tularkan b ilmu ke anak, hingga · pdf filesedangkan motif kain batiknya ia ... kalau bordir...

1
layouter: dony RADAR SURABAYA l RABU, 31 MEI 2017 HALAMAN 65 Manfaatkan Pemasaran Digital Melalui Media Sosial KEMAJUAN zaman dengan teknologinya menjadi sangat penting untuk memasarkan produk. Itulah prinsip yang dipegang Dedi Suryawan, warga Bendul Merisi Jaya Gang VI Nomor 65 dalam menjalankan usahanya Menginjak tahun awal produksinya, ia sudah mengenal internet. Dia juga membuat akun media sosial (medsos) seperti Facebook (FB) dan Instagram (IG) untuk memasarkan sepatu buah tanganya, selain bersama komunitas UKM-nya. “Awalnya saya memproduksi 200 pasang sepatu. Kemudian banyak pesanan dari teman istri saya, dan akhirnya saya sempat kewalahan karena hanya dibantu anak dan istri,” kata Suryawan saat dijumpai di rumahnya beberapa waktu lalu. Menurut bapak dua anak yang punmya hobi memancing ini, ketika mendapat pesanan banyak ia melibatkan tetangganya untuk memproduksi. Sementara untuk yang memasarkan lewat medsos kebanyakan adalah teman-teman se komunitasnya. Ia sendiri memiliki organisasi gabungan para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) di Surabaya. Menurutnya banyak temanya yang mengambil sepatu darinya kemudian di-posting di akun FB dan IG, hingga akun BlackBerry Messenger (BBM). “Sejauh ini masih mengalami naik turun, namanya juga rezeki sudah ada yang ngatur. Alhamdulillah disyukuri ae. Harga perpasang mulai termurah dari Rp. 50.000-Rp.80.000. Untuk Omzet paling sepi kira-kira perbulanya Rp 2,5 Juta dan kalau ramai bisa menembus Rp 7 Juta,” terang bapak dua anak ini. Sejauh ini ia bersama komunitas UKM lainya telah mendapat dukungan dari Pemerintah Kota Surabaya berupa fasilitas stand-stand di berbagai sudut kota Surabaya. Diantaranya di Merr, Royal Plaza lantai bawah, Terminal Bungurasih dan Stand Pemerintah Kota Surabaya. “Saya juga sudah sering diundang untuk diajak pameran baik dari pemkot maupun instansi lainya,” tegasnya. Menurutnya selama bergabung bersama komunitas, makin banyak hubungan dan relasi untuk memasarkan produk. (rus/rif) S IAPA sangka hanya melihat pameran yang diselenggarakan Pemerintah Kota Surabaya membuat pemikiran Dedi Suryawan menjajal menjadi enterpreneur (pengusaha). Awalnya ia merasa jenuh karena menjadi marketing di perusahaan selama lima tahun. Setahun berselang setelah melihat pameran usaha kecil menengah (UKM), ia memutuskan berhenti bekerja dan mencoba peruntungan menjadi wirausaha. Usaha pertamanya menjual sepatu bordir yang ia ambil dari Sidoarjo untuk dijual kembali di Kota Pahlawan. “Pertama saya mengambil sepuluh pasang sepatu bordir dari Sidoarjo, kemudian saya jual dengan istri saya. Dari ke sepuluh sepatu itu ternyata teman kerja istri saya di pabrik banyak yang tertarik untuk membelinya,” ucap Dedi Suryawan. Setelah sepuluh pasang habis kemudian ia mengambil 20 pasang dari Sidoarjo dan dijual kembali di wilayah Surabaya. Seluruhnya habis. Namun yang membuat ia merasa kurang puas adalah motif dan model sepatu yang hanya itu-itu saja. Kemudian ia memberanikan diri mencoba sesuatu yang baru dengan memproduksi sepatu dan sandal batik. “Dari kebosanan melihat motif sepatu yang hanya terbatas, saya beranikan memproduksi sendiri. Saya membeli alat produksi seperti pemotong dan lainya dari uang tabungan,” papar bapak dua anak itu. Produksi pertamanya membuat sepuluh pasang sepatu yang solnya ia beli di Kramat Gantung. Sedangkan motif kain batiknya ia dapatkan dari limbah tukang jahit. Untuk bahan-bahan dasar sepatu, dia membeli di Kramat Gantung. Adapun kain batiknya berasal dari limbah kain batik di tukang jahit, serta dari teman-temannya yang memiliki UKM batik. Dengan memanfaatkan limbah sisa kain tersebut, pria berusia 42 tahun itu dapat berkreasi dengan leluasa karena batik memiliki motif yang bermacam-macam dan berbeda dari sepatu pabrikan. “Dahulu juga sempat pakai bordir. Tapi kalau bordir mahal, kita tidak bisa buat sendiri, dan harus ke tukang bordir lagi. Akhirnya saya memutuskan memakai batik, karena lebih efisien dan menggoda,” paparnya. Dalam memproduksi sepatu tersebut, ia jalankan sendiri mulai dari pembuatan pola sampai finishing. Ia mulanya bisa membuat pola-pola desain sepatu setelah mengikuti pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK) Provinsi Jawa Timur di Surabaya. “Pembuatan desain pola saya sendiri yang membuat. Seiring berjalanya waktu, jika ada pesanan banyak saya ajak tetangga untuk membantu menjahit,” ujarnya. Sampai saat ini ia menuturkan hanya memproduksi sepatu untuk kaum hawa. Alasanya sepatu kaum hawa selalu mengikuti trend zaman. Sudah ada kurang lebih sepuluh jenis model sepatu yang ia produksi, dan semuanya bermotifkan batik. Alasan memilih batik, karena batik merupakan warisan budaya Indonesia. Menurutnya dengan mendesain sepatu batik, turut serta melestarikan kebudayaan bangsa. Terlebih sepatu dari luar negeri tidak mungkin bermotif batik. (rus/rif) B AGI sebagian orang, bonggol dan kulit bawang merupakan sampah. Namun di tangan Muslikah, sampah itu bisa menjadi berkah. Sebab wanita berusia 61 tahun ini menyulap sampah bawang itu menjadi sebuah karya seni yang jauh lebih berharga. Dengan ketrampilannya itu, Muslikah bahkan dianugerahi sebagai salah satu Pahlawan Ekonomi oleh Pemerintah Kota Surabaya. Muslikah menjelaskan keinginannya untuk mengubah bonggol dan daun bawang menjadi sebuah karya seni ini muncul setelah ia melihat banyak tetangganya yang membuang barang tersebut. Kebetulan banyak tetangganya yang bekerja sebagai pembuat krupuk bawang. Selain dibuang, tetangganya juga kerapkali membakar tumpukan bonggol dan daun bawang itu. “Saya melihatnya kok eman (sayang, Red), setelah itulah saya mulai berfikir apa yang bisa saya lakukan dengan sampah itu,” ungkap Muslikah saat ditemui di rumahnya di Jalan Tanah Merah IV/ 6. Karena gusar, dia mengambil bonggol dan daun bawang itu. Meski belum tahu akan digunakan untuk apa, namun ia tetap mengambilnya. Bonggol itu lantas ia keringkan dengan cara dijemur. Nah tepatnya ketika lomba pemanfaatan sampah di kecamatan, akhirnya Muslikah memiliki ide untuk membuat bonggol bawang ini menjadi bunga. “Saya mengambil beberapa batang bonggol bawang yang sudah kering lalu saya iris seperti kelopak bunga. setelah itu saya coba warnai dengan cat cair dan hasilnya lumayan bagus,” lanjutnya. Setelah itu, dengan telaten Muslikah menempelkan satu-per satu bonggol bawang yang sudah diwarnai itu membentuk seperti mahkota bunga. Dia menambahkan biji ketumbar di tengah layaknya sari bunga. Kemudian, dia menambahkan daun yang terbuat dari kertas bekas dan jadilah bunga cantik. Dengan karyanya inilah, akhirnya dia mendapatkan juara tingkat kecamatan. Selain bunga, dia juga membuat beragam suvenir yang digunakan hantaran pernikahan hingga membuat tempat pensil. Karnya itu dijual beragam mulai harga Rp 5 ribu hingga Rp 400 ribu. (yua/no) KARENA kepiawaiannya mengolah beragam sampah menjadi sebuah karya seni, membuat Muslikah selalu jadi jujukan bagi ibu rumah tangga dan mahasiswa. Kedatangan mereka untuk belajar bagaimana cara membuat bahan- bahan tersebut menjadi barang layak jual. Muslikah menjelaskan rumahnya sering didatangi oleh mahasiswa dari beberapa universitas top di Surabaya. Mereka datang untuk menimba ilmu tentang pemanfaatan limbah menjadi karya. Tanpa rasa ragu, diapun mengajari para mahasiswa ini dengan sabar dan penuh motivasi. Hasilnya cukup memuaskan, sebab mahasiswa yang belajar di rumahnya hampir selalu memenangkan lomba. “Kadang mereka datang membawa sejumlah bahan pokok untuk ucapan terima kasih. Meski demikian, saya tidak membutuhkan hal itu. Sebab saya ikhlas mengajari mereka,” ungkapnya. Muslikah juga mengatakann selain mahasiswa, banyak ibu rumah tangga yang datang ke rumahnya untuk tujuan yang sama. Selain ingin belajar, mereka juga kadang meminta bantuan untuk membantu membuatkan sebuah karya seni dari daur ulang sampah untuk tugas anak-anaknya sekolah. “Bahkan ada anak yang sampai nangis-nangis karena tugasnya sudah mau dikumpulkan. Saya pun berusaha membuatkan sebuah karya seni dengan bahan seadanya, mulai dari tali hingga biji kopi,” terangnya. (yua/no) SEPATU BATIK: Dedi Suryawan, menunjukkan sepatu-sepatu batik hasil buatannya sendiri, saat turut serta dalam pameran produk ukm di Pasar Turi Surabaya, beberapa waktu lalu. Usaha Limbah Bawang di Tanah Merah, Kec. Kenjeran Lihat Bonggol dan Daun Bawang Dibakar UKM Unggulan Bendul Merisi Jaya, Kec. Wonocolo BUNGA: Bros dari batang bawang putih yang dipasarkan di sentra UKM di Surabaya. TUTUP DAN TATAKAN GELAS: Muslikah, perajin daur ulang limbah bawang putih menunjukkan hasil kreasinya. Tularkan Ilmu ke Anak, hingga Mahasiswa

Upload: truongbao

Post on 06-Feb-2018

218 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

layouter: dony

RADAR SURABAYA l RABU, 31 MEI 2017 HALAMAN 65

Manfaatkan Pemasaran Digital Melalui Media Sosial

KEMAJUAN zaman dengan teknologinya menjadi sangat penting untuk memasarkan produk. Itulah prinsip yang dipegang Dedi Suryawan, warga Bendul Merisi Jaya Gang VI Nomor 65 dalam menjalankan usahanya

Menginjak tahun awal produksinya, ia sudah mengenal internet. Dia juga membuat akun media sosial (medsos) seperti Facebook (FB) dan Instagram (IG) untuk memasarkan sepatu buah tanganya, selain bersama komunitas UKM-nya.

“Awalnya saya memproduksi 200 pasang sepatu. Kemudian banyak pesanan dari teman istri saya, dan akhirnya saya sempat kewalahan karena hanya dibantu anak dan istri,” kata Suryawan saat dijumpai di rumahnya beberapa waktu lalu.

Menurut bapak dua anak yang punmya hobi memancing ini, ketika mendapat pesanan banyak ia melibatkan tetangganya untuk memproduksi. Sementara untuk yang memasarkan lewat medsos kebanyakan adalah teman-teman se komunitasnya.

Ia sendiri memiliki organisasi gabungan para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) di Surabaya. Menurutnya banyak temanya yang mengambil sepatu darinya kemudian di-posting di akun FB dan IG, hingga akun BlackBerry Messenger (BBM).

“Sejauh ini masih mengalami naik turun, namanya juga rezeki sudah ada yang ngatur. Alhamdulillah disyukuri ae. Harga perpasang mulai termurah dari Rp. 50.000-Rp.80.000. Untuk Omzet paling sepi kira-kira perbulanya Rp 2,5 Juta dan kalau ramai bisa menembus Rp 7 Juta,” terang bapak dua anak ini.

Sejauh ini ia bersama komunitas UKM lainya telah mendapat dukungan dari Pemerintah Kota Surabaya berupa fasilitas stand-stand di berbagai sudut kota Surabaya. Diantaranya di Merr, Royal Plaza lantai bawah, Terminal Bungurasih dan Stand Pemerintah Kota Surabaya.

“Saya juga sudah sering diundang untuk diajak pameran baik dari pemkot maupun instansi lainya,” tegasnya. Menurutnya selama bergabung bersama komunitas, makin banyak hubungan dan relasi untuk memasarkan produk. (rus/rif)

SIAPA sangka hanya melihat pameran yang diselenggarakan Pemerintah Kota Surabaya membuat pemikiran Dedi Suryawan

menjajal menjadi enterpreneur (pengusaha). Awalnya ia merasa jenuh karena menjadi marketing di perusahaan selama lima tahun.

Setahun berselang setelah melihat pameran usaha kecil menengah (UKM), ia memutuskan berhenti bekerja dan mencoba peruntungan menjadi wirausaha. Usaha pertamanya menjual sepatu bordir yang ia ambil dari Sidoarjo untuk dijual kembali di Kota Pahlawan.

“Pertama saya mengambil sepuluh pasang sepatu bordir dari Sidoarjo, kemudian saya jual dengan istri saya. Dari ke sepuluh sepatu itu ternyata teman kerja istri saya di pabrik banyak yang tertarik untuk membelinya,” ucap Dedi Suryawan.

Setelah sepuluh pasang habis kemudian ia mengambil 20 pasang dari Sidoarjo dan dijual

kembali di wilayah Surabaya. Seluruhnya habis. Namun yang membuat ia merasa kurang puas adalah motif dan model sepatu yang hanya itu-itu saja. Kemudian ia memberanikan diri mencoba sesuatu yang baru dengan memproduksi sepatu dan sandal batik.

“Dari kebosanan melihat motif sepatu yang hanya terbatas, saya beranikan memproduksi sendiri. Saya membeli alat produksi seperti pemotong dan lainya dari uang tabungan,” papar bapak dua anak itu. Produksi pertamanya membuat sepuluh pasang sepatu yang solnya ia beli di Kramat Gantung. Sedangkan motif kain batiknya ia dapatkan dari limbah tukang jahit.

Untuk bahan-bahan dasar sepatu, dia membeli di Kramat Gantung. Adapun kain batiknya berasal dari limbah kain batik di tukang jahit, serta dari teman-temannya yang memiliki UKM batik. Dengan memanfaatkan limbah sisa kain tersebut, pria berusia 42 tahun itu dapat berkreasi dengan leluasa karena batik memiliki motif yang bermacam-macam dan berbeda dari sepatu pabrikan.

“Dahulu juga sempat pakai bordir. Tapi kalau bordir mahal, kita tidak bisa buat sendiri, dan harus ke tukang bordir lagi. Akhirnya saya memutuskan memakai batik, karena lebih efisien dan menggoda,” paparnya.

Dalam memproduksi sepatu tersebut, ia jalankan sendiri mulai dari pembuatan pola sampai finishing. Ia mulanya bisa membuat pola-pola desain sepatu setelah mengikuti pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK) Provinsi Jawa Timur di Surabaya.

“Pembuatan desain pola saya sendiri yang membuat. Seiring berjalanya waktu,

jika ada pesanan banyak saya ajak tetangga untuk membantu menjahit,”

ujarnya. Sampai saat ini ia menuturkan hanya memproduksi sepatu untuk kaum hawa. Alasanya sepatu kaum hawa selalu mengikuti trend zaman. Sudah ada kurang lebih sepuluh jenis model sepatu yang ia produksi, dan semuanya bermotifkan batik.

Alasan memilih batik, karena batik merupakan warisan budaya Indonesia. Menurutnya dengan mendesain sepatu batik, turut serta melestarikan kebudayaan bangsa. Terlebih sepatu dari luar negeri tidak mungkin bermotif batik. (rus/rif)

BAGI sebagian orang, bonggol

dan kulit bawang merupakan sampah. Namun

di tangan Muslikah, sampah itu bisa menjadi berkah. Sebab

wanita berusia 61 tahun ini menyulap sampah bawang itu

menjadi sebuah karya seni yang jauh lebih berharga. Dengan ketrampilannya

itu, Muslikah bahkan dianugerahi sebagai salah satu Pahlawan Ekonomi oleh

Pemerintah Kota Surabaya. Muslikah menjelaskan

keinginannya untuk mengubah bonggol dan daun bawang menjadi sebuah

karya seni ini muncul setelah ia melihat banyak tetangganya yang membuang barang tersebut. Kebetulan banyak tetangganya yang bekerja sebagai pembuat krupuk

bawang. Selain dibuang, tetangganya juga kerapkali membakar tumpukan bonggol dan daun bawang itu.

“Saya melihatnya kok eman (sayang, Red), setelah itulah saya mulai berfikir apa yang bisa saya lakukan dengan sampah itu,” ungkap Muslikah saat ditemui di rumahnya di Jalan Tanah Merah IV/ 6.

Karena gusar, dia mengambil bonggol dan daun bawang itu. Meski belum tahu akan digunakan untuk apa, namun ia tetap mengambilnya. Bonggol itu lantas ia keringkan dengan cara dijemur. Nah tepatnya ketika lomba pemanfaatan sampah di kecamatan, akhirnya Muslikah memiliki ide untuk membuat bonggol bawang ini menjadi bunga.

“Saya mengambil beberapa batang bonggol bawang yang sudah kering lalu saya iris seperti kelopak bunga. setelah itu saya coba warnai dengan cat cair dan hasilnya lumayan bagus,” lanjutnya.

Setelah itu, dengan telaten Muslikah menempelkan satu-per satu bonggol bawang yang

sudah diwarnai itu membentuk seperti mahkota bunga. Dia menambahkan biji ketumbar di tengah layaknya sari bunga. Kemudian, dia menambahkan daun yang terbuat dari kertas bekas dan jadilah bunga cantik. Dengan karyanya inilah, akhirnya dia mendapatkan juara tingkat kecamatan.

Selain bunga, dia juga membuat beragam suvenir yang digunakan hantaran pernikahan hingga membuat tempat pensil. Karnya itu dijual beragam mulai harga Rp 5 ribu hingga Rp 400 ribu. (yua/no)

KARENA kepiawaiannya mengolah

beragam sampah menjadi sebuah karya seni, membuat

Muslikah selalu jadi jujukan bagi ibu rumah tangga dan mahasiswa. Kedatangan mereka untuk belajar bagaimana cara membuat bahan-bahan tersebut menjadi barang layak jual.

Muslikah menjelaskan rumahnya sering didatangi oleh mahasiswa dari beberapa universitas top di Surabaya. Mereka datang untuk menimba ilmu tentang pemanfaatan limbah menjadi karya. Tanpa rasa ragu, diapun mengajari para mahasiswa ini dengan sabar dan

penuh motivasi. Hasilnya cukup memuaskan, sebab mahasiswa

yang belajar di rumahnya hampir selalu memenangkan lomba.

“Kadang mereka datang membawa sejumlah bahan pokok

untuk ucapan terima kasih. Meski

demikian, saya tidak membutuhkan hal itu. Sebab saya ikhlas mengajari

mereka,” ungkapnya. Muslikah juga mengatakann selain

mahasiswa, banyak ibu rumah tangga yang datang ke rumahnya untuk tujuan yang sama. Selain ingin belajar, mereka juga kadang meminta bantuan untuk membantu membuatkan sebuah karya seni dari daur ulang sampah untuk tugas anak-anaknya sekolah.

“Bahkan ada anak yang sampai nangis-nangis karena tugasnya sudah mau dikumpulkan. Saya pun berusaha membuatkan sebuah karya seni dengan bahan seadanya, mulai dari tali hingga biji kopi,” terangnya. (yua/no)

SEPATU BATIK: Dedi Suryawan, menunjukkan sepatu-sepatu batik hasil buatannya sendiri, saat turut serta dalam pameran produk ukm di Pasar Turi Surabaya, beberapa waktu lalu.

Usaha Limbah Bawang di Tanah Merah, Kec. Kenjeran

Lihat Bonggol dan Daun Bawang Dibakar

UKM Unggulan Bendul Merisi Jaya, Kec. Wonocolo

BAHAN BAKU: Batang bawang putih dan hasil dikreasi Muslikah.

BUNGA: Bros dari batang bawang putih

yang dipasarkan di sentra UKM di Surabaya.

TUTUP DAN TATAKAN GELAS: Muslikah, perajin daur ulang limbah bawang putih menunjukkan hasil kreasinya.

Tularkan Ilmu ke

Anak, hingga Mahasiswa