan belajar sekurang-kurangnya
42 jam pelajaran tiap minggu. Setiap jam pelajaran lamanya 45
menit. Alokasi waktu program umum, program khusus dan muatan
lokal kurang lebih 48%, sedangkan alokasi waktu program pilihan
kurang lebih 52%.
3) Lama Pendidikan : berlangsung selama sekurang-kurangnya 3
tahun.
4) Siswa : telah tamat Sekolah Dasar Luar Biasa atau satuan
pendidikan yang sederajat/setara.
5) Rasio guru dan murid : 1 guru mengajar maksimal 12 siswa.
6) Sistem guru : Guru mata pelajaran.
d. Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB)
1) Kurikulum:
Program Umum : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,
pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu
Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Pendidikan
Jasmani dan Kesehatan Bahasa Inggris.
Program Khusus : Braille
21
Program Pilihan : paket keterampilan Rekayasa, Pertanian, Usaha
dan Perkantoran, Kerumahtanggaan, dan Kesenian.
2) Susunan Program Pengajaran :
Kegiatan belajar sekurang-kurangnya 42 jam pelajaran tiap minggu.
Setiap jam pelajaran lamanya 45 menit. Alokasi waktu program
umum kurang lebih 38%, sedangkan alokasi waktu program plihan
kurang lebih 62%.
3) Lama Pendidikan : berlangsung selama sekurang-kurangnya 3
tahun.
4) Siswa : telah tamat Sekolah Menengah Pertama atau yang
sederajat/setara. Rasio guru dan murid : 1 guru mengajar maksimal
12 siswa.
5) Sistem guru : Guru mata pelajaran
2. Model Pendidikan
Pendidikan Khusus ( SLB )
SLB adalah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
Sekolah Luar Biasa (SLB) Tunanetra; yaitu sekolah yang hanya
memberikan pelayanan pendidikan kepada anak tunanetra.
Sekolah Dasar Luar Biasa; yaitu sekolah yang menyelenggarakan
pendidikan khusus, dengan bermacam jenis kelainan yaitu
tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa.
Pendidikan Terpadu
Pendidikan Terpadu ialah model penyelenggaraan program pendidikan
bagi anak yang berkebutuhan khusus yang diselenggarakan bersama-
sama dengan anak normal dalam satuan pendidikan yang bersangkutan
di sekolah reguler ( SD,SMP, SMA dan SMK ) dengan menggunakan
kurikulum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan
( Kepmendikbud No. 002/U/1986).
Dalam pendidikan terpadu harus disiapkan:
1) Seorang guru Pembimbing Khusus ( Guru PLB )
2) Sebuah ruangan khusus yang dilengkapi dengan alat pendidikan
bagi anak yang berkebutuhan khusus . Ruangan khusus ini dibuat
22
dengan tujuan apabila anak yang berkebutuhan khusus tersebut
mengalami kesulitan di dalam kelas, maka ia dibawa ke ruang
khusus untuk diberi pelayanan dan bimbingan oleh guru
Pembimbing Khusus. Bimbingan ini dapat berupa:
Bantuan untuk lebih memahami dan menguasai materi
pelajaran, dengan menggunakan alat bantu atau alat peraga,
Pengayaan agar ketika anak belajar di kelas bersama anak
lainnya anak tunanetra sudah siap menerima materi pelajaran,
Rehabilitasi sosial bagi anak berkebutuhan khusus yang
mengalami kesulitan dalam bergaul dengan teman sebayanya.
Guru Kunjung
Di dalam sistem Pendidikan Luar Biasa terdapat sebuah model
pelayanan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus yaitu dengan
model Guru Kunjung. Model guru kunjung ini dilakukan dalam upaya
pemerataan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus usia
sekolah. Oleh karena sesuatu hal, anak tsb tidak dapat belajar di sekolah
khusus atau sekolah lainnya, seperti:
Tempat tinggal yang sulit dijangkau akibat dari kemampuan
mobilitas yang terbatas
Jarak sekolah dan rumah terlalu jauh
Kondisi anak tunanetra yang tidak memungkinkan untuk berjalan.
Menderita penyakit yang berkepanjangan dll.
Pelayanan pendidikan dengan model guru kunjung ini bisa dilaksanakan
di beberapa tempat, di antaranya;
Rumah anak tunanetra sendiri
Pada sebuah tempat yang dapat menampung beberapa anak
tunanetra
Rumah sakit
Kurikulum yang digunakan pada model guru kunjung adalah kurikulum
PLB, kemudian dikembangkan kepada program pendidikan individual
yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing
anak.
23
Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif adalah pendidikan reguler yang disesuaikan dengan
kebutuhan siswa yang memerlukan pendidikan khusus pada sekolah
reguler dalam satu kesatuan yang sistemik.
Berdasarkan Keputusan Mendikbud No. 0491/U/1992, anak-anak yang
memiliki kebutuhan khusus seperti tunanetra dapat belajar secara terpadu
dengan anak sebaya lainnya dalam satu sistem pendidikan yang sama.
Layanan pendidikan di dalam pendidikan inklusif memperhatikan :
Kebutuhan dan kemampuan siswa
Satu sekolah untuk semua
Tempat pembelajaran yang sama bagi semua siswa
Pembelajaran didasarkan kepada hasil assessment
Tersedianya aksesibilitas yang sesuai dengan kebutuhan siswa,
sehingga siswa merasa aman dan nyaman.
Lingkungan kelas yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa.
Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum yang fleksibel, yang
disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa.
3. Latihan-Latihan.
Latihan menggunakan tongkat.
Akibat kerusakan pada indra penglihatan, orang tunanetra sangat terbatas
geraknya pada suatu tempat. Indra pendengaran, perabaan, penciuman
dan intuisi yang masih berfungsi dalam mengembangkan kemampuan
mereka tidaklah selalu membantu dalam memperoleh gambaran di
sekitarnya. Oleh karena itu latihan tongkat sangat membantu bagi orang
tunanetra untuk bergerak atau berjalan di luar rumah atau pun ke tempat
lainnya.
- Latihan tongkat putih.
Cara menggunakan tongkat tersebut ada dua yaitu menurut cara
Amerika dan cara Belanda. Cara Amerika yaitu tangan kanan yang
memegang tongkat terletak di depan perut. Tiap kali melangkah,
tongkat diangkat dengan satu kali ketukan, diayunkan ke kiri dan ke
kanan. Selanjutnya memakai tongkat dengan cara Belanda yaitu
letak tongkat tidak di depan perut, tetapi di dekat pinggul samping,
24
sikap tangan dan siku lurus ke bawah serta agak bebas untuk
mengurangi kemungkinan kecelakaan.
- Latihan pendengaran.
Indra pendengaran memegang peranan yang sangat penting bagi
anak tunanetra. Agar indra pendengaran anak tunanetra berfungsi
lebih efektif, maka perlu di latih terutama dalam mengenal bunyi
suara dan nada sehubungan dengan objek mana pun situasi
kehidupan sehari-hari. Latihan tersebut misalnya mengenal bunyi
suara orang tua, saudara, guru, dan teman-temannya. Mengenal
bunyi langkah orang berjalan, pintu terbuka dan tertutup, bunyi
binatang ternak, bunyi kendaraan, dll. Latihan tersebut dapat
dilakukan secara langsung maupun melalui piringan hitam atau tape
recorder.
- Mengenal ruangan.
Jika situasi ruangan terasa asing anak tunanetra dapat menggunakan
tongkatnya, cara menggunakan tongkat dalam ruangan berbeda
dengan di luar ruangan. Tongkat harus dipegang tegak, lengkingan
tongkat diarahkan ke depan sebagai penyangga bila terbentur ke
tembok atau ke tiang. Untuk mengetahui barang, tongkat digerakkan
perlahan dalam keadaan direndahkan, agar barang yang bisa tumpah
atau pecah agar tidak sampai tumpah atau hancur kena ujung
tongkat.
- Mengenal lingkungan rumah/sekolah.
Untuk pertama kali anak tuna netra harus dibimbing secara langsung
mengetahui, mengenal dan menghayati keadaan lingkungan rumah
atau lingkungan sekolahnya. Pada umumnya anak tunanetra cepat
mengenal lingkungannya, asalkan keadaan lingkungan rumah atau
pun sekolah diberitahukan secara jelas dan ditunjukkan secara
langsung. Misalnya di mana kamar mandi, dapur dan tempat alat
makan, serta keadaan sekitar halaman ( parit, jembatan, pagar, dsb ).
- Mengadakan perjalanan.
Sebelum bepergian ke dalam kota anak tuna netra harus diterangkan
jenis-jenis kendaraan umum, jurusannya, stasiun
25
Keberangkatan/pemberhentian, tempat menunggu kendaraan, dsb.
Penerangan tersebut dapat diberikan melalui ilmu bumi. Mulai
tingkat kelas 4 Sekolah Dasar. Karena anak yang masih pada tingkat
1 sampai 3 masih terlalu kecil. Dengan menggunakan peta timbul
dan alat-alat peraga yang berhubungan dengan alat pengangkutan,
anak-anak diajak menghayati jalur jalan, stasiun bus dan kereta api
serta tempat-tempat penting lainnya. Anak sekali-kali diajak
langsung berkaryawisata ke kota. Pada kesempatan tersebut guru
harus menjelaskan tentang cara naik dan turun kendaraan, cara
menyeberang jalan, dsb.
Latihan menolong diri.
Agar anak tunanetra tidak tergantung pada orang lain terutama orang tua,
perlu dilatih dalam hal :
- Cara berpakaian, misalnya cara mengenakan baju, celana, kaus kaki,
sepatu, mengambil dan menyimpan pakaian di tempatnya, dll.
- Cara makan, misalnya meliputi cara menyiapkan dan menggunakan
alat-alat makan di atas meja, cara mengambil makanan, tata
kesopanan makan, dsb.
- Cara memelihara kebersihan diri terutama dalam hal :
Mandi, ( mengenal ruang mandi, cara menaruh pakaian di
kamar mandi, cara menyikat gigi, cara membersihkan anggota
badan termasuk menggunting kuku, dsb. ).
Buang air besar/kecil ( mengenal ruang dan alat kakus,
membersihkan diri dan kakus ).
- Pengenalan mata uang kertas dan logam. Dalam hal ini perlu dilatih
alat-alat perabaan secara sensitif, sehingga anak mampu
membedakan nilai uang kertas dan logam. Pada uang kertas dapat
diketahui melalui ukuran panjang lebar, tebal tipis, dan halus
kasarnya dari nominal uang tersebut. Sedang pada uang logam dapat
diketahui dari besar kecil, berat ringan dan huruf timbul yang
terdapat pada mata uang tersebut.
26
4. Bimbingan.
Bimbingan terhadap sikap hidup yang realistis.
Hidup yang realistis adalah hidup yang sesuai dengan kenyataan, artinya
hidup yang sesuai dengan kemampuan diri terutama yang ada
hubungannya dengan tuna netra. Bimbingan terhadap sikap hidup yang
realistis terhadap anak tuna netra dengan anak awas adalah mengenal diri
sendiri, mengenal kemampuan diri untuk menjangkau sesuatu.
Bimbingan dalam pergaulan.
Setiap anak hidup dalam masyarakat dan akan berkembang menjadi
anggota masyarakat. Cara pergaulan terutama dipengaruhi oleh
lingkungan masyarakat itu sendiri. Demikian juga dengan anak tuna
netra. Anggapan atau pandangan masyarakat terhadap anak tuna netra
mempengaruhi pergaulan dalam masyarakat. Dengan bimbingan
pergaulan yang supel ( ramah tamah ) dan penyesuaian diri dalam
berintegrasi dengan masyarakat anak akan tidak mengalami kesukaran
dalam pergaulannya.
Bimbingan dalam belajar.
Di bawah ini diberikan bimbingan khusus bagi tuna netra sebagai berikut
:
- Membaca.
Sebaiknya dengan telunjuk dan jari lain kedua tangan. Fungsi jari
kedua tangan itu untuk membaca setiap baris dan di samping itu jari
tangan kiri untuk mencari baris. Cara membacanya adalah sebagai
berikut : jari kiri membaca dan hampir di tengah baris membaca
diteruskan oleh jari kanan. Jari kanan hampir hampir selesai
membaca baris jari kiri membaca baris selanjutnya dan meneruskan
membaca dari jari kanan. Hampir di tengah baris membaca
diteruskan jari kanan dan seterusnya.
- Menulis.
Hendaknya anak cepat dapat menulis dengan mesin ketik Braille
dan relget. Biasanya dengan mesin ketik Braille tidak mengalami
kesulitan, karena beberapa titik-titik suatu huruf atau tanda dapat
ditulis sekali tekan pada tombol. Yang agak sulit adalah relget,
27
karena setiap titik satu huruf atau tanda harus ditulis dengan
mencoblos kertas. Hendaknya dilatih untuk mempercepat
mencoblos titik yang satu dengan titik yang lain. Dalam hal ini titik-
titik yang berdekatan dicoblos terlebih dahulu jadi tidak perlu
mencoblos berurutan titik-titik 1, kemudian 2, kemudian titik 3.
Hendaknya menulis dengan mencoblos titik yang berdekatan pada
kertas berjalan secara otomatis. Begitu juga berjalan secara otomatis
dengan tidak menghitung mengetahui sisa petak di sebelah ujung
kiri baris untuk dapat menulis atau tidak.
- Perabaan, pendengaran dan ingatan.
Ketiga macam gejala tersebut di atas pada umumnya akan menjadi
tajam bagi tuna netra. Hal ini karena sering dilatih untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Benda yang dekat diraba dan benda yang
mengeluarkan suara didengarkan. Daya ingatan terlatih karena anak
tuna netra tidak semudah seperti anak awas menulis dengan pensil
pada kertas. Indra perabaan dapat dilatih dengan meraba benda-
benda di dekat anak tuna netra. Indra pendengaran dapat dilatih
dengan membedakan bunyi biji-biji yang terdapat di dalam kotak
yang digoyangkan, membedakan suara yang hampir sama kerasnya
atau lemahnya dan sebagainya. Daya ingatan dengan berhitung
mencongak, mengeja dari belakang dsb.
Bimbingan dalam memilih keterampilan.
Keterampilan ini hendaknya berorientasi kepada lapangan kerja yang
tersedia di masyarakat dan lapangan kerja yang mungkin diadakan dalam
lingkungan berdasarkan bahan, materiil, fasilitas dan keahlian yang
belum dimanfaatkan. Untuk itu anak diperkenalkan sebagai berikut :
- Lapangan kerja yang tersedia di masyarakat.
- Keterampilan yang dituntut.
- Persyaratan yang dibutuhkan oleh anak.
- Latihan yang harus ditempuh.
- Masa dengan lapangan kerja tersebut.
28
Di samping itu pembimbing hendaknya meneliti bakat dasar, minat, dan
sifat anak yang perlu dibimbing dan disalurkan ke dalam jenis pekerjaan
tertentu, sehingga terdapat persesuaian antara kesanggupan dan
kemampuan anak dengan persyaratan yang dituntut setiap pekerjaan.
9. Contoh Kasus.
Contoh kasus yang kami angkat adalah tentang seorang anak yang tunanetra, hal ini di
sebabkan karena sang ibu pada saat mengandung mengalami stres yang disebabkan
oleh faktor ekonomi yang menghimpit keluarga tersebut. karena stres inilah sang ibu
merasakan rasa sakit kepala yang terus menerus dirasakan. Karena rasa sakit kepala
inilah sang ibu meminum obat-obatan yang ia beli di warung dekat rumahnya, karena
konsumsi yang terus menerus serta tanpa resep dokter dan tanpa melihat efek samping
yang akan ditimbulkannya, mempengaruhi kehamilan sang ibu tersebut. Dan karena
dipengaruhi oleh faktor ekonomi seperti yang dijelaskan sebelumnya, sang ibu juga
kekurangan konsumsi Vitamin A selama mengandung sang anak, yang mempengaruhi
pemenuhan perkembangan indra penglihatannya. Pada saat dilahirkan sang bayi
menderita penyakit yang disebut dengan Xeropthalmia yaitu penyakit yang
disebabkan kekurangan Vitamin A hal ini tidak mengherankan karena pada saat
dalam kandungan ibunya sang bayi kurang mendapatkan asupan Vitamin A. Jika di
golongkan, anak ini mengalami ketunanetraan sebelum dan sejak lahir yaitu sama
sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan. Kemudian jika dilihat dari daya
penglihatan yang dimiliknya ia termasuk tunanetra setengah berat ( Partially Sighted )
yaitu mereka kehilangan daya atau kemampuan penglihatan hanya dengan
menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu
membaca tulisan yang bercetak tebal. Kelainan mata yang diderita sang anak akibat
kekurangan Vitamin A selama masa di dalam kandungan sang ibu menyebabkan ia
menderita kelainan mata Myopia yaitu penglihatan jarak dekat, objek akan terlihat
jelas bila objek di dekatkan. Anak ini tumbuh menjadi anak yang pendiam dan
menutup diri hal ini di sebabkan karena adanya tekanan sosial akibat kekurangan yang
ia miliki. Kurang mampu dalam menyesuaikan diri dalam lingkungannya terutama
lingkungan baru yang ia masuki. Memiliki ketergantungan yang tinggi kepada orang
lain terutama orang tuannya. Seiring perjalanan hidupnya, anak ini mengalami
masalah dalam perkembangannya yaitu dalam perkembangan kognitif anak ini
29
termasuk dalam rata-rata bawah dengan IQ 97,8 hal ini di sebabkan indra
pengliatannya yang tidak berfungsi seperti orang awas yang menyebabkan anak ini
tidak dapat melakukan pengamatan terhadap objek yang ada di sekitarnya, hambatan
lain yang di hadapi oleh anak ini adalah hambatan dalam perkembangan emosi,
hambatan ini terjadi karena emosi yang ditunjukkan oleh sang anak di masa kanak-
kanaknya adalah dengan mencoba-coba namun karena ia memiliki kekurangan pada
indra pengliatannya ia tidak mengetahui bagaimana respon lingkungan terhadap
emosi yang ditunjukkannya atau ditampilkannya secara tepat. Sehingga emosi yang
ditampilkan mungkin tidak sesuai dengan yang diharapkan lingkungan dan oleh diri.
Lebih parahnya lagi di kehidupan keluarganya yang serba pas-pasan atau serba
kekurangan ini terkesan tidak menerima kehadiran anak ini, orang tua sang anak
sangat mengharapkan kehadiran anak normal yang pada nantinya akan dapat
membatu dalam menambah penghasilan keluarga ini. Bentuk perlakuan yang
ditunjukkan oleh kedua orang tua sang anak ini berupa kasih sayang yang sangat
jarang di berikan, kurangnya perhatian orang tua serta sang anak merasa tidak pernah
merasakan kebahagiaan dan kegembiraan terutama selama masa kecilnya. Akibat dari
perlakuan yang ia terima dari lingkungan keluarga ini juga mempengaruhi
perkembangan sosial anak disebabkan rasa kasih sayang yang kurang si anak merasa
sangat sulit dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan yang lebih luas, lingkungan
baru dan cenderung menutup diri. Hal ini wajar saja karena kekurangan yang
dimilikinya dan kurangnya kasih sayang yang diberikan menyebabkan ia merasa tidak
di harapkan kehadirannya di lingkungan tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa
anak tunanetra mengalami kesulitan dalam menguasai seperangkat tingkah laku yang
diterima di masyarakat yang sebagian besar di sebabkan ketidakmampuan dalam
melakukan identifikasi dan imitasi tingkah laku serta sikap negatif masyarakat
terhadap anak tunanetra seperti penolakan, penghinaan serta sikap tak acuh. Karena
hal-hal tersebutlah menyebabkan anak ini mengalami hambatan dalam mencapai
Efective Daily Living.
Untuk dapat membantu anak tersebut terdapat beberapa usaha yang dapat dilakukan
di antaranya dengan memberikan pendidikan pada anak tersebut. adapun pendidikan
atau usaha untuk membantu anak tersebut dapat dilakukan dengan latihan
menggunakan alat bantu untuk memudahkannya dalam melakukan aktivitas sehari-
hari seperti latihan menggunakan tongkat putih. Setelah sang anak menguasai
30
keterampilan dalam menggunakan tongkat tersebut, maka itu akan membantunya
dalam menguasai keterampilan mengenal ruangan di sekitarnya. Selain itu pengenalan
terhadap ruangan sekitar patut di bantu dengan indra peraba lainnya. Selain itu untuk
menunjang kemampuan sang anak dalam beradaptasi dengan lingkungan yaitu dengan
melatih indra pendengarannya, karena indra ini juga akan membantu sang anak dalam
mengetahui keadaan sekitarnya. Latihan pendengaran dapat dilakukan dengan cara
seperti membedakan suara yang keras dan rendah, membedakan suara orang tua dsb.
Setelah keterampilan tersebut di kuasai, anak perlu mendapatkan latihan seperti
latihan dalam mengenal lingkungan luar rumah untuk semakin membantunya dalam
mengenal lingkungan luar dengan pemberian gambaran tentang lingkungan tersebut
secara jelas dan secara langsung kepada anak. Kemudian untuk mengatasi sifat
ketergantungan yang dimiliki anak perlu dilakukan latihan yang disebut latihan
menolong diri seperti yang telah dijelaskan sebelumnya yang meliputi latihan cara
berpakaian, cara makan, cara memelihara kebersihan diri dan pengenalan mata uang.
Kemudian untuk mengatasi masalah si anak dalam masalah sosial dapat dilakukan
bimbingan sosial kepada anak tersebut. adapun bimbingan yang dimaksud adalah
bimbingan pergaulan yaitu dengan melakukan ramah tamah, melalui kegiatan ramah
tamah ini akan membantu anak dalam berintegrasi dengan masyarakat, anak ini juga
dapat dimasukkan ke dalam pendidikan inklusif untuk semakin membantunya bergaul
dengan anak awas lainnya. Bimbingan lain yang dapat diberikan antara lain
bimbingan terhadap sikap hidup yang realistis yaitu sikap hidup menerima segala
sesuatu yang kita miliki. Bimbingan belajar dapat membantu anak dalam
mempermudah anak memperoleh ilmu di lembaga pendidikan, dengan bimbingan ini
dapat membantu anak dalam hal membaca dan menulis dengan alat yang disediakan
untuk mereka seperti menulis dengan mesin ketik Braille dan relget. Bimbingan
belajar lainnya yang dapat membantu seperti bimbingan untuk melatih perabaan,
pendengaran dan ingatan. Selain itu untuk semakin membantu anak dalam
menghadapi kehidupan kedepannya terutama dapat membantu dalam perekonomian
keluarga yaitu dengan memberikan bimbingan keterampilan dengan melihat bakat
dasar, sifat dan minat yang dimiliki oleh anak tersebut. Bantuan lainnya yang dapat
diberikan adalah hubungan dengan orang tua sang anak yang cenderung tidak
mengharapkan kehadiran anak tersebut. bantuan yang dapat diberikan oleh guru BK
tempat anak tersebut memperoleh bimbingan atau pendidikan adalah berupa
31
kunjungan rumah, dimana guru BK memberikan penjelasan kepada orang tua sang
anak untuk dapat menerima anak tersebut apa adanya dengan segala kekurangan yang
ia miliki dan kelebihan yang ia miliki pula, dan bahwa anak adalah anugerah Tuhan
Yang Maha Esa kepada mereka sebagai orang tuanya. Melalui kegiatan kunjungan
rumah ini diharapkan orang tua si anak tuna netra dapat mengerti terhadap keadaan
anak tersebut. Demikianlah diharapkan berbagai usaha tersebut di atas dapat
membantu sang anak dalam mencapai Effective Daily Living.
Referensi
Pradopo, soekini dkk. 1977. Pendidikan Anak-Anak Tunanetra. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Efendi, Mohamad.2006.Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta : Bumi Aksara
http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus#Tunanetra
http://id.wikipedia.org/wiki/Tunanetra
http://devianggraeni90.wordpress.com/2010/02/17/anak-tunanetra/ Referensi : Dra. Hj. T. Sutjihati Somantri, M.Si., P.Si. (2007). “Psikologi Anak Luar Biasa”. Karakteristik dan Masalah Perkembangan Anak Tunanetra, 65-91. Bandung: PT. Refika Aditama
32