tugas makalah rekayasa sumber daya air ( tambahan ii )

29
Tugas Makalah Rekayasa Sumber Daya Air Pengendalian Daya Rusak Air Dosen : Dr. Ir. Trihono Kadri, M.S. Endah Kurniyaningrum, S.T., M.T. Disusun Oleh : Deny Nofyanto ( 051. 10. 017 ) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

Upload: vinavzenir

Post on 15-Dec-2015

154 views

Category:

Documents


39 download

DESCRIPTION

Tugas Makalah Rekayasa Sumber Daya Air ( Tambahan II )

TRANSCRIPT

Tugas Makalah Rekayasa Sumber Daya Air

Pengendalian Daya Rusak Air

Dosen :

Dr. Ir. Trihono Kadri, M.S.

Endah Kurniyaningrum, S.T., M.T.

Disusun Oleh :

Deny Nofyanto ( 051. 10. 017 )

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran kepada saya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu.

Tujuannya dibuat makalah ini sebagai upaya pemenuhan tugas mata kuliah rekayasa sumber daya air mengenai pengendalian daya rusak air.

Pada makalah ini juga dijabarkan mengenai contoh – contoh aplikasi pengendalian daya rusak air yang sudah ada di Indonesia.

Demikianlah makalah ini disusun semoga bermanfaat dalam memberikan pengetahuan dan membuka wawasan bagi semua.

Penyusun

i

DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………. i

Daftar Isi…………………………………………………………………………….. ii

Daftar Pustaka……………………………………………………………………….. iii

I. Umum………………………………………………………………………...... 1

II. Pencegahan…………………………………………………………………...... 4

III. Penanggulangan………………………………………………………………… 4

IV. Pemulihan……………………………………………………………………… 5

V. Upaya Pengendalian Daya Rusak Air di Hulu…………………………………. 5

VI. Upaya Pengendalian Daya Rusak Air di Tengah………………………………. 8

VII. Upaya Pengendalian Daya Rusak Air di Hilir…………………………………. 11

VIII. Contoh – Contoh Aplikasi Pengendalian Daya Rusak Air………………….. 12

ii

I. UMUM

Pengendalian daya rusak air adalah upaya untuk mencegah, menanggulangi, dan

memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air (UU RI No 7

Tahun 2004 Pasal 1 Ayat 20 ). Pengendalian daya rusak air  diutamakan pada upaya pencegahan

melalui perencanaan pengendalian daya rusak air yang disusun secara terpadu dan menyeluruh

dalam pola pengelolaan sumber daya air. Pengendalian daya rusak air diselenggarakan dengan

melibatkan masyarakat. Pengendalian daya rusak air menja ditanggung jawab Pemerintah,

pemerintah daerah, serta pengelola sumber daya air wilayah sungai dan masyarakat.

Penanggulangan bencana akibat daya rusak air berskala nasional menjadi tanggung jawab

Pemerintah dan ditetapkan oleh Keputusan Presiden (KEPPRES). Pemulihan daya rusak

dilakukan dengan memulihkan kembali fungsi lingkungan hidup dan sistem prasarana SDA.

Pemulihan menjadi tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pengelola SDA dan

Masyarakat

Pengendalian daya rusak air adalah daya air yang menimbulkan kerusakan dan / atau bencana

sebagai berikut :

a. Banjir

b. Erosi dan sedimentasi

c. Tanah longsor

d. Banjir dan lahar dingin

e. Tanah ambles

f. Perubahan sifat kandungan kimiawi, biologi dan fisika air

g. Terancam punahnya jenis tumbuhan dan/atau satwa

h. Wabah penyakit

i. Intrusi dan/atau

j. Perembesan

Pengendalian daya rusak dilakukan pada :

a. Sungai

b. Danau

c. Waduk

1

d. Rawa

e. Cekungan air tanah

f. Sistim irigasi

g. Air hujan

h. Air laut yang berada di darat

Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan

terjadinya daya rusak air, namun masih saja banyak pihak yang tidak mengindahkan dampaknya.

Salah satu contohnya adalah para pengembang perumahan yang memakaia tanah negara

khususnya di daerah bantaran sungai. Herannya, ijin diberikan oleh pemda kepada pengembang

perumahan untuk menjarah bantaran sungai.

Gambar 1. Pelanggaran Pengembang Perumahan

Untuk mengatasi masalah tersebutm , maka ketentuan pidana tentang pengendalian daya rusak

air diatur dalam UU No.7/ 2004 tentang SDA dalam BAB XVI Pasal 94 sebagai berikut :

a. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling banyak

Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah):

2

b. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya

sumber air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau

mengakibatkan pencemaran air; atau

c. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan

terjadinya daya rusak air .

Gambar 2. Penyempitan Alur Sungai Disebabkan Oleh Pengembang Perumahan

Gambar 3. Bantaran Sungai Rusak untuk Pengembangan Perumahan

Pengendalian daya rusak air mencakup tiga hal, yaitu pencegahan (UU No.7 Thn. 2004 Pasal

53), penanggulangan (UU No.7 Thn. 2004 Pasal 54), pemulihan (UU No.7 Thn. 2004 Pasal 57).

3

II. PENCEGAHAN

Upaya pencegahan melalui perencanaan pengendalian daya rusak air yang disusun secara

terpadu, menyeluruh dalam pola Pengelolaan Sumber Daya Air. Pencegahan sebagaimana

dimaksud dilakukan baik melalui kegiatan fisik dan/atau nonfisik. Pilihan kegiatan ditentukan

oleh pengelola sumber daya air yang bersangkutan, tetapi lebih diutamakan pada kegiatan non

fisik.

Kegiatan fisik merupakan pembangunan sarana dan prasarana serta upaya lainnya dalam

rangka pencegahan kerusakan yang diakibatkan olah daya rusak air. Kegiatan non fisik

merupakan penyusunan dan/atau penerapan piranti lunak yang meliputi pengaturan, pembinaan,

pengawasan dan pengendalian.Penyeimbangan hulu dan hilir WS adalah penyelarasan antara

kegiatan konservasi di bagian hulu dengan pendayagunaan di bagian hilir.

Ketentuan mengenai pencegahan kerusakan dan bencana akibat daya rusak air diatur

lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

III. PENANGGULANGAN

Penanggulangan daya rusak air sebagaimana dimaksud dilakukan dengan mitigasi

bencana. Penanggulangan dilakukan secara terpadu oleh instansi terkait dan masyarakat melalui

suatu badan koordinasi penanggulangan bencana pada tingkat nasional, provinsi, dan

kabupaten/kota. Ketentuan mengenai penanggulangan kerusakan dan bencana akibat daya rusak

air diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Penanggulangan bencana akibat daya rusak air yang berskala nasional menjadi tanggung

jawab Pemerintah. Bencana akibat daya rusak air yang berskala nasional ditetapkan dengan

keputusan presiden, sedangkan dalam keadaan yang membahayakan, gubernur dan/atau bupati/

walikota berwenang mengambil tindakan darurat guna keperluan penanggulangan daya rusak air.

4

IV. PEMULIHAN

Pemulihan daya rusak air dilakukan dengan memulihkan kembali fungsi lingkungan

hidup dan sistem prasarana sumber daya air. Pemulihan menjadi tanggung jawab Pemerintah,

Pemerintah Daerah, pengelola sumber daya air, dan masyarakat. Ketentuan mengenai

pemulihan daya rusak air diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Pengendalian daya

rusak air dilakukan pada sungai, danau, waduk dan/atau bendungan, rawa, cekungan air

tanah, sistem irigasi, air hujan, dan air laut yang berada di darat. Ketentuan mengenai

pengendalian daya rusak air pada sungai, danau, waduk dan/atau bendungan, rawa, cekungan

air tanah, sistem irigasi, air hujan, dan air laut yang berada di darat diatur lebih lanjut dengan

peraturan pemerintah.

V. UPAYA PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR DI HULU

Salah satu upaya pengendalian daya rusak air adalah penyeimbangan hulu dan hilir WS

dengan penyelarasan antara kegiatan konservasi di bagian hulu dengan pendayagunaan di

bagian hilir. Bentuk konservasi bagian hulu adalah sebagai berikut :

a. Dam Pengendali

Dam Pengendali adalah bangunan untuk pengendalian banjir hulu sungai (headwater flood

control) dengan cara memperlambat run off dan menampungnya pada waduk (reservoir)

Tujuan :

1. Sebagai daya tampung (storage capacity) air.

2. Pengendapan lumpur (sedimentasi) akibat erosi.

3. Mengendalikan tinggi muka air sewaktu run off tiba

Konstruksi bendung yang berbentuk lengkung atau busur, pada lembah atau alur

sungai,sehingga areal di hulu bendung menjadi waduk (reservoir) yang dapat menampung air

dan sebagai tempat pengendapan sedimen terangkut hasil erosi dari daerah tangkapan

(catchment).

5

Adanya dam pengendali tipe busur dapat mengendapan sedimen terangkut dan menampung

air untuk pengairan.

Gambar 4. Dam Pengendali Tipe Busur

b. Dam Penahan

Dam penahan adalah bendungan kecil yang lolos air dengan konstruksi bronjong batu atau

trucuk bambu (kayu) yang dibuat pada alur jurang dengan tinggi maksimum 4 m.

Tujuan :

1. Mengendalikan endapan dan aliran permukaan dari daerah tangkapan air di bagian hulu.

2. Meningkatkan permukaan air tanah di bagian hilir.

Gambar 5. Dam Penahan

6

c. Saluran Pembuangan Air (SPA)

Saluran pembuangan air adalah saluran yang terletak/memotong teras ke arah lereng, yang

berfungsi untuk menampung kelebihan air hujan yang tidak meresap ke dalam bidang olah teras,

untuk dialirkan ke tempat yang lebih rendah secara aman, pelan dan tenang serta terkendali.

Tujuan :

1. Mengendalikan kecepatan aliran permukaan, sehingga erosi jurang dapat dihindari

2. Mengurangi daya erosi aliran permukaan

Gambar 6. Saluran Pembuangan Air

d. Saluran Drainase

Saluran drainase merupakan suatu bangunan yang dibuat agar air hujan yang jatuh dan menjadi

aliran permukaan dapat ditampung dan dialirkan atau dibuang secepatnya ke tempat yang lebih

aman.

Tujuan :

1. Membuang/mengalirkan air secepatnya ke tempat yang aman

2. Mengurangi penyebab timbulnya erosi saluran

7

Gambar 7. Saluran Drainase

VI. UPAYA PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR DI TENGAH

Pengendalian daya rusak air di tengah dapat dilakukan dengan reboisasi dan penghijauan

DAS / konservasi hutan.

Gambar 8. Penghijauan di tengah DAS

Selain itu, dapat juga diterapkan konsep zero run off. Konsep ideal suatu ruang terbuka hijau

( RTH ) yang ada dalam program P2KH ( Program Pengembangan Kota Hijau ) yang

dicanangkan oleh Kementerian PU menyatakan bahwa komposisi yang tepat antara

hardscape dan softscape adalah 30 : 70. Konsep zero run off merupakan salah satu isu utama

yakni suatu RTH mampu secara mandiri menyerap air buangan tanpa mengalirkannya ke luar

8

site. Dengan persentase 30 : 70 diharapkan area-area softscape mampu menyerap air dengan

efektif. Peningkatan efektifitas penyerapan air bisa dibantu dengan biopori dan sumur

resapan. Di sisi lain hardscapenya itu sendiri disarankan memakai material dengan zero run-

off, artinya material yang secara mandiri mampu menyerap air tanpa mengalirkan ke area

lain. Contoh material yang diharapkan mampu berfungsi sebagai material dengan zero run-

off adalah seperti paving block dan grassblock. Menarik untuk dipertimbangkan adalah bila

suatu RTH sudah mencapai persentase 30 : 70 apakah perlu memakai biopori, sumur resapan

apalagi material zero run-off, mungkin sebaiknya ada kalkulasi lebih mendalam terhadap

sejauh mana komposisi hardscape (h) dan softscape (s) yang memerlukan variabel tambahan.

misalnya bila komposisi h : s = 40 : 60 maka diperlukan biopori, dst.

Perhitungan Koefisien Runoff dapat diperoleh dengan menghitung koefisien air larian (C).

Koefisien air larian adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara besarnya air

larian terhadap besarnya curah hujan (dalam suatu DAS) :

C=Air Larian(mm)

Curah Hujan(mm) ( dalam suatu DAS )

atau

C=∑1

12di x 86400 xQ

P x A

dimana:

di = Jumlah hari dalam bulan ke-i

Q = Debit rata-rata bulanan (m3/detik)

86400 = jumlah detik dalam 24 jam.

P = Curah hujan rata-rata setahun (m/tahun)

A = Luas DAS ( m2 )

9

Misalnya C untuk hutan adalah 0,1 arti nya 10% dari total curah hujan akan menjadi air

larian.

Angka C ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan apakah suatu DAS telah

mengalami gangguan fisik. Nilai C yang besar berarti sebagian besar air hujan menjadi air

larian, maka ancaman ero si dan banjir akan besar. Besaran nilai C akan berbeda -beda

tergantung dari tofografi dan penggunaan lahan. Semakin curam kelerengan lahan semakin

besar nilai C lahan tersebut.

Tabel 1. Nilai C Pada Berbagai Topografi dan Penggunaan Lahan

Sumber : Dr. Mononobe dalam Suyono S. (1999).

Contoh aplikasi zero run off adalah Konsep kawasan pensirkulasian air (water circulating

complex). Strategi yang dilakukan adalah daur ulang air hujan untuk menjadi air baku dan

konsep Konsep taman tadah hujan (rain garden).

10

Gambar 9. Taman Tadah Hujan North Kingstown Town Hall

VII. UPAYA PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR DI HILIR

Pengendalian daya rusak air di hilir dapat dilakukan dengan hal – hal berikut :

1. Pembangunan bangunan penahan tebing dan pengendali erosi antara lain groundsill,

revetment, retaining wall, dan tanggul

2. Pengelolaan kawasan rawan bencana banjir di WS Batanghari

3. Normalisasi sungai-sungai

4. Reboisasi dan penghijauan DAS / Konservasi hutan di hulu, tengah dan hilir WS

5. Meningkatkan kapasitas retensi sepanjang alur (sempadan) sungai dengan menaturalisasi

sempadan sungai yang rusak

6. Pemasangan flood warning sistem

7. Mengurangi laju / tingkat erosi dengan pendekatan bangunan teknik sipil

8. Pengerukan muara di Sungai

9. Penyusunan peta resiko banjir (flood hazard map) untuk daerah rawan banjir

10. Pembuatan sistem peringatan dini datangnya banjir dan sistem informasi tentang

banjir

11. Menampung debit banjir dengan meningkatkan kapasitas bangunan pelimpah banjir,

kolam retensi, saluran pengalih

12. Mengurangi debit banjir dengan pembangunan bangunan prasarana pengendali banjir

13. Melaksanakan restorasi untuk mengembalikan fungsi lingkungan hidup

11

Gambar 10. Pengerukan Muara Sungai

VIII.CONTOH – CONTOH APLIKASI PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR

a. Banjir Kanal Timur

Banjir Kanal Timur ( BKT) memiliki panjang kanal 23,5 kilometer dan kedalaman kanal 3-7

meter melalui 13 Kelurahan. Pembangunan BKT diharapkan dapat mengendalikan banjir di

wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Utara. BKT juga bermanfaat sebagai sarana konservasi air

(pengimbuh air tanah), sarana pelabuhan, sarana pariwisata dan marina, jalur hijau (green

belt), dan sebagai motor penggerak pertumbuhan wilayah Timur – Utara.

Gambar 11. Banjir Kanal Timur

b. Sungai di Medan

Dalam rangka pembangunan Kota Metropolitan pihak Pemerintah telah mengupayakan

pengamanan areal potensial dari bahaya banjir yang sering melanda kota Medan dan sekitarnya.

12

Gambar 12. Sungai di Medan

c. Sungai di Papua Barat

Wasior adalah ibukota Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat, hasil pemekaran dari

Kabupaten Manokwari. Telah dilakukan penanganan tanggap darurat untuk memperbaiki

kerusakan akibat banjir bandang, diantaranya Normalisasi Sungai Wondiboy sepanjang 1,5

kilometer, Normalisasi Sungai Sandoway sepanjang 1 kilometer, serta rehabilitasi jaringan air

baku berupa pembuatan jaringan sepanjang 2.700 meter dan pembuatan intake di tiga lokasi

hunian sementara.

Gambar 13. Sungai di Papua Barat

13

d. Revetment Pantai Banding, Lampung Selatan

Pembangunan Revetment Pantai Banding terletak di Lampung Selatan, Provinsi Lampung.

Terbuat dari konstruksi dus beton dan batu kali, revetment ini mempunyai panjang 215 meter

dan lebar 25 meter. Kegiatan pembangunan dimulai di tahun 2011 dan bertujuan untuk

melindungi jalan dan pemukiman di sekitar wilayah Pantai Banding.

Gambar 14. Revetment Pantai Banding

e. Perkuatan Tebing Bone

Salah satu cara untuk mengantisipasi banjir akibat meluapnya sungai, Balai Wilayah Sungai

Silawesi II membangunan Perkuatan Tebing Sungai Bone sepanjang 176 m

14

Gambar 15. Perkuatan Tebing Bone

f. Banjir Kanal Barat

Pelaksanaan kegiatan peningkatan kapasitas dan perkuatan tebing Banjir Kanal Barat sepanjang

23,5 km yang membentang dari Pintu Air Manggarai sampai dengan Jembatan Pantai Indah

Kapuk di Muara Angke dilakukan sejak Tahun Anggaran (TA) 2006 sampai dengan (TA) 2009.

Gambar 16. Banjir Kanal Barat

15

g. Sungai di Palu

Secara geografi lokasi pekerjaan berada antara 00°54’10.3” - 01°02’02.3” Lintang utara, serta

berada antara 119°44’30.0” -119°52’16.7” Bujur Timur. Luas daerah aliran sungai tercatat seluas

112.92 km²yang berada di 2 (dua) Kabupaten dan 1 (satu) kota. Sungai Sombe, Lewara, dan

Sombe Lewara merupakan sungai yang berada dalam DAS Palu yang potensi permasalahannya

karena sedimentasi yang sangat besar.

Gambar 17. Sungai di Palu

h. Waduk Bili – Bili

Bagian hulu Sungai Jeneberang terutama daerah yang berlereng sangat besar kemungkinan

terjadi longsoran dan erosi. Erosi yang besar di daerah tangkapan waduk akan mempercepat

penuhnya waduk akibat sedimentasi. Untuk mengamankan bangunan Waduk Bili-Bili dari

sedimentasi yang berlebihan guna memaksimalkan umur layanan waduk maka perlu dibuat

bangunan sabo dan sand pocket.

16

Gambar 18. Waduk Bili - Bili

17

DAFTAR PUSTAKA

https://greenzains.wordpress.com/2013/06/11/konsep-zero-run-off-pada-rth/

https://mmahbub.files.wordpress.com/2010/05/4-hitungro.pdf

http://bpk-solo.litbang.dephut.go.id/assets/images/PEH_Beny.pdf

http://ppesuma.menlh.go.id/index.php/regulasi/undang-undang?download=2:sumber-

daya-air

https://bebasbanjir2025.wordpress.com/04-konsep-konsep-dasar/mimpi-tentang-das-

ciliwung/

https://bebasbanjir2025.wordpress.com/teknologi-pengendalian-banjir/dam-

penghambat-check-dam/

http://werdhapura.penataanruang.net/component/content/article/40-saya-ingin-tahu/

288-kota-hijau

http://candrasahabat.blogspot.com/2014/08/taman-rerekreasi-tadah-hujan.html

iii