tugas system komunikasi indonesia

27
Tugas system komunikasi indonesia DESENTRALISASI OTONOMI DAERAH Oleh : Indra Agus Susanto Stb. C1 D1 09 091 Semester 3 Jurusan ilmu komunikasi Fakultas ilmu social dan ilmu politik Universitas haluoleo

Upload: indraagus

Post on 16-Aug-2015

102 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas system komunikasi indonesia

Tugas system komunikasi indonesia

DESENTRALISASI OTONOMI DAERAH

Oleh :

Indra Agus Susanto

Stb. C1 D1 09 091

Semester 3

Jurusan ilmu komunikasi

Fakultas ilmu social dan ilmu politik

Universitas haluoleo

2010

Page 2: Tugas system komunikasi indonesia

DAFTAR ISI

Halaman judul

Daftar isi .............................................................................................................................................

Latar belakang ...................................................................................................................................

Pembahasan .......................................................................................................................................

A. Desentralisasi dan otonomi daerah........................................................................................

B. Pentingnya desentralisasi pendidikan ..................................................................................

C. Penerapan mendasar tentang desentralisasi pendidikan ......................................................

D. Model desentralisasi pendidikan ...........................................................................................

E. Paradigm baru pendidikan ....................................................................................................

Penutup ..............................................................................................................................................

Page 3: Tugas system komunikasi indonesia

LATAR BELAKANG

Bila otonomi daerah menunjuk pada hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat, maka hal tersebut

hanya mungkin jika Pemerintah Pusat mendesentralisasikan atau menyerahkan wewenang

pemerintahan kepada daerah otonom. Inilah yang disebut dengan desentralisasi. Mengenai asas

desentralisasi, ada banyak definisi. Secara etimologis, istilah tersebut berasal dari bahasa Latin “de”,

artinya lepas dan “centrum”, yang berarti pusat, sehingga bisa diartikan melepaskan dari pusat.

Sementara, dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004, bab I, pasal 1 disebutkan bahwa:

“ Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah

otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan RI”.

Istilah desentralisasi muncul dalam paket UU tentang otonomi daerah yang pelaksanaannya

dilatarbelakangi oleh keinginan segenap lapisan masyarakat untuk melakukan reformasi dalam semua

bidang pemerintahan. Menurut Bray dan Fiske (Depdiknas, 2001:3) desentralisasi pendidikan adalah

suatu proses di mana suatu lembaga yang lebih rendah kedudukannya menerima pelimpahan

kewenangan untuk melaksanakan segala tugas pelaksanaan pendidikan, termasuk pemanfaatan segala

fasilitas yang ada serta penyusunan kebijakan dan pembiayaan.

Desentralisasi pendidikan atau otonomi pendidikan merupakan salah satu model pengelolaan

pendidikan dengan memberikan suatu pendelegasian kewenangan tertentu di tingkat sekolah untuk

membuat keputusan-keputusan yang bekenaan dengan upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan

serta sumber daya manusia termasuk profesionalitas guru.

Page 4: Tugas system komunikasi indonesia

PEMBAHASAN

A. Desentralisasi dan otonomi daerah

Tujuan utama dari kebijakakan otonomi daerah adalah, pertama membebaskan pemerintah

pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangai urusan domestik, sehingga ia

berkesempatan untuk memperlajari, memahami, merespon berbagai kecenderongan global

dan mengambil mamfaat dari padanya., pemerintah pusat diharapkan lebih mampu

berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis.

Kedua dengan adanya otonomi daerah, maka pemerimtah daerah mendapat kewenangan

lebih dari pemerintah pusat, maka daerah akan mengalami proses pembelajaran dan

pemberdayaan yang signifikan. Kemampuan prakarsa dan kreativitas mereka akan terpacu,

sehingga kapabilitas dalam mengatasi berbagai masalah domistik akan semakin kuat.

Istilah otonomi mempunyai arti kebebasan atau kemandirian, tetapi bukan kemerdekaan

sehingga daerah otonomi itu diberi kebebasan atau kemandirian sebagai wujud pemberian

kesempatan yang harus dipertanggung jawabkan. Oleh sebab itu, usaha membangun

keseimbangan harus diperhatikan dalam konteks hubungan kekuasaan antara pusat dan

daerah. Artinya, daerah harus dipandang dalam 2 (dua) kedudukan, yaitu: (a) sebagai organ

daerah untuk melaksanakan tugas-tugas otonomi; dan (b) sebagai agen pemerintah pusat

untuk menyelenggarakan urusan pusat di daerah.

Secara teoritis, hubungan kekuasaan antara pemerintah dengan pemerintah daerah

berdasarkan atas 3 (tiga) asas, yaitu: (a) asas desentralisasi; (b) asas dekonsentrasi; dan (c)

asas tugas pembantuan.

Dalam asas desentralisasi ada penyerahan wewenang sepenuhnya dari pemerintah pusat

kepada pemerintah daerah tentang urusan tertentu, sehingga pemerintah daerah dapat

mengambil prakarsa sepenuhnya baik menyangkut kebijakan, perencanaan, pelaksanaan,

dan pembiayaan. Pada asas dekonsentrasi yang terjadi adalah pelimpahan wewenang

Page 5: Tugas system komunikasi indonesia

kepada aparatur pemerintah pusat di daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah pusat

di daerah dalam arti bahwa kebijakan, perencanaan, dan biaya menjadi tanggung jawab

pemerintah pusat, sedangkan aparatur pemerintah pusat di daerah bertugas

melaksanakan. Sementra Asas pembantuan berarti keikutsertaan pemerintah daerah untuk

melaksanakan urusan pemerintah pusat di daerah itu, dalam arti bahwa organisasi

pemerintah daerah memperoleh tugas dan kewenangan untuk membantu melaksanakan

urusan-urusan pemerintah pusat .

Desentralisasi saat ini telah menjadi azas penyelenggaraan pemerintahan yang diterima

secara universal dengan berbagai macam bentuk aplikasi di setiap negara. Hal ini sesuai

dengan fakta bahwa tidak semua urusan pemerintahan dapat diselenggarakan secara

sentralisasi, mengingat kondisi geografis, kompleksitas perkembangan masyarakat,

kemajemukan struktu sosial dan budaya lokal serta adanya tuntutan demokratisasi dalam

penyelenggaraan pemerintahan.

Desentralisasi memiliki berbagai macam tujuan. Secara umum tujuan tersebut dapat

diklasifikasi ke dalam dua variabel penting, yaitu pertama peningkatan efisiensi dan

efektivitas penyelenggaraan pemerintahan (yang merupakan pendekatan model efisiensi

struktural/structural efficiency model) dan kedua peningkatan partisipasi masyarakat dalam

pemerintahan dan pembangunan (yang merupakan pendekatan model

partisipasi/participatory model). Setiap negara lazimnya memiliki titik berat yang berbeda

dalam tujuan-tujuan desentralisasinya tergantung pada kesepakatan dalam konstitusi

terhadap arah pertumbuhan (direction of growth) yang akan dicapai melalui desentralisasi .

Oleh karena itu desentralisasi merupakan simbol “trust” dari pemerintrah pusat kepada

sistem yang sentralistik mereka tidak bisa berbuat banyak dalam mengatasi berbagai

masalah, dalam sistem otonomi daerah mereka tertantang untuk secara kolektif

menentukan solusi-solusi atas berbagai masalah yang dihadapi .

Page 6: Tugas system komunikasi indonesia

Undang-undang no. 32 tahun 2004 pada pasal 1 butir (7) menyebutkan, Desentralisasi

adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah Otonom

untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Definisi desentralisasi menuryt para pakar berbeda redaksionalnya, tapi pada dasarnya

mempunyai arti yang sama. Joeinarto menyebut bahwa desentralisasi adalah meberian

wewenang dari negara kepada pemerintah lokal untuk mengatur dan mengurus urusan

tertentu sebagai urusan rumah tangganya sendiri. Sedangkan Muslimin, mengartikan

desentralisasi adalah pelimpahan wewenang pada badan-badan dan golongan-golongan

dalam masyarakat dalam daerah tertentu untuk mengurus rumah tangganya. Sementra

Irawam Soejito mengartikan desentralisasi sebagai pelimpahan kewenangan pemerintah

kepada pihak lain untuk dilaksanakan .

Desentralisasi merupakan penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa

dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan

adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.

Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di

definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem

pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem

pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan

paradigma pemerintahan di Indonesia .

Desentralisasi adalah asas penyelenggaraan pemerintahan yang dipertentangkan dengan

sentralisasi. Desentralisasi menghasilkan pemerintah lokal (local government), adanya

pembagian kewenangan serta terjadinya ruang gerak yang ditandai untuk memaknai

Page 7: Tugas system komunikasi indonesia

kewenangan yang diberikan kepada pemerintah yang lebih rendah, hal inilah yang

merupakan hal terpenting perbendaan antara desentralisasi dengan sentralisasi .

Desentralisasi dalam arti penyerahan urusan pemerintah hanya dilakukan oleh pemerintah

kepada daerah otonom. Oleh karena itu tidak terjadi penyerahan wewenang legislasi dari

lembaga legeslatif dan wewenang yudikatif dari lembaga yudikatif kepada daerah otonom.

Daerah otonom hanya mempunyai wewenang untuk membentuk peraturan daerah (local

ordinace), bukan undang-undang .

Dilihat dari pelaksanaan fungsi dari pemerintah, desentralisasi atau otonomi daerah itu

menunjukan :

1. Satuan-satuan desentralisasi lebih fleksibel dalam memenuhi sebagai perubahn yang

terjadi dengan cepat;

2. Satuan-satuan desentralisasi dapat melaskanakan/ melakukan tugas dengan efektif dan

efesien;

3. Satuan-satuan desentralisasi lebih inovatif;

4. Satuan-satuan desentralisasi mendorong tumbuhnya sikap moral yang tinggi, komitmen

yang lebih tinggi dan lebih produktif.

Keberhasilan otonomi daerah tidak terlepas dari cukup tidaknya kemampuan daerah dalam

bidang keuangan, karena kemampuan keuang ini merupakan salah satu indikator penting

guna mengukur tingkat otonomi suatu daerah .

Pembagian Kewenangan oleh UU no 32 tahun 2004

Di dalam UU No. 32 Tahun 2004, pembagian kewenangan dan atau urusan pemerintahan

dilakukan lebih jelas antara pemerintah pusat, propinsi, kabupaten/kota, dan desa dengan

Page 8: Tugas system komunikasi indonesia

kriteria eksternalitas, akuntabilitas, efisiensi, dan keserasian hubungan pemerintahan. Di

dalam undang-undang tersebut ditegaskan bahwa urusan yang menjadi kewenangan

daerah meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah suatu

urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar,

kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar, sedangkan

urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait dengan potensi keuanggulan dan

kekhasan daerah.

Sementara itu, pemerintah pusat memegang urusan utama yang meliputi politik luar negeri,

pertahanan, keamanan,moneter, yustisi, dan agama; serta urusan yang ditetapkan oleh

suatu undang-undang menjadi urusan pusat. Di samping itu terdapat bagian urusan

pemerintah yang bersifat concurent, artinya urusan pemerintahan yang penanganannya

dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah pusat

dengan pemerintah daerah.

Dengan demikian, setiap urusan yang bersifat concurent selalu ada bagian urusan yang

menjadi kewenangan pemerintah, ada bagian urusan yang diserahkan propinsi, dan ada

bagian urusan yang diserahkan kepada kabupaten/kota. Pelaksanaan keseluruhan urusan

pemerintahan tersebut masih memerlukan pengaturan lebih lanjut dalam bentuk PP.

Page 9: Tugas system komunikasi indonesia

B. Pentingnya desentralisasi pendidikan

Desentralisasi pendidikan merupakan salah satu model pengelolaan pendidikan dengan

memberikan suatu pendelegasian kewenangan tertentu di tingkat sekolah untuk membuat

keputusan-keputusan yang bekenaan dengan upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan

serta sumber daya manusia termasuk profesionalitas guru yang belakangan ini dirisaukan oleh

berbagai pihak, baik secara regional maupun secara internasional. Sistem pendidikan yang

selama ini dikelola dalam suatu iklim birokratik dan sentralistik dianggap sebagai salah satu

sebab yang telah membuahkan keterpurukan dalam mutu dan keunggulan pendidikan.

Banyak orang beranggapan bahwa pelaksanaan otonomi daerah memberikan harapan pada

perbaikan penyelenggaraan pendidikan yang pada gilirannya meningkatkan kualitas out putnya.

Namun ternyata harapan itu menghadapi berbagai tantangan salah satunya adalah banyak

pemegang kebijakan yang pola pikirnya masih sangat procedural sehingga menghambat

lahirnya kreatifitas, motivasi, dan upaya-upaya inovasi.

Hadirnya buku yang memaparkan berbagai perubahan dalam penyelenggaraan pendidikan

sebagai akibat dari diimplementasikannya kebijakan otonomi daerah ini, diharapkan mampu

membuka wawasan tentang arti pentingnya otonomi di bidang pendidikan, konsep tentang

desentralisasi pendidikan, peningkatan kapasitas otonomisasi sekolah, pelaksanaan manajemen

berbasis sekolah (MBS), pemberdayaan komite sekolah, pengelolahan system manajemen

pendidikan di sekolah, otonomi perguruan tinggi, dan otonomi pada lembaga pendidikan islam.

Menutut bahasa otonomi adalah pengundangan sendiri. Tetapi secara konseptual, otonomi

diartikan sebagai hak mengatur dan memerintah daerah sendiri. Menurut undang-undang no 32

tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pada pasal 1 ayat 5, dikemukakan bahwa otonomi

daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengatur serta mengurus sendiri sesuai

dengan peraturan perundangan. Dari beberapa konsep di atas dapat disimpulkan bahwa

otonomi daerah adalah kewenangan untuk mengatur daerahnya sendiri tanpa campur tangan

pihak lain ataupun pemerintah.

Page 10: Tugas system komunikasi indonesia

Otonomi daerah sebagai desentralisasi pemerintahan yang tujukan untuk memenuhi kebutuhan

dan kepentingan bangsa. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang yang semula bersal dari

pemerintah pusat menjadi wewenang pemerintah daerah. Kewenangan pengolahan pendidikan

berubah dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Desentralisasi pendidikan merupakan

pelimpahan kekuasaan dan wewenang yang lebih luas kepada daerah untuk membantu

perencanaan dan pengambilan keputusan sendiri dalam menghadapi masalah di bidang

pendidikan. Desentralisasi adalah sebuah system manajemen untuk mewujudkan pembangunan

pendidikan yang menekankan pada kebinekaan, kebijakan desentralisasi pendidikan dan

kendali pelaksanaan.

Untuk melaksanakan desentralisasi pendidikan terdapat kendala yang perlu diatasi yaitu

masalah yang berkaitan dengan substansi manajemen pendidikan antara lain: masalah

kurikulum peningkatan relevansi dan tuntutan perkembangan kebutuhan masyarakat perlu

dilakukan manajemen kurikulum yang berangkat dari satu prediksi yang dapat memberi

gambaran kepada masyarakat tahun mendatang. masalah sumberdaya ,manusia sumberdaya

manusia yanb kurang professional akan menghambat system pendidikan. Masalah dana,

sarana dan prasarana anggaran pendidikan yang diakomodasikan APBD sedangkan pada

bidang perlengkapan seringkali terjadi perebutan aset antara departemen dan provinsi masalah

organisasikelembagaan jenjang dan jenis kelembagaan pendidikan dipilah-pilah sehingga

seperti tidak mempunyai hubungan antara satu dengan yang lain. Misalnya perguruan tinggi

dengan sekolah menengah.

Page 11: Tugas system komunikasi indonesia

C. Penerapan mendasar tentang desentralisasi pendidikan

Implementasi otonomi pendidikan disamping memiliki segi positif namun membawa

konsekuensi yang besar dalam berbagai hal yaitu dalam bidang pemerintahan, dalam hal operasional

dan dalam bidang social dan dalam bidang pembelajaran yang belum bisa berjalan dengan optimal

karena masih banyak guru yang apatis dalam menanggapi pembaharuan pendidikan. Dalam hal

anggaran pendidikan dan komite sekolah serta dewan pendidikan. Dalam upaya membangun

otonomisasi pendidikan secar benar maka dalam bidang pendidikan akan terbentuk pola manajemen ,

yaitu manajemen berbasis sekolah, perlibatan masyarakat, pemberdayaan sekolah, meniadakan

penyeragaman

Manajemen berbasis sekolah Adalah salah satu model manajemen pendidikan berbasis pada

otonomi atau kemandirian sekolah dan aparat daerah dalam menentukan arah kebijakan serta jalannya

pendidikan daerah masing-masing.

Konsep manajemen berbasis sekolah:

a. pembuatan keputusan pendidikan yang bersifat kolegal

b. dalam beberapa hal akan menentukan cara pengambilan keputusan yang hirarkis dan berdasarkan

posisi

c. prinsip tim digunakan dalam mengelola dan menjalankan kegiatan sekolah

d. perencanaan yang komperhesif merupakan kendaraan untuk memperbaiki program yang berpusat

pada sekolah dan untuk menetapkan prioritas. Dan diperlukannya semangat untuk pengambilan

keputusan berdasarkan data.

Tujuan manajemen berbasis sekolah (MBS):

1. meningkatkan mutu pendidikan

Page 12: Tugas system komunikasi indonesia

2. meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat

3. meningkatkan tanggungjawab sekolah kepada orang tua dan masyarakat

4. meningkatkan kompetensi yang sehat antar sekolah

karakteristik MBS: otonomi sekolah, kerjasama, fleksibilitas, dan peningkatan partisipasi.

Hubungan antara MBS dan desentralisasi adalah pemberian wewenang kepada sekolah untuk

kebebasan menata organisasi sekolah, manajemen, pengelolahan kelas, optimalisasai, kerjasama

kepalasekolah, orang tua dan guru, dan pemberian kesempatan yang kreatif dan inovatif kepala

sekolah.

Pemberdayaan komite sekolah Adalah sebuah badan yang mewadahi peran serta masyarakat

dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan dan efisiensi pengelolahan pendidikan di satuan

pendidikan baik pendidikan pra sekolah. Pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Struktur

organisasi komite sekolah menurut AD/ART adalah terdiri dari ketua, sekertaris, bendahara dan apabila

perlu dilengkapi dengan bidang-bidang yang ada.

Otonomi pendidikan dan pengelolahan MBS adalah suatu proses yang merupakan daur atau

siklus penyelenggaraan pendidikan dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan

pelaksanaan pemantauan dan penilaian tentang usaha sekolah untuk mencapai tujuan Sekolah sebagai

lembaga pendidikan harus mempunyai organisasi yang baik, manajemen personal, manajemen

kurikulum, manajemen sarana dan prasarana, manajemen kesiswaan dan lain-lain agar tujuan

pendidikan dapat tercapai sepenuhnya. Adapun ciri organisasi pendidikan antara lain:

· masukan dasarnya ikut aktif dalam menentukan pencapaian tujan oerganisasi.

· Sebagai organisasi non profit

· Bersifat irevesibel

· Cenderung sukar berubah

· Laba intensif berkembang

Page 13: Tugas system komunikasi indonesia

Prinsip dasar yang haru dipegang kepala sekolah untuk melakukan manajemen personal adalah:

a. SDM merupakan kompenen yang paling berharga

b. SDM akan berperan dengan optimal jika dikelola dengan baik

c. Kultur dan suasana dalam organisasi sekolah

d. Mengupayakan agar setiap warga sekolah dapat bekerjasama dengan baik

Selain itu pengelolahan kurikulum di sekolah harus melalui beberapa tahap berikut:

a. tahapan perencanaan

b. pengorganisasian dan koordinasi

c. pelaksanaan

d. dan pengendalian

Sedangkan dalam bidang sarana dan prasarana dibedakan menjadi tiga bagian yaitu alat

pelajaran, alat peraga, dan media pengajaran. Manajemennya meliputi: penentuan kebutuhan, proses

pengadaan, pemakaian, pencataan, dan pertanggungjawaban dalam bidang menajemen kesiswaan

terdapat beberapa prinsip diantaranya :

· siswa diperlakukan sebagai objek

· keadaan dan kondisi siswa sangat beragam

· siswa akan mempunyai motivasi belajar jika ia menyenangi bahan yang diajarkan

· pengembangan potensi siswa

Page 14: Tugas system komunikasi indonesia

D. Model Desentralisasi Pendidikan

Tingkat kewenangan yang dilimpahkan kepada pemerintah daerah membawa konsekuensi pada

model pelaksanaannya. William dalam Depdiknas (2001:5) memerinci desentralisasi ke dalam tiga

model, yaitu dekonsentrasi (deconcentration), delegasi (delegation), dan devolusi (devolution).

Dekonsentrasi adalah model pengalihan tanggung jawab pengelolaan pendidikan dari pemerintah pusat

ke pemerintah yang lebih rendah sedemikian rupa sehingga lembaga di pemerintah pusat masih

memegang kendali pelaksanaan pendidikan secara penuh. Model desentralisasi ini seringkali

dilaksanakan dengan membentuk lembaga setingkat direktorat di daerah yang dapat melaksanakan

tanggung jawab pemerintah pusat.

Berbeda dengan itu, dalam model delegasi pemerintah pusat meminjamkan kekuasaannya pada

pemerintah daerah atau kepada organisasi/lembaga semiotonom. Kekuasaan pemerintah pusat ini tidak

diberikan, namun dipinjamkan. Jika pemerintah memandang perlu, otoritas itu bisa ditarik kembali.

Sementara, dalam model devolusi pemerintah pusat menyerahkan kewenangan dalam seluruh

pelaksanaan pendidikan meliputi pembiayaan, administrasi serta pengelolaan yang lebih luas.

Kewenangan yang diberikan ini lebih permanen dan tidak dapat ditarik kembali lagi hanya karena

tingkah/permintaan pemegang kekuasaan di pusat.

Ketiga model tersebut berbeda dalam hal tingkat kewenangan yang disampaikan. Model

dekonsentrasi adalah model penyerahan kewenangan yang paling rendah, model delegasi lebih

besar/tinggi, dan model devolusi yang paling tinggi. Tingkat kewenangan yang dilimpahkan ini juga akan

berkonsekuensi lebih jauh pada pelaksanaannya. Semakin besar kewenangan yang diterima dari

pemerintah pusat, semakin besar sumber daya yang harus dikeluarkan untuk melaksanakan

kewenangan tersebut. Dengan demikian, terbuka bagi penerima kewenangan untuk mencari segala

upaya dalam melaksanakan kewenangan itu, termasuk bekerja sama dengan pihak-pihak lain yang

mereka nilai membantu dan menguntungkan mereka.

Rondinelli dalam Husen dan Postlethwaite (1994:1412) menambahkan satu kategori lagi, yaitu

privatisasi (privatization), yaitu model penyerahan kewenangan penyelenggaraan pendidikan kepada

pihak swasta. Model ini berbeda dengan ketiga model William dari segi penerima kewenangan. Menurut

Page 15: Tugas system komunikasi indonesia

Abdurrahmansyah (2001:61) dalam kasus pembicaraan desentralisasi pendidikan privatisasi berbentuk

pemindahan pelimpahan kewajiban dari urusan pemerintah menjadi urusan masyarakat.

Sesuai dengan kesiapan daerah yang bersangkutan Huda (1999) mengemukakan model otonomi

pendidikan yang dapat diterapkan yaitu 1) site based management, sebagai upaya melibatkan

masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, 2) pengurangan administrasi pusat, dan 3)

inovasi kurikulum. Model manajemen berbasis lokasi dilaksanakan dengan meletakkan urusan

penyelenggaraan pendidikan pada sekolah. Model pengurangan administrasi pusat merupakan

konsekuensi model pertama, yang diikuti dengan peningkatan kewenangan pada masing-masing

sekolah. Sedangkan inovasi kurikulum lebih menekankan upaya peningkatan kualitas dan persamaan

hak bagi semua peserta didik, dan didasarkan pada kebutuhan peserta didik dan masyarakat setempat

yang bersifat majemuk.

Burhanuddin (2004:13) berpendapat di dalam model site based management para anggota

tertentu dapat berkonsentrasi secara konstruktif dalam pengambilan Keputusan penting yang

berpengaruh terhadap penyelenggaraan suatu sekolah. Model site based management bertujuan untuk

meningkatkan otonomi sekolah dan memberikan kesempatan kepada guru, orang tua, peserta didik,

dan masyarakat dalam pembuatan keputusan.

E. Paradigma Baru Pendidikan

Era otonomi daerah telah mengakibatkan terjadinya pergeseran arah paradigma pendidikan,

dari paradigma lama ke paradigma baru, meliputi berbagai aspek mendasar yang saling berkaitan, yaitu

1) dari sentralistik menjadi desentralistik, 2) dari kebijakan yang top down ke kebijakan yang bottom up,

3) dari orientasi pengembangan parsial menjadi orientasi pengembangan holistik, 4) dari peran

pemerintah sangat dominan ke meningkatnya peran serta masyarakat secara kualitatif dan kuantitatif,

dan 5) dari lemahnya peran institusi nonsekolah ke pemberdayaan institusi masyarakat, baik keluarga,

pesantren, lembaga swadaya masyarakat (LSM), maupun dunia usaha (Jalal, 2001:5).

Sementara itu Depdiknas (2002:10) menyatakan tiga paradigma baru pendidikan lainnya, yaitu

1) dari birokrasi berlebihan ke debirokratisasi, 2) dari manajemen tertutup (closed management) ke

manajemen terbuka (open management), dan 3) pengembangan pendidikan, termasuk biayanya,

Page 16: Tugas system komunikasi indonesia

terbesar menjadi tanggung jawab pemerintah berubah ke sebagian besar menjadi tanggung jawab

orangtua siswa dan masyarakat (stakeholders).

Berdasarkan kajian tersebut maka dapat diuraikan wujud pergeseran paradigma pendidikan

tersebut meliputi:

1. Dari sentralisasi ke desentralisasi pendidikan

Sebelum otonomi, pengelolaan pendidikan sangat sentralistik. Hampir seluruh kebijakan

pendidikan dan pengelolaan pelaksanaan pendidikan diatur dari Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan (sekarang Depdiknas). Pemerintah daerah sampai sekolah harus mengikuti dan taat

terhadap kebijakan yang seragam secara nasional, dan petunjuk pelaksanaannya.

Pemerintah daerah dan sekolah tidak diperkenankan merubah, menambah dan mengurangi

yang sudah ditetapkan oleh departemen, sekalipun tidak sesuai dengan kondisi, potensi, kebutuhan

sekolah, dan masyarakat di daerah. Era reformasi, paradigma sentralistik berubah ke desentralistik.

Desentralistik dalam arti pelimpahan sebagian wewenang dan tanggung jawab dari Depdiknas ke Dinas

Pendidikan Propinsi, dan sebagian lainnya kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, bahkan juga

kepada sekolah-sekolah. Pada perguruan tinggi negeri/swasta dilimpahkan kepada rektor, bahkan juga

pada fakultas, dan juga pada jurusan/program studi.

Desentralisasi manajemen pendidikan berdampak Dinas Pendidikan tingkat Kabupaten/Kota

sebagai perangkat pemerintah kabupaten/kota yang otonom, dapat membuat kebijakan pendidikan,

masing-masing sesuai wewenang yang dilimpahkan kepada pemerintah kabupaten/kota dalam bidang

pendidikan. Bahkan dalam pengelolaan pendidikan pada tingkat kabupaten/kota, setiap sekolah juga

diberi peluang untuk membuat kebijakan sekolah (school policy) masing-masing atas dasar konsep

manajemen berbasis sekolah dan pendidikan berbasis masyarakat. Dengan demikian, sebagian

perubahan dan kemajuan pendidikan tingkat kabupaten/kota sangat bergantung pada kemampuan

mengembangkan kebijakan pendidikan dari masing-masing Kepala Dinas Pendidikan tingkat

Kabupaten/Kota.

Desentralisasi manajemen pendidikan tersebut, dilaksanakan sejalan dengan proses

demokratisasi, sebagai proses distribusi tugas dan tanggung jawab dari Depdiknas sampai di unit-unit

satuan pendidikan. Iklim dan suasana serta mekanisme demokratis bertumbuh dan berkembang pada

Page 17: Tugas system komunikasi indonesia

seluruh tingkat dan jalur pengelolaan pendidikan, termasuk di sekolah-sekolah dan di kelas-kelas ruang

belajar.

2. Dari kebijakan yang top down ke kebijakan yang bottom up

Sebelum otonomi, pendekatan pengembangan dan pembinaan pendidikan dilakukan dengan

mekanisme pendekatan dari atas ke bawah (top down approach). Muhadjir (2003:61) menyatakan

kebijakan yang berasal dari atas (top down), di bawah membantu implementasinya disebut

menggunakan paradigma public policy, sedangkan kebijakan yang berasal dari bawah (bottom up),

disebut menggunakan paradigma social policy. Berbagai kebijakan pengembangan/pembinaan

pendidikan hampir seluruhnya ditentukan oleh Depdikbud, dan dalam hal khusus ditentukan oleh

pemerintah daerah, untuk dilaksanakan oleh seluruh jajaran pelaksana di wilayah, termasuk di sekolah.

Era reformasi, sebagian besar upaya pengembangan pendidikan dilakukan dengan orientasi

pendekatan dari bawah ke atas (bottom up approach). Pendekatan bottom up harus terjadi dalam

pengambilan keputusan di setiap level instansi, misalnya sekolah, Dinas Kabupaten/Kota, dan yayasan

penyelenggara pendidikan. Berbagai aspirasi dan kebutuhan yang menjadi kepentingan umum, sesuai

kondisi, potensi, dan prospek sekolah, diakomodasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, sesuai

wewenang dan tanggung jawabnya. Dan hal-hal lainnya yang menjadi wewenang dan tanggung jawab

Dinas Propinsi diselesaikan pada tingkat Depdiknas.

3. Dari orientasi pengembangan yang parsial ke orientasi pengembangan yang holistik

Sebelum otonomi, orientasi pengembangan bersifat parsial. Misalnya, pendidikan lebih

ditekankan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, menciptakan stabilitas politik dan teknologi

perakitan (Jalal, 2001:5). Pendidikan juga terlalu menekankan segi kognitif, sedangkan segi spiritual,

emosional, sosial, fisik, dan seni kurang mendapatkan tekanan (Suparno dalam Jalal (2001). Akibatnya

anak didik kurang berkembang secara menyeluruh. Dalam pembelajaran yang ditekankan hanya to know

(untuk tahu), sedangkan unsur pendidikan yang lain to do (melakukan), to live together (hidup bersama),

dan to be (menjadi) kurang ditekankan. Kesadaran akan hidup bersama kurang mendapat tekanan,

dengan akibat peserta didik lebih suka mementingkan hidupnya sendiri. Selain itu, pendekatan dan

pengajaran di sekolah kebanyakan terpisah-pisah dan kurang berintegrasi. Setiap mata pelajaran berdiri

sendiri, seakan tidak ada kaitan dengan pelajaran lain.

Page 18: Tugas system komunikasi indonesia

Berbeda dengan itu, setelah reformasi orientasi pengembangan bersifat holistik. Pendidikan

diarahkan untuk pengembangan kesadaran untuk bersatu dalam kemajemukan budaya, menjunjung

tinggi nilai moral, kemanusiaan dan agama, kesadaran kreatif, produktif, dan kesadaran hukum (Jalal,

2001:5). Menurut Suparno dalam Jalal (2001), pendidikan holistik dipengaruhi oleh pandangan filsafat

holisme, yang cirinya adalah keterkaitan (connectedness), keutuhan (wholeness), dan proses menjadi

(being).

Konsep saling keterkaitan mengungkapkan bahwa saling keterkaitan antara suatu bagian dari

suatu sistem dengan bagian-bagian lain dan dengan keseluruhannya. Maka tidak mungkin suatu bagian

dari suatu sistem lepas sendiri dari sistem itu dan lepas dari bagian-bagian yang lain. Saling keterkaitan

dapat dijabarkan dalam beberapa konsep berikut, yaitu interdependensi, interrelasi, partisipasi, dan

nonlinier (Hent dalam Jalal (2001)). Interdependensi adalah saling ketergantungan satu unsur dengan

yang lain. Masing-masing tidak akan menjadi penuh berkembang tanpa yang lain. Ada saling

ketergantungan guru dengan siswa, siswa dengan siswa lain, dan guru dengan guru lain.

Interelasi dimaksudkan sebagai adanya saling kaitan, saling berhubungan unsur yang satu

dengan yang lain dalam pendidikan. Ada hubungan pendidik dengan yang dididik, siswa dengan siswa

lain, dan pendidik dengan pendidik lain. Relasi ini bukan hanya relasi berkaitan dengan pengajaran tetapi

juga relasi sebagai manusia (pribadi). Partisipasi dimaksudkan sebagai keterlibatan, ikut serta dalam

sistem itu. Pendidikan secara nyata siswa akan berkembang bila terlibat, ikut aktif di dalamnya.

Nonlinier menunjukkan bahwa tidak dapat ditentukan secara linier serba jelas sebelumnya. Ada

banyak hal yang tidak dapat diprediksikan sebelumnya dalam pendidikan, meski telah ditentukan unsur-

unsurnya. Guru dapat membantu peserta didik dengan segala macam nilai yang baik, namun dapat

terjadi mereka berkembang tidak baik. Pendekatan pendidikan yang mekanistis tidak tepat lagi.

Pendidikan tidak dipikirkan lagi secara linier, seakan-akan bila langkah-langkahnya jelas lalu hasilnya

menjadi jelas, tetapi lebih kompleks dan ada keterbukaan terhadap unsur yang tidak dapat ditentukan

sebelumnya.

Prinsip keutuhan menyatakan bahwa keseluruhan adalah lebih besar daripada penjumlahan

bagian-bagiannya. Prinsip keutuhan sangat jelas diwujudkan dengan memperhatikan semua segi

kehidupan dalam membantu perkembangan pribadi siswa secara menyeluruh dan utuh. Maka, segi

intelektual, sosial, emosional, spiritual, fisik, seni, semua mendapat porsi yang seimbang. Salah satu

Page 19: Tugas system komunikasi indonesia

unsur tidak lebih tinggi dari yang lain sehingga mengabaikan yang lain. Kurikulum dibuat lebih

menyeluruh dan memasukkan banyak segi. Pendekatan terhadap siswapun lebih utuh dengan

memperhatikan unsur pribadi, lingkungan, dan budaya. Pembelajaran lebih menggunakan inteligensi

ganda, dengan mengembangkan intelligence qoutient (IQ), spiritual qoutient (SQ), dan emotional

qoutient (EQ) secara integral.

Prinsip “proses menjadi” mengungkapkan bahwa manusia memang terus berkembang menjadi

semakin penuh. Dalam proses menjadi penuh itu unsur partisipasi, keaktifan, tanggung jawab,

kreativitas, pertumbuhan, refleksi, dan kemampuan mengambil keputusan sangat penting. Proses itu

terus menerus dan selalu terbuka terhadap perkembangan baru. Dalam pendidikan, prinsip

kemenjadian ini ditonjolkan dengan pendekatan proses, siswa diaktifkan untuk mencari, menemukan

dan berkembang sesuai dengan keputusan dan tanggung jawabnya. Dalam proses itu, siswa diajak lebih

banyak mengalami sendiri, berefleksi dan mengambil makna bagi hidupnya. Dalam proses ini siswa

dibantu sungguh menjadi manusia yang utuh, bukan hanya menjadi calon pekerja atau pengisi lowongan

kerja.

4. Dari peran pemerintah yang dominan ke meningkatnya peran serta masyarakat secara

kualitatif dan kuantitatif

Sebelum otonomi, peran pemerintah sangat dominan. Hampir semua aspek dari pendidikan

diputuskan kebijakan dan perencanaannya di tingkat pusat, sehingga daerah terkondisikan lebih hanya

sebagai pelaksana. Pendidikan dikelola tanpa mengembangkan kemampuan kreativitas masyarakat,

malah cenderung meniadakan partisipasi masyarakat di dalam pengelolaan pendidikan.

Lembaga pendidikan terisolasi dan tanggung jawab sepenuhnya ada pada pemerintah pusat.

Sedangkan masyarakat tidak mempunyai wewenang untuk mengontrol jalannya pendidikan. Selain itu,

dengan sendirinya orang tua dan masyarakat, sebagai konstituen dari sistem pendidikan nasional yang

terpenting, telah kehilangan peranannya dan tanggung jawabnya. Mereka, termasuk peserta didik, telah

menjadi korban, yaitu sebagai obyek dari sistem yang otoriter (Tilaar, 2004).

Sesudah otonomi, ada perluasan peluang bagi peran serta masyarakat dalam pendidikan baik

secara kualitatif maupun kuantitatif. Oleh karena itu, untuk mendorong partisipasi masyarakat, di

tingkat kabupaten/kota dibentuk dewan pendidikan, sedangkan di tingkat sekolah dibentuk komite

Page 20: Tugas system komunikasi indonesia

sekolah. Pembentukan komite sekolah didasarkan pada Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor

044/U/2002 tentang Panduan Pembentukan Komite Sekolah.

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Panduan Pembentukan

Komite Sekolah menjelaskan bahwa pembentukan komite sekolah dilakukan secara transparan,

akuntabel, dan demokratis. Transparan berarti bahwa komite sekolah harus dibentuk secara terbuka

dan diketahui oleh masyarakat secara luas mulai dari tahap pembentukan panitia persiapan, proses

sosialisasi oleh panitia persiapan, kriteria calon anggota, proses seleksi calon anggota, pengumuman

calon anggota, proses pemilihan, dan penyampaian hasil pemilihan.

Akuntabel berarti bahwa panitia persiapan pembentukan komite sekolah hendaknya

menyampaikan laporan pertanggungjawaban kinerjanya maupun penggunaan dan kepanitiaan.

Sedangkan secara demokratis berarti bahwa dalam proses pemilihan anggota dan pengurus dilakukan

dengan musyawarah mufakat. Jika dipandang perlu, dapat dilakukan melalui pemungutan suara.

5. Dari lemahnya peran institusi nonsekolah ke pemberdayaan institusi masyarakat

Sebelum era otonomi, peran institusi nonsekolah sangat lemah. Dalam era otonomi, masyarakat

diberdayakan dengan segenap institusi sosial yang ada di dalamnya, terutama institusi yang dilekatkan

dengan fungsi mendidik generasi penerus bangsa. Berbagai institusi kemasyarakatan ditingkatkan

wawasan, sikap, kemampuan, dan komitmennya sehingga dapat berperan serta secara aktif dan

bertanggung jawab dalam pendidikan.

Institusi pendidikan tradisional seperti pesantren, keluarga, lembaga adat, berbagai wadah

organisasi pemuda bahkan partai politik bukan hanya diberdayakan sehingga dapat mengembangkan

fungsi pendidikan dengan lebih baik, melainkan juga diupayakan untuk menjadi bagian yang terpadu

dari pendidikan nasional.

Demikian juga, ada upaya peningkatan partisipasi dunia usaha/industri dan sektor swasta dalam

pendidikan karena sebagai pengguna sudah semestinya dunia usaha juga ikut bertanggung jawab dalam

penyelenggaraan pendidikan. Apabila lebih banyak institusi kemasyarakatan peduli terhadap pendidikan

maka pendidikan akan lebih mampu menjangkau berbagai kelompok sasaran khusus seperti kelompok

wanita dan peserta didik kurang beruntung (miskin, berkelainan, dan tinggal di daerah terpencil).

Page 21: Tugas system komunikasi indonesia

Jalal (2001:72-73) berpendapat dalam upaya pemberdayaan masyarakat, perlu dilakukan

pembenahan sebagai kebijakan dasar, yaitu pengembangan kesadaran tunggal dalam kemajemukan,

pengembangan kebijakan sosial, pengayaan berkelanjutan (continuous enrichment), dan pengembangan

kebijakan afirmatif (affirmative policy).

6. Dari birokrasi berlebihan ke debirokratisasi

Sebelum otonomi, berbagai kegiatan pengembangan dan pembinaan diatur dan dikontrol oleh

pejabat (birokrat) melalui prosedur dan aturan-aturan (regulasi) yang ketat, bahkan sebagian sangat

ketat dan kaku oleh dinas pendidikan. Hal ini mempengaruhi pengelolaan sebagian sekolah, dalam iklim

birokrasi berlebihan. Dalam kondisi yang demikian, tidak jarang ditemukan adanya kasus birokrasi yang

berlebihan dari sebagian pejabat birokrat yang menggunakan kekuasaan berlebihan dalam pembinaan

kepala sekolah, guru, siswa. Keadaan ini telah mematikan prakarsa, daya cipta, dan karya inovatif di

sekolah.

Era reformasi, terjadi proses debirokratisasi dengan jalan memperpendek jalur birokrasi dalam

penyelesaian masalah-masalah pendidikan secara profesional, bukan atas dasar kekuasaan atau

peraturan belaka. Hal ini sesuai dengan prinsip profesionalisme dalam pendidikan dan juga pelimpahan

wewenang dan tanggung jawab dalam desentralisasi. Di samping itu juga dilakukan deregulasi, dalam

arti pengurangan kebijakan pendidikan yang tidak sesuai dengan kondisi, potensi, dan prospek sekolah,

dan kepentingan masyarakat (stakeholders) untuk berpartisipasi terhadap sekolah, dalam bentuk

gagasan penyempurnaan kurikulum, peningkatan mutu guru, dana, dan sarana prasarana untuk sekolah.

7. Dari manajemen tertutup (close management) ke manajemen terbuka (open management)

Sebelum otonomi, diterapkan bentuk-bentuk manajemen tertutup, sehingga tidak transparan

dan tidak ada akuntabilitas kepada publik dalam pengelolaan pendidikan. Era reformasi, manajemen

pendidikan menerapkan manajemen terbuka dari pembuatan, pelaksanaan, evaluasi, dan perbaikan

kebijakan. Seluruh sumber daya yang digunakan dalam pendidikan dipertanggungjawabkan secara

terbuka kepada seluruh kelompok masyarakat (stakeholders), dan selanjutnya terbuka untuk menerima

kritikan perbaikan bila ditemukan hal-hal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.