tugas terstruktur mikro

35
TUGAS TERSTRUKTUR MIKROBIOLOGI PERTANIAN “MIKORIZA” Disusun Oleh : Catur Setiyo Edi A1L010244 Rashidah Noor Amalia A1L010245 Romy Ramdani A1L010249 Dhanna Purnamagna Pra’aftha A1L010251 Silky Nurhandayani A1L010254 Dimas Prabowo A1L010255 Yoga Aditia A1L010259 Rohmat Junaidi A1L010268 Pervitara Arum Dewi A1L011133 Rosalina Fauziyah A1L011134 Sasmita Dwi K. W A1L011135 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Upload: yoga-adhitya

Post on 29-Nov-2015

114 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

TUGAS TERSTRUKTURMIKROBIOLOGI PERTANIAN

“MIKORIZA”

Disusun Oleh :

Catur Setiyo Edi A1L010244Rashidah Noor Amalia A1L010245Romy Ramdani A1L010249Dhanna Purnamagna Pra’aftha A1L010251Silky Nurhandayani A1L010254Dimas Prabowo A1L010255Yoga Aditia A1L010259Rohmat Junaidi A1L010268Pervitara Arum Dewi A1L011133Rosalina Fauziyah A1L011134Sasmita Dwi K. W A1L011135

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIANAGROTEKNOLOGI

PURWOKERTO2013

I. PENDAHULUAN

Mikoriza adalah mikroorganisme tanah yang berasosiasi dengan akar

tanaman. Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) merupakan salah satu jenis mikoriza

yang bersifat obligat dan paling banyak berasosiasi dengan tanaman inang. FMA

menerima hasil fotosintesis tanaman, yaitu karbon sebesar 15-25% dan paling

banyak menyediakan nitrogen dan posfor untuk tanaman inang (Springer dan

Heidelberg 2008).

Keberadaan FMA sangat penting dalam kaitannya dengan kesuburan tanah

dari suatu ekosistem, terutama dalam ekosistem hutan. Beberapa penelitian

menunjukkan adanya keterkaitan antara keberadaan mikoriza di suatu tempat

dengan kondisi lahan dan pertumbuhan suatu jenis pohon (Giri et al. 2004,

Rydlova dan Vosatka 2001, Wang et al. 2005, Nandakwang et al. 2008, Osorio

dan Habte 2001). Sebagai organisme yang bersifat simbiotik, keberadaan inang

sangat menguntungkan bagi mikoriza dan keberadaan mikoriza sangat

menguntungkan bagi inang.

Keberadaan mikoriza sangat bergantung pada vegetasi yang ada

disekitarnya. Potensi dari simbiosis FMA dengan tumbuhan sangat penting untuk

dimanfaatkan bagi kepentingan budidaya tumbuhan tersebut terutama pada lahan

marginal. Hal tersebut mengingat besarnya manfaat FMA bagi tanaman

diantaranya: meningkatkan penyerapan unsur hara untuk meningkatkan

pertumbuhan tanaman (Jia et al. 2004), meningkatkan ketahanan tanamanterhadap

serangan patogen akar (Sikes 2009), mengurangi logam berat di areal bekas

tambang (Turnau 2008), dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap

kekeringan (Quilambo 2005).

II. ISI

Cendawan mikoriza meprupakan cendawan obligat, dimana kelangsungan

hidupnya berasosiasi akar tanaman dengan sporanya. Spora berkecambah dengan

membentuk apressoria sebagai alat infeksi, dimana infeksinya biasa terjadi pada

zone elongation. Proses ini dipengaruhi oleh anatomi akar dan umur tanaman

yang terinfeksi. Hifa yang terbentuk pada akar yaitu interseluler dan intraseluler

dan terbatas pada lapisan korteks, dan tidak sampai pada stele. Hifa yang

berkembang diluar jaringan akar, maka berperan terhadap penyerapan unsur hara

tertentu dan air.

Mosse, (1981) melaporkan bahwa cendawan mikoriza mempunyai sifat

dapat berkolonisasi dan berkembang secara simbiose mutualistik dengan akar

tanaman, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, serta membantu

menekan perkembangan beberapa patogen tanah.

Menurut Brundrett (2004), mikoriza adalah asosiasi simbiotik yang

esensial untuk satu atau kedua mitra, antara cendawan (khususnya yang hidup

dalam tanah dan tanaman) dengan akar (atau organ lain yang bersentuhan dengan

substrat) dari tanaman hidup, terutama berperan untuk memindahkan hara.

Mikoriza adalah kelompok jamur tanah yang hidupnya lebih memilih untuk

bekerjasama dengan akar tanaman atau pohon, agar jamur ini mendapat pasokan

gula cair dari tanaman, dan sebaliknya jamur ini menukarkannya dalam bentuk air

dan unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman (Turjaman, 2004).

Asosiasi mikoriza vesikular arbuskular (MVA), yang juga disebut dengan

mikoriza arbuskular (MA) atau mikoriza glomeromikota, merupakan asosiasi akar

dengan cendawan yang paling umum dijumpai dan penyebarannya paling luas.

Asosiasi ektomikoriza (EKM) juga tidak kalah pentingnya sekalipun hanya

dijumpai pada beberapa famili tanaman tertentu. Tipe mikoriza lainnya hanya

dijumpai pada Orchidaceae atau Ericales, sedangkan beberapa family

angiospermeae tidak memiliki akar bermikoriza (NM) sama sekali (Brundrett,

2004).

Turjaman (2004) juga menyebutkan kalau jamur endomikoriza

mempunyai relasi yang sangat luas pada tanaman pertanian, perkebunan dan

kehutanan, dan diperkirakan lebih dari 93% berteman dengan akar tanaman

tingkat tinggi. Sedangkan sisanya sekitar 7 % adalah jamur ektomikoriza yang

lebih memilih untuk hidup berdampingan dengan tanaman hutan dari jenis-jenis

meranti, pinus, eukaliptus dan tangkil. Pada kelompok jamur endomikoriza, hanya

dapat dibiakkan pada tanaman hidup, seperti sorgum, jagung dan Prueraria

selama empat bulan di rumah kaca. Media tumbuh yang biasa digunakan sebagai

pembawanya adalah zeolite dan tanah liat. Mikoriza dapat dicampur langsung ke

dalam media tanam, dalam waktu satu hari dapat menularkan ratusan ribu bibit

tanaman hutan di persemaian.

Pertumbuhan Mikoriza sangat dipengaruhi oleh factor lingkungan seperti:

1. Suhu

Suhu yang relative tinggi akan meningkatkan aktifitas cendawan. Proses

perkecambahan pembentukkan MVA melalui tiga tahap yaitu perkecambahan

spora ditanah, penetrasi hifa kedalam selakar dan perkembangan hifadidalam

konteksakar.

2. Kadar air tanah

Untuk tanaman yang tumbuh didaerah kering, adanya MVA

menguntungkan karena dapat meningkatkan kemampuan tanaman untuk tumbuh

dan bertahan pada kondisiyang kurang air.

3. pH tanah

Perubahan pH tanah melalui pengapuran biasanya berdampak merugikan

bagi perkembangan MVA asli yang hidup pada tanah tersebut sehingga

pembentukan mikoriza menurun. Untuk itu tindakan pengapuran dibarengi

tindakan inokulasi dengan cendawan MVA yang cocok agar pembentukan

mikoriza terjamin.

4. Bahan organik

Bahan organic merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang

penting disamping air danau darat. Jumlah spora MVA berhubungan erat dengan

kandungan bahan organic didalam tanah.

5. Cahaya dan ketersediaan hara

Intensitas cahaya yang tinggi kekahatan sedang nitrogen atau fosfor akan

meningkatkan jumlah karbohidrat didalama kar sehingga membuat tanaman lebih

peka terhadap infeksi cendawan MVA.

6. Logam berat dan unsure lain

Beberapa spesies MVA diketahui mampu beradaptasi dengan tanah yang

tercemar seng(Zn), tetapi sebagian besar spesies MVA peka terhadap kandungan

Zn yang tinggi. Pada beberapa penelitian lain diketahui pula bahwa strain-strain

cendawan MVA tertentu toleran terhadap kandungan Mn, Al dan Na yang tinggi.

Klasifikasi Mikoriza

Pada dasarnya cendawan mikoriza dapat dikelompokkan berdasarkan

struktur morfologi dan anatomi struktur spesifiknya (Brundrett, 2004).

Berdasarkan hal tersebut cendawan mikoriza dapat dibagi menjadi tiga yaitu

cendawan mikoriza arbuskula (CMA), ektomikoriza (EKM) dan mikoriza lainnya.

Dari ketiga jenis tersebut CMA merupakan kelompok cendawan mikoriza yang

paling sering diteliti dan dimanfaatkan untuk kepentingan peningkatan

pertumbuhan dan produksi tanaman.

Dari hasil kajian filogenetika dapat diketahui tanaman-tanaman Ericaceae

yang membentuk mikoriza erikoid ternyata memiliki leluhur yang sama dengan

tanaman-tanaman yang berasosiasi dengan cendawan arbutoid (Cullings, 1996),

sehingga lebih tepat jika dikatakan asosiasi arbutoid berasal dari EKM daripada

asosiasi erikoid. Oleh sebab itu Brundrett (2004) merekomendasikan dalam

klasifikasi tipe-tipe mikoriza, sebaiknya mikoriza arbutoid dan monotropoi

diklasifikasikan sebagai subkategori dari ektomikoriza epidermis.

Dewasa ini ektendomikoriza ditakrifkan berdasarkan cendawannya dan

bukan inangnya yang secara morfologis tidak berbeda dengan mikoriza arbutoid.

Pengamatan-pengataman ektendomikoriza, yang didasarkan atas pengertian

sempit tersebut, sebagian besar terbatas pada kondisi buatan yang sangat subur

dimana pohon yang ditumbuhkan untuk kepentingan kehutanan tidak mungkin

mendapatkan keuntungan dari mikoriza, dan persaingan dengan cendawan lain

juga terbatas (Yu et al., 2001).

Proses infeksi mikoriza

Terjadinya infeksi mikoriza pada akar tanaman melalui beberapa tahap, yakni:

1. Pra infeksi. Spora dari mikoriza benrkecambah membentuk appressoria.

2. Infeksi. Dengan alat apressoria melakukan penetrasi pada akar tanaman.

3. Pasca infeksi. Setelah penetrasi pada akar, maka hifa tumbuh secara

interselluler, arbuskula terbentuk didalam sel saat setelah penetrasi. Arbuskula

percabangannya lebih kuat dari hifa setelah penetrasi pada dinding sel.

Arbuskula hidup hanya 4-15 hari, kemudian mengalami degenerasi dan

pemendekan pada sel inang. Pada saat pembentukan arbuskula, beberapa

cendawan mikoriza membentuk vesikel pada bagian interselluler, dimana

vesikel merupakan pembengkakan pada bagian apikal atau interkalar dan hifa.

4. Perluasan infeksi cendawan mikoriza dalam akar terdapat tiga fase:

a. Fase awal dimana saat infeksi primer.

b. Fase exponential, dimana penyebaran, dan pertumbuhannya dalam

akar lebih cepat .

c. Fase setelah dimana pertumbuhan akar dan mikoriza sama.

5. Setelah terjadi infeksi primer dan fase awal, pertumbuhan hifa keluar dari akar

dan di dalam rhizosfer tanah. Pada bagian ini struktur cendawan disebut hifa

eksternal yang berfungsi dalam penyerapan larutan nutrisi dalam tanah, dan

sebagai alat transportasi nutrisi ke akar, hifaeksternal tidak bersepta dan

membentuk percabangan dikotom.

Manfaat Mikoriza

Lambert dan Cole, (1980) mengemukakan bahwa pada tanaman Lathyrus

sylvestris, Lotus americanus, Coromilla varia, yang terinfeksi mikoriza umur dua

tahun, pertumbuhannya 6-15 kali lebih besar dari pada pertumbuhan tanaman

tanpa mikoriza. Selanjutnya De La Cruz et al., (1992); Linderman, (1996)

menyebutkan bahwa sebagian besar pertumbuhan tanaman yang diinokulasi

dengan cendawan mikoriza menunjukkan hubungan yang positif yaitu

meningkatkan pertumbuhan tanaman inangnya.

Hal ini dapat terjadi karena infeksi cendawan mikoriza dapat

meningkatkan penyerapan unsur hara oleh miselium eksternal dengan memperluas

permukaan penyerapan akar atau melalui hasil senyawa kimia yang menyebabkan

lepasnya ikatan hara dalam tanah. Tisdall, (1991) melaporkan bahwa miselium

ekstra radikal didalam tanah sekitar akar menghasilkan material yang mendorong

agregasi tanah sehingga dapat meningkatkan aerasi, penyerapan air dan stabilitas

anah.

Infeksi mikoriza pada akar, memungkinkan mineral dapat dialirkan

langsung dari satu tanaman ke tanaman lain, atau dari bahan organik mati ke akar

tanaman. Juga membentuk lingkungan mikrorisosfer yang dapat merubah

komposisi dan aktivitas mikroba. Hal ini terjadi karena perubahan fisiologi akar

dan produksi sekresi oleh mikoriza.

Menurut Aldeman dan Morton, (1986) infeksi mikoriza dapat

meningkatkan pertumbuhan tanaman dan kemampuannya memanfaatkan nutrisi

yang ada dalam tanah, terutama unsur P, Ca, N, Cu, Mn, K, dan Mg. Kolonisasi

mikoriza pada akar tanaman dapat memperluas bidang serapan akar dengan

adanya hifa eksternal yang tumbuh dan berkembang melalui bulu akar (Mosse,

1981). Tanaman appel yang terinfeksi mikoriza dapat meningkatkan kandungan P

pada tanaman dari 0,04% menjadi 0,19% (Gededda, et al., 1984 dalam Jawal et

al., 2005). Lanjut Matsubara et al., (1998) melaporkan bahwa tanaman yang

terinfeksi mikoriza, maka tinggi, bobot kering, konsentrasi P pada bagian atas

maupun akar tanaman mempunyai nilai yang tinggi dibandingkan dengan tanpa

mikoriza.

Tanaman Acacia mangium mampu menghemat penggunaan P 180

kr/ha/tahun (Setiadi, 2000). Aplikasi P alam pada tanaman yang terinfeksi

mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan, pembentukan bintil akar, dan

aktivitas bintil akar tanaman. Mikoriza dapat pula meningkatkan kandungan

khlorofil, penyerapan air dan zat perangsang tumbuh dengan diproduksinya

substansi zat perangsang tumbuh, sehingga tanaman dapat lebih toleran terhadap

shok, terutama yang dipindahkan dilapangan.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa mikoriza mempunyai

peranan dalam hal pengendalian penyakit tanaman. Linderman, (1988) menduga

bahwa mekanisme perlindungan mikoriza terhadap patogen berlangsung sbb. : 1)

cendawan mikoriza memanfaatkan karbohidrat lebih banyak dari akar, sebelum

dikeluarkan dalam bentuk eksudat akar, sehingga patogen tidak dapat

berkembang, 2) terbentuknya substansi yang bersifat antibiotik yang disekresikan

untuk menghambat perkembangan patogen, 3) memacu perkembangan mikroba

saprofitik disekitar perakaran.

Pada tanaman yang terinfeksi mikoriza mempunyai sifat ketahanan yang

lebih dibandingkan dengan tanpa infeksi mikoriza. Mosse, (1981) melaporkan

bahwa cendawan mikoriza dapat membantu peningkatan ketahanan tanaman

terhadap patogen tanah (soil borne). Infeksi mikoriza pada akar tanaman akan

merangsang terbentuknya senyawa isoflavonoid pada akar tanaman kedelai,

membentuk endomikoriza, sehingga meningkatkan ketahanan tanaman dari

serangan cendawan patogen dan nematoda. Selanjutnya Setiadi, (2000)

mengemukakan bahwa assosiasi mikoriza berpengaruh terhadap perkembangan

dan reproduksi nematoda Meloidogyne sp. Patogen yang menyerang akar tanaman

seperti Phytopthora, Phytium. Rhizoctonia, dan Fusarium perkembangannya

tertekan dengan adanya cendawan mikoriza yang telah bersimbiotik dengan

tanaman.

Tanaman jeruk yang terinfeksi cendawan mikoriza akan menghambat

pembentukan dan pelepasan zoospo-rangia dari zoosporangium Phytopthora

parasitica (Davis dan Menge, (1980). Juga pada tanaman jagung dan

Chrysanthenum yang terinfeksi mikoriza berpengaruh terhadap P. cinnamoni

(Harley dan Smith, 1983). Ketahanan tanaman terhadap patogen akibat infeksi

mikoriza karena menghasilkan antibiotik, seperti fenol, quinone, dan berbagai

phytoaleksin. Tanaman yang terinfeksi mikoriza menghasilkan bahan atsiri yang

bersifat fungistatik jauh lebih banyak dibanding tanpa infeksi. Pada tanaman

jagung yang terinfeksi mikoriza mengandung asam amino 3-10 kali lebih banyak

dari pada tanpa infeksi mikoriza. Bila patogen lebih dahulu menyerang tanaman

sebelum infeksi cendawan mikoriza, maka mikoriza tidak akan berkembang pada

perakaran tanaman.

Menurut Puryono (1997) secara umum peranan mikoriza terhadap

pertumbuhan tanaman adalah sebagai berikut :

1. Adanya mikoriza sangat penting bagi persediaan unsur hara dan

pertumbuhan tanaman.

2. Adanya simbiose mikoriza pada akar tanaman akan dapat membantu

dalam mengatasi kekurangan unsur hara terutama Phospor (P) yang

tersedia dalam tanah. Hal ini disebabkan mikoriza mampu melepaskan

ikatan Aluminiumfospat (AlPO4) dan Besifospat (FePO4) pada tanah-

tanah yang asam.

3. Mikoriza dapat meningkatkan unsur hara dengan jalan memperkecil

jarakantara akar dengan unsur hara tersebut. Hal ini terjadi melalui

pembentukan hypa pada pemukaan akar yang befungsi sebagai

perpanjangan akar.

4. Dengan perluasan hypanya, mikoriza akan meningkatkan daya serap dari

elemen-elemen yang imobil dalam tanah, misalnya : P, Cu, Zn.

5. Mikoriza dapat membantu memperbaiki dan meningkatkan sifat-sifat

struktur agregat tanah.

6. Mikoriza dapat membantu memperbaiki dan meningkatkan pertumbuhan

tanaman terutama di daerah yang kondisinya sangat miskin hara, pH

rendah, dan kurang air.

7. Simbiosis antar jamur dan akar tanaman dapat melindungi tanaman

inangnya terhadap serangan jamur patogen dengan cara mengeluarkan zat

antibiotik.

8. CMA juga dapat menghasilkan hormon tumbuh auxin, cytokinin,

giberelin, dan vitamin yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman

inang.

Mikoriza arbuskuler (MA)

Cendawan mikoriza arbuskuler (MA) merupakan satu kelompok jamur

tanah biotrof obligat yang tidak dapat melestarikan pertumbuhan dan

reproduksinya bila terpisah dari tanaman inang. Cendawan ini dicirikan oleh

adanya struktur vesikel dan/atau arbuskel. Ada yang membentuk kedua struktur

ini dalam akar yang dikolonisasi, sehingga lama sebelumnya cendawan dari

kelompok ini dikenal sebagai cendawan vesikuler-arbuskuler.

Memang ada keberatan karena ada juga spesies dari kelompok ini tidak

membentuk vesikel dalam akar sehingga ada kecenderungan untuk menggunakan

cendawan MA untuk menyatakan cendawan mikoriza yang membentuk vesikel

dan yang tidak, karena struktur arbuskel terdapat pada semua spesies.

Taksonomi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)

Subordo Glomineae memiki dua famili, Glomaceae dan Acaulasporaceae,

dan dicirikan oleh adanya arbuskula dan vesikula tapi tidak memiliki sel-sel

tambahan (auxillary cell). Kedua famili tersebut masing-masing memiliki dua

genus yaitu Glomus dan Sclerocystis untuk Glomaceae, Acaulaspora dan

Entrophosphora untuk Acaulasporaceae. Spesies-spesies Glomus diyakini yang

berevolusi atau muncul pertama kali di muka bumi dan kemudian diikuti oleh

anggota-anggota famili Acaulasporaceae dan Gigasporaceae. Kedua family

tersebut diduga sudah ada pada sekitar 250 juta tahun yang lalu (Simon et

al.,1993)

Berdasarkan ciri morfologi dan histologis, akhirnya berhasil

diklasifikasikan tujuh jenis yang berbeda satu dengan lainnya. Jenis

endomikoriza, khususnya cendawan mikoriza arbuskula (CMA), dan

ektomikoriza merupakan jenis yang paling banyak dijumpai sedangkan jenis-jenis

mikoriza arbutoid, monotropoid, ektendo, erikoid, dan orkhid dijumpai hanya

pada beberapa jenis tanaman saja (Smith dan Read, 1997).

Oehl dan Sieverding (2004) menemukan bahwa ada sebuah genus baru

dalam famili cendawan Glomeraceae, ordo Glomerales, klas Glomeromycetes,

yang diberi nama Pacispora. Spesies pencirinya adalah P. scintillans yang seperti

halnya P. dominikii dan P. chimono-bambusae, tadinya diletakkan dalam genus

Glomus dari Glomeraceae. Empat spesies baru dari genus baru tersebut yaitu

Pacispora franciscana, P. robigina, P. coralloidea dan P. boliviana. Spora-spora

genus baru ini terbentuk secara terminal pada hifa, fitur yang hanya dimiliki oleh

Glomus dan Paraglomus. Bagian dalam spora biasanya berupa dinding tiga lapis,

dari sanalah spora berkecambah langsung melalui dinding spora terluar, yang

biasanya juga terdiri dari tiga lapis. Ciri perkecambahan demikian serupa dengan

Scutellospora, Acaulospora dan Entrophospora tapi tidak dimiliki oleh Glomus

dan Paraglomus.

Pembentukan mikoriza vesikular arbuskularnya, sejauh ini baru

dikonfirmasi pada dua dari ketujuh Pacispora spp. yang ada, karakteristik warna

struktur cendawan internalnya dan fitur-fitur dudukan hifa spora (subtending

hyphae) paling mirip dengan genus Glomus. Berdasarkan alasan tersebut,

Pacispora dimasukkan ke dalam Glomeraceae. Ketujuh Pacispora spp. Secara

morfologi dapat dibedakan berdasarkan struktur permukaan spora, karakteristik

ornamentasi dinding spora, dan oleh warna serta ukuran spora. Tiga Pacispora

spp, dideteksi melimpah penyebarannya di dataran tinggi Swiss Alps.

Namun demikian, ditemukannya genus ini di kawasan temperate,

mediterranea dan tropika menunjukkan Pacispora memiliki penyebaran yang luas

dan mampu beradaptasi dengan berbagai lingkungan darat.

Struktur Umum CMA

Hifa dari CMA tidak bersekat dan bercabang-cabang di dalam dan di

antara sel-sel korteks akar. Di dalam sel-sel yang terinfeksi terbentuk

gelunggelung hifa atau cabang-cabang hifa kompleks yang dinamakan arbuskula.

Arbuskula ini diduga berperan sebagai pemindah unsur hara diantara

simbionsimbion.

Sedangkan struktur-struktur menggelembung yang dibentuk secara apikal

yang seringkali dijumpai pada hifa-hifa utama, struktur ini dinamakan vesikula.

Vesikula mengandung banyak lemak dan terutama berfungsi sebagai organ

simpan (Imas et al., 1989).

CMA dicirikan oleh hifa yang intraseluler, yaitu hifa menembus ke

dalamsel-sel korteks dan dari sel yang satu ke sel yang lain. Jarang sekali

cendawan dapat menembus sel-sel endodermis ke silinder pusat (stele). Di dalam

sel-sel tersebut dapat dibedakan adanya pembengkakkan-pembengkakkan miselia

(vesikula dan arbuskula) yang pada akhirnya lenyap sebagian atau seluruhnya

karena dicerna oleh sel-sel yang dimasukinya. Di sini tidak terdapat mantel

cendawan dan pembengkakkan akar, meskipun kadang-kadang sel-sel yang

mengalami invasi yang sangat berat menunjukkan gejala-gejala pembengkakan.

Akar rambut pun berkembang secara normal, jadi tidak terdapat modifikasi

bentuk luas akar (Manan, 1994).

Mekanisme penyerapan fosfat

Beberapa hipotesis dikemukakan oleh Tinker (1975) tentang mekanisme

penyerapan P, yaitu:

1. Kolonisasi mikoriza mengubah morfologi akar sedemikian rupa, misalnya

dengan menginduksi hipertrofi akar, sehingga mengakibatkan pembesaran

sistem akar, dengan demikian luas permukaan akar untuk mengabsorpsi P

menjadi lebih besar.

2. Mikoriza memiliki akses terhadap sumber P-anorganik yang relative tidak

dapat larut (seperti apatit misalnya), yang tidak dimiliki oleh akar yang

tidak bermikoriza.

3. Kolonisasi mikoriza mengubah metabolisme tanaman inang sehingga

absorpsi atau pemanfaatan P oleh akar terkolonisasi ditingkatkan, yaitu

peningkatan daya absorpsi (absorbing power) individu-individu akar.

4. Hifa dalam tanah mengabsorpsi P dan mengangkutnya ke akar-akar yang

dikolonisasi, dimana P ditransfer ke inang bermikoriza, sehingga berakibat

meningkatnya volume tanah yang dapat dijangkau oleh sistem akar

tanaman.

5. Daerah akar bermikoriza tetap aktif dalam mengabsorpsi hara untuk

jangka waktu yang lebih lama dibandingkan dengan akar yang tidak

bermikoriza.

Dari kelima hipotesis tersebut, hipotesis keempat dianggap yang paling

penting dalam meningkatkan serapan P, berdasarkan bukti-bukti eksperimental

yang ada. Cendawan MA memiliki struktur hifa yang menjalar keluar ke dalam

tanah. Hifa meluas di dalam tanah, melampaui jauh jarak yang dapat dicapai oleh

rambut akar. Ketika fosfat di sekitar rambut akar sudah terkuras, maka hifa

membantu menyerap fosfat di tempat-tempat yang tidak dapat lagi dijangkau

rambut akar.

Rhodes dan Gerdemann (1980) membagi proses bagaimana hara dipasok ke

tanaman oleh cendawan MA menjadi tiga fase:

1. absorbsi hara dari tanah oleh hifa eksternal;

2. translokasi hara dari hifa eksternal ke miselium internal dalam akar

tanaman inang; dan

3. pelepasan hara dari miselium internal ke sel-sel akar.

Peningkatan pertumbuhan, serapan hara, dan hasil tanaman

Kolonisasi akar kedelai oleh cendawan MA dapat meningkatkan

pertumbuhan dan hasil kedelai (Ross and Harper, 1970; Ross, 1971; Mosse et al.,

1976; Carling and Brown, 1980; Ganry et al., 1985) dan konsentrasi P tanaman

kedelai (Ross and Harper, 1970; Ross, 1971; Bethlenfalvey et al., 1985). Selain

itu juga dapat meningkatkan nodulasi dan fiksasi N (Carling et al., 1978; Carling

and Brown, 1980; Ganry et al., 1985).

Perbaikan serapan hara karena simbiosis dengan cendawan MA tidak

hanya terbatas pada fosfat, tetapi juga pada berbagai unsur lain. Pacovsky (1986)

membandingkan serapan hara mikro tanaman mikoriza yang diinokulasi dengan

Glomus mosseae dan Glomus fasciculatum dengan tanaman kontrol yang diberi

pupuk P yang tinggi. Hasilnya adalah bahwa tanaman mikoriza mempunyai

konsentrasi Cu dan Zn yang lebih tinggi tapi Fe dan Mn yang lebih rendah

daripada tanaman kontrol. Perbaikan serapan Zn dilaporkan pada maple (Daft and

Hacskaylo, 1977), kentang (Swaminathan dan Verma, 1979), dan pada Calliandra

(Simanungkalit dan Lukiwati, 2001). Kahat Zn pada bibit peach dapat diatasi

melalui inokulasi mikoriza (Gilmore, 1971; La Rue et al., 1975).Tanaman kedelai

bermikoriza mempunyai konsentrasi Si yang lebih tinggi daripada tanaman

kontrol (Yost and Fox, 1982). Kahat Zn pada bibit peach dapat diatasi melalui

inokulasi mikoriza (Gilmore, 1971; La Rue et al., 1975).

Mikoriza sebagai pengendali hayati

Menurut Linderman (1996) pengendalian hayati berbagai penyakit oleh

mikoriza dapat dipengaruhi oleh satu atau lebih mekanisme-mekanisme berikut:

(1) perbaikan gizi tanaman; terjadinya peningkatan serapan hara (terutama P dan

unsur mineral lain) menghasilkan tanaman yang lebih baik sehingga dapat

melawan atau bersifat toleran terhadap penyakit; (2) kompetisi hara dan tempat

infeksi pada tanaman inang; Dehne (1982) menunjukkan bahwa patogen

cendawan akar dapat menempati sel-sel korteks akar yang berdekatan dengan

yang dikolonisasi cendawan MA, jadi tidak ada kompetisi; (3) perubahan

morfologi dan jaringan akar; misalnya Dehne dan Schonbeck (1979)

menunjukkan adanya peningkatan lignifikasi pada sel-sel endodermis tomat dan

ketimun tanaman bermikoriza, dan berspekulasi bahwa respons semacam itu

merupakan penyebab berkurangnya penyakit layu Fusarium; (4) perubahan

susunan kimia jaringan tanaman; perubahan fisiologis dapat juga terlibat pada

pengaruh lokal terhadap patogen akar. Dehne et al. (1978) menunjukkan

terjadinya peningkatan konsentrasi kitinase anti cendawan pada akar bermikoriza

dan mengusulkan bahwa peningkatan akumulasi arginin pada akar bermikoriza

menekan sporulasi Thielaviopsis; (5) reduksi stre abiotis; stres lingkungan

mempengaruhi terjadi dan beratnya penyakit tanaman biotis.

Mikoriza arbuskuler meningkatkan toleransi terhadap stress seperti itu

dengan berbagai mekanisme. Mikoriza arbuskuler dapat secara biologis

mengurangi penyakit berdasarkan kemampuannya untuk mengurangi pengaruh

faktor stres seperti stres hara, (kahat atau kelebihan), kekeringan dan keracunan

tanah; dan (6) perubahan mikroba dalam mikorizosfir; mikoriza sangat

berpengaruh terhadap terhadap mikroflora rizosfir dengan jalan mengubah

fisiologi dan. eksudasi akar. Meyer dan Linderman (1986) menggunakan media

selektif untuk menunjukkan perbedaan populasi kelompok taksonomi dan

fungsional bakteri dalam rizosfir dan rizosplan tanaman bermikoriza dan tidak

bermikoriza. Linderman (1996) menyebutkan empat faktor yang dapat

mempengaruhi pengelolaan MA dalam pengendalian hayati: 1. Waktu dan

luasnya pembentukan MA. Umumnya MA dapat menekan penyakit akar, kalau

MA sudah terbentuk dan berfungsi sebelum invasi patogen; 2. Taraf inokulum

patogen. Potensi pengendalian hayati berhubungan langsung dengan potensi

inokulum patogen; 3. Keragaman cendawan MA, genotipe inang, dan

komposisi kimia dan mikroba tanah. Interaksi yang berbeda terjadi di antara

cendawan MA, tanaman inang, dan patogen tanaman yang berbeda; dan 4.

Strategi pengelolaan MA. Praktek pertanian yang menurunkan populasi

cendawan MA dan antagonis yang bersangkutan harus dihindarkan. Pada

umumnya tanaman bermikoriza mengalami kerusakan lebih sedikit daripada

tanaman tidak bermikoriza dan serangan penyakit berkurang atau perkembangan

patogen dihambat (Dehne, 1982). Perbedaan pengaruh cendawan MA terhadap

serangan dan perkembangan penyakit dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu

cendawan MA dan kondisi lingkungan. Tidak semua laporan mengindikasikan

bahwa mikoriza menekan penyakit

Mikoriza sebagai sebagai pembenah tanah

Mikoriza berpengaruh terhadap agregasi tanah (Tisdall and Oades, 1979).

Terutama ini dipengaruhi oleh persentase agregat tanah dengan ukuran >2 mm,

yang lebih tinggi pada tanaman yang diinokulasi mikoriza daripada yang tidak

diinokulasi (Tabel 11). Adanya miselium cendawan MA yang dilapisi oleh zat

berlendir menyebabkan partikel-partikel tanah melekat satu sama lain. Wright dan

Upadhyaya (1996) menyebutkan zat yang berlendir ini sebagai glomalin.

Glomalin ini merupakan glikoprotein yang mengikat partikel-partikel tanah,

dikeluarkan oleh cendawan MA melalui hifa.

Banyak tanaman pertanian yang ditanam pada lahan-lahan yang mudah

tererosi, karena terletak pada tingkat kemiringan yang tinggi. Dengan kemampuan

seperti disebutkan di atas simbiosis tanaman dengan cendawan MA dapat

meningkatkan stabilitas tanah.

Mikoriza sebagai pereduksi stres abiotis

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa MA dapat meningkatkan

toleransi tanaman terhadap kekeringan (Kothari et al., 1990; Sylvia et al., 1993;

Subramanian et al., 1995). Perbaikan toleransi tanaman bermikoriza terhadap stres

air dapat disebabkan oleh peningkatan konduktivitas hidraulik, laju transpirasi

yang lebih kecil per satuan luas, adanya ekstraksi air dari tanah ke potensi yang

lebih rendah, pemulihan tanaman yang lebih cepat dari stres air, P tanah yang

lebih baik.

Menurut Safir et al. (1971, 1972) simbiosis cendawan MA mungkin

mempengaruhi hubungan air tanaman kedelai secara tidak langsung, yaitu melalui

perbaikan nutrisi P tanaman. Dari hasil-hasil penelitian yang ada berkaitan dengan

toleransi terhadap cekaman kekeringan ini, kelihatannya ada dua kubu yaitu: (1)

yang menyatakan perbaikan nutrisi P sebagai penyebab peningkatan toleransi dan

(2) yang mengakui adanya pengaruh-pengaruh yang bersifat nonnutrisi yang dapat

terjadi (Auge, 2001).

Kandowangko (2004) dalam penelitian inokulasi ganda cendawan MA dan

Azospirillum pada tanaman jagung mendapatkan peningkatan kadar air relatif

daun (KARD) dan kadar prolin, dan kadar asam absisat (ABA). Ketiga peubah ini

merupakan indikator toleransi ketahanan terhadap cekaman kekeringan. Menge et

al. (1978) mendapatkan tanaman avokad yang bermikoriza lebih tahan pada

waktu dipindahkan ke lapangan. Tentunya kemampuan cendawan MA seperti ini

sangat bermanfaat bagi tanaman-tanaman yang terlebih dahulu ditumbuhkan di

persemaian sebelum dipindahkan ke lapangan. daerah-daerah industri atau

pertambangan sudah banyak yang tercemardengan beberapa jenis logam berat

seperti Pb, Cd, Hg, Zn, dan Cu.

Konsentrasi tinggi logam berat berakibat buruk terhadap mikroorganisme

dan proses-proses mikrobial (Leyval et al., 1997) Membicarakan hubungan ntara

cendawan MA dan logam berat tidak hanya menyangkut pengaruh logam berat

terhadap kolonisasi cendawan MA, tetapi juga toleransi cendawan MA terhadap

logam berat, dan pengaruh terhadap serapan dan transfer logam berat ke tanaman.

Gildon dan Tinker (1981) mendapatkan 35% akar clover yang tumbuh pada bekas

tambang yang tercemar dengan dengan logam (sampai 8,3% Zn dan 863 μg g-1

Cd) terkolonisasi cendawan MA. Cooper and Tinker (1978), dengan

menggunakan sistem kultur yang memisahkan hifa ekstrradikal dari akar

mendapatkan hifa ekstraradikal mampu mengakumulasi dan mentraslokasi 65Zn.

Isolat cendawan MA yang toleran terhadap Cd sudah diisolasi dari lahan-lahan

tercemar logam berat (Gildon and Tinker, 1981: Weissenhorn et al, 1993, 1994).

Nurbaity et al.(2000) mendapatkan bahwa cendawan MA dapat menekan

kadar Cu pada tanaman padi gogo yang ditanam pada tanah yang berasal dari

areal tailing Mekanisme kemampuan tanaman bermikoriza untuk mengakumulasi

logam berat pada akar sehinggamencegah translokasi ke batang belum jelas.

Peran mikoriza pada sistem pola tanam

Populasi mikoriza pada sistem pola tanam dapat berbeda karena perbedaan

ketergantungan tanaman terhadap mikoriza. Kuo and Huang (1982) menanam

benih kedelai pada 15 g inokulan campuran Glomus dalam tunggul padi yang baru

dipanen dan mendapatkan kenaikan hasil kedelai 21%, sedangkan yang diberi 60

kg P ha-1 kenaikan hasilnya hanya 14%. Inokulasi mikoriza mungkin penting

untuk tanaman bermikoriza seperti kedelai, yang ditanam setelah padi pada pola

tanam dimana populasi mikoriza asli sudah terkuras pada kondisi padi anaerob.

Oleh karena adanya perbedaan ketergantungan jenis tanaman yang ditanam pada

suatu rotasi, maka pengelolaannya haruslah sedemikian rupa sehingga keberadaan

berbagai jenis tanaman pada lahan tersebut dapat mempertahankan jumlah

populasi mikoriza tetap tinggi.

Peran mikoriza dalam merehabilitasi lahan-lahan terdegradasi

Peran mikoriza sudah diakui tidak hanya mempunyai arti potensial untuk

melestarikan produksi tanaman, tetapi juga untuk mengkonservasi lingkungan. Di

Jepang inokulan cendawan MA sudah digunakan paling berhasil untuk

penanaman kembali (revegetasi) lahan-lahan yang dirusak oleh aktivitas gunung

berapi (Marumoto, 1999). Aktivitas pertambangan dan industri juga dapat

menimbulkan kerusakan pada lingkungan. Berbagai bekas tambang dan daerah

industri sudah tidak memiliki lagi lapisan atas (top soil), sehingga tidak ada

vegetasi lagi yang tumbuh. Biasanya lapisan ini tidak mengandung propagul

CMA lagi. Oleh karena itu inokulasi tanaman-tanaman yang digunakan untuk

revegetasi lahan-lahan terdegradasi ini dengan cendawan MA sangat dibutuhkan.

Praktek pertanian yang merugikan perkembangan cendawan MA

Penggunaan pupuk dan insektisida pada pertanian konvensional dapat

mempengaruhi perkembangan simbiosis mikoriza arbuskuler dalam tanah.

Misalnya penggunaan dosis pupuk P yang tinggi dapat menekan kolonisasi

mikoriza pada akar tanaman. Oleh karena itu ada batas maksimal pemberian

pupuk P untuk berfungsinya simbiosis secara optimal.

Pengkerdilan bibit jeruk (citrus) setelah tanah difumigasi dengan

metilbromida berkaitan dengan penghambatan cendawan MA oleh fumigant

(Kleinschmidt and Gerdemann, 1972). Infeksi mikoriza dan pertumbuhan

tanaman bawang perai menurun nyata karena tetesan fungisida metalaxyl

(RidomilR) di tanah (Jabaji-Hare and Kendrick, 1987). Menge (1982) meriviu

pengaruh fumigan tanah dan fungisida terhadap cendawan MA. Pengaruh

herbisida, insektisida, nematisida dan lain-lain terhadap simbiosis mikoriza perlu

pengkajian lebih lanjut karena hasil-hasil yang kontradiksi pada berbagai contoh

(Hayman, 1982).

III. PENUTUP

Keberadaan cendawan dalam tanah ada yang bermanfaat, juga tidak

bermanfaat, bahkan menjadi masalah pada tanaman. Dalam lingkungan tumbuh

tanaman (Rhizosfer) terdapat komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik

seperti cendawan, bakteri, dan nematoda, ada yang dapat dimanfaatkan untuk

pengendalian tanaman, juga untuk membantu penyerapan unsur hara dan air,

dalam tanah. Salah satunya adalah cendawan mikoriza, yang diketahui dapat

berassosiasi dengan akar tanaman, sehingga dapat membantu dalam hal

penyerapan unsur hara dan air.

Mikoriza yang menginfeksi tanaman, maka akan membentuk hifa eksternal

sehingga memperluas permukaan akar dan menghasilkan senyawa kimia yang

menyebabkan lepasnya ikatan hara dalam tanah. Selain itu cendawan mikoriza

dapat pula berfungsi sebagai pelindung dari serangan penyakit tertentu seperti

patogen Phytopthora, Phytium, Rhizoctonia, dan Fusarium. Perlindungan

mikoriza terhadap patogen terjadi karena memanfaatkan karbohidrat lebih banyak

dari akar, sebelum dikeluarkan dalam bentuk eksudat akar, menghasilkan

antibiotik, dan memacu perkembangan mikroba saprofitik disekitar perakaran.

.

DAFTAR PUSTAKA

Alimuddin, 2002. Optimasi Pengolahan Secara Konvensional air Sungai Karang Mumus dan Pemanfaatan Serbuk Gergaji dalam Pengolahannya. Jurnal Ilmiah Mahakam, 32-44/I. Samarinda. : Lembaga Penelitian Universitas Mulawarman.

Andriyetni, N. 2006. Dinamika Populasi Mikrob dalam Campuran Tanah Bekas Tambang Batubara dengan Sludge Selama Proses Bioremediasi. Skripsi S1 Program Studi Ilmu Tanah. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Daru, P.T. 1999. Kandungan Komponen Serat Ampas Tebu Hasil Fermentasi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Buletin Budidaya Pertanian 52- 57/V, Samarinda.

Davis, R.M. and J.A. Menger. 1980. Influence of Glomus fasciculatus and soil phosphorus on Phytopthora root rot of citrus. Phytopathologi, 70:447-452.

De la Cruz, R.E., Lavilla and Zarate, J.T. 1992. Aplication of mycorrhiza in bare rooting and direct-seeding Technologies for reforestation. In Proceeding of Tsukuba-Workshop Bio-REFOR.

Donna, A.F. 2001. Pemanfaatan Limbah Serbuk Gergaji dan Kompos Sampah Pasar Terhadap Pertumbuhan Anakan Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) Pada Tanah Latosol Dramaga. Skripsi S1 Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB.

Harley, J.L., and S.E. Smith. 1983. Mychorrizal Symbiose. Acad. Press. Inc.

Jawal, M., Jumjumidang, Liferdi, Herizal, dan T. Purnama. 2005. Tehnik produksi massal cendawan mikoriza arbuskular (MVA) yang infektif dan efektif sebagai pupuk biologi bibit manggis. Jurnal Stigma XII (4):516-519.

Lambert, D.H., and Cole, H.J. 1980. Effects of mycorrhizae on establishment and performance of forage species in mine soil. Agro. J. 72:527-260.

Gunawan, A.W. 1992. Budidaya Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Serbuk Gergaji Kayu Jeunjing (Paraserianthes falcataria). Technical Notes. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Imas, T; Hadioetomo, R.S; Gunawan, A.W; Setiadi, Y. 1989. Mikrobiologi Tanah II. PAU Bioteknologi IPB. Bogor.

Indriyani, Y.H. 2005. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta.Kartika, L; Yustina M.P.D; dan Agustin, W.G. 1995. Campuran Serbuk Gergaji

Kayu Sengon dan Tongkol Jagung Sebagai Media untuk Budi Daya Jamur Tiram. Hayati 23-27/II, Bogor..

Maryadi, F. 2001. Status dan Keanekaragaman Jenis CMA di Bawah Tegakan Kebun Benih Klonal Jati (Tectona grandis L.F.) di Padangan. Skripsi. Fakultas Kehutanan IPB Bogo r.

Mashudi, D.S. dan Adinugraha, H.A. 2003. Aplikasi Teknik Stek Batang Pulai (Alstonia scholaris R.Br) dalam Pengembangan Kebun Pangkas. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan vol. 1 No. 3, Desember 2003, Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan.

Mattjik, A.A. dan Sumertajaya, M. 2000. Perancangan Percobaan Dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid 1. IPB Press. Institut Pertanian Bogor.

Oehl, F. dan Sieverding, E. 2004. Pacispora, A New Vesicular Arbuscular Mycorrhizal Fungal Genus in the Glomeromycetes. Journal of Applied Botany and Food Quality-Angewandte Botanik 78(1):72-82.

Pelczar, M.J & Chan, E.C.S. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

Pratikno, H; Syekhfani, Y; Nuraini dan Eko, H. 2002. Pemanfaatan Biomasa Flora untuk Meningkatkan Ketersediaan dan Serapan P Pada Tanah Berkapur di DAS Brantas Hulu Malang Selatan. Biosain 2(1): 78-91.

Puryono, S.K.S. 1998. Perlunya Label Bibit Bermikoriza. Majalah Kehutanan Indonesia. Ed 2 Th. 1997/1998.

Rachmawati, H. 2000. Genetika dan Benih Tectona grandis untuk Indonesia, IFSP.

Rubijanto, M; Endang, S.P; Purnomowati; Sukanto. 1988. Pemanfaatan Beberapa Jenis Serbuk Gergaji untuk Budidaya Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus (Jacq. ex, Fr ) Kummer).

Rusmala, 2003. Bioremediasi Tailling PT Aneka Tambang Gunung Pongkor Kabupaten Bogor. Skripsi Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam. IPB : Bogor.

Sangadji, R. 2004. Perbaikan Kualitas Inokulum Mikoriza Dengan Penambahan Bahan Organik Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Semai Jati. Skripsi. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. (Tidak Dipublikasikan).

Satter, M.A; Hanafi, M.M; Mahmud, T.M.M; Azizah, H. 2006. Influence of Arbuscular Mycorrhiza and Phosphate Rock on Uptake of Major Nutrients by Acacia mangium Seedlings on Degraded Soil. Biology and Fertility of Soil. 42(4):345-349.).

Smith, S.E. and Read, D.J. 1997. Mycorrhizal Symbiosis, 2nd ed. Academic Press, San Diego, CA, USA.

Subramanian, K.S; Santhanakrishnan, P; Balasubramanian, P. 2006. Responses of Field Grown Tomato Plants to Arbuscular Mycorrhizal Fungal Colonization Under Varying Intensities of Drought Stress. Scientia Horticulturae 107(3):245-253.

Sumarna, Y. 2003. Budi Daya Jati. Penebar Swadaya.Bogor.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor : Departemen Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, IPB.

Supraptono, B. 1995. Laporan Penelitian, Studi Pemanfaatan Limbah Serbuk Gergaji untuk Bahan Baku Briket Arang, Samarinda : Lembaga Penelitian Universitas Mulawarman.

Susmiyati, 2005. Upaya Meningkatkan Pertumbuhan Semai Kawista (Limonia acidissima Lindl.) dengan Penambahan Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Bahan Additif. Skripsi Fakultas Kehutanan IPB.

Tarmidi, A.R dan Rahmat, H. 2004. Peningkatan Kualitas Pakan Serat Ampas Tebu Melalui Fermentasi dengan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Jurnal Bionatura. 197-204/VI, Bandung.

Turjaman, M. 2004. Mikoriza: Inovasi Teknologi Akar Sehat, Kunci Sukses Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Majalah Kehutanan Indonesia. 20-22/I, Jakarta.