tugas referat tht-kl polip antrokoanal.docx

27
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Polip hidung adalah peradangan kronis selaput lendir dan sinus paranasal yang ditandai dengan pembengkakan massa mukosa yang meradang dengan tangkai dasar luas atau sempit. Kebanyakan polip berasal dari celah osteomeatal yang menyebabkan obstruksi hidung. Polip sering tumbuh pada sinus ethmoidalis dan maxillaris. Polip antrokoanal adalah jenis polip yang berasal dari mukosa dinding posterior di daerah antrum maksila, yang kemudian keluar dari ostium sinus dan meluas hingga ke belakang di daerah koana posterior. Polip ini juga dikenal sebagai Killian’s polyps karena ia pertama kali ditemukan oleh Killian pada tahun 1753. Polip antrochoanal (ACP) terdiri dari 2 komponen yaitu komponen kistik dan padat. Polip antrokoanal adalah suatu lesi polipoid jinak yang berasal dari mukosa antrum sinus maksila yang inflamasi dan udematous dapat melua ke koana. Terbanyak berasal dari mukosa dinding antrum bagian posterior. Etiopatogenesis dengan gejala utama hidung tersumbat unilateral dan rinore. Nasoendoskopi dan tomografi computer merupakan pemeriksaan baku emas untuk menegakkan diagnosis polip antrokoanal. Penatalaksanaan polip antrokoanal adalah polipektomi. Banyak teknik

Upload: nur-farmawati-humayrah-hassani

Post on 20-Feb-2016

201 views

Category:

Documents


37 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Referat THT-KL Polip Antrokoanal.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Polip hidung adalah peradangan kronis selaput lendir dan sinus paranasal

yang ditandai dengan pembengkakan massa mukosa yang meradang dengan

tangkai dasar luas atau sempit. Kebanyakan polip berasal dari celah osteomeatal

yang menyebabkan obstruksi hidung. Polip sering tumbuh pada sinus ethmoidalis

dan maxillaris. Polip antrokoanal adalah jenis polip yang berasal dari mukosa

dinding posterior di daerah antrum maksila, yang kemudian keluar dari ostium

sinus dan meluas hingga ke belakang di daerah koana posterior. Polip ini juga

dikenal sebagai Killian’s polyps karena ia pertama kali ditemukan oleh Killian

pada tahun 1753. Polip antrochoanal (ACP) terdiri dari 2 komponen yaitu

komponen kistik dan padat.

Polip antrokoanal adalah suatu lesi polipoid jinak yang berasal dari

mukosa antrum sinus maksila yang inflamasi dan udematous dapat melua ke

koana. Terbanyak berasal dari mukosa dinding antrum bagian posterior.

Etiopatogenesis dengan gejala utama hidung tersumbat unilateral dan rinore.

Nasoendoskopi dan tomografi computer merupakan pemeriksaan baku emas

untuk menegakkan diagnosis polip antrokoanal. Penatalaksanaan polip

antrokoanal adalah polipektomi. Banyak teknik polipektomi polip antrokoanal

yang telah terkenal akan tetapi dengan efek samping dan rekusrensi yang tinggi.

Penyebab dan mekanisme yang mendasari polip masih tidak dipahami

dengan baik, namun peradangan kronis merupakan faktor utama seperti

peningkatan sel inflamasi seperti eosinofil. Polip sering dikaitkan dengan

rinosinusitis kronis dan alergi. Namun peran alergi pada polip masih

kontroversial. Sebuah studi 3000 pasien atopik menunjukkan prevalensi 0,5%,

sedangkan studi di 300 pasien alergi menunjukkan prevalensi sebesar 4,5%.

2. EPIDEMIOLOGI

Polip antrokoanal hanya mewakili sekitar 3-6% dari polip nasal. Etiologi

yang tepat tidak diketahui, tetapi diduga infeksi mungkin merupakan penyebab

umum. Namun Cook et al menemukan kejadian yang lebih tinggi 10,4%. Sinusitis

Page 2: Tugas Referat THT-KL Polip Antrokoanal.docx

kronik ditemukan pada sekitar 25% dari pasien. Tidak seperti polip lainnya, polip

antrokoanal lebih sering terjadi pada pasien non atopic (4,7 %) daripada pasien

rinitis atopik (1,5 %). Polip ini sering pada anak-anak dan remaja tetapi dapat

bermanisfestasi pada usia lebih tua dan lebih banyak mengenai laki-laki

dibandingkan perempuan. Pada anak-anak insidensi polip ini mencapai 33%.

Dalam sejumlah studi perspektif pada tahun 2002, diketahui bahwa usia rata-rata

terjadinya polip antrokoanal ini adalah 27 dan 50 tahun.

Page 3: Tugas Referat THT-KL Polip Antrokoanal.docx

BAB II

POLIP ANTROKOANAL

1. DEFINISI

Polip antrokoanal merupakan pertumbuhan jinak unilateral yang berasal

dari mukosa sinus maksilaris dengan pertumbuhannya kedalam ostium sinus

maksilaris hingga mencapai koana posterior dan polip terlihat di nasofaring.

Polip antrokoanal adalah suatu lesi polipoid jinak yang berasal dari

mukosa antrum sinus maksila yang inflamasi dan udematus, dapat meluas ke

koana. Terbanyak berasal dari mukosa dinding antrum bagian posterior. Polip ini

juga dikenal sebagai Killian’s polyps karena ia pertama kali ditemukan oleh

Killian pada tahun 1753. Polip antrochoanal (ACP) terdiri dari 2 komponen yaitu

komponen kistik dan padat. Etiopatogenesis polip antrokoanal sampai saat ini

masih kontroversi. Polip antrokoanal banyak ditemukan pada anak dan dewasa

muda dengan gejala utama hidung tersumbat unilateral dan rinore. Nasoendoskopi

dan tomografi komputer merupakan gold standard untuk menegakkan diagnosis

polip antrokoanal.

2. ANATOMI

1. Hidung Luar

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian – bagiannya dari atas ke

bawah:

a) Pangkal hidung (bridge)

b) Dorsum nasi

c) Puncak hidung

d) Ala nasi

e) Kolumela

f) Lubang hidung (nares anterior)

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi

kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa

dan M. Nasalis pars allaris. Kerja otot – otot tersebut menyebabkan nares

dapat melebar dan menyempit. Batas atas nasi eksternus melekat pada os

Page 4: Tugas Referat THT-KL Polip Antrokoanal.docx

frontal sebagai radiks (akar), antara radiks sampai apeks (puncak) disebut

dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada bagian inferior disebut nares, yang

dibatasi oleh :

Superior : os frontal, os nasal, os maksila

Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris

mayor dan kartilago alaris minor

Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian inferior

menjadi fleksibel.

Gambar 1: Anterolateral Tulang Hidung

Perdarahan :

i. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang

dari A. Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna).

ii. A. Nasalis posterior (cabang A.Sfenopalatinum, cabang dari A.

Maksilaris interna, cabang dari A. Karotis interna)

Page 5: Tugas Referat THT-KL Polip Antrokoanal.docx

iii. A. Angularis (cabang dari A. Fasialis)

Persarafan :

i. Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis)

ii. Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis

anterior)

2. Kavum Nasi

Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan

yang membentang dari nares sampai koana (apertura posterior). Kavum nasi

ini berhubungan dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial anterior

dan fossa kranial media. Batas – batas kavum nasi :

a) Posterior : berhubungan dengan nasofaring

b) Atap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus

sfenoidale dan sebagian os vomer

c) Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir

horisontal, bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada

bagian atap. Bagian ini dipisahnkan dengan kavum oris oleh palatum

durum.

d) Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua

ruangan (dekstra dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum

nasi dilapisi oleh kulit, jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor.

Bagian dari septum yang terdiri dari kartilago ini disebut sebagai

septum pars membranosa = kolumna = kolumela.

e) Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os

lakrima, os etmoid, konka nasalis inferior, palatum dan os sfenoid.

Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari tulang

etmoid. Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang terpisah.

Ruangan di atas dan belakang konka nasalis superior adalah resesus sfeno-

etmoid yang berhubungan dengan sinis sfenoid. Kadang – kadang konka

nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak di bagian ini.

Page 6: Tugas Referat THT-KL Polip Antrokoanal.docx

Gambar 2: Potongan Sagital Cavum Nasi

Perdarahan : Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi

adalah A.sfenopalatina yang merupakan cabang dari A.maksilaris dan A.

Etmoidale anterior yang merupakan cabang dari A. Oftalmika. Vena

tampak sebagai pleksus yang terletak submukosa yang berjalan bersama

– sama arteri.

Persarafan : Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N.

Trigeminus yaitu N. Etmoidalis anterior Posterior kavum nasi dipersarafi

oleh serabut saraf dari ganglion pterigopalatinum masuk melalui foramen

sfenopalatina kemudian menjadi N. Palatina mayor menjadi N.

Sfenopalatinus.

Gambar 3: Perdarahan kavum nasi

Page 7: Tugas Referat THT-KL Polip Antrokoanal.docx

3. Mukosa Hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional

dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan

terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh

epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat

sel – sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya

lebih tebal dan kadang – kadang terjadi metaplasia menjadi sel epital

skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan selalu

basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada

permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel

goblet.

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting.

Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan

didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya

untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda

asing yang masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia akan

menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung

tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara

yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat – obatan.

Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan

sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis

semu dan tidak bersilia (pseudostratified columnar non ciliated epithelium).

Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan

sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat

kekuningan.

3. FISIOLOGIS

1. Sebagai Jalan Nafas

Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi

konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga

aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara

Page 8: Tugas Referat THT-KL Polip Antrokoanal.docx

masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti

udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian

lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran

dari nasofaring.

2. Pengatur Kondisi Udara (Air Conditioning)

Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan

udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan

cara:

a) Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir.

Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari

lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi

sebaliknya.

b) Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh

darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang

luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan

demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C.

3. Sebagai Penyaring dan Pelindung

Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan

bakteri dan dilakukan oleh :

a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

b. Silia

c. Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada

palut lendir dan partikel – partikel yang besar akan dikeluarkan dengan

refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh

gerakan silia.

d. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut

lysozime.

4. Indra Penghidu

Page 9: Tugas Referat THT-KL Polip Antrokoanal.docx

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian

atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi

dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat.

5. Resonansi Suara

Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan

hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga

terdengar suara sengau.

6. Proses bicara

Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng)

dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle

turun untuk aliran udara.

7. Refleks nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan

saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa

hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau

tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

4. ETIOLOGI

Etiologi polip antrochoanal (ACP) belum diketahui pasti. Sinusitis kronis

(65%) dan alergi seperti rinitis alergi (70%) ditemukan mempunyai hubungan

dengan terjadinya ACP. Sinusitis maksila dan penyakit kompleks ostiomeatal

menghalangi fungsi mukosiliar dari mukosa sinus. Beberapa penelitiann

menunjukkan kemungkinan peran aktivator dan inhibitor urokinase plasminogen

dan peran metabolit asam arakidonat dalam patogenesis ACP. Yang dapat

menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :

1. Alergi terutama rinitis alergi.

2. Sinusitis kronik.

3. Iritasi.

Page 10: Tugas Referat THT-KL Polip Antrokoanal.docx

4. infeksi

5. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan

hipertrofi konka.

5. PATOFISIOLOGI

Polip antrokoanal termasuk penyakit inflamasi sinus maksilaris. Hal ini

masih menjadi kontroversi bagi beberapa peneliti. Yang masih menjadi

kontroversi adalah asal, patogenesisnya dan penatalaksanaannya. Terjadinya

infeksi bakteri pada sinus diikuti dengan rhinosinusitis. Selain faktor anatomi

seperti bulosa konka, deviasi septum nasal, infeksi sinus etmoidalis anterior akan

mengakibatkan sinusitis maksilaris kronik.

Ada beberapa kelenjar mukosa asinus didalam antrum maksilaris. Infeksi

pada mukosa dapat memudahkan terjadinya penutupan kelenjar asinus. Karena hal

tersebut maka formasi sebuah kista yang mana dapat berkembang kedalam sinus

sampai ke ostium membentuk polip antrokoanal pada hidung dan nasofaring.

Bagian antral telah dilaporkan sebagai polipoid atau kista.

6. GEJALA KLINIS

Gejala klinis utama adalah hidung tersumbat unilateral dan disertai nasal

discharge. Beberapa kasus yang jarang, gejala polip antrokoanal tidak khas. Polip

antrokoanal berbeda dari inflamasi kronik, polip sinus maksilaris hanya

mempunyai sedikit gejala minor yaitu proses terjadinya sedikit lama, sedikitnya

terjadi obstruksi ostium maksilaris, tingginya angka kejadian sakit kepala,

obstruksi hidung persisten, adanya kista pada stroma polip, penipisan membran

basal, rendahnya angka kejadian metaplasia sel skuamosa dan tingginya proporsi

perpindahan sel dalam cairan hidung. Pada 2 kasus penelitian, dapat didiagnosis

alergi tapi hal ini tidak sama dengan polip, yang mana tidak ditemukannya

gambaran tipe morfologi dari alergi berhubungan polip (eosinofilik).

Mohd Tahir J dkk meneliti bahwa gejala klinis yang paling sering adalah

sumbatan hidung (92,5%) diikuti dengan rinorea (45%), postnasal drip (35%) dan

mendengkur (22,5%).

Page 11: Tugas Referat THT-KL Polip Antrokoanal.docx

Tabel 1. Gejala klinis dari 40 penderita dengan polip antrokoanal.7

Gejala klinis n (%)

Sumbatan hidung

Rinorrea

Postnasal drip

Mendengkur

Nyeri kepala

Hiposmia

Gumpalan dalam tenggorokan

Rasa tidak nyaman pada hidung

37 (92.5)

18 (45)

14 (35)

9 (22.5)

5 (12.5)

4 (10)

4 (10)

4 (10

Tabel 2. Observasi rinologis yang berhubungan dengan polip antrokoanal.

Gejala klinis n (%)

Sinusitis kronis

Deviasi septum

Polip etmoid

Konka bulosa

Bilateral inferior turbinate

hypertrophy

20 (50)

5 (12.5)

4 (10)

4 (10)

1 (2.5)

7. DIAGNOSIS

Dari anamnesis ditemukan adanya sumbatan hidung unilateral disertai

nasal discharge, kadang-kadang disertai dengan nyeri kepala, serta ditemukannya

massa polipoid pada hidung melalui rinoskopi anterior dan/atau posterior, dari

pemeriksaan fisik biasanya mengarah kepada polip antrokoanal yaitu

ditemukannya polip yang berasal dari mukosa sinus maksilaris dengan

pertumbuhannya kedalam ostium sinus maksilaris hingga mencapai koana

posterior dan polip terlihat di nasofaring.

Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga

hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan

Page 12: Tugas Referat THT-KL Polip Antrokoanal.docx

rinoskopi anterior dapat terlihat adanya massa yang berwarna pucat yang berasal

dari meatus medius dan mudah digerakkan.

Pembagian polip nasi menurut Mackay dan Lund:

a. Grade 0 : Tidak ada polip

b. Grade 1 : Polip terbatas pada meatus media

c. Grade 2 : Polip sudah keluar dari meatus media, tampak di rongga hidung tapi

belum menyebabkan obstruksi total

d. Grade 3 : Polip sudah menyebabkan obstruksi total

Pemeriksaan radiologis mengunakan CT-Scan dan MRI (jarang) dapat

membantu menegakkan diagnosis polip antrokoanal. Pada CT-Scan biasanya

ditemukan gambaran massa jaringan lunak pada antrum yang sampai ke bagian

hidung dan nasofaring. Pemeriksaan CT-Scan juga diperlukan untuk

mengevaluasi perluasan penyakit serta hubungannya dengan kelainan etmoidal,

yang nantinya akan membantu untuk merencanakan terapi.

Gambar 1. Polip antrokoanal yang menggantung dari nasofaring sampai ke orofaring.

Gambar 2. Polip antrokoanal kiri yang menggantung ke dalam orofaring.

Page 13: Tugas Referat THT-KL Polip Antrokoanal.docx

Gambar 3. Gambaran CT-Scan sinus paranasal yang memperlihatkan suatu jaringan lunak

yang menempati seluruh antrum kiri yang meluas sampai ke etmoid.

Gambar 4. CT-Scan koronal yang memperlihatkan gambaran polip antrokoanal yang

tumbuh dari antrum maksila kanan yang meluas ke dalam rongga hidung kanan melalui

pelebaran ostium sinus.

8. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis sangat mengarah kepada polip antrokoanal apabila antrum

maksilaris meluas dan terdapat massa nasofaringeal. Beberapa diagnosis yang

mungkin adalah sebagai berikut :

Page 14: Tugas Referat THT-KL Polip Antrokoanal.docx

1. Disfungsi konka (Turbinate Dysfunction).

Semua individu dapat mengalami disfungsi konka dalam suatu waktu

dalam hidupnya. Gejalanya dapat berupa obstruksi total ataupun sumbatan ringan

dan/atau rinorea. Penyebabnya termasuk infeksi saluran nafas bagian atas, rinitis

alergi, dan rinitis vasomotor. Obat-obatan dan hormon juga dapat memicu hal ini.

Sumbatan hidung merupakan suatu gejala umum yang berhubungan dengan

disfungsi konka. Gejalanya dapat ringan, atau dapat berat hingga membutuhkan

dekongestan topikal seperti oxymetazoline atau phenylephrine. Etiologi disfungsi

konka merupakan multifaktorial. Infeksi dan peradangan merupakan penyebab

paling sering. Karena konka memiliki banyak suplai pembuluh darah dan diatur

oleh sistem saraf parasimpatis, semua hal yang mempengaruhi dua hal ini akan

mempengaruhi konka.

2. Chronic hypertropic polypoid rhinosinusitis.

Keadaan ini mempengaruhi epitel saluran nafas bagian atas. Ditandai

dengan adanya instabilitas vasomotor, hipertrofi mukosa polipoid, dan infeksi

superimposed. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya instabilitas vasomotor

pada saluran nafas bagian atas seperti obat-obatan, infeksi, ketidakseimbangan

hormonal, dan faktor psikogenik. Alergi juga sering sebagai faktor penyebab

terutama apabila perubahannya terjadi bilateral. Polip hipertrofi dapat terjadi

unilateral ataupun bilateral.

3. Tumor ganas nasofaring.

Merupakan 1% dari seluruh tumor ganas. Neoplasma ini dapat

menyebabkan terjadinya kesulitan dalam mendiferensial diagnosis. Tumor ini

cenderung menyebabkan kerusakan struktur tulang, sumbatan jalan nafas,

pelebaran jaringan adenoid atau terjadi invasi ke dalam sinus paranasal.

Diperlukan pemeriksaan CT-Scan untuk mengevaluasi perluasan tumor. Tumor

ganas nasofaring yang paling sering terjadi pada ana-anak adalah limfoma,

rabdomiosarkoma, limfoepitelioma, dan neuroblastoma olfaktori. Jenis-jenis ini

biasanya tidak dapat dibedakan dengan menggunakan pemeriksaan radiologis.

Page 15: Tugas Referat THT-KL Polip Antrokoanal.docx

4. Juvenile nasopharyngeal angiofibroma

Merupakan suatu tumor jinak vaskuler yang dapat merusak jaringan sekitar,

paling sering muncul di nasofaring atau posterior rongga hidung. Gejalanya dapat

berupa epistaksis, sumbatan hidung, atau adanya massa di nasofaring.

9. PENATALAKSANAAN

Sangat disayangkan, banyak literatur mengenai pengobatan polip yang

masih tidak begitu efektif. Menurut Mackay jika suatu operasi tidak lebih efektif

dibandingkan dengan pengobatan lainnya, yang paling baik adalah melakukan

yang paling sederhana dengan resiko yang minimal bagi pasien. Hampir seluruh

ahli bedah saat ini mengobati polip secara pembedahan, tetapi banyak polip yang

sensitif terhadap kortikosteroid, dan apabila polip tidak menyebabkan sumbatan

hidung secara total, pengobatan preoperatif menggunakan kortikosteroid sangat

bermanfaat.

a. Pengobatan preoperatif

Proporsi pasien yang sensitif terhadap kortikosteroid masih belum pasti,

pemberian kortikosteroid oral harus dihindari walaupun pengobatan ini lebih baik

daripada pengobatan kosrtikosteroid topikal. Tetes hidung betametason, 2 kali

sehari pada masing-masing sisi diberikan dalam waktui 1 bulan. Posisi saat

meneteskan dalam posisi telentang dengan kepala menengadah. Posisi ini

memungkinkan penetrasi obat lebih mudah ke dalam etmoid. Pilihan lain seperti

triklormetasone atau flumisolid dapat digunakan. Polip dapat hilang secara

sempurna dan pengobatan ini harus diteruskan minimal 3 bulan.

b. Operasi

Terdapat pandangan yang berbeda pada jenis operasi yang dibutuhkan

untuk polip nasi. Polipektomi sederhana merupakan operasi pilihan, polip dapat

diangkat dengan suatu avulsi atau dengan pemotongan atau penggunaaan forceps

seperti Tilley Henckel`s, harus diperhatikan ketika menggunakan forceps jangan

terlalu ke medial ataupun ke lateral, seluruh mukosa polipoid harus diangkat dari

Page 16: Tugas Referat THT-KL Polip Antrokoanal.docx

etmoid. Walaupun etmoidektomi intranasal disarankan oleh beberapa ahli,

polipektomi sederhana masih merupakan prosedur yang komplit dan aman.

Etmoidektomi eksternal dilakukan melalui insisi medial ke dalam kantus interna

(Howarth’s) atau melalui insisi pada kulit di bawah batas intraorbita (Patterson’s).

Seluruh sel dapat diangkat apabila orbita dan seluruh bagian-bagiannya telah

digeser ke lateral dan pembuluh darah etmoidal interior dipisahkan. Harus berhati-

hati dalam membuka ostium sinus frontal secara luas untuk mencegal mukokel

yang merupakan komplikasi lanjut dari pembedahan. Tidak ada penelitian yang

menyatakan bahwa etmoidektomi ekternal dapat mencegah kekambuhan,

walaupun ada beberapa ahli yang mengatakan demikian.

Pembedahan merupakan pilihan terapi dari polip antrokoanal.

Pengangkatan sederhana yang dilakukan pada awalnya dengan menggunakan

nasal snare atau polyp-forceps dapat menghilangkan gejala dan pasien akan

merasa kembali baik dalam beberapa tahun. Namun sering terjadi kekambuhan

yang disebabkan bagian antral dari polip masih tertinggal. Pada kasus seperti ini

dibutuhkan pengangkatan radikal melalui sublabial. Prosedur ini disebut dengan

Caldwell-Luc operation. Antrum maksila dibuka dan polip diangkat dari antrum.

Pada anak-anak prosedur ini tidak dapat dilakukan, karena dapat

menyebabkan deformitas fasio-maksilaris dan kerusakan gigi permanen yang

terletak di antrum maksila. Terapi antihistamin jangka panjang lebih dipilih untuk

mengontrol alergi.

10. PROGNOSIS

Rekurensi polip nasi merupakan suatu masalah yang masih dihadapi oleh

para ahli. Angka rata-rata terjadinya rekurensi sangat bervariasi. Sebuah penelitian

yang dilakukan oleh Drake dkk selama 2 tahun menunjukkan bahwa 5% pasien

memiliki riwayat polipektomi lima kali atau lebih. Sangat sulit untuk mempelajari

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya kekambuhan. Diperkirakan

bahwa pasien yang mengalami polip pada usia yang lebih muda dan memiliki

riwayat keluhan hidung yang lama biasanya lebih besar berkemungkinan

mengalami kekambuhan. Pasien dengan penyakit nasal yang berat sering

membutuhkan operasi yang lebih besar. Namun hal ini tidak menurunkan angka

Page 17: Tugas Referat THT-KL Polip Antrokoanal.docx

kemungkinan terjadinya kekambuhan. Pasien dengan asma akan mengalami

kekambuhan yang lebih sering pada umumnya, dan apabila juga terdapat

hipersensitivitas terhadap aspirin akan lebih bertambah lagi kemungkinannya.

Polip nasi mirip seperti gulma. Sangat sulit untuk dieradikasi secara tuntas.

Oleh sebab itu, tujuan dari manajemennya adalah mengontrol gejala. Apabila

pasien hanya memiliki gejala minimal, terapi pun dapat minimal. Apabila

gejalanya lebih berat, terapinya pun harus lebih luas. Terapi medis maupun bedah

keduanya tidak menjamin polip tidak akan kembali lagi. Namun akan sangat

meningkatkan kualitas hidup individu.

BAB III

1. KESIMPULAN

Polip nasi merupakan salah satu penyakit THT yang memberikan keluhan

sumbatan pada hidung yang menetap dan semakin lama semakin berat dirasakan.

Etiologi polip terbanyak merupakan akibat reaksi hipersensitivitas yaitu pada

proses alergi, sehingga banyak didapatkan bersamaan dengan adanya rinitis alergi.

Page 18: Tugas Referat THT-KL Polip Antrokoanal.docx

Pada anamnesis pasien, didapatkan keluhan obstruksi hidung, anosmia, adanya

riwayat rinitis alergi, keluhan sakit kepala daerah frontal atau sekitar mata dan

adanya sekret hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan masaa yang

lunak, bertangkai, mudah digerakkan, tidak ada nyeri tekan dan tidak mengecil

pada pemberian vasokonstriktor lokal. Penatalaksanaan untuk polip nasi bisa

secara konservatif maupun operatif, yang biasanya dipilih dengan melihat ukuran

polip itu sendiri dan keluhan dari pasien sendiri. Pada pasien dengan riwayat

rinitis alergi, polip nasi mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk rekuren.

Sehingga kemungkinan pasien harus menjalani polipektomi beberapa kali dalam

hidupnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, Efiaty. Iskandar, Nurbaiti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok edisi VI cetakan 1. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta 2007.h

215,247.

2. Adams, George. Boies, Lawrence. Higler, Peter. Buku Ajar Penyakit Telinga

Hidung Tenggorok. W.B. Saunders, Philadelphia 1997.h 123-125.

Page 19: Tugas Referat THT-KL Polip Antrokoanal.docx

3. PL Dhingra. Disease of Ear, Nose & Throat. 5 th Edition. New Delhi. Elsevier.

2010. Pg 241.

4. Soepardi, Efiaty. Hadjat, Fachri. Iskandar, Nurbaiti. Penatalaksanaan dan

Kelainan Telinga Hidung Tenggorok edisi II. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta

2000

5. Kapita Selekta Kedokteran edisi III jilid I hal. 113 – 114. Penerbit Media

Aesculapius FK-UI 2000

6. Diktat Anatomi Hidung FK Usakti hal. 1 – 12

7. Adams, George. Boies, Lawrence. Higler, Peter. Buku Ajar Penyakit Telinga

Hidung Tenggorok. W.B. Saunders, Philadelphia 1989

8. Ballenger, John Jacob. Diseaes of The Nose Throat Ear Head and Neck. Lea

& Febiger 14th edition. Philadelphia 1991