lapak tr ranitidin

25
PENGUJIAN DISOLUSI TERHADAP TABLET RANITIDIN I. Tujuan 1. Mahasiswa dapat melakukan uji disolusi dengan menggunakan alat uji disolusi 2. Praktikan dapat mengetahui laju disolusi obat ranitidin di dalam pelarut aquadest yang dianalogkan dengan cairan tubuh dan dapat melakukan penetapan kadar persen disolusi dalam tubuh. II. Prinsip 1. Uji Disolusi Disolusi adalah proses pelepasan senyawa obat dari sediaan dan melarut dalam media pelarut, sedangkan laju disolusi adalah jumlah zat aktif yang dapat larut dalam waktu tertentu pada kondsisi antar permukaan cair-padat, suhu dan komposisi media yang dibakukan. Tahap disolusi meliputi proses pelarutan obat pada permukaan partikel padat yang membentuk larutan jenuh di sekeliling partikel yang dikenal sebagai lapisan diam (stagnant layer). Kemudian obat yang terlarut dalam lapisan diam ini berdifusi ke 1

Upload: faizah-min-fadhlillah

Post on 02-Dec-2015

396 views

Category:

Documents


23 download

DESCRIPTION

laporan akhir

TRANSCRIPT

PENGUJIAN DISOLUSI TERHADAP TABLET RANITIDIN

I. Tujuan

1. Mahasiswa dapat melakukan uji disolusi dengan menggunakan alat uji

disolusi

2. Praktikan dapat mengetahui laju disolusi obat ranitidin di dalam pelarut

aquadest yang dianalogkan dengan cairan tubuh dan dapat melakukan

penetapan kadar persen disolusi dalam tubuh.

II. Prinsip

1. Uji Disolusi

Disolusi adalah  proses pelepasan senyawa obat dari sediaan  dan

melarut  dalam media pelarut, sedangkan  laju disolusi adalah jumlah zat

aktif yang dapat larut dalam waktu tertentu pada kondsisi antar

permukaan cair-padat, suhu dan komposisi media yang dibakukan.

Tahap disolusi meliputi proses pelarutan obat pada permukaan partikel

padat  yang membentuk larutan jenuh di sekeliling  partikel  yang

dikenal sebagai lapisan diam (stagnant  layer). Kemudian obat yang

terlarut dalam lapisan diam ini berdifusi ke dalam pelarut dari daerah

konsentrasi obat  yang tinggi  ke daerah konsentrasi obat yang rendah

III. Teori Dasar

Monografi Ranitidine

Rumus molekul : C13H22N4O3S.HCl.

Berat molekul : 350,87.

1

Nama Kimia : N-{2-{{{5-{(dimetilamino)metil}-2furanin}metil}-2-

furanin} metil} tio}etil}-N-metil-2-1,1-Etenadiamina,

hidroklorida.

Kandungan :Tidak kurang dari 97,5% dan tidak lebih dari 102,0%

C13H22N4O3S.HCl, dihitung terhadap zat yang telah

dikeringkan.

Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai kuning pucat, praktis tidak

berbau, peka terhadap cahaya dan kelembaban.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, cukup larut dalam etanol

dan sukar larut dalam kloroform.

Titik lebur : Melebur pada suhu lebih kurang 140°, disertai peruraian.

Baku pembanding : Ranitidin Hidroklorida BPFI, lakukan pengeringan dalam

hampa udara pada suhu 60°C selama 3 jam. (Depkes, 1979)

Ranitidin Hidroklorida merupakan antagonis reseptor histamin H2 secara

selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam

lambung, sehingga pada pemberian ranitidin HCl sekresi asam lambung akan

dihambat. Obat ini digunakan secara luas untuk tukak duodenum, tukak lambung,

zollinger-Ellison syndrome, gangguan refluks lambung-esofagus, dan erosi

esophagus (Sugiyartono, 2012).

Ranitidin HCl dapat menghambat sekresi asam lambung sampai 5 jam

oleh karena waktu paruh yang pendek yaitu 2,5- 3 jam. Untuk memperpanjang

efek, perlu dikembangkan sediaan lepas lambat yang dapat bertahan pada

lambung dalam waktu yang lama, mengingat bahwa ranitidin HCl hanya di

absorpsi pada bagian awal dari usus halus, dan juga untuk mencegah metabolisme

ranitidin HCl di kolon (Sugiyartono, 2012).

Disolusi

Disolusi adalah proses suatu zat padat masuk kedalam pelarut

menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses zat padat

2

melarut. Proses ini dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dan pelarut (Syukri,

2002).

Disolusi menjadi salah satu kontrol kualitas yang dapat digunakan untuk

memprediksi bioavailabilitas, dan dalam beberapa kasus dapat sebagai pengganti

uji klinik untuk menilai bioekivalen (bioequivalence). Hubungan kecepatan

disolusi in vitro dan bioavailabilitasnya dirumuskan dalam bentuk IVIVC (in vitro

– in vivo corelation). Kinetika uji disolusi in vitro memberi informasi yang sangat

penting untuk meramalkan availabilitas obat dan efek terapeutiknya secara in vivo

(Sulaiman, 2007).

Pengujian kehancuran yang dicantumkan dalam seluruh farmakope

menggambarkan kriteria kualitas yang penting untuk peroralia (tablet, tablet salut,

granulat, kapsul) meskipun demikian persyaratannya dalam pandangan terhadap

ketersediaan terbatas. Suatu kehancuran total memang menawarkan persyaratan

yang lebih baik untuk pelepasan, meskipun demikian bahan pembantu dapat

membungkus bahan obat sedemikian rupa, sehingga melarutnya keluar dari

produk hancuran sangat terhambat. Oleh karena kecepatan pelarutan dari bahan

aktif sering kali menggambarkan langkah penentu kecepatan untuk jalannya

resorpsi, maka tes pelarutan (dissolution-test) lebih nyata (Ansel et al, 1999;

Voigt, 1994).

Disolusi-test sudah dapat dilakukan dengan alat kehancuran otomatis yang

biasa, akan tetapi yang diamati bukan kehancuran dari “Formling‟, melainkan

jumlah bahan obat dalam interval waktu tertentu, yang larut dari seluruh sediaan

obat atau hancuran sediaan obat dalam cairan penguji (cairan pencernaan buatan),

diinterpretasikan secara analitis (Voigt, 1994).

Dalam penentuan kecepatan disolusi dari bentuk sediaan padat terlibat

berbagai macam proses disolusi yang melibatkan zat murni. Karakteristik fisik

sediaan, proses pembasahan sediaan, kemampuan penetrasi media disolusi

3

kedalam sediaan, proses pengembangan, proses disintegrasi dan deagragasi

sediaan merupakan faktor yang mempengaruhi karakteristik disolusi obat sediaan

(Syukri, 2002).

Laju absorpsi dari obat-obat bersifat asam yang diabsorpsi dengan mudah

dalam saluran pencernaan sering ditetapkan dengan laju larut obat dari tablet. Bila

yang menjadi tujuan adalah untuk memperoleh kadar yang tinggi di dalam darah,

maka cepatnya obat dan tablet melarut biasanya menjadi sangat menentukan. Laju

larut dapat berhubungan langsung dengan efikasi (kemanjuran) dari tablet dan

perbedaan bioavailabilitas dari berbagai formula (Lachman et al., 1994).

Alat yang digunakan pada Uji Disolusi

Alat terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan

transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh

motor dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian didalam suatu

tangas air yang sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan

suhu dalam wadah pada 370 ± 0.50 selama pengujian berlangsung dan menjaga

agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap. Bagian dari alat, termasuk

lingkungan tempat alat diletakkan tidak dapat memberikan gerakan goncangan

atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat perputaran alat pengaduk.

Penggunaan alat yang memungkinkan pengamatan contoh dan pengadukan

selama pengujian berlangsung. Lebih dianjurkan wadah disolusi berbentuk

silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160 mm hingga 175 mm, diameter

dalam 98 mm hingga 106 mm dan kapasitas nominal 1000ml (Lachman et al.,

1994).

Pada bagian atas wadah ujungnya melebar, untuk mencegah penguapan

dapat digunakan suatu penutup yang pas. Batang logam berada pada posisi

sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap titik dari sumbu

vertical wadah, berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti. Suatu alat

pengatur kecepatan digunakan sehingga memungkinkan untuk memilih kecepatan

4

putaran yang dikehendaki dan mempertahankan kecepatan seperti yang tertera

dalam masing – masing monografi dalam batas lebih kurang 4%

Uji disolusi ( Leon Lachman edisi III jilid 2 hal 659 – 662 ) didasarkan

pada kenyataan bahwa tablet itu pecah menjadi partikel – partikel kecil. Sehingga

daerah permukaan media pelarut menjadi lebih luas dan akan berhubungan

dengan tersedianya obat di dalam cairan tubuh. Namun sebenarnya uji hancur

hanya menyatakan waktu yang diperlukan tablet untuk hancur dibawah kondisi

yang ditetapkan dan lewatnya seluruh partikel melalui saringan berukuran mesh

10. Uji ini tidak memberi jaminan bahwa partikel – partikel ini akan melepas

bahan obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya. Itulah sebabnya uji

5

disolusi dan ketentuan uji dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet

(Lachman et al., 1994).

IV. Alat dan Bahan

Alat

No Alat Gambar

1 Alat penguji disolusi

2 Beaker glass 1000ml

3 Corong

6

4 Kuvet

5 Labu ukur

6 Pipet Piston

7 Spektrofotometer UV-Vis

7

8 Vial

Bahan

Aquades

Ranitidin HCl standar

Tablet Ranitidin HCl

V. Prosedur

Prosedur uji disolusi tablet ranitidin menggunakan media disolusi berupa

aquadest sebanyak 900 ml dengan alat tipe 2 (berbentuk dayung), kecepatan

putaran 50 rpm, selama 45 menit. Pertama dilakukan pembuatan kurva baku

ranitidin. Ranitidin baku ditimbang sebanyak 50 mg lalu dimasukkan ke dalam

labu ukur 100 ml dan ditambahkan aquadest ke dalam labu hingga batas volume

labu ukur, labu dikocok agar ranitidin baku larut homogen. Larutan stok baku

selanjutnya dilakukan pengenceran dengan 5 konsentrasi berbeda kemudian

masing-masing larutan hasil pengenceran diukur absorbansinya pada alat

spektrofotometri dengan λ 314 nm. Nilai absorbansi yang diukur harus berada

pada rentang 0,2-0,8. Dari nilai absorbansi tiap larutan hasil pengenceran dapat

dibuat kurva baku dengan persamaan garis y=ax+b.

Uji disolusi tablet ranitidin dilakukan dengan menyiapakan tiga buah

tablet ranitidin, masing-masing tablet mengandung 150 mg zat aktif. Tiap tablet

dimasukkan kedalam tiap tabung yang telah diisi larutan aquadest 900 ml pada

alat disolusi, suhu diatur pada 370 C dan kecepatan putaran 50 rpm. Setelah alat

dinyalakan selang 10 menit larutan dalam tabung yang berisi tablet ranitidin

diambil 5 ml, lalu ke dalam tabung tersebut diisikan kembali dengan 5 ml

aquadest yang baru. Kemudian untuk selanjutnya diambil 5 ml pada menit ke 20

8

menit, 30 menit, 40 menit dan 45 menit. Setiap kali larutan didalam tabung

diambil 5 ml maka ke dalam tabung tersebut dimasukkan kembali aquadest 5 ml

agar volume didalam tabung tetap 900 ml. Dari larutan disolusi yang telah diambil

5 ml tersebut semuanya masukkan ke vial beri tanda untuk selang waktu menitnya

dan ada 15 cuplikan dengan selang waktu yang berbeda yaitu: 10’, 20’, 30’, 40’,

45’. Diamkan beberapa menit agar pengotor lainnya mengendap. Setelah

didiamkan larutan tersebut dimasukkan kedalam kuvet dengan mengambil bagian

atasnya supaya pengotor tidak ikut kedalamnya, kemudian ukur absorbansinya

pada spektrofotometri dengan λ 314 nm. Hasil ukur absorbansi harus pada rentang

0,2-0,8 jika kurang ataupun lebih dari rentang yang telah ditentukan maka

dilakukan pengenceran terhadap larutan uji disolusi tersebut.

VI. Data Pengamatan dan Perhitungan

Penimbangan bobot tablet

Tablet ranitidin Bobot tablet (gram)

Tablet I 0,3346

Tablet II 0,3377

Tablet III 0,3392

Pengukuran absorbansi larutan baku

Konsentrasi (ppm) Absorbansi (A)

30 0,283

35 0,3277

40 0,3734

45 0,4251

50 0,4865

9

Pembuatan Kurva baku larutan baku

Pengukuran absorbansi larutan saampel

Tablet I Absorbansi (A)

t 10

t 20

t 30

t 40

t 45

0,2086

0,6387

0,6223

0,7026

0,2609

Tablet II Absorbansi (A)

t 10

t 20

t 30

t 40

t 45

0,5268

0,3921

0,3908

0,3954

0,3858

10

Tablet III Absorbansi (A)

t 10

t 20

t 30

t 40

t 45

0,3418

0,3851

0,3763

0,3779

0,7691

Perhitungan konsentrasi X dari persamaan y=ax+b

Y= 0,010x-0,024

Tablet I Konsentrasi x (ppm)

t 10

t 20

t 30

t 40

t 45

y = 0,010x-0,024

0,2086 = 0,010x-0,024

x = 23,26

y = 0,010x-0,024

0,6387 = 0,010x-0,024

x = 66,27

y = 0,010x-0,024

0,6223 = 0,010x-0,024

x = 64,63

y = 0,010x-0,024

0,7026 = 0,010x-0,024

x = 72,66

y = 0,010x-0,024

0,2609 = 0,010x-0,024

11

x = 28,49

Tablet II Konsentrasi x (ppm)

t 10

t 20

t 30

t 40

t 45

y = 0,010x-0,024

0,5268 = 0,010x-0,024

x = 55,68

y = 0,010x-0,024

0,3921 = 0,010x-0,024

x = 41,61

y = 0,010x-0,024

0,3908 = 0,010x-0,024

x = 41,48

y = 0,010x-0,024

0,3954 = 0,010x-0,024

x = 41,94

y = 0,010x-0,024

0,3853 = 0,010x-0,024

x = 40,98

Tablet III Konsentrasi x (ppm)

t 10

t 20

y = 0,010x-0,024

0,3418 = 0,010x-0,024

x = 36,38

y = 0,010x-0,024

0,3851 = 0,010x-0,024

12

t 30

t 40

t 45

x = 40,91

y = 0,010x-0,024

0,3763 = 0,010x-0,024

x = 40,03

y = 0,010x-0,024

0,3779 = 0,010x-0,024

x = 40,19

y = 0,010x-0,024

0,7691 = 0,010x-0,024

x = 79,31

Perhitungan % disolusi

Tablet I % disolusi

t 10

t 20

t 30

t 40

x100%

= 13,956%

x100%

= 39,762%

x100%

= 38,776%

13

t 45

x100%

= 43,596%

x100%

= 17,094%

Tablet II % disolusi

t 10

t 20

t 30

t 40

t 45

x100%

= 33,048%

x100%

= 24,968%

x100%

= 24,888%

x100%

= 25,164%

14

x100%

= 24,588%

Tablet III % disolusi

t 10

t 20

t 30

t 40

t 45

x100%

= 21,948%

x100%

= 24,546%

x100%

= 24,018%

x100%

= 24,114%

x100%

= 47,586%

15

Data pengamatan tablet ranitidin

Tablet I Konsentrasi (ppm) % disolusi

t 10

t 20

t 30

t 40

t 45

23,26

66,37

64,63

72,66

28,49

13,956%

39,762%

38,778%

43,596%

17,094%

Tablet II Konsentrasi (ppm) % disolusi

t 10

t 20

t 30

t 40

t 45

55,08

41,61

41,48

41,94

40,98

33,048%

24,966%

24,888%

25,164%

24,588%

Tablet III Konsentrasi (ppm) % disolusi

t 10

t 20

t 30

36,58

40,91

21,948%

24,546%

16

t 40

t 45

40,03

40,19

79,31

24,018%

24,114%

47,586%

Perhitungan rata-rata % disolusi pada menit ke 45

% disolusi = = 29,756%

VII. Pembahasan

VIII. Kesimpulan

1. Uji disolusi dengan menggunakan alat uji disolusi dilakukan dengan

kecepatan 50 rpm dalam waktu 45 menit interval 10, 20, 30, 40, dan 45

menit.

2. Laju disolusi obat ranitidin di dalam pelarut aquadest mempunyai

%disolusi rata-rata 25,44%

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H. C., 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat.

Universitas Indonesia Press.Jakarta

17

Departemen Kesehatan RI.,1979., Farmakope Indonesia., edisi 3., Departemen

Kesehatan. Jakarta

Lachman, Leo, Lieberman, H.A., Kanig, J.L.(1994). Teori dan Praktek Farmasi

Industri. Edisi ke 3. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia Press.

Sugiyartono, dkk. 2012. Pengaruh Penambahan Manitol Terhadap Pelepasan

Ranitidine HCl dari Tablet Floating dengan HPMC K100M sebagai

Matriks. Tersedia di http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/Sugiyartono

%20et%20al,%20PS1142012.pdf [diakses 25 April 2013]

Sulaiman, T. N. S., 2007, Teknologi dan Formulasi Sediaan Tablet, Laboratorium

Teknologi Farmasi . Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta

Syukri, Y. (2002). Biofarmasetika. Yogyakarta :Penerbit UII Press.Halaman : 25.

Voight, R (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. edisi V.Revisi.

Gajah Mada University Press.Yogyakarta. Halaman : 349 – 354

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

SEDIAAN SOLIDA

PENGUJIAN DISOLUSI TABLET RANITIDIN

18

SELASA / PUKUL 13.00 – 16.00

KELOMPOK :

Nama NPM

Pritasari Dwi Anggraini 260110100142

Aida Nur Aini 260110100144

Virgaust Andy Wicaksono 260110100145

Agusta Widihastuti 260110100146

Laboratorium Sediaan Solida

Fakultas Farmasi

Universitas Padjadjaran

2013

19