tugas tht

14
1. Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara ke rongga hidung. Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero- superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksila 15-18 tahun Gambar 1. Anatomi Sinus Paranasal

Upload: faza-naufal

Post on 11-Jan-2016

24 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pemeriksaan tht

TRANSCRIPT

Page 1: tugas tht

1. Anatomi Sinus Paranasal

Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus

etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil

pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua

sinus mempunyai muara ke rongga hidung.

Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung

dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan

sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir, sedangkan

sinus frontal berkembang dari dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia

kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan

berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya

mencapai besar maksila 15-18 tahun

Gambar 1. Anatomi Sinus Paranasal

Page 2: tugas tht

Sinus Maksila

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila

bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai

ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.

Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os

maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-

temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung dinding

superiornya adalah dasar orbita dan dinding inferior ialah prosesus alveolaris dan

palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan

bermuara ke hiatus semilunaris melalui infindibulum etmoid.

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah

1.      Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang

atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring

(C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus,

sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.

2.      Sinusitis maksila dapat menyebabkan komplikasi orbita.

3.      Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase

kurang baik, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit.

Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat

radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksila dan

selanjutnya menyebabkan sinusitus.

Sinus Frontal

            Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat

fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid.

Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 thn dan akan mencapai

ukuran maksimal sebelum usia 20 thn.

            Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada

lainnya dan dipisahkan oleh sekret yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15%

Page 3: tugas tht

orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus

frontalnya tidak berkembang.

Ukurannya sinus frontal adalah 2.8 cm tingginya, lebarnya 2.4 cm dan dalamnya 2

cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berleku-lekuk. Tidak adanya

gambaran septumn-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen

menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisakan oleh tulang yang relatif

tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah

menjalar ke daerah ini.

Sinus frontal berdraenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal. Resesus

frontal adalah bagian dari sinus etmoid anteroir.

Sinus Etmoid

            Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-

akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-

sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etomid seperti piramid dengan

dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4

cmn dan lebarnya 0.5 cm di bagian anterior dan 1.5 cm di bagian posterior.

            Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang

tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara

konka media dan dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi antara 4-17

sel (rata-rata 9 sel). Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid

anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara

di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak,

letaknya di bawah perlekatan konka media, sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior

biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di postero-superior dari

perlekatan konka media.

Di bagian terdepan sinus etmoid enterior ada bagian yang sempit, disebut resesus

frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula

etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut

infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau

peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan

Page 4: tugas tht

di infundibulum dapat menyebabkan sisnusitis maksila.

Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa.

Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus

etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatsan

dengan sinus sfenoid.

Sinus Sfenoid

Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus

sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalag 2

cmn tingginya, dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-

7.5 ml. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nerbus di bagian lateral os

sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai

indentasi pada dinding sinus etmoid.

Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar

hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus

kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah

posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.

2. Pemeriksaan Rinoskopi Anterior

Rinoskopi Anterior adalah pemeriksaan rongga hidung dari depan dengan

memakai spekulum hidung. Tangan kiri memegang speculum dengan ibu jari (di

atas/depan) dan jari telunjuk (dibawah/belakang) pada engsel speculum. Jari tengah

diletakan dekat hidung, sebelah kanan untuk fiksasi. Jari manis dan kelingking

membuka dan menutup spekulum. Speculum dimasukkan tertutup ke dalam

vestibulum nasi setelah masuk baru dibuka. Tangan kanan bebas : dapat membantu

memegang alat-alat pinset dan kait dsb, menahan kepala dari belakang/tengkuk atau

mengatur sikap kepala. Melebarkan nares anterior dengan meregangkan ala nasi.

Melihat jelas dengan menyisihkan rambut hidung. Hal-hal yang harus diperhatikan

pada rinoskopi anterior :

Page 5: tugas tht

Mukosa.

Dalam keadaaan normal berwarna merah muda, pada radang berwarna merah,

pada alergi pucat atau kebiruan (livid)

Septum.

Normalnya terletak ditengah dan lurus, perhatikan apakah terdapat deviasi,

krista, spina, perforasi, hematoma, abses, dll.

Konka.

Perhatikan apakah konka normal (eutrofi), hipertrofi, hipotrofi atau atrofi

Kompleks Ostio-Meatal

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, terdapat

muara-muara saluran dari sinus maksilla, sinus frontal dan sinus etmoid anterior.

Daerah ini rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks osteomeatal (KOM). Pada

potongan koronal sinus paranasalis, gambaran kompleks ostiomeatal terlihat sebagai

suatu rongga di antara chonka nasi media dan lamina papyracea. Isi dari KOM adalah

processus uncinatus, infundibulum, sel agger nasi, recessus frontal, dan bulla ethmoid.

Serambi depan dari sinus maksila dibentuk oleh infundibulum karena sekret yang

keluar dari ostium sinus maxillaris akan dialirkan ke celah sempit infundibulum

sebelum masuk ke rongga hidung. Sedangkan pada sinus frontalis sekret akan keluar

melaui celah sempit recessus frontal yang disebut serambi dari sinus frontalis. Dari

recessus frontal drainase sekret dapat langsung menuju ke infundibulum ethmoid atau

ke dalam celah di antara processus uncinatus dan konka nasi media.

Gambar 2. Kompleks Ostio-Meatal

Page 6: tugas tht

3. Pemeriksaan Rinoskopi Posterior

Dilakukan seperti pada pemeriksaan nasofaring dan biasanya sekaligus

bersama-sama pemeriksaannya. Pemeriksaan in lebih sulit dan memerlukan

ketrampilan, ketenangan pasien dan kerjasama pasien.

Menggunakan kaca reflektor dan lampu kepala. Dengan menggunakan spatel,

lidah ditekan kebawah. Pada saat memasukkan kaca reflektor, penderita diminta

bernafas dari mulut, tetapi setelah kaca masuk penderita diminta bernafas dari hidung.

Yang perlu diperhatikan adalah :

1. Koana

2. Septum nasi

3. Konka nasalis media dan superior

4. Sekret atau postnasal drip

5. Masa tumor

6. Fossa Rossenmuller

7. Muara tuba eustachi dan

8. Pada anak kecil perhatikan keadaan adenoid

Gambar 3. Pemeriksaan Rinoskopi Posterior

4. Tampon Posterior

Perdarahan posterior lebih sukar diatasi karena perdarahan biasanya hebat dan

sukar melihat bagian posterior dari kavum nasi. Dilakukan pemasangan tampon

posterior (tampon Bellocq), yaitu tampon yang mempunyai 3 utas benang, 1 utas di

tiap ujung dan 1 utas di tengah. Tampon harus dapat menutup koana (nares posterior).

Page 7: tugas tht

Tampon dibuat dari kasa padat berbentuk bulat atau kubus dengan diameter sekitar 3

cm.

Untuk memasang tampon Bellocq, kateter karet dimasukkan melalui salah satu

nares anterior sampai tampak di orofaring dan ditarik keluar melalui mulut. Ujung

kateter diikat pada salah satu benang yang ada pada salah satu ujung tampon

kemudian kateter ditarik melalui hidung sampai benang keluar dari nares anterior.

Dengan cara yang sama benang yang lain dikeluarkan melalui lubang hidung

sebelahnya. Benang yang keluar kemudian ditarik dan dengan bantuan jari telunjuk

tampon tersebut didorong ke arah nasofaring. Agar tidak bergerak, kedua benang

yang keluar dari nares anterior diikat pada sebuah gulungan kasa di depan lubang

hidung. Ujung benang yang keluar dari mulut, dilekatkan pada pipi. Benang tersebut

berguna bila hendak mengeluarkan tampon. Jika dianggap perlu, dapat pula dipasang

tampon anterior.

Gambar 4. Tampon Posterior

Pasien dengan tampon posterior harus dirawat dan tampon dikeluarkan dalam

waktu 2-3 hari setelah pemasangan. Dapat diberikan analgesik atau sedatif yang tidak

menyebabkan depresi pernapasan. Bila cara diatas dilakukan dengan baik maka

Page 8: tugas tht

sebagian besar epistaksis dapat ditanggulangi.

Sebagai pengganti tampon posterior, dapat pula dipakai kateter Foley dengan

balon.Selain itu dapat pula dipakai obat-obatan hemostatik seperti vitamik K atau

karbazokrom.

Epistaksi akibat fraktur nasi atau septum nasi biasanya berlangsung singkat

dan berhenti secara spontan. Kadang-kadang timbul kembali beberapa jam atau

beberapa hari kemudian setelah edema berkurang. Sebaiknya pasien dirujuk untuk

menjalani perawatan fraktur nasi dan ligasi bila diperlukan

Dekongestan bekerja dengan melakukan penyempitan pembuluh darah kapiler.

Misalnya pada kondisi influenza, terjadi pelebaran pada pembuluh darah kecil

(kapiler) pada daerah hidung sehingga dapat mengakibatkan sumbatan. Dengan

adanya penyempitan dari pembuluh darah kapiler (kerja dekongestan), maka hidung

dapat menjadi lega kembali.

5. Nasal Dekongestan

Dekongestan Topikal digunakan untuk rinitis akut yang merupakan radang

selaput lendir hidung. Bentuk sediaan dekongestan topikal berupa balsam, inhaler,

tetes hidung atau semprot hidung. Dekongestan topikal (semprot hidung) yang biasa

digunakan yaitu oxymetazolin, xylometazolin, tetrahydrozolin, nafazolin yang

merupakan derivat imidazolin karena efeknya dapat menyebabkan depresi SSP bila

banyak terabsorbsi terutama pada bayi dan anak-anak, maka sediaan ini tidak boleh

untuk bayi dan anak-anak. Penggunaan dekongestan topikal dilakukan pada pagi dan

menjelang tidur malam, dan tidak boleh lebih dari 2 kali dalam 24 jam.

 

Efedrin

Efedrin adalah alkaloid yang dikenal sebagai obat simpatomimetik aktif pertama

secara oral. Efedrin sebagai obat adrenergik dapat bekerja ganda dengan cara

melepaskan simpanan norepinefrin dari ujung saraf dan mampu bekerja memacu

secara langsung di reseptor α dan β.

Pada sistem kardiovaskuler, efedrin meninggikan tekanan darah baik sistolik maupun

diastolik melalui vasokonstriksi dan terpacunya jantung. Efedrin berefek

Page 9: tugas tht

bronkodilatasi tetapi lebih lemah dan lebih lambat dibandingkan epinefrin atau

isoproteronol. Efedrin memacu ringan SSP sehingga menjadi sigap, mengurangi

kelelahan, tidak memberi efek tidur dan dapat digunakan sebagai midriatik.

Efedrin digunakan sebagai dekongestan hidung, bekerja sebagai vasokonstriktor lokal

bila diberikan secara topikal pada permukaan mukosa hidung, karena itu bermanfaat

dalam pengobatan kongesti hidung pada Hay fever, rinitis alergi, influenza dan

kelainan saluran napas atas lainnya.

Dosis : pada asma, oral 3—4 dd 25-50 mg (HCl), anan-anak 2-3 mg/kg sehari dalam

4-6 dosis. Nama Paten : Asmasolon

 

Pseudoefedrin

Isomer dekstro dari efedrin dengan mekanisme kerja yang sama, namun daya

bronkodilatasinya lebih lemah, tetapi efek sampingnya terhadap SSP dan jantung

lebih ringan. Obat ini banyak digunakan dalam sediaan kombinasi untuk flu.

Dosis : oral 3-4 dd 60 mg (HCl, sulfat)

Nama Paten : Sinutab, Sudafed, Polaramin

 

Fenilpropanolamin

Derivat tanpa gugus C-H pada atom N dengan khasiat yang menyerupai efedrin.

Kerjanya lebih panjang, efek sentral dan efek jantungnya labih ringan. Namun,

berdasarkan Food and Drug Administration Amerika (FDA) menganjurkan untuk

tidak menggunakan tiap produk yang mengandung fenilpropanolamin.

Dosis : oral 3-4 dd 15-25 mg.

Nama Paten : Triaminic, Sinutab, Rhinotusal

Oxymetazolin

Derivate imidazolin ini bekerja langsung terhadap reseptor alfa tanpa efek reseptor

beta. Setelah diteteskan di hidung, dalam waktu 5-10 menit terjadi vasokonstriksi

mukosa yang bengkak dan kemampatan hilang. Efeknya bertahan hingga 5 jam.

Efeksampingnya dapat berupa rasa terbakar dan teriritasi pada selaput lender hidung

dengan menimbulkan bersin.

Dosis : anak-anak di atas 12 tahun dan dewasa 1-3 dd 2-3 tetes larutan 0,05% (HCl) di

setiap lubang hidung; anak-anak 2-10 tahun larutan 0,025% (HCl)

Nama Paten : Afrin, Iliadin, Nasivin

Page 10: tugas tht

 

Xylometazolin

Adalah derivate dengan daya kerja dan penggunaan yang sama.

Dosis : nasal 1-3 dd 2-3 tetes larutan 0,1% (HCl), maksimum 6 kali sehari. Anak-anak

2-6 tahun larutan 0,05%.

Nama Paten : Otrivin