tugas tht

21
TUGAS THT BERSIN Oleh : Tenri Ashari Wanahari G99131087 Pembimbing : dr. Anton Christanto, M.Kes, Sp.THT-KL KEPANITERAAN KLINIK 1

Upload: ginanjar-tenri-sultan

Post on 17-Feb-2016

228 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ikfgkhvjk vhv khcjhc

TRANSCRIPT

Page 1: TUGAS THT

TUGAS THT

BERSIN

Oleh :

Tenri Ashari Wanahari

G99131087

Pembimbing :

dr. Anton Christanto, M.Kes, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN – KEPALA LEHER

FK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

RSUD PANDANARANG BOYOLALI

2014

1

Page 2: TUGAS THT

TUGAS THT-KL RSAP BOYOLALI (HIDUNG BERSIN)

I. IDENTIFIKASI KELUHAN UTAMADI BIDANG THT-KL

a. Keluhan di telinga, meliputi :

1) Nyeri telinga (otalgia),

2) Keluar cairan dari telinga(otorrhea),

3) Telinga berdenging/berdengung (tinnitus),

4) Gangguan pendengaran/tuli (deafness),

5) Telinga terasa penuh,

6) Pusing berputar (vertigo),

7) Benda asing di dalam telinga (corpal),

8) Telinga gatal (itching),

9) Sakit kepala (cephalgia),

10) Sakit kepala sebelah (migraine).

b. Keluhan di hidung, meliputi :

1) Pilek/keluar cairan dari hidung (rhinorrhea),

2) Hidung tersumbat (nasal obstruksi),

3) Bersin-bersin (sneezing),

4) Rasa nyeri di daerah muka dan kepala,

5) Perdarahan dari hidung/mimisan (epistaksis),

6) Gangguan penghidu (anosmia/hiposmia),

7) Benda asing di dalam hidung (corpal),

8) Suara sengau (nasolalia),

9) Hidung berbau (foetor ex nasal).

c. Keluhan di tenggorok, meliputi :

1) Nyeri menelan (odinofagia),

2) Sakit tenggorokan,

3) Tenggorok berlendir/banyak dahak di tenggorok,

4) Sulit menelan (disfagia),

5) Suara serak (hoarseness),

6) Benda asing di dalam tenggorok (corpal),

7) Amandel (tonsil),

2

Page 3: TUGAS THT

8) Bau mulut (halitosis),

9) Tenggorok kering,

10) Rasa sumbatan di leher,

11) Batuk.

d. Keluhan di kepala leher di luar keluhan telinga, hidung, dan tenggorok, meliputi:

1) Benjolan di leher,

2) Sesak nafas.

(Soepardi dan Iskandar, 2002; Charles et al., 2007)

II. TERAPI PADA HIDUNG BERSIN

1) Antihistamin

Antihistamin adalah zat yang digunakan untuk mencegah atau menghambat kerja

histamin pada reseptornya. Mekanisme kerja obat antihistamin melalui kompetisi

dengan menghambat histamin berikatan dengan reseptor H1 atau H2 atau H3 di organ

sasaran.

Reseptor Histamin

Reseptor H1 diketahui terdapat di otak, retina, medula adrenal, hati, sel endotel,

pembuluh darah otak, limfosit, otot polos saluran nafas, saluran cerna, saluran

genitourinarius dan jaringan vaskular. Reseptor H2 terdapat di saluran cerna dan dalam

jantung. Sedangkan reseptor H3 terdapat di korteks serebri dan otot polos bronkus. Di

kulit juga terdapat reseptor H3 yang merupakan autoreseptor, mengatur pelepasan dan

sintesis histamin.

Mekanis Sedatif Antihistamin

Anti histamin terbagi atas AH-1 sedatif dan AH-1 non sedatif. Antihistamin sedatif

bersifat lipofilik, sehingga dapat terdistribusi secara luas terutama pada sistem saraf

pusat dan dapat menyebabkan depresi SSP. Antihistamin non sedatif kurang bersifat

lipofilik dan sangat sedikit menembus sawar darah otak, sehingga efek samping yang

terjadi lebih sedikit bila dibandingkan dengan AH-1 yang sedatif.

3

Page 4: TUGAS THT

Antihistamin Generasi Pertama

Efek yang tidak diinginkan obat ini adalah menimbulkan rasa mengantuk sehingga

mengganggu aktifitas dalam pekerjaan, berhati-hati waktu mengendarai kendaraan,

mengemudikan pesawat terbang dan mengoperasikan mesin-mesin berat. Efek sedatif

ini diakibatkan oleh karena antihistamin generasi pertama ini memiliki sifat lipofilik

yang dapat menembus sawar darah otak sehingga dapat menempel pada reseptor H1 di

sel-sel otak.

Tabel . Penggolongan anthistamin (AH1), dengan masa kerja, bentuk sediaan dan dosisnya.

4

Page 5: TUGAS THT

Antihistamin Generasi Kedua

a. Loratadin (Claritin) adalah trisiklik piperidin long acting yang mempunyai

aktivitas yang selektif dengan efek sedatif dan antikolinergik yang minimal pada

dosis yang direkomendasikan, merupakan antihistamin yang mempunyai masa

kerja yang lama. Metabolik utamanya, deskarboetoksi-loratadin, adalah biologikal

aktifnya.

Loratadin cepat diabsorbsi setelah pemberian dosis 10 mg, sekali sehari dan cepat

diabsorbsi setelah pemberian dosis 10 mg. Eliminasi waktu paruhnya sekitar 8-11

jam, diekskresikan melalui urine 40%, feses 42% dan air susu 0,029%. Loratadin

diindikasikan untuk rinitis alergi dan urtikaria kronik idiopatik pada pasien diatas 6

tahun. Loratadin mempunyai efek terhadap fungsi dari miocardial potassium

channel tetapi tidak menyebabkan disritmia jantung. Loratadin merupakan

antihistamin long acting dengan lama kerja 24 jam. Dosis yang direkomendasikan

10 mg dosis oral, pada anak-anak (< 30 kg) adalah 0,5 mg/kg BB dosis tunggal.

Meskipun loratadin tidak mempunyai kontraindikasi pada penderita hati dan ginjal

kronis, disarankan untuk mengurangi dosis yang diberikan.

Sediaan:

Loratadin sirup (1 mg/ml): 480 ml

Loratadin tablet 10 mg

Loratadin reditabs 10 mg

b. Cetirizin (Ryzen) merupakan metabolit karboksil asid dari hidroksisin. Obat ini

pada manusia hanya mempunyai transformasi metabolik yang minimal menjadi

bentuk metabolit aktif dan obat ini terutama diekskresi lewat urin. Karena setirisin

cepat diabsorbsi dan sedikit yang dimetabolisme, dan juga diekskresi lewat urin,

maka dosis obat ini harus dikurangi pada pasien dengan gangguan ginjal.

Kadar puncak plasma dicapai dalam 1 jam dan waktu paruh plasma sekitar 7 jam,

diekskresikan dalam urine sebanyak 60% dan feses 10%. Setirisin dapat

menghambat eosinofil, netrofil dan basofil dan menghambat IgE serta menurunkan

prostaglandin D2. Setirisin diindikasikan untuk terapi urtikaria kronik di Amerika

5

Page 6: TUGAS THT

Serikat. Beberapa studi kemudian mendukung khasiat cetirizin untuk kondisi ini

dan juga ditemukan khasiatnya untuk terapi cold urticaria.

Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa 10 mg/hari (maksimal 20 mg) dosis

tunggal, pada anak-anak adalah 0,3 mg/kgBB sedangkan pada pasien dengan

gangguan ginjal kronik dan hepar dosis yang diberikan adalah 5 mg/hari. Lama

kerja dari setirisin adalah 12-24 jam.

Sediaan:

Cetrizine tablet 5 mg, 10 mg.

Cetrizine sirup 5mg/ml: 120 ml.

Antihistamin Generasi Ketiga

a. Feksofenadin (Telfast ®). Di Indonesia dipasarkan dengan nama dagang

Telfast ( di Amerika : Allegra ®) Feksofenadin, metabolit aktif utama dari

terfenadin, merupakan reseptor kompetitif antagonis H-1 yang selektif dengan

sedikit atau tanpa efek samping antikolinergik dan non sedatif, serta bersifat non

kardiotoksik. Feksofenadin diabsorbsi cepat setelah pemberian dosis tunggal

atau dua kapsul 60 mg dengan waktu rata-rata mencapai konsentrasi plasma

maksimum 1-3 jam setelah pemberian per oral. Feksofenadin terikat pada

protein plasma sekitar 60-70%, terutama pada albumin dan 1-acid gylcoprotein.

Waktu paruh feksofenadin adalah 11-15 jam, diekskresikan sebanyak 80% pada

urin dan 12% pada feses. Feksofenadin diindikasikan pada penderita rinitis

alergi dan urtikaria idiopatik kronis. Pemberian feksofenadin bersama antibiotik

golongan makrolid dan obat anti jamur golongan imidazol tidak menunjukkan

adanya interaksi obat sehingga tidak terdapat pemanjangan interval QT.

Sediaan :

- Feksofenadin kapsul 30 dan 60 mg

- Feksofenadin tablet 60 mg, 120 mg dan 180 mg

6

Page 7: TUGAS THT

2) Kortikosteroid

Mekanisme Kerja

Jalur proses inflamasi dan penghambatannya oleh steroid (dan non steroid) terlihat pada

skema berikut :

Bagan.1. Jalur penghambatan proses inflamasi oleh steroid dan NSAID.

Farmakokinetik

Metabolisme kortikosteroid sintetis sama dengan kortikosteroid alami. Kortisol

(juga disebut hydrocortison) memiliki berbagai efek fisiologis, termasuk regulasi

metabolisme perantara, fungsi kardiovaskuler, pertumbuhan dan imunitas. Sintesis dan

sekresinya diregulasi secara ketat oleh sistem saraf pusat yang sangat sensitif terhadap

umpan balik negatif yang ditimbulkan oleh kortisol dalam sirkulasi dan glukokortikoid

eksogen (sintetis). Pada orang dewasa normal, disekresi 10-20 mg kortisol setiap hari

tanpa adanya stres. Pada plasma, kortisol terikat pada protein dalam sirkulasi. Dalam

kondisi normal sekitar 90% berikatan dengan globulin-2 (CBG/ corticosteroid-binding

globulin), sedangkan sisanya sekitar 5-10% terikat lemah atau bebas dan tersedia untuk

digunakan efeknya pada sel target. Jika kadar plasma kortisol melebihi 20-30%, CBG

menjadi jenuh dan konsentrasi kortisol bebas bertambah dengan cepat. Kortikosteroid

7

Page 8: TUGAS THT

sintetis seperti dexamethason terikat dengan albumin dalam jumlah besar dibandingkan

CBG.

Waktu paruh kortisol dalam sirkulasi, normalnya sekitar 60-90 menit, waktu

paruh dapat meningkat apabila hydrocortisone (prefarat farmasi kortisol) diberikan

dalam jumlah besar, atau pada saat terjadi stres, hipotiroidisme atau penyakit hati.

Hanya 1% kortisol diekskresi tanpa perubahan di urine sebagai kortisol bebas, sekitar

20% kortisol diubah menjadi kortison di ginjal dan jaringan lain dengan reseptor

mineralokortikoid sebelum mencapai hati.

Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mula kerja

dan lama kerja juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor, dan ikatan protein.

Prednisone adalah prodrug yang dengan cepat diubah menjadi prednisolon bentuk

aktifnya dalam tubuh.

Glukokortikoid dapat diabsorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva, dan ruang

sinovial. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat

menyebabkan efek sistemik, antara lain supresi korteks adrenal.

Farmakodinamik

Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak; dan

mempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf, dan

organ lain. Korteks adrenal berfungsi homeostatik, artinya penting bagi organisme

untuk dapat mempertahankan diri dalam menghadapi perubahan lingkungan.

Efek kortikosteroid kebanyakan berhubungan dengan besarnya dosis, makin

besar dosis terapi makin besar efek yang didapat. Tetapi disamping itu juga ada

keterkaitan kerja kortikosteroid dengan hormon-hormon lain. Peran kortikosteroid

dalam kerjasama ini disebut permissive effects, yaitu kortikosteroid diperlukan supaya

terjadi suatu efek hormon lain, diduga mekanismenya melalui pengaruh steroid terhadap

pembentukan protein yang mengubah respon jaringan terhadap hormon lain. Misalnya

otot polos bronkus tidak akan berespon terhadap katekolamin bila tidak ada

kortikosteroid, dan pemberian kortikosteroid dosis fisiologis akan mengembalikan

respon tersebut.

Suatu dosis kortikosteroid dapat memberikan efek fisiologik atau farmakologik,

tergantung keadaan sekitar dan aktivitas individu. Misalnya, hewan tanpa kelenjar

8

Page 9: TUGAS THT

adrenal yang berada dalam keadaan optimal hanya membutuhkan kortikosteroid dosis

kecil untuk dapat mempertahankan hidupnya. Meskipun kortikosteroid mempunyai

berbagai macam aktivitas biologik, umumnya potensi sediaan alamiah maupun yang

sintetik, ditentukan oleh besarnya efek retensi natrium dan penyimpanan glikogen di

hepar atau besarnya khasiat antiinflamasinya.

Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan atas dua golongan besar, yaitu

glukokortikoid dan mineralokortikoid. Efek utama glukokortikoid ialah pada

penyimpanan glikogen hepar dan efek anti-inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada

keseimbangan air dan elektrolit kecil. Prototip untuk golongan ini adalah kortisol.

Sebaliknya golongan mineralokortikoid efek utamanya adalah terhadap keseimbangan

air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat

kecil. Prototip golongan ini adalah desoksikortikosteron. Umumnya golongan

mineralokortikoid tidak mempunyai khasiat anti-inflamasi yang berarti, kecuali 9 α-

fluorokortisol.

Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi tiga golongan berdasarkan masa

kerjanya, antara lain kerja singkat (<12 jam), kerja sedang (12-36 jam), dan kerja lama

(>36 jam).

Tabel perbandingan potensi relatif dan dosis ekuivalen beberapa sediaan kortikosteroid

Kortikosteroid

PotensiLama

kerja

Dosis

ekuivalen

(mg)*Retensi

natrium

Anti-

inflamasi

Kortisol

(hidrokortison)

1 1 S 20

Kortison 0,8 0,8 S 25

Kortikosteron 15 0,35 S -

6-α-metilprednisolon 0,5 5 I 4

Fludrokortison

(mineralokortikoid)

125 10 I -

9

Page 10: TUGAS THT

Prednisone 0,8 4 I 5

Prednisolon 0,8 4 I 5

Triamsinolon 0 5 I 4

Parametason 0 10 L 2

Betametason 0 25 L 0,75

Deksametason 0 25 L 0,75

Keterangan:

* hanya berlaku untuk pemberian oral atau IV.

S = kerja singkat (t1/2 biologik 8-12 jam);

I = intermediate, kerja sedang (t1/2 biologik 12-36 jam);

L = kerja lama (t1/2 biologik 36-72 jam).

EFEK SAMPING

Berikut efek samping kortikosteroid sistemik secara umum.

Tempat Macam efek samping

1. Saluran cerna

2. Otot

3. Susunan saraf pusat

4. Tulang

5. Kulit

6. Mata

7. Darah

8. Pembuluh darah

9. Bagian

Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi gaster, ulkus peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis regional, kolitis ulseratif.

Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu.

Perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah, mudah tersinggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis, kecendrungan bunuh diri), nafsu makan bertambah.

Osteoporosis,fraktur, kompresi vertebra, skoliosis, fraktur tulang panjang.

Hirsutisme, hipotropi, strie atrofise, dermatosis akneiformis, purpura, telangiektasis.

Glaukoma dan katarak subkapsular posterior

Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfosit

Kenaikan tekanan darah

10

Page 11: TUGAS THT

kortek

10. Metabolisme protein, KH dan lemak

11. Elektrolit

12. Sistem immunitas

Atrofi, tidak bisa melawan stres

Kehilangan protein (efek katabolik), hiperlipidemia,gula meninggi, obesitas, buffao hump, perlemakan hati.

Retensi Na/air, kehilangan kalium (astenia, paralisis, tetani, aritmia kor)

Menurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi Tb dan herpes simplek, keganasan dapat timbul.

3) Dekongestan Nasal

a. Mekanisme Kerja

α –agonis banyak digunakan sebagai dekongestan nasal pada penderita rhinitis alergika

atau rhinitis vasomotor dan pada penderita infeksi saluran napas atas dengan rhinitis

akut. Obat-obat ini menyebabkan venokontriksi dalam mukosa hidung melalui reseptor

α1 sehingga mengurangi volume mukosa dan dengan demikian mengurangi

penyumbatan hidung. Reseptor α2 terdapat pada arteriol yang membawa suplai

makanan bagi mukosa hidung. Vasokontriksi arteriol ini oleh α2 agonis dapat

menyebabkan kerusakan struktural pada mukosa tersebut. Pengobatan dengan

dekongestan nasal sering kali menimbulkan hilangnya efektivitas pada pemberian

kronik,serta rebound hyperemia dan memburuknya gejala bila obat dihentikan.

Mekanismenya belum jelas,tetapi mungkin melibatkan desensitisasi reseptor dan

kerusakan mukosa.α1 agonis yang selektif lebih kecil kemungkinannya untuk

menimbulkan kerusakan mukosa.

b. Penggolongan dan Penggunaan Dekongestan

1) Macam-macam dekongestan:

Dekongestan Sistemik, seperti pseudoefedrin, efedrin, dan fenilpropanolamin.

Dekongestan sistemik diberikan secara oral (melalui mulut). Meskipun efeknya tidak

secepat topikal tapi kelebihannya tidak mengiritasi hidung. Dekongestan sistemik harus

digunakan secara hati-hati pada penderita hipertensi, pria dengan hipertrofi prostat dan

lanjut usia. Hal ini

disebabkan dekongestan memiliki efek samping sentral sehingga menimbulkan efek

samping takikardia (frekuesi denyut jantung berlebihan), aritmia (penyimpangan irama

jantung), peningkatan tekanan darah atau stimulasi susunan saraf pusat.11

Page 12: TUGAS THT

Efedrin

Efedrin adalah alkaloid yang dikenal sebagai obat simpatomimetik aktif pertama secara

oral. Efedrin sebagai obat adrenergik dapat bekerja ganda dengan cara melepaskan

simpanan norepinefrin dari ujung saraf dan mampu bekerja memacu secara langsung di

reseptor α dan β. Pada sistem kardiovaskuler, efedrin meninggikan tekanan darah baik

sistolik maupun diastolik melalui vasokonstriksi dan terpacunya jantung. Efedrin

berefek bronkodilatasi tetapi lebih lemah dan lebih lambat dibandingkan epinefrin atau

isoproteronol. Efedrin memacu ringan SSP sehingga menjadi sigap, mengurangi

kelelahan, tidak memberi efek tidur dan dapat digunakan sebagai midriatik. Efedrin

digunakan sebagai dekongestan hidung, bekerja sebagai vasokonstriktor lokal bila

diberikan secara topikal pada permukaan mukosa hidung, karena itu bermanfaat dalam

pengobatan kongesti hidung pada Hay fever, rinitis alergi, influenza dan kelainan

saluran napas atas lainnya. Dosis : pada asma, oral 3—4 dd 25-50 mg (HCl), anak-anak

2-3 mg/kg sehari dalam 4-6 dosis. Nama Paten : Asmasolon.

Pseudoefedrin

Isomer dekstro dari efedrin dengan mekanisme kerja yang sama, namun daya

bronkodilatasinya lebih lemah, tetapi efek sampingnya terhadap SSP dan jantung lebih

ringan. Obat ini, jika masuk ke dalam sistem saraf pusat, dapat menyebabkan

kecemasan, peka rangsangan, dan gelisah. Efek samping lainnya berupa denyut jantung

lebih cepat, insomnia, efek alergi pada kulit, kulit kering, retensi urin, anoreksia,

halusinasi, sakit kepala, mual, dan sakit perut. Pseudoefredin juga dikaitkan dengan

peningkatan risiko stroke. Obat ini banyak digunakan dalam sediaan kombinasi untuk

flu. Dosis : oral 3-4 dd 60 mg (HCl, sulfat) Nama Paten : Sinutab, Sudafed, Polaramin

Fenilpropanolamin

Derivat tanpa gugus C-H pada atom N dengan khasiat yang menyerupai efedrin.

Kerjanya lebih panjang, efek sentral dan efek jantungnya lebih ringan. Namun,

berdasarkan Food and Drug Administration Amerika (FDA) menganjurkan untuk tidak

menggunakan tiap produk yang mengandung fenilpropanolamin. Dosis : oral 3-4 dd 15-

25 mg. Nama Paten : Triaminic, Sinutab, Rhinotusal Dekongestan Topikal, digunakan

12

Page 13: TUGAS THT

untuk rinitis akut yang merupakan radang selaput lendir hidung. Bentuk sediaan

dekongestan topikal berupa balsam, inhaler, tetes hidung atau semprot hidung.

Dekongestan topikal (semprot hidung) yang biasa digunakan yaitu oxymetazolin,

xylometazolin, tetrahydrozolin, nafazolin yang merupakan derivat imidazolin.

Penggunaan dekongestan topikal dilakukan pada pagi dan menjelang tidur malam, dan

tidak boleh lebih dari 2 kali dalam 24 jam. Dekongestan topikal terutama berguna untuk

rhinitis akut karena tempat kerjanya yang lebih selektif,tetapi obat-obat ini cenderung

untuk digunakan secara berlebihan oleh penderita,sehingga menimbulkan penyumbatan

yang berlebihan.Dekongestan oral jauh lebih kecil kemungkinannya untuk

menimbulkan rebound congestion,tetapi lebih besar risikonya untuk menimbulkan efek

samping sistemik.

Derivat Imidazolin

Senyawa ini memiliki efek alfa adrenergik langsung dengan vasokonstriksi tanpa

stimulasi SSP. Khususnya digunakan sebagai dekongestan pada selaput lendir yang

bengkak di hidung dan mata, pilek, selesma (rhinitis, coryza), hay fever, sinusitis, dsb.

Bayi dan anak kecil sebaiknya jangan diberikan dalam jangka waktu lama untuk obat ini

karena dapat diabsorbsi dari mukosa dengan menimbulkan depresi SSP. Gejalanya

berupa rasa kantuk, pening, hipotermi, bradikardi, bahkan juga koma pada kasus

overdosis. Sifat ini bertentangan dengan kebanyakan adrenergik yang justru

menstimulasi SSP.

Yang paling banyak digunakan adalah :

Naphazolin

Xylometazolin

Oksimetazolin

Tetrahidrozolin

Oxymetazolin

Derivate imidazolin ini bekerja langsung terhadap reseptor alfa tanpa efek reseptor beta.

Setelah diteteskan di hidung, dalam waktu 5-10 menit terjadi vasokonstriksi mukosa

yang bengkak dan kemampatan hilang. Efeknya bertahan hingga 5 jam. Efek

13

Page 14: TUGAS THT

sampingnya dapat berupa rasa terbakar dan teriritasi pada selaput lender hidung dengan

menimbulkan bersin.

Dosis : anak-anak di atas 12 tahun dan dewasa 1-3 dd 2-3 tetes larutan 0,05% (HCl) di

setiap lubang hidung; anak-anak 2-10 tahun larutan 0,025% (HCl)

Nama Paten : Afrin, Iliadin, Nasivin

Xylometazolin

Adalah derivate dengan daya kerja dan penggunaan yang sama. Dosis : nasal 1-3 dd 2-3

tetes larutan 0,1% (HCl), maksimum 6 kali sehari. Anak-anak 2-6 tahun larutan 0,05%.

Nama Paten : Otrivin

Nafazolin

Adalah derivate yang paling tua dengan sifat yang sama, tetapi kerjanya lebih singkat

rata-rata 3 jam. Naphazolin adalah senyawa simpatomimetik yang ditandai dengan

aktivitas alfa adrenergiknya. Naphazoline adalah vasokontriktor dengan kerja cepat

dalam mengurangi pembengkakan pada pemakaian membran mukosa. Naphazoline

bekerja pada reseptor di arteri konjungtiva yang menjadi konstriksi sehingga

menghasilkan penurunan

penyumbatan/kongesti.

Dosis : okuler 1-4 dd 1-2 tetes larutan 0,05-0,1% (HCl).

Nama Paten : Albalon, Privin, Vasacon

14

Page 15: TUGAS THT

DAFTAR PUSTAKA

Charles et al. 2007. Oral Cavity/Pharings/Esophagus in: Cumming Otholarhyngology,

Head, And Neck Surgery 4th Edition.USA: Elsevier, pp: 62-3.

Efiaty Soepardi dan Nurbaiti Iskandar. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala Leher, Edisi ke Lima, Balai penerbit FKUI, Jakarta.

Katzung, B.G. 2002. “Farmakologi Dasar dan Klinik”. Salemba Medika. Jakarta.

15