tugas terstruktur farmakologi molekuler.docx
TRANSCRIPT
-
8/10/2019 TUGAS TERSTRUKTUR FARMAKOLOGI MOLEKULER.docx
1/15
-
8/10/2019 TUGAS TERSTRUKTUR FARMAKOLOGI MOLEKULER.docx
2/15
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas terstruktur Mata Kuliah Farmakologi
Molekuler dengan harapan semoga makalah ini dapat membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini agar kedepannya menjadi lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Purwokerto, Oktober 2014
Tim penyusun.
-
8/10/2019 TUGAS TERSTRUKTUR FARMAKOLOGI MOLEKULER.docx
3/15
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar BelakangUntuk mendapatkan relaksasi otot dan mengurangi gerak refleks pada operasi besar,
dibutuhkan anestesia dalam dosis besar. Hal ini sering kali menyebabkan kematian di meja
operasi. Namun sebaliknya, anestesia yang terlalu ringan juga berbahaya terutama untuk
dokter bedahnya. Oleh karena itu neuromuskular blocking agent secara klinis digunakan
sebagai obat tambahan pada pembiusan dimana digunakan alat bantu pernafasan, obat ibi
juga tidak digunakan untuk suatu intervensi (terapi). (Thomas, 1994)
Awal mula ditemukannya obat pelumpuh otot berasal dari senyawa kimia yangterdapat pada racun panah yang dipakai oleh suku indian di Amerika Selatan.
Gambar 1 . Anak panah yang digunakan suku indian mengandung curare.
Dan setelah diteliti oleh Claude Bernard pada tahun 1857, kandungan senyawa didalam
busur panah tersebut adalah :
1. d-Tubokurarin
2. Galamin
3. Suksinilkolin
4. Pankuronium
-
8/10/2019 TUGAS TERSTRUKTUR FARMAKOLOGI MOLEKULER.docx
4/15
Golongan 1 mengandung senyawa dengan molekul-molekkul besar , seperti d-tubokurarin,
metokurin, toksiferin, -eritroidin, galamin, alkuronium, pankuronium, vekuronium,
atrakurium, dan fazadinium. Golongan 2 mengandung senyawa suksinilikolin dan
dekametonium yang bentuk molekulnya ramping.
Meskipun pertama kali diperkenalkan pada tahun 1912 oleh Lwen d iGermany, ekstrak
murni curare pertama dipakai untuk anesthesia pada1941 olehH.R Griffith of McGill untuk
mengurangi nyeri dan memblok gerakan refleks otot.
I.2 Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas pada makalah ini, yaitu :
1. Apa saja jenis obat pada golongan antagonis reseptor asetilkolin nikotinik?
2. Bagaimana mekanisme kerja obat pada golongan antagonis reseptor asetilkolin
nikotinik?
3. Apa saja karakteristik obat pada golongan antagonis reseptor asetilkolin nikotinik?
I.3 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui apa saja jenis obat pada golongan antagonis reseptor asetilkolin
nikotinik
2. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme kerja dari obat pada golongan antagonis
reseptor asetilkolin nikotinik
3. Untuk mengetahui apa saja karakteristik obat pada golongan antagonis reseptor
asetilkolin nikotinik
-
8/10/2019 TUGAS TERSTRUKTUR FARMAKOLOGI MOLEKULER.docx
5/15
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 reseptor Asetilkolin Nikotinik
Reseptor ini ditemukan di otot skeletal, ganglion sistem saraf simpatik dan parasimpatik,
neuron sistem saraf pusat, dan sel non neural. Reseptor ini berperan dalam penyaluran
sinyal listrik dari suatu motor neuron ke serat saraf otot. Asetilkolin yang dilepaskan oleh
neuron motorik berdifusi ke membran plasma sel miosit dan terkait pada reseptor asetilkolin.
Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan konformasi reseptor dan akan menyebabkan
kanal ion membuka. Pergerakan muatan positif akan mendepolarisasi membran plasma
yang menyebabkan kontraksi. Pembukaan kanal hanya berlangsung sebentar meskipunasetilkolin masih menempel pada reseptor (periode desensitisasi). Reseptor nikotinik
asetilkolin yang matang terdiri atas 2 , , , dan . Berbeda dari yang ada di otot, struktur
reseptor nikotinik asetilkolin di neuron hanya terdiri atas subunit & ( 3 2). (MJ.Neal,2006)
Asetilkolin yang disintesis dari kolin dan asetil ko-A, dibantu oleh
enzim asetilkolintransferase. Berperan antara lain dalam regulasi belajar (learning), memori,
kontrol gerakan, dan mood (perasaan). Contoh penyakitnya ialah alzheimer (pikun)
disebabkan karena degenerasi sistim kolinergik, myasthenia gravis.Asetilkolin (Ach) yang
dihasilkan ini nanti akan berinteraksi dengan dua reseptor, yaitu nikotinik dan muskarinik.Yang berkaitan dengan kanal ion adalah respetor nikotinik (terkait dengan kanal Na pada
membran sel). Disebut reseptor asetilkolin nikotinik karena selain memiliki daya afinitas
untuk berikatan dengan asetilkolin reseptor ini juga memiliki afinitas terhadap nikotin tetapi
afinitas lemah terhadap muskarin. (MJ.Neal,2006)
Reseptor ini terdiri dari 5 subunit (yaitu subunit A1, @1, B atau C, dan D), yang
melintasi membran, membentuk kanal polar (gambar 4a). Masing-masing sub unit terdiri dari
4 segmen transmembran, segmen ke-2 (M2) membentuk kanal ion (gambar 4b). Domain N-
terminal ekstraseluler masing-masing sub unit mengandung 2 residu sistein yang dipisahkanoleh 13 asam amino membentuk ikatan disulfida yang membentuk loop, merupakan binding
site untuk agonis (gambar 4c) :
-
8/10/2019 TUGAS TERSTRUKTUR FARMAKOLOGI MOLEKULER.docx
6/15
-
8/10/2019 TUGAS TERSTRUKTUR FARMAKOLOGI MOLEKULER.docx
7/15
II.2 Obat Antagonis Reseptor Asetilkolin Nikotinik
Reseptor nikotinik yang menjadi target aksi obat adalah reseptor nikotinik yang
berada pada ganglia otonom dan di neuromuskular junction. Berikut akan dijelaskan
mekanisme dari golongan obat tersebut:
a. Obat Antagonis Reseptor Asetilkolin Nikotinik pada ganglia Otonom
Trimetafan dan Heksametonium adalah contoh dari obat golongan ini, obat ini
adalah penyekat reseptor asetilkolin nikotinik ganglionik yang bekerja secara
cepat dan kompetitif terhadap Asetilkolin. Obat ini juga di sebut sebagai obat
pelemas otot sentral kareja bekerja pada ganglia otonom. (Joyce, 1996)
Namun obat ini sudah tidak banyak dipakai karena blokade pada nAchR ganglion
akan menghambat pula aksi simpatik maupun parasimpatik sehingga
memberikan efek samping yang luas. (Joyce, 1996)
Mekanisme dari heksametonium dan trimetafan adalah dengan berikatan pada
reseptor kanal ion asetilkolin nikotinik yang terletak pada ganglia otonom, secara
aktif dan kompetitif terhadap asetilkolin yang mengakibatkan impuls tidak dapat
diteruskan menuju syaraf otonom hal inilah yang mengakibatkan tidak terjadinya
kontraksi otot. (Joyce, 1996)
Gambar 4. Mekanisme obat pelemas otot pada ganglia otonom
Obat Trimetafan,Heksametonium
-
8/10/2019 TUGAS TERSTRUKTUR FARMAKOLOGI MOLEKULER.docx
8/15
b. Obat Antagonis Reseptor Asetilkolin Nikotinik pada Neuromuskular Junction
Obat yang beraksi menghambat reseptor Asetilkolin Nikotinik adalah Golongan
Penyekat neuromuskular (neuromuscular blocker) yang disebut juga
Antikolinergik . Obat golongan ini banyak digunakan pada pelaksanaan operasi
/pembedahan atau pada kondisi dimana kontraksi otot harus dihindari. Obat ini
diklasifikasikan lagi menjadi dua golongan, yaitu : Non-depolarizing blocking
agent dan Depolarizing blocking agent. (Anonim, 2009)
Non-Depolarizing blocking agent
Non-Depolarizing blocking agent merupakan suatu antagonis yang
bekerja dengan cara berkompetisi dengan ACh untuk berikatan dengan
reseptor yang berada di sel otot sehingga menyebabkan aksi ACh
menjadi terhambat dan terjadi relaksasi otot. Contohnya adalah
tubokurarin. Tubokurarin awalnya digunakan oleh orang pedalaman
Amerika selatan untuk racun anak panah untuk berburu. Tubokurarin
bersifat kurang selektif karena juga mengikat reseptor ACh nikotinik di
ganglion sehingga menyebabkan efek samping tidak terkontrolnya
tekanan darah. Sedangkan obat lain seperti pankuronium, vekuronium,
rokuronium, atrakurium dan mivakurium bekerja selektif dengan hanya
mengikat reseptor Ach di neuromuskular junction saja. (Zullies, 2006)
Gambar 5 . Mekanisme Non-depolarizing Agent
Depolarizing blocking agent
Depolarizing blocking agent merupakan agonis partial reseptor AChnikotinik. Contohnya adalah suksametonium atau suksinilkolin. Jika obat
-
8/10/2019 TUGAS TERSTRUKTUR FARMAKOLOGI MOLEKULER.docx
9/15
ini berikatan pada reseptor ACh nikotinik, kanal ion Na+ terbuka yang
menyebabkan depolarisasi. Untuk menghasilkan potensi aksi, kanal ion
harus diaktivasi dan kemudian diinaktivasi. Kanal ion yang terinaktivasi
harus repolarisasi untuk kembali ke kondisi istirahat dan kemudian dapat
diaktivasi lagi. Ikatan suksinilkolin dengan reseptor nikotinik
menyebabkan perpanjangan lama depolarisasi sehingga justru akan
menghambat penghantaran potensil aksi lebih lanjut. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya relaksasi otot. (Anonim, 2009)
Gambar 6 . Mekanisme depolarizing Agent
II.3 Pengenalan Nama Obat Pelemas Otot
1. Heksametonium
Nama generik : heksametonium
Nama dagang : Sulfaris 180
Produsen : Biowet, Brazil.
-
8/10/2019 TUGAS TERSTRUKTUR FARMAKOLOGI MOLEKULER.docx
10/15
2. Trimetafan
Nama generik: Trimetafan
Nama dagang : Nimbex
Produsen : Gsk
3. Suksametonium
Nama generik: Suksametonium
Nama dagang: -
Nama Kimia : 2,2 Succinyldioxybis (ethyltrimethylammonium) dikloride dihydrate
4. Suksinilkolin
Nama generik: Suksinilkolin
Nama dagang: Fordesia
Produsen: Kalbe
5. Pankuronium
Nama generik : Pancuronium
Nama dagang : -
Nama kima : 1,1(3alfa,17
Diacetoxy5aandrostan -2,16
Xylene) bis (1 -methylpiperidium ) di bromida
-
8/10/2019 TUGAS TERSTRUKTUR FARMAKOLOGI MOLEKULER.docx
11/15
6. Vekuronium
Nama generik: Vekuronium
Nama dagang : -
Nama Kimia : 1-3(3alfa,17-Diacetoxy-2piperidino-5aandrostan-16-yl)-1-methyl
piperidium
Sumber: http://www. Informasi obat.com
II.4 Efek Samping Obat Pelemas Otot
1. Heksametonium
Efek samping yang terjadi berkaitan dengan hambatan ganglion yaitu penghambatan
simpatik dan parasimpatik yang dapat mengakibatkan ileus paralitik dan paralisis
kandung kemih,mulut kering penglihatan kabur dan hipotensi ortostatik,pembebasan
histamin dari sel mast sehingga dapat menimbulakan alergi
2. Trimetafan
Efek samping yang terjadi berkaitan dengan hambatan ganglion yaitu penghambatan
simpatik dan parasimpatik yang dapat mengakibatkan ileus paralitik dan paralisis
kandung kemih,mulut kering penglihatan kabur dan hipotensi ortostatik,pembebasan
histamin dari sel mast sehingga dapat menimbulakan alergi.
3. Suksametonium
Aksi penghambat neuromuskular dari suksametonium diakhiri oleh enzim
pseudokolinesterase yang terjadi pada pasien dengan aktivitas enzim yang rendah.
Suksametonium dapat menyebabkan kerusakan otot.
4. Suksinilkolin
Obat ini tidak dapat diberikan kepada penderita dengan kelemahan otot,
karena dapat memperburuk keadaan tersebut.
http://www/http://www/http://www/ -
8/10/2019 TUGAS TERSTRUKTUR FARMAKOLOGI MOLEKULER.docx
12/15
Efek samping yang paling sering terjadi berupa kelemahan otot, mengantuk,
pusing, malaise dan diare.
Reaksi hipersensitivitas berupa kerusakan hati daan dapat berakibat fatal,
resiko terjadinya reaksi ini paling tinggi pada wanita diatas 35 tahun.
5. Pankuronium
Efek samping yang sering terjadi pada pemakaian obat ini seperti : Bradikardia,
Bronkospasme, Hipotensi, dan gagal jantung, Takhikardia dan tekanan darah
menjadi tinggi;Pemberian pancuronium pada pasien perlu diperhatikan karena dapat
menaikkan konsentrasi katekolamine atau efek simpatomimetika.
6. Vekuronium
Bradikardia, kolaps sirkulasi, edema, kemerah-merahan, reaksi hipersensitif,
hipotensi, gatal-gatal, rash, takikardia, quadriplegik akut, sindrom miopati, myositis
(pada penggunaan jangka panjang)
(Mark, 2006)
II.5 Interaksi Obat
1. Heksametonium
Efek obat meningkat dengan adanya aminoglikosida, beta bloker, klindamisin,
calcium channel bloker, anestesi halogen, imipenem, ketamin, lidokain, diuretik loop
(furosemid), makrolida, magnesium sulfat, ;prokainamida, kuinidin, kuinolon,
tetrasiklin dan vankomisin.
2. Trimetafan
Efek obat meningkat dengan adanya aminoglikosida, beta bloker, klindamisin,
calcium channel bloker, anestesi halogen, imipenem, ketamin, lidokain, diuretik loop
(furosemid), makrolida, magnesium sulfat, ;prokainamida, kuinidin, kuinolon,
tetrasiklin dan vankomisin.
3. SuksametoniumBerinteraksi dengan karbamazepin dan fenitoin (efek relaksan otot non depolarisasi
dilawan oleh obat tersebut diatas). Lidokain, prokainamid, kuinidin dan verapamil
dapat meningkatkan hambatan yang dihasilkan oleh suksametonium. ;Calcium
channel bloker seperti diltiazem, nikardipin dan verapamil akan meningkatkan efek
kompetitif suksametonium.
4. Suksinilkolin
Berinteraksi dengan karbamazepin dan fenitoin (efek relaksan otot non depolarisasi
dilawan oleh obat tersebut diatas). Lidokain, prokainamid, kuinidin dan verapamildapat meningkatkan hambatan yang dihasilkan oleh suksametonium. ;Calcium
-
8/10/2019 TUGAS TERSTRUKTUR FARMAKOLOGI MOLEKULER.docx
13/15
channel bloker seperti diltiazem, nikardipin dan verapamil akan meningkatkan efek
kompetitif suksinilkolin.
5. Pankuronium
Efek samping yang sering terjadi pada pemakaian obat ini seperti : Bradikardia,
Bronkospasme, Hipotensi, dan gagal jantung, Takhikardia dan tekanan darah
menjadi tinggi;Pemberian pancuronium pada pasien perlu diperhatikan karena dapat
menaikkan konsentrasi katekolamine atau efek simpatomimetika.
6. Vekuronium
Efek samping yang sering terjadi pada pemakaian obat ini seperti : Bradikardia,
Bronkospasme, Hipotensi, dan gagal jantung, Takhikardia dan tekanan darah
menjadi tinggi;Pemberian pancuronium pada pasien perlu diperhatikan karena dapat
menaikkan konsentrasi katekolamine atau efek simpatomimetika.
(Judith, 2005)
II.6 Farmakokinetik dan waktu paruh
Absorbsi oral lebih dari 70%, kadar puncak dicapai setelah 1 4 jam. Metabolit
utamanya, 5 hidroksi dantrolen, aktif tetapi lebih lemah dibanding dantrolen sendiri. Waktu
paruh dantrolen, 6 9 jam, sedangkan waktu paruh 5 hidroksi dantrolen 15,5 jam
kadarnya meningkat dengan meningkatnya dosis sampai 200mg sehari, tetapi tidak dengan
dosis 400mg sehari. Dantrolen tersedia dalam bentuk kapsul 25,50 dan 100mg, dan bubuk
steril 20mg untuk dilarutkan menjadi 70ml larutan IV yang mengandung 0,32 dantrolen/ml.
(Judith, 2006)
-
8/10/2019 TUGAS TERSTRUKTUR FARMAKOLOGI MOLEKULER.docx
14/15
Bab III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Obat golongan antagonis reseptor asetilkolin nikotinik bekerja dengan menempati reseptor
asetilkolin nikotinik yang tempat sasarannya pada ganglia otonom (heksametonium,
trimetafan) dan neuromuskular junction. Pada neuromuskular junction obat golongan ini
terbagi menjadi dua bagian yaitu depolarizing agent yang bekerja dengan cara menempati
reseptor asetilkolin nikotinik dan memperpanjang depolarisasi karena repolarisasi tidak
terjadi sehingga potensial aksi terhambat (suksametonium dan suksinilkolin) dan non-
depolarizing agent yang bekerja dengan menempati reseptor asetilkolin dan menghalangi
asetilkolin untuk terikat pada reseptor sehingga tidak terjadi depolarisasi (tubokuranium,
pankuronium dll).
III.2 Saran
Obat golongan antagonis reseptor asetilkolin nikotinik digunakan sebagai obat pelemas otot
(relaksan otot) yang dipakai sebagai obat tambahan dalam anastesi karena anastesi dengan
dosis yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kematian sedangkan dengan dosis yang terlalu
rendah dapat mengakibatkan pasien melawan dan membahayakan dokter atau perawat
yang menanganinya, sehingga di butuhkan obat pelemas otot pada saat proses operasi
bedah.
Obat pelemas otot yang disarankan untuk dipakai adalah obat golongan non-depolarizing
agent yang spesifik bekerja pada neuromuskular junction (pankuronium, vekuronium, dll)
karena pertimbangan efek samping dan durasi serta onset obat.
-
8/10/2019 TUGAS TERSTRUKTUR FARMAKOLOGI MOLEKULER.docx
15/15
Daftar Pustaka
Anonim, 2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi III . Jakarta: EGC
Boulton, Thomas B dan Collin E Bloggy. 1994. Anastesiologi . Jakarta: EGC
Grabber, Mark A, dkk. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga Edisi III . Jakarta: EGC
Ikawati, Zullies. 2006. Buku Pengantar Farmakologi Molekuler . Yogyakarta: UGM Press
Kee, Joyce L dan Evellyn R Hayes. 1996 . Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan .
Jakarta: EGC
Neal, Michael J. 2006. At A Gleanc Farmacology Medis . Jakarta: Erlangga Medikal Medik
Stringer, Janet L. 2006 . Konsep Farmakologi Dasar Edisi III . Jakarta: EGC