tugas spi 2

32
Sejarah Muncul, Berkembang, Dan Faktor-Faktor Yang Mendorong Keragaman Pemikiran Islam Pada Masa Bani Abbasiyah A. Pendahuluan Khalifah Abbasiyah ialah khalifah islam setelah khalifah Umayyah. Pemerintahan dinasti Abbasiyah dikenal sebagai pemerintahan masa revolusi islam karena keberhasilan dinasti Abbasiyah dalam memajukan peradaban islam. Masa Daulah Bani Abbasiyah disebut-sebut sebagai masa keemasan islam, atau dikenal dengan istilah ” The Golden Age”. Dikarenakan pada masa itu umat islam telah mencapai puncak kejayaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Dan juga berkembangnya berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah dengan banyaknya penerjemah buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab. Dengan mewarisi imperium besar bani Umayyah. Hal ini memungkinkan daulah bani Abbasiyah dapat mencapai hasil lebih banyak, karena landasan telah dipersiapkan oleh daulah bani Umayyah yang besar. Namun dengan menyokong imperium besar tersebut, justru sebagai penyebab kehancuran dan tranformasi imperium bani Abbasiyah. Bahkan kehancuran bani Abbasiyah terjadi disaat berlangsungnya konsolidasi. Disamping itu kemunduran dinasti Abbasiyah disebabkan hidup mewah para khalifah Abbasiyah dan keluarganya serta para pejabat pemerintahan karena harta kekayaan yang melimpah dari hasil wilayah yang luas, ditambah lagi dengan industri olahan yang melimpah dan tanah yang subur. Dalam tulisan ini pula penulis lebih menyorot aliran pemikiran yang ada pada masa Daulah Abbasiyah, pengaruh serta peran apa saja peran mereka di dalammnya. Kemudian latar belakang

Upload: boedaksarjana

Post on 06-Aug-2015

137 views

Category:

Documents


18 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas SPI 2

Sejarah Muncul, Berkembang, Dan Faktor-Faktor Yang Mendorong Keragaman

Pemikiran Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

A. Pendahuluan

Khalifah Abbasiyah ialah khalifah islam setelah khalifah Umayyah. Pemerintahan

dinasti Abbasiyah dikenal sebagai pemerintahan masa revolusi islam karena keberhasilan

dinasti Abbasiyah dalam memajukan peradaban islam. Masa Daulah Bani Abbasiyah

disebut-sebut sebagai masa keemasan islam, atau dikenal dengan istilah ” The Golden

Age”. Dikarenakan pada masa itu umat islam telah mencapai puncak kejayaan, baik

dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Dan juga berkembangnya berbagai

cabang ilmu pengetahuan, ditambah dengan banyaknya penerjemah buku-buku dari

bahasa asing ke bahasa Arab. Dengan mewarisi imperium besar bani Umayyah.

Hal ini memungkinkan daulah bani Abbasiyah dapat mencapai hasil lebih banyak,

karena landasan telah dipersiapkan oleh daulah bani Umayyah yang besar.

Namun dengan menyokong imperium besar tersebut, justru sebagai penyebab

kehancuran dan tranformasi imperium bani Abbasiyah. Bahkan kehancuran bani

Abbasiyah terjadi disaat berlangsungnya konsolidasi. Disamping itu kemunduran dinasti

Abbasiyah disebabkan hidup mewah para khalifah Abbasiyah dan keluarganya serta para

pejabat pemerintahan karena harta kekayaan yang melimpah dari hasil wilayah yang luas,

ditambah lagi dengan industri olahan yang melimpah dan tanah yang subur.

Dalam tulisan ini pula penulis lebih menyorot aliran pemikiran yang ada pada

masa Daulah Abbasiyah, pengaruh serta peran apa saja peran mereka di dalammnya.

Kemudian latar belakang kemunculan aliran tersebut pun akan coba di uraikan. Serta apa

saja kaintan aliran pemikiran tersebut pada masa itu, billahi asta’inu wa taufiq.

B. Pembahasan

1. Sejarah Munculnya Bani Abbasiyah

Salah satu dinasti Islam ternama adalah Abbasiyyah. Setelah Ummayyah, muncul

Dinasti Abbasiyyah yang tertahan lebih dari 5 abad (750-1258), dan pernah mewujudkan

zaman keemasan umat Islam. Para sejarawan membagi kekuasaan Abbasiyyah menjadi

beberapa priode berdasarkan ciri, pola perubahan pemerintahan, dan strukur sosial politik

maupun tahap perkembangan peradaban yang dicapai. Secara umum mereka

berpandangan bahwa kekuasaan Dinasti Abbasiyyah dapat dibagi atas empat priode :

Page 2: Tugas SPI 2

Priode Awal (750-847), Priode Lanjutan (847-945), Periode Buwaihi (945-1055), dan

Periode Saljuk (1055-1258).

a. Keruntuhan Dinasti Umayyah

Dinasti Ummayyah digulingkan oleh berbagai gerakan oposisi yang memandang

bahwa pemerintahan ini tidak sah. Ada beberapah alasan kenapa oposisi tidak mengakui

pemerintahan Ummayyah. Salah satu diantaranya ialah bahwa yang seharusnya

menganti kepemimpinam Nabi Muhammad SAW adalah keturunan langsung Muhammad

SAW. Kemudian ada juga yang menegaskan bahwa pemerintahan Umayyah semakin

jauh dari nilai-nilai agama Islam. Bahkan bahkan ada juga yang menentangnya karena

mereka tersingkir dari kekuasaan.

Gerakan anti umayyah telah tampak sejak pemerintahan Khilafah Hisyam bin

Abdul Malik (724-743). Diantara gerakan oposisi yang mampu menggalang dukungan dari

berbagai pihak dan berhasil membangun jaringan oposisi yang cukup luas adalah yang

dipimpin oleh para keturuna Nabi Muhammad SAW yaitu Abbas bin Abdul Muttalib bin

Hasyim, Abdullah bin Abbas, Ali Bin Abdullah dan Muhammad bin Ali. Disamping

membina basis kekuatan politiknya di Khurasan, ia juga mendapat dukungan dari

sebagian pendudu Kufah. Sebagian besar penduduknya berasal dari kelompok mawali,

yaitu masyarakat Islam Non Arab, terutama Persia. Di samping itu Ali juga merekrut dan

membentuk kader yang di sebut dengan da’i. Kelompok ini di kirim ke berbagai daerah

Khurasan dan Kufah untuk menyebarluaskan gagasan dan membinia serta menyusun

kekuatan di masing-masing daerah. Mereka secara aktif melakukan persiapan untuk

menjatuhkan Dinasti Umayyah. Seperti Ali, Muhammad bin Ali juga melancarkan

propaganda anti-umayyah dengan bantuan Abu Muslim al-Khurasani (=abdurrahman bin

Muslim) dan para pengikutnya. Kelompok gubungan ini menyebar keseluruh negeri

muslim mempengaruhi rakyat untuk melakukan oposisi terhadap pemerintahan umayyah.

Gerakan ini semain lancar, rapi dan efektif dibawah pipmpinan ibrahim bin Muhammad,

terutama sejak ali bin Abdullah meninggal pada tahun 142 H/742 M. Ia juga berhasil

menggalang dukungan dari golongan syi’ah, kelompok yang paling tertekan selama masa

periode Umayyah. Kelompok Syiaj ini mendukung gerakan yang dilancarkan oleh ibrahim,

karena imam syiah pada waktu itu, Muhammad bin abdullah telah dilantik sebagai

khalifah bayangan pertama bagi pemerintahan baru menggantikan Umayyah. Dengan

cara ini Muhammad bin Abdullah berharap dia nanti benar-benar menjadi khalifah baru,

apalagi menurut perhitungannya tidak sedikit kalngan yang akan menerima Muhammad

bin Abdullah karena dia adalah keturunan langsung Nabi Muhammad SAW. Dengan

Page 3: Tugas SPI 2

demikian, secara de facto, gerakan anti-umayyah telah memperoleh dukungan luas

melifuti wilayah Kufah, Basra, Mekah dan Madinah.

Pada bulan Ramadan tahun 129 H/742 M, pemberontakan secara terbuka mulai

dilancarkan oleh ibrahim di Khurasan. Tetapi kemudian pada tahun 748 ia di tangkap oleh

tentara khalifah Marwan II. Penagkapan Ibrahim justru lebih meningkatkan perlawanan

yang dipimpin oleh Abu Abbas dan Abu Ja’far. Setelah kota Kufah dapat dikuasai

sepenuhnya oleh gerkan ini, Abu Abbas kemudian ditabalkan menjadi khalifah pertama

Dinasti Abbasiyah (750-754). Khalifah yang kedua dipegang oleh Abu Ja’far (754-775).

Sejak itu, kekuasaan Dinasti Umayyah benar-benar telah runtuh.

b. Priodisasi Pemerintahan Daulah Abbasiyah

Semenjak terbunuhnya khalifah terakhir dari Bani Umayyah Marwan di desa

Bhusair (Mesir) oleh Saleh bin Ali maka berakhirlah kekuasaan Daulah Umayyah dan

sejarah Islam berada dalam kekuasaan Daulah bani Abbasiyah.

Para ahli sejarah membagi priode pemerintahan Daulah Bani Abbasiyah ke dalam

empat priode : Priode Abbasiyah kesatu , yaitu sejak lahirnya kekuasaan Daulah

Abbasiyah sampai berakhirnya pemerintahan Khalifah Al Watshik. Periode ini memakan

waktu sekitar satu abad lamanya (132-232 H = 750-847 M).

Periode ini dianggap sebagai periode kejayaan Daulah Abbasiyah sebab dalam

periode ini kekuasaan masih sepenuhnya dipegang oleh khalifah serta kebudayaan dan

ilmu pengetahuan berkembang dengan pesatnya. Tulang punggung kekuatan para

khalifah pada masa ini adalah orang-orang persia. Sedangkan khalifah-khalifah pada

masa ini adalah :

1. As Saffah (132-136 H = 750-847 M. Abdul Abbas di beri gelar As Saffah oleh

sejarawan karena beliau seorang khalifah yang banyak menumpahkan darah,

tetapi ada juga yang mengatakan karena beliau adalah khifah yang pemurah

dan dermawan. Pada masanya terjadi revolusi sosial atas keluarga bani

umayyah dan ibu kota Hasyimiyyah di sebelah Kota Anbar di pinggir sungai

Efrat.

2. Al Mansyur (136-158 H = 754-775 M). Abu Ja’far diberi gelar Al Mansur karena

beliau banyak memperoleh kemenangan dalam banyak pertempuran yang

beliau ikuti. Pada masanya Abu Muslim Al Khurasani di bunuh atas perintah

beliau, Ibu Kota Bagdad dibangun dengan mengambil lokasi dipinggir belahan

timur Sungai Tigri, agak sebelah utara Madain dan Daulah Bani Umayyah

kedua berdiri di Andalusia, merdeka dari kekuasaan Abbasiyah.

Page 4: Tugas SPI 2

3. Al Mahdi (158-169 H = 775-785 M). Al Mahdi adalah Muhammad bin Abu

Ja’far Al Mansyur. Sejak Al Mahdi ini khalifah Abbasiyah mulai bermewah-

mewahan, berbeda dengan As Saffah dan Al Manshur yang mencerminkan

kesederhanaan serta tidak mau meminum minuman keras atau main

perempuan. Pada masanya ini, Empress Irene penguasa Byzantium pada

tahun 782 memohon perdamain kepada Al Mahdi dan bersedia membayar

upeti tahunan sebesar 70.000 ringgit. Peristiwa itu ketika Irene melihat ibu

Kota Kontatinopel telah terancam dengan pengepungan tentara dan armada

Abbasiyah. Pada saat itu panglima perang daulah Abbasiyah adalah Harun Al

Rasyid.

4. Al Hadi (169-170 H=785-786 M).Al Hadi adalah Musa bin Muhammad Al

Mahdi. Ia memerintah hanya setahun tiga bulan lamanya.

5. Ar Rasyid (170-193H = 786-809 M). Ar Rasyid adalah Harun bin Muhammad

Al Mahdi. Beliau diberi gelar Ar Rasyid karena kecendekiawannya ketika beliau

melakukan perundingan dengan Irene pada masa ayahnya,Al Mahdi. Ar

Rasyid artinya yang cendekiawan.Pada masanya berdiri dua kerajaan.

Pertama Daulah Idrisiyah (172-311 H = 788-924 M)yang dibangun oleh Idris

bin Abdillah bin Husain bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Kedua Daulah

Aghlabiyah (184-296 H=800-909 M) yang dibangun oleh Ibrahim bin Aghlab,

gubernur wilayah Afrika utara yang berkedudukan di Kairawan. Pada masanya

terjadi tali persahabatan dengan Charlemagne, cucu Karel Martel yang mampu

menghadang pasukan Islam di bawah Abdurrahman Al Ghafiki pada tahun 732

M di Kota Tours yang berjarak 126 mil dari kota Paris. Demikian juga Kaisar

Nichephorus yang menggantikan Empress Irene kalah perang melawan

tentara Abbasiyah, sehingga menyerah dan bersedian membayar upeti

tahunan kepada Harun Ar Rasyid. Karena ide dan hasutan orang yang dengki

maka Harun Ar rasyid menjatuhkan hukuman mati terhadap keluarga Barmaki

(berdarah Persia) yang sebenarnya merupakan tulang punggung

kekuasaanDaulah Abbasiyah sejak Al Mansur sampai Ar Rasyid.

6. Al Amin (170-193 H=786-809 M). Al Amin adalah Muhammad putra Harun Ar

Rasyid dari istrinya yang keturunan Bani Hasyim. Amin memecat

saudaranya,Al Ma’mun sebagai putra mahkota atas desakan orang-orang

dekatnya. Oleh ssebab itu, terjadilah perang saudara yang berakhir dengan

kemenangan di pihak Al Ma’mun.

Page 5: Tugas SPI 2

7. Al Ma’mun (198-218 H=813-833 M). Al Ma’mun adalah Abdullah putera Harun

Ar Rasyid dari isterinya yang keturunan Persia. Beliau sebagi khalifah

berkedudukan di Kota Merv, Ibu Kota Khurasan, sejak kecil ia berdomisili di

sana. Pada mmasanya dipandang sebagai puncak gemilang kebudayaan

Islam, beliau mengikuti aliran Mu’tazilah yang menganggap Al Qur’an sebagai

makhluk dan membasmi paham Sunni yang dipelopori Imam Ahmad bin

Hambal yang mengatakan Qur’an sebagai kalamullah yang qadim. Saar itu

tokoh-tokoh Sunni mengalami ujian yang dikenal dengan Al Mihnah. Al Mihnah

ini menimpa mereka sampai masa khalifah Al Mu’tashim dan Al Watsiq. Pada

masanya Al Ma’mun mempunyai keinginan untuk menyerahkan kursi khalifah

kepada keturunan Ali bin Abi Thalib, sehingga beliau mengawinkan putrinya

dengan Ar Ridha, seorang imam Syiah Itsna Asyariyah. Gagasannya ini

tercetus saat pengaruh wazir besar Fadl bin Sahal (keturunan Persia), tetapi

ditentang oleh kalangan Abbasiyah, sehungga penduduk Baghdad

memecatnya dan menggantikannya dengan Al Mubarak. Namun, soal ini dapat

diatasi oleh Al Ma’mun setelah Ar Ridha wafat. Pada masanya didirikan Daulah

Thahiriyah(205-259 H=820-873 M) di wilayah Asia Tengah, berkedudukan di

Bukhara oleh panglima Thahir bin Husein.

8. Al Mu’tashim (218-227 H=833-842 M). Al Mu’tashim adalah Muhaammad bin

Harun Ar Rasyid. Ketika Al Ma’mun hendak wafat berwasiat kepadanya dalam

dua hal, yaitu: (1) melanjutkan Al Mihnah, dan

(2) bersikap lunak kepada kelompok Alawiyyah.

Wasiat itu dilaksanakan dengan baik. Pada masanya beliau mendirikan Kota

Samarra (berasal dari surra man ra-a) dan beliau mulai menggantikan peranan

orang-orang Persia dengan orang-orang Turki, terutama dalam ketentaraan,

sebab ibunya beraasal dari keturuna baangsa Turki. Sejak ini orang-orang

Turki mulai berpengaruh dalam kekuasaan Daulah Abbasiyah.

9. Al Watsiq (227-232 H=842-847 M). Al Watsiq adalah Harun bin Muhammad Al

Mu’tashim. pada masanya terjadi peristiwa besar, yaitu perpindahan secara

besar-besaran penduduk jazirah Arab bagian selatan ke pesisir Afrika bagian

timur. Di sana mereka membuka bandar-bandar baru sebagai pusat

perdagangan. Peristiwa ini diramakan oleh sejarawan terkenal Toynbee

sebagai awal proses Islamisasi bagi seluruh Afrika hitam. Pada masanya

Asynas at Turki menjadi penguasa pelaksana (as sultan) yang berakibat

besarnya pengaruh orang-orang Turki di kemudian hari.

Page 6: Tugas SPI 2

Periode Abbasiyah kedua, yaitu sejak khilafah Al Mutawakil (232 H=847 M)

sampai dengan berdirinya Daulah Bulwaihi (334 H=945M). Pada masa itu ditandai

besarnya pengaruh orang-orang Turki dan Pulihnya pengaruh aliran Sunni. Al Mutawakil

menyadari bahwa terankatnya sebagai Khalifah atas usaha orang-orang Turki. Mereka itu

bisa saja mengangkat dan memecat khalifah sesuai dengan keingina mereka, sebab

mereka itu amat berpengaruh dalam semua sektor pemerintahan. Oleh sebab itu,

Mutawakil berusaha membatasi pengaruh mereka dan hendak membebaskan diri dari

pengaruh mereka. Tetapi usahanya itu tidak kesampaian. Bahkan ia sendiri mati dibunuh

atas persengkokolan orang-orang Turki dengan putra Mutawakil sendiri.

Al Mutawakil digantikan putranya itu dengan gelar Al Mutashir. Ia berkuasa hanya

enam bulan lamanya. Daulah Abbasiyah sepenuhnya berada dalam kekuasaan orang-

orang Turki. Sedangkan khalifah-khalifah abbasiyah hanya sebagai simbol belaka.

Kalau pada periode Abbasiyah peratama terdapat empat wilayah yang berdiri

sendiri, tetapi pada Abbasiyah kedua ini lebih banyak lagi wilayah-wilayah yang berdiri

sendiri sehingga kekuasaan Daulah Abbasiyah tinggal daerah Baghdad dan sekitarnya.

Periode Abbasiyah ketiga, yaitu sejak tahun 334 H sampai dengan tahun 447 H.

Periode ini di tandai dengan besarnya pengaruh keluarga Buwaihi. Khalifah Daulah

Abbasiyah kedua puluh adalah Al Mustakfi Billah. Ia diangkat sebagai khalifah atas usaha

seorang sahaya Turki, bernama Illam. Pada Masanya ahmad bin Buwaihi menyatkan

dirinya sebagai Muizzud Daulah mengesahkan wilayah Fars tetap pada kekuasaan

saudaranya, Ali bin Buwaihi dengan gelar Imadud Daulah dan wilaya Isfahan tetap pada

kekuasaan saudarany, Hasan bin Buwaihi dengan Gelar Ruknud Daulah.

Al Mustakfi diganti oleh Al Muthi’ilillah. Al Muthi’ilillah sebagi khalifah hanya

mempunyai wewenang khutbah pada waktu shalat Jum’at dan hari raya serta cap stempel

khalifah untuk suray-surat resmi tertentu. Sedangkan kekuasaan pemerintahnya

sepenuhnya di tangan Muizud Daulah. Pada masa Muizud Daulah sebagai Amirul

‘Umara’ wilayah wewenang Daulah Abbasiyah pulih Kembali, kecuali wilayah Andalusia

yang berada dalam kekuasaan Bani Umayyah, wilayah Afrika Barat dan Utara yang

berada dalam kekuasaan fathimiyah dan daerah pedalaman Jazirah Arabiyah yang

berada dala kekuasaan Qaramithah.

Bani Buwaihi ini beraliran syiah, sedangkan khalifah tetap berpegang pada

mazhab Sunni. Ibu Kota resmi BaniBuwaihi di Shiraz, sedangkan Baghdad menempati

Ibu Kota kedua. Pada masa Muizuddaulah yang berkuasa dua puluh tahun lamanya itu

pembanguna berjalan dengan baik, rakyat merasa aman dan Hajar Aswad yang pada

tahun 317 h diambil oleh qaramithahdapat ditempatkan kembali pada tempatnya semula.

Page 7: Tugas SPI 2

Muizuddaulah digantikan oleh putranya, Izzud Daulah. Karena Izzud Daulah lebih

mementingkan kemewahan berfoya-foya , maka kekuasaanya itu di ambil oleh saudara

sepupuhnya, Idhuddaulah. Pada masa Idhuddaulah ini pembangunan materil dan

perkembangan ilmu pengetahuan amat digalakkan. Sehingga simpati rakyat amat besar

kepadanya dan ia sendiri mengangkat dirinya sebagai Al Mulk, sebuah gelar baru dalam

sejarah Islam.

Periode Abbasiyah keempat, yaitu sejak tahun 447-656 H=1055-1258 M. Periode

ini ditandai dengan besarnya pengaruh keluarga Bani Saljuk. Pada saat itulah dua

peristiwa besar yang melanda umat Islam. Pertama, perang salib, antara dunia Islam

dengan dunia Barat Nasrani dan penyerbuan bangsa Mongol ke bagdad yang membuat

akhirnya Daulah Abbasiyah. Setelah peristiwa ini, kedudukan khalifah Abbasiyah pindah

ke Mesir.

c. Ciri-ciri Khusus Daulah Abbasiyah

Dari sudut perkembangan Islam Daulah Abbasiyah mempunyai beberapa ciri

khusu, antara lain:

1. Munculnya pusat-pusat peradaban dan ilmu pengetahuan

2. Sekalipun wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah tidak bertambah, bahkan berkurang,

namun wilayah penyebaran Islam meluas sampai ke pedalaman anak benua India

dan lahir Daulah-daulah Islam disana serta sampai ke nusantara.

3. Besarnya pengaruh Mu’tazilah dalam pemerintahan pada masa Al Ma’mun dan dua

orang penggantinya.

4. Berperannya unsur-unsur non-Arab dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah sehingga

kedudukan khalifah hanya sebagai simbol saja, kecuali pada masa Abbasiyyah I.

5. Munculnya Daulah-daulah Islam yang merdeka dari kekuasaan politik dan

keagamaan dari khilafah Abbasiyah.

d. keragaman pemikiran Islam dan faktor-faktor pendorong kemunculannya

Sebagaimana banyak ditulis para sejarawan bahwa pada masa Daulah Abbasiyah

banyak sekali aliran pemikiran yang muncul selama Daulah Abbasiyah berlansung, ini

merupakan bagian dari liku perjalan sejarah Daulah Abbasiyah. Berikut adalah aliran

pemikiran Islam yang ada pada masa Daulah Abbasiyah:

1. Mu’tazilah

Mu’tazialah muncul pada masa Bani Umayyah tanpa mendapat tantangan dari

pihak penguasa karena mereka tidak menimbulkan gangguan dan tidak pula

Page 8: Tugas SPI 2

memerangi Bani Umayyah. Kegiatan mereka hanya berpikir, adu argumentasi,

mengkaji serta menguji masalah-masalahberdasarkan logika yang benar. Bani

Umayyah tidak menentang mereka, tetapi membantu dan mendukung mereka.

Pada msa pemerintahan Bani Abbas telah banyak di temukam orang-orang

mulhid (ingkar terhadap tuhan) dan zindiq. Sebagaimana telah kami jelaskan, karena

para khalifah melihat bahwa golongan Mu’tazilah telah berjasa menumpas orang-

orang zindiq, maka merka membiarkan dan tidak membasmi golongan ini, malah

merangang golongan tersebut untuk tetap mempertahankan paham mereka. Khalifah

al Makmun mengakui dirinya sebagi salah seorang penganut paham Mu’tazilah.

Keika berkuasa ia bergaul, mendekati, dan mendukung golongan Mu’tazilah , serta

mengangkat pengawal dan mentrinya dari kalangan mereka. ia mengadakan diskusi-

diskusi antara Mu’tazilah dan ‘ulama fiqh untuk mencari persamaan pandangan.

Keadaan seperti ini terus berjalan sampai tahun 218 H, tahun ia wafat. Diskusi ilmiah

ini menjadi arena ancaman penyiksaan yang pedih, yang dimaksud untuk menarik

massa agar menganut pahan Mu’tazilah. Ancaman itu benar-benar terjadi

berdasarkan usulan dan pengarahan dari menteri dan sekretarisnya yang bernama

Ahmad ibnu Abi Dawud al Mu’tazili. Sungguh sangat disayangkan, irang seperti al

Ma’mun menyetujui peristiwa itu pada masa pemerintahannya.

Pada masa itu terjadi perubahan suasa ; dari sekedar diskusi menjadi tindak

kekerasan untuk membaea para ahli fiqh dan muhaditsin mengikutu faham mu’tazilah.

Belum pernah terjadi, sebelum pemerintah al Makmun, kekuatan pemerintah

dikerahkan untuk membantu suatu paham yang tidak mereka yakini. Jika agama Islam

mengharamkan pemaksaan agama, mengapa agama pemerintah turut campur untuk

memaksakan suatu paham?Al Ma’mun memaksa para fuqoha dan muhadtsin untuk

menyatakan bahwa al Qur’an itu makhluk. Sebagian ulama mengikuti sebagai

taqiyyah ( tindakan menyelamatkan diri) dan karena takut, bukan karena

menyakininya, sedangkan sebagian lagi karena di paksa dan di intimidasi atau karena

di penjarakandalam waktu yang lama lantaran tidak mau menyatakan faham yang

tidak diyakininya. Finah (malapertaka) itu berlangsung sapai massa al Mu’tasim dan al

Watsiq, karena la Ma’mun berwasiat untuk meneruskannya. Bahkan, al Watsiq

menambah dengan paksaan untuk mengakui bahwa Tuhan tidak dapat dilihat pada

hari Kiamat, sebagai mana pendapat mu’tazilah. Ketika al Mutawakkil berkuasa, ia

menghentikan malapetaka itu dan memuliakan suasana seperti sebelumnya.

Pendapat-pendapat dan paham-paham yang berkembang kembali sebagaimana

Page 9: Tugas SPI 2

adanya. Bahkan, ia merenggangkan hubungan dengan Mu’tazilah dan tidak

menyukainya.

Posisi mu’tazilah dalam penilaian zamannya

Golongan Mu’tazilah mendapat tantangan dari golongan fuqoha dan golongan

muhaditsin. Mereka terjepit diantara dua pihak yang sama kuat; yaitukaum zindiq, al

Musyabbihah, al Mujassimah, dan yang serupa dengan mereka, pada satu pihak, dan

kaum fuqoha serta mauhadditsin di pihak lain. Anda dapat mengetahui kebencian pra

fuqoha serta muhadditsin yang merek alakukan terhadap Mu’tazilah setiap kali

mereka mendapat kesempatan. Demikian juga anda mendengar celaan Imam Syafi’i

dan Ahmad Hanbal terhadap ilmu kalam dan orang-orang belajar kepada ahli ilmu

Kalam. Sebenarnya celaan itu mereka tujukan kepada golongan Mu’tazilahdan

metode berpikirnya.

Masalahnya, apa sebenarnya rahasia kebencian para fuqoha dan muhadditsin

terhadap golongan mu’tazilah yang muncul sebelum terjadinya malapetaka al Mihna

yang di terapkan al Ma’mun untuk mendukung pendapat mereka? jadi faktor

penyebabnya sudah bertumpang tindih. Antara lain :

1. Dalam memahami ‘aqidah, Mu’tazilah menyimpang dari metode yang diterapkan

oleh ulama dan semua orang yang hendak memahami sifat-sifat Allah harus

merujuk pada al Qur’an dan Sunnah Nabi. ‘Aqidah yang lahir darinya, bukan

berasal dari sumber yang lain, wajib diimani. Ayat-ayat al Qur’an merupakan

bukti dan keterangan tentang Aqidah. Sedangkan ayat-ayat yang mereka sulit

pahami pengertiannya, mereka cari pemecahannya melalui uslub (gaya

bahasa)Arab, dan dalam hal itu mereka adalah ahlinya. Jika dengan cara itu

mereka masih menemui kesulitan dalam memahaminya, mereka tawaquf

(menghentikan usha memahaminya) dan menyerahkan kepada Allah tanpa

menimbulkan fitnah.

Kebiasaan seperti itu memrupakan kebiasaan orang Arab, karena pada dasarnya

mereka bukan ahli pengetahuan, logika atau filsafat. Ketika berbagai disiplin ilmu

berkembang, termask filsafat, muncul golongan Mu’tazilah itu mempengaruhi

pemikiran mereka sehingga mengubah hakikat sebuah masalah.

Metoda semacam itu dalam mengkaji masalah-masalah agama merupakan hal

yang baru dan tidak disenangi oleh para fuqoha dan muhadditsin. Mereka

melontarkan berbagai kritik yang pedas dan ungkapan yang buruk terhadap

golongan Mu’tazilah.

Page 10: Tugas SPI 2

2. Mu’tazilah sibuk mengadakan perdebatan melawan kelompok zindiq, Rafidhah,

para penyembah berhalla dan lain-lain. Setiap perdebatan merupakan satu

bentuk peperangan, karena menggunakan strategi perang yang berhubungan

dengan pemilihan senjata yang tepat dan pengkajian sasaran. Hal ini

memberikan pengaruh kepada kedua belah pihak, sehingga masing-masing

meniru sebagian strategi yang digunakan lawan. Mu’tazilah mengambil sebagian

metode berpikir lawan-lawannya, tetapi pengambilan itu tidak menyangkut

semua unsurnya dan tidak sampai merusak aqidah yang membuat mereka

keluar dari Islam atau mengurangi semangat jihad mereka dalam beredebat

dengan lawan. Dalam pendahuluan bukunya yang berjudul al-Intishar, Neibrig

mengatakan secara tepat,”Orang yang menghadapi musuh yang besar dan kuat

di dalam suatu peperangan, maka ia akan terikat dengan musuhnya itu dalam

hal persyaratan-persyaratan dan strategi perang; ia mesti mewaspadai dan

mengamati segala tindakan musuhnya, baik gerak dan diamnya maupun duduk

dan berdirinya. Acap kali dalam hal itu ia dipengaruhi oleh semangat dan takatik

stategi musuhnya.”Demikian pula halnya dengan peperangan di bidang

pemikiran. Tegaasnya, pengaruh lawan dalam membentuk pemikiran tidak

kurang dan tidak lebih kecil dari pengaruh teman, sehingga sebagian golongan

Hanabilah melaporkan bahwa rekan-rekan mereka menghentikan penyerangan

terhadap penganut hedonisme, sehingga mereka menjadi penganut hedonisme.

Karena itulah anda tidak perlu heran kalau Mu’tazilah melahirkan pemikiran-

pemikiran yang aneh akibat adanya pengaruh perdebatan dengan lawan-

lawannya itu.

3. Dalam menemukan pemikiran ‘aqidahnya, mu’tazilah menggunakan metode

logika murni dengan tetap berusaha agar tidak menyimpang dari nash-nash al-

Qur’an. Jika kelihatan ada pertentangan antara paham yang mereka tetapkan

dan nash al-Qur’an yang mereka baca, maka nash itu mereka ta’wilkan sehingga

tidak bertentangan dengan paham mereka dan sekaligus tidak bertentangan

dengan makna al-Qur’an. Landasan metode seperti ini adalah kepercayaan yang

tinggi kepada kemampuan akal. Akal mempunyai jalan dan kecenderungannya

sendiri. Karena itu mereka banyak terperangkap dalam kesimpulan-kesimpulan

yang tidak baik karena didorong oleh kecenderungan logika murni itu. Contohnya

adalah kesimpulan al-Jubba’i, salah seorang tokoh Mu’tazilah, yang mengatakan

bahwa Allah taat kepada hamba-Nya, jika Dia mengabulkan do’a hamba-Nya.

Page 11: Tugas SPI 2

Kesimpulan ini lahir karena Abu al-Hasan al-Asy’ari bertanya kepadanya,”Apa

pengertian taat menurut pendapat Anda?” Ia menjawab,”Sesuai dengan

kehendak. Barangsiapa melakukan suatu perbuatan sesuai dengan kehendak

orang lain, maka ia menaatinya.”Kalau begitu Alloh menaati hamba-Nya jika Dia

berbuat sesuai dengan keinginan hamba-Nya? Sekiranya hal itu bisa, tentu bisa

pula dikatakan bahwa Tuhan tunduk kepada hamba-Nya? Maha suci Alloh dari

kesimpulan seperti itu, dengan sebenar-benar tinggi.” Contoh lain ialah ucapan

Abu al-Huzail bahwa penghuni surga tidak memiliki kebebasan untuk memilih,

karena jika memiliki kebebasan itu, mereka tentu menerima beban taklif,

sedangkan akhirat adalah tempat pembalasan,bukan tempat taklif. Pendapat ini

sangat jauh dari kebenaran, karena adanya kebesan tidak mesti melahirkan

adanya taklif. Al-Khayyah mengatakan bahwa belakangan Abu al-Huzail meralat

pendapatnya itu. Pemikiran-pemikiran aneh sepereti itu ditemukan di tengah-

tengah mereka dan menyimpang dari pendapat umum sehingga mereka

menerima penilaian-penilaian yang tidak baik.

4. Para penganut paham Mu’tazila banyak menentang orang-orang yang di hormati

dikalangan masyarakat, dan mereka tidak memilih kata-kata yang sopan dalam

menentang orang-orang itu. Perhatikan ucapan al Jahizh, slah seorang tokoh

mu’tazilah, tentang para ahli fiqh dan hadits, “orang yang menekuni hadits adalah

orang awam. Mereka melakukan taqlid tanpa lebih dahulu menyaring dan

memilih. Perbuatan taqlid sangat dibenci oleh akal, dan dilarang oleh al Qur’an.

Adapun pendapat mereka bahwa orang-orang yang tekun beribadah berasal dari

golongan mereka, maka sesungguhnya ibadat orang khawarij sudah lebih

banyak dari ibadat mereka, padahal jumlah mereka jauh lebih banyak

dibandingkan dengan jumlah golongan khawarij. Sebabnya ialah niat, makanan,

usaha, wara, dan benar ucapan orang khawarij lebih baik dari pada golongan

muhadditsin; lebih sedikit berpura-pura, lebih konsisten berpendapat, lebih ulet,

lebih sedikit membuat batasan-batasan, lebih zuhud dan bersungguh-sungguh”.

Orang-orang yang diremehkan al Jahizh itu adalah orang-orang yang dihormati

dan di segani di berbagai bangsa dan lebih mulia dibanding al Jahizh. Tuduhan

pajit itu menjadi sebab menghindarnya sebagian besar ulama Mu’tazilah,

walaupun mereka dihormati oleh para peneliti yang obyektif.

Para penhanut hedonisme banyak melihat peluang dalam Mu’tazilah untuk

menjadikan mereka ujung tombakdalam melaksanakan niat dan pandangan

mereka dengan jalan menyusupkannya kedalam Islam dan kaum muslimin.

Page 12: Tugas SPI 2

Kemudian, jika niat jahat mereka itu terbongkar, mereka berlindung di balik nama

Mu’tazilah. Ibn al Rawandi termasuk dalam kelompok itu. Abu ‘Isa al warraq,

ahmad ibn Haits dan Fadl al Hadtsi menyusupkannya kedalam Mu’tazilah.

Mereka menampilkan pendapat-pendapat yang dapat meruntuh sendi-sendi

keislaman. Di antara mereka ada yang di curigai menjadi orang bayaran yahudi

untuk merusak ‘Aqidah umat Islam. Semua itu memyebankan Mu’tazilah

mendaoat caci maki dan tuduhan dari kaum muslimin. Walaupun para tokoh

mu’tazilah bersumpah bahwa mereka tidak terlibat dalam urusan itu, tuduhan-

tuduhan itu tidak terhapus seluruhnya, karena yang selalu lebih dulu terbayang

dalam benak umat Islam adalah tuduhan itu, bukan pernyataan ketidak terlibatan

itu, bukan pernyataan ketidak terlibatan mereka.

5. Dikalangan Bani ‘Abbas terdapat orang-orang yang menjadi mendukung,

penganut dan fanatik terhada Mu’tazilah, dan berusaha agar masyarakat

menganut paham itu. Orang-orang yang menyiksa ulama fiqh dan hadits serta

memberlakukan politik al Mihna (ujian keyakinan) terhadap mereka, tetapi

mereka tetap tabah dan sabar. Ketabahan ulama itu dalam menjalani al mihna

menimbulkan simpati yang besar dikalangan masyarakat terhadap mereka, dan

sebaliknya melahirkan kebencian terhadap Mu’tazilah yang menjadi biang keladi

timbulnya al mihna, khususnya kepada tokoh-tokoh Mu’tazilah yang mendukung

tindakan itu melalui tulisan-tulisan ilmiah mereka.

Diantara mereka yang mendukung politik al mihna adalah al Jahiz ia berkata,

“yang kami kafirkan hanyalah mereka yang bertentangan faham dengan kami:

yang kami uji mereka yang pantas dicurigai, sedangkan mengungkapkan

kecurigaan itu sendiri bukanlah tindakan memata-matai, karena jika dianggap

memata-matai, tentulah para hakim lebih pantas di tuduh seperti itu”.

Pemikiran yang terlihat kacau tetapi didukung oleh kekuatan pemerintah

sebenarnya pemikiran yang tidak utuh, karena penggunaan kekuatan yang

membabai buta merupakan ciri jauhnya pemikiran itu dari kebenaran. Dengan

penggunaan kekuatan pisik itu masyarakat curiga dan mempertanyakan, kalau

benar landasan pemeikiran itu kokoh mengapa untuk menegakkannya

memerlukan kekuatan fisik?

Page 13: Tugas SPI 2

Tuduhan terhadap ulama fiqh dan hadits

Mu’tazilah mencurigai para ulama Fiqh dan Hadits seperti Ahmad ibn Hambal.

Tuduhan dan kecurigaan yang dilontarkan Mu’tazilah terhadap mereka dimulai sejak

penguasa Bani ‘Abbas berpihak kepada Mu’tazilah.adanya upaya penolakan tuduhan

tersebut juga sudah ada sejak munculnya kecurigaan itu. Karena itulah para ulama fiqh

dan hadits juga menuduh Mu’tazilah dengan segala tuduhan keagamaan yang berat.

Abu Yusuf, salah seorang murid Abu Hanifah, sempat menganggap Mu’tazilah

sebagai seorang atheis; Imam Malik, Imam Syafi’i berfatwa bahwa kesaksian

Mu’tazilah tidak dapat diterima; sedangkan Imam Muhammad al Hasan al Syaibani

barang siapa menjadi makmum Mu’tazilah dalam shalat wajib mengulangi shalatnya.

Mereka juga menuduh kaum Mu’tazilah fasi menggemari hal-hal yang diharamkan.

Sebenarnya setiap permusuhan akan menimbulkan penilaian yang buruk. Setiap

pihak akan menuduh lawannya secara tidak adil. Banyak tuduhan yang dilontarkan

mu’tazilah berasal dari pemikiran yang menyimpang. Semua sikap fanatik akan

menutup akal dalam menemukan kebenaran. Mu’tazilah tidak sampai keluar dari Islam.

Mereka mendapat pahala atas jasanya dalam membela Islam. Para murid Washil

bertebaran di seluruh penjuru wilayah Islam untuk menentang orang-orang yang

menurut hawa nafsu. ‘Amar bin ‘Ubaid, salah seorang murid Wasil, telah memerangi

kaum atheis dan orang-orang yang mengikuti hawa nafsu guna membela kelompok

yang benar. Ia berteman dengan Basyar ibn Bard, seorang penyair. Ketika mengetahui

bahwa temannya ini seorang atheis, ia tak segan-segan membuangnya dari Bagdad.

Basyar tidak kembali sampai ‘Amr wafat pada masa pemerintahan Ja’far al Manshur.

Basyar adalah seorang zahid. Al Jahizh mengomentarinya secara fanatis, “Ibadah ‘Amr

menandingi semuah ibadah ahli fiqh dan hadits.

Pada setiap generasi Mu’tazilah ada orang-orang yang tekun beribadah dan

berzuhud. Di antara mereka ada kezuhudannya mendorongnya untuk tidak menerima

gaji dari pemerintah meskipun ia sangat memerlukannya. Diceritakan bahwa Khalifah

bertanya kepada perdana mentrinya, Ahmad ibn Abi Dawud, “mengapa engakau tidak

mengangkat sahabat-sahabat saya dari kaum Mu’tazilah untuk menjadi hakim seperti

yang lain?” jawab Ahmad, “Wahai Amirul Mu’minin, sesungguh sahabat-sahabat

Andalah tidak mau menjadi hakim. Kepada Ja’far ibn Basyar, umpamanya, saya sudah

menawarkan gaji sepuluh ribu dirham untuk pengangkatan sebagai hakim, tetapi ia

menolaknya. Saya sudah datang kerumahnya dan minta izin untuk masuk, tetapi ia

tidak mengizinkan. Ketika saya minta izin untuk masuk ia menodongkan pedang ke

wajah say, dan berkata” sekarang saya sudah boleh membunuh mu. Maka saya pergi

Page 14: Tugas SPI 2

meninggalkannya. Bertapa manamungkin saya mengangkat orang seperti itu.

Anehnya, ada oramg membawa uang dua dirham kepadanya dan ia menerimanya.

Ketika ditanya, “mengapa engkau menolak sepuluh dirham, tetapi menerima dua

dirham?” Ia menjawab, “ oranh-orang kaya lebih berhak dari pada saya, saya lebih

berhak atas dua dirham karena saya memerlukannya. Allah memberikan kepada saya

dua dirham ini tanpa masalah”. Orang ini memandang syubhat terhadap harta

pemerintah karena ia menduga harta itu dikumpulkan dari cara yang tidak halal dan

menerima dua dirham karena menduga bahea itu halal dan baik.

Dari penjelasan di atas dapatlah kita ketahui bahwa kehadiran Mu’tazilah pada

Daulah Abbasiyyah adalah karena mendukung kebijakan Khalifah Al Ma’mun dan dua

orang khalifah setelahnya untuk mempertahankan kekuasaan, dan lebih dari pada itu

Mu’tazilah juga memiliki peran yang sangat signifikan dalam memberantas aliran-aliran

yang bersebrangan dengan aqidah Islam, jika dibiarkan akan berpengaruh kepada

keyakinan masyarakat Islam.

2. Sunni

Dari seluruh pemuka kalangan ahli hadits pada masa-masa mihnat, yang

berlansung pada pemerintahan Khalif al Ma’mun dan khalif al Muktashim dan khalif al

Watsiq, maka Cuma tinggal satu tokoh saja yang tetap bertahan atas pendiriannya

dan tetap berani menantang pendirian resmi masa itu. Selebihnya telah menganut

pendirian iktizal, baikpun di Ibukota maupun dalam wilayah-wilayah Islam masa itu,

bahwa Al-Qur’an itu adalah Cuma sebuah ciptaan belaka sebagaimana ciptaan-

ciptaan Ilahi lainya di dalam alam semesta.

Tetapi tokoh yang satu itu tetap bertahan, meskipun menderitakan hukuman

cambuk di punggungnya hingga daging punggungnya itu koyak-koyak dan selanjutnya

ditahan dan dibelenggu, bahwa Al-Qur’an itu adalah “kalam Allah” tanpa tafsiran

sepanjang akal (ratio). Tokoh tersebut ialah Al Imam Ahmad ibn Hanbal (wafat 242

H/855 M), pemuka mazhab Hukum itu. Dengan begitu ia terpandang “pahlawan yang

berani” (bathlun-syujak) pada mata kalangan Awwam dewasa itu, yaitu rakyat umum,

yang tetap berkeyakinan bahwa Al-Qur’an itu adalah “kalam Allah” dan “azali” adanya.

Bahkan para pengikut Ahmad ibn Hanbal yang keliwat ekstrim dewasa itu,

demikian Dr. Ahmad Amin di dalam Dhuhal Islami jilid III cetakan 1964 halaman 39-

40, berpendirian bahwa kecuali Ayat-ayat Al-Qur’an itu “kalam Allah” dan “azali” maka

kertasnya dan tintanya dan kulit penjilidnya itupun adalah “qadim” dan “azali”.

Page 15: Tugas SPI 2

Jikalau pendirian serupa itu makin meluas dalam kalangan Awwam niscaya

akibatnya akan lebih “menyesatkan” lagi. Justru karena itulah Al Imam Ahmad ibn

Hanbal itu, yang telah dibebaskan tahadinya oleh Khalif Al Muktashim, ditangkap

kembali dan ditahan atas perintah Khalif Al Watsiq.

Sewaktu Khalif al Watsiq wafat pada tahun 232 H/847 M dan Khalif Al Mutawakil

naik menggantikannya maka ia pun bertindak membatalkan Al Mihnat, yakni

pemeriksaan keyakinan pejabat-pejabat kehakiman dan para pemuka Agama

mengenai Al Qur’an sebagai “kalam Allah”itu. Sejalan dengan itu iapun mengeluarkan

perintah kepada Gubernur Ibukota Baghdad bagi pembebasan Al Imam Ahmad ibn

Hanbal dari tahanannya.

Hampir seluruh rakyat awwam pada Ibukota itu keluar bagi menyambut

“pahlawan yang berani”itu dan mengelu-elukan kedatangannya. Khalif menyaksikan

suatu kenyataan, dan lalu terpikir, bahwa kenyataan itu akan dapat dimanfaatkannya

bagi memperteguh posisi kekuasaannya.

Khalif Al Mutawakkil mengundang Al Imam Ibn Hanbal beserta para pemuka Al

Muhadditsin ke kota Samarra, ibukota kedua yang megah indah itu, dan lalu

membagi-bagikan anugerah amat dermawan sekali. Dan di situlah Ahmad ibn Hanbal

diatunjuk menjabat Rais Al Muhadditsin yakni mengepalai kalangan Ahli-ahli Hadits

itu.

Dan selanjutnya, demikian Tarikhil-Khulafak halaman 138 karya Ibnu Hajar al

Asqalani, bahwa “Khalif al Mutawakkil menganjurkan supaya memperkembang Al

hadits mengenai sifat-sifat Ilahi dan mengenai “rukyat” (penyaksian)terhadap Allah.

(Wa-Amra-hum bi An-Yuhadditsu bi Ahaditsil Shifati wal Rukyati)....maka Abubakar

ibn Abi-Syaibat mengadakan pertemuan pada Jami-al-Rishafat maka hadir lebih

tigapuluh ribu orang....dan saudaranya mengadakan pertemuan Jami-al-Manshur

maka hadir lebih tigapuluh ribu orang pula...banyaklah doa dan puji-pujian diberikan

terhadap Al Mutawakkil dan bahkan mengagungkan dan membesarkannya berlebih-

lebihan....Iapun memerintahkan Gubernur Mesir mencukur janggut Hakim Tertinggi

( Qadhil-Qudhat) di situ, Abubakar Muhammad ibn Abil Laits (yang melakukan

penyiksaan pada masa-masa Al Mihnat), menjatuhinya hukuman cambuk,

mengaraknya keliling kota di atas keledai, dan perintah tersebut dilaksanakan oleh

Gubernur Mesir. Jabatan Hakim Tertinggi di Mesir itu digantikan oleh Alharits ibn

Mussakin, tokoh penganut mazhab maliki.

Al Mas’udi (wafat 345 H/956 M) di dalam karyanya Murujul Zahbi jilid II halaman

288 menceritakan bahwa “ Setelah khilafat berpindah kepada Al Mutawakkil maka ia

Page 16: Tugas SPI 2

pun memerintahkan supaya menghentikan segala macam diskusi dan dialog.

(Amarabi Tarkil Nazhari wal Mubahatsatil fil Jidali). Menghentikan seluruh macam

kegiatan yang biasa berlangsung pada masa Al Muktashim dan Al Watsiq. Ia pun

memerintahkan oang bamyak supaya Taslim dan Taqlid.(Wa Amara’n-Nasa bil

Taslimi wal Taqlidi).ia pun memerintahkan pemuka-pemuka Ahli hadits supaya

memperbanyak jumlah Al Hadits, (Wa Amara’L Syukukhsl Muhadditsina bil Tahditsi),

supaya menonjol aliran Sunnah-wal-Jamaah”.

Sikap dan pendirian Al Imam Ibn Hanbal sendiri berkeinginan ”memurnikan”

kembali ajaran agama Islam itu seperti pada masa Salaf, yakni masa sahabat-sahabat

Nabi, supaya segala sesuatunya yang tersebut di dalam Al Qur’an itu diterima dengan

penuh kepercayaan (al-Iman) tanpa melakukan pembahasan-pembahsan secara akal

(ratio). Keimanan itu mestilah berlandaskan nurani (intuisi), bukan akal (intelek).

Kenyataan itu pun langsung memperlihatkan pengaruh gerakan Sunni pada

masa pemerintahan khalifah al Mutawakil itu. Gerakan sunni yang lambat laun makin

memuncak kekuasaannya itu, ternyata pada akhirnya, memperlihatkan pula ekses-

ekses yang sangat negatif. Tokoh-tokoh al Muhadditsin yang berkeinginan pula

dipandang pahlawan oleh lapisan Awwam seperti Ahmad ibn Hambal itu, baik pun

dipusat apalagi wilayah-wilayah yang jauh dari pusat, telah menyebabkan pula tidakan

–tidakan yang keras dan bengis terhadap lawan-lawan paham sunni.

Gerakan Sunni pada akhirnya telah ditunggagi oleh ambisi pribadi atau pun

dendam-dendam terhadap masa lalu, sehingga apa yang terjadi pada masa gerakan

Sunni itu lebih dahsyat lagi dari pada yang terjadi pada masa al Mihnat. Sebagai

kaibatnya, bahwa ahli-ahli sejarah mencatat al Mutawakil itu adalah khalif yang paling

lalim. Walau pun demikian orang yang pro pada Sunni menganggap bahwa Sunni

adalah kelompok yang baik di bandingkan Mu’tazilah.

Sekali lagi Sunni sebagai kelopok yang mengedepankan nash dalam landasan

berpikir, bertindak dan berbuat. Kelompok yang mencoba mempengaruhi pemikiran

yang bersebrangan dengan mereka dengan cara yang baik tidak arogan, sarat politis

juga mempengaruhi kekuasaan mutawakil untuk berpertahan dari paham yang

sebelumnya sangat dekat dengan Mu’tazilah. Selain itu Sunni mencoba meluruskan

kembali pemahaman yang mulai menyimpang.

3. Golonga Syi’ah

Kemunculuan syi’ah memang terjadi jauh sebelum daulah Umawiyyah, akan

tetapi pada masa itu syi’ah adalh kelompok yang paling tertekan, ruang gerak mereka

Page 17: Tugas SPI 2

di batasi, sehingga perkembangannya pun tidak signifikan atau mereka melakukan

gerakan secar diam-diam.

Akan tetapi pada awal masa Abbasiyah, Syia’ah seakan kembali mendapat

posisi, keberadaan mereka ikut mendukung berdirinya Daulah Abbasiyah, kelompok

ini bahkan sengaja direkrut untuk melakukan gerakan anti Umayyah. Semenjak

gerakan anti Ummay semakin lancar, rapi dan efektif di bawah pimpinan Ibrahim bin

Muhammad, terutama semenjak meninggalnya Ali bin Abdullah 124 H/742 M. Berhasil

menggalang dukanagan dari golongan Syi’ah. Kelompok Syi’ah mendukung gerakan

yang dilancarkan oleh Ibrahim, karena Imam syia’h ketika itu, Muhammad bin

Abdullah, telah dilantik sebagai khalifah bayangan pertama bagi pemerintahan baru

menggantikan Umayyah. Dengan cara ini, Muhammad bin Abdullah berharap bahwa

dialah nanti yang betul-betul akan menjadi khalifah baru. Apalagi menurut

perhitungannya, tidak sedikit kalangan yang akan medukung dan menerima

Muhammad bin Abdullah ksrena ia keturunan langsung Nabi Muhammad SAW.

Pada masa Khalifah Muatawakil di berlakukan Dekrit Khalifah mengenai non-

Islam dan Syi’ah, seluruh ibu kota dipaksa untuk melaksanakan dekrit tersebut,

mereka di wajibkan mengenakan sejenis baju luar yang khususu sebagai tanda

pengenal. Pada masa Nabi Muhammad sendiri dan masa selanjutnya tidak pernah

diperlakukan hukum serupa.

Dekrit yang di peruntukkan bagi golongan Syi’ah yaitu pada tahun 236 H/851 M.

Dekrit itu memerintahkan penghancuran dan perataan seluruh bangunan-banguna

monumen yang sangat di muliakan kaum Syi’ah dan menjadi tempat ziarah mereka

itu. Termasuk bangunan monumen di Karbela, yang merupakan perlambang Makam

Al Hussain ibn Ali, yang gugur dan menjadi korban di situ tahnun 61 H/682 M pada

masa pemerintahan khalifah Yazid ibn Maawiyah (60-64 H/681-684 M). Bangunan itu

megah dan indah dan terpandang suci oleh kaum Syi’ah. Bangunan tersebut beserta

rumah-rumah yang ada disekitarnya, demikian Muhyaddin Al Khayyat di dalam Tarikh

islami Jilid IV cetakan 1933 halaman 62, dihancurkan dan diratakan dan kemudian di

bajak dan di tanami dan selanjutnya di larang untuk di Ziarahi.

Pada masa Buwaihi (945-1055) ajaran Syi’ah kembali di bebaskan, sebagian

besar orang-orang Buwaihi adalah pengikut Syi’ah. Oleh karena iru sejak menguasai

Pemerintahan, perayaan Syia’ah mulai diadakan, terutama upacara kematian Husein

bin Ali bin Abi Talib (w, 680), cucu Rasulullah SAW yang di bunuh oleh khalifah

Umayyah di Pasang Karbala, setiap tanggal 10 Muharam.

Page 18: Tugas SPI 2

Sepertimana halnya dengan khawarij, maka Syi’ah juga pada mulanya adalah

partai politik, karena yang mendorong lahirnya adalah faktor-faktor politik. Sebagai

suatu partai politik, syi’ah memperkuat pendirian politiknya itu, mereka mencampuri

denganberbagai ajaran agama-ajaran agama, yang kebanyakannya oleh Abdullah bin

Saba siadukan dengan ajaran-ajaran agama Yahudi dan Majusi.

4. Golongan Alawiyah

Golongan Alawiyah adalah sekte dari faham Syi’ah, mereka merupakan

golongan yang telah berjuang dengan sangat lama dan banyak mengalami kesukaran,

tetapi dalam sekejap mata perjuangan mereka berhasil terlepas dari tangan orang

lain, walaupun dibayar dengan darah dan nyawa. Karena itulah mereka bangkit

dengan bersemangat dan menggoncang istana pemerintahan Abbasiyah serta

mencaba meruntuhkannya. Untungnya tapak pemerintahan Abbasiyah itu amat kukuh

dan tak mudah diruntuhkan. Karena itu timbullah pertarungan diantara kedeua

kekuatan tersebut. Golongan Alawiyah terus melakukan pemberontakan dan

perlawanan, sementara golongan Abbasiyah menggunakan seluruh. Tenaga dan

kekuatan menindas dan menekan. Sehingga ahli-ahli sejarah menyebut bahwa

penderitaan golongan Alawiyah akibat kekejaman yang dilakukan oleh golongan

Abbasiyah lebih dari penderitaan sewaktu pemerintahan bani Umaiyyah.

Tokoh-tokoh golongan Alawiyah adalah Mahammad bin Abdullah bn al-Hasan

bin al-Hasan bin Abi bin Abu Talib yang digelar an-Nafsuz-Zakiyah, Ibrahim bin

Abdullah yang memiliki kekuasaan di Basrah kemudian kekuasaannya diperluas

meliputi wilayah Ahwaz dan Wasit, Al-Husain bin Ali al-Hasan bin Ali bin Abu talib ia

berasal dari kalangan kenamaan dan pemimpin Bani Hasyim, Yahya bin Abdullah dia

adalah salah seorang yang berhasil melarikan diri dalam pertempuran Fakh, dan pergi

ke negeri Dailam serta melantik dirinya sebagai khalifah. Di sana kekuatannya kian

bertambah, pengikutnya kian banyak dan datang dari beberapa buah kota.

Perkembangan itu terjadi pada pemerintahan Khalifah Harun al-Rasyid, Idris bin

Abdullah dia adalah orang kedua dapat melarikan diri dari pertempuran di Fakh. Dia

menuju ke negeri Mesir, dan dari sana terus ke Afrika Utara hingga tiba Magribi

(Maroko). Muhammad ad-Dibaj dia adalah Muhammad bin Ja’far as-Sadiq.

Sungguhpun Khalifah al Ma’mun bersikap toleran terhadap golongan Alawiyah dan

memberikan penghargaan kepada mereka, namun Muhammad ad Dibaj telah bangkit

memberontak di Makkah dan mengaku berhak menjadi khalifah di zaman

pemerintahan Khalifah al-Ma’mun itu.

Page 19: Tugas SPI 2

5. Golongan Khawarij

Golongan Khawarij mulai muncul di zaman pemerintahan Abbasiyah yang

pertama, setelah mengalami kekejaman dan keganasan golongan Bani Umayyah.

Golongan Khawarij dikenal sebagai golongan berani mati dan tidak getar pada

pertumpahan darah. Kelompok seperti mereka ini senantiasa menumpas musuh

danmenimbulkan ketakutan di pihak yang menen-tang. Gerakan-gerakan muncul dari

masa kemasa disepanjang zaman pemerintahan Abbasiyah itu. Di zaman

pemerintahan Khalifah Abu Ja’far al-Mansur, negeri-negri Afrika Utara merupakan

gelanggang bago gerakan-gerakan Khawarij. Umar bin Hafs yang menjadi pegawai

pemerintah di negeri-negeri tersebut da orang-orangnya telah mengalami kesulitan

yang besar dalam upaya melawan golongan Khawari. Begitu juaga penduduk di

negeri-negeri berkenaan mengalami berbagai intevensi dan penindasan dari golongan

tersebut Abu Hatim, seorang pemimpin golongan Khawarij dan pengikut-pengikutnya

telah mengepung kota Qoirawan sehingga keadaan penduduknya semakin sulit,

perbendaharaan negara tidak mempunyai uang lagi untik di belanjakan dan rakyat

semakin kurang mendapatkan bahan makanan . pengepungan itu berjalan selama 8

bulan.

Dizaman Khalifah al-Mahdi meletus suatu pemberontakan di Jazirah

(Semenanjung Arab), di bawah pimpinan Abdus-Salam bin Hasyim al-Yasyqury yang

mana semakin kuat pengaruhnya dan banyak pengikutnya sehingga dapat

menumpas sepasukan tentara yang dipimpin khalifah al-Mahdi serta mem-bunuh

panglimanya. Peristiwa ini telah menyebabkan khalfah al-Mahdi menyiapkan tentara

yang lebih besar di bawah pimpinan Syabib bin Waj untuk menundukkan Abdus-

Salam. Setiap pejuang di dalam angkatan tentara diberi sebanyak 1000 dirham

sebagai bantuan. Angkatan tentara ini telah berhasil mengalahkan tentara

mengalahkan tentara pemberontak dan membunih pemimpinnya.

Kemudian muncul pula suatu pemberontakan Khawarij di Mausil dipimpin oleh

Yasin dari Suku Bani Tamim. Di zaman khalifah Harun ar Rasyid, kaum Khawarij

melancarkan suatu pemberontakan yang hebat di bawah pimpinan seorang lelaki

yang di kenal gagah berani, dan telah berhasi mengembalikan kembali Zaman

kegemilnagan Khawarij, sebagai mana keadaanya semasa pemerintahan bani

Umaiyah. Lelaki itu adalah al-Walid bin Tarif.

Page 20: Tugas SPI 2

6. Golongan Zindiq

Pada mulanya perkataan Zindiq itu sebutan untuk penganut-prnganut ajaran

Mani dan Tsanawi, yaitu penyembah-penyembah cahaya terang dan gelap. Kemudian

pengertiannya menjadi lebih luas dan meliputi setiap mulhid atau pembuat bid’ah.

Kemudian berubah lagi menjadi sebutan untuk pihak yang mazhabnya bertentangan

dengan mazhab ahlus-Sunnah, dan kadang-kadang menjadi sebutan untuk para

penyair dan penulis yang menghayati kehidupan berhibur-hibur dan berfoya-foya

dengan minum khamar, dan akhlak rendah.

Gerakan zindiq ini menjadi pusat perhatian golongan Abbasiyah dan tersebar

luas dikalangan rakyat, sebagaimana dikatakan oleh Khalifah al Mahdi : “ ingatlah

wahai anakku, apabila engkau menjadi khalifah kelakm lemyapkanlah kelompok Mani

karena ia mngajar manusia apa yang di pandang baik dari luar, seperti meninggalkan

perkara=perkara yang buruk, berzahid di dunia, beramal untuk akhirat, kemudaian ia

melampaui batas denganmengaharamkan makan daging serta menyentuh air suci.

Dan seterusnya ia mengarah manusia menyembah dua perkara yaitu cahaya terang

dan gelap. Kemudian ia menghalal kan lelaki mangawini saudara-saudara

perempuannya dan anak-anaknya, bermandi dengan air kencing, menculik anak-anak

tengan jalan, dengan alasan untuk menyelamatkan mereka dari kesesatan di tengah-

tengah gelap kepada hidayat dan pentunjuk cahaya dan terang. Lenyapkanlah

kelompok itu dan perangilah mereka habis-habisan, denganitu engakau akan berada

dekat dengan Allah. Sesunggunya aku bermimpi kakekku Abbas r.a menyerahkan

kepadaku dua bilah pedang untuk membunuh para penyembah cahaya terang dan

gelap itu.

Khalifah al-Mahdi merupakan Khalifah Abbasiyah yang paling kuat menindas

dan menghukum golongan zindiq. Beliau telahmelantik seorang pegawai yang khusus

untuk tujuan ini. Diantara yang menyandang jawatan tersebut adalah Umar al-

Khalwildani dan Muhammad bin Isa Hamadawih yang telah banyak membunuh

orang-orang Zindiq, sebagaimana yang diseutkan oleh Ibnu Atsir.

C. Kesimpulan

Munculnya Daulah Abbasiyah kedalam khzanah sejarah Islam, merupakan

kelanjutan dari khalifah sebelumnya. Walaupun kita tidak bisa mengatakan bahwa

khalifah sebelumnya telah mewariskan tahta kekhalifahan kepada kepemimpinan di

bawahnya. Dalam sejarah Taurist Khilafah (pewarisan kekhalifahan) secara syuro

hanya berjalan pada masa empat khifah Rasulullah yaitu Abubakar, Umar ibn Khattab,

Page 21: Tugas SPI 2

Usman bin Affan dan Ali bin Abi Talib radliallhuanhum, ditambah dengan khilafah yang

jauh dari mereka yaitu Khalifah Umar bin Abdul Aziz, selebihnya menggunakan sistem

pewarisan tahta dan penggulingan.

Termasuk khalifah Abbasiyah ini hadir setelah mereka berhasil menggulingkan

kekuasaan Daulah Umayyah yang telah berkuasa lebih kurang 90 tahun. Penggulingan

terjadi karena dianggap pemeritahan Umayyah sudah tidak layak lagi untuk memimpin

karena telah banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan. Penggulingan yang terjadi

ternyata bukan hanya dilakukan Bani Abbasiyah kepada Bani Umayyah, akan tetapi

juga terjadi di masa Bani Abbasiyah sendiri terjadi penggulingan di antara sesama

mereka. Penggulingan ini disenyalir disebabkan masing-masing ingin berkuasa dan

menjadi khalifah atau ambisi kekuasaan. Untuk mempertahankan kekuasaanya

kebanyakan dari Bani Abbasiyah mengunakan orang-orang non Arab, sehingga

kebijakan ini memicu bemunculannya kelompok non-Arab yang ikut mengendalikan

kekuasaan atau bahkan merebut kekuasaan itu sendiri.

Selain itu masing-masing khalifah di masing-masing periode pemerintahan para

Khalifah di masa Bani Abbas ini mengandeng pula aliran-aliran pemikiran, baik itu

dijadikan sebagai ideologi negara atau hanya sekedar menjadi patner dalam

pemerintahannya, yang mereka difungsikan untuk meng-counter aliran yang

bersebrangan dengan pemerintah atau aliran yang mencoba untuk mengoyang

kekuasaannya. Aliran-aliran pemikiran pernah ada pada masa Daulah Abbasiyah

adalah Mu’tazilah, Sunni (al-Muhaditsin), Syi’ah, Awaliyah, Khawarij, dan Zindiq. Mukin

masih banyak aliran lain yang tidak sempat kami rekam, terdapat di berbagai buku

referensi belum sempat tergali.

D. Penutup

Sebagaimana kesempurnaan itu bukanlah sifat manusia, tetapi sebaliknya

kesahalahan dan khilaf merupakan sifat tidak bisa jauh darinya. Dan kami sadar bahwa

tulisan ini terdapat banyak kekurangan-kekurangan, kami berharap dapat menjadi

inspirasi bagi thalibul ilmi (pencari ilmu) lain untuk menyempurnakan makalah ini

khususnya berkaitan dengan sejarah Daulah Abbasiyah, perkembangan dan aliran

pemikiran yang ada pada masanya. Mudah-mudahan khazanah kita ummat Islam

memahami masalah ini akan lebih baik lagi. Mohon maaf atas segala kekuarangannya

dan kepada Allah kami mohon ampun. Wallahu ‘alam bi showab.

Page 22: Tugas SPI 2

E. Referensi

1. A. Syalabi, Prof.Dr. Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta, Pustaka Husna Baru, 2003

2. A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1993.

3. Amin M. Mansyur, Drs. M.Ag., Sejarah Peradaban Islam. Bandung, Indonesia Spirit

Foundation, 2004

4. Abu Zahra Imam Muhammad, Prof. Dr., aliran Politik dan ‘Aqidah dalam Islam,

Jakarta, Logos Publising House, 1996.

5. Sou’yb Joesoef, Sejarah Daulat Abbasiah II, Jakarta, Bulan Bintang, 1977

6. Sou’yb Joesoef, Sejarah Daulat Abbasiah III, Jakarta, Bulan Bintang, 1978

7. Al ‘Isy Yusuf, Dr. Dinasti Abbasiyah, Jakarta Timur, Pustaka Al-Kautsar, 2007

8. Abdullah Taufik, Prof. Dr. (dkk) Ensiklopedi Tematis Dunia Islam 2 Khilafah, Jakarta,

Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002.

9. Abdullah Taufik, Prof. Dr. (dkk) Ensiklopedi Tematis Dunia Islam 4 Pemikiran dan

Peradaban, Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002.

10. Azra Azyumardi, Prof. Dr. MA (et.al), Ensiklopedi Islam-cet.4, Jakarta, Ichtiar Baru

Van Hoeven, 1997.