tugas tutorial

20
Teori Belajar Menurut Watson[sunting | sunting sumber] Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisikaatau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. Teori Belajar Menurut Clark Hull[sunting | sunting sumber] Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991). Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie[sunting | sunting sumber] Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar.

Upload: ima-hadya-mulky

Post on 09-Nov-2015

216 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

n

TRANSCRIPT

Teori Belajar Menurut Watson[sunting|sunting sumber]Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperiFisikaatauBiologiyang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.Teori Belajar Menurut Clark Hull[sunting|sunting sumber]Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusiCharles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie[sunting|sunting sumber]Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubunganstimulusdan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajarpeserta didikperlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).Teori Belajar Menurut Skinner[sunting|sunting sumber]Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebihkomprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya memengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.Analisis Tentang Teori Behavioristik[sunting|sunting sumber]Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimanareinforcementdanpunishmentmenjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran sepertiTeaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang memengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan ataushaping.Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu: Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara; Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama; Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula denganteori koneksionisme(Slavin, 2000).Pendekatan dengan belajar menjadi populer di tahun 1920an dan merupakan dasar Behaviorisme. Mulamula Pavlov dan John B. Watson yang menjadi pendukungnya yang paling terkenal, yang kemudian diteruskan oleh Clark Hull dan B.F. Skinner, Neal Miller, dan John Dollard menerapkan prinsip-prinsip belajar pada perilaku sosial, dan kemudian Albert Bandura memperluas penerapan ini ke dalam suatu pendekatan yang disebutSocial Learning Theory.a. Teori Classical Conditioning (Pavlov dan Watson)Dapat dikatakan bahwa pelopor dari teoriConditioningini adalah Pavlov, seorang ahli psikologirefleksologi dari Rusia. Ia mengadakan percobaanpercobaan dengan anjing. Sesudah Pavlov, banyak ahliahli psikologi lain yang mengadakan percobaanpercobaan dengan binatang, antara lain Guthrie, Skinner, Watson dan lainlain.Watson mengadakan eksperimeneksperimen tentangperasaan takutpada anak dengan menggunakan tikus dan kelinci. Dari hasil percobaannya dapat ditarik kesimpulan bahwa perasaan takut pada anak dapat diubah atau dilatih. Anak percobaan Watson yang mulamula tidak takut kepada kelinci dibuat menjadi takut kepada kelinci. Kemudian anak tersebut dilatihnya pula sehingga tidak menjadi takut lagi kepada kelinci.Menurut teoriconditioning,belajar adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanyasyaratsyarat(conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syaratsyarat tertentu. Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihanlatihan yang kontinu. Yang diutamakan dalam teori ini ialah hal belajar yang terjadi secara otomatis.Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia. juga tidak lain adalah hasil daripadaconditioning.Yakni hasil daripada latihanlatihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap syaratsyarat/perangsang-perangsang tertentu yang dialaminya di dalam kehidupannya.Kelemahan dari teori conditioning ini ialah, teori ini menganggap bahwa belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis; keaktifan dan penentuan pribadi dalam tidak dihiraukannya. Peranan latihan/kebiasaan terlalu ditonjolkan. Sedangkan kita tahu bahwa dalam bertindak dan berbuat sesuatu, manusia tidak sematamata tergantung kepada pengaruh dari luar. Aku atau pribadinya sendiri memegang peranan dalam memilih dan menentukan perbuatan dan reaksi apa yang akan dilakukannya. Teori conditioning ini memang tepat kalau kita hubungkan dengan kehidupan binatang. Pada manusia teori ini hanya dapat kita terima dalam halhal belajar tertentu saja; umpamanya dalam belajar yang mengenaiskills(kecakapan-kecakapan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada anakanak kecil.b.Teori Conditioning dari GuthrieGuthrie mengemukakan bahwa tingkah laku manusia itu secara keseluruhan dapat dipandang sebagai deretan-deretan tingkah laku yang terdiri dari unitunit. Unitunit tingkah laku ini merupakan reaksi atau respons dari perangsang atau stimulus sebelumnya, dan kemudian unit tersebut menjadi pula stimulus yang kemudian menimbulkan response bagi unit tingkah laku yang berikutnya. Demikianlah seterusnya sehingga merupakan deretanderetan unit tingkah laku yang terus-menerus. Jadi pada proses conditioning ini pada umumnya terjadi proses asosiasi antara unitunit tingkah laku satu sama lain yang berurutan. Ulanganulangan atau latihan yang berkalikali memperkuat asosiasi yang terdapat antara unit tingkah laku yang satu dengan unit tingkah laku yang berikutnya.Guthrie mengemukakan bahwa tingkah laku manusia itu secara keseluruhan dapat dipandang sebagai deretan-deretan tingkah laku yang terdiri dari unitunit. Unitunit tingkah laku ini merupakan reaksi atau respons dari perangsang atau stimulus sebelumnya, dan kemudian unit tersebut menjadi pula stimulus yang kemudian menimbulkan response bagi unit tingkah laku yang berikutnya. Demikianlah seterusnya sehingga merupakan deretanderetan unit tingkah laku yang terus-menerus. Jadi pada proses conditioning ini pada umumnya terjadi proses asosiasi antara unitunit tingkah laku satu sama lain yang berurutan. Ulanganulangan atau latihan yang berkalikali memperkuat asosiasi yang terdapat antara unit tingkah laku yang satu dengan unit tingkah laku yang berikutnya.c. Teori Operant Conditioning (Skinner) ,Seperti Pavlovdan Watson, Skinner juga memikirkan tingkah laku sebagai hubungan antara perangsang dan respons. Hanya perbedaannya, Skinner membuat perincian lebih jauh, Skinner membedakan adanya dua macam respons, yaitu:1)Respondent response(reflexive response): respon yang ditimbulkan oleh perangsangperangsang tertentu. Misalnya, keluar air liur setelah melihat makanan tertentu. Pada umumnya, perangsangperangsang yang demikian itu mendahului respon yang ditimbulkannya.2)Operant response(instrumental response): yaitu respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsangperangsang tertentu. Perangsang yang demikian itu disebutreinforcing stimuliataureinforcer,karena perangsang itu memperkuat respon yang telah dilakukan oleh organisme.Di dalam kenyataan, respon jenis pertamasangat terbatas adanya pada manusia. Sebaliknyaoperant responsemerupakan bagian terbesar dari tingkah laku, manusia dan kemungkinan untuk memodifikasinya hampir tak terbatas. Oleh karena itu, Skinner lebih memfokuskan pada respon atau jenis tingkah laku yang kedua ini. Jadi yang menjadi soal adalah: bagaimana menimbulkan, mengembangkan dan memodifikasi tingkah laku.Prosedur pembentukan tingkah laku dalamoperant conditioningsecara sederhana adalah seperti berikut:(a)Mengindentifikasi halhal apa yang merupakanreinforcer(hadiah) bagi tingkah laku yang akan dibentuk.(b)Menganalisis, dan selanjutnya mengidentifikasi komponen komponen kecil yang membentuk tingkah laku yang dimaksud. Komponenkomponen itu lalu disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya tingkah laku yang dimaksud.(c)Berdasarkan urutan komponenkomponen itu sebagai tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer (hadiah) untuk masingmasing komponen itu.(d)Melakukan pembentukan tingkah laku, dengan menggunakan urutan komponenkomponen yang telah disusun. Kalau komponen pertama telah dilakukan, maka hadiahnya diberikan; hal ini akan mengakibatkan komponen tersebut cenderung untuk sering dilakukan. Kalau ini sudah terbentuk dilakukan komponen kedua yang kemudian diberi hadiah pula (komponen pertama tidak lagi memerlukan hadiah); demikian berulangulang sampai komponen kedua itu terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen ketiga, dan seterusnya, sampai seluruh tingkah laku yang diharapkan terbentuk.d.Teori Systematic Behavior (Hull)Seperti halnya dengan Skinner, maka Clark C Hull mengikuti jejak Thorndike dalam usahanya mengembangkan teori belajar. Prinsipprinsip yang digunakanya mirip dengan apa yang dikemukakan oleh para behavioris yaitu dasar stimulusrespon dan adanyareinforcement.Clark C. Hull mengemukakan teorinya, yaitu bahwa suatukebutuhan atau keadaan terdorong (oleh motif, tujuan, maksud, aspirasi, ambisi) harus ada dalam diri seseorang yang belajar, sebelum suatu respon dapat diperkuat atas dasarpengurangan kebutuhanitu. Dalam hal ini efisiensi belajar tergantung pada besarnya tingkat pengurangan dan kepuasan motif yang menyebabkan timbulnya usaha belajar itu oleh responrespon yang dibuat individu itu. Setiap obyek, kejadian atau situasi dapat mempunyai nilai sebagai penguat apabila hal itu dihubungkan dengan penurunan terhadap suatu keadaan deprivasi (kekurangan) pada diri individu itu; yaitu jika obyek, kejadian atau situasi tadi dapat menjawab suatu kebutuhan pada saat individu itu melakukan respon.Prinsip penguat (reinforcer) menggunakan seluruh situasi yang memotivasi, mulai dari dorongan biologis yang merupakan kebutuhan utama seseorang sampai pada hasilhasil yang memberikan ganjaran bagi seseorang (misalnya: uang, perhatian, afeksi, dan aspirasi sosial tingkat tinggi). Jadi, prinsip yang utama adalah suatu kebutuhan atau motif harus ada pada seseorang sebelum belajar itu terjadi; dan bahwa apa yang dipelajari itu harus diamati oleh orang yang belajar sebagai sesuatu yang dapat mengurangi kekuatan kebutuhannya atau memuaskan kebutuhannya.Dua hal yang sangat penting dalam proses belajar dariHullialah adanyaincentive motivation(motivasi insentif) dandrive stimulzis reduction(pengurangan stimulus pendorong). Kecepatan berespon berubah bila besarnya hadiah (reward) berubah.e.Teori Conectionism (Thorndike)Menurut teoritrial and error(mencobacoba dan gagal) ini, setiap organisme jika dihadapkan dengan situasi baru akan melakukan tindakantindakan yang sifatnya cobacoba secara membabi buta jika dalam usaha mencobacoba itu secara kebetulan ada perbuatan yang dianggap memenuhi tuntutan situasi, maka perbuatan yang kebetulan cocok itu kemudian dipegangnya. Karena latihan yang terus menerus maka waktu yang dipergunakan antuk melakukan perbuatan yang cocok itu makin lama makin efisien.Jadi, proses belajar menurut Thorndike melalui proses:1 )trial and error(mencobacoba dan mengalami kegagalan), dan2)law of effect;Yang berarti bahwa segala tingkah laku yang berakibatkan suatu keadaan yang memuaskan (cocok dengan tuntutan situasi) akan diingat dan dipelajari dengan sebaikbaiknya. Sedangkan segala tingkah laku yang berakibat tidak menyenangkan akan dihilangkan atau dilupakannya. Tingkah laku ini terjadi secara otomatis. Otomatisme dalam belajar itu dapat dilatih dengan syaratsyarat tertentu, pada binatang juga pada manusia.Thorndike melihat bahwa organisme itu (juga manusia) sebagai mekanismus; hanya bergerak atau bertindak jika ada perangsang yang mempengaruhi dirinya. Terjadinya otomatisme dalam belajar menurut Thorndike disebabkan adanya lawof effectitu. Dalam kehidupan sehariharilaw of effectitu dapat terlihat dalam hal memberipenghargaan atau ganjarandan juga dalam halmemberi hukumandalam pendidikan. Akan tetapi menurut Thorndike yang lebih memegang peranan dalam pendidikan ialah hal memberi penghargaan atau ganjaran dan itulah yang lebih dianjurkan.Karena adanyalaw of effectterjadilah hubungan (connection) atau asosiasi antara tingkah laku reaksi yang dapat mendatangkan sesuatu denganhasil biaya(effect). Karena adanya koneksi antara reaksi dengan hasilnya itu maka teori Thorndike disebut jugaConnectionism.f. Teori Belajar Sosial (Bandura)Albert Bandura menambahkan konsep belajar sosial (sociallearning).la mempermasalahkan peranan, ganjaran, dan hukuman dalam proses belajar.Banyak perilaku yang tidak dapat dijelaskan dengan mekanisme pelaziman dan peneguhan. Bandura menyatakan bahwa belajar terjadi karena peniruan (imitation). Kemampuan meniru respons orang lain, misalnya meniru bunyi yang sering didengar, adalah penyebab utama belajar. Ganjaran dan hukuman bukanlah faktor penting dalam belajar, tetapi faktor yang penting dalam melakukan satu tindakan(performance).Jadi menurut Bandura, bila anak selalu diganjar (dihargai) karena mengungkapkan perasaannya, ia akan sering melakukannya. Tetapi jika ia dihukum atau dicela ia akan menahan diri untuk bicara walau pun ia memiliki kemampuan untuk melakukannya.Melakukan satu perilaku ditentukan oleh peneguhan, sedangkan kemampuan potensial untuk melakukan ditentukan oleh peniruan.Selanjutnya Bandura menjelaskan bahwa dalam proses belajar sosial ada empat tahapan proses, yaitu:(1)Proses perhatian(2)Proses pengingatan (retention)(3)Proses reproduksi motoris(4)Proses motivasional

Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model) Model kepercayaan adalah suatu bentuk penjabaran dari model sosio psikologis, munculnya model ini didasarkan pada kenyataan bahwa problem kesehatan ditandai oleh kegagalan-kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider, kegagalan ini akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan perilaku pencegahan penyakit (preventif health behavior), yang oleh Becker (1974) dikembangkan dari teori lapangan (Fieldtheory, 1954) menjadi model kepercayaan kesehatan (health belief model) (Notoatmodjo, 2003). Health Belief Model (HBM) didasarkan atas 3 faktor esensial, kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu penyakit atau memperkecil resiko kesehatan. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku itu sendiri. Ketiga faktor di atas dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kepribadian dan lingkungan individu, serta pengalaman berhubungan dengan sarana dan petugas kesehatan. Kesiapan individu dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti persepsi tentang kerentanan terhadap penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk memperkecil kerentanan terhadap penyakit, dan adanya kepercayaan perubahan perilaku akan memberikan keuntungan. Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku adalah perilaku itu sendiri yang dipengaruhi oleh karakteristik individu, penilaian individu terhadap perubahan yang Universitas Sumatera Utara ditawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan yang merekomendasikan perubahan perilaku dan pengalaman mencoba merubah perilaku yang serupa. Health Belief Model (HBM) seringkali dipertimbangkan sebagai kerangka utama dalam perilaku yang berkaitan dengan kesehatan, dimulai dari pertimbangan orang mengenai kesehatan. Health Belief Model (HBM) ini digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan kesehatan. Health Belief Model (HBM) merupakan model kognitif yang berarti bahwa khususnya proses kognitif dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan. Menurut Health Belief Model (HBM) kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan tergantung secara langsung pada hasil dari dua keyakinan atau penilaian kesehatan yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit dan pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian (Machfoedz, 2006). Penilaian pertama adalah ancaman yang dirasakan terhadap resiko yang akan muncul. Hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang berpikir penyakit atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman bagi dirinya. Asumsinya adalah bahwa, bila ancaman yang dirasakan tersebut, maka perilaku pencegahan juga akan meningkat. Penilaian tentang ancaman yang dirasakan ini berdasarkan pada, yaitu : 1. Ketidak kekebalan yang dirasakan (perceived vulnerability) yang merupakan kemungkinan bahwa orang-orang dapat mengembangkan masalah kesehatan menurut kondisi mereka. 2. Keseriusan yang dirasakan (perceived severity) merupakan orang-orang yang mengevaluasi seberapa jauh keseriusan penyair tersebut apabila mereka mengembangkan masalah kesehatan atau membiarkan penyakitnya tidak ditangani. Universitas Sumatera Utara Penilaian kedua yang dibuat adalah perbandingan antara keuntungan dan kerugian dari perilaku dalam usaha untuk memutuskan tindakan pencegahan atau tidak yang berkaitan dengan dunia medis, dan mencakup berbagai ancaman perilaku, seperti check-up untuk mencegah atau pemeriksaan awal dan imunisasi (Machfoedz, 2006). Menurut Kosa dan Robertson yang dikutip oleh Notoatmodjo (1993), menyatakan bahwa perilaku kesehatan individu cendrung dipengaruhi oleh kepercayaan orang yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang diinginkan dan kurang mendasarkan pada pengetahuan biologi. Memang kenyataannya demikian, setiap individu mempunyai cara yang berbeda didalam mengmbil tindakan penyembuhan atau pencegahan, meskipun gangguan kesehatannya sama. Pada umumnya tindakan yang diambil berdasarkan penilaian individu atau mungkin dibantu oleh orang lain terhadap gangguan tersebut. Penilaian semacam ini menunjukkan bahwa gangguan yang dirasakan oleh individu menstimulasi dimulainya suatu proses sosial psikologis. Apabila individu bertindak untuk mengobati penyakitnya, ada empat variabel yang terlihat dalamtindakan tersebut, yakni kerentanan yang dirasakan(perceivet susceptibility) agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan bahwa ia rentan(susceptible) terhadap penyakit tersebut dan keseriusan yang dirasakan( perceived seriousness), tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit akan didorong pula oleh keseriusan penyakit tersebut terhadap individu atau masyarakat, manfaat dan rintangan yang dirasakan, apabila individu merasa dirinya rentan untuk penyakit yang dianggap gawat(serius), Universitas Sumatera Utara ia akan melakukan suatu tindakan tertentu, tergantuk pada manfaat yang dirasakan dari rintangan yangditemukan, isyarat atau tanda-tanda(cues) untuk mendapatkan tingkat penerimaanyang benar tentang kerentanan, kegawatan, dan keuntungan, maka diperlukan isyarat-isyarat yang berupa faktor-faktor eksternal, misalnya pesan-pesan pada media masa, nasehat atau anjuran teman atau anggota keluarga lain dari si sakit, dan sebagainya(Notoatmodjo, 2003)

Teori Kognitif Sosial Dalam publikasi Social Foundations of Thought and Action: A Social Cognitive Theory, Bandura mengembangkan pandangan human functioning. Dia menyerasikan peran sentral kognitif, seolah mengalami sendiri (vicarious), pengaturan diri, dan proses reflektif diri dalam adaptasi dan perubahan manusia. Orang dipandang sebagai sosok sistem pengorganisasi diri, proaktif, reflektif diri, dan pengaturan diri daripada sebagai organisme reaktif yang dibentuk dan dilindungi oleh kekuatan lingkungan atau didorong oleh impuls-impuls paling dalam yang tersembunyi.4 Dalam perspektif kognitif sosial, individu dipandang berkemampuan proaktif dan mengatur diri daripada sebatas mampu berperilaku reaktif dan dikontrol oleh kekuatan biologis atau lingkungan. Selain itu, individu juga dipahami memiliki self-beliefs yang memungkinkan mereka berlatih mengukur pengendalian atas pikiran, perasaan, dan tindakan mereka. Bandura (1977) memperlihat- 3Sandra Graham dan Bernard Weiner, Theories dan Priciples of Motivation dalam ed. D.C. Berliner dan R. C. Calfee, Handbook of Educational Psychology (New York: Simon dan Schuster Macmillan), hlm. 77. 4Frank Pajares. Overview of Social Cognitive Theory and of Self-efficacy dalam http://www.emory.edu/EDUCATION/mfp/eff.html. 2002. Abd. Mukhid 108 Tadrs. Volume 4. Nomor 1. 2009 kan bahwa individu membuat dan mengembangkan persepsi diri atas kemampuan yang menjadi instrumen pada tujuan yang mereka kejar dan pada kontrol yang mereka latih atas lingkungannya.5 Adapun fondasi persepsi Bandura terhadap reciprocal determinism, memandang bahwa: (a) faktor personal dalam bentuk kognisi, afektif, dan peristiwa biologis, (b) tingkah laku, (c) pengaruh lingkungan membuat interaksi yang menjadi hasil dalam triadic reciprocality. 6 Sifat timbal balik penentu pada fungsi manusia ini dalam teori kognitif sosial memungkinkan untuk menjadi terapi dan usaha konseling yang diarahkan pada personal, lingkungan, dan faktor perilaku. Teori kognitif sosial berakar pada pandangan tentang human agency bahwa individu merupakan agen yang secara proaktif mengikutsertakan dalam lingkungan mereka sendiri dan dapat membuat sesuatu terjadi dengan tindakan mereka. Adapun kunci pengertian agency adalah kenyataan bahwa di antara faktor personal yang lain, individu memiliki self-beliefs yang memungkinkan mereka melatih mengontrol atas pikiran, perasaan, dan tindakan mereka, bahwa apa yang dipikirkan, dipercaya, dan dirasakan orang mempengaruhi bagaimana mereka bertindak.7 Self-efficacy Bandura mendefinisikan self-efficacy sebagai judgement seseorang atas kemampuannya untuk merencanakan dan melaksanakan tindakan yang mengarah pada pencapaian tujuan tertentu.8 Bandura menggunakan istilah self-efficacy mengacu pada keyakinan (beliefs) tentang kemampuan seseorang untuk mengorganisasikan dan melaksanakan tindakan untuk pencapaian hasil.9 Dengan kata lain, selfefficacy adalah keyakinan penilaian diri berkenaan dengan kompetensi seseorang untuk sukses dalam tugas-tugasnya. Menurut Bandura, 5Frank Pajares dan Dale H. Schunk, Self-Beliefs and School Success: Self-efficacy, SelfConcept, and School Achievement, hlm. 239-266. 6Frank Pajares, Overview of Social Cognitive Theory. 7Albert Bandura, Social Foundations of Thought and Action: A Social Cognitive Theory (Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall, 1986), hlm. 25. 8Ibid, hlm. 397. 9Albert Bandura, Self-efficacy: The Exercise of Control (New York. W.H. Freeman, 1997) hlm. 3. Self-Efficacy Tadrs. Volume 4. Nomor 1. 2009 109 keyakinan self-efficacy merupakan faktor kunci sumber tindakan manusia (human egency), apa yang orang pikirkan, percaya, dan rasakan mempengaruhi bagaimana mereka bertindak.10 Di samping itu, keyakinan efficacy juga mempengaruhi cara atas pilihan tindakan seseorang, seberapa banyak upaya yang mereka lakukan, seberapa lama mereka akan tekun dalam menghadapi rintangan dan kegagalan, seberapa kuat ketahanan mereka menghadapi kemalangan, seberapa jernih pikiran mereka merupakan rintangan diri atau bantuan diri, seberapa banyak tekanan dan kegundahan pengalaman mereka dalam meniru (copying) tuntunan lingkungan, dan seberapa tinggi tingkat pemenuhan yang mereka wujudkan.11 Menurut teori kognitif sosial Bandura, keyakinan self-efficacy mempengaruhi pilihan orang dalam membuat dan menjalankan tindakan yang mereka kejar. Individu cenderung berkonsentrasi dalam tugastugas yang mereka rasakan mampu dan percaya dapat menyelesaikannya serta menghindari tugas-tugas yang tidak dapat mereka kerjakan. Keyakinan efficacy juga membantu menentukan sejauh mana usaha yang akan dikerahkan orang dalam suatu aktivitas, seberapa lama mereka akan gigih ketika menghadapi rintangan, dan seberapa ulet mereka akan menghadapi situasi yang tidak cocok.12 Keyakinan efficacy juga mempengaruhi sejumlah stress dan pengalaman kecemasan individu seperti ketika mereka menyibukkan diri dalam suatu aktifitas.13 Secara eksplisit, Bandura sebagaimana dikutip oleh Pajares, menghubungkan self-efficacy dengan motivasi dan tindakan, tanpa memperhatikan apakah keyakinan itu benar secara objektif atau tidak.14 Dengan demikian, perilaku dapat diprediksi melalui selfefficacy yang dirasakan (keyakinan seseorang tentang kemampuan- 10Ibid, hlm. 25. 11Bandura, Self-efficacy: The exercise of control, hlm. 3. 12D.H. Schunk, Modeling and Attributional Effects on Childrens Achievement: A Self-efficacy Analysis, dalam Journal of Educational Psychology (No.73, 1981), hlm. 93- 105. 13Pajares, F. dan Miller, M.D, The Role of Self-efficacy Beliefs and Self-Concept Beliefs in Mathematical Problem-Solving: A Path Analysis dalam Journal of Educational Psychology (No. 86,1994), hlm. 193-203. 14Pajares, Overviewof Social cognitive, diakses pada 29 November, 2004, dari http://www.emory. edu/EDUCATION/mfp/eff. html. Abd. Mukhid 110 Tadrs. Volume 4. Nomor 1. 2009 nya), meskipun perilaku itu terkadang dapat berbeda dari kemampuan aktual karena pentingnya self-efficacy yang dirasakan. Keyakinan kemampuan seseorang dapat membantu menentukan hasil yang diharapkan, karena individu memiliki confident dalam mengantisipasi hasil yang sukses. Misalnya, pebelajar yang confident dalam mengantisipasi kemampuan menulis, memiliki nilai yang tinggi dalam tugas kepenulisan dan mengharapkan mutu tugas mereka memperoleh manfaat akademik. Sebaliknya, pebelajar yang ragu-ragu atas kemampuan menulis berpretensi akan memperoleh nilai rendah sebelum mereka mantap mulai menulis.Perasaan efficacy yang kuat meningkatkan kecakapan seseorang dan kesejahteraan (well-being) dalam cara yang tak terbayangkan. Individu yang confident, memandang tugas-tugas yang sulit sebagai tantangan untuk dikuasai daripada sebagai ancaman untuk dihindari. Mereka memiliki minat yang lebih kuat dan keasyikan yang mendalam pada kegiatan, menyusun tujuan yang menantang mereka, dan memelihara komitmen yang kuat serta mempertinggi dan mendukung usaha-usaha mereka dalam menghadapi kegagalan. Mereka lebih cepat memulihkan confident setelah mengalami kegagalan atau kemunduran. Self-efficacy yang tinggi membantu membuat perasaan tenang dalam mendekati tugas dan kegiatan yang sulit. Sebaliknya, orang yang meragukan kemampuan dirinya, mereka bisa percaya bahwa sesuatu itu lebih sulit daripada yang sesungguhnya.

BEBERPAPA TEORI PERUBAHAN PERILAKU

LEARNING THEORY(TEORI PEMBELAJARAN)

Theori ini menekankan bahwa dalam mempelajari sesuatu yang baru, pola perilaku yang sangat kompleks biasanya menghendaki adanya perubahan dari banyak perilaku-perilaku kecil yang menyusun keseluruhan perilaku yang kompleks tersebut.Perilaku-perilaku yang mengarah kepada perilaku tujuan utama membutuhkan penguatan dan penegakan dengan pemberian penghargaan-penghargaan pada pencapaian-pencapaian dari setiap bagian bila diperlukan. Peningkatan secara bertahap, kemudian dibutuhkan dalam rangka menuju bentuk perilaku yang diinginkan.Berikutnya, tantangan akan dihadapi bila proses perubahan kearah perilaku yang baru itu dihadapkan atau dikompetisikan dengan perilaku-perilaku lama yang lebih dilakukan, sudah memberikan kepuasan, dan perilaku-perilaku yang sudah menjadi kebiasaan atau adanya pengaruh lingkungan. Inilah permasalahan yang sering kita jumpai dalam mempromosikan pemakaian jamban kepada masyarakat. Dalam masyarakat telah mengkristal perilaku lama yang sangat mudah dikerjakan, praktis, tak memerlukan biaya dan sudah dilakukan bertahun-tahun, yakni buang air besar di sebarang tempat. Walapupun perilaku tersebut kotor dan jorok, mereka telah terbiasa dengan keadaan itu dan sama sekali tak merasa terganggu. Tidak ada pulacontrol socialyang melarang perilaku tersebut, karena semua anggota masyarakat, termasuk para tokoh masyarakatnya pun melakukan hal yang sama.Upaya penguatan, menggambarkan konsekwensi-konsekwensi yang memotivasi individu-individu untuk mau atau menolak untuk merubah perilakunya. Sebagian besar perilaku dipelajari dan dipelihara/dipertahankan dibawah skedul penguatan dan antisipasifuture rewardyang kompleks.Future rewardsatauinsentivesbisa berupakonsekwensi-konsekwensi fisik (seperti menjadi lebih bersih & sehat),extrinsic rewards(sepertipenerimaan hadiah/penghargaan), danintrinsic rewards.Penting untuk dicatat bahwa walaupun pemberian penghargaan dari luar dapat merubah perilaku, tetapi tidak menjamin terjadinya perubahan perilaku yang lestari dan dalam jangka panjang.

Health Belief Model(Model Kepercayaan terhadap Kesehatan)

Model ini menunjukkan bahwa perilaku seseorang yang berkaitan dengan kesehatan tergantung kepada persepsi seseorang itu terhadap empat area kritis, yaitu:1.Keganasan penyakit tersebut,2.Kerentanan seseorang terhadap penyakit itu,3.Keuntungan yang dirasakan bila melakukan perilaku yang baru dan4.Hambatan-hambatan yang mungkin ditemui bila melakukan perilaku baru itu.Seseorang akan lebih mudah mengikuti anjuran untuk hidup sehat apabila:Dia pernah merasakan atau paling kurang melihat keganasan penyakit yang akan menyerangnya, bila ia tak mau merubah perilakunya.Dia merasakan bahwa dia rentan terhadap penyakit tersebut. Contoh, karena yang bersangkutan selamanya tak pernah merasakan sakit diare walaupun selalu minum air mentah, maka amat sulit menganjurkannya untuk minum air air masak.Menganjurkan seseorang yang sedang menderita sesuatu penyakit adalah lebih mudah dari pada yang sedang sehat, karena akan merasakan manfaatnya bila ia mau mengikuti anjuran kita.Akhirnya, seseorang akan mau merubah perilakunya apabila dia tahu bahwa dengan sumberdaya yang ada padanya dia mampu melakukan perilaku baru tersebut. Misalnya, setelah tahu benar manfaat jamban bagi kesehatan diri dan keluarganya, dia mempunyai uang yang cukup untuk membangun jamban seperti yang diinginkan atau tidak sulit mendapatkan material tersebut didesanya.

Trans Theoritical Model(TTM)

Dalam model ini, perubahan perilaku sudah dikonsepkan kedalam lima tahapan proses atau continuum yang berkaitan dengan kesiapan seseorang untuk berubah, yaitu:1.Pre-contemplation,2.Contemplation,3.Preparation,4.Action, and5.MaintenanceMenurut TTM, individu bergerak maju melalui 5 tahap tersebut diatas dalam perjalananmereka menuju sebuah perubahan yang bermanfaat dan lestari.1)Pre-contemplation belum siap untuk melakukan perilaku sehatPada tahap ini, orang belum ingin untuk memulai perilaku sehat dalam waktu dekat (kira-kira dalam 6 bulan). Mereka mungkin belum menyadari kebutuhan untuk berubah.

Strategi yang diperlukan bagi individu dalam tahapan ini antara lain:oBelajar lebih banyak mengenai perilaku hidup sehat,oBerpikir tentangpro/menerima terhadap perubahan perilaku merekaoMerasakan emosi-emosi tentang perilaku yang negative atau perilaku sehat dari orang lain.2)Contemplation (perenungan) mencapai kesiapan untuk melakukan perilaku sehat

Pada tahap ini, seseorang/individu sedang berpikir tentang memulai berperilaku sehat kira-kira dalam 6 bulan kedepan. Tetapi, mereka barangkali masih berada bagian sisi bawah dari perubahan itu.

Strategi yang diperlukan bagi individu dalam tahapan ini antara lain:oMembayangkan manfaatnya atau kenikmatannyamenjadi seseorang jika mereka sudah merubah perilaku mereka.oBelajar lebih banyak dari orang yang berperilaku sehatoBekerja dalam mengurangikontraterhadap perubahan perilaku mereka .3)Preparation (persiapan) siap untuk melakukan perilaku sehatPada tahap ini, seseorang/individu telah siap untuk memulai berperilaku sehat dalam kira-kira 30 hari kedepan. Mereka mengambil langkah-langkah yang diyakini dapat menolong mereka untuk membuat mereka berperilaku sehat sebagai bagian dari kehidupan mereka. Contohnya, mereka mengatakan kepada teman-teman dan keluarganya bahwa mereka mau berubah.

Strategi yang dibutuhkan bagi individu dalam tahapan ini antara lain:oMencari dukungan dari teman-teman atauguruyang mereka percayaioMengatakan kepada orang lain tentang rencananya untuk merubah cara dia berperilakuoBerpikir tentang bagaimana mereka akan rasakan jika mereka melakukan perilaku yang baru.4)Action mengerjakan perilaku sehat

Pada tahap ini, orang mulai melakukan perilaku sehat, tapi mereka telah melakukannya kurang dari 6 bulan.Ini jelas nampak padasi pelajardan mereka yang disekitarnya bahwa mereka sedang bergerak maju. Pelajar-pelajar itu sedang menegakkan komitmen untuk berubah.

Strategi yang diperlukan antara lain:oMen-substitusi kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan perilaku yang tidak sehat dengan yang positifoMenghargai dirinya sendiri untuk mengambil langkah kedepan dalam perubahanoMenghindari orang dan situasi yang menggoda mereka untuk mengerjakan perilaku yang tidak sehat.5)Maintenance memelihara perilaku sehat

Pada tahap ini, seseorang telah (selalu) memelihara perilaku sehat untuk lebih dari 6 bulan. Hal ini penting untuksi pelajar, pada tahapan ini, untuk sadar terhadap situasi-situasi yang mungkin menggoda mereka untuk tergelincir kembali kedalam perilaku tidak sehat.

Strategi yang diperlukan antara lain:oMencari dukungan dari dan berbicara dengan orang lain yang mereka percayai.oMeluangkan waktu dengan orang-orang yang melakukan perilaku sehat.oMengingat untuk melibatkan dalam kegiatan-kegiatan alternative dari pada dengan perilaku yang tidak sehat.Seseorang/individu bergerak maju melalui tahap-tahap tersebut dengan sangat bervariasi, maju-mundur sepanjang continuum, dengan membutuhkan waktu yang bervariasi pula sebelum mencapai tujuan dari tahapmaintenance.Lebih baik bila digambarkan sebagai spiral atau sirkel dari pada linier.Efisiensi seseorang untuk berubah tergantung kepadadoing the right thing (processes) at the right time (stages).Menurut teori ini, intervensi yangspecificpada tahap kesiapan seseorang untuk berubah adalah essential.Sebagai contoh, untuk seseorang yang belum pada tahap kontemplasi untuk menjadi lebih aktif, pemberian semangat melalui tahap per tahap sepanjang continuum mungkin lebih efektif dari pada menyuruh mereka untuk bergerak langsung untukber-aksi.