tugas review skripsi
TRANSCRIPT
Tugas Review Skripsi
Judul : ANALISIS PRODUKSI DAN TATANIAGA KARET RAKYAT DI
KABUPATEN MADINA
(Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan, Kab. Madina)
Ditulis Oleh :
Efrida Nasution - 030304012
DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Direview oleh :
Dani Mulyana - 41185009120012
Ulfah Muflihah - 42285009130012
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM “45” BEKASI
2014
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufiq dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tugas Review Skripsi yang Berjudul : ANALISIS PRODUKSI DAN
TATANIAGA KARET RAKYAT DI KABUPATEN MADINA (Studi Kasus :
Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan, Kab. Madina) Ditulis Oleh : Efrida
Nasution - 030304012.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
kepada keluarganya, sahabatnya serta kita selaku umatnya hingga akhir zaman.
Aamiin.
Tugas Review Skripsi ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Tataniaga Pertanian pada Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Islam
“45” Bekasi. Dalam penulisan Review Skripsi ini penulis menyadari masih jauh
dari kesempurnaan, baik isi maupun bahasa mengingat kemampuan penulis sangat
terbatas, oleh karena itu kritik dan saran-saran membangun akan penulis terima
dengan senang hati.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya atas segala bantuan, bimbingan, dan saran kepada:
1. Ahya Kamilah, Ir., M.Si. selaku dosen mata kuliah Dasar Manajemen yang
telah memberikan tugas dan pengarahan dalam proses pembuatan makalah
ini.
2. Secara khusus untuk keluarga tercinta yang telah memberikan dorongan moril
maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
3. Rekan-rekan faperta serta semua orang yang telah membantu penulis dalam
penyelesaian makalah ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua pembaca.
Bekasi, Mei 2014
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................iDAFTAR ISI............................................................................................................iiDAFTAR TABEL...................................................................................................iiiDAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................ivBAB I PENDAHULUAN........................................................................................1BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN............................................................................................................4
2.1 Tinjauan Pustaka 42.2 Landasan Teori 52.3 Kerangka Pemikiran 72.4 Hipotesis Penelitian 9
BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................103.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian 103.2 Metode Pengambilan Sampel 103.3 Metode Analisis Data 113.4 Batasan Operasional 12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................134.1 Proses Produksi Usahatani Tanamanan Karet 13
4.2 Analisis Usahatani 154.3. Sistem Tataniaga 164.4 Price Spread dan Share Margin 174.5. Efisiensi Tataniaga 184.6 Kendala Dalam Tataniaga Karet Rakyat 19
BAB V PENUTUP.................................................................................................215.1 Kesimpulan 215.2 Saran 22
BAB VI KOMENTAR PEREVIEW.....................................................................23DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24LAMPIRAN 1 ........................................................................................................ 24
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Price spread dan Share Margin Untuk Tiap Tataniaga Cup lump di Desa Tanobato, Tahun 2007 ............................................................................. 17
Tabel 2 Rekapitulasi Volume Pembelian, Harga Beli, Biaya Tataniaga, Harga Jual, Profit dan Margin Tataniaga setiap lembaga tataniaga di Desa Tanobato tahun 2007 ................................................................................ 18
Tabel 3 Rekapitulasi Share Margin Pada Saluran Tataniaga Cup Lump di Desa Tanobato Tahun 2007 ................................................................................................ 18
Tabel 4 Tingkat Efisiensi Tataniaga Cup Lump di Desa Tanobato Tahun 2007 ............. 19Tabel 5 Sampel Kesalahan Penulisan dalam Skripsi ............................................. 23
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Cover Skripsi ...................................................................................... 25
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam latar belakang, penulis mengangkat tentang kondisi perkebunan
karet di Indonesia yang pada awalnya merupakan penghasil karet utama dunia,
kini sudah digantikan oleh Malaysia (Siregar, 1995). Di sini penulis menyajikan
data produksi karet di Indonesia bahwa, pada tahun 2006 dengan luas areal seluas
3,31 juta Ha dapat menghasilkan produksi karet sebesar 2,27 juta Ton karet kering
yang produksi terbanyaknya berasal dari Sumatera Utara. Tak lupa penulis juga
memaparkan potensi perkebunan di wilayah Sumatera Utara, khususnya di
Kabupaten Mandailing Natal. Menurut data yang didapat penulis, Mandailing
Natal mempunyai luas daerah 662.070 Ha atau 9,23 persen dari total wilayah
Provinsi Sumatera Utara yang 11.778,5 Ha-nya merupakan areal perkebunan
(Dinas Pekebunan Madina, 2005).
Penulis dalam latar belakang skripsinya memaparkan definisi perkebunan
berdasarkan fungsi pengelolaan yaitu sebagai usaha untuk menciptakan lapangan
pekerjaan, peningkatan pendapatan, devisa negara dan pemeliharaan Sumber
Daya Alam. Berdasarkan jenis pengelolaannya dibagi menjadi perkebunan rakyat,
perkebunan besar milik negara atau swasta, perkebunan perusahaan inti rakyat dan
perkebunan unit pelaksanaan proyek. Definisi tersebut dikutip penulis dari
Syamsulbahri, 1996. Selanjutnya penulis menganalisa mengapa perkebunan karet
rakyat selalu memiliki produktivitas yang lebih rendah. Menurut sumber yang
diperoleh penulis (Anonimous, 2003), penyebab rendahnya produktivitas
perkebunan karet rakyat disebabkan oleh terbatasnya modal yang dimiliki oleh
petani, sehingga petani tidak mampu untuk menggunakan teknik-teknik budidaya
yang sesuai dengan standar teknis yang diperlukan.
Selanjutnya pada BAB ini, penulis juga menguraikan karakteristik produk
pertanian yaitu, diproduksi secara musiman, selalu segar, mudah rusak, jumlahnya
banyak tetapi nilainya relatif sedikit. Dari ciri tersebut dapat mempengaruhi
mekanisme pasar, hal ini juga berdampak pada harga produk pertanian menjadi
berfluktuasi secara tajam. Karena sering berfluktuasi tajam, maka yang sering
dirugikan jelas saja petani atau produsen. Karena kejadian semacam ini petani
1
memerlukan kekuatan sendiri atau berkelompok dangan yang lain untuk
melaksanakan pemasaran (Soekartawi, 1990).
Menurut Dinas Perkebunan Sumatera Utara (2006), bahwa Kabupaten
Madina menduduki peringkat ketiga daerah penghasil karet terbanyak di Sumatera
Utara. Dimana luas penanaman karet mengalami penurunan pada tahun 2003
sampai tahun 2004, dan pada tahun 2005 kembali mengalami kenaikan dengan
luas penanaman sebesar 69.760,0 Ha. Selain itu, produksi perkebunan karet rakyat
di Sumatera utara pada tahun 2003 sampai tahun 2005 secara umum mengalami
penurunan. Sedangkan di daerah penelitian Kabupaten Madina produksi
perkebunan karet rakyat juga mengalami penurunan pada tahun 2002 sampai
tahun 2004, sedangkan pada tahun 2005 kembali mengalami kenaikan seluas
32.768,00 Ton.
Dalam mengidentifikasi masalah berdasarkan uraian pada latar belakang,
penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana proses produksi usahatani karet rakyat di daerah penelitian ?
2. Apa saja komponen biaya produksi terbesar pada usahatani karet rakyat
dan berapa besar penerimaan dan pendapatan bersih usahatani karet rakyat
di daerah penelitian?
3. Bagaimana bentuk saluran tataniaga karet rakyat di daerah penelitian ?
4. Bagaimana price spread, share margin pada saluran tataniaga karet rakyat
di daerah penelitian ?
5. Bagaimana tingkat efisiensi tataniaga pada saluran tataniaga karet rakyat
di daerah penelitian ?
6. Kendala apa saja yang dihadapi petani dalam sistem usahatani dan
tataniaga karet rakyat serta apa upaya untuk mengatasi kendala tersebut.
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis adalah :
1. Untuk mengetahui proses produksi usahatani karet rakyat di daerah
penelitian.
2. Untuk mengetahui komponen biaya produksi terbesar pada usahatani karet
rakyat dan berapa besar penerimaan dan pendapatan bersih usahatani karet
rakyat di daerah penelitian.
2
3. Untuk mengetahui bentuk saluran tataniaga karet rakyat di daerah
penelitian.
4. Untuk mengetahui price spread, share margin pada saluran tataniaga karet
rakyat di daerah penelitian.
5. Untuk mengetahui tingkat efisiensi Tataniaga pada saluran tataniaga karet
rakyat di daerah penelitian.
6. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi petani dalam sistem usahatani
dan tataniaga karet rakyat serta upaya untuk mengatasi kendala tersebut.
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan informasi bagi petani karet dalam rangka menyalurkan hasil
usahataninya secara efisien sehingga mereka mendapatkan keuntungan
yang diinginkan.
2. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah ataupun lembaga lainnya untuk
menentukan strategi usahatani dan tataniaga, dalam usaha meningkatkan
produksi karet dan pendapatan petani.
3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak lain yang
berhubungan dengan penelitian.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN
KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Dalam tinjauan pustaka, pertama-tama penulis mengklasifikasikan
tanaman berdasarkan taksonomi, sebagai berikut :
Divisi : SpermatophytaSubdivisi : AngiospermaeKelas : DycotyledonaeOrdo : EuphorbialesFamili : EuphorbiacaeGenus : HeveaSpesies : Hevea brasiliensis
Penulis kemudian memaparkan bagaimana tanaman karet memasuki
Indonesia. Tanaman karet mulai dikenal di Indonesia sejak 1876. Henry A.
Wickham memasukkan beberapa biji karet ke kebun percobaan pertanian di
Bogor, dan kemudian disusul pemasukan bibit-bibit karet berikutnya tahun 1890,
1896, dan 1898. Walaupun demikian, memerlukan waktu yang cukup lama untuk
membudidayakan tanaman ini ( Setyamidjaja, D,. 1993 ).
Kemudian penulis menjelaskan ciri-ciri fisik tanaman karet. Tanaman
berbentuk pohon, tinggi 10-20 m, bercabang dan mengandung banyak getah susu.
Tanaman karet mengalami gugur daun sekali setahun pada musim kemarau, di
Sumatera Utara terjadi pada bulan Februari-Maret. Setelah gugur daun, terbentuk
bunga bila tanaman karet telah berumur 5-7 tahun, tergantung pada tinggi tempat
di atas permukaan laut. Masa produktif tanaman karet adalah 25-30 tahun
(Sianturi, 2001). Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis. Daerah yang cocok
untuk tanaman karet adalah pada zone antara 15° LS dan 15° LU, curah hujan
yang cocok tidak kurang dari 2000 mm. Optimal 2500-4000 mm/tahun. Tanaman
karet tumbuh optimal di dataran rendah, yaitu pada ketinggian 200 m dpl sampai
600 mdpl dengan suhu 25-35° C (Setyamidjaja, D, 1993).
4
2.2 Landasan Teori
Ada beberapa sumber sebagai rujukan yang digunakan penulis dalam
skripsi ini, salah satunya adalah teknik pembudidayaan tanaman karet menurut
Setyamidjaja (1993) dapat dilakukan dengan menggunakan klon karet unggul.
Klon tanaman karet yang lebih unggul dianjurkan untuk ditanam dalam berbagai
skala atau tingkatan. Hal ini mengingat beberapa pertimbangan, seperti luasnya
lahan, lokasi, cara pengolahan serta ketahanan terhadap hama dan penyakit,
produksi, ketahanan terhadap angin. Klon-klon yang dianjurkan untuk ditanam
diperkebunan rakyat adalah AVROS 2037, BPM 1, BPM 24, GT 1, PR 261, PR
300, PR 303. Dalam usahatani tanaman karet, produk yang dihasilkan adalah
lateks (getah karet).
Selanjutnya untuk mendapatkan lateks, petani biasanya menerapkan sistem
sadap. Penyadapan bertujuan untuk pemutusan atau pelukaan pembuluh lateks
dikulit pohon. Kriteria utama layak sadap pada suatu areal pertanaman karet
adalah lilit batang pohon. Lilit batang dinilai sudah dapat memberi petunjuk
tentang ketebalan kulit dan kemampuan fisiologinya untuk menghasilkan lateks
dalam jangka waktu yang lama (20-25 tahun). Ditinjau dari umur tanaman,
biasanya lilit batang yang siap sadap berukuran ±≥ 45 cm yang diukur pada
ketinggian 130 cm dari pertautan populasi didekat permukaan tanah yang dicapai
pada umur 5-7 tahun (Siregar, 1995).
Dalam operasi usahataninya, petani akan menerima penerimaan dan
pendapatan dari usaha taninya. Penerimaan usaha tani adalah perkalian antara
produksi dengan harga jual. Pendapatan usaha tani adalah selisih antara
penerimaan dengan semua biaya (Soekartawi, 1995).
Dalam perekonomian dewasa ini sebagian besar produsen tidak menjual
langsung barang-barang mereka kepada konsumen akhir, begitu juga dengan
konsumen. Oleh karena itu sangat dibutuhkan adanya saluran Tataniaga yang akan
menyampaikan barang dari produsen kepada konsumen yang akan melibatkan
lembaga-lembaga tataniaga seperti agen, pedagang pengumpul, pedagang
pengecer, dll (Kotler, P,. 2003).
Tataniaga mampu meningkatkan guna tempat, guna bentuk dan guna
waktu. Dalam menciptakan guna tempat , guna bentuk dan guna waktu ini
5
diperlukan biaya tataniaga. Biaya tataniaga ini diperlukan untuk melakukan
fungsi-fungsi tataniaga oleh lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam
proses tataniaga dari produsen sampai kepada konsumen akhir. Pengukuran
kinerja tataniaga ini memerlukan ukuran efisiensi tataniaga (Sudiyono, 2004).
Biaya tataniaga adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan tataniaga. Biaya
tataniaga meliputi biaya angkut, pengiriman, retribusi, dll. Besarnya biaya
tataniaga ini berbeda satu sama lain disebabkan karena macam komoditi, lokasi
pemasaran, macam lembaga tataniaga dan efektifitas tataniaga yang dilakukan
(Soekartawi, 1989).
Biaya tataniaga suatu produk biasanya diukur secara kasar dengan margin
dan spread. Margin menyatakan perbedaan antara harga yang dibayarkan
konsumen dan harga yang diterima petani. Sedangkan spread menyatakan
perbedaan kedua tingkat harga antara dua tingkat pasar. Marketing margin disebut
juga price spread dan jika angka-angka price spread dipersenkan terhadap harga
beli konsumen maka diperoleh share margin (Sudiyono, 2004 ).
Selama dalam proses menyalurkan hasil akan mengalami marketing loss
(kehilangan hasil). Kehilangan hasil pada tanaman perkebunan pada hal nya
komoditi karet umumnya disebabkan oleh jarak antara kebun dan pabrik
pengolahan menyebabkan kerusakan atau penurunan mutu hasil perkebunan
rakyat dan juga disebabkan oleh cara dan waktu panen yang belum tepat
(Anonimous, 2005).
Efisiensi tataniaga dapat diukur dengan menjumlahkan profit petani dari
hasil penjualannya dengan profit middle-man (termasuk di dalamnya pedagang
pengumpul desa dan kecamatan maupun agen) dibagi dengan penjumlahan biaya
tataniaga dengan biaya produksi dan pemasaran hasil. Adapun kriteria efisiensi
adalah jika efisiensi tataniaga lebih besar dari 1(>1) maka pasar tersebut dikatakan
efisien, dan jika efisiensi tataniaga lebih kecil dari≤1)1 (maka keadaan pasar
tersebut tidak efisien (Mustafid, 2002) .
6
2.3 Kerangka Pemikiran
Produksi adalah suatu proses pengeluaran usaha tani (karet) secara
keseluruhan atau proses pengeluaran hasil. Produksi Karet merupakan hasil usaha
tani dalam bentuk cup lump, yang dihitung dalam ukuran kg atau ton dan
dibedakan mutu serta ukuran produk.
Usahatani merupakan suatu kegiatan produksi yang menggunakan input
(pupuk dan obat-obatan). Sistem usahatani karet meliputi teknik budidaya yang
terdiri dari persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan sampai penyadapan.
Penggunaan input produksi akan menghasilkan output (pengeluaran) yang disebut
produksi. Untuk harga jual cup lump dipengaruhi hasil produk fisik.
Tataniaga adalah penyampaian aliran barang dari produsen ke konsumen
atau semua usaha yang mencakup kegiatan arus barang dan jasa mulai dari titik
usahatani sampai ditangan konsumen akhir. Tataniaga karet melibatkan berbagai
pihak yaitu petani, agen (pedagang), pedagang penggumpul, dan pasar getah.
Semua pihak atau lembaga yang terlibat dalam saluran tataniaga cup lump ini
melakukan fungsi-fungsi tataniaga antara lain pembelian, transportasi,
penyimpanan, pembiayaan, resiko usaha, informasi pasar dan standarisasi.
Dalam kegiatan produksi usahatani karet rakyat, petani sering kali
mengalami masalah antara lain mahalnya harga sarana produksi seperti pupuk,
obat-obatan yang kadang tidak diimbangi dengan besarnya harga jual cup lump
serta rendahnya produksi karet. Dan salah satu yang dikeluhkan petani adalah
pohon karet sudah terlalu tua. Dan belum memadainya fasilitas pengolahan hasil
perkebunan khususnya komoditi karet. Upaya yang dilakukan petani diantaranya
dengan menggunakan sarana produksi yang efektif dan seefisien mungkin serta
mengadakan penanaman bibit baru ataupun membuka lahan baru, dan petani
berharap adanya pabrik Crumb Rubber.
7
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
8
Petani Karet
Usaha Tani Karet
Agen
Cum Lump
Pedagang
Pengumpul
Produksi
Harga
Kendala
Usaha
Biaya Tataniaga
Pendapatan Bersih
Biaya Produksi
Penerimaan
Efisiensi Tataniaga
Price Spread dan Share MarginStruktur Pasar
2.4. Hipotesis Penelitian
Penulis Berhipotesis seperti di bawah ini :
1. Ada perbedaan nilai price spread dan share margin profit antara petani dan
pedagang perantara di daerah penelitian
2. Tingkat efisiensi Tataniaga pada saluran tataniaga karet rakyat di daerah
penelitian sudah efisien.
9
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penulis menentukan daerah penelitian secara purposive, yaitu desa
Tanobato, Kecamatan Panyabungan Selatan, Kabupaten Madina, sebagai daerah
penelitian dengan pertimbangan bahwa desa tersebut merupakan salah satu sentra
produksi tanaman karet, dan petani sampel terpusat di daerah tersebut dan daerah
ini mudah dijangkau oleh peneliti sehingga mudah melakukan penelitian.
3.2 Metode Pengambilan Sampel
a. Petani Karet
Metode pengambilan sampel yang dilakukan dengan “Metode Sensus”.
Karena petani karet di Desa Tanobato hanya terdiri dari 30 KK. Oleh karena itu
semua petani karet akan dijadikan sebagai sampel di daerah penelitian.
b. Pedagang Pengumpul Desa dan Pedagang Pengumpul Kecamatan
Untuk pedagang pengumpul desa terdiri dari 3 orang pedagang
pengumpul, Sedangkan pedagang pengumpul kecamatan terdiri dari 7 orang.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara sensus yaitu mengambil seluruh
populasi sebagai sampel.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden berdasarkan daftar
kuesioner yang telah disiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder
merupakan data pelengkap yang diperoleh dari berbagai instansi ( Lembaga ) atau
dinas seperti BPS Tk I Sumatera Utara, Kantor Dinas Perkebunan Sumatera
Utara, Kantor Dinas Perkebunan Madina dan Kantor Camat serta literatur yang
berhubungan dengan penelitian ini.
10
3.3 Metode Analisis Data
Untuk identifikasi masalah (1,2,3,6), penulis menggunakan analisis
deskriptif yaitu untuk mengetahui proses produksi, komponen biaya produksi
terbesar dan besar penerimaan dan pendapatan usahatani karet rakyat, serta
bagaimana saluran tataniaga karet rakyat dan kendala yang dihadapi petani dalam
usahatani dan tataniaga karet rakyat di daerah penelitian. Untuk identifikasi
masalah (4), pada hipotesis (1) digunakan rumus :
- Untuk menghitung Price Spread :
S = Pf
Pr
Keterangan : S = Price spread, dihitung dalam rupiah Pf = Biaya-biaya pada lembaga tataniagaPr = Harga beli konsumen
Untuk menghitung Price Spread ( Hutauruk, J,. 2003 ) :Sm = Pf x 100 %
PrKeterangan : S = Price spread, dihitung dalam rupiah
Pf = Biaya-biaya pada lembaga tataniaga
Pr = Harga beli konsumen
Hipotesis diterima bila petani mempunyai price spread dan share margin
profit lebih kecil dari pada pedagang perantara dalam penyaluran karet rakyat di
daerah penelitian.
Untuk identifikasi masalah (5), pada hipotesis (2) menghitung efisiensi
tataniaga digunakan rumus :
e = Z + ZMC +CM
Keterangan :
e = Efisiensi tataniaga Z = Profit pedagang pengumpulZM = Profit petani C = Biaya tataniagaCM = Biaya produksiMenurut Mustafid ( 2002) tataniaga dikatakan efisien, jika :
e > 1 = Efisien e ≤ 1 = Tidak efisien
11
3.4 Batasan Operasional
a. Tempat penelitian adalah Desa Tanobato. Kecamatan Panyabungan Selatan, Kabupaten Madina.
b. Waktu penelitian adalah tahun 2007c. Sampel penelitian adalah petani karet rakyat, pedagang pengumpul desa/
kecamatan.
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Proses Produksi Usahatani Tanamanan Karet
a. Persiapan Lahan
Proses pembukaan lahan dimulai dengan membabat semak-semak pohon
kecil dan menebang pohon-pohon besar. Kemudian lalu dibakar sehingga lahan
bersih yang kemudian dilakukan pengolahan tanah dengan menggunakan cangkul,
lalu dilakukan pembuatan lubang tanam secara tugal. Setelah itu baru dilakukan
penanaman bibit karet.
b. Pembibitan
Pada umumnya bibit yang digunakan petani di daerah penelitian berasal
dari biji (seling) yang diperoleh petani dari pohon tanaman yang ada disekitar
ataupun dari kebun sendiri. Lalu dikecambahkan, Setelah biji berkecambah dan
tumbuh menjadi bibit tanaman yaitu sudah mempunyai 2-3 payung daun, maka
bibit tersebut ditanam pada lubang tanam yang telah disiapkan di lapangan. Tetapi
ada juga petani yang membeli bibit yang telah siap tanam. Bibit yang digunakan
adalah bibit okulasi. Kemudian bibit yang telah dibeli tersebut langsung ditanam
pada lubang tanam yang telah dipersiapkan sebelumnya.
c. Penanaman
Bibit yang sudah ditanam adalah bibit yang mempunyai 2-3 payung daun
dengan jarak tanam yang bervariasi. Jarak tanam yang digunakan petani sampel
jarak tanam yang banyak digunakan adalah 4 m x 4 m sebanyak 10 sampel
(33.34%) dengan sistem bujur sangkar. Bila dibandingkan dengan teknologi
anjuran, karena jarak tanamnya ada yang terlalu rapat atau sempit, maka jarak
tanam yang dianjurkan adalah 4,25 m x 4,25 m. Sistem tanam yang digunakan
petani pada umumnya monokultur atau tanaman karet sebagai tanaman utama dan
tidak ada tanaman lain yang dibudidayakan diantara tanaman karet.
d. Penyisipan
Penyisipan dilakukan ketika bibit yang ditanam ada yang mati atau
pertumbuhannya kurang optimal. Bibit yang disisip ditanam di samping lubang
tanam bibit yang mati. Kematian bibit disebabkan karena kurang adanya seleksi
13
bibit sebelum dilakukan penanaman serta serangan penyakit.
e. Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan
Adapun perawatan yang diberikan petani berupa pemberian pupuk dengan
frekuensi 1-2 setahun. Pemeliharaan lain yang dilakukan yaitu penyiangan gulma
yang bertujuan untuk :
Memperoleh pertumbuhan yang optimal bagi tanaman pokok
Mempermudah penyadapan dengan membersihkan gulma
Mengurangi persaingan antara tanaman pokok dengan tanaman
pengganggu terutama dalam hal pemupukan.
Penyiangan gulma yang dilakukan petani di daerah penelitian secara
kimiawi yaitu dengan menggunakan herbisida sebanyak 25 sampel
(83,34%) dan secara manual sebanyak 5 sampel (16,67).
f. Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (TM)
Pemeliharaan pada TM tidak jauh berbeda dengan pemeliharaan TBM
terutama dalam hal penyiangan gulma. Dalam hal pemupukan, tidak semua petani
melakukan pemupukan. Umumnya petani menggunakan pupuk Urea, NPK, Kcl,
dan Sp-36 yang dilakukan dalam 1 – 2 kali setahun. Pemupukan yang dilakukan
pada tanaman karet yang telah menghasilkan adalah bertujuan untuk :
Meningkatkan hasil sadapan
Mempertahankan serta memperbaiki kesehatan dan kesuburan
pertumbuhan tanaman
Berdasarkan penelitian penulis, sebanyak 28 petani (93,33%)
menggunakan pupuk dan tidak melakukan pemupukan sebanyak 2 petani (6,67%).
g. Penyadapan dan Pengumpulan
Penyadapan dilakukan dengan menyayat atau mengiris kulit batang.
Tujuan penyadapan adalah untuk membuka pembuluh lateks sehingga lateks
mengalir keluar dengan cepat pada awal, kemudian menjadi lambat secara
perlahan-lahan. Umur tanaman mulai dapat disadap umumnya adalah berkisar 7-8
tahun. Penyadapan yang dilakukan di daerah penelitian adalah dengan sistem 4
hari sadap dan 1 hari untuk mengumpulkan hasil. Jadi penyadapan dilakukan 4
hari dalam seminggu pada hari normalnya. Tetapi ada juga yang tidak sampai 4
hari dalam seminggu, bisa saja 2 atau 3 hari penyadapan dalam seminggu, ini
14
disebabkan oleh faktor cuaca misalnya musim penghujan atau hari kurang cerah,
sehingga petani tidak bisa atau sulit mengadakan penyadapan.
4.2 Analisis Usahatani
4.2.1 Sarana Produksi
Setelah dilakukan penelitian, rata-rata penggunaan sarana produksi bibit
adalah 1.553,3 batang/petani atau 384,72 batang/Ha, Sedangkan rata-rata
penggunaan sarana produksi pupuk yang terbesar adalah Urea sebesar 1139
Kg/petani atau 267,4 Kg/ Ha dan untuk herbisida (Roundup) sebesar 11,51
liter/Petani atau 2,37 liter/Ha. Sehingga dapat disimpulkan penggunaan sarana
produksi bibit sangat dominan pada usahatani karet dan kemudian diiringi oleh
sarana produksi pupuk pada usahatani karet di daerah penelitian. Rata-rata biaya
sarana produksi yang terbesar adalah bibit sebesar Rp. 6.070.000,-/petani atau Rp.
1.021.805,-/ha (61,57%) sedangkan yang terkecil adalah pupuk Kcl sebesar
Rp.345.866,6,- /petani atau Rp. 32.800,-/ha (1,98%).
4.2.2 Tenaga Kerja
Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani karet rakyat di Desa Tanobato
terdiri dari Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) dan Tenaga Kerja Luar
Keluarga (TKLK). Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk TKDK adalah 165,2
HKP/petani atau 74,997 HKP/Ha (31,37%) sedangkan untuk TKLK adalah
sebesar 881.191 HKP/petani atau 164,090 HKP/Ha (68,64%). Lalu rata-rata
penggunaan TKDK adalah Rp.3.683.500,-/petani atau Rp.1.392.855,5,-/Ha
(23,44%) sedangkan untuk penggunaan TKLK Rp. 24.358.166,6,-/petani atau
4.549.198,14,-/Ha (76,56%) .
4.2.3 Biaya Produksi
Adapun yang termasuk ke dalam biaya produksi di Desa Tanobato adalah
biaya sarana produksi, biaya tenaga kerja, biaya penyusutan. terbesar adalah
tenaga kerja sebesar Rp.28.041.666,6,-/petani atau Rp. 6.000.356,48,-/Ha
(73,90%) sedangkan yang terkecil adalah penyusutan sebesar Rp. 891.050,-/petani
atau Rp. 2.457.68,48,-/Ha (3,02%) jika dilihat dari Rp/petani/tahun, tetapi rata-
rata biaya terkecil jika dilihat dari Rp/Ha/tahun nya adalah sarana produksi yaitu
senilai Rp. 1.873.615,-/Ha (23,08%). Dari penelitian penulis, diketahui bahwa
biaya produksi petani sebesar Rp. 2.866,55,-/Kg (33,37%), sedangkan profit
15
petani sebesar Rp. 5.723,45,-/Kg (66,63%).
4.2.4 Produksi, Penerimaan Dan Pendapatan Usahatani Karet Rakyat
Berdasarkan hasil penelitian penulis bahwa rata-rata produksi karet rakyat
sebesar 12.308,26 Kg/petani atau 257.267 Kg/ha dan produktifitas sebesar
2.945,11 Kg/Ha per petani, sedangkan harga rata-rata sebesar Rp. 8.613,- baik per
petani maupun per hektar, sedangkan penerimaan sebesar Rp. 107.906.693,3,-
/petani atau Rp. 25.788.577,78,-/Ha, total biaya produksi sebesar Rp.
38.490.400,-/petani atau Rp.8.048.419,2,-/Ha, dan pendapatan bersih sebesar .
69.416.293,3,-/petani atau Rp. 17.626.858,6,-/ha.
4.3. Sistem Tataniaga
Dari hasil penelitian diketahui bahwa lembaga-lembaga tataniaga yang
berperan dalam tataniaga cup lump adalah petani, pedagang pengumpul desa dan
kecamatan , dan agen. Produksi cup lump desa Tanobato sebesar 4.243.200
Kg/Tahun
Saluran tataniaga dapat dilihat sebagai berikut:
Saluran 1 :
Petani Pedagang Pengumpul Desa dan Kecamatan Agen
Konsumen Luar Kabupaten Madina.
Saluran 2 :
Petani Pedagang Pengumpul Desa dan Kecamatan Konsumen
Luar Kabupaten Madina.
Dari saluran tataniaga tersebut dapat dipaparkan bahwa total produksi cup
lump desa Tanobato tahun 2007 sebesar 4.243.200 Kg. Petani melakukan
penjualan cup lump sebesar 3.292.800 Kg kepada pedagang pengumpul desa dan
kecamatan dengan harga yang bervariasi dengan harga rata-rata Rp.8590
Kg/petani, kemudian pedagang pengumpul menjual cup lump nya kembali kepada
agen (pedagang besar) dengan harga yang bervariasi juga dengan rata-rata
279.305,28 Kg/Tahun dan ada juga pedagang pengumpul yang menjual cup lump
nya yang telah dibeli dari petani langsung dijual ke konsumen luar Kabupaten
Madina, seperti yang dilihat pada saluran 2. Dari kedua saluran tataniaga diatas
yang paling baik adalah saluran ke 2, karena dapat menguntungkan petani. Karena
semakin panjang saluran tataniaga petani kurang diuntungkan.
16
4.4 Price Spread dan Share Margin
Dan untuk mengetahui Price spread dan share margin pemasaran cup
lump ini dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 1. Price spread dan Share Margin Untuk Tiap Tataniaga Cup lump di Desa Tanobato, Tahun 2007.
No. Komponen Biaya Price spread Share margin (%)1. Rata-rata Harga Jual Petani
- Biaya Produksi- Profit petani
85902.866,555.723,45
98,2333,3765,45
2. Biaya Tataniaga- Upah T.kerja- Ongkos lapangan- Distribusi- Transfortasi- Penyusutan transfortasi- Penyusutan timbangan- Marketing Loss
0,5510,0390,0515,08618,9041,180
0,146 +25,957
0,0060,00040,00050,0580,2160,013
0,005+0,296
3. Profit Pedagang Pengumpul Desa dan Kecamatan 128,043 1,464
4. Harga Jual Pedagang pengumpul Desa dan Kecamatan 8744 100,000
Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2007.
Dari tabel 1, dapat dilihat bahwa share margin biaya produksi petani karet
33,37%, sedangkan share margin profit petani 65,45%. Di tingkat pedagang
pengumpul desa dan kecamatan dapat diketahui bahwa share margin profit
sebesar 1,464%. Hal ini bahwa hipotesis (1) yang menyatakan bahwa ada
perbedaan nilai price spread dan share margin profit antara petani dan pedagang
pengumpul di daerah penelitian dapat diterima. Dari data-data pada saluran
pemasaran cup lump di Desa Tanobato dapat dibuat rekapitulasi seperti yang
terdapat pada Tabel 2.
17
Tabel 2. Rekapitulasi Volume Pembelian, Harga Beli, Biaya Tataniaga, Harga Jual, Profit dan Margin Tataniaga Setiap Lembaga Tataniaga di Desa Tanobato Tahun 2007
Uraian PPD dan PPK Pabrik
1 Volume Pembelian (Kg) 4.243.200 3.413.638,2
2 Rata-rata Harga Beli Petani (Rp/Kg) 8590 10.185
3 Biaya Tataniaga (Rp/Kg) 25,957 -
4 Rata-rata Harga Jual ke sesama pedagang /Agen (Rp/Kg)
8744 10.185
5 Profit (Rp/Kg) 128,043 -
6 Margin Tataniaga (Rp/Kg) 154 -Sumber : Analisis Data Primer, Tahun 2007 Keterangan : PPD = Pedagang Pengumpul Desa PPK = Pedagang Pengumpul Kecamatan
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa biaya tataniaga pedagang pengumpul
sebesar Rp. 25,957/Kg, Sedangkan profit pedagang sebesar Rp.128,043/Kg, dan
margin tataniaga nya sebesar Rp.154/Kg.
Dari Tabel 1. dapat dibuat rekapitulasi share margin yang diterima
lembaga tataniaga pada saluran tataniaga cup lump pada Tabel 3.
Tabel 3. Rekapitulasi Share Margin Pada Saluran Tataniaga Cup Lump di Desa Tanobato Tahun 2007
Uraian Share Share margin (%)1 Profit Petani 65,452 Biaya Produksi 33,373 Profit Pedagang Pengumpul Desa & kecamatan 1,4644 Biaya Tataniaga 0,296
Total 100,000Sumber : Analisis Data Primer, Tahun 2007.
Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa profit petani sebesar 65,45%,
sedangkan biaya produksinya sebesar 33,37%. Profit pedagang pengumpul desa
dan kecamatan sebesar 1,464% dan biaya Tataniaga sebesar 0,296%.
4.5. Efisiensi Tataniaga
Untuk menghitung efisiensi tataniaga hingga saat ini belum ada ukuran
yang jelas, akan tetapi penulis akan menentukan tingkat efisiensi yang diperoleh
pada saluran Tataniaga cup lump di Desa Tanobato. Efisiensi tataniaga di dapat
dari penjumlahan profit middle-man (pedagang pengumpul) dengan profit petani
dibagi dengan penjumlahan biaya tataniaga dan biaya produksi dan pemasaran
18
hasil. Tingkat efisiensi tataniaga cup lump dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Tingkat Efisiensi Tataniaga Cup Lump di Desa Tanobato Tahun 2007.
Profit Pedagang
Pengumpul
Desa
Profit Petani
(Rp)
Biaya
Tataniaga
(Rp)
Biaya
Produksi
(Rp)
Efisiensi
Tataniaga
128,043 5.723,45 25,957 2.866,55 2,02Sumber : Analisis Data Primer, Tahun 2007.
Berdasarkan Tabel 4, diketahui bahwa tingkat efisiensi tataniaga sebesar
2,02. Dimana nilai tersebut diperoleh dari penjumlahan profit pedagang
pengumpul desa dan kecamatan dengan profit petani dibagi dengan penjumlahan
biaya tataniaga dengan biaya produksi. Besarnya efisiensi tataniaga tersebut lebih
besar dari 1 (e >1) yang berarti bila dilihat dari tingkat efisiensi tataniaga
menunjukkan bahwa saluran tataniaga karet yang ada di daerah penelitian masih
tergolong efisien. Hal ini berarti hipotesis (2) yang menyatakan tingkat efisiensi
tataniaga karet di daerah penelitian tergolong efisien dapat diterima.
4.6 Kendala Dalam Tataniaga Karet Rakyat
Harga karet yang berfluktuasi dan cenderung berubah-ubah setiap adanya
pasar getah dan kadangkala harga tidak normal
Terjadinya persaingan harga antara pedagang pengumpul desa maupun
kecamatan dengan pedagang besar (agen). Dimana di daerah penelitian
pedagang pengumpul kecamatan ada juga yang berposisi atau sekalian
merangkap sebagai pedagang besar (agen).
Keadaan jalan terhambat/rusak sehingga mengakibatkan terlambatnya tiba
ke pabrik, dimana tujuan pabrik pengolahan semua berada diluar Kab.
Madina (seperti : Tapsel, Tebing, Siantar, maupun Padang/ Sumbar),
dengan demikian susut menjadi naik.
Kadang-kadang harga nothering pabrik turun, karena disebabkan oleh
musim gugur atau berganti daun, mutu / kualitas karet yang kurang baik,
karena pabrik pengolahan mempunyai acuan tersendiri dalam menentukan
harga nothering.
Upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala tataniaga yang dihadapi :
Harga yang cenderung berubah-ubah ditentukan oleh pasar yang tidak
dapat diubah oleh satu pihak saja baik petani maupun lembaga pemasaran,
19
sehingga yang dapat dilakukan petani hanyalah mengurangi kerugian jika
harga karet turun.
Dengan adanya persaingan harga, maka persaingan yang dilakukan dengan
cara persaingan yang sehat dengan harga terbuka dan memilih mutu
pembelian cup lump dengan kualitas yang baik .
Dengan keadaan jalan yang terhambat, sebaiknya didirikan pabrik
pengolahan karet (Remeling) di wilayah Mandailing Natal agar tidak
terjadi kenaikan susut yang tinggi selama menuju pabrik pengolahan,
karena pabrik pengolahan berada diluar Kabupaten Madina.
Dengan menghadapi turunnya harga nothering pabrik (misalnya pada
musim gugur dan berganti daun) hal ini tidak bisa kita elakkan, karena
pihak pabrik mempunyai acuan tertentu dalam menentukan harga, dan
sudah ada ketentuan waktu tertentu adanya musim gugur atau berganti
daun. Dan para pedagang seharusnya memilih mutu/ kualitas bahan cup
lump yang bagus dan tidak mengandung bahan (misalnya : cup lump
bercampur dengan kayu, tanah plastik) agar remeling memberikan harga
nothering yang bagus dan tidak rendah sesuai dengan kriterianya. Adapun
kriteria kadar penjualan mutu yang terbaik di remeling adalah sebagai
berikut :
a. Nomor 1 = Kualitas C (asli mengandung cup lump)
b. Nomor 2 = Kualitas B (mengandung kotoran ringan seperti; kayu tipis)
c. Nomor 3 = Kualitas F (bahan reject / kotor, mengandung kayu campur
tanah).
Dan dari semua kriteria tersebut remeling (pabrik) memberikan harga dan
kadar yang berlaku sesuai dengan jenis bahan cup lump yang di jual pedagang
pengumpul dengan ketentuan yang telah disepakati oleh pihak pabrik .
20
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan , penulis mengambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Proses produksi usahatani karet rakyat di daerah penelitian belum sesuai
dengan teknologi budidaya anjuran.
2. Komponen biaya produksi terbesar dalam usahatani karet rakyat di daerah
penelitian adalah tenaga kerja, penerimaan sebesar Rp.25.788.577,78,-/Ha,
sedangkan pendapatan bersih sebesar Rp.17.626.858,6,-/Ha .
3. Terdapat dua bentuk saluran tataniaga karet rakyat di daerah penelitian,
yakni dimana saluran 2 lebih baik dari saluran 1, karena petani dapat lebih
untung.
4. Ada perbedaan nilai price spread dan share margin profit petani dan
pedagang pengumpul di daerah penelitian. Dimana petani mempunyai
price spread profit yang lebih besar dibandingkan profit pedagang
pengumpul desa dan kecamatan, dan sebaliknya pedagang pengumpul desa
dan kecamatan mempunyai share margin profit yang lebih besar dibanding
petani.
5. Tingkat efisiensi tataniaga karet rakyat yang ada di daerah penelitian
sudah tergolong efisien.
6. Kendala-kendala yang dihadapi dalam usahatani karet rakyat antara lain :
Mahalnya harga pupuk, petani kurang mengerti dalam mengendalikan
hama penyakit. Turunnya harga nothering pabrik. Upaya untuk mengatasi
kendala tersebut yaitu mayoriras petani menggunakan pupuk urea karena
harganya relatif terjangkau, dalam hal masalah hama penyakit petani
masih mempergunakan cara tersendiri dan belum sesuai dengan anjuran
budidaya. Upaya untuk kendala tataniaga dengan memilih mutu/ kualitas
bahan cup lump yang baik agar memperoleh keuntungan yang baik pula.
21
5.2 Saran
a. Kepada petani karet rakyat di harapkan untuk dapat memperbaiki mutu dan
kualitas karet yang dihasilkan dan melakukan usahatani karet rakyat sesuai
dengan tekhnologi anjuran agar produktifitas karet rakyat bisa lebih bagus
lagi dan agar mampu bersaing dengan karet milik perkebunan swasta
sehingga nilai jualnya bisa lebih baik.
b. Kepada peneliti yang akan datang diharapkan untuk dapat memeliti lebih
lanjut tentang sistem produksi usahatani dan pemasaran karet di Kabupaten
Madina.
22
BAB VI
KOMENTAR PEREVIEWMenurut Pereview, secara garis besar skripsi ini sudah memenuhi unsur
ilmiah dalam mengidentifikasi masalah. Akan tetapi skripsi ini seharusnya masih
bisa lebih baik, yaitu jika penulis menggunakan literatur yang lebih kekinian
karena masih ada literatur yang dianggap Pereview sudah lewat masanya dan
dikhawatirkan jika literatur tersebut sudah terbantahkan teorinya. Seperti literatur
dari Siregar yang membahas tentang Indonesia sebagai penghasil karet dunia yang
digantikan oleh Malaysia. Dalam hal ini sumber (Siregar) menuliskan hal tersebut
pada tahun 1995, sedangkan penulis menulis skripsinya sekitar tahun 2007-2008
kemungkinan Malaysia sebagai penghasil karet dunia sudah tergantikan oleh
negara lain . Selain itu penulis seharusnya lebih teliti lagi dalam masalah
penulisan huruf kapital dan salah ketik, seperti sampel yang terdapat pada tabel di
bawah ini.Tabel 5. Sampel Kesalahan Penulisan Dalam Skripsi
Dalam Tulisan Seharusnyamarkering loss marketing losskg Kgton Tonprice spread price spreadshare margin share marginproduktifitas produktivitasmarketing marketingsistim sistemtekhnik teknikSumber : Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan (2009)
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2010)Skripsi Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina (2008)
Selanjutnya yang perlu diperhatikan dalam skripsi ini yaitu kurang
kuatnya kaitan antara judul tulisan dengan latar belakang. Penulis cenderung
membahas profil tanaman karet di tempat penelitian dibanding dengan
permasalahan tataniaga yang notabene menjadi kajian utama dalam skripsi ini.
Meskipun begitu, tak dapat dipungkiri bahwa skripsi yang ditulis oleh Saudari
Efrida Nasution menyajikan pembahasan yang sistematis dan komprehensif.
Penulis mampu menganalisis tentang ekonomi usahatani secara detail , mulai dari
biaya tataniaga, share margin, price spread, penerimaan, pendapatan petani,
hingga akhirnya penulis mampu menemukan beberapa kendala dalam usahatani
karet rakyat.
23
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Efrida. 2008. “Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di
Kabupaten Madina”. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Depdikbud. 2009 . “ Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan”. Balai
Pustaka : Jakarta
Depdikbud. 2010. “Kamus Besar Bahasa Indonesia”. Balai Pustaka : Jakarta .
24
LAMPIRAN 1
ANALISIS PRODUKSI DAN TATANIAGA KARET RAKYATDI KABUPATEN MADINA
(Studi Kasus : Desa Tanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina )
SKRIPSI
OLEH :
EFRIDA NASUTION030304012
SEP/AGRIBISNIS
DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN2008
Efrida Nasution : Analisis Produksi Dan Tataniaga Karet Rakyat Di Kabupaten Madina (Studi Kasus : DesaTanobato, Kec. Panyabungan Selatan,Kab. Madina ), 2008.USU Repository © 2008
25
26