tugas tutorial
DESCRIPTION
TutorTRANSCRIPT
TUGAS TUTORIAL
BLOK 19 SKENARIO E 2014
Disusun Oleh :
Al-Amirah Zainab
04121401035
PDU Non-Reguler 2012
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
Template
1. Tentang :Pencegahan
Pencegahan
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan
untuk pencegahan epilepsi.Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang
menggunakan obat antikonvulsi yang digunakan sepanjang kehamilan.Cedera
kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah. Melalui
program yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan pencegahan yang
aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan
pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi
(tenaga kerja, wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-
obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di identifikasi dan dipantau ketat selama
hamil karena lesi pada otak atau cedera akhirnya menyebabkan kejang yang
sering terjadi pada janin selama kehamilan dan persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia
dini, dan program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat
anti konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian
dari rencana pencegahan ini. Hal yang tak boleh dilakukan selama anak mendapat
serangan :
1. Meletakkan benda di mulutnya. Jika anak mungkin menggigit lidahnya
selama serangan mendadak, menyisipkan benda di mulutnya kemungkinan
tak banyak membantu. Anda malah mungkin tergigit, atau parahnya, tangan
Anda malah mematahkan gigi si anak.
2. Mencoba membaringkan anak. Orang, bahkan anak-anak, secara ajaib
memiliki kekuatan otot yang luar biasa selama mendapat serangan
mendadak. Mencoba membaringkan si anak ke lantai bukan hal mudah dan
tidak baik juga.
3. Berupaya menyadarkan si anak dengan bantuan pernapasan mulut ke mulut
selama dia mendapat serangan mendadak, kecuali serangan itu berakhir. Jika
serangan berakhir, segera berikan alat bantu pernapasan dari mulut ke mulut
jika si anak tak bernapas.
A. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Untuk pasien epilepsi akibat tumor otak, abses, kista atau adanya anomali
vaskuler
2. Farmakoterapi
Anti konvulsion untuk mengontrol kejang.
Jenis obat yang sering digunakan :
Obat Bentuk KejangDosis
mg/kgbb/hari
1 Fenobarbital Semua bentuk kejang 3-8
2 Dilatin (difenilhidantoin) Semua bentuk kejang kecuali
bangkitan petit mal, mioklonik
atau akinetik.
5-10
3 Mysoline (primidon) Semua bentuk kejang kecuali petit
mal
12-25
4 Zarotin (etosuksinit) Petit mal 20-60
5 Diazepam Semua bentuk kejang 0,2-0,5
6 Diamox (asetasolamid) Semua bentuk kejang 10-90
7 Prednison Spasme infantil 2-3
8 Dexametasone Spasme infantil 0,2-0,3
9 Adrenokortikotropin Spasme infantil 2-4
a. Phenobarbital (luminal).
Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah.
b. Primidone (mysolin)
Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan
phenyletylmalonamid.
c. Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).
Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah
DPH.Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis.
Tak berhasiat terhadap petit mal. Efek samping yang dijumpai ialah
nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah.
d. Carbamazine (tegretol).
Mempunyai khasiat psikotropik yangmungkin disebabkan pengontrolan
bangkitan epilepsi itusendiri atau mungkin juga carbamazine memang
mempunyaiefek psikotropik. Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi
lobus temporalis yang sering disertai gangguan tingkahlaku. Efek
samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia,
depresi sumsum tulang dan gangguan fungsi hati.
e. Diazepam.
Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status
konvulsi.). Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena
penyerapannya lambat. Sebaiknya diberikan i.v. atau intra rektal.
f. Nitrazepam (Inogadon).
Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus.
g. Ethosuximide (zarontine).
Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal
h. Na-valproat (dopakene)
Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai. Obat ini dapat meninggikan
kadar GABA di dalam otak. Efek samping mual, muntah, anorexia
i. Acetazolamide (diamox).
Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan
epilepsi. Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH
otak menurun, influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam
keadaan hiperpolarisasi.
j. ACTH
Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil.
LEARNING ISSUE
LEARNING ISSUE 1 TENTANG : Anatomi dan fisiologi Nervus cranialis
1. Materi :
Terdapat 12 pasang Nervus cranial yaitu :
a. nervus olfactorius Adalah saraf sensorik
Fungsi : penciuman, Sensori Menerima rangsang dari hidung dan
menghantarkannya ke otak untuk diproses sebagai sensasi bau II
Mekanisme : Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima
rangsangan olfaktorius Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-
serabutnya berasal dari membran mukosa hidung dan menembus area
kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari
sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus
temporal bagian medial sisi yang sama.
b. Opticus Adalah saraf sensorik
Fungsi : Penglihatan, input refleks fokusing dan konstriksi pupil di limbic,
Sensori Menerima rangsang dari mata dan menghantarkannya ke otak untuk
diproses sebagai persepsi visual III
Mekanisme : Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di
retina. Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri
optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk
membentuk kiasma optikum, Serabut-serabut dari lapangan visual temporal
(separuh bagian nasal retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari
lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya
yang berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana
terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang
meninggalkan kiasma berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di dalam
traktus optikus menuju korpus genikulatum lateralis. Dari sini serabut-serabut
yang berasal dari radiasio optika melewati bagian posterior kapsula interna dan
berakhir di korteks visual lobus oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga
serabut-serabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk
kuadaran atas melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut
tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan
penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.
c. nervus Okulomotorius Adalah saraf motorik
Fungsi : Pergerakan bola mata elevasi alis, konstriksi pupil dan memfokuskan
lensa, Saraf ini mengontrol sebagian besar gerakan mata, konstriksi pupil, dan
mempertahankan terbukanya kelopak mata (saraf kranial IV dan VI juga
membantu pengontrolan gerakan mata.)
d. nervus Trochlearis Adalah saraf motorik
Fungsi: Pergerakan bola mata ke bawah
e. nervus Trigeminus Adalah saraf motorik dan saraf sensorik
Fungsi :
1) oV1(Syaraf optalmik) adalah saraf sensorik, fungsi : input dari kornea,
rongga hidung bagian atas, kulit kepala bagian frontal, dahi, bagian atas alis,
konjungtiva kelenjar air mata
2) oV2 (Syaraf maksilari) adalah saraf sensorik, fungsi : input dari dagu,
bibir atas, gigi atas, mukosa rongga hidung, palatum, faring
3) oV3 (Syaraf Mandibular)adalah saraf motorik dan sensorik
fungsi :
a) sensorik : input dari lidah (bukan pengecapan), gigi bawah, kulit di bawah
dagu
b) motorik : mengunyah
f. nervus Abdusen Adalah saraf motorik, fungsi : Pergerakan mata ke lateral
g. nervus Fasialis Adalah saraf motorik dan sensorik
Fungsi :
a) Sensorik: Menerima rangsang dari bagian anterior lidah untuk diproses di
otak sebagai sensasi rasa
b) Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk menciptakan ekspresi wajah
Mekanisme :
Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik
berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari
tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal
dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf
vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus
interna.Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah
terdiri dari otot orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal,
otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma.
Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.
h. Nervus Vestibulocochlearis : Adalah saraf sensorik
Saraf vestibulokoklear adalah saraf kranial kedelapan yang berperan dalam
proses mendengar dan menjaga keseimbangan tubuh. Makna kata
vestibulokolear berasal dari 2 kata yaitu vestibular (keseimbangan) dan kolear
(pendengaran) Saraf ini merupakan saraf sensoris dengan nama lain saraf
statoacoustic. Saraf vestibulokolear berasal dari bagian lateral dari sudut yang
dibentuk antara cerebelum dan pons. Melewati saraf VII menuju internal
acoustic meatus di bagian tulang temporal bone. Bagian koklear terletak di
anterior sedangkan vestibular dibagian posteriornya.
Fungsi : Vestibular untuk keseimbangan, cochlearis untuk pendengaran
Mekanisme :
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut
aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-
serabut aferen yang mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut untuk
pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea di pons,
dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan
kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut untuk
keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung
dengan serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini
kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati
batang dan serebelum.
i. Nervus Glossofaringeus Adalah saraf motorik dan sensorik,
Fungsi :
Motoris : membantu menelan
Sensoris : Menerima rangsang dari bagian posterior lidah untuk diproses di
otak sebagai sensasi rasa
Mekanisme :
Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada
waktu meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus
mempunyai dua ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan
ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri
karotis interna dan vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Di antara otot
ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi
mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.
j. Nervus vagus Adalah saraf motorik dan sensorik
Fungsi :
Sensori : Menerima rangsang dari organ dalam
Motorik : Mengendalikan organ-organ dalam XI
Mekanisme :
Nervus vagus meninggalkan anterolateral bagian atas medula oblongata
sebagai rangkaian dalam jalur oliva dan pedunculus serebelaris inferior.
Serabut saraf meninggalkan tengkorak melalui foramen jugulare. Nervus
vagus memiliki dua ganglia sensorik, yaitu ganglia superior dan ganglio
inferior. Nervus vagus kanan dan kiri akan masuk rongaa toraks dan berjalan
di posterior radix paru kanan untuk ikut membentuk plexus pulmonalis.
Selanjutnya, nervus fagus berjalan ke permukaan posterior esofagus dan ikut
membentuk plexus esogafus. Nervus fagus kanan kemudian akan
didistrubusikan ke permukaan posterior gaster melalui cabang celiaca yang
besar ke duodenum, hepar, ginjal, dan usus halus serta usus besar sampai
sepertiga kolon transversum.
k. Nervus Aksesorius Adalah saraf motorik
Fungsi : Motorik: Mengendalikan pergerakan kepal
Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang mempersarafi otot
sternokleidomastoideus dan bagian atas otot trapezius, otot
sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot
trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.
Mekanisme :
Nervus asesoris merupakan saraf motorik yang dibentuk oleh gabungan radix
cranialis dan radix spinalis. Radix spinalis berasal dari C1-C5 dan masuk ke
dalam tengkorak melalui foramen magnum, bersatu dengan saraf kranial
membentuk nervus asesoris. Nervus asesoris ini kemudian keluar dari
tengkorak melalui foramen jugulare dan kembali terpisah, saraf spinalnya akan
menuju otot sternocleidomastoid dan trapezius di leher yang berfungsi untuk
menggerakkan leher dan kepala, sedangkan saraf kranialnya akan bersatu
dengan vagus melakukan fungsi motorik brakial di faring, laring, dan palate.
l. Hipoglosus Adalah saraf motorik
Fungsi : Pergerakan lidah saat bicara, mengunyah.
http://id.wikipedia.org/wiki/Saraf_vestibulokoklearis
Sumber : Pratiwi, DA.1996. Biologi 2. Jakarta. Erlangga
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta : EGC
LEARNING ISSUE 2 TENTANG :EPILEPSI PADA ANAK
Materi : Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan
karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan
dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007)
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala
yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas
muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan
berbagai etiologi (Arif, 2000)
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi
dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan
listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan
laboratorik (anonim, 2008)
B. Epidemiologi
Pada tahun 2000, diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia
berjumlah 50 juta orang, 37 juta orang diantaranya adalah epilepsi primer, dan
80% tinggal di negara berkembang. Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa
rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi aktif diantara 1000 orang
penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi
dan insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang.
Hasil penelitian Shackleton dkk (1999) menunjukkan bahwa angka
insidensi kematian di kalangan penyandang epilepsi adalah 6,8 per 1000 orang.
Sementara hasil penelitian Silanpaa dkk (1998) adalah sebesar 6,23 per 1000
penyandang.
C. Etiologi
Penyebab spesifik dari epilepsi sebagai berikut :
a. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu
menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami
infeksi, minum alcohol, atau mengalami cidera.
b. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang
mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.
c. Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak
d. Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada
anak-anak.
e. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak
f. Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak
g. Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose dan
neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
h. Kecendrungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan
karena ambang rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan
pada anak
1. Epilepsi Primer (Idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak
ditemukan kelainan pada jaringan otak diduga bahwa terdapat kelainan atau
gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area jaringan otak
yang abnormal.Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum
diketahui (Idiopatik). Sering terjadi pada:
a. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
b. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
c. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
d. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
e. Tumor Otak
f. Kelainan pembuluh darah(Tarwoto, 2007)
2. Epilepsi Sekunder (Simtomatik)
Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan
pada jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir
atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir
atau pada masa perkembangan anak, cedera kepala (termasuk cedera selama
atau sebelum kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi (misalnya
hipoglikemi, fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6), faktor-faktor
toksik (putus alkohol, uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan
neoplasma.
D. Patofisiologi
1. Patofisiologi
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu
keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan
yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum
kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan
batang otak umumnya tidak memicu kejang.
Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa
fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
a. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami
pengaktifan.
b. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan
menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara
berlebihan.
c. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang
waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin
atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).
d. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau
elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga
terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini
menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau
deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera
setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi
akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara
drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat
menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi
dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS)
selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi
selama aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi.
Bukti histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat
neurokimiawi bukan struktural. Belum ada faktor patologik yang secara
konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan
asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka
terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut
lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.
2. Pathway
E. Klasifikasi
1. Sawan Parsial adalah sawan – sawan yang berada dalam satu daerah cerebral
cortex. Ada tipe-tipe umum pada sawan parsial:
a. Sawan parsial sederhana
Anak dalam keadaan bangun dan terjaga. Gejala bervariasi tergantung
pada bagian apa dari otak yang terlibat. Gejala tersebut termasuk
gerakan menyentak pada salah satu bagian tubuh.Gejala emosional
seperti ketakutan yang tidak jelas, muak atau mencium bau yang tidak
ada.
b. Sawan parsial kompleks
Tidak seimbang ion
Tidak seimbang asam basa atau elektrolit
Neurotransmiter
Asetilkolin
Depolarisasi
hipopolarisasi
kejang
Dalam tipe ini anak kehilangan kesadaran akan sekeliling dan tidak
responsif ataupun hanya setengah responsif. Ada pandangan kosong,
gerakan mengunyah, menelan berkali-kali, atau aktifitas tidak beraturan
lainnya. Mengikuti sawan anak tidak mengingat akan apa yang telah
terjadi. Anak menjadi bingung atau mengucapkan kata-katanya secara
ragu-ragu, berkeliling, mengmbil pakaiannya atau mengulangi kata-kata
atau frase yang tidak tepat.Gejala ini mirip dengan sawan absence, tetapi
diikuti dengan aktifitas yang tidak beraturan.
2. Sawan Umum melibatkan kedua hemisfer otak yang menyebabkan kedua sisi
tubuh bereaksi, terjadi kekakuan intens pada seluruh tubuh (tonik) yang
diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi dan kontraksi otot
(Klonik), disertai dengan penurunan kesadaran. Sawan umum terdiri dari :
a. Sawan lena
b. Sawan tonik-klonik
c. Sawan tonik
d. Sawan klonik
e. Sawan mioklonik
f. Sawan atonik
g. Sawan tak tergolongkan
F. Manifestasi Klinis
1. Sawan Parsial (lokal, fokal)
a. Sawan Parsial Sederhana : sawan parsial dengan kesadaran tetap normal,
dengan gejala motorik:
- Fokal motorik tidak menjalar: sawan terbatas pada satu bagian tubuh
saja
- Fokal motorik menjalar : sawan dimulai dari satu bagian tubuh dan
menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
- Versif : sawan disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.
- Postural : sawan disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam
sikap tertentu
- Disertai gangguan fonasi : sawan disertai arus bicara yang terhenti
atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial; sawan disertai
halusinasi sederhana yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan
yang disertai vertigo.
- Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk
jarum.
- Visual : terlihat cahaya
- Auditoris : terdengar sesuatu
- Olfaktoris : terhidu sesuatu
- Gustatoris : terkecap sesuatu
- Disertai vertigo
Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium,
pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil). Dengan gejala
psikis (gangguan fungsi luhur)
- Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata,
kata atau bagian kalimat.
- Dimensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah
mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya. Mungkin
mendadak mengingat suatu peristiwa di masa lalu, merasa seperti
melihatnya lagi.
- Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
- Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.
- Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau
lebih besar.
- Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara,
musik, melihat suatu fenomena tertentu, dll.
b. Sawan Parsial Kompleks (disertai gangguan kesadaran)
Serangan parsial kompleks diikuti gangguan kesadaran : kesadaran
mula-mula baik kemudian baru menurun.
- Dengan gejala parsial sederhana A1-A4 : gejala-gejala seperti pada
golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.
- Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul
dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut
muka berubah seringkali seperti ketakutan, menata sesuatu,
memegang kancing baju, berjalan, mengembara tak menentu, dll.
- Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun
sejak permulaan kesadaran.
- Hanya dengan penurunan kesadaran
- Dengan automatisme:
1. Sawan Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum
(tonik-klonik, tonik, klonik)
2. Sawan parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan
umum.
3. Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan
umum.
4. Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial
kompleks lalu berkembang menjadi bangkitan umum.
2. Sawan Umum (Konvulsif atau NonKonvulsif)
a. Sawan lena (absence)
Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak
membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila
diajak bicara. Biasanya sawan ini berlangsung selama ¼ – ½ menit dan
biasanya dijumpai pada anak.
- Hanya penurunan kesadaran
- Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya
dijumpai pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya
bilateral.
- Dengan komponen atonik. Pada sawan ini dijumpai otot-otot leher,
lengan, tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak
mengulai.
- Dengan komponen klonik. Pada sawan ini, dijumpai otot-otot
ekstremitas, leher atau punggung mendadak mengejang, kepala,
badan menjadi melengkung ke belakang, lengan dapat mengetul
atau mengedang.
- Dengan automatisme
- Dengan komponen autonom.
- Lena tak khas (atipical absence)
Dapat disertai:
- Gangguan tonus yang lebih jelas.
- Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
b. Sawan Mioklonik
Pada sawan mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat
atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-
ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.
c. Sawan Klonik
Pada sawan ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat,
dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama
sekali pada anak.
d. Sawan Tonik
Pada sawan ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi
kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan
ekstensi tungkai. Sawan ini juga terjadi pada anak.
e. Sawan Tonik-Klonik
Sawan ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan
nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda
yang mendahului suatu sawan. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot
seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit
diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya
berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya.
Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi
berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika
mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa
lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau
langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri
kepala.
f. Sawan atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga
pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar.
Sawan ini terutama sekali dijumpai pada anak.
g. Sawan Tak Tergolongkan
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola
mata yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau
pernapasan yang mendadak berhenti sederhana.
G. Pemeriksaan Diagnostik
2. Pungsi Lumbar
Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang
ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis.
Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi.
a. Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher)
b. Mengalami complex partial seizure
c. Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48
jam sebelumnya)
d. Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)
e. Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk
hingga sekitar 1 jam setelah kejang demam adalah normal.
f. Kejang pertama setelah usia 3 tahun
Pada anak dengan usia >18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika
tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan
kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang
telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat
tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbar sangat dianjurkan
untuk dilakukan.
3. EEG (electroencephalogram)
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti
ketidaknormalan gelombang.Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk
dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit
(kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG
yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan
setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa
yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang
abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif
terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.
4. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit,
kalsium, fosfor, magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada
kejang demam pertama. Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk
mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.
5. Neuroimaging
Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah
CT-scan dan MRI kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang
demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya.
a. CT Scan, untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal,
serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral
b. Magnetik resonance imaging (MRI)
c. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
6. Pemeriksaan fisik
Inspeksi : membran mukosa, konjungtiva, ekimosis, epitaksis,
perdarahan pada gusi, purpura, memar, pembengkakan.
Palpasi : pembesaran hepar dan limpha, nyeri tekan pada abdomen.
Perkusi : perkusi pada bagian thorak dan abdomen.
Auskultasi : bunyi jantung, suara napas, bising usus.
7. Pemeriksaan psikologis dan psikiatris
Tidak jarang anak yang menderita epilepsi mempunyai tingkat
kecerdasan yang rendah (retardasi mental), gangguan tingkah laku (bihaviour
disorders), gangguan emosi, hiperaktif.Hal ini harus mendapat perhatian
yang wajar, agar anak dapat berkembang secara optimal sesuai dengan
kemampuannya. Hubungan antara penderita dengan orang tuanya juga perlu
mendapat perhatian, yaitu apakah tyerdapat proteksi berlebihan, rejeksi atau
overanxiety. Bila perlu dapat diminta bantuan dari psikolog atau psikiater.
H. Pencegahan
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan
untuk pencegahan epilepsi.Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang
menggunakan obat antikonvulsi yang digunakan sepanjang kehamilan.Cedera
kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah. Melalui
program yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan pencegahan yang
aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan
pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi
(tenaga kerja, wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-
obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di identifikasi dan dipantau ketat selama
hamil karena lesi pada otak atau cedera akhirnya menyebabkan kejang yang
sering terjadi pada janin selama kehamilan dan persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia
dini, dan program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat
anti konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian
dari rencana pencegahan ini. Hal yang tak boleh dilakukan selama anak mendapat
serangan :
4. Meletakkan benda di mulutnya. Jika anak mungkin menggigit lidahnya
selama serangan mendadak, menyisipkan benda di mulutnya kemungkinan
tak banyak membantu. Anda malah mungkin tergigit, atau parahnya, tangan
Anda malah mematahkan gigi si anak.
5. Mencoba membaringkan anak. Orang, bahkan anak-anak, secara ajaib
memiliki kekuatan otot yang luar biasa selama mendapat serangan
mendadak. Mencoba membaringkan si anak ke lantai bukan hal mudah dan
tidak baik juga.
6. Berupaya menyadarkan si anak dengan bantuan pernapasan mulut ke mulut
selama dia mendapat serangan mendadak, kecuali serangan itu berakhir. Jika
serangan berakhir, segera berikan alat bantu pernapasan dari mulut ke mulut
jika si anak tak bernapas.
I. Pengobatan
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan
diberikan obat antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis
serangan. Penggunaan obat dalam waktu yang lama biasanya akan menyebabkan
masalah dalam kepatuhan minum obat (compliance) seta beberapa efek samping
yang mungkin timbul seperti pertumbuhan gusi, mengantuk, hiperaktif, sakit
kepala, dll.
Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama
pengobatan tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan
selama 2-3th sudah cukup, sedang yang berat pengobatan bisa lebih dari
5th.Penghentian pengobatan selalu harus dilakukan secara bertahap. Tindakan
pembedahan sering dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan efek
sama sekali.
Penanganan terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap
kecerdasannya. Jika terlambat mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan
penyakit epilepsi, atau bahkan keterbalakangan mental.Keterbelakangan mental
di kemudian hari.Kondisi yang menyedihkan ini bisa berlangsung seumur
hidupnya.
J. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Untuk pasien epilepsi akibat tumor otak, abses, kista atau adanya anomali
vaskuler
2. Farmakoterapi
Anti konvulsion untuk mengontrol kejang.
Jenis obat yang sering digunakan :
Obat Bentuk KejangDosis
mg/kgbb/hari
1 Fenobarbital Semua bentuk kejang 3-8
2 Dilatin (difenilhidantoin) Semua bentuk kejang kecuali
bangkitan petit mal, mioklonik
atau akinetik.
5-10
3 Mysoline (primidon) Semua bentuk kejang kecuali petit
mal
12-25
4 Zarotin (etosuksinit) Petit mal 20-60
5 Diazepam Semua bentuk kejang 0,2-0,5
6 Diamox (asetasolamid) Semua bentuk kejang 10-90
7 Prednison Spasme infantil 2-3
8 Dexametasone Spasme infantil 0,2-0,3
9 Adrenokortikotropin Spasme infantil 2-4
a. Phenobarbital (luminal).
Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah.
b. Primidone (mysolin)
Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan
phenyletylmalonamid.
c. Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).
Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah
DPH.Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis.
Tak berhasiat terhadap petit mal. Efek samping yang dijumpai ialah
nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah.
d. Carbamazine (tegretol).
Mempunyai khasiat psikotropik yangmungkin disebabkan pengontrolan
bangkitan epilepsi itusendiri atau mungkin juga carbamazine memang
mempunyaiefek psikotropik. Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi
lobus temporalis yang sering disertai gangguan tingkahlaku. Efek
samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia,
depresi sumsum tulang dan gangguan fungsi hati.
e. Diazepam.
Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status
konvulsi.). Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena
penyerapannya lambat. Sebaiknya diberikan i.v. atau intra rektal.
f. Nitrazepam (Inogadon).
Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus.
g. Ethosuximide (zarontine).
Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal
h. Na-valproat (dopakene)
Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai. Obat ini dapat meninggikan
kadar GABA di dalam otak. Efek samping mual, muntah, anorexia
i. Acetazolamide (diamox).
Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan
epilepsi. Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH
otak menurun, influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam
keadaan hiperpolarisasi.
j. ACTH
Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil.
K. Status Epileptikus
Adalah serangan kejang kontinu dan berlangsung lebih dari 30 menit atau
serangkaian serangan epilepsi yang menyebabkan anak yang tidak sadar kembali.
Terapi awal diarahkan untuk menunjang dan mempertahankan fungsi-fungsi
vital, meliputi mempertahankan fungsi-fungsi vital, meliputi mempertahankan
jalan napas yang adekuat, pemberian oksigen, dan terapi hidrasi, serta dilanjutkan
dengan pemberian diazepam (Valium) atau fenobarbitol per IV. Diazepam per
rektum merupakan preparat yang sederhana, efektif, dan aman, untuk
penatalaksanaan epilepsi sebelum masuk rumah sakit. Lorazepam (Ativan) dapat
menggantikan diazepam IV sebagai obat pilihan. Preparat ini memiliki masa
kerja yang lebih panjang dan lebih sedikit menyebabkan gawat napas pada anak-
anak di atas usia 2 tahun. Merupakan keadaan kedaruratan medis yang
memerlukan intervensi segera untuk mencegah cedera permanen pada otak, gagal
napas, dan kematian.
L. Penatalaksanaan gawat darurat
Selama kejang/waktu episode kejang :
1. Lakukan pendekatan dengan tenang
2. Jika anak berada dalam posisi berdiri atau duduk, baringkan anak
3. Letakkan bantal atau lipatan selimut di bawah kepala anak. Jika tidak
tersedia kepala anak bisa disangga oleh kedua tangannya sendiri.
4. Jangan :
a. Menahan gerakan anak atau menggunakan paksaan
b. Memasukkan apapun ke dalam mulut anak
c. Memberikan makanan atau minuman
5. Longgarkan pakaian yang ketat
6. Lepaskan kacamata
7. Singkirkan benda-benda keras atau berbahaya
8. Biarkan serangan kejang berakhir tanpa gangguan
9. Jika anak muntah miringkan tubuh anak sebagai satu kesatuan ke salah satu
sisi
Setelah kejang :
1. Hitung lamanya periode postiktal (pasca kejang)
2. Periksa pernapasan anak. Periksa posisi kepala dan lidah.
3. Reposisikan jika kepala anak hiperekstensi. Jika anak tidak bernapas,
lakukan pernapasan buatan dan hubungi pelayanan medis darurat.
4. Periksa sekitar mulut anak untuk menemukan gejala luka bakar/kimia atau
kecurigaan zat yang mengindikasikan keracunan
5. Pertahankan posisi tubuh anak berbaring miring
6. Tetap dampingi anak sampai pulih sepenuhnya
7. Jangan memberi makanan atau minuman sampai anak benar-benar sadar dan
refleks menelan pulih
8. Hubungi pelayanan kedaruratan medis jika diperlukan
9. Kaji faktor-faktor pemicu awitan kejang (kolaborasi)
M. Prognosis
Perjalanan dan prognosis penyakit untuk anak-anak yang mengalami
kejang bergantung pada etiologi, tipe kejang, usia pada awitan, dan riwayat
keluarga serta riwayat penyakit. Pasien epilepsi yang berobat teratur, sepertiga
akan bebas serangan 2 tahun, dan bila lebih dari 5 tahun sesudah serangan
terakhir, obat dihentikan, pasien tidak mengalami sawan lagi, dikatakan telah
mengalami remisi. Diperkirakan 30% pasien tidak akan mengalami remisi.
Meskipun minum obat dengan teratur.Sesudah remisi, kemungkinan munculnya
serangan ulang paling sering didapat pada sawan tonik klonik dan sawan parsial
kompleks. Demikian pula usia muda lebih mudah relaps sesudah remisi.
Faktor resiko yang berhubungan dengan kekambuhan epilepsi antara lain
usia 16 tahun atau lebih, minum lebih dari satu macam obat antiepilepsi,
mengalami kejang setelah pengobatan dimulai, memiliki riwayat kejang tonik-
klonik generalisata primer atau sekunder atau hasil EEG menunjukkan kejang
mioklonik dan memiliki EEG yang abnormal. Resiko kekambuhan kejang
menurun bila terjadi pemanjangan periode tanpa kejang.
Prognosis setelah dilakukan terapi status epileptikus lebih baik daripada
dilaporkan sebelumnya.Mayoritas anak kemungkinan tidak mengalami gangguan
intelektual.Kemungkinan besar anak yang menderita gangguan kognitif atau
meninggal dunia sudah memiliki riwayat keterlambatan pertumbuhan dan
perkembangan, abnormalitas neurologik, atau menderita penyakit serius yang
berulang.
Sumber :
1. Pellock, JM. Treatment of Seizures anct Epilepsy in children and Adolescents.
Neurology 1998; 51 (suppl: 8: 4).
2. Damudoro N. Epilepsi Anak dan Kejang Demam. Simposium Penatalaksanaan
Mutakhir Epilepsi. Yogyakarta. FK UGM. 1992
3. Lumbantobing. Epilepsi pada Anak. Naskah Lengkap Kedokteran
Berkelanjutan. Jakarta .FK UI .1992