tugas 1 review perundangan air minum

24
 TUGAS SISTEM PENYEDIAAN DAN PENGLOLAHAN AIR MINUM Review Peratutan Perundangan Tentang Air Minum Oleh : Mawan Eko Defriatno (NIM. 25714013) Perencanaan Infratru!tur Air "eri# dan Sanitai $a!u%ta Te!ni! Si&i% dan Ling!ungan Intitut Te!n'%'gi "andung ()*+

Upload: mawanekodefriatno

Post on 07-Oct-2015

224 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

undang undang air minum indonesia

TRANSCRIPT

TUGAS SISTEM PENYEDIAAN DAN PENGLOLAHAN AIR MINUMReview Peratutan Perundangan Tentang Air Minum

Oleh :Mawan Eko Defriatno (NIM. 25714013)

Perencanaan Infrastruktur Air Bersih dan SanitasiFakultas Teknik Sipil dan LingkunganInstitut Teknologi Bandung2015Undang - Undang No.7 Tahun 2014 Tentang Sumber Daya Air

Kian hari kian waktu pertumbuhan jumlah populasi manusia tidak terelakkan lagi, rusaknya lingkungan merupakan salah satu penyebab berkurangnya sumber air bersih. Seperti masalah yang penulis ungkapkan pada paragraph pertama, memberikan dampak pada abrasi pantai yang menyebabkan rembesan air laut ke daratan, yang pada akhirnya akan mengontaminasi sumber air bersih yang ada di bawah permukaan tanah. Selain itu kebiasaan buruk masyarakat yang melakukan pembuangan sampah di sungai juga menyebabkan air sungai menjadi kotor dan tidak sehat untuk digunakan. Di Indonesia sendiri diperkirakan, 60 persen sungainya, terutama di Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi, tercemar berbagai limbah .Kekurangan air bersih memberikan dampak yang negatif terhadap semua sektor, termasuk kesehatan. Tanpa akses air minum yang higienis mengakibatkan 3.800 anak meninggal tiap hari oleh penyakit . Akibat dari suramnya permasalahan ini, diperkirakan pada suatu saat nanti, akan terjadi pertarungan untuk mendapatkan air bersih. Di Indonesia sendiri Pengadaan air bersih masih terpusat di daerah perkotaan, dan dikelola oleh Perusahan Air Minum (PAM) kota yang bersangkutan. Namun bagaimana dengan di daerah? Untuk daerah yang belum mendapatkan pelayanan air bersih dari PAM umumnya mereka menggunakan air tanah (sumur), air sungai, air hujan, air sumber (mata air) dan lainnya.Permasalahan tersebut di atas sangat menarik diulas. Indonesia sendiri sudah memiliki UndangUndang Nomor 7 tahun 2004 Tentang Sumber daya Air, namun apakah Undang-undang ini sudah menjamin ketersediaan air bersih diseluruh lapisan masyarakat di Indonesia?Pada Tahun 2002 Komite Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (the Committee on Economic, Social and Cultural Rights) dalam Komentar Umum (General Comment) No. 15, secara tegas memberikan penafsiran tentang pasal 11 dan pasal 12 dari Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights), bahwa hak atas air adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari hak-hak asasi manusia lainnya. Dalam argumentasinya, Komite ini menunjukkan bahwa banyak hak asasi manusia lainnya tidak dapat didapatkan oleh manusia jika sebelumnya tidak dikenal adanya hak atas air. Hak Hidup (the right to life) , hak untuk mendapatkan makanan (the right to food), hak untuk mempertahankan kesehatan (the right to maintain health level) adalah hak-hak yang dalam upaya untuk memenuhinya membutuhkan hak atas air (the right to water) sebagai prasyaratnya.Hak Guna AirKetentuan pasal 1 angka 13 Undang Undang No. 7 tahun 2004 memberikan pengertian Hak Guna Air sebagai hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan air . Konsep Hak Guna air (water right) sebagaimana tercantum dlm Key Principles of National Water merupakan prinsip utama sebagai dasar alokasi air permukaan & air bawah tanah. Namun dengan bergesernya paradigma penyelenggaraan Sumber Daya Air khususnya Hak Guna Air sebagaimana diatur didalam Undang Undang No. 7 tentang Sumber Daya Air mendorong perlu dilakukannya penyempurnaan pengaturan Hak Guna Air sebagaimana diatur dalam peraturan perundang undangan sebelumnya.Undang undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menganut faham bahwa Hak Guna Air tidak diartikan sebagai hak kepemilikan atas air akan tetapi hanya terbatas pada hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan sejumlah kuota air sesuai dengan alokasi yang ditetapkan pemerintah kepada pengguna air baik pengguna air yang memerlukan izin maupun pengguna air yang tidak memerlukan izin.Sebagaimana dengan hak-hak kepemilikan lainnya, maka water rights memberikan kebebasan dan kewenangan kepada orang yang telah dianggap secara sah memiliki air. Dalam hal ini, air dipahami sebagai sesuatu yang awalnya adalah res nullius. Prinsip res nullius memberikan pengertian jika suatu benda atau wilayah belum pernah dimiliki oleh seseorang atau subyek hukum lainnya, dapat kemudian dimiliki oleh orang yang telah berhasil menguasainya sehingga tidak ada lagi pihak-pihak lain yang melakukan perlawanan terhadap penguasaan tersebut (tiada yang memiliki). Secara jelas menyebutkan adanya suatu kesejajaran antara Hak atas Tanah dan Hak atas Air. Disebutkan bahwa negara memiliki kewajiban untuk melindungi para pemegang hak atas air sebagaimana negara telah melindungi pemegang hak atas tanah. Termasuk di dalam hak atas air yang harus dilindungi adalah kekuasaan untuk (1) Mengalihkan sejumlah air dari sebuah sumber alamiah; (2) Mengumpulkan sejumlah air dari sebuah sumber air ke dalam suatu tempat seperti bendungan atau struktur hidrolik lainnya; dan (3) menggunakan air di sumber alaminya. Maka kegiatan untuk menguasai sumber air dan memanfaatkannya demi kepentingan pribadi menjadi sah atas nama hukum. Water rights juga mendukung upaya-upaya untuk melihat nilai ekonomis dari air sehingga bisa dijadikan sebagai komoditi. Dengan kata lain, water right sangat mendukung terjadinya komodifikasi air.

Pengaturan Hak Guna Air di IndonesiaDidalam Undang undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria diuraikan tentang banyak hal tentang bumi dan air, namun menyebutan Hak Guna Air secara eksplisit muncul didalam pasal 47. Pasal ini menegaskan bahwa Hak Guna Air adalah hak mengenai air yang tidak berada diatas tanah miliknya. Jika mengenai air yang berada diatas tanah miliknya hal itu sudah termasuk dalam isi dari pada hak milik atas tanah. Undang-Undang No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan sama sekali tidak menyebut istilah Hak Guna Air walaupun isinya secara substansial mengatur tentang pengelolaan air dan atau sumber air, sehingga secara yuridis tidak boleh disebut sebagai Hak Guna Air.Penyebutan Hak Guna Air baru muncul didalam Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air dimana didalam pasal 2 disebutkan bahwa Hak atas air ialah Hak Guna Air. Selanjutnya pengaturan didalam pasal pasal berikutnya tidak secara jelas keterkaitannya dengan Hak Guna Air walaupun secara substansial mengatur tentang pengelolaan air dan sumber air.Pengaturan Hak Guna Air secara lebih luas dan lebih rinci baru diatur didalam Undang undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air namun namun undang-undang ini mengamanatkan untuk mengatur aturan pelaksanannya didalam Peraturan pemerintah.Konsep Hak Guna ini kemudian yg menjadi dasar pengalokasian sumber daya air untuk kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian & kepentingan komersial (individu, badan usaha, & koperasi) di dlm UU No. 7 tahun 2004.Pengaturan tentang Hak Guna Air didalam Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air dan peraturan lainnya yang mendukungnya perlu disempurnakan untuk menyesuaikan dengan ketentuan yang baru. Menurut Fadli, penyempurnaan ini harus diarahkan agar ketentuan baru nanti dapat menjamin bahwa pemegang Hak Guna Air :a) diakui haknya secara hukum oleh pemerintah/pemerintah daerah, b) dijamin haknya untuk memperoleh air sesuai dengan haknya dan/atau perizinan yang dimiliki,c) dilindungi haknya dari pelanggaran hukum pihak lain, d) mendapatkan keadilan apabila terjadi perselisihan dalam memperoleh air.Apabila dikaitkan dengan peraturan perundangan di Indonesia, maka secara jelas dinyatakan bahwa air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Mencermati rumusan pasal 33 ayat (2) dengan menggunakan perspektif berbasis hak maka penguasaan hak atas air berada di tangan negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dengan kata lain negara lah yang memiliki kewenangan terhadap hak atas air dan kemudian merencanakan bagaimana pemenuhan hak atas air sebagai sebagai kewajiban negara terhadap warga negaranya. Batasan dari pengelolaan oleh negara terhadap hak atas air ini adalah adanya larangan untuk menyerahkan pengelolaan air tersebut ke dalam tangan orang-perseorangan. Maka prinsip pertama pendekatan berbasis hak atas air di Indonesia adalah penguasaan oleh negara dan tidak boleh diserahkan kepada orang perseorangan Selain dari aspek sejarah hukum yang berbeda, pemberian hak guna dalam pengelolaan sumberdaya air secara nyata akan menghilangkan penguasaan negara (negara mengadakan fungsi kebijakan dan pengurusan, pengaturan, pengelolaan dan pengawasan untuk tujuan sebesar-besar kemakmuran rakyat) terhadap sumberdaya air. Memang makna dikuasai oleh negara tidak hanya sekedar kepemilikan tetapi lebih jauh dari itu dimana negara juga harus mengatur. Dengan hak guna air negara akan kehilangan bukan hanya kepemilikan tetapi juga fungsi pengaturan, karena ketika hak guna tersebut diberikan kepada orang perorang atau badan usaha swasta maka pengelolaan sumberdaya air menjadi milik pemegang hak guna. Dan apabila terjadi kondisi dimana dalam mengelola sumberdaya air tersebut pemilik hak guna tersebut merugikan masyarakat maka itu bisa dicabut melalui proses pengadilan. Implikasi lainnya dengan kewenangan penuh untuk mengelola hak guna maka kemungkinan terjadinya.

Penyelenggaran oleh Swasta (Privatisasi) Privatisasi air di Indonesia merupakan salah satu syarat yang dituntut oleh World Bank agar dana pinjaman program pemulihan sanitasi air dan lingkungan dapat di cairkan. Hal ini jelas dinyatakan dalam pernyataannya ; Bahwa Manajemen Sumber Daya Air yang efektif haruslah memperlakukan air sebagai komoditas ekonomis dan partisipasi swasta dalam penyediaan air umumnya menghasilkan hasil yang effisien, peningkatan pelayanan, dan mempercepat investasi bagi perluasan jasa penyediaan (World Bank, 1992). Permasalahan ini tidak terlepas dari kemelut ditubuh PDAM itu sendiri . Kebutuhan air di daerah setiap tahunnya meningkat sehingga menimbulkan persoalan tersendiri bagi pemerintah daerah, persoalan yang kerap muncul terkait dengan persoalan ketersediaan air, kualitas air, dan keterjangkauan. Sebagai contoh penulis kembali mengkutip bolg dari Fadli, terkait dengan ketersediaan air di Kota Balikpapan, pada 2005 PDAM telah melayani 60.613 pelanggan ( 64 %) dan pada 2007 telah mencapai 67 % (825 l/d). Pada 2009 Pemerintah Kota menargetkan pasokan air sebesar 70 % dengan kapasitas pasokan 900 l/d. jumlah kebutuhan air minum untuk masyarakat Kota Balikpapan, menurut perhitungan, diperkirakan mencapai 75.760,72 m3/hari, dengan asumsi konsumsi air per orang adalah 140 liter/hari. Dengan demikian, untuk melayani kebutuhan tersebut masih diperlukan 29.610,72 m3/hari setelah dikurangi angka kebocoran . Bagi yang belum memperoleh pelayanan air minum dari PDAM, yaitu mereka yang umumnya tinggal di desa dan daerah perbukitan, mereka mengupayakan melalui pembangunan sumur gali dan penampungan air hujan (PAH). Namun demikian, kualitas air yang diperoleh dari sumur gali tidak terjamin kualitasnya, seperti yang terdapat di perkampungan nelayan di Balikpapan, dari berbagai persoalan tersebut maka kedepan Pemerintah Daerah segera memikirkan bagaimana masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya terhadap air.Secara teoritis, ada banyak definisi tentang privatisasi. Definisi privatisasi menurut Undang-Undang No 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, pasal 1 angka 12 adalah penjualan saham persero, baik sebagian mau pun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat . Definisi menurut peraturan perundangan ini hanya merupakan salah satu bentuk privatisasi menurut banyak ahli. Dengan definisi seperti memang yang dimaksud dengan privatisasi tidak semata-mata diartikan sebagai penjualan saham. Privatisasi juga mencakup model dimana kepemilikan tetap di tangan pemerintah/negara tetapi pengelolaan, pemeliharaan dan investasi dilakukan oleh pihak swasta (dengan model (BOT, management contract, konsesi dan sebagainya).Di Indonesia, privatisasi air dilegalkan oleh Undang-undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Lahirnya undang-undang ini pada 19 Februari 2004 diikuti dengan terbitnya sejumlah peraturan daerah (Perda) yang terkait dengan privatisasi air. Privatisasi air di Indonesia sangat berkontribusi terhadap krisis air bersih, karena UU No. 7 Tahun 2004 memberikan peluang privatisasi sektor penyediaan air minum, dan penguasaan sumber-sumber air (air tanah, air permukaan, dan sebagian badan sungai) oleh badan usaha dan individu. Inilah yang menjadi awal sumber bencana kekurangan air dan mahalnya air dan sulitnya rakyat miskin untuk mengakses air bersih karena harganya yang sudah mahal. Akibatnya, hak atas air bagi setiap individu terancam dengan agenda privatisasi dan komersialisasi air di Indonesia.Hal ini tentunya sangat merugikan masyarakat, karena tidak memiliki akses untuk air minum, bahkan air bersih dalam jumlah yang memadai. Oleh karena itu, penyediaan kebutuhan pokok seperti ini tidak dapat dibiarkan begitu saja kepada kekuatan-kekuatan pasar. Kebijakan pemerintah berkenaan dengan privatisasi air dapat dikatakan tidak sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 yang menegaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Demikian halnya dengan pemanfaatan sumberdaya air, pemerintah harus pula mengoptimalkan pengelolaan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dalam tulisan berikut akan dibahas trend global berupa privatisasi air dan dominasi kapitalis, privatisasi air di Indonesia dan berbagai dampak negatifnya, serta kasus khusus privatisasi air yang melibatkan multi national corporation, MNC, Danone.Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, penyelenggaraan oleh swasta dapat dilakukan jika pada daerah tersebut belum ada BUMN/BUMD yang menyelenggarakan layanan pemenuhan kebutuhan air bagi masyarakatnya. Dengan aturan tersebut jelas bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 membuka kesempatan bagi keterlibatan sektor swasta (privatisasi) dalam penyediaan air bagi masyarakatnya. Pemberian kesempatan kepada badan usaha swasta dalam penyediaan air baku bagi masyarakat jelas akan menghilangkan penguasaan negara atas sumberdaya air. Inilah yang menjadi persoalan atau pokok masalah dalam makalah ini.Pada UU No. 7 tahun 2004 pasal 7 ayat (1) Hak guna air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) berupa hak guna pakai air dan hak guna usaha air, kemudian ayat (2) Hak guna air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disewakan atau dipindahtangankan, sebagian atau seluruhnya. Disini penulis melihat Inkonsistensi pengaturan, yaitu mencermati pasal 9 ayat (1) Hak guna usaha air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha dengan izin dari Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Kemudian pasal 40 ayat (4) : Koperasi, badan usaha swasta, dan masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum.Walaupun dalam pasal per pasal tidak menggunakan kata privatisasi, namun jelas pelibatan swasta dalam berbagai bentuk dan tahap pengelolaan air menunjukkan adanya agenda privatisasi. Privatisasi atas penyediaan air minum, pengelolaan sumberdaya air dan irigasi pertanian dimungkinkan oleh UU Sumberdaya Air ini, sebagaimana dinyatakan pada pasal 40, pasal 41, dan pasal 45. Pasal 40 menyatakan swasta dapat berperan dalam penyelenggaran sistem air minum. Koperasi, badan usaha swasta, dan masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaran pengembangan sistem air minum.Pasal 41 memungkinkan pelibatan swasta atau pihak lain selain pemerintah dan perkumpulan petani dalam hal pengelolaan air baku untuk irigasi. Atas air yang dikelolanya, swasta berhak untuk memungut biaya, sebagaimana disebutkan dalam pasal 80 ayat (6) pengelola sumber daya air berhak atas hasil penerimaan dana yang dipungut dari para pengguna jasa pengelolaan sumber daya air. Pertanian akan menjadi mahal oleh karena mendapatkan air akan membutuhkan biaya lebih besar. Petani yang mendapatkan air dari pengelola swasta akan membayar biaya pengelolaan air. Beban ini menjadi bertambah besar oleh karena menurut UU Sumberdaya Air ini (pasal 41 ayat 3) maka pembanguan dan pemeliharaan irigasi tersier menjadi tanggungan petani dan tidak lagi disubsidi oleh Pemerintah. Petani, khususnya pertani padi sawah, tidak akan mampu bertahan di sektor pertanian dengan kondisi ini. Jika ini terjadi maka kebutuhan pangan bangsa Indonesia akan tergantung kepada kebutuhan pangan dari luar negeri. Agenda kedaulatan pangan (food sovereignty) semakin jauh dari harapan.Hak yang setara atas air bagi setiap individu merupakan hak dasar manusia. Privatisasi pengelolaan air dan komersialisasi sebagaimana terdapat dalam undang-undang No.7 tahun 2004 bertentangan dengan hak dasar manusia tersebut. Sementara hak ini dijamin oleh UUD 1945, sebagaimana dinyatakan secara tegas dalam Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945.Undang-undang Sumberdaya Air No. 7 tahun 2004 ini membatasi peran Negara semata sebagai pembuat dan pengawas regulasi (regulator). Negara sebatas sebagai regulator dan swasta sebagai penyelenggara sistem air (privatisasi) merupakan penjabaran dari penerapan sistem ekonomi liberal. Atas dasar itulah, substansi yang mendorong privatisasi dan komersialisasi air dalam Undang-undang No.7 tahun 2004 akan membahayakan kepentingan dan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Air menjadi salah satu contoh upaya pemilik modal global untuk menguasai sumberdaya negara berkembang dan menarik keuntungan. Agenda liberalisasi yang dititipkan pada sejumlah undang-undang merupakan pola umum yang dijalankan lembaga kreditor internasional.Peran pengelolaan air tidak dapat diberikan pada swasta yang menaruh keuntungan sebagai tujuan pertama (profit first). Privatisasi akan membuat akses masyarakat terhadap air terbatas dan mahal. Karena seluruh biaya pengelolaan dan perawatan jaringan air dan sumber air lainnya bergantung semata pada pemakai dalam bentuk tarif. Privatisasi di berbagai negara juga menunjukkan fenomena monopoli baru dan harga yang meningkat beberapa kali lipat.Dalam hal penyediaan air bersih, swasta akan memilih untuk melayani daerah-daerah yang menguntungkan. Daerah-daerah di luar P.Jawa yang terpencil-yang membutuhkan biaya pembangunan jaringan air yang besar-tentunya bukan prioritas kecuali dengan tarif tinggi. Kawasan Timur Indonesia yang tertinggal dan termasuk sulit air tentunya akan semakin jauh tertinggal. Pengalaman privatisasi air di sejumlah negara juga tidak menunjukkan peningkatan kualitas dan efisiensi. Penyediaan air minum di wilayah Jakarta jauh lebih buruk setelah diprivatisasi kepada PT. Lyonaise dan PT. Thames . Ini bertolak belakang dengan asumsi World Bank dan IMF. Privatisasi ternyata bukanlah jawaban atas kinerja yang buruk dari manajemen pemerintah.

Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005Tentang Pengembangan SPAM

Air minum merupakan kebutuhan dasar bagi manusia, yang harus tersedia dalam kuantitas yang cukup dan kualitas yang memenuhi syarat dan terjamin kontinuitasnya. Meskipun alam telah menyediakan air dalam jumlah yang cukup, tetapi pertambahan penduduk dan peningkatan aktivitasnya telah mengubah tatanan dan keseimbangan air di alam. Sebagian besar air yang tersedia tidak lagi layak dikonsumsi secara langsung dan memerlukan pengolahan supaya air dari alam layak dan sehat untuk dikonsumsi.Kualitas air baku untuk air minum semakin memburuk dengan masih kurangnya perhatian yang serius terhadap pengelolaan air limbah. Air limbah dari rumah tangga dan industri, kawasan perdagangan, dan sebagainya hampir semuanya dibuang langsung ke badan-badan air tanpa pengolahan. Akibatnya, terjadi penurunan kualitas air permukaan dan air tanah, yang pada akhirnya menurunkan kualitas air baku untuk air minum.Pemerintah telah memberikan perhatian yang cukup besar terhadap pengembangan sistem pernyediaan air minum. Sejak akhir 1970an hingga saat ini penyediaan air minum khususnya dengan sistem perpipaan telah dibangun dan dikembangkan menggunakan berbagai pendekatan baik yang bersifat sektoral maupun pendekatan keterpaduan dan kewilayahan (perkotaan dan pedesaan).Pada awalnya pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) banyak dilakukan oleh pemerintah pusat. Tetapi sejalan dengan upaya desentralisasi melalui PP No.14 Tahun 1987 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah bidang Pekerjaan Umum kepada Daerah, urusan pembangunan, pemerliharaan dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum diserahkan kepada pemerintah Kabupaten/Kota. Meskipun urusan tersebut telah diserahkan, namum pendanaannya masih dapat dibantu sebagian oleh Pemerintah pusat. Penyerahan urusan pembangunan, pemerliharaan dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum sebagai wewenang dan tanggung jawab pemerintah Kabupaten/Kota tersebut selanjutnya dipertegas dalam Pasal 16 Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Pasal 40 PP No.16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum dengan rumusan memenuhi kebutuhan air minum masyarakat di wilayahnya sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan.Sistem penyediaan air minum (SPAM) sebagai salah satu pemanfaatan sumber daya air dan pengelolaan sanitasi sebagai salah satu bentuk perlindungan dan pelestarian terhadap sumber daya air, perlu dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah seperti yang diamanatkan dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Pengembangan SPAM yang merupakan tanggungjawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan menjamin kebutuhan pokok air minum masyarakat yang memenuhi syarat kualitas, syarat kuantitas, dan syarat kontinuitas.Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 40 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air maka ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Pengaturan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (selanjutnya disingkat SPAM) diselenggarakan secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi yang berkaitan dengan air minum. Dalam penyelenggaraan pengembangan SPAM dan/atau prasarana dan sarana sanitasi, Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama antar daerah.Kebijakan dan strategi nasional pengembangan SPAM disusun dan ditetapkan oleh Pemerintah setiap 5 tahun sekali melalui konsultasi publik. Rencana induk pengembangan SPAM yang cakupan wilayah layanannya bersifat lintas Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi setelah berkoordinasi dengan daerah Kabupaten/Kota terkait. Jika bersifat lintas provinsi, maka ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri terkait, pemerintah provinsi, dan/atau kabupaten/kota.Penyelenggaraan pengembangan SPAM dilakukan oleh BUMN atau BUMD yang dibentuk secara khusus untuk pengembangan SPAM. Apabila BUMN/BUMD tidak dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan SPAM di wilayah pelayanannya, maka atas persetujuan dewan pengawas/komisaris dapat mengikutsertakan koperasi, badan usaha swasta, dan/atau masyarakat.Untuk mencapai tujuan pengaturan pengembangan SPAM dibentuklah suatu badan yang disebut Badan Pendukung Pengembangan SPAM (BPP SPAM). BPP SPAM merupakan badan non-struktural yang dibentuk oleh, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Keanggotaan BPP SPAM terdiri atas unsur Pemerintah, unsur penyelenggara dan unsur masyarakat.Dalam hal pembiayaan pengembangan SPAM meliputi pembiayaan untuk membangun, memperluas serta meningkatkan sistem fisik (teknik) dan sistem non-fisik dapat berasal dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah, BUMN/BUMD, koperasi, badan usaha swasta, dana masyarakat dan/atau sumber dana lain yang sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. Koperasi, badan usaha swasta dan/atau masyarakat dapat menyelenggarakan SPAM untuk memenuhi kebutuhan sendiri berdasarkan izin dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah.Masyarakat yang dirugikan berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan. Begitu pula dengan organisasi yang bergerak pada bidang sumber daya air berhak mengajukan gugatan terhadap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan yang menyebabkan kerusakan pada prasarana dan sarana penyediaan air minum.Air seharusnya tidak ada yang memiliki (res nullus), kalaupun ada menjadi milik bersama umat manusia (res commune), bahkan milik bersama makhluk Tuhan sehingga tidak seorang pun boleh memonopoli, juga lumpuh tidak berdaya. Padahal, posisi negara dalam hubungannya dengan kewajiban yang ditimbulkan berkaitan dengan air sebagai hak asasi manusia amatjelas, yaitu negara harus memberi penghormatan (to respect), perlindungan (to protect), dan pemenuhan (to fulfill) hak manusia atas air (the right to water).Selain mebuka peluang adanya privatisasi, peraturan ini jelas bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 33. Dimana seharusnya Negara menguasai atas tanah dan digunakan untuk kesejahteraan masyarakatnya.Pemberian wewenang kepada badan usaha, kelompok masyarakat, atau pribadi untuk mengelola air memberikan paradigm baru dalam pengelolaan air. Dengan adanya hal tersebut seakan paradigm pengelolaan air di Indonesia lebih mengarah pada paradigm ekonomi daripada social dan lingkungan.Kemampuan negara dalam mengelola hak penguasaan atas air yang tidak adil (unfair) dalam: (1) merumuskan kebijaksanaan (beleid), (2) melakukan tindakan pengurusan (bestuursdaad), (3) melakukan pengaturan (regelendaad), (4) melakukan pengelolaan (beheersdaad), dan (5) melakukan pengawasan (toezichthoudendaad). Faktanya terbukti dengan keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang pada Pasal 1 Butir 9 menyatakan, Penyelenggara pengembangan SPAM adalah BUMN/BUMD, koperasi, badan usaha swasta, atau kelompok masyarakat. Padahal, dalam Pasal 40 Ayat (2) UU SDA sudah dinyatakan, pengembangan SPAM adalah tanggung jawab pemerintah pusat/pemerintah daerah sehingga Pasal 40 Ayat (3) UU SDA menyatakan, penyelenggara SPAM adalah BUMN dan/atau BUMD. Artinya, pengembangan SPAM seperti pada PP No 16/ 2005 yang merupakan implementasi Pasal 40 UU No 7/2004 merupakan swastanisasi terselubung. Mindset pengelola air yang selalu profit-oriented akan mengusahakan keuntungan maksimum bagi para pemegang saham sehingga public service di luar pengabdiannya karena bukan orientasi prinsipal dan watak dasarnya.Hukum pasar air yang oligopolistik memosisikan masyarakat miskin sebagai obyek eksploitasi sehingga semakin menderita dan merana akibat tarifikasi air. Mengingat air merupakan barang nonsubstitusi, maka dampak pasar oligopolistik tidak hanya pada harga, tetapi diprakirakan lebih jauh dari itu, yaitu harga diri bangsa. Visi konglomerat air yang umumnya amat eksploitatif menjadikan segala peluang bisnis air dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan dari siapa pun, termasuk orang yang mengusulkan UU sumberdaya air, bahkan para hakim di Mahkamah Konstitusi yang menolak judicial reviewperkara ini. Rakyat miskin yang sudah jatuh dengan busung lapar, gizi buruk, polio, dan flu burung harus tertimpa tangga karena harus membayar harga air yang lebih mahal akibat tidak adanya kontrol pemerintah. Program revitalisasi pertanian, kehutanan, dan perikanan diprakirakan harus didesain ulang (redesign) dengan adanya penolakan MK atas judicial review karena inti pokok dan roh program revitalisasi terletak pada ketersediaan dan keterjangkauan sumberdaya air.Pasal 33 ayat 2 berbunyi pengelolaan SPAM dilaksanakan dengan mengutamakan asas keadilan dan kelestarian lingkungan hidup untuk menjamin keberlanjutan fungsi pelayanan air minum serta peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Asas keadila belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat. Dengan adanya system pengelolaan SPAM yang dapat melibatkan swasta sangat memungkinkan terjadi penentuan harga yang berbeda-beda besarannya. Sebagai contoh kita bias melihat, harga yang harus dibayarkan oleh masyarakat miskin yang biasanya membeli air dengan system gallon yang dijual keliling lebih mahal daripada masyarakat yang berpenghasilan lebih besar namun memiliki sambungan perpipaan kerumahnya.Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum

Air merupakan kebutuhan pokok bagi setiap mahluk hidup terutama manusia dalam proses kehidupannya. Manusia memperoleh air yang dibutuhkannya untuk minum, masak, mandi, cuci, dan pemenuhan kebutuhan lainnya, dapat berasal dari air hujan, air mata air, sumur gali, sumur bor, sungai, danau, maupun air permukaan lainnya. Khusus untuk pemenuhan kebutuhan untuk air minum, umumnya manusia mengolah air baku terlebih dahulu dengan cara memasak. Hal ini dilakukan agar air tersebut dapat terbebas dari segala jenis bibit penyakit yang mungkin terkandung di dalamnya. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, syarat-syarat air minum yang baik adalah tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, tidak mengandung mikroorganisme yang berbahaya, dan tidak mengandung logam berat.Menurut penjelasan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 492/MENKES/PER/IV/2010, air minum adalah air yang melalui proses pengolahan ataupun tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung di minum. Walaupun air dari sumber alam seperti air mata air dapat diminum langsung oleh manusia, namun masih terdapat risiko bahwa air ini telah tercemar oleh bibit penyakit (misalnya bakteri Escherichia coli) maupun zat-zat kimia berbahaya lainnya, tergantung letak lokasi dari sumber mata airnya.Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan suatu kegiatan atau keperluan tertentu. Sedangkan kuantitas menyangkut jumlah air yang dibutuhkan manusia dalam kegiatan tertentu. Air adalah materi esensial didalam kehidupan, tidak ada satupun makhluk hidup di dunia ini yang tidak membutuhkan air. Sebagian besar tubuh manusia itu sendiri terdiri dari air. Tubuh manusia rata-rata mengandung air sebanyak 90 % dari berat badannya. Tubuh orang dewasa, sekitar 55-60%, berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar 80% . Air bersih dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan manusia untuk melakukan segala kegiatan mereka. Sehingga perlu diketahui bagaimana air dikatakan bersih dari segi kualitas dan bisa digunakan dalam jumlah yang memadai dalam kegiatan sehari-hari manusia. Ditinjau dari segi kualitas, ada bebarapa persyaratan yang harus dipenuhi, di antaranya kualitas fisik yang terdiri atas bau, warna dan rasa, kulitas kimia yang terdiri atas pH, kesadahan, dan sebagainya serta kualitas biologi diman air terbebas dari mikroorganisme penyebab penyakit. Agar kelangsungan hidup manusia dapat berjalan lancar, air bersih juga harus tersedia dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktifitas manusia pada tempat tertentu dan kurun waktu tertentu.Tujuan dari ditentukannnya syarat-syarat air minum yang dikonsumsi masyarakat pada tahun 1990 dan 2002 adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada namun pada tahun 2010 tujuannya agar air yang dikonsumsi masyarakat tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Dalam peraturan menteri kesehatan pengertian air pada Tahun 1990 adalah air minum, air bersih, air kolam renang, dan air permandian umum. Pada tahun 2002 dan 2010 pengertian ini dihapus. Air minum pada tahun 1990 mengandung pengertian air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Sedangkan pada tahun 2002 dan 2010 air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Sehingga terjadi perbedaan yang mencolok adalah pada tahun 2002 dan 2010 parameter yang ditentukan hanya untuk persyaratan air minum sedangkan parameter lainnya yang terdapat pada tahun 1990 seperti persyaratan kualitas air bersih, kualitas air permandian umum, dan persyaratann air kolam renang telah dihapuskan dari Permenkes.Pada tahun 1990 penyelenggara air minum tidak ditentukan secara spesifik hanya disebutkan Kepala Kantor Departemen Kesehatan Kabupaten, Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi, dan Direktur Jendral. Pada tahun 2002 yang mengelola penyediaan air minum adalah Badan Usaha yang mengelola air minum untuk keperluan masyarakat. Sedangkan pada tahun 2010 yamg menyelenggarakan air minum adalah badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, koperasi, badan usah swasta, usaha perorangan, kelompok masyarakat dan/ atau individual yang melakukan penyelenggaraan penyediaan air minum.Pengawasan kualitas air pada Permenkes 1990 dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II, pada Permenkes 2002 dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sedangkan pada tahun 2010 kualitas air minum dilakukan pengawasan secara eksternal dan secara internal. Pengawasan kualitas air minum secara eksternal merupakam pengasan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau oleh KKP khusus untuk wilayah kerja KKP, sedangkan secara internal oleh penyelenggara air minum.

Paramater - Parameter Kualitas Air Minum yang Direvisi Secara umum persyaratan kualitas air minum pada lampiran tahun 1990, 2002 dan 2010 adalah:Tahun 1990NOMOR 416/MENKES/PER/IX/1990Tahun 2002NOMOR 907/Menkes/SK/VII/2002Tahun 2010NOMOR 492/Menkes/Per/IV/2010

KIMIA ANORGANIKArsen = 0,05 mg/LBarium = 1,0 mg/LKadmium = 0,05 mg/LMangan = 0,1 mg/LNatrium = 200 mg/LNitrat sebagai NO3- = 10 mg/LNitrit sebagai NO2- = 1,0 mg/LPerak = 0,05 mg/LSeng = 5,0 mg/LSianida = 0,1 mg/LSulfat = 400 mg/LSulfida (H2S) = 0,05 mg/LTembaga = 1,0 mg/LTimbal = 0,05 mg/LKIMIA ORGANIKAldrin dan dieldrin = 0,0007 mg/LBenzene = 0,01 mg/LBenzo (a) pyrene = 0,00001 mg/LChlordane = 0,0003 mg/LChloroform= 0,03 mg/L 2,4 D = 0,1 mg/LDDT = 0,03 mg/LDeterjen = 0,05 mg/L1,2- dichloroethane = 0,01 mg/L

1,1- dichloroethene = 0,0003 mg/LHeptachlor dan Heptachlor epoxide = 0,003 mg/LHexachlorobenzene = 0,00001 mg/LGamma-HCH-Lindane = 0,004 mg/LMethoxychlor = 0,03 mg/LPentachlorophenol = 0,01 mg/L

Pestisida total = 0,10 mg/L2,4,6 trichlorophenol = 0,01 mg/LZat organik (KmnO4) = 10 mg/L

Arsen = 0,01 mg/LBarium = 0,7 mg/LKadmium = 0,003 mg/LMangan = 0,1 mg/LNatrium = tidak adaNitrat sebagai NO3- = 50 mg/LNitrit sebagai NO2- = 3 mg/LPerak = tidak adaSeng = 3 mg/LSianida = 0,07 mg/LSulfat = 250 mg/LSulfida (H2S) = 0,05 mg/LTembaga = 2 mg/LTimbal = tidak ada

Aldrin dan dieldrin = 0,003 g/L

Benzene = 10 g/LBenzo (a) pyrene = 0,7 g/LChlordane= 0,2 g/LChloroform= 200 g/L 2,4 D = 30 g/LDDT = 2 g/LDeterjen = tidak ada1,2- dichloroethane = 30 g/L

1,1- dichloroethene = 30 g/L

Heptachlor dan Heptachlor epoxide = 0,03 g/LHexachlorobenzene =1 g/L

Gamma-HCH-Lindane = tidak adaMethoxychlor = 20 g/LPentachlorophenol = 9 g/L

Pestisida total = tidak ada2,4,6 trichlorophenol = 2 -300 g/LZat organik (KmnO4) = tidak adaArsen = 0,01 mg/LBarium = 0,7 mg/LKadmium = 0,003 mg/LMangan = 0,4 mg/LNatrium = tidak adaNitrat sebagai NO3- = 50 mg/LNitrit sebagai NO2- = 3 mg/LPerak = tidak adaSeng = 3 mg/LSianida = 0,07 mg/LSulfat = 250 mg/LSulfida (H2S) = tidak adaTembaga = 2 mg/LTimbal = 0,01 mg/L

Aldrin dan dieldrin = tidak ada

Benzene = 0,01 mg/LBenzo (a) pyrene = tidak adaChlordane = 0,0002 mg/LChloroform= 0,3 mg/L 2,4 D = 0,03 mg/LDDT = 0,03 mg/LDeterjen = 0,05 mg/L1,2- dichloroethane = 0,05 mg/L1,1- dichloroethene = tidak ada

Heptachlor dan Heptachlor epoxide = tidak adaHexachlorobenzene = tidak ada

Gamma-HCH-Lindane = tdk ada Methoxychlor = 0,02 mg/LPentachlorophenol = 0,009 mg/LPestisida total = tidak ada2,4,6 trichlorophenol = 0,2 mg/LZat organik (KmnO4) = tidak ada

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 2 Tahun 2013Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air

Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. Hasil dari perencanaan pengelolaan sumber daya air yang menyeluruh dan terpadu akan menghasilkan sebuah rencana pengelolaan sumber daya air. Perencanaan pengelolaan sumber daya air tersebut disusun untuk menghasilkan rencana yang berfungsi sebagai pedoman dan arahan dalam pelaksanaan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.Rancangan rencana pengelolaan sumber daya air (SDA) disusun setelah pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai telah ditetapkan atau dalam proses penetapan. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa tidak terjadi perubahan kondisi dan permasalahan pada wilayah sungai yang bersangkutan, jika sesuatu hal, misalnya terjadi bencana alam yang menyebabkan terjadinya perubahan kondisi wilayah sungai disertai dengan munculnya berbagai permasalahan baru pada wilayah sungai yang bersangkutan maka perlu dilakukan perbaikan atau revisi terhadap rancangan pola pengelolaan sumber daya air yang telah disusun.Rancangan rencana pengelolaan sumber daya air disusun secara terpadu pada setiap wilayah sungai berdasarkan strategi pengelolaan sumber daya air yang dipilih dari alternatif strategi yang terdapat dalam pola pengelolaan sumber daya air. Strategi tersebut dipilih oleh wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan, tahapan ini merupakan langkah awal yang memiliki nilai strategis dalam penyusunan rencana pengelolaan sumber daya air. Berdasarkan uraian di atas maka secara umum tahapan yang ditetapkan dalam penyusunan rancangan rencana pengelolaan sumber daya air meliputi :1) inventarisasi sumber daya air;2) penyusunan; dan3) penetapan rencana pengelolaan sumber daya air.Penyusunan rancangan rencana pengelolaan sumber daya air dilengkapi dengan tata cara penyusunan dan prosedur penetapan:a. rancangan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas negara b. rancangan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi c. rancangan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai strategis nasional d. rancangan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota e. rancangan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota Rencana pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai memuat upaya fisik dan nonfisik, yaitu:a. upaya fisik, misalnya upaya membangun bendungan, check dam, embung, bendung, reboisasi hutan, terasering lahan, jaringan irigasi, rawa dan pengamanan pantai; danb. upaya nonfisik, misalnya upaya mengatur pola pemanfaatan lahan, dan tata guna lahan, perkuatan kelembagaan, perbaikan manajemen pengelolaan data, penyusunan dan penetapan peraturan.Secara umum substansi pokok yang terdapat dalam rencana pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai adalah:a. Matrik dasar penyusunan program dan kegiatan yang dilampiri petapeta dan sket-sket gambar;b. Penentuan lokasi kawasan yang berfungsi sebagai daerah resapan air dan daerah tangkapan air yang berupa peta; danc. Penentuan lokasi zona pemanfatan sumber air yang berupa peta.Substansi dalam penyusunan rencana pengelolaan sumber daya air mencakup tiga strategi, antara lain :a. Konservasi sumber daya airb. Pendayagunaan sumber daya airc. Pengendalian daya rusak air.Pencapaian tujuan-tujuan yang telah disebutkan di atas tidak terlepas dari prinsip-prinsip berikut ini,1. Menjaga pengembangan sumberdaya air seiring dengan keseluruhan pembangunan sosial ekonomi dengan memperhatikan keragaman kenampakan sumberdaya air pada kondisi alamnya.1. Memperhatikan batas lingkungan alam secara keseluruhan dengan penggunaan yang rasional demi kepentingan masyarakat.Sasaran dasar pengembangan sumberdaya air sebagai suatu kesatuan dari kepentingan sosial ekonomi adalah:1. memaksimumkan standar kehidupan,1. menjaga kelangsungan hidup masyarakat.Potensi sumberdaya pada areal tertentu dapat disimpulkan sebagai suatu kemampuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara permanen. Sedangkan potensi air yang membentuk suatu kesatuan potensi sumberdaya dapat dicirikan oleh beberapa hal berikut:1. debit tahunan air permukaan dan kuantitas air tanah,1. hujan tahunan dan koefisien aliran,1. debit minimum dan kurva durasi aliran,1. kualitas air.Memperhatikan batas dari lingkungan hidup berarti pengembangan air harus dilaksanakan dengan pendekatan yang rasional dan penggunaan metode sistematis untuk mencapai tujuan pembangunan tanpa dampak lingkungan jangka panjang yang di luar batas toleransi.1. Memaksimumkan pengaruh positif dan meminimumkan pengaruh negatifBerikut ini adalah kendala dalam pengembangan sumber daya air, yaitu1. kondisi kebutuhan air lebih besar dari ketersediaan ai yang ada merupakan gambaran umum yang sering terjadi. 1. biaya operasi dan investasi rata-rata untuk tiap-tiap m3 meningkat secara eksponensial. 1. Surplus air temporer yang menyebabkan penggunaan air berlebih yang pada saat itu secara ekonomi tidak memberikan pengaruh negatif, namum dapat menyebabkan terjadinya kekurangan air pada saat tertentu. Keseluruhan sumberdaya air yang tersedia telah digunakan sebelum efisiensi penghematan air dapat diterapkan. Salah satu cara menyelesaikan permasalahan kekurangan air adalah dengan pelaksanaan proyek baru

Peraturan Meteri Pekerjaan Umum No. 18 Tahun 2012Pedoman Pembinaan Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 berbunyi Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Atas amanat Undang Undang Dasar tersebut sudah seharusnya Negara melakukan upaya-upaya dalam hal untuk memenuhi kebutuhan hajat hidup setiap warga Negara tanpa pengecualian. Salah satu masalah yang perlu ditangani adalah masalah air minum, semakin hari jumlah penduduk semakin besar, hal ini berbanding lurus dengan jumlah kebutuhan air minum yang perlu disediakan. Negara harus memanfaatkan segala potensi air yang dimiliki untuk memenuhi hajat hidup warganya untuk mencapai kesejahteraan bagi warganya.Untuk tujuan pemenuhan kebutuhan air bagi warga Negara itulah, maka Negara perlu melakukan beberapa usaha untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan melakukan pengembangan system penyediaan air minum (SPAM).Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non-fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan, konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non-fisik penyediaan air minum. Sedangkan pembinaan penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah untuk mewujudkan tercapainya tujuan pengaturan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.Dalam Permen PU no.18 tahun 2012 dikatakan bahwa pembinaan pengembangan SPAM dapat dilakukan oleh Menteri kepada Gubernur dan atau Wali Kota/Bupati. Dan dapat juga dari Menteri/Gubernur/Wali Kota/Bupati kepada penyelenggara SPAM. Pembinaan dilaksanakan dalam rangka pemenuhan tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin hak setiap orang dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari.Pembinaan penyelenggaraan pengembangan SPAM, meliputi: a. koordinasi dalam pemenuhan kebutuhan air minum; b. pemberian norma, standar, prosedur, dan kriteria; c. pemberian bimbingan, supervisi, konsultasi, bantuan teknis; d. pendidikan dan pelatihan; dan e. pengawasan teknis.Pemberian norma, standar, prosedur, dan kriteria mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan konstruksi, pengelolaan, pemeliharaan dan rehabilitasi, pemantauan dan evaluasi dalam penyelenggaraan pengembangan SPAM, baik SPAM dengan jaringan perpipaan maupun SPAM bukan jaringan perpipaan. Pemberian bimbingan, supervisi, konsultasi, dan bantuan teknis dapat dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan konstruksi, pengelolaan, pemeliharaan dan rehabilitasi, pemantauan dan evaluasi pengembangan SPAM, baik SPAM dengan jaringan perpipaan maupun SPAM bukan jaringan perpipaan. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi terhadap pengembangan SPAM dengan jaringan perpipaan ditujukan untuk menjamin pelayanan yang memenuhi syarat kualitas, kuantitas dan kontinuitas.Pengawasan teknis dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat terhadap seluruh tahapan penyelenggaraan pengembangan SPAM sebagai bagian dari pembinaan. Pengawasan teknis dimaksudkan untuk menilai penerapan pedoman dan standar dalam penyelenggaraan pengembangan SPAM dan menilai kesesuaian pelayanan SPAM dengan standar mutu pelayanan yang berlaku. Pengawasan teknis terhadap seluruh tahapan penyelenggaraan pengembangan SPAM terdiri dari aspek fisik dan non-fisik.Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dapat mengambil alih tanggung jawab Penyelenggaraan Pengembangan SPAM sementara apabila BUMN atau BUMD Penyelenggara tidak dapat memenuhi kinerja yang ditetapkan setelah dilakukan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini. Pengambilalihan tanggung jawab sementara dilakukan apabila BUMN atau BUMD tidak memenuhi kinerja sehingga BUMN atau BUMD gagal mendistribusikan air minum selama 3 (tiga) hari berturut-turut yang bukan disebabkan karena kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi, dan keadaan kahar.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 12 Tahun 2010Tentang Pedoman Kerjasama Pengusahaan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

Berdasarkan target dalam Millenium Development Goals, sampai tahun 2015 diharapakan cakupan pelayanan air minum sudah mencapai 68,87% dari jumlah total penduduk. Target ini akan sangat sulit tercapai apabila hanya mengandalkan kemampuan dari pemerintah pusat. Oleh karena itu pemerintah melakukan langkah desentralisasi pengembangan system pelayanan air minum. Dalam beberapa peraturan pemerintah dikatakan bahwa pemerintah dapat bermitra dengan BUMN, BUMD, koperasi, badan usaha swasta, atau kelompok masyarakat dalam pengembangan SPAM sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk melandasi kerjasama tersebut maka kementerian pekerjaan umum mengeluarkan keputusan Menteri pekerjaan umum nomor 12 tahun 2010 sebagai pedoman kerjasama pengusahaan pengembangan sisten penyediaan air minum.Peraturan Menteri ini bertujuan agar kerjasama pengusahaan Pengembangan SPAM dapat dilaksanakan secara tertib, efisien, efektif dan saling menguntungkan sehingga dapat digunakan seluas-luasnya untuk kepentingan masyarakat. Pedoman kerjasama pengusahaan Pengembangan SPAM ini dapat diberlakukan untuk pengembangan sarana dan prasarana sanitasi yang diselenggarakan secara terpadu dengan pengembangan SPAM.Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dapat bekerjasama dengan Badan Usaha dalam pengusahaan pengembangan SPAM dengan sistem jaringan dan teknologi pengolahan pada daerah, wilayah atau kawasan yang belum terjangkau pelayanan jaringan perpipaan SPAM BUMN/BUMD Penyelenggara.Tugas PJPK meliputi melakukan perencanaan Proyek Kerjasama, melakukan penyiapan Proyek Kerjasama, melakukan transaksi Proyek Kerjasama, melakukan manajemen pelaksanaan Perjanjian Kerjasama. Kewenangan PJPK meliputi: membentuk panitia pengadaan, menetapkan pemenang pelelangan, membentuk tim monitoring dan evaluasi. Lingkup kerjasama pengusahaan Pengembangan SPAM meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, pelayanan dan pengelolaan. Dalam hal lingkup kerjasama pengusahaanpengembangan SPAM hanya meliputi sebagian dari SPAM maka untuk menyelenggarakan unit SPAM yang tidak dikerjasamakan Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menugaskan BUMN/BUMD penyelenggara atau BLU penyelenggara SPAM.Bentuk Perjanjian Kerjasama pengusahaan Pengembangan SPAM antara Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha meliputi kontrak bangun, guna, serah (build, operate and transfer contract) untuk seluruh pengembangan SPAM hingga pelayanan dan penagihan kepada pelanggan atau untuk sebagian pengembangan SPAM atau bentuk kerjasama lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kerjasama pemerintah dengan badan usaha.Perbaikan kondisi investasi di sektor air minum memerlukan komitmen dari pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah harus mendorong kinerja PDAM tetap sehat sehingga bisa mengembangkan usahanya dan meningkatkan jangkauan pelayanan air minum. Untuk membangun satu sambungan pipa ke rumah diperlukan anggaran sebesar Rp 8 juta. Itu artinya diperlukan biaya sekitar Rp 65 triliun hingga 2015. Sejauh ini, kemampuan pendanaan pemerintah dinilai masih sangat rendah. Kementerian Pekerjaan Umum (PU) di antaranya hanya mampu mendanai sekitar Rp 6 triliun per tahun atau Rp 24 triliun hingga 2015. Oleh karena itulah sebenarnya diperlukan peratiran baru yang dapat memecu BUMN/BUMD untuk terus memacu kinerja atau melakukan kerjasama dengan pihak lain untuk mencapai pelayanan yang maksimum kepada masyarakat, untuk menjamin kesejahteraan masyarakat sesuai amanat undang-undang.Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah dapat diberikan terhadap Proyek Kerjasama. Bentuk dukungan berupa perizinan, sebagian konstruksi, pembebasan tanah, bentuk lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perudang-undangan. Bentuk Jaminan Pemerintah ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Dukungan dan/atau Jaminan harus mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan sebelum proses pengadaan dan dituangkan dalam dokumen pengadaan pengusahaan.