tugas_kahar

12
TUGAS MATA KULIAH PERENCANAAN SISTEM INFRASTRUKTUR WILAYAH DAN KOTA ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KOTA MAKASSAR (Kasus Reklamasi Pantai) Disusun oleh SUKARDI

Upload: sukardi-ardi

Post on 17-Dec-2015

219 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

tugas_PWK

TRANSCRIPT

TUGAS MATA KULIAH

PERENCANAAN SISTEM INFRASTRUKTUR WILAYAH DAN KOTA

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KOTA MAKASSAR

(Kasus Reklamasi Pantai)

Disusun oleh

SUKARDI

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS 45 MAKASSAR

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

MAKASSAR

2014

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KOTA MAKASSAR

(Kasus Reklamasi Pantai)

Disusun oleh

Kaharuddin

A. LATAR BELAKANGSecara konvensional pembangunan perkotaan dilakukan di atas lahan tanah yang sebelumnya telah tersedia. Namun seiring dengan makin pesatnya pembangunan yang tidak diimbangi dengan ketersediaan lahan yang cukup, maka pembangunan perkotaan saat ini juga diarahkan di atas lahan tanah hasil penimbunan area laut/pantai. Penimbunan ini di kenal dengan reklamasi pantai.

Menurut Patrick Mc. Auslan (1986) bahwa tanah berarti investasi, sumber keuntungan ekonomis, yang biasa diterjemahkan dalam pengertian yang abstrak yaitu sebagai keringat yang mengucur dari tubuh manusia beserta segenap konsekuensi padangan hidup yang tumbuh dari situ. Karena urgennya tanah dalam hubungannya dengan manusia, oleh Ter Haar, dijelaskan bahwa tanah merupakan tempat tinggal, tanah memberikan kehidupan dan penghidupan, tanah di mana manusia dimakamkan dan hubungannya bersifat magis-religius.

Reklamasi pantai sebagai alternatif pemenuhan kebutuhan lahan perkotaan menjadi kemutlakan karena semakin sempitnya wilayah daratan. Kebutuhan dan manfaat reklamasi dapat dilihat dari aspek tata guna lahan, aspek pengelolaan pantai dan ekonomi. Tata ruang suatu wilayah tertentu kadang membutuhkan untuk direklamasi agar dapat berdaya dan hasil guna. Untuk pantai yang diorientasikan bagi pelabuhan, industri, wisata atau pemukiman yang perairan pantainya dangkal wajib untuk direklamasi agar bisa dimanfaatkan.

Otonomi daerah sebagaimana tertuang dalam ketentuan perundang-undangan merupakan landasan yang kuat bagi pemerintah daerah untuk mengimplementasikan pembangunan wilayah laut mulai dari aspek perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian. Implikasi langsung dari ketentuan undang-undang adalah beralihnya kewenangan dalam penentuan kebijakan pengelolaan dan pengembangan di daerah. Secara umum pengaturan penataan ruang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (selanjutnya disebut UUPR). Pasal 1 UUPR yang menyatakan bahwa ruang terbagi ke dalam beberapa kategori, yang diantaranya ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara. Otonomi daerah sebenarnya merupakan bagian dari pendewasaan politik rakyat ditingkat lokal dan mensejahterakan rakyat. Pembangunan kawasan komersial jelas akan mendatangkan banyak keuntungan ekonomi bagi wilayah tersebut. Asumsi yang digunakan disini adalah semakin banyak kawasan komersial yang dibangun maka dengan sendirinya juga akan menambah pendapatan asli daerah (PAD). Reklamasi memberikan keuntungan dan dapat membantu kota dalam rangka penyediaan lahan untuk berbagai keperluan (pemekaran kota), penataan daerah Pantai, pengembangan wisata bahari, dan lain-lain. Namun harus diingat pula bahwa bagaimanapun juga reklamasi adalah bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap keseimbangan lingkungan alamiah pantai yang selalu dalam keadaan seimbang dinamis sehingga akan melahirkan perubahan ekosistem seperti perubahan pola arus, erosi dan sedimentasi pantai, dan berpotensi gangguan lingkunganKota Makassar adalah salah satu kota yang berada di pesisir pantai yang mempunyai luas pesisir kurang lebih 53 ha, dengan perkembangan pembangunan yang cepat dengan daya tarik dan potensi yang besar. Perkembangangan dan pertumbuhan Kota Makassar tidak terlepas dari pertumbuhan dan perkembangan bagian pesisir pantai Kota yang sangat dinamis. Hampir semua aspek pemanfaatan untuk pembangunan di Kota Makassar dapat di lihat di kawasan pesisir pantai kota, mulai pemanfaatan sumberdaya perikanan, pemukiman, pariwisata, perdagangan, pelabuhan dan pelayaran terjadi kawasan ini. Pengelolaan sumberdaya pesisir pantai Kota Makassar dapat dilakukan dengan konsep dan tujuan pemanfaatan yang terpadu dan berkelanjutan.Untuk memenuhi tuntutan kebutuhan akan lahan, akhir-akhir ini kota-kota di pesisir pantai cenderung menambah luasan lahannya dengan mereklamasi pantai, yaitu kegiatan menimbun atau memasukkan material tertentu di kawasan Pantai dengan maksud untuk memperoleh lahan kering. Kegiatan yang dirasakan akhir-akhir ini dilaksanakan di Kota Makassar yang mereklamasi kawasan pantai Losari 950 m. Luas areal yang akan diratakan dan dipadatkan mencapai 106.821 m yang seluruhnya diperuntukkan bagi kepentingan publik khususnya untuk rekreasi dan kawasan CBD.B. ISU ISU KONTEMPORERFenomena Pembangunan kota Makassar saat ini diarahkan sebagai kota pantai (Waterfront City) dengan menjadikan simbol Kota Makassar yang dikaitkan dengan city branding, dengan konsep yang mewakili strategi kota tersebut untuk menempatkan jati dirinya ke target pasar. Adapun isu-isu berkembang pada saat ini adalah : Reklamasi menjadi sensitif diperdebatkan dalam kasus perda RTRW dinilai perlu ada perda tersendiri untuk mengatur itu yaitu Perda Zonasi Laut; Perda Zonasi Laut belum dimiliki oleh Pemerintah Kota Makassar Reklamasi pantai di Kota Makassar menjadi pemicu utama kerusakan hutan mangrove, khususnya yang terjadi di wilayah utara ibu kota provinsi Sulawesi Selatan Disparitas ruang kota MakassarC. KETERKAITAN RTRW DENGAN ARAHAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR KOTA MAKASSARPembangunan perkotaan, merupakan bagian dari pembangunan nasional, harus berlandaskan asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan, dalam arti keseimbangan antara berbagai kepentingan.

Meskipun kota kota pada umumnya telah dilengkapi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK), bahkan dengan perencanaan yang lebih detail dalam bentuk Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RTRWK, RDTRK) serta perencanaannya yang kedalamannya sudah sampai pada Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dan Zoning Regulation, namun pengalaman membuktikan bahwa rencana yang telah diundangkan tidak dijadikan sebagai rujukan dalam pemanfaatan ruang berupa pembangunan sarana gedung, perumahan maupun pembangunan sarana dan prasana kota lainnya.Kota Makassar sebagai ibukota provinsi tentu saja sangat pesat pertumbuhan kotanya,dan tentu saja banyak tantangan yang dihadapi dalam membangun kotanya. Tantangan ini terkait dengan fenomena baru yang muncul karena pengaruh globalisasi dan perdagangan bebas. pengaruh akibat peningkatan drastis jumlah penduduk perkotaan yang menuntut peningkatan sarana dan prasarana fisik perkotaan, begitupun masalah keterbatasan lahan perkotaan, degradasi lingkungan dan kemiskinan kota merupakan masalah utama pemerintah kota untuk mengantisipasinya kedepan.

Pola pemanfaatan ruang kota Makassar pada dasarnya telah diatur dalam dokumen Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tahun 2001 dalam 9 bagian wilayah kota dengan pembagian fungsi yaitu fungsi utama dan fungsi penunjang. Kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar 2005-2015. tetapi dalam implementasi pemanfaatan ruangnya banyak terjadi pergeseran peran dan fungsi dari pemanfaatan ruangnya dan menyimpang dari seharusnya, seperti yang diatur dalam peraturan daerah tersebut. Terjadinya pergeseran fungsi, misalnya dari fungsi untuk perkantoran menjadi perdagangan, dari ruang terbuka hijau untuk publik menjadi ruang untuk perdagangan, atau perubahan dari fungsi utama menjadi fungsi penunjang atau sebaliknya.

Sebagaimana yang tercantum di dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Kota Makassar 2005-2015, bahwa ruang lingkup rencana tata ruang kota Makassar diatur sebagai berikut :

1. Ruang Lingkup RTRW Kota mencakup strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah Kota sampai dengan batas ruang daratan, ruang lautan,dan ruang udara sesuai dengan peraturan per Undang-Undangan yang berlaku.

2. RTRW Kota sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini berisi : (1). Asas, Visi dan Misi pembangunan, serta tujuan penataan ruang Kota Makassar; (2). Kebijakan dan strategi pengembangan tata ruang; (3). Struktur dan pola pemanfaatan ruang; (4). Pengelolaan kawasan lindung dan pemanfaatan kawasan budidaya; (5). Pengendalian pemanfaatan ruang; (6). Hak, kewajiban dan peran serta masyarakat.

Kemudian lebih dipertegas lagi dalam Pasal 3 yang menyatakan bahwa RTRW Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 disusun berasaskan:

1. Pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu,serasi, selaras, seimbang, berdaya guna, berhasil guna, berbudaya dan berkelanjutan.

2. Keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum.

Tata ruang sebagai perwujudan dari bentuk struktur pemanfaatan ruang yang terjadi karena adanya interaksi antar komponen supply dan demand yang mengikuti mekanisme sistem peraturan formal dan informal yang berlaku. umumnya sistem ini diadakan oleh pemerintah, ditambah dengan pola-pola mekanisme pasar yang umum. dalam pengaturan ini pemerintah melakukannya dengan perangkat aturan baik berupa peraturan dari pemerintah/daerah, maupun berupa insentif yang berupa investasi publik untuk infrastruktur umum.Ditinjau dari Peraturan Daerah RTRW Kota Makassar Tahun 2005 2015, maka implementasi tentang pengelolaan wilayah pesisir yang berkelanjutan akan tidak dapat terpenuhi sesuai Pasal 3 RTRW Kota Makassar poin 1 dan 2. Oleh karena itu reklamasi pantai di Kota Makassar sangat perlu ditinjau kembali baik dari segi regulasi dan kebijakan-kebijakan khusus, sehingga pengelolaan wilayah pesisir yang berkelanjutan dapat terpenuhi dengan tidak mengenyampingkan brand Kota Makassar sebagai Waterfront City.D. ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANGTerhambatnya penetapan PeraturanDaerah Rencana Tata Ruang dan Wilayah(Perda RTRW) diDewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)Kota Makassar dikarenakan dihambatpasal-pasal reklamasi yang masih dipermasalahakan. Sebahagian Legislator Kota Makassar menegaskan,perda RTRW ini terhambat karena pasal-pasalyang menjelaskan mengenai reklamasibelum sepamaham antara anggota dewandengan pemkot, dimana pihak eksekutif belum mampu menjelaskan bagaimana sebenarnya penafsiran rambu-rambu penimbunan laut. "Yang bermasalah itu mengenai pasal-pasal reklamasi karena yang sangat mengherankan banyaknya izin reklamasi yang keluar padahal aturannya belum selesai. Melihat hal tersebut diatas reklamasi bukan merupakan barang haram namun harus sesuai dengan rambu-rambu regulasi dan aturah hukum yang telah ditetapkan. Jangan sampai RTRW ditetapkan untuk legalkan aktivitas yang dapat merugikan masyarakat dan lingkungan

Melihat kondisi tersebut diatas, maka konsep dalam pembuatan regulasi dan kebijakan tentang pemanfaatan ruang pesisir khususnya dalam hal reklamasi pantai sebagai berikut :1. Arahan pengendalian dan pemanfaatan ruang dalam upaya membatasi, dan mendorong dalam upaya pembatasan pemanfaatan ruang;2. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang berupa : Pembuatan Peraturan Zonasi

Arahan Perizinan

Arahan Pemberian Insentif dan Disinsentif

Arahan Pengenaan Sanksi

Sesuai Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penataan Kawasan Pulau, Pantai, Pesisir dan Pelabuhan, pada pasal 23 poin (2) Untuk menikmati dan memanfaatkan kawasan beserta sumber daya alam yang terkandung didalamnya, menikmati manfaat kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini yang dapat berupa manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan dilaksanakan atas dasar pemilikan, penguasaan atau pemberian hak tertentu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan ataupun atas hukum adat dan kebiasaan yang berlaku atas ruang pada masyarakat setempat, dan pasal 24 poin (1) menyatakan bahwa Hak memperoleh penggantian yang layak atas kerugian terhadap perubahan status semula yang dimiliki oleh masyarakat sebagai akibat pelaksanaan pemanfaatan ruang diselenggarakan dengan cara musyawarah antara pihak yang berkepentingan.Regulasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Makassar yaitu Perda No.16 Tahun 2004 secara kasus-kasus dan realita yang berkembang saat ini telah banyak dilanggar khususnya berkaitan dengan Hak, Kewajiban dan Peran Serta Masyarakat sesuai Bab VII Pasal 23 dan 24, adapun pelecehan hak-hak dasar masyarakat Kota Makassar khususnya pada daerah yang terkena dampak Reklamasi Pantai adalah sebagai berikut :

1. Pengambilan paksa tanah masyarakat yang telah bermukim puluhan tahun di Tanjung Bunga, dengan dasar pengembangan wilayah akan tetapi lahan tersebut hanya dimanfaatkan oleh kaum pemodal dalam pengembangan bisnisnya;

2. Terampasnya hak dasar pencarian kehidupan yang layak bagi kaum nelayan dan pengumpul kerang sehingga mata pencahariannya dengan keahlian yang terbatas tidak dapat bersaing di dunia kerja dengan bermodal keterampilan sebagai nelayan.

3. Perubahan fisik spasial yang berlangsung sangat cepat mendorong akselerasi pembangunan, diawali den-gan berkembangnya fungsi-fungsi baru, mendorong masuknya penduduk pendatang secara infiltratif dan ekspansif. Perubahan formasi sosial tunggal ke formasi ganda yang di dalam terdapat formasi sosial prakapitalis dan formasi sosial kapitalisme menunjukkan bahwa koeksistensi dua tipe formasi sosial dalam penguasaan reproduksi ruang pada pembangunan kawasan kota baru tidak selalu saling kait-mengkait (interrelation) dan harmoni, sehingga berdampak pada marginalisasi komunitas lokalE. PENUTUP1. Pelaksanaan Tata Ruang di Kota Makassar saat ini belum sesuai Perda Nomor 6 Tahun 2006 tentang Tata Ruang Kota Makassar, dimana dalam penelitian banyak ditemukan penggunaan ruang yang tidak sesuai dengan peruntukan sehingga penataan ruang dan lingkungan di Kota Makassar ke depan semakin hari semakin rumit.

2. Peranan pemerintah dalam pengendalian Tata ruang di Kota Makassar dari segi pembuatan dan penyusunan sudah ada dengan adanya RTRW dan Perda Nomor 6 Tahun 2006 tentang Tata Ruang Kota Makassar, namun bahwa didalam mengimplementasikan kedua hal tersebut pemerintah belum ada keinginan untuk melaksanakannya dengan baik karena adanya kepentingan sesaat dari pemerintah yang berkuasa dan ego dari setiap instansi serta tidak adanya koordinasi antar instansi.

3. Peranan masyarakat dalam pengendalian Tata Ruang di Kota Makassar secara umum bahwa pengendalian tata ruang oleh masyarakat dipengaruhi oleh kesadaran hukum, budaya, sosial ekonomi dan potensi masyarakat. Kesadaran hukum masyarakat akan hal ini masih sangat dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan budaya sehingga untuk mewujudkan tata ruang dan lingkungan hidup belum bisa diwujudkan. Disisi lain bahwa penyaluran aspirasi rakyat baru sebatas didengarkan sehingga partisipasi masyarakat tidak terlalu mendukung penataan ruang dan lingkungan hidup.

4. Diharapkan supaya pemerintah konsisten dalam pemanfaatan ruang khususnya Reklamasi Pantai, perlu diatur dalam peraturan daerah seperti Pemberian IMB, peraturan Zonasi, dan pengawasan serta insentif dan disinsentif.5. Agar partisipasi masyarakat dapat menunjang implementasi penataan ruang, maka perlu penjaringan aspirasi yang lebih objektif jangan hanya merupakan formalitas belaka, sehingga hak-hak dasar masyarakat sesuai Pasal 23 dan 24 Perda Kota Makassar No. 16 Tahun 2004 dapat terpenuhi.REFERENSI

Auslan, Patrick Mc. 1986. Tanah Perkotaan Dan Perlindungan Rakyat Jelata. Jakarta : Pen. PT GramediaDahuri,R.,Rais,J., Ginting,SP.,Sitepu, HJ., 2004, Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Wilayah Pesisir dan Laut Secara Terpadu, PT. Pradnya Paramita, Jakarta

Dietriech G. Bengen. 2001. Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu, Insitut Pertanian Bogor, Bogor

Mungkasa, O (2013), Arahan Pemanfaatan Ruang dan Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Pulau dan Kepulauan, Bappenas, JakartaPeraturan Pemerintah RI. Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar 2005-2015Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang