resiliensi penyandang disabilitas tunanetra...
TRANSCRIPT
RESILIENSI PENYANDANG DISABILITAS TUNANETRA
DENGAN STRATEGI BERWIRAUSAHA KERUPUK
KELILING DI JAKARTA
(Studi Kasus di Kecamatan Pesanggrahan Kota Jakarta Selatan)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun Oleh:
PUTRA PERSADA NADEAK
NIM: 1113054100062
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H / 2020
i
iv
ABSTRAK
PUTRA PERSADA NADEAK
Resiliensi Penyandang Disabilitas Tunanetra Dengan Strategi
Berwirausaha Kerupuk Keliling Di Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Resiliensi pen-
yandang disabilitas tunanetra yang berwirausaha menjadi penjual
kerupuk keliling di Kecamatan Pesanggrahan Kota Jakarta Se-
latan. Resiliensi sendiri merupakan konsep yang memperlihatkan
kemampuan seseorang dalam mengatasi serta beradaptasi pada
saat masa-masa sulit yang dihadapi. Tunanetra adalah seseorang
yang memiliki gangguan maupun hambatan penglihatan serta
ketidakfungsian indera penglihatan.
Bentuk metode yang digunakan adalah metode kualitatif
dengan jenis deskriptif. Pengumpulan data, dilakukan dengan
teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi dengan para in-
forman yang bertujuan untuk mengetahui tingkat resiliensi
penjual kerupuk tunanetra di tempat tersebut. Dalam penelitian
ini penulis menggunakan tujuh kemampuan dalam pembentukan
resiliensi tunanetra, yaitu regulasi emosi, pengendalian impuls,
optimisme, analisis penyebab masalah, empati, efikasi diri, dan
peningkatan aspek positif, serta tiga faktor yang mempengaruhi
resiliensi yaitu I am, I Have, dan I can.
Kata Kunci: Resiliensi, Tunanetra, Penjual Kerupuk
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senan-
tiasa memberikan karunia tak terhingga kepada penulis, juga
memberikan kesehatan sehingga penulis mendapatkan kemu-
dahan dalam menyelesaikan tugas akhir dalam kuliah yaitu
skripsi yang berjudul “Resiliensi Penyandang Disabilitas Tuna-
netra Dengan Strategi Berwirausaha Kerupuk Keliling di Jakarta
(Studi Kasus di Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan)”.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, kepada keluarganya, para sahabat, tabi‟in dan umat islam.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak keku-
rangan, baik dari segi isi maupun teknik penulisan, sekalipun
penulis sudah berusaha untuk menyusun skripsi ini sebaik mung-
kin. Karena sesungguhnya kesempurnaan hanya milik Allah
SWT.
Pada kesempatan ini penulis akan menyampaikan rasa
terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan ban-
tuan, motivasi, dan arahan serta saran terhadap penulis sehingga
penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Dengan
segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada:
1. Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, serta segenap jajaran Dekanat Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
vi
2. Ahmad Zaky, M.Si sebagai ketua Program Studi
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hj.
Nunung Khoriyah, MA selaku sekretaris Program Studi
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Arief Subhan, M.Ag sebagai Dosen Pembimbing
skripsi saya, yang secara sabar dan ikhlas dalam
membimbing dan memberikan pemahaman, petunjuk
serta arahan baik dalam penulisan skripsi. Semoga Allah
SWT selalu memberikan perlindungan kepada beliau.
4. Seluruh Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, pengajaran, dan bimbingan selama penulis
menjalani perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Kepada para informan yang telah membagi cerita dan
pengalamannya sehingga membuat penulis dapat lebih
memahami mengenai penelitian ini.
6. Kepada kedua Orangtua penulis, Bapak Hairul Nadeak
dan Ibu Wiwik Dwi Candra yang telah mendidik,
memberikan semangat serta selalu mendoakan anak-
anaknya. Semoga saya bisa menjadi anak yang selalu ber-
bakti dan sholeh terhadap kedua orang tua saya.
7. Kepada teman-teman Kesejahteraan Sosial Angkatan
2013 yang selalu memberikan energi positif kepada
penulis dan Keluarga besar mahasiswa Kesejahteraan
Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
berperan besar dalam penulis selama menjadi mahasiswa
vii
dan menerima penulis dalam Keluarga Kesejahteraan
Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Untuk kawan-kawan Kuwuk, yang tidak lain adalah Arief,
Faiz, Ridwan, Agus, Jaki, Alfa, Bahir, dan Sidiq. Mereka
adalah kawan-kawan terhebat yang penulis kenal selama
di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih
atas canda dan tawa, nasehat, dukungan serta doa kalian
untuk proses penyelesaian skripsi penulis.
9. Untuk Fauziyah Dita Effendy yang selalu memberikan
semangat setiap saat, diwaktu saya malas dan sebagainya,
ia tetap menemani dan tidak pernah lelah memberitahu
saya untuk melanjutkan menulis skripsi.
Jakarta, 9 Juni 2020
Penyusun.
Putra Persada Nadeak
1113054100062
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................... ii
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ................................................. ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ..................................... iii
ABSTRAK ............................................................................ iv
KATA PENGANTAR .......................................................... v
DAFTAR ISI ......................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................. 1
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah .......... 7
1.Pembatasan Masalah ............................................... 7
2.Perumusan Masalah ................................................. 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................. 8
1.Tujuan Penelitian ..................................................... 8
2.Manfaat Penelitian ................................................... 9
D. Metodologi Penelitian ............................................... 10
1. Pendekatan Penelitian ............................................ 10
2. Jenis Penelitian ....................................................... 11
3. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................. 11
4. Teknik Pemilihan Informan Penelitian ................... 11
5. Macam dan Sumber Data ....................................... 12
6. Teknik Pengumpulan Data ..................................... 12
7. Teknik Analisis Data ............................................... 13
8. Teknik Keabsahan Data ........................................ 14
ix
E. Teknik Penulisan ........................................................ 14
F. Sistematika Penulisan ................................................. 15
BAB II KAJIAN TEORI
A. Resiliensi ..................................................................... 17
1. Definisi Resiliensi ................................................. 17
2. Komponen Resiliensi ............................................. 19
3. Faktor – faktor Resiliensi ....................................... 22
B. Tunanetra .................................................................... 26
1. Definisi Tunanetra .................................................. 26
2. Alasan Terjadinya Ketunanetraan .......................... 27
3. Karakteristik Tunanetra .......................................... 27
C. Pengusaha Penyandang Disabilitas ............................. 30
1. Pengertian Pengusaha Penyandang Disabilitas ...... 30
D. Kerangka Berpikir ........................................................ 37
BAB III GAMBARAN UMUM KECAMATAN
PESANGGRAHAN
A. Kondisi Geografis ...................................................... 38
1. Luas Wilayah .......................................................... 38
2. Geografi ................................................................... 40
B. Kondisi Demografi ..................................................... 41
1. Kependudukan ......................................................... 41
2. Data Penyandang Disabilitas Tunanetra Di
Kecamatan Pesanggrahan. ....................................... 43
x
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Resiliensi Penyandang Disabilitas Tunanetra
dengan Berwirausaha Kerupuk Di Kecamatan
Pesanggrahan ............................................................ 45
1. Aspek Resiliensi ...................................................... 45
2. Faktor Yang Mempengaruhi Resiliensi .................. 50
BAB V PEMBAHASAN
A. Resiliensi Penyandang Tunanetra Berwirausaha
Kerupuk Keliling Di Kecamatan Pesanggrahan .......... 53
1. Aspek Resiliensi ...................................................... 53
2. Faktor yang mengalami Resiliensi .......................... 55
BAB VI PENUTUP
A. KESIMPULAN ........................................................ 57
B. SARAN .................................................................... 58
Daftar Pustaka
Lampiran Dokumentasi
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Letak Geografis Wilayah Kecamatan Pesanggrahan .. 40
Tabel 2.1 Luas Wilayah, Penduduk, dan Kepadatan Menurut
Kelurahan .................................................................... 41
Tabel 3.1 Penduduk menurut Kelurahan dan Jenis Kelamin 2017
..................................................................................................... 42
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Penyandang
Disabilitas Di Kecamatan Pesanggrahan 2017 ........... 43
Tabel 5.1 Jumlah Penyandang Disabilitas Tunanetra di
Kecamatan Pesanggrahan ........................................... 44
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta Wilayah Kecamatan Pesanggrahan ................. 39
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, pembatasan
masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metodologi penelitian, tinjauan pustaka, sistematika
skripsi.
A. Latar Belakang Masalah
Disabilitas atau yang lebih banyak diartikan sebagai
kecacatan, seringkali dikaitkan dengan masalah keterbata-
san, ketidakmampuan, ketidakberdayaan, penyakit, dan
anggapan lain yang membuat penyandangnya cenderung
memperoleh persepsi negatif dan mengarah pada dis-
kriminasi (Masduqi, 2010).
Menurut data laporan International Labour Organiza-
tion (ILO) dalam World Report on Disability dari
berbagai negara di dunia di tahun 2003, angka employ-
ment rates penyandang disabilitas berada jauh dibawah
employment rates penduduk non disabled. Di Amerika
Serikat misalnya, dari seluruh jumlah penduduk non disa-
bled usia kerja, 73,2% terserap dalam lapangan kerja. Se-
mentara, hanya 38,1% penyandang disabilitas yang
terserap dari seluruh penduduk penyandang disabilitas
usia kerja di negara tersebut. Keadaan serupa terjadi di
Negara Inggris dengan perbandingan 68,6% dan 38,9%
1
2
dan India dengan perbandingan 62,5% dan 37,6%.
Menurut data dari OECD (Organisation for Economic Co-
operation and Development) menunjukkaan bahwa dari
27 negara yang masuk dalam pendataannya, hanya 44%
penyandang disabilitas usia produktif yang dapat diserap
sebagai tenaga kerja, tidak sampai separuhnya bila
dibandingkan penyerapan tenaga kerja usia produktif non
disabled yang mencapai 75% (Chan and Zoellick, 2011).
Di Indonesia, jumlah penyandang disabilitas men-
galami pertumbuhan yang cukup signifikan sejak tahun
2006. Menurut data The Asia-Pacific Development Centre
on Disability di tahun 2006, jumlah penyandang disabili-
tas di Indonesia mencapai 1,38% dari keseluruhan popu-
lasi penduduk. Menurut data World Health Organization
(WHO), angka tersebut meningkat hingga mencapai 10-
15% di tahun 2010, sejalan dengan data dari ILO yang
menunjukkan persentase 10% atau sekitar 24 juta orang
dari seluruh penduduk di Indonesia, dimana 11 juta orang
diantaranya merupakan tenaga kerja. Salah satu permasa-
lahan sosial yang harus diatasi adalah pengangguran. Per-
soalan tersebut bertambah dengan tidak sebandingnya
lapangan pekerjaan dengan jumlah pencari kerja.
Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS)
Suryamin mengatakan tingkat pengangguran terbuka pada
Februari 2016 mencapai 7,02 juta orang atau 5,5 persen
(Sawitri, 2016). Jika jumlah angka pengangguran terus
meningkat maka akan berdampak pada kondisi masyara-
3
kat. Kondisi meningkatnya pengangguran dapat dimini-
malkan dengan meningkatkan jumlah wirausaha.
Wirausaha berasal dari kata wira dan usaha yang artinya
wira adalah pejuang dan usaha adalah berbuat sesuatu
(Hendro, 2011).
Jadi, wirausaha adalah pejuang yang melakukan
sesuatu dengan inovasinya sendiri secara mandiri. Akan
tetapi jumlah wirausaha di Indonesia masih sedikit dari
jumlah penduduk. Data dari Global Entrepreneurship
Monitor (GEM) menunjukkan bahwa Indonesia baru
mempunyai sekitar 1,65 persen pelaku wirausaha dari to-
tal jumlah penduduk 250 juta jiwa (Primus, 2016). Jumlah
tersebut masih dibawah negara tetangga di kawasan asia,
yang berada diatas 2 persen dari jumlah penduduk.
Menurut Presiden Joko Widodo, ketakutan untuk bersaing
dan berkompetisi merupakan penyebab sedikitnya jumlah
wirausaha di Indonesia (Zuraya, 2016). Ketakutan untuk
bersaing dan berkompetisi juga dirasakan oleh penyan-
dang disabilitas karena keterbatasan fisik. Hak-hak pen-
yandang disabilitas sering terpinggirkan, seperti akses un-
tuk beraktivitas. Sedangkan untuk masuk dunia kerja
ataupun bekerja mereka terkendala. Seperti diketahui
bahwa penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak
dan kewajiban yang sama dengan warga Negara non disa-
bilitas.
Menjadi bagian dari warga Negara Indonesia, sudah
sepantasnya penyandang disabilitas mendapat perlakuan
4
khusus, yang dimaksudkan sebagai cara perlindungan dari
kerentanan terhadap bermacam-macam tindakan dis-
kriminasi dan terutama perlindungan dari berbagai
pelanggaran hak asasi manusia.
Perlakuan khusus tersebut dipandang sebagai maksi-
malisasi penghormatan, pengajuan, perlindungan, dan
pemenuhan hak asasi manusia universal, terutama pada
hak ketenagakerjaan (El-Muhtaj, 2008).
Berdasarkan hasil pendataan, jumlah penyandang dis-
abilitas pada 9 provinsi di Indonesia sebanyak 299.203
jiwa, sekitar 67,33% disabilitas dewasa tidak memiliki
ketrampilan dan pekerjaan. Jenis ketrampilan utamanya
adalah pijat, petani, pertukangan, buruh dan jasa (Nawir,
2009).
Tunanetra terbilang golongan yang tidak mudah dalam
mendapatkan pekerjaan, sangat jarang ada perusahaan
yang menerima karyawan dari golongan tunanetra, perus-
ahaan akan berpikir ulang untuk menerima karyawan dari
golongan tunanetra atau dengan gangguan penglihatan.
Menurut UU No. 4 Tahun 1997 pasal 14 berbunyi: “Pe-
rusahaan harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1
(satu) orang penyandang cacat yang memenuhi persyara-
tan dan kualifikasi pekerjaan yang bersangkutan, untuk
100 (seratus) orang karyawan”. Namun dari pasal tersebut
tidak dijelaskan secara spesifik jenis cacat atau disabilitas
seperti apa, sehingga tidak memberikan kewajiban
mengikat untuk menerima tunanetra sebagai pekerja.
5
Sama halnya dengan orang normal, penyandang tuna-
netra juga memerlukan pekerjaan yang layak agar dapat
melanjutkan kehidupan walaupun dengan segala
keterbatasan yang dimiliki. Diantaranya, penyandang dis-
abilitas tunanetra yang tidak bisa melihat dan
menggunakan alat bantu untuk berjalan atas keterbatasan
fisiknya. Berbagai perusahaan belum sepenuhnya mau
menampung mereka sebagai tenaga kerja.
Perilaku dari berbagai masyarakat terhadap orang-
orang dengan kecacatan fisik telah diselidiki. Menunjukan
bahwa sikap yang diungkapkan dengan kata-kata terhadap
orang yang cacat akan sedikit menyenangkan, tetapi bagi
sebagian kecil mungkin benilai negatif. Perilaku lebih
dalam yang tidak diungkapkan lebih sering menimbulkan
rasa permusuhan. Terkadang kecacatan fisik yang
mencolok dapat mengundang ejekan (Semiun, 2006).
Para penyandang tunanetra memiliki berbagai macam
permasalahan dimasyarakat, diantaranya kurangnya
akses, merasa dirinya berbeda dari orang lain, serta
berbagai pengucilan yang diterimanya. Permasalahan
tersebut yang menyebabkan kecemasan dan tekanan
dalam diri mereka. Tunanetra yang peran sosialnya
terhambat adalah tunanetra yang merasa mengalami
penolakan dan perlakuan yang berbeda. Semua tekanan
yang mereka rasakan, seorang penyandang tunanetra tetap
harus melanjutkan dan menjalani kehidupannya untuk
mencapai kesejahteraan di masyarakat. Maka dari itu,
6
diperlukan resiliensi atau ketahanan pada diri tunanetra
untuk mengatasi tekanan hidup yang mereka hadapi.
Resiliensi menurut Revich dan Shatte adalah kemampuan
seseorang untuk bangkit dan berkembang dalam
menghadapi tekanan hidup yang menimpanya.
Para penyandang disabilitas tunanetra di Jakarta seba-
gian besar bekerja sebagai tukang pijat (refleksi). Dengan
profesi tersebut setidaknya bisa untuk memenuhi kebu-
tuhan keluarga walaupun dengan pendapatan yang tidak
menentu. Di Jakarta banyak sekali tempat pijat yang lebih
modern yang membuat pendapatan para penyandang tun-
anetra semakin berkurang, sehingga sebagian besar para
penyandang tunanetra lebih memilih berwirausaha
kerupuk keliling di Jakarta. Meskipun mempunyai
kecacatan fisik, tetapi semangat hidupnya sangat tinggi
dalam berwirausaha kerupuk keliling di Jakarta. Terlihat
seperti para penyandang disabilitas tidak mengenal lelah,
atau putus asa dalam menjalankan profesinya. Bukan
tanpa alasan, banyak penyandang tunanetra menjadi ber-
wirausaha kerupuk untuk membiayai kehidupannya. Salah
satu alasan kenapa penyandang tunanetra berwirausaha
kerupuk keliling karena barang yang dijualnya itu ringan
untuk dibawa kemana-mana. Selain bebannya ringan,
berwirausaha kerupuk juga tidak terlau beresiko besar.
Banyak masyarakat di Jakarta yang menyukai kerupuk
sebagai cemilan, dan itu salah satu alasannya juga kenapa
para penyandang tunanetra memilih untuk berwirausaha
7
kerupuk keliling di Jakarta (Putra, 2018). Dengan
berbagai macam kesulitannya, para penyandang tunanetra
yang berwirausaha kerupuk keliling nyaman tinggal di
ibukota, karena banyaknya penyandang tunanetra yang
berwirausaha kerupuk keliling di Jakarta . Ada beberapa
tunanetra yang bergabung di beberapa paguyuban di Ja-
karta. Kegiatan yang sering dilakukan adalah arisan, yang
tujuan utamanya bukan sekedar mendapatkan uang, tetapi
hanya saling berbagi cerita selama hidup di Jakarta.
Dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk mengkaji
tentang resiliensi penyandang tunanetra dan bagaimana
mereka bertahan dalam menghadapi setiap masalah terse-
but. Maka penulis tertarik untuk mengambil judul
penelitian yaitu RESILIENSI PENYANDANG DISA-
BILITAS TUNANETRA DENGAN STRATEGI
BERWIRAUSAHA KERUPUK KELILING DI JA-
KARTA (Studi Kasus di Kecamatan Pesanggrahan,
Jakarta Selatan)
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Melihat banyaknya permasalahan yang berkaitan
dengan penyandang disabilitas maka peneliti
mencoba memfokuskan penelitian pada pekerja
penyandang disabilitas tunanetra. Karena peneliti
menyadari adanya keterbatasan waktu dan
kemampuan yang dimiliki peneliti. Pembatasan
8
masalah dilakukan agar pengkajian dalam penelitian
ini tidak terlampau jauh sehingga menjadi lebih
terfokus dan efektif terhadap apa yang akan
disimpulkan. Penelitian ini berfokus pada Resiliensi
Penyandang Disabilitas Tunanetra Dengan Strategi
Berwirausaha Kerupuk Keliling di Kecamatan Pe-
sanggrahan, Jakarta Selatan.
2. Perumusan Masalah
Dari batasan masalah tersebut dapat diuraikan
beberapa permasalahan atau pernyataan penelitian.
Penulis akan merumuskan dalam permasalahan yang
dapat dirumuskan adalah:
Bagaimana resiliensi penyandang disabilitas tun-
anetra dalam berwirausaha kerupuk keliling di Jakar-
ta?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan permasalahan maka
tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk memahami upaya penyandang disabilitas
tunanetra dalam berwirausaha kerupuk keliling di
Jakarta.
b. Untuk mengetahui tentang faktor pendukung dan
penghambat dari upaya berwirausaha kerupuk
keliling di Jakarta, sehingga muncul
9
kemungkinan-kemungkinan yang dianggap dapat
menjadi solusi.
2. Manfaat Penelitian
a. Segi Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
dan menambah wawasan keilmuan bagi Ilmu
Kesejahteraan Sosial, pada teori dan aplikasi di
bidang Kesejahteraan Sosial dan profesi Pekerja
Sosial. Serta dapat dijadikan sebagai bahan
referensi atau bahan kepustakaan bagi
pengembangan Ilmu Kesejahteraan Sosial.
b. Segi Praktis
1) Sumbangan bagi penentu kebijakan dalam
bidang ketenagakerjaan penyandang
disabilitas pada beragam tingkatan, yang dapat
digunakan untuk pemahaman dan
pengembangan kebijakan dan program yang
berkaitan dengan kesejahteraan penyandang
disabilitas.
2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
gambaran dan dijadikan bahan untuk
mengetahui Upaya Pemberdayaan Disabilitas
Dalam Mencapai Kesejahteraan. Dan
diharapkan dapat memberikan wawasan
kepada masyarakat terutama mahasiswa UIN
10
Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya
mahasiswa jurusan Kesejahteraan Sosial.
D. Metodologi Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu proses yang harus
dilalui dalam suatu penelitian agar hasil yang diinginkan
dapat tercapai. Metode penelitian ini kemudian dibagi
menjadi, sebagai berikut:
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Bogdan dan Taylor mendefinisikan metode penelitian
kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati. Penelitian Kualitatif digunakan untuk
memahami, mencari makna dibalik data, untuk
menemukan kebenaran, baik kebenaran empirik
sensual, empirik logik dan empirik etik (Kasiram,
2010).
2. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan tipe penelitian
deskriptif. Penelitian ini didasarkan pada pertanyaan
“Bagaimana”. Kita tidak puas bila hanya mengetahui
apa masalahnya secara eksploratif, tetapi ingin
mengetahui juga bagaimana peristiwa tersebut terjadi.
Dengan demikian temuan-temuan penelitian deskriptif
11
lebih luas dan lebih terperinci daripada penelitian
eksploratif. Dikatakan lebih luas karena kita meneliti
tidak hanya masalahnya sendiri, tetapi juga variabel-
variabel lain yang berhubungan dengan masalah itu.
Lebih terperinci karena variabel-variabel tersebut
diuraikan atas faktor-faktornya. Untuk mendapatkan
hasil yang lebih baik, penelitian dilakukan dengan
penarikan sampel (Gulo, 2002).
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kecamatan
Pesanggrahan Kota Jakarta Selatan .
b. Waktu Penelitian
Penulis melakukan penelitian pada bulan Desem-
ber 2019 sampai dengan bulan Maret 2020.
4. Teknik Pemilihan Informan Penelitian
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif
teknik pemilihan responden dalam penelitian ini
adalah purposive sampling yang memberikan
keleluasaan kepada peneliti dalam menyeleksi
responden yang sesuai dengan tujuan penelitian
(Meleong, 1989). Yang terpenting disini bukan
jumlah respondennya melainkan potensi dari tiap
kasus untuk memberikan pemahaman teoritis yang
lebih baik mengenai aspek yang dipelajari.
12
5. Macam dan Sumber Data
Sumber data yang penulis gunakan pada penelitian
ini terbagi menjadi 2 (dua) sumber yaitu sumber data
primer dan sumber data sekunder yang akan
dijelaskan sebagai berikut:
a. Data Primer
Data primer, yaitu data yang langsung diperoleh
dari para informan pada waktu penelitian. Data
primer ini diperoleh melalui wawancara dengan
informan. Dalam penelitian ini data primernya
adalah penjual kerupuk tunanetra di Kecamatan
Pesanggrahan Jakarta Selatan.
b. Data Skunder
Data skunder adalah data yang dikumpulkan
melalui sumber-sumber informasi tidak langsung
seperti perpustakaan, dokumentasi masa lampau
.
6. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data
yang dipakai adalah dengan melakukan wawancara
langsung dengan responden, karena untuk
memperoleh informasi yang lengkap mengenai
responden yang bersangkutan maka peneliti harus
terjun langsung ke lapangan, dengan cara melakukan
wawancara terhadap responden. Selain itu guna
memperkuat penelitian ini, peneliti juga menambah
dengan menggunakan beberapa sumber kepustakaan,
13
baik itu berupa buku, artikel, dan sejenisnya, yang ada
hubungannya dengan obyek yang diteliti.
Dalam penelitian ini teknik wawancara yang
peneliti gunakan adalah wawancara mendalam artinya
peneliti mengajukan beberapa pertanyaan secara
mendalam yang berhubungan dengan fokus
permasalahan. Sehingga data-data yang dibutuhkan
dalam penelitian dapat terkumpul secara maksimal
sedangkan subjek peneliti dengan teknik Purposive
Sampling yaitu pengambilan sampel bertujuan,
sehingga memenuhi kepentingan peneliti.
7. Teknik Analisis Data
Yaitu teknik pemeriksaan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain dari luar data untuk
keperluan pemeriksaan atau perbandingan terhadap
data tersebut. Hal ini akan dicapai dengan
membandingkan hasil wawancara di depan umum
dengan apa yang dikatakan secara pribadi dan
dokumen yang berkaitan (Meleong, 1989).
8. Teknik Keabsahan Data
Keabsahan data adalah data yang diperoleh dan
telah teruji dan valid. Dalam hal ini peneliti menulis
keabsahan data diuji lewat diskusi atau sharing,
referensi teori dan melihat realitas sosial serta tentang
isu-isu yang sedang berkembang. Oleh karena itu
14
peneliti melakukan perbaikan-perbaikan untuk
mendapatkan dat yang relevan.
Teknik keabsahan data yang penulis lakukan
adalah dengan ketekunan pengamatan, ketekunan
pengamatan bermaksud menentukan ciri-ciri dan
unsur-unsur dalam situasi-situasi yang sangat relevan
dengan persoalan atau isu yang sedang dicari.
Kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut
secara rinci, maksudnya peneliti hanya memusatkan
dan mencari jawaban sesuai dengan rumusan masalah
saja.
E. Teknik Penulisan
Untuk tujuan mempermudah, teknik penulisan yang
dilakukan dalam skripsi ini merujuk pada buku Pedoman
Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang disusun
oleh Tim UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, diterbitkan
oleh UIN Jakarta Press. 2017.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam penulisan ini, maka
penulis membagi sistematika penulisan ke dalam lima bab
yang mana rinciannya sebagai berikut :
15
BAB I: PENDAHULUAN
Latar belakang masalah, perumusan ma-
salah, dan batasan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metodolo-
gi penelitian, tinjauanpustaka, dan siste-
matika penulisan.
BAB II: LANDASAN TEORI
Bab ini akan membahas mengenai
Kerangka Teori yang berkaitan dengan
fokus penelitian. Penulis akan
menggunakan Teori Resiliensi.
BAB III: GAMBARAN UMUM LATAR
PENELITIAN
Bab ini peneliti menjelaskan tentang gam-
baran umum Kecamatan Pesanggrahan.
BAB IV: DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Berisi tentang uraian penyajian data dan
temuan penelitian.
BAB V : PEMBAHASAN
Bab ini berisi uraian yang mengaitkan
latar belakang, teori, dan rumusan teori
penelitian.
16
BAB VI : PENUTUP
Bab terakhir berisi tentang kesimpulan
berdasarkan hasil dari pelaksanaan
penelitian, implikasi, dan saran-saran
yang menjadi penutup pada pembahasan
penelitian.
17
BAB II
KAJIAN TEORI
Pada pembahasan di Bab II ini, peneliti lebih menjelaskan
kepada teori yang digunakan untuk menganalisis dan menjawab
permasalahan. Adapun teori-teori yang akan digunakan dalam
penelitian, yakni Teori Resiliensi.
A. Resiliensi
1. Definisi Resiliensi
Resiliensi adalah suatu konsep yang menunjukan kemampuan
seseorang untuk mengatasi dan beradaptasi terhadap masa-masa
sulit yang dihadapi. Resiliensi diri seseorang juga menentukan
keberhasilan atau kegagalan dalam kehidupannya (Jackson,
2004). Istilah resiliensi telah digunakan untuk menggambarkan
proses dimana orang mengelola tidak hanya untuk menanggung
kesulitan tetapi juga untuk menciptakan dan mempertahankan
kehidupan yang memiliki makna dan berkontribusi bagi orang-
orang sekitar mereka. Ungkapan “sukses melawan peluang sering
digunakan untuk menangkap esensi dari ketahan”. Oleh karena
itu, ketahanan menciptakan kesuksesan dalam kehidupan mes-
kipun terpapar resiko tinggi (Fraser et al., 2004).
Stewart, Reid dan Mangham (1997) menggambarkan sebagai
“kapasitas individu untuk berhasil mengatasi perubahan, kesu-
litan, atau resiko yang signifikan”. Meskipun harus menghadapi
peristiwa hidup yang sulit dapat membuat beban, proses menga-
17
18
tasi keberhasilan menyebabkan peningkatan kepercayaan diri dan
meningkatkan ketahanan atau resiliensi (Hook, 2019).
Resiliensi berasal dari bahasa Latin yaitu “resilire” yang
artinya kembali. Dalam bahasa Inggris yaitu “resiliency” atau
“resilient” adalah suatu kondisi individu yang berhasil keluar dari
kondisi terburuk. Secara umum, resiliensi adalah kemampuan
seseorang atau individu untuk mengembalikan kondisi semula
atau awal dari kondisi terpuruk (Zainal 2011, 131).
Wangild dan Young (1993) menyebutkan resiliensi adalah
kekuatan pada setiap individu yang berasal dari dalam dirinya,
sehingga ia mampu mengahadapi kesulitan yang sedang menimpa
hidupnya.“Resilience‟ connotes emotional stamina and has been
used to describe person who display courage and adaptability in
the wake of life‟s misfortunes.” (Wangnild dan Young 1993,
166).
Menurut (Grotberg, 1999), Resiliensi menggambarkan ke-
mampuan untuk bertahan dan beradaptasi, serta kapasitas manu-
sia untuk melawan dan memecahkan masalah setelah mengalami
kesengsaraan. Masten dan Coatsworth, 1998 dalam Kalil (2003)
mendefinisikan secara umum bahwa resiliensi di tandai oleh
sejumlah karakteristik, yaitu: adanya kemampuan dalam menga-
tasi kesulitan, ketangguhan dalam menghadapi stress ataupun
bangkit dari trauma yang dialami. Resiliensi juga dapat di ketahui
ketika individu berhadapan dengan hambatan atau kesulitan yang
signifikan, dimana individu tersebut kemudian mampu menun-
jukan adaptasi positif terhadap hambatan tersebut/ kesulitan ter-
sebut (Dr. Wiwin Hendriani, M.Si 2018, 22-24).
19
Dari beberapa definisi diatas mengenai resiliensi, maka pe-
niliti dapat mendeskripsikan resiliensi adalah kemampuan
seseorang untuk tetap bertahan, bangkit dari kondisi yang ter-
puruk dengan berbagai cara yang tidak merusak, memiliki rasa
optimis untuk membuat keadaan menjadi lebih baik, serta orang
resilien memiliki karakteristik untuk tidak menunggu bantuan
orang lain agar keluar dari kondisi yang terburuk sekalipun. Re-
siliensi diri seseorang juga menentukan keberhasilan atau kegaga-
lan dalam kehidupannya.
2. Komponen Resiliensi
Menurut Reivich dan Shatte (2002), resiliensi adalah kemam-
puan untuk mengatasi dan beradaptasi terhadap kejadian yang
berat atau masalah yang terjadi dalam kehidupan. Bertahan dalam
keadaan tertekan, dan bahkan berhadapan dengan kesengsaraan
(adversity) atau trauma yang dialami dalam kehidupannya. Reiv-
ich dan Shatte (2002) juga mamaparkan tujuh komponen yang
membentuk resiliensi, yaitu sebagai berikut:
1.1 Regulasi emosi, adalah kemampuan untuk tetap
tenang dalam kondisi yang penuh tekanan. Individu
yang memiliki kemampuan meregulasi emosi dapat
mengendalikan dirinya apabila sedang kesal dan dapat
mengatasi rasa cemas, sedih, atau marah sehingga
mempercepat dalam pemecahan suatu masalah.
Pengekspresian emosi, baik negative ataupun positif,
merupakan hal yang sehat dan konstruktif asalkan dil-
akukan dengan tepat. Pengekpresian emosi yang tepat
20
merupakan salah satu kemampuan individu yang resil-
ien.
1.2 Pengendalian Impuls, merupakan kemampuan
mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta
tekanan yang muncul dari dalam diri seseorang. Indi-
vidu dengan pengendalian impuls rendah sering men-
galami perubahan emosi dengan cepat yang cenderung
mengendalikan perilaku dan pikiran. Individu mudah
kehilangan kesabaran, mudah marah, impulsif, dan
berlaku agresif pada situasi-situasi kecil yang tidak
terlalu penting, sehingga lingkungan sosial di seki-
tarnya merasa kurang nyaman yang berakibat pada
munculnya permasalahan dalam hubungan sosial.
1.3 Optimisme, individu yang resilien adalah individu
yang optimis. Individu memiliki harapan di masa de-
pan dan percaya dapat mengontrol arah hidupnya.
Dibandingkan dengan individu yang pesimis, individu
yang optimis lebih sehat secara fisik, tidak mengalami
depresi, berprestasi lebih baik di sekolah, lebih
produktif dalam kerja, dan lebih berprestasi dalam
olahraga. Optimisme mengimplikasikan bahwa indi-
vidu percaya dapat menangani masalah-masalah yang
muncul di masa yang akan datang.
1.4 Empati, menggambarkan bahwa individu mampu
membaca tanda-tanda psikologis dan emosi dari orang
lain. Empati mencerminkan seberapa baik individu
21
mengenali keadaan psikologis dan kebutuhan emosi
orang lain.
1.5 Analisis penyebab masalah, yaitu merujuk pada
kemampuan individu untuk secara akurat mengidentif-
ikasi penyebab-penyebab dari permasalahan individu.
Jika individu tidak mampu memperkirakan penyebab
dari permasalahannya secara akurat, maka individu
akan membuat kesalahan yang sama.
1.6 Efikasi diri, merupakan keyakinan pada kemam-
puan diri sendiri untuk menghadapi dan memecahkan
masalah dengan efektif. Efikasi diri juga berarti
meyakini diri sendiri mampu berhasil dan sukses. In-
dividu dengan efikasi diri tinggi memiliki komitmen
dalam memecahkan masalahnya dan tidak akan me-
nyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang
digunakan itu tidak berhasil. Individu yang memiliki
efikasi diri yang tinggi akan sangat mudah dalam
menghadapi tantangan. Individu tidak merasa ragu ka-
rena memiliki kepercayaan yang penuh dengan ke-
mampuan dirinya. Individu ini akan cepat menghadapi
masalah dan mampu bangkit dari kegagalan yang di-
alami.
1.7 Peningkatan aspek positif, Resiliensi merupakan
kemampuan yang meliputi peningkatan aspek positif
dalam hidup . Individu yang meningkatkan aspek
positif dalam hidup, mampu melakukan dua aspek ini
dengan baik, yaitu: (1) mampu membedakan risiko
22
yang realistis dan tidak realistis, (2) memiliki makna
dan tujuan hidup serta mampu melihat gambaran besar
dari kehidupan. Individu yang selalu meningkatkan
aspek positifnya akan lebih mudah dalam mengatasi
permasalahan hidup, serta berperan dalam meningkat-
kan kemampuaninterpersonal dan pengendalian emosi
(Zahrotul Uyun 2012).
3. Faktor – faktor Resiliensi
Ada beberapa faktor yang dapat menunjukan resiliensi individu.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi menurut
Grotberg (1995), antara lain:
1.1 I Am, merupakan kekuatan yang berasal dari dalam diri
individu, seperti tingkah laku, perasaan, dan kepercayaan
yang terdapat dalam diri seseorang. Faktor I am ini
dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
a. Bangga pada diri sendiri
Individu memiliki rasa bangga terhadap dirinya
sendiri serta mengetahui dan menyadari bahwa
dirinya adalah seseorang yang penting. Selain itu, in-
dividu juga tidak akan membiarkan orang lain
menghina dan meremehkannya. Oleh karena itu, indi-
vidu harus mampu bertahan dan menyelesaikan masa-
lah yang sedang dihadapinya. Salah satu yang dapat
membantu untuk bertahan dalam menghadapi masa-
lah adalah kepercayaan diri yang tertanam dalam diri
masing-masing individu.
23
b. Perasaan dicintai dan sikap yang menarik.
Individu dapat mengatur sikap ketika menghadapi re-
spon-respon yang berbeda ketika berbicara dengan
orang lain. Individu akan mampu bersikap baik ter-
hadap orang-orang yang menyukai dan mencintainya.
Individu mampu merasakan mana yang benar dan
mana yang salah serta ingin ikut didalamnya. Indi-
vidu mempunyai kepercayaan diri dan iman dalam
moral dan kebaikan, serta dapat mengekspresikannya
sebagai kepercayaan terhadap Tuhan dan manusia
yang mempunyai spiritual yang lebih tinggi.
c. Mencintai, empati, altruistik
Ketika seseorang mencintai orang lain, maka individu
tersebut akan peduli terhadap segala sesuatu yang ter-
jadi pada orang yang dicintainya. Adanya ketid-
aknyamanan dan penderitaan jika orang yang dicintai
terkena masalah, kemudian menimbulkan adanya
keinginan untuk menghentikan penderitaan tersebut.
d. Mandiri dan bertanggungjawab
Tanggung jawab berarti berbuat sebagai perwujudan
kesadaran akan kewajibannya. Setiap manusia se-
bagai makhluk Allah bertanggungjawab atas per-
buatannya. Manusia mempunyai kebebasan untuk
melakukan segala sesuatu sesuai dengan ke-
hendaknya. Individu juga harus mampu menerima
segala konsekuensi dari tindakan tersebut. Seseorang
24
mampu mengerti dan memahami batasan-batasan
tehadap berbagai kegiatan yang dilakukan.
1.2 I Have, merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi
resiliensi yang berasal dari luar. Adapun sumber-
sumbernya, adalah:
a. Struktur dan aturan rumah
Di dalam keluarga ada aturan-aturan yang harus di-
taati oleh setiap anggota keluarga yaitu adanya huku-
man dan peringatan jika aturan tersebut tidak dil-
aksanakan. Sebaliknya, jika peraturan itu dil-
aksanakan akan diberikan pujian atau bahkan akan
diberikan reward.
b. Role Models
Role models yaitu orang-orang yang dapat menunjuk-
kan apa yang individu harus lakukan seperti informasi
terhadap sesuatu dan memberi semangat agar individu
mengikutinya.
c. Mempunyai hubungan
Selain dukungan dari orang-orang terdekat seperti
suami, istri, orang tua, dan anak, individu juga mem-
butuhkan dukungan dan cinta dari orang lain yang di-
anggap mampu memberikan kasih sayang yang
mungkin tidak dapat diperoleh dari orang-orang
terdekat.
1.3 I Can, merupakan salah satu faktor resiliensi yang berkai-
tan dengan kompetensi sosial dan interpersonal
seseorang. Bagian-bagian faktor I Can, adalah:
25
a. Mengatur berbagai perasaan rangsangan Individu
mampu mengenali rangsangan, dan segala jenis
emosi kemudian menunjukkan dalam bentuk kata-
kata ataupun tingkah laku dan perbuatan. Individu
juga mampu mengatur rangsangan untuk berbuat
kekerasan terhadap orang lain seperti memukul,
merusak barang, dan perbuatan lainnya.
b. Mencari hubungan yang dapat dipercayaIndividu
mampu mendapatkan seseorang yang dapat di-
percaya untuk membantu menyelesaikan masalah
yang sedang dihadapinya, diajak berdiskusi, ataupun
dimintai pertolongan. Kepercayaan kepada orang
lain berarti percaya terhadap kata hatinya, perbuatan
yang sesuai dengan kata hati, atau terhadap kebena-
rannya.
c. Ketrampilan berkomunikasi Kemampuan individu
untuk menunjukkan pikiran dan perasaan kepada
orang lain serta kemampuan untuk mendengar dan
memahami perasaan yang dirasakan oleh orang lain.
d. Mengukur temperamen diri sendiri dan orang lain
Kemampuan untuk dapat memahami temperamen
dirinya sendiri dan temperamen orang lain baik
ketika diam, mengambil resiko ataupun ketika
bertingkah laku. Dengan adanya kemampuan untuk
memahami temperamen seseorang, maka akan
membantu individu dalam berkomunikasi.
26
e. Kemampuan memecahkan masalahKemampuan in-
dividu dalam menilai suatu masalah, kemudian
mencari hal-hal yang dibutuhkan dalam usaha
pemecahan masalah tersebut. Individu dapat mem-
bicarakan masalahmasalah yang sedang
dihadapinya dengan orang lain. Kemudian
menemukan pemecahan masalah yang sesuai. Indi-
vidu akan tetap bertahan pada masalah itu sampai
masalah tersebut dapat terpecahkan. Individu yang
beresiliensi tinggi harus memiliki tiga faktor terse-
but, yaitu I am, I have dan I can. Individu yang
hanya memiliki salah satu faktor saja tidak terma-
suk orang yang beresiliensi tinggi atau rendah (Mu-
hammad Riza dan Ike Herdiana 2012).
B. Tunanetra
1. Definisi Tunanetra
Menurut asal usul katanya, tunanetra terdiri kata „tuna‟
yang berarti gangguan, dan „netra‟ yang berarti mata atau
penglihatan. Tunanetra adalah seseorang yang mempunyai
gangguan atau hambatan terhadap penglihatan atau tidak
berfungsi indera penglihatan.
Menurut Sutjihati Soemantri, tunanetra adalah individu
yang indera penglihatannya kedua-duanya tidak berfungsi
sebagai saluran penerima informasi dalm kegiatan sehari
hari (Agustyawati and Solicha, 2009a).
27
2. Alasan Terjadinya Ketunanetraan
Seseorang mengalami gangguan kebutaan dikarenakan be-
berapa alasan yaitu:
a. Faktor pre-natal: keturunan, pertumbuhan seseorang
dalam kandungan seperti gangguan waktu ibu hamil
dan infeksi karena beberapa hal penyakit kotor seper-
ti cacar air dan tumor.
b. Post-natal: kerusakan pada mata atau saraf mata pada
waktu persalinan, pada waktu persalinan ibu men-
galami penyakit gonorrhoe, dan mengalami penyakit
mata yang menyebabkan ketunanetraan misalkan
xeropthalmia yakni penyakit mata karena kekurangan
vitamin A (Agustyawati and Solicha, 2009b).
3. Karakteristik Tunanetra
Pada tunanetra terdapat beberapa karakteristik diantaranya
adalah:
1. Karakteristik Fisiologis
Karakteristik fisik atau fisiologis tunanetra dapat dikenali
dengan melihat dari jenis tunanetra tersebut yaitu dengan
melihat ciri-ciri sebagai berikut:
a. Karakteristik buta (totally blind): tidak mampu melihat,
kerusakan nyata pada kedua bola mata, mata bergoyang
terus, bagian mata yang hitam berwarna keruh,
peradangan hebat pada kedua bola mata dan lain
sebagainya.
b. Karakteristik low vision: terlihat tidak menatap lurus
kedepan, memicingkan mata atau mengerutkan kening
28
terutama dicahaya terang, mata terlihat putih di tengah
mata dan lain sebagainya.
2. Karakteristik Kognitif
Menurut Lowenfeld (1948) ada tiga hal yang berpengaruh
buruk terhadap perkembangan kognitif dengan keterbatasan
penglihatan antara lain:
a. Jarak dan beragamnya pengalaman yang dimiliki oleh
mereka dengan keterbatasan penglihatan, kemampuan ini
terbatas karena mereka mempunyai perasaan tidak sama
dengan mereka yang mampu melihat.
b. Kemampuan yang telah diperoleh akan berkurang dan
akan berpengaruh terhadap pengalamanya dilingkungan.
c. Mereka dengan keterbatasan penglihatan tidak memiliki
kendali yang sama terhadap lingkungan dan diri sendiri.
3. Karakteristik Sosial
Kemajuan sosial tunanetra bergantung pada bagaimana
perlakuan dan penerimaan lingkungan terutama lingkungan
keluarga terhadap tunanetra itu sendiri. Penerimaan secara
realistik terhadap tunanetra dengan segala keterbatasannya
adalah yang paling utama menumbuhkan rasa percaya
dirinya. Sikap yang ditunjukkan dengan pemberian kasih
sayang dan pemberian perlakuan yang sama dengan mereka
yang normal akan membuat mereka terbuka terhadap
permasalahan yang dihadapinya dan menjadi motivator
tersendiri untuknya menggapai masa depan.
29
Hubungan sosial yang pertama terjadi dengan tunanetra
adalah hubungan dengan ibu, ayah, anggota keluarga lain
yang ada dilingkungan keluarga. Kadang kala ada orang tua
dan anggota keluarga yang tidak siap menerima kehadiran
tunanetra, sehingga muncul ketegangan atau kegelisahan
diantara keluarga. Hal ini sebagai akibat dari keterbatasan
rangsangan visual untuk menerima perlakuan orang lain
terhadap dirinya.
4. Perkembangan Kepribadian
Tunanetra mengalami hambatan dalam perkembangan
kepribadian dengan timbulnya beberapa masalah antara lain:
a. curiga terhadap orang lain: ini diakibatkan dari
keterbatasan visual, tunanetra kurang mampu
berorientasi dengan lingkungan sehingga kemampuan
mobilitaspun akan terganggu.
b. perasaan mudah tersinggung: perasaan mudah
tersinggung dapat disebabkan oleh terbatasnya
rangsangan visual yang diterima. Pengalaman sehari-
hari yang selalu menumbuhkan kecewa menjadikan
seorang tunanetra yang emosional (Agustyawati and
Solicha, 2009c).
30
C. Pengusaha Penyandang Disabilitas
1. Pengertian Pengusaha Penyandang Disabilitas
Individu yang pintar atau berbakat dalam mengenali
produk baru, menentukan bagaimana produk baru, adalah
pengertian dari pengusaha. Membangun operasi untuk
pengadaan produk baru, menawarkannya serta mengatur
permodalan operasinya (Zimmerer, 2008). Para pengu-
saha umumnya menyimpan karakter penunjang yang
membuat sebuah usaha berhasil atau tidak, sejauh mana
karakter tersebut melekat pada pengusaha dan
pengaruhnya terhadap tujuan mengelola usaha (Jumaedi,
2012). Drucker (1985) mendefinisikan kewirausahaan
sebagai semangat, kemampuan, sikap, perilaku individu
dalam menangani usaha yang mengarah pada upaya
mencari, menciptakan, teknologi, dan produk baru
dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka mem-
berikan pelayanan yang lebih baik dan memperoleh ke-
untungan yang lebih besar. Sangat diperlukan kreativitas
dan penemuan-penemuan baru untuk mendapatkan keun-
tungan. Kewirausahaan adalah proses yang memiliki
resiko tinggi untuk menghasilkan nilai tambah produk
yang berguna bagi masyarakat dan mendatangkan ke-
makmuran bagi pengusaha.
Penyandang disabilitas diserap dari bahasa Inggris disa-
bility dengan bentuk jamak disabilities yang artinya adalah
ketidakmampuan atau cacat. Penyandang disabilitas adalah
seseorang yang sistem biologisnya atau keadaan fisiknya
31
berbeda dengan orang lain pada umumnya. Penyandang
disabilitas mewujudkan salah satu upaya untuk membangun
pandangan, pemahaman dan persepsi masyarakat pada
seorang penyandang disabilitas adalah seseorang yang tidak
normal, cacat dan tidak mempunyai kemampuan. Maka
dengan menggunakan kata penyandang disabilitas bisa
merubah persepsi dan memperhalus kata serta pemahaman
masyarakat bahwa setiap manusia diciptakan berbeda dan
seorang penyandang disabilitas hanyalah sebagai seseorang
yang memiliki perbedaan kondisi fisik namun tetap mampu
melakukan segala aktifitas dengan cara pencapaian yang
berbeda.
Pengusaha penyandang disabilitas adalah seseorang yang
memiliki kreatifitas, berinovatif, dan mempunyai semangat
yang kuat, serta memiliki kemampuan dalam mengem-
bangkan usahanya dan memperoleh keuntungan yang lebih
besar dengan keterbatasan yang dimiliki. Pengusaha pen-
yandang disabilitas tidak membuat keterbatasan dalam
dirinya untuk selalu dikasihani orang lain atau bersikap tid-
ak berdaya. Pengusaha penyandang disabilitas akan
meluaskan usahanya dengan potensi yang dimilikinya.
Menurut Somantri (2007) penyandang disabilitas meru-
pakan suatu keadaan yang menghambat kegiatan seseorang
sebagai akibat dari kerusakan atau gangguan pada tulang,
otot, dan sendi. Penyandang disabilitas terdiri dari tiga jenis,
yaitu Penyandang disabilitas fisik, mental, serta fisik dan
mental. Pada penelitian ini yang akan dibahas oleh peneliti
32
adalah Penyandang disabilitas fisik. Hardman (2002)
menyatakan Penyandang disabilitas fisik sebagai suatu kon-
disi yang disebabkan oleh kehilangan atau gangguan pada
fisik seseorang untuk menggunakan anggota tubuhnya
dengan efektif (Anggraini and Hendriani, 2015).
Semua manusia tidak terlahir dalam keadaan fisik yang
sempurna atau lengkap, yang sering disebut sebagai pen-
yandang disabilitas fisik. Penyandang disabilitas fisik juga
sering diartikan sebagai suatu kondisi yang menghambat
kegiatan individu sebagai akibat kerusakan atau gangguan
pada tulang dan otot, sehingga mengurangi kapasitas nor-
mal individu untuk mengikuti pendidikan dan untuk berdiri
sendiri (Somantri, 2006).
Secara definisi disabilitas fisik adalah ketidakmampuan
anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan
oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk
melaksanakan fungsi secara normal akibat luka, penyakit,
atau pertumbuhan tidak sempurna (Efendi, 2009). Menurut
Departemen Sosial dikutip oleh Mangunsong (Damayanti
and Rostiana, 2003) Penyandang disabilitas fisik diartikan
sebagai ketidaksempurnaan anggota tubuh disebabkan
faktor bawaan dari lahir, kecelakaan, maupun akibat penya-
kit yang menyebabkan terganggunya mobilitas yang ber-
sangkutan, contohnya amputasi tangan/kaki, paraplegia,
kecacatan tulang, dan cerebral palsy.
Penyandang disabilitas fisik juga dapat mengacaukan
mental seseorang sehingga menjadi rendah diri atau se-
33
baliknya terlalu berlebihan. Penyandang disabilitas fisik
mengakibatkan kesulitan pula khususnya ada anak umur
sekolah, yang membutuhkan perhatian khusus baik dari
orang tua maupun guru di sekolah. Keterbatasan fisik me-
nyebabkan tidak dimilikinya keterampilan kerja (produksi).
Hal ini menyebabkan rendahnya pendapatan dan berada di
bawah garis kemiskinan (Winasti, 2012).
Menurut Somantri (2006) Penyandang disabilitas di-
artikan sebagai suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai
akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot
dan sendi dalam fungsinya yang normal atau dapat diartikan
juga sebagai keadaan yang menghambat kegiatan individu
sebagai akibat kerusakan atau gangguan pada tulang dan
otot, sehingga mengurangi kapasitas normal individu untuk
mengikuti pendidikan dan berdiri sendiri. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh kecelakaan, penyakit, atau dapat juga
disebabkan oleh bawaan sejak lahir.
Dari beberapa definisi di atas tentang pengertian penyan-
dang disabilitas, dapat disimpulkan bahwa penyandang dis-
abilitas adalah keterbatasan seseorang atau individu dalam
melaksanakan aktivitas karena terjadi penurunan kemampu-
an dalam dirinya atau gangguan pada anggota badan indi-
vidu.
2. Jenis-Jenis Penyandang Disabilitas
Semua orang tidak dilahirkan dalam kondisi yang
lengkap atau sempurna, yang diartikan sebagai penyandang
34
disabilitas. Ditemukan beberapa jenis penyandang disabili-
tas, diantaranya:
a) Penyandang Cacat Fisik, yaitu individu yang men-
galami kehilangan organ sehingga mengakibatkan
gangguan fungsi tubuh dan kelainan kerusakan fungsi
organ tubuh. Misalnya gangguan penglihatan, pen-
dengaran, dan gerak.
b) Penyandang Cacat Mental, yaitu individu yang men-
galami kelainan mental dan atau tingkah laku akibat
bawaan atau penyakit. Individu tersebut tidak bisa
mempelajari dan melakukan perbuatan yang umum
dilakukan orang lain (normal), sehingga menjadi
hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
c) Penyandang Cacat Fisik dan Mental, yaitu individu
yang mengalami kelainan fisik dan mental sekaligus
atau cacat ganda seperti gangguan pada fungsi tubuh,
penglihatan, pendengaran dan kemampuan berbicara
serta mempunyai kelainan mental atau tingkah laku,
sehingga yang bersangkutan tidak mampu melakukan
kegiatan sehari-hari selayaknya.
Penjelasan diatas menyebutkan bahwa penyandang Disa-
bilitas memiliki beberapa jenis, yaitu penyandang cacat fisik
yang merupakan gangguan pada anggota tubuhnya, penyan-
dang cacat mental merupakan individu dengan kelainan pada
tingkah laku akibat bawaan atau penyakit, dan penyandang
cacat fisik dan mental yaitu individu yang mengalami ke-
lainan ganda.
35
3. Klasifikasi Penyandang Disabilitas
Menurut UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang
Cacat, ada berbagai macam penyebab serta permasalahan
kecacatan, maka jenis-jenis kecacatan dapat di kelompokkan
sebagai berikut :
a) Penyandang Cacat Fisik
1. Tuna Netra
Kurangnya penglihatan. Dengan adanya keluarbiasaan
ini, menuntut pelayanan khusus sehingga potensi yang
dimiliki oleh para tunanetra dapat berkembang secara
optimal.
2. Tuna Rungu
Tuna Rungu, ialah seseorang atau individu yang men-
galami kerusakan alat atau organ pendengaran, me-
nyebabkan kehilangan kemampuan menerima atau me-
nangkap bunyi serta suara.sedangkan Tuna Wicara,
ialah individu yang mengalami kerusakan atau ke-
hilangan kemampuan berbahasa, mengucapkan kata-
kata, ketepatan dan kecepatan berbicara, serta produksi
suara.
3. Tuna Daksa
Tuna daksa berarti cacat fisik. Kelompok tunadaksa an-
tara lain adalah individu yang menderita penyakit epi-
lepsy (ayan), kelainan tulang belakang, gangguan pada
tulang dan otot,serta yang mengalami amputasi. cacat
pada bagian anggota gerak tubuh. Tuna daksa dapat di-
36
artikan sebagai suatu keadaan rusak atau terganggu, se-
bagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tu-
lang, otot, dan sendi dalam fungsinya yang normal.
Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit, kecelakaan
atau dapat juga disebabkan oleh
pembawaan sifat lahir (Somantri, 2006).
b) Pernyandang Cacat Mental
1. Tuna Laras
Dikelompokkan dengan individu yang mengalami
gangguan emosi. Gangguan yang muncul pada individu
yang berupa gangguan perilaku seperti suka menyakiti
diri sendiri, suka menyerang teman, dan lainnya.
2. Tuna Grahita
Lebih dikenal dengan cacat mental, yaitu kemampuan
mental individu yang berada di bawah normal. Tolak
ukurnya adalah tingkat kecerdasan. Tuna grahita dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
a) Penyandang Cacat Mental Eks Psikotik
b) Penyandang Cacat Mental Retardasi
3. Penyandang Cacat Mental dan Fisik (Ganda)
Kelompok penyandang jenis ini adalah individu-
individu yang menyandang lebih dari satu jenis
keluarbiasaan, misalnya penyandang tuna netra dengan
tuna rungu sekaligus, penyandang tuna daksa disertai
dengan tuna grahita atau bahkan sekaligus.
37
D. Kerangka Berpikir
Tunanetra adalah kondisi seseorang yang mengalami
gangguan pada indra penglihatan. Ada beberapa faktor apabila
mengalami gangguan penglihatan, yaitu karena faktor pre-natal
dan karena faktor post-natal.
Di Jakarta ada beberapa tunanetra yang bekerja sebagai
penjual kerupuk keliling, karena banyak masyarakat yang me-
nyukai kerupuk sebagai makanan untuk cemilan. Itu adadalah
salah satu dari berbagai alasan kenapa banyak penyandang tuna-
netra yang berjualan kerupuk di Jakarta.
Dibutuhkan upaya resiliensi untuk para penyandang tunanetra
dalam berjualan kerupuk di Jakarta, karena di dalam situasi sulit
tersebut penyandang tunanetra harus bisa beradaptasi untuk me-
menuhi kebutuhan hidupnya. Ada tujuh komponen dalam mem-
bentuk resiliensi, yaitu regulasi emosi, pengendalian impuls, op-
timisme, empati, analisis penyebab masalah, efikasi diri, dan pen-
ingkatan aspek positif.
38
BAB III
GAMBARAN UMUM KECAMATAN PESANGGRAHAN
Bab gambaran umum latar penelitian ini berisi tentang gambaran
umum wilayah Kecamatan Pesanggrahan seperti kondisi geo-
grafis, luas wilayah, kondisi demografi, data jumlah penyandang
disabilitas di Kecamatan Pesanggrahan, pembagian wilayah
Kecamatan Pesanggrahan.
A. KONDISI GEOGRAFIS
1. Luas Wilayah
Kecamatan Pesanggrahan merupakan salah satu kecama-
tan diwilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan, sesuai
dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Nomor : 1251 Tahun 1986, Nomor : 435
Tahun 1966 Dan Nomor: 1986 Tahun 2000, maka luas
wilayah Kecamatan Pesanggrahan adalah 13,45 km2 yang
terdiri atas 51 Rw Dan 527 Rt dengan luas masing-masing
kelurahan sebagai berikut:
a. Kel. Bintaro: 4,55 Km2
b. Kel. Pesanggrahan: 2,11 Km2
c. Kel. Ulujami: 1,70 Km2
d. Kel. Petukangan Selatan 2,10 Km2
e. Kel. Petukangan Utara: 2,99 Km2
38
39
Berikut adalah gambar peta wilayah Kecamatan Pesanggrahan.
Gambar 1.1 Peta Wilayah Kecamatan Pesanggrahan
Gambar 1.1 Peta Wilayah Kecamatan Pesanggrahan
(Badan Pusat Statistik Kota Administrasi Jakarta Selatan 2018)
40
2. Geografi
Batas-batas wilayah Kecamatan Pesanggrahan adalah:
Sebelah Utara: Kecamatan Kembangan,Kota Administrasi
Jakarta Barat.
Sebelah Selatan: Kecamatan Ciputat Propinsi Banten.
Sebelah Barat: Kecamatan Cileduk dan Kecamatan Pon-
dok Aren Propinsi Banten
Sebelah Timur: Kecamatan Kebayoran Lama Kota Admin-
istrasi Jakarta Selatan.
Tabel 1.1 Letak Geografis Wilayah Kecamatan Pesanggrahan
Letak dan Luas Uraian
Letak 06 15‟21”Lintang Selatan
Luas Wilayah 13,45 km
Laut Ketinggian 26,2m
Jumlah Kelurahan 5 kelurahan
Batas Wilayah
Utara Kecamatan Kembangan Kota Admin-
istrasi Jakarta Barat
Timur Kecamatan Kebayoran Lama Kota Ad-
ministrasi Jakarta Selatan
Barat Kecamatan Cileduk dan Pondok Aren
Propinsi Banten
Selatan Kecamatan Ciputat
Propinsi Banten
Sumber/Source: Stasiun Klimatologi Pondok Betung-Tangerang
Tabel 1.1 Letak Geografis Wilayah Kecamatan Pesanggrahan
41
B. Kondisi Demografi
1. Kependudukan
Sumber data kependudukan adalah Sensus Penduduk yang
dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali. Sensus Penduduk te-
lah dilaksa-nakan sebanyak enam kali sejak Indonesia
merdeka yaitu tahun 1961, 1971, 1980, 1990, 2000 dan 2010
pada bulan Mei yang lalu. Selain itu juga dalam publikasi ini
disajikan data hasil registrasi kependudukan.Berikut adalah
tabel tentang jumlah penduduk di Kecamatan Pesanggrahan
Tabel 2.1 Luas Wilayah, Penduduk, dan Kepadatan Menurut
Kelurahan
Kelurahan Luas
Wilayah
(km2)
Rumah
Tangga
Penduduk Kepadatan
Penduduk
Per km2
Bintaro 4,56 59.140 12.984
Pesanggrahan 2,10 31.392 14.931
Ulujami 1,71 46.660 27.367
Petukangan
Selatan
2,11 41.570 19.787
Petukangan
Utara
2,99 60.762 20.306
Jumlah/Total 13,47 239.524 95.374
2016 13,47 221.578 16.449
Tabel 2.1 Luas Wilayah, Penduduk, dan Kepadatan Menurut Kelurahan
Sumber/Source: Sudin Kependudukan Kota Administrasi Jakarta
Selatan.
42
Tabel 3.1 Penduduk menurut Kelurahan dan Jenis Kelamin
2017
Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio
Jenis Ke-
lamin
Bintaro 29.744 29.396 59.140 101
Pesanggrahan 15.838 15.554 31.392 102
Ulujami 23.700 22.960 46.660 103
Petukangan
Selatan
20.828 20.742 41.570 100
Petukangan
Utara
30.461 30.301 60.762 101
Jumlah 120.571 118.953 239.524 101
Sumber/source: Registrasi Penduduk
Tabel 3.1 Penduduk menurut Kelurahan dan Jenis Kelamin 2017
Berikut adalah adalah data jumlah penduduk menurut jenis ke-
lamin di Kecamatan Pesanggrahan tahun 2017, dalam bentuk
tabel yang menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki
120.571 jiwa, dan jumlah penduduk perempuan 118.953 jiwa,
apabila di kalkulasikan jumlahnya hampir seimbang dengan
selisih 1.618 jiwa.
2. Data Penyandang Disabilitas Tunanetra Di Kecamatan
Pesanggrahan.
Berdasarkan informasi yang saya dapatkan, berikut adalah da-
ta penyandang diabilitas di Kecamatan Pesanggrahan.
43
Table 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Penyandang
Disabilitas Di Kecamatan Pesanggrahan 2017
Kelurahan Tuna
Daksa
Tuna
Rungu
Tuna
Netra
Tuna
Wicara
Bintaro 19 4 6 2
Pesanggrahan 12 4 10 2
Petukangan
Selatan
1 4 7 4
Petukangan
Utara
19 7 8 3
Ulujami 6 0 3 1
Jumlah 57 19 34 12
Sumber/source: data.jakarta.go.id
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Penyandang Disabilitas Di Kecamatan
Pesanggrahan 2017
Untuk jumlah penduduk menurut jenis disabilitasnya di Kecama-
tan Pesanggrahan, penyandang disabilitas tunanetra berjumlah 34
jiwa. Berikut ini table untuk mengetahui jumlah penyandang dis-
abilitas tunanetra berdasarkan jenis kelamin di wilayah Kecama-
tan Pesanggrahan.
44
Tabel 5.1 Jumlah Penyandang Disabilitas Tunanetra di
Kecamatan Pesanggrahan
Kelurahan Pria Wanita
Bintaro 2 4
Pesanggrahan 8 2
Petukangan Selatan 1 6
Petukangan Utara 5 3
Ulujami 2 1
Jumlah 18 16
Sumber/source: data.jakarta.go.id
Tabel 5.1 Jumlah Penyandang Disabilitas Tunanetra di Kecamatan Pesanggrah
Dengan melihat tabel diatas, bahwa bisa dipastikan penyandang
disabilitas tunanetra pria di Kecamatan Pesanggrahan lebih ban-
yak daripada wanita.
45
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Dalam bab ini penulis akan mencoba memaparkan hasil
data dan temuan lapangan terkait dengan resiliensi penyan-
dang disabilitas tunanetra dalam berjualan kerupuk keliling di
Kecamatan Pesanggrahan.
A. Resiliensi Penyandang Disabilitas Tunanetra dengan
Berwirausaha Kerupuk Di Kecamatan Pesanggrahan.
Tunanetra dalam berjualan kerupuk berhasil untuk tetap ber-
tahan, tidak menyerah dengan keadaan apapun, dan selalu
semangat dalam menjalani kehidupannya. Kemampuan tuna-
netra untuk bertahan diperoleh dari 7 aspek reseliensi, yaitu
regulasi ekonomi, pengendalian impuls, optimisme, analisis
penyebab masalah, empati, efikasi diri, dan peningkatan
aspek positif. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
selain itu, yaitu faktor I am, I can, dan I have.
1. Aspek Resiliensi
Menurut Reivich dan Shatte ada 7 kemampuan dalm
pembentukan resiliensi, yaitu regulasi emosi, pengendalian
impuls, optimisme, analisis penyebab masalah, empati, efi-
kasi diri, dan peningkatan aspek positif.
A. Regulasi Emosi (Emotion Regulation).
Kondisi emosi seperti depresi dan kecemasan, keadaan
seperti ini biasanya dialami oleh penyandang tunanetra.
Mereka menatap masa depan seakan suram dengan 45
46
keadaan seperti ini. Perasaan ini sempat dirasakan oleh
Ibu Cahyati yang menyandang disabilitas tunanetra.
“Dengan keadaaan seperti ini, jujur pasti sempat
merasakan depresi, putus asa, merasa sudah tidak
bisa berbuat apa-apa, tetapi setelah saya pikir kem-
bali, buat apa terlalu dipikirin, justru malah membu-
at saya semakin terpuruk, Alhamdulillah skrng saya
bisa berjualan kerupuk, untuk memenuhi kebutuhan
saya.”
B. Pengendalian Impuls (Impuls Control)
Tunanetra degan keadaan seperti itu banyak masyarakat
yang merasa bahwa orang tunanetra itu tidak berdaya,
tidak mandiri, dan selalu membutuhkan pertolongan
dari orang lain. Itu yang diungkapkan Bapak Prapto
kepada saya.
“Saya pernah di jalan sering di jailin sama oarng-orang,
padahal dengan keadaan seperti, masih ada aja oarang
yang seperti itu, saya cuma bisa sabar mas, habis mau
gimana lagi, keadaaan saya seperti ini.”
Walaupun dengan keadaan yang masyarakatnya masih
menstigma bahwa tunanetra adalah kaum yang lemah,
tunanetra juga harus bisa bertahan dalam kejahatan
yang terus dipikirkannya. Masih banyak orang yang
membeli kerupuk dengan nominal yang kurang, mereka
memanfaatkan kekurangan dari seorang tunanetra untuk
mendapatkan keuntungan.
“Namanya manusia, ada juga yang bohong dalam
membeli kerupuk dagangan saya, ada yang duitnya ku-
rang tapi masih minta kembali, ada juga yang membeli
47
dengan nominal yang kurang. Terkadang sedih karna
dengan keadaan seperti ini, masih ada juga yang ber-
buat jahat seperti itu.”
C. Optimisme (Optimism)
Dengan keterbatasan yang dialami sekarang, bukan be-
rarti seorang tunanetra mengandalkan bantuan dari
orang lain. Untuk memeuhi kebutuhannya sehari-hari
harus tetap bekerja. Meski dengan serba keterbatasan
dalam bekerja, tetapi mereka tetap gigih dalam berjua-
lan kerupuk untuk biaya kehidupannya sehari-hari.
“Jujur saya dulunya tukang pijit mas, sampai sekarang
juga masih, jadi yang mau dipijit tinggal datang ke-
rumah saya, Cuma sekarang untuk bertahan menajdi
tukang pijit aja susah, banyak saingan dengan tukang
pijit modern, makanya dengan kondisi saya yang
keterbatasan seperti ini, saya memilih berjualan
kerupuk saja dari dulu, untuk perusahaan juga dengan
kondisi saya seperti ini tidak ada yang mau menerima
saya”
D. Analisis Penyebab Masalah (Causal Analys)
Seorang tunanetra dalam menjalani sesuatu selalu
melihat dari sisi positif mereka, mereka melihat ke-
hidupannya tidak semua mengalami kegagalan. Dengan
konsep kesabaran, keikhlasan, dan ketabahan yang di-
milikinya, mereka percaya akan bisa mengatasi semua
masalah yang ada. Dengan keterbatasan fisik yang ada,
mereka tidak menyerah yang sebenernya bisa menjadi
alasan yang kuat dalam meminta belas kasihan dari
48
orang lain. Mengalami ketunanetraan bukan merupakan
akhir dari segalanya. Tetap berpikir selau positif, karena
dibalik derita yang dialami, pasti ada makna hidup yang
bisa didapat. Kesabaran dan keikhlasan telah ada dalam
diri tunanetra. Konsep tersebut ada dalam diri dari Ibu
Sumarni yang di ungkapkan sebagai berikut,
“Dengan keterbatasan seperti ini Alhamdulillah di
syukurin aja mas, pasti Allah kasih cobaan yang tidak
melebihi batas kemampuan dari dari hambanya”
E. Empati (Empathy)
Seorang tunanetra mempunyai kemampuan empati yang
dapat mempengaruhi hubungan sosial mereka. Dengan
kemampuan tersebut membuat hubungan dengan
tetangga dan lingkungan merasa lebih diterima dan
membuat semakin percaya diri. Seperti yang d ungkap-
kan oleh Bapak Prapto.
“Alhamdulillah d lingkungan rumah saya pada baik-
baik semua, terkadang ada yang sering ngasih sembako,
yang membuat saya menjadi tidak enak ke tetangga
saya”
F. Efikasi Diri (Self-Efficacy)
Walaupun indera penglihatan adalah indera yang pent-
ing, tetapi tidak membuat aktifitas seorang tunanetra
menjadi terhambat. Dengan melau indera yang lain sep-
erti indera peraba, akan dapat menjadi petunjuk bagi
tunanetra untuk bergerak atau berpindah. Dan seorang
49
tuna netra mempunyai daya ingat yang kuat. Seperti
yang di ungkapkan oleh Ibu Cahyati sebagai berikut.
“InsyaAllah karna udah lama lewat sana jadi udah hafal
saya, mana jalan yang ada polisi tidur, harus belok kiri
apa belok kanan. Seorang tunanetra harus mempunyai
hafalan sih mas”
Walaupun tidak mempunyai indera penglihatan, tetapi
seorang tunanetra bisa memaksimalkan yang ada yang
masih berfungsi.
G. Peningkatan Aspek Positif (Reaching out)
Seorang tunanetra mempunyai aspek positif dalam diri
mereka yang bisa ditingkatkan. Seperti ada arisan sesa-
ma tunanetra, bisa saling berbagi cerita, dan setiap mal-
am ada mengaji bersama sesama tunanetra. Seperti yang
di utarakan oleh Bapak Prapto:
“Alhamdulillah setiap malam jumat ada pengajian d
mesjid dekat kontrakan saya mas, saya mengaji disana
bersama teman-teman saya yang mengalami keterbata-
san seperti saya”
2. Faktor Yang Mempengaruhi Resiliensi
Seorang tunanetra mempunyai ketahanan diri yang di
peroleh melalui 7 aspek resiliensi, tetapi juga bisa di
pengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam mau-
pun dari luar diri tunanetra. Untuk kemampuan individu
dalm diri pribadi digunakan istilah „I am‟, untuk dukungan
dari luardan sumber-sumbernya digunakan istilah „I Have‟,
50
dan sedangkan untuk kemampuan interpersonal, digunakan
istilah „I Can‟.
1) I am (Inner Strength)
Kekuatan dalam individu yang ada pada dalam diri
pribadi disebut I am. Bapak Suprapto memiliki faktor I
am di dalam dirinya, yang bisa membuat dirinya men-
jadi lebih semakin percaya diri dan bangkit atas semua
kemampuannya. Hal ini yang di ungkapkan oleh Bapak
Suprapto:
“
Walaupun saya mempunyai kekurangan, tetapi saya ga
pernah menyerah, saya percaya saya juga mempunyai
kelebihan, seperti sekarang saya berjualan kerupuk, saya
mempunyai kelebihan dalam berbicara dengan orang,
setiap ada yang nanya mau beli, saya berjualan dengan
ramah kepada mereka”.
2) I Have (External Support)
I Have adalah struktur dukungan eksternal dan
dukungan keluarga. Faktor ini lebih bersifat ke ekster-
nal, yaitu ketahanan tunanetra dipengaruhi dari ling-
kungan sekitarnya. Sangat penting dalam ketahanan
seorang tunanetra mempunyai dukungan dari eksternal.
Seperti yang diutarakan oleh Ibu Sumarni:
“Saya Alhamdulillah punya 3 orang anak yang tidak
malu dengan keadaan ibunya seperti ini, itu yang
membuat saya bangkit mas untuk kerjakeras mem-
biayai mereka sampe besar nanti.”
51
3) I Can (Interpersonal and Problem-solving skills)
Maksud dari kata I Can disini adalah interpersonal indi-
vidu dan keterampilan sosial, yaitu alat untuk
melakukan, menjalin hubungan, belajar, dan lain lain.
Sperti yang di ungkapkan oleh Ibu Cahyati yang mem-
iliki hubungan yang baik dengan tetangga sekitar:
“Di lingkungan rumah saya alhamdulillah sosialisasinya
bagus, dan tetanggga-tetangga saya ada yang membantu
saya misalnya nganterin jalan, bahkan ada yang kasih
sembako kerumah saya.”
Seorang tunanetra dapat bertahan dikalangan masyara-
kat dengan kemampuan dalam menjalin hubungan yang
baik. Seorang tunanetra juga bisa membuat mereka
melakukan, belajar, dan menjalin hubungan yang baik
dengan keluarga, dengan mengembangkan kemampuan
interpersonal yang baik.
52
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan di uraikannya hasi-hasil temuan yang berkaitan
dengan latar belakang dan teori-teori yang telah dijelaskan pada
bab sebelumnya. Perlu diketahui bahwa terdapat tujuh kemampu-
an yang berkontribusi dalam pembentukan resiliensi. Berikut ada-
lah hasil temuan lapangan mengenai resiliensi pada penjual
kerupuk tunanetra di wilayah Kecamatan Pesanggrahan.
A. Resiliensi Penyandang Tunanetra Berwirausaha Kerupuk
Keliling Di Kecamatan Pesanggrahan
Berdasarkan hasil penelitian tentang resiliensi tunanetra penjual
kerupuk keliling, peneliti menemukan beberapa penjual kerupuk
tunanetra tersebut mampu bertahan dalam kesulitan. Sebagaima-
na dijelaskan bahwa seseorang yang menyandang disabilitas
memiliki kapasitas untuk mencegah, meminimalkan, atau
mengatasi dampak buruk dari kesulitan hidupnya. Beberapa pen-
yandang disabilitas tunanetra yang berjualan kerupuk berhasil
mencegah, dan mengatasi kesulitannya dalam hidupnya. Kemam-
puan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Aspek Resiliensi
a) Regulasi Emosi
Kemapuan untuk tetap tenang dibawah tekanan ada-
lah regulasi emosi. Menurut hasil penelitian menun-
jukkan bahwa orang yang memiliki kemampuan un-
tuk mengatur emosi mengalami kesulitan dalam men-
jaga hubungan dengan orang lain. Kemampuan dalam
53
mengekspresikan emosi secara tepat merupakan ba-
gian dari resiliensi.
b) Pengendalian Impuls
Kemampuan dalam mengendalikan keinginan,
dorongan, serta tekanan dalam diri, adalah pengen-
dalian impuls. Pengendalian impuls yang tinggi akan
menyebabkan berhubungan atau bersosialisai yang
baik untuk menjaga hubungan sosial dengan orang
lain.
c) Optimisme
Mereka memiliki harapan yang baik akan masa de-
pannya dan mereka percaya bahwa mereka dapat
mengontrol arah kehidupan mereka. Individu optimis
seperti seperti ini memiliki fisik yang kuat dan jarang
mengalami depresi.
d) Analisis Penyebab Masalah
Mereka harus bersikap selalu positif untuk menerima
keadaan yang diterimanya. Apabila mereka melihat
semua ini hanya kegagalan maka semua akan sia-sia,
oleh karena itu dibutuhkan sikap analisis penyebab
masalah untuk selalu mempunya harapan
kedepannya.
e) Empati
Individu yang tidak memiliki sifat empati, tidak akan
berada pada posisi orang lain, merasakan orang lain,
dan memperkirakan maksud dari orang lain. Oleh ka-
55
54
rena itu dibutuhkan sikap empati dalam pembentukan
ketahanan seorang penyandang disabilitas.
f) Efikasi Diri
Seorang individu harus yakin dan dapat memecahkan
masalah yang dialami, untuk mencapai kesuksesan.
Seperti halnya dalam berjualan kerupuk dengan
keadaan yang kekurangan dalam indera penglihatan,
seorang tunanetra harus yakin akan walaupun dengan
keadaan tersebut, mereka tetap bisa bertahan hidup.
g) Peningkatan Aspek Positif
Bukan hanya tentang mengatasi dan bangkit dari
keterpurukan, tetapi selalu meningkatkan apapun
yang positif yang bisa di dapat walaupun dengan
keadaan tunanetra.
2. Faktor yang mengalami Resiliensi
a) I am (Inner Strength)
I am adalah kekuatan individu dalam diri pribadi,
sperti halnya harga diri. Faktor inilah kekuatan yang
meliputi perasaan, tingkah laku, dan kepercayaan ter-
hadap diri sendiri.
b) I Have (External Support)
Struktur dukungan eksternal dan dukungan dari
keluarga adalah kekuatan yang sangat penting, hal ini
yang membuat seorang tunanetra berjualan kerupuk
semakin percaya diri terhadap dirinya.
c) I can (Interpersonal and Probling Solving Skill)
55
Yang dimaksud I can disini adalah penyandang tuna-
netra harus bisa menjalin hubungan, melakukan,
belajar, dan lain-lain.
56
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada aspek-aspek resiliensi menunjukkan gambaran
bahwa informan mampu beresilien dalam kehidupannya serta
menunjukkan faktor yang mempengaruhi subjek menjadi
pengusaha penyandang disabilitas untuk mencapai
kesuksessan. Hal tersebut ditunjukkan dengan informan
mampu mengatasi setiap masalah dalam kehidupannya
dengan memiliki self efficacy dan sikap optimis di dalam
dirinya. Impulse control yang subjek miliki kurang baik, hal
tersebut ditunjukkan dengan informan sering melakukan sikap
agresi seperti sering bertengkar dan sikap impulsif yang ser-
ing berkata kasar dan membuat orang lain merasa sakit hati.
Regulasi emosi yang dimiliki menunjukkan subjek
mampu mengendalikan keinginan, dorongan, maupun tekanan
yang terjadi dalam dirinya maupun usahanya. Ketika subjek
memiliki masalah, subjek mencari tahu terlebih dahulu
penyebabnya karena subjek memiliki causal analysis dalam
dirinya. Subjek suka membantu orang-orang yang membu-
tuhkan, terlebih lagi pada penyandang disabilitas lainnya, hal
tersebut ditunjukkan karena aspek empati yang dimiliki oleh
subjek. Dan juga subjek mampu mencapai kesuksessan dalam
usaha protesha dengan kemampuan reaching out yang subjek
miliki dalam diri. Faktor yang mempengaruhi kesuksessan
58
57
subjek menjadi pengusaha penyandang disabilitas adalah
faktor keluarga.
B. SARAN
Berdasarkan hasil kesimpulan yang diuraikan di atas
maka peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut:
1. Bagi subjek penelitian terkait hasil temuan penelitian,
subjek diharapkan untuk mempertahankan dan mening-
katkan resiliensinya sehingga mampu mencapai lebih
banyak lagi kesuksesan dalam hidup, serta memberikan
manfaat dan kontribusi untuk orang-orang di sekitar
subjek dan juga pada usaha yang subjek dirikan.
2. Bagi penyandang disabilitas lainnya diharap mampu
beresilien dan tetap semangat serta selalu termotivasi un-
tuk dapat menjalani kehidupan yang lebih baik dan men-
capai kesuksesan yang diinginkan.
3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengungkap
lebih mendalam lagi resiliensi pada pengusaha penyan-
dang disabilitas dengan metode yang lebih baik serta
rentan waktu yang lebih lama, selain itu diharapkan pula
untuk menambah jumlah subjek penelitian. Serta dalam
menentukan significant other disarankan untuk memilih
orang yang paling mengetahui subjek serta yang paling
dekat dengan subjek.
58
DAFTAR PUSTAKA
Agustyawati, Solicha, 2009a. Psikologi Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus. Lembaga Penelitian Uin Jakarta,
Jakarta.
Agustyawati, Solicha, 2009b. Psikologi Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus. Lembaga Penelitian Uin Jakarta,
Jakarta.
Agustyawati, Solicha, 2009c. Psikologi Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus. Lembaga Penelitian Uin Jakarta,
Jakarta.
Anggraini, W., Hendriani, W., 2015. Resiliensi Istri Terhadap
Perubahan Kondisi Suami Menjadi Penyandang
Disabilitas Fisik. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan
Mental 4.
Chan, D.M., Zoellick, M.R.B., 2011. World Report on Disability
24.
Damayanti, S., Rostiana, 2003. Dinamika emosi penyandang
tunadaksa pasca kecelakaan. Jurnal Psikologi 8.
Efendi, M., 2009. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan.
Bumi Aksara, Jakarta.
El-Muhtaj, M., 2008. Dimensi-dimensi HAM: mengurai hak
ekonomi, sosial, dan budaya. Rajawali Press,
RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Fraser, M.W., Kirby, L.D., Smokowski, P.R., 2004. Risk and
resilience in childhood. Risk and Resilience in Childhood:
An Ecological Perspective 13–66.
62
59
Gulo, W., 2002. Metodologi Penelitian. Grasindo.
Hook, M.P.V., 2019. Social Work Practice with Families: A
Resiliency-Based Approach. Oxford University Press.
Jackson, R., 2004. Selection & Development Review 20, 5.
Jumaedi, H., 2012. Hubungan Karakteristik Wirausaha Terhadap
Keberhasilan Usaha 11.
Kasiram, M., 2010. Metodologi Penelitian: Kualitatif–Kuantitatif.
UIN-Maliki Press Malang, Malang.
Masduqi, B.F., 2010. Mencari Ruang Untuk Difabel 65.
Meleong, L.J., 1989. Metologi penelitian kualitatif. PT Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Nawir, 2009. Expose Data Penyandang Cacat Berdasarkan
Klasifikasi ICF Tahun 2009,.
Primus, J., 2016. Menggenjot Jumlah Ideal Pelaku Wirausaha
Indonesia [WWW Document]. URL
https://money.kompas.com/read/2016/03/30/192821726/
Menggenjot.Jumlah.Ideal.Pelaku (accessed 2.25.20).
Putra, E.H., 2018. Ini Alasan Penyandang Tunanetra Jadi Penjual
Kerupuk Keliling - Tribun Jakarta [WWW Document].
URL https://jakarta.tribunnews.com/2018/11/29/ini-
alasan-penyandang-tunanetra-jadi-penjual-kerupuk-
keliling (accessed 2.25.20).
Sawitri, A.A., 2016. BPS: Pengangguran Terbuka di Indonesia
Capai 7,02 Juta Orang - Nasional Tempo.co [WWW
Document]. URL
https://nasional.tempo.co/read/768481/bps-pengangguran-
60
terbuka-di-indonesia-capai-702-juta-orang/full&view=ok
(accessed 2.25.20).
Semiun, Y., 2006. Kesehatan Mental 2. Kanisius, Yogyakarta.
Somantri, S., 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Refika Aditama.
Winasti, M., 2012. Motivasi Berwirausaha Pada Penyandang
Penyandang disabilitas Fisik. Jurnal Psikologi. 1.
Zimmerer, T.W., 2008. Kewirausahaan dan Manajemen Usaha
Kecil, 5th ed. Salemba, Jakarta.
Zuraya, N., 2016. Jokowi Kemukakan Alasan Jumlah Pengusaha
di Indonesia Masih Sedikit [WWW Document].
Republika Online. URL
https://republika.co.id/berita/ekonomi/makro/16/05/23/o7
m7c6383-jokowi-kemukakan-alasan-jumlah-pengusaha-
di-indonesia-masih-sedikit (accessed 2.25.20).
61
HASIL DOKUMENTASI
62
63
64
65
66
67
PEDOMAN WAWANCARA
Untuk Penyandang Tunanetra Penjual Kerupuk Di Kecamatan
Pesanggrahan
Hari, Tanggal Wawancara :
Waktu & Tempat
:
Nama Informan :
Usia :
Pekerjaan :
Status :
1. Apa penyebab dan sejak kapan Bapak/Ibu mengalami ketun-
anetraan?
2. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu saat mengetahui kondisi ke-
tunanetraan ini?
3. Hal apa yang membuat Bapak/Ibu menerima keadaan ini?
4. Bagaimana Bapak/Ibu beradaptasi dengan masayarakat seki-
tar?
5. Pernahkah Bapak/Ibu mengalami pengalaman yang kurang
menyenangkan sehingga menjadi putus asa?
6. Bagaimana cara Bapak/Ibu dalam memenuhi kehidupan
sehari-hari?
7. Berapa penghasilan yang didapat oleh Bapak/Ibu dari peker-
jan menjual kerupuk?
8. Dimana lokasi Bapak/Ibu dalam berjualn kerupuk?
68
9. Bagaimana suka duka yang didapat oleh Bapak/Ibu dalam
berjualan kerupuk?
10. Selain berjualan kerupuk, apakah Bapak/Ibu melakukan
pekerjaan lainnya?
11. Keahlian apa yang Bapak/Ibu miliki dan bagaimana cara
mengembangkannya?
69
TRANSKIP WAWANCARA
Nama Informan :
Ibu Cahyati
Umur :
51 tahun
Hari, Tanggal Wawancara : 11 Mei 2020
Waktu Wawancara :
13.00
Tempat Wawancara :
Jl. Perumahan Alfa,
Petukangan Utara
No. Pertanyaan Jawaban
1. Apa penyebab dan sejak kapan
Bapak/Ibu mengalami ketuna-
netraan?
Saya dari lahir mas
kondisi seperti ini,
kata ibu saya ya
dulu badan saya
panas, ibu saya
tidak berani ke
dokter.
2. Hal apa yang membuat Bapak/Ibu
menerima keadaan ini?
Syukurin aja mas,
karena ini kan
pemberian Allah,
kalau dipikirin ter-
us juga percuma,
ibu akan seperti ini
terus kan.
3. Bagaimana Bapak/Ibu beradaptasi
dengan masayarakat sekitar?
Sebisa mungkin
saya berusaha un-
tuk tidak merepot-
kan orang lain
mas, mulai dari
70
nyebrang, beli ma-
kanan, belanja,
dan lain-lain.
4. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu
saat mengetahui kondisi ketuna-
netraan ini?
Sabar sama ikhlas
aja saya mas, saya
juga dengan
keadaan ini masih
bisa bekerja, bisa
hidup untuk ke-
hidupan sehari-
hari.
5. Bagaimana cara Bapak/Ibu dalam
memenuhi kehidupan sehari-hari?
Saya jualan
kerupuk aja mas,
suami juga sama
kerjanya seperti
saya.
6. Berapa penghasilan yang didapat
oleh Bapak/Ibu dari pekerjan
menjual kerupuk?
Tergantung sih
mas, terkadang
bisa laku 15
bungkus sehari,
bisa 20an sehari,
engga menentu
juga.
7. Bagaimana suka duka yang
didapat oleh Bapak/Ibu dalam ber-
jualan kerupuk?
Banyak mas, saya
pernah di ambil
kerupuknya pura-
pura nanya, ambil
kerupuknya ban-
yak tapi bayarnya
sedikit.
8. Dimana lokasi Bapak/Ibu dalam
berjualan kerupuk?
Saya jualan seki-
taran perumahan
Alfa sini aja mas,
saya biasa
mangkal jualan
disini.
9. Selain berjualan kerupuk, apakah
Bapak/Ibu melakukan pekerjaan
lainnya?
Saya cuma jualan
kerupuk aja, karna
udah umur 50an,
jualan kerupuk kan
71
cuma duduk aja
mas, sama nunggu
aja sampai ada
yang beli, jadi ga
terlalu capek juga
ibu jualannya.
10. Keahlian apa yang Bapak/Ibu
miliki dan bagaimana cara
mengembangkannya?
Saya ga ada keahl-
ian apa-apa mas
sekarang, Ibu udah
tua juga, paling
Ibu cuma bisa
mengaji, itu juga
harus pakai Al-
Qur‟an khusus.
72
Nama Informan :
Ibu Sumarni
Umur :
60 tahun
Hari, Tanggal Wawancara : 11 Mei 2020
Waktu Wawancara :
15.00
Tempat Wawancara :
Jl. Perumahan Alfa,
Petukangan Utara
No. Pertanyaan Jawaban
1. Apa penyebab dan sejak kapan
Bapak/Ibu mengalami ketuna-
netraan?
Saya sudah lama
mas, saya dari
kecil lupa di umur
berapa, pokoknya
dulu saya sakit,
terus di suntik.
Akhirnya lama
kelamaan mata
saya burem
liatnya, yaudah
mas sampai
sekarang masih
seperti ini.
2. Hal apa yang membuat Bapak/Ibu
menerima keadaan ini?
Anak mas, saya
punya anak 3,
suami saya sudah
meninggal.
3. Bagaimana Bapak/Ibu beradaptasi
dengan masayarakat sekitar?
Karna kebiasaan
sih mas, seperti
saya kesini dari
rumah, saya jadi
tau karna terbiasa
hampir berjualan
setiap hari disini.
4. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu Terima apa adanya
73
saat mengetahui kondisi ketuna-
netraan ini?
aja mas, karena
saya yakin
semuanya udah di
atur sama Allah.
5. Bagaimana cara Bapak/Ibu dalam
memenuhi kehidupan sehari-hari?
Saya berjualan
kerupuk mas sama
selingan kalau
misalnya malem
ada tetangga mau
dipijit, biasanya
ada yang datang
kerumah.
6. Berapa penghasilan yang didapat
oleh Bapak/Ibu dari pekerjan
menjual kerupuk?
Intinya cukup buat
makan sehari-hari
sama bayar kon-
trakan, Alham-
dulillah anak juga
bisa sekolah mas
dari saya berjualan
kerupuk.
7. Bagaimana suka duka yang
didapat oleh Bapak/Ibu dalam ber-
jualan kerupuk?
Sukanya mungkin
saya kerja halal ya
mas, mau sebera-
papun saya dapat
itu rejeki dari Al-
lah, dukanya pal-
ing kalau kerupuk
saya ga laku, apa-
lagi kalau hujan
deres mas.
8. Dimana lokasi Bapak/Ibu dalam
berjualan kerupuk?
Saya disini aja mas
jualannya, karna
udah ga kuat jauh-
jauh juga jalannya,
paling disini
duduk nungguin
sampai ada yang
laku dagangan
saya.
9. Selain berjualan kerupuk, apakah Paling ya itu mas,
74
Bapak/Ibu melakukan pekerjaan
lainnya?
kalau ada tetangga
mau dipijit ya saya
masih bisa
10. Keahlian apa yang Bapak/Ibu
miliki dan bagaimana cara
mengembangkannya?
Paling cuma mijit
aja sih mas.
75
Nama Informan :
Bapak Prapto
Umur :
50 tahun
Hari, Tanggal Wawancara : 15 Mei 2020
Waktu Wawancara :
13.00
Tempat Wawancara :
Jl. Sabar, Petukangan
Selatan
No. Pertanyaan Jawaban
1. Apa penyebab dan sejak kapan
Bapak/Ibu mengalami ketuna-
netraan?
Saya dari lahir
keadaan mata saya
seperti ini
2. Hal apa yang membuat Bapak/Ibu
menerima keadaan ini?
Merasa putus asa
dulu pernah mas,
saya ada anak sa-
ma istri, itu yang
membuat saya ha-
rus bisa selalu ne-
rima keadaan ini
dan semangat da-
lam bekerja men-
cari nafkah
3. Bagaimana Bapak/Ibu beradaptasi
dengan masayarakat sekitar?
Selayaknya seperti
orang biasa aja
mas, walaupun
saya seperti ini,
saya berusaha
mungkin untuk
tidak mem-
bebankan diri saya
ke orang lain. Sep-
erti saya berjualan
kerupuk, Alham-
dulillah bisa buat
untuk keluarga
76
hasil dagangan
saya.
4. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu
saat mengetahui kondisi ketuna-
netraan ini?
Ikhlas aja sih mas
walaupun dulu
mikirnya bakal
berat jalaninnya
5. Bagaimana cara Bapak/Ibu dalam
memenuhi kehidupan sehari-hari?
Dengan berjualan
kerupuk, saya juga
buka jasa pijit
dirumah kalau
udah sore, istri
Alhamdulillah ker-
ja juga jdi tukang
cuci dirumah
tetangga saya
6. Berapa penghasilan yang didapat
oleh Bapak/Ibu dari pekerjan
menjual kerupuk?
Cukup untuk
kebutuhan sehari-
hari aja mas
7. Bagaimana suka duka yang
didapat oleh Bapak/Ibu dalam ber-
jualan kerupuk?
Dukanya ya kalo
hujan mas, sama
ada yang beli tapi
duitnya kurang,
dengan keadaan
seperti ini kan saya
lama untuk tahu
duit yang saya
pegang nominal-
nya berapa. Tapi
intinya dari semua
kalo rejeki ga akan
kemana mas, ada
juga orang lain
yang beli da-
gangan saya
dengan uang lebih
yang banyak.
8. Dimana lokasi Bapak/Ibu dalam
berjualan kerupuk?
Saya pagi jalan
sampe siang mas,
kalo siang saya
disini mas di jalan
77
sabar.
9. Selain berjualan kerupuk, apakah
Bapak/Ibu melakukan pekerjaan
lainnya?
Itu mas saya buka
jas mijit dirumah
10. Keahlian apa yang Bapak/Ibu
miliki dan bagaimana cara
mengembangkannya?
Paling Cuma mijit
mas, kalo musik
saya gabisa sama
keahlian yang lain.
Maklum kondisi
saya seperti ini.