tugas tambahan ranitidin

7
ANTAGONIS RESEPTOR H2 (RANITIDIN) Antagonis reseptor H2 merupakan obat pertama yang benar-benar efektif untuk pengobatan penyakit asam lambung, riwayat panjangnya tentang keeamanan dan efikasi yang kemudian membawa obat ini dapat digunakan tanpa resep dokter (goodman). 1,2 FARMAKODINAMIK 1,2 Ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel, perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung yang dapat mengakibatkan gastritis dan ulkus peptikum, sehingga dengan pemberian ranitidin, obat ini merupakan antagonis kompetitor reseptor H2 yang menghambat produksi asam melalui kompetisi reversibel dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor H2 pada membran basolateral pada sel parietal sehingga produksi asam lambung dihambat. Efek samping Penggunaan ranitidin dapat menimbulkan gejala somnolen, letargi, gelisah, bingung, disorientasi, agitasi, halusinasi dan kejang. Gejala-gejala tersebut hilang/membaik bila pengobatan dihentikan. Ranitidin juga bisa mengakibatkan gangguan SSP ringan (kebingungan, detirium, halusinasi, bicara tidak jelas, dan sakit kepala), mungkin karena sukarnya melewati sawar darah otak. Pemberian ranitidin IV sesekali mengakibatkan bradikardi dan efek kardiotoksik lain terutama pada pasien manula.

Upload: okkynafiriana

Post on 17-Feb-2016

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

R

TRANSCRIPT

Page 1: TUGAS TAMBAHAN RANITIDIN

ANTAGONIS RESEPTOR H2 (RANITIDIN)

Antagonis reseptor H2 merupakan obat pertama yang benar-benar efektif untuk pengobatan

penyakit asam lambung, riwayat panjangnya tentang keeamanan dan efikasi yang kemudian

membawa obat ini dapat digunakan tanpa resep dokter (goodman).1,2

FARMAKODINAMIK1,2

Ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel, perangsangan reseptor H2

akan merangsang sekresi cairan lambung yang dapat mengakibatkan gastritis dan ulkus

peptikum, sehingga dengan pemberian ranitidin, obat ini merupakan antagonis kompetitor

reseptor H2 yang menghambat produksi asam melalui kompetisi reversibel dengan histamin

untuk berikatan dengan reseptor H2 pada membran basolateral pada sel parietal sehingga

produksi asam lambung dihambat.

Efek samping

Penggunaan ranitidin dapat menimbulkan gejala somnolen, letargi, gelisah, bingung,

disorientasi, agitasi, halusinasi dan kejang. Gejala-gejala tersebut hilang/membaik bila

pengobatan dihentikan. Ranitidin juga bisa mengakibatkan gangguan SSP ringan

(kebingungan, detirium, halusinasi, bicara tidak jelas, dan sakit kepala), mungkin karena

sukarnya melewati sawar darah otak. Pemberian ranitidin IV sesekali mengakibatkan

bradikardi dan efek kardiotoksik lain terutama pada pasien manula.

Posologi

Ranitidin tersedia dalam bentuk tablet 150 mg dan larutan suntik 25 mg/ml, dengan dosis 50

mg IM atau IV 6-8 jam. Ranitidin bekerja untuk waktu lama (8 – 12 jam). Dosis yang

dianjurkan 2 kali 150 mg/hari.

Indikasi

Ranitidin diindikasikan untuk tukak peptik. Penghambatan 50% sekresi asam lambung

dicapai bila kadar ranitidin plasma 100ng/ml. Tetapi yang lebih penting adalah efek

penghambatannya selama 24 jam. Ranitidin 300 mg/hari menyebabkan penurunan 70%

sekresi asam lambung, sedangkan terhadap sekresi asam lambung malam hari sebesar 90%.

Ranitidin juga mempercepat penyembuhan tukak lambung dan tukak duodenum. Pada

sebagian besar pasien pemberian obat-obat tersebut sebelum tidur dapat mencegah

Page 2: TUGAS TAMBAHAN RANITIDIN

kekambuhan tukak duodeni bila obat diberikan sebagai terapi pemeliharaan. Akan tetapi

manfaat terapi pemeliharaan dalam pencegahan tukak lambung selama lebih dari satu tahun

belum jelas diketahui. AH2 sama efektif dengan pengobatan intensif dengan antasid untuk

penyembuhan awal tukak lambung dan duodenum. Untuk refluks esofagitis seperti halnya

dengan antasid antagonis reseptor H2 menghilangkan gejalanya tetapi tidak menyembuhkan

lesi. Pada penggunaan jangka panjang responspasien kadang-kadang dilaporkan berkurang,

tetapi makna klinis fenomena ini masih menunggu studi lebih lanjut. Terhadap tukak

peptikum yang diinduksi oleh obat AINS, AH2 dapat mempercepat penyembuhan tetapi tidak

dapat mencegah terbentuknya tukak. Pada pasien yang sedang mendapat AINS antagonis

reseptor Hz dapat mencegah kekambuhan tukak duodenum tetapi tidak bermanlaat untuk

tukak lambung. AH2 juga bermanfaat untuk hipersekresi asam lambung pada sindrom

Zollinger-Ellison. Dalam hal ini mungkin lebih baik digunakan ranitidin untuk mengurangi

kemungkinan timbulnya elek samping obat akibat besarnya dosis simetidin yang diperlukan,

Ranitidin juga mungkin lebih baik dari simetidin untuk pasien yang mendapat banyak obat

(terutama obat-obat yang metabolismenya dipengaruhi oleh simetidin), pasien yang relrakter

terhadap simetidin, pasien yang tidak tahan efek samping simetidin dan pada pasien usia

lanjut.

FARMAKOKINETIKA

Absorpsi

Antagonis reseptor H, diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral, dengan konsentrasi

puncak dalam serum dicapai dalam 1-3 jam dan tidak dipengaruhi oleh makanan. Kadar

terapeutik dicapai dengan cepat setelah pemberian intravena dan dipertahankan selama 6-8

jam.1, 2 Setelah pemberian oral dengan dosis 150 mg, konsentrasi puncak serum rata-rata

adalah 400 ng/ml. telah dilaporkan bahwa bioavailabilitas dosis tunggal bervariasi anta 40-

88% dengan rata-rata 50%.3 Pada geriatri, konsentrasi puncak serum adalah 526 ng/ml

setelah pemberian oral dengan dosis 150 mg dan dicapai dalam 3 jam. Adapun

bioavailabilitas pada geriatric berkurang menjadi 48%.4

Distribusi

Ranitidine terdistribusi sekitar 1.4 L/kg dan terikat dengan protein serum sekitar 15%. Pada

pemberian secara oral ranitidin juga terdistribusi ke cairan serebrospinal.4

Page 3: TUGAS TAMBAHAN RANITIDIN

Metabolisme

Ranitidin dimetabolisme dihati menjadi N-oxide yang merupakan metabolit utama, namun

jumlahnya kurang dari 4% dari dosis yang dikonsumsi. Metabolit lainnya adalah S-oxide

(1%) dan desmethyl Ranitidine (1%). Menurut penelitian, pada pasien dengan gangguan

fungsi hepar seperti sirosis hati, konsentrasi serum akan meningkat akibat rendahnya

metabolisme lintas pertama dihati dan bioavailabilitasnya rata-rata 70%.4

Ekskresi

Rute ekskresi ranitidine melalui urin, dengan sekitar 30% dosis obat pada pemberian oral

terkumpul di urin. Pembersihan melalui ginjal sekitar 410 ml/min, mengindikasikan ekskresi

tubuler yang aktif. Waktu paruh untuk eliminasi yaitu 2,5-3 jam. Pada geriatri, waktu paruh

untuk eliminasi lebih lama yaitu sekitar 3-4 jam seiring dengan fungsi ginjal yang sudah

mengalami penurunan. Waktu paruh eliminasi juga akan meningkat pada pasien dengan

gangguan fungsi ginjal.4 Ginjal mengekskresikan obat-obat ini beserta metabolitnya dengan

cara filtrasi dan sekresi tubular ginjal, dan penting untuk mengurangi dosis antagonis reseptor

H, pada pasien yang bersihan kreatininnya berkurang. Baik hemodialisis maupun dialisis

peritonial tidak membersihkan obat ini secara signifikan.1, 2

DAFTAR PUSTAKA

1. Gunawan, gan sulistia. Farmakologi dan terapi edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.2012.

2. Goodman, Gilman. Manual Farmakologi dan Terapi. EGC. Indonesia. 2002.3. Brogden RN, et al. Ranitidine: A Review of its Pharmacology and Therapeutic Use in

Peptic Ulcer Disease and Other Allied Diseases. Drugs. 1982; 24(4):267.4. Drugs staff. Ranitidine Tablets. Update on April 2015. Available at:

http://www.drugs.com/pro/ranitidine-tablets.html.

Page 4: TUGAS TAMBAHAN RANITIDIN
Page 5: TUGAS TAMBAHAN RANITIDIN