tugas prktikum bio

19
Kedelai Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Langsung ke: navigasi, cari Kedelai Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Plantae Filum: Magnoliophyta Kelas: Magnoliopsida Ordo: Fabales Famili: Fabaceae Upafamili: Faboideae Genus: Glycine (L.) Merr. Spesies Glycine max Glycine soja Biji kedelai Kedelai (kadang-kadang ditambah "kacang" di depan namanya) adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu, dan tempe. Berdasarkan peninggalan arkeologi, tanaman ini telah dibudidayakan sejak 3500 tahun yang lalu di Asia Timur . Kedelai putih diperkenalkan ke Nusantara oleh pendatang dari Cina sejak maraknya perdagangan dengan Tiongkok, sementara kedelai hitam sudah dikenal lama orang penduduk setempat. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Penghasil kedelai utama dunia adalah Amerika Serikat meskipun kedelai praktis baru dibudidayakan masyarakat di luar Asia setelah 1910. [sunting] Keanekaragaman dan budidaya

Upload: nyinkknyinkk

Post on 21-Jul-2015

79 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Kedelai Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Langsung ke: navigasi, cari Kedelai

Biji kedelai Kedelai (kadang-kadang ditambah "kacang" di depan namanya) adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu, dan tempe. Berdasarkan peninggalan arkeologi, tanaman ini telah dibudidayakan sejak 3500 tahun yang lalu di Asia Timur. Kedelai putih diperkenalkan ke Nusantara oleh pendatang dari Cina sejak maraknya perdagangan dengan Tiongkok, sementara kedelai hitam sudah dikenal lama orang penduduk setempat. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Penghasil kedelai utama dunia adalah Amerika Serikat meskipun kedelai praktis baru dibudidayakan masyarakat di luar Asia setelah 1910. [sunting] Keanekaragaman dan budidaya

Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Filum: Kelas: Ordo: Famili: Upafamili: Genus: Plantae Magnoliophyta Magnoliopsida Fabales Fabaceae Faboideae Glycine (L.) Merr.

Spesies Glycine max Glycine soja

Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari paling tidak dua spesies: Glycine max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning, agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam). G. max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti RRC dan Jepang selatan, sementara G. soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia Tenggara. Tanaman ini telah menyebar ke Jepang, Korea, Asia Tenggara dan Indonesia. Beberapa kultivar kedelai putih budidaya di Indonesia, di antaranya adalah 'Ringgit', 'Orba', 'Lokon', 'Darros', dan 'Wilis'. "Edamame" adalah sejenis kedelai berbiji besar berwarna hijau yang belum lama dikenal di Indonesia dan berasal dari Jepang. Kedelai dibudidayakan di lahan sawah maupun lahan kering (ladang). Penanaman biasanya dilakukan pada akhir musim penghujan, setelah panen padi. Pengerjaan tanah biasanya minimal. Biji dimasukkan langsung pada lubanglubang yang dibuat. Biasanya berjarak 20-30cm. Pemupukan dasar nitrogen dan fosfat diperlukan, namun setelah tanaman tumbuh penambahan nitrogen tidak memberikan keuntungan apa pun. Lahan yang belum pernah ditanami kedelai dianjurkan diberi "starter" bakteri pengikat nitrogen Bradyrhizobium japonicum untuk membantu pertumbuhan tanaman. Penugalan tanah dilakukan pada saat tanaman remaja (fase vegetatif awal), sekaligus sebagai pembersihan dari gulma dan tahap pemupukan fosfat kedua. Menjelang berbunga pemupukan kalium dianjurkan walaupun banyak petani yang mengabaikan untuk menghemat biaya. [sunting] Pemerian

Kedelai dikenal dengan berbagai nama: sojaboom, soja, soja bohne, soybean, kedele, kacang ramang, kacang bulu, kacang gimbol, retak mejong, kaceng bulu, kacang jepun, dekenana, demekun, dele, kadele, kadang jepun, lebui bawak, lawui, sarupapa tiak, dole, kadule, puwe mon, kacang kuning (aceh) dan gadelei. Berbagai nama ini menunjukkan bahwa kedelai telah lama dikenal di Indonesia. Kedelai merupakan terna dikotil semusim dengan percabangan sedikit, sistem perakaran akar tunggang, dan batang berkambium. Kedelai dapat berubah penampilan menjadi tumbuhan setengah merambat dalam keadaan pencahayaan rendah. Kedelai, khususnya kedelai putih dari daerah subtropik, juga merupakan tanaman hari-pendek dengan waktu kritis rata-rata 13 jam. Ia akan segera berbunga apabila pada masa siap berbunga panjang hari kurang dari 13 jam. Ini menjelaskan rendahnya produksi di daerah tropika, karena tanaman terlalu dini berbunga. Biji Biji kedelai berkeping dua, terbungkus kulit biji dan tidak mengandung jaringan endospperma. Embrio terletak diantara keping biji. Warna kulit biji kuning, hitam, hijau, coklat. Pusar biji (hilum) adalah jaringan bekas biji melekat pada dinding buah. Bentuk biji kedelai umunya bulat lonjong tetapai ada pula yang bundar atau bulat agak pipih. Kecambah Biji kedelai yang kering akan berkecambah bila memperoleh air yang cukup. Kecambah kedelai tergolong epigeous, yaitu keping biji muncul diatas tanah. Warna hipokotil, yaitu bagian batang kecambah dibawah kepaing, ungu

atau hijau yang berhubungan dengan warna bunga. Kedelai yang berhipokotil ungu berbunga ungu, sedang yang berhipokotil hijau berbunga putih. Kecambah kedelai dapat digunakan sebagai sayuran (tauge). Perakaran Tanaman kedelai mempunyai akar tunggang yang membentuk akar-akar cabang yang tumbuh menyamping (horizontal) tidak jauh dari permukaan tanah. Jika kelembapan tanah turun, akar akan berkembang lebih ke dalam agar dapat menyerap unsur hara dan air. Pertumbuhan ke samping dapat mencapai jarak 40 cm, dengan kedalaman hingga 120 cm. Selain berfungsi sebagai tempat bertumpunya tanaman dan alat pengangkut air maupun unsur hara, akar tanaman kedelai juga merupakan tempat terbentuknya bintil-bintil akar. Bintil akar tersebut berupa koloni dari bakteri pengikat nitrogen Bradyrhizobium japonicum yang bersimbiosis secara mutualis dengan kedelai. Pada tanah yang telah mengandung bakteri ini, bintil akar mulai terbentuk sekitar 15 20 hari setelah tanam. Bakteri bintil akar dapat mengikat nitrogen langsung dari udara dalam bentuk gas N2 yang kemudian dapat digunakan oleh kedelai setelah dioksidasi menjadi nitrat (NO3). Batang Kedelai berbatang dengan tinggi 30100 cm. Batang dapat membentuk 3 6 cabang, tetapi bila jarak antar tanaman rapat, cabang menjadi berkurang, atau tidak bercabang sama sekali. Tipe pertumbuhan batang dapat dibedakan menjadi terbatas (determinate), tidak terbatas (indeterminate), dan setengah terbatas (semi-indeterminate). Tipe

terbatas memiliki ciri khas berbunga serentak dan mengakhiri pertumbuhan meninggi. Tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hampir sama besar dengan batang bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun batang tengah. Tipe tidak terbatas memiliki ciri berbunga secara bertahap dari bawah ke atas dan tumbuhan terus tumbuh. Tanaman berpostur sedang sampai tinggi, ujung batang lebih kecil dari bagian tengah. Tipe setengah terbatas memiliki karakteristik antara kedua tipe lainnya. Bunga Bunga kedelai termasuk bunga sempurna yaitu setiap bunga mempunyai alat jantan dan alat betina. Penyerbukan terjadi pada saat mahkota bunga masih menutup sehingga kemungkinan kawin silang alami amat kecil. Bunga terletak pada ruas-ruas batang, berwarna ungu atau putih. Tidak semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah terjadi penyerbukan secara sempurna. Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong. Buah Buah kedelai berbentuk polong. Setiap tanaman mampu menghasilkan 100 250 polong. Polong kedelai berbulu dan berwarna kuning kecoklatan atau abuabu. Selama proses pematangan buah, polong yang mula-mula berwarna hijau akan berubah menjadi kehitaman. Daun Pada buku (nodus) pertama tanaman yang tumbuh dari biji terbentuk sepasang daun tunggal. Selanjutnya, pada semua buku di atasnya terbentuk daun majemuk selalu dengan tiga helai. Helai daun tunggal

memiliki tangkai pendek dan daun bertiga mempunyai tangkai agak panjang. Masing-masing daun berbentuk oval, tipis, dan berwarna hijau. Permukaan daun berbulu halus (trichoma) pada kedua sisi. Tunas atau bunga akan muncul pada ketiak tangkai daun majemuk. Setelah tua, daun menguning dan gugur, mulai dari daun yang menempel di bagian bawah batang. [sunting] Produk olahan dari kedelai Di Indonesia, kedelai menjadi sumber gizi protein nabati utama, meskipun Indonesia harus mengimpor sebagian besar kebutuhan kedelai. Ini terjadi karena kebutuhan Indonesia yang tinggi akan kedelai putih. Kedelai putih bukan asli tanaman tropis sehingga hasilnya selalu lebih rendah daripada di Jepang dan Cina. Pemuliaan serta domestikasi belum berhasil sepenuhnya mengubah sifat fotosensitif kedelai putih. Di sisi lain, kedelai hitam yang tidak fotosensitif kurang mendapat perhatian dalam pemuliaan meskipun dari segi adaptasi lebih cocok bagi Indonesia. Kedelai merupakan tumbuhan serbaguna. Karena akarnya memiliki bintil pengikat nitrogen bebas, kedelai merupakan tanaman dengan kadar protein tinggi sehingga tanamannya digunakan sebagai pupuk hijau dan pakan ternak. Pemanfaatan utama kedelai adalah dari biji. Biji kedelai kaya protein dan lemak serta beberapa bahan gizi penting lain, misalnya vitamin (asam fitat) dan lesitin. Olahan biji dapat dibuat menjadi

tempe susu kedelai (baik bagi orang yang sensitif laktosa), tepung kedelai, minyak (dari sini dapat dibuat sabun, plastik, kosmetik, resin, tinta, krayon, pelarut, dan biodiesel. taosi tauco

Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Kedelai" Kacang tanah Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Langsung ke: navigasi, cari Kacang Tanah

Kacang tanah dan polongnya Klasifikasi ilmiah Regnum: Plantae Divisio: Magnoliophyta Kelas: Magnoliopsida Ordo: Fabales Familia: Fabaceae Subfamilia: Faboideae Tribe: Aeschynomeneae Genus: Arachis Spesies: A. hypogaea Nama binomial

tahu (tofu), bermacam-macam saus penyedap (salah satunya kecap, yang aslinya dibuat dari kedelai hitam),

Jagung Arachis hypogaea L. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman polong-polongan atau legum kedua terpenting setelah kedelai di Indonesia. Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan namun saat ini telah menyebar ke seluruh dunia yang beriklim tropis atau subtropis. Republik Rakyat Cina dan India merupakan penghasil kacang tanah terbesar dunia. Sebagai tanaman budidaya, kacang tanah terutama dipanen bijinya yang kaya protein dan lemak. Biji ini dapat dimakan mentah, direbus (di dalam polongnya), digoreng, atau disangrai. Di Amerika Serikat, biji kacang tanah diproses menjadi semacam selai dan merupakan industri pangan yang menguntungkan. Produksi minyak kacang tanah mencapai sekitar 10% pasaran minyak masak dunia pada tahun 2003 menurut FAO. Selain dipanen biji atau polongnya, kacang tanah juga dipanen hijauannya (daun dan batang) untuk makanan ternak atau merupakan pupuk hijau. Kacang tanah budidaya dibagi menjadi dua tipe: tipe tegak dan tipe menjalar. Tipe menjalar lebih disukai karena memiliki potensi hasil lebih tinggi. Tanaman ini adalah satu di antara dua jenis tanaman budidaya (yang lainnya adalah "kacang bogor", Voandziea subterranea) yang buahnya mengalami pemasakan di bawah permukaan tanah. Jika buah yang masih muda terkena cahaya, proses pemasakan biji terganggu. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Langsung ke: navigasi, cari Jagung

Klasifikasi ilmiah Regnum: Divisio: Kelas: Ordo: Familia: Genus: Plantae Angiospermae Monocotyledoneae Poales Poaceae Zea Spesies

Zea mays L. Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan

jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi. [sunting] Biologi jagung Berdasarkan bukti genetik, antropologi, dan arkeologi diketahui bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah (Meksiko bagian selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini 10.000 tahun yang lalu, lalu teknologi ini dibawa ke Amerika Selatan (Ekuador) sekitar 7000 tahun yang lalu, dan mencapai daerah pegunungan di selatan Peru pada 4000 tahun yang lalu[1]. Kajian filogenetik menunjukkan bahwa jagung (Zea mays ssp. mays) merupakan keturunan langsung dari teosinte (Zea mays ssp. parviglumis). Dalam proses domestikasinya, yang berlangsung paling tidak 7000 tahun oleh penduduk asli setempat, masuk gen-gen dari subspesies lain, terutama Zea mays ssp. mexicana. Istilah teosinte sebenarnya digunakan untuk menggambarkan semua spesies dalam genus Zea, kecuali Zea mays ssp. mays. Proses domestikasi menjadikan jagung merupakan satu-satunya spesies tumbuhan yang tidak dapat hidup secara liar di alam. Hingga kini dikenal 50.000 varietas jagung, baik ras lokal maupun kultivar. [sunting] Deskripsi

Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1m sampai 3m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Meskipun beberapa varietas dapat menghasilkan anakan (seperti padi), pada umumnya jagung tidak memiliki kemampuan ini.

Jagung hibrida di ladang. Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman. Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku.

Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin. Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun. Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri). Bunga betina jagung berupa "tongkol" yang terbungkus oleh semacam pelepah dengan "rambut". Rambut jagung sebenarnya adalah tangkai putik. [sunting] Kandungan gizi Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis tidak mampu memproduksi pati sehingga bijinya terasa lebih manis ketika masih muda.

Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung" Kategori: Poaceae | Serealia

Padi [sunting] Ciri-ciri umum

Padi tumbuh di sawah. Padi termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae (sinonim Graminae atau Glumiflorae). Sejumlah ciri suku (familia) ini juga menjadi ciri padi, misalnya

Gambar deskripsi padi dari Koehler's Book of Medicinal Plants Klasifikasi ilmiah Regnum: Divisio: Kelas: Ordo: Familia: Genus:

berakar serabut, daun berbentuk lanset (sempit memanjang), urat daun sejajar, memiliki pelepah daun, bunga tersusun sebagai bunga majemuk dengan satuan bunga berupa floret, floret tersusun dalam spikelet, khusus untuk padi satu spikelet hanya memiliki satu floret, buah dan biji sulit dibedakan karena merupakan bulir (Ing. grain) atau kariopsis.

Plantae Angiospermae Monocotyledoneae Poales Poaceae Oryza Spesies

O. barthii O. glaberrima O. latifolia O. longistaminata O. punctata O. rufipogon O. sativa

Padi

Lebah madu Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Langsung ke: navigasi, cari

Lebah madu

Lebah madu mengumpulkan serbuk sari.

Apis cerana yang membentuk bola disekeliling dua ekor tawon. Panas tubuhnya akan membunuh tawon tersebut. Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Filum: Kelas: Ordo: Famili: Bangsa: Genus: Animalia Arthropoda Insecta Hymenoptera Apidae Apini Apis Linnaeus, 1758 Lebah madu adalah salah satu jenis serangga dari sekitar 20.000 spesies lebah. Saat ini ada sekitar tujuh spesies lebah madu yang dikenal dengan sekitar 44 subspesies. Semua spesies ini termasuk dalam genus Apis. Mereka memproduksi dan menyimpan madu yang dihasilkan dari nektar bunga. Selain itu mereka juga membuat sarang dari lilin, yang dihasilkan oleh para lebah pekerja di koloni lebah madu.

Spesies Apis andreniformis Apis cerana, atau lebah madu timur Apis dorsata, atau lebah madu raksasa Apis florea, atau lebah madu kerdil Apis koschevnikovi Apis mellifera, atau lebah madu barat Apis nigrocincta

Kadal Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Langsung ke: navigasi, cari Kadal Rentang fosil: Jura - kini

umumnya anggota infraordo Scincomorpha). Jadi, secara umum kadal ini mencakup jenis-jenis yang bertubuh kecil seperti kadal pasir Lygosoma, sampai ke biawak Komodo (Varanus komodoensis) yang bisa mencapai panjang lebih dari 3 m. Secara ilmiah, kelompok besar ini dikenal sebagai subordo atau anak bangsa Lacertilia (=Sauria), bagian dari bangsa hewan bersisik (Squamata). Anak bangsa Lacertilia pada umumnya memiliki empat kaki, lubang telinga luar, dan pelupuk mata yang dapat dibuka tutup. Meskipun demikian, sebagai kekecualian, ada pula anggotaanggotanya yang tidak memiliki sebagian ciri itu. Contohnya adalah ular kaca (glass snake atau glass lizard, suku Anguidae) yang tak berkaki. Daftar isi [sembunyikan]

"Lacertilia", menurut Ernst Haeckel, Kunstformen der Natur (1904) Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Filum: Superkelas: Kelas: Ordo: Upaordo: Animalia Chordata Tetrapoda Sauropsida Squamata Lacertilia Gnther, 1867

Suku Banyak, lihat pada teks. Kadal adalah hewan bersisik berkaki empat yang termasuk kelompok reptil. Secara luas, pengertian kadal atau kerabat kadal (bahasa Inggris: lizards) juga mencakup kelompok cecak, tokek, bunglon, cecak terbang, biawak, iguana dan lain-lain. Sedangkan secara sempit, istilah kadal dalam bahasa Indonesia biasanya merujuk terbatas pada kelompok kadal yang umumnya bertubuh kecil, bersisik licin berkilau, dan hidup di atas tanah (Ingg.: skink, suku Scincidae, atau

1 Biologi 2 Habitat dan Makanan 3 Kadal yang berbisa 4 Kadal dan manusia 5 Klasifikasi 6 Rujukan 7 Pranala luar

[sunting] Biologi

Banyak jenis kadal yang merupakan pemanjat pohon yang baik atau pelari cepat. Beberapa di antaranya bahkan dapat berlari di atas dua kaki dengan amat cepatnya, seperti halnya kadal tercepat di dunia: iguana berekor duri dari marga Ctenosaura. Kadal-kadal tertentu, misalnya bunglon, dapat berganti warna sesuai kondisi lingkungan atau suasana hati. Meski kebanyakan hidup di daratan, umumnya kadal dapat berenang dengan baik. Beberapa jenisnya, seperti biawak, bahkan beradaptasi dengan baik di lingkungan perairan. [sunting] Habitat dan Makanan Kebanyakan kadal tinggal di atas tanah (terestrial), sementara sebagiannya hidup menyusup di dalam tanah gembur atau pasir (fossorial). Sebagian lagi berkeliaran di atas atau di batang pohon (arboreal). Alih-alih sebagai predator penyergap, kebanyakan kadal aktif menjelajahi lingkungannya untuk memburu mangsa. Walaupun kebanyakan jenisnya adalah binatang pemangsa (predator), namun sesungguhnya makanan kadal sangat bervariasi. Mulai dari buah-buahan dan bahan nabati lain, serangga, amfibia, reptil yang lain, mamalia kecil, bangkai, bahkan kadal besar semacam biawak Komodo juga dapat memburu mamalia besar, hingga sebesar rusa atau babi hutan. Kadal-kadal bertubuh kecil memakan aneka serangga seperti nyamuk, lalat, ngengat dan kupu-kupu, berbagai tempayak serangga, cacing tanah, sampai kodok dan reptil yang lain yang berukuran lebih kecil. Kadal kebun

Kadal kebun (Mabuya multifasciata) betina tengah berjemur Selain karakter yang disebutkan di atas, sebagaimana galibnya reptil, kadal berdarah dingin (itu sebabnya kadal kerap berjemur) dan mempunyai sisik-sisik yang beraneka bentuknya yang terbangun dari zat tanduk. Terdiri tak kurang dari 40 suku, kadal memiliki pola warna, bentuk dan ukuran yang sangat beragam. Sebagian jenis mempunyai sisik-sisik yang halus berkilau, terkesan licin atau seperti berminyak, walaupun sebenarnya sisik-sisik itu amat kering karena kadal tidak memiliki pori di kulitnya untuk mengeluarkan keringat atau minyak. Kebanyakan kadal bertelur (ovipar), meskipun ada pula yang melahirkan anak (vivipar). Juga, umumnya kadal dapat menumbuhkan kembali ekor atau bahkan tungkai yang terputus. Beberapa spesies kadal tak berkaki, seperti ular kaca misalnya, memiliki struktur gelangan bahu dan panggul dalam tubuhnya, meski tak ada tungkainya. Meski bentuknya mirip, kadal-kadal ini bisa dibedakan dari ular sejati karena memiliki pelupuk mata yang dapat digerakkan, lubang telinga luar, dan dapat memutuskan ekornya dalam keadaan bahaya; ciri-ciri yang tak dimiliki oleh ular.

(Mabuya multifasciata) terkadang memangsa kodok tegalan (Fejervarya limnocharis), bahkan suka memanjat tembok yang kasar untuk menangkap cecak kayu (Hemidactylus frenatus) yang terlengah. [sunting] Kadal yang berbisa

Sebelumnya diyakini bahwa pembengkakan dan iritasi yang terjadi akibat gigitan kadal-kadal itu ialah karena adanya infeksi bakteri yang menyertai gigitan. Hal ini masih benar pada kebanyakan kasus, akan tetapi penelitian di atas mengisyaratkan kemungkinan pembengkakan itu terjadi akibat masuknya bisa kadal. Lebih jauh, para ahli yang mendukung penelitian ini mengajak untuk meninjau kembali sistem klasifikasi kadal khususnya terkait dengan perkembangan kelenjar bisa pada reptil tersebut. Jika berhasil, penelitian ini dapat memperbaiki pemahaman mengenai evolusi kadal, ular dan bisanya.[1]

Kadal raksasa Gila, Heloderma s. suspectum Hingga kini dikenal dua jenis kadal yang gigitannya terbukti berbisa: yakni kadal raksasa Gila dan kadal manik-manik Meksiko. Kedua jenis kadal yang berkerabat ini hidup di baratdaya Amerika Serikat dan Meksiko utara. Meski ada banyak mitos dan legenda yang beredar menyangkut kedua makhluk tersebut, dan fakta bahwa gigitan mereka bisa menyebabkan luka yang serius, namun sejauh ini tidak ada catatan mengenai kematian yang terjadi pada manusia akibat gigitannya. Penelitian di Australia belum lama ini[1] memperlihatkan adanya kemungkinan beberapa jenis kadal kerabat iguana dan biawak memiliki kelenjar bisa pula. Meskipun, jika dugaan ini benar, bisa ini diyakini tidak atau hanya sedikit membahayakan manusia, mengingat bahwa bisa ini dikeluarkan kadal-kadal tersebut sedikit demi sedikit melalui proses mengunyah mangsanya, dan bukan disuntikkan sekaligus dalam jumlah besar sebagaimana pada gigitan ular berbisa.

[sunting] Kadal dan manusia Kebanyakan kadal tidak berbahaya bagi manusia. Gigitannya, bahkan, jarangjarang yang sampai dapat mengalirkan darah dari luka yang ditimbulkannya. Hanya jenis yang luar biasa besar, seperti biawak Komodo, yang bisa membunuh manusia dan hewan ternak. Kadal raksasa Gila dan kadal manik-manik Meksiko yang berbisa tidak selalu mematikan, meski luka yang diakibatkan oleh gigitannya dapat sangat menyakitkan. Umumnya kadal bahkan berguna bagi manusia karena mengendalikan aneka hama yang mengganggu; bernilai tinggi sebagai hewan peliharaan (pet); menghasilkan kulit untuk aneka bentuk kerajinan; dan ada pula yang dimakan. Kadal juga penting dalam sebagian budaya dan mitologi suku-suku tradisional, misalnya di Australia dan Peru. Tidak mengherankan jika kadal kerap diterakan dalam simbol-simbol kesenian tradisional itu. [2]

Kadal gurun Uma inornata

Sebagian orang meyakini bahwa daging kadal dapat dipergunakan sebagai obat sakit kulit dan lain-lainnya. Kadal (biasanya kadal kebun, tokek, atau cecak) ditangkap atau dikail dengan mempergunakan umpan capung atau kupu-kupu. Setelah dibersihkan, daging kadal dibakar atau digoreng, dan dijadikan lauk makan.[3] [4] [sunting] Klasifikasi Subordo Lacertilia (Sauria) - (Kadal)

Kadal Basilisk, Basiliscus plumifrons

Kadal ekor-belang, Callisaurus draconoides

Kadal rumput Takydromus sexlineatus

Biawak hijau, Varanus prasinus

Suku Bavarisauridae Suku Eichstaettisauridae Infraordo Iguania o Suku Arretosauridae o Suku Euposauridae o Suku Corytophanidae o Suku Iguanidae (iguana dan iguana ekor-duri) o Suku Phrynosomatidae o Suku Polychrotidae (Anolis) Suku Leiosauridae (Polychrotinae) o Suku Tropiduridae Suku Liolaemidae (Tropidurinae) Suku Leiocephalidae (Tropidurinae) o Suku Crotaphytidae o Suku Opluridae (iguana Madagaskar) o Suku Hoplocercidae o Suku Priscagamidae o Suku Isodontosauridae o Suku Agamidae (bunglon, cecak terbang dan soasoa) o Suku Chamaeleonidae (bunglon kameleon) Infraordo Gekkota

Suku Gekkonidae (tokek dan cecak) o Suku Pygopodidae o Suku Dibamidae Infraordo Scincomorpha o Suku Paramacellodidae o Suku Slavoiidae o Suku Scincidae (kadal kebun dan aneka kadal sejati) o Suku Cordylidae o Suku Gerrhosauridae o Suku Xantusiidae o Suku Lacertidae (kadal rumput dan aneka kadal tebing) o Suku Mongolochamopidae o Suku Adamisauridae o Suku Teiidae (tegu) o Suku Gymnophthalmidae (spectacled lizards) Infraordo Diploglossa o Suku Anguidae (ular kaca) o Suku Anniellidae (kadal tak-berkaki Amerika) o Suku Xenosauridae Infraordo Platynota (Varanoidea) o Suku Varanidae (biawak) o Suku Lanthanotidae (biawak tak-bertelinga) o Suku Helodermatidae (kadal raksasa Gila & kadal manik-manik Meksiko) o Suku Mosasauridae (kadal laut)o

(Dialihkan dari Marmut) Langsung ke: navigasi, cari Tikus belanda

Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Filum: Kelas: Ordo: Upaordo: Famili: Upafamili: Genus: Spesies: Animal Chordata Mammal Rodent Hystricomorpha Caviidae Caviinae Cavia C. porcellus

Nama binomial Cavia porcellus (Erxleben, 1777) Sinonim Mus porcellus Cavia cobaya Cavia anolaimae Cavia cutleri Cavia leucopyga Cavia longipilis Achatina fulica

Tikus belanda / Marmut Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

From Wikipedia, the free encyclopedia Jump to: navigation, search The examples and perspective in this

article may not represent a worldwide view of the subject. Please improve this article or discuss the issue on the talk page. East African Land Snail

In recent times, the land snails have been kept as pets; however, they are illegal to possess in some countries including the United States[3]. The snails are easy to keep and, when bred in captivity, are unlikely to carry parasites. Contents [hide]

Scientific classification Kingdom: Phylum: Class: Order: Family: Subfamily: Genus: Species: Animalia Mollusca Gastropoda Pulmonata Achatinidae Achatininae Achatina A. fulica

1 Description 2 Habitat 3 Nutrition 4 Reproduction 5 Life cycle 6 Pest control 7 References 8 Further reading

[edit] Description

Binomial name Achatina fulica[1] (Frussac, 1821) The East African land snail, or "giant African land snail", scientific name Achatina fulica, is a species of large, airbreathing land snail, a terrestrial pulmonate gastropod mollusk in the family Achatinidae. It is native to East Africa, however the species has been widely introduced to Asia, to the Pacific and Indian Ocean islands, and to the West Indies. Where the snail is seen as a pest, it has been intercepted widely by quarantine officials, and incipient invasions have been successfully eradicated, for instance in the mainland USA.[2]

shell of Achatina fulica The adult snails have a height of around 7 cm (2.5 inches), and their length can reach 20 cm (8 inches) or more. The shell has a conical shape, being about twice as high as it is broad. Either clockwise (sinistral) or anti-clockwise

(dextral) directions can be observed in the coiling of the shell, although the righthanded (dextral) cone is the more common. The weight of the shell is directly proportional to the weight of the body, and in large individuals proves impervious to predators except for carnivorous snails, which bore through the shell using their radulla, a tongue like organ. Shell colouration is highly variable, and dependent on diet. Typically, brown is the predominant colour and the shell is banded. [edit] Habitat The East African land snail is native to East Africa, especially Kenya and Tanzania. Its habitat includes most regions of the humid tropics, including many Pacific islands, southern and eastern Asia, and the Caribbean. It is a highly invasive species, and colonies can be formed from a single gravid individual. The species has established itself in temperate climates also, and in many places release into the wild is illegal. The giant snail can now be found in agricultural areas, coastland, natural forest, planted forests, riparian zones, scrub/shrublands, urban areas, and wetlands. [edit] Nutrition The Giant East African Snail is a macrophytophagous herbivore; it eats a wide range of plant material, fruit and vegetables. It will sometimes eat sand, very small stones, bones from carcasses and even concrete as calcium sources for its shell. In rare instances the snails will consume each other. In captivity, this species can be fed on grain products such as bread, digestive

biscuits and chicken feed. Fruits and vegetables must be washed diligently as the snail is very sensitive to any lingering pesticides.[citation needed] In captivity, snails need cuttlebone to aid the growth and strength for their shells. As with all molluscs, they enjoy the yeast in beer, which serves as a growth stimulus. [edit] Reproduction The Giant East African Snail is a simultaneous hermaphrodite; each individual has both testes and ovaries and is capable of producing both sperm and ova. Instances of self fertilisation are rare, occurring only in small populations. Although both snails in a mating pair can simultaneously transfer gametes to each other (bilateral mating), this is dependent on the size difference between the partners. Snails of similar size will reproduce in this way. Two snails of differing sizes will mate unilaterally (one way), with the larger individual acting as a female. This is due to the comparative resource investment associated with the different genders.[citation needed] Like other land snails, these have intriguing mating behaviour, including petting their heads and front parts against each other. Courtship can last up to half an hour, and the actual transfer of gametes can last for two hours. Transfered sperm can be stored within the body for up to two years. The number of eggs per clutch averages around 200. A snail may lay 5-6 clutches per year with a hatching viability of about 90%. [edit] Life cycle Adult size is reached in about six months; after which growth slows but does not ever cease. Life expectancy is commonly

five or six years in captivity, but the snails may live for up to ten years. They are active at night and spend the day buried underground. The East African Land Snail is capable of aestivating for up to three years in times of extreme drought, sealing itself into its shell by secretion of a calcerous compound that dries on contact with the air. This is impermeable; the snail will not lose any water during this period. [edit] Pest control In many places the snail is seen as a pest. Suggested preventative measures include strict quarantine to prevent introduction and further spread. Many methods, including hand collecting and use of molluscicides and flame-throwers, have been tried to eradicate the giant snail. Generally, none of them has been effective except where implemented at the first sign of infestation. In some regions, an effort has been made to promote use of the Giant East African Snail as a food resource, the collecting of the snails for food being seen as a method of controlling them. However, promoting a pest in this way is a controversial measure, as it may encourage the further deliberate spread of the snails. One particularly catastrophic attempt to biologically control this species occurred on South Pacific Islands. Colonies of A. fulica were introduced as a food reserve for the American military during the second world war and they escaped. A carnivorous species was later introduced, but it instead heavily harvested the native Partula, causing the loss of several species within a decade.[citation needed]

Draco volans From Wikipedia, the free encyclopedia Jump to: navigation, search For other uses, see Flying Dragon (disambiguation). Flying Dragon

Draco volans Close-Up Scientific classification Kingdom: Phylum: Subphylum: Class: Order: Family: Genus: Species: Animalia Chordates Vertebrata Reptilia Squamata Agamidae Draco D. volans

Binomial name Draco volans Linnaeus, 1758 Draco volans, or the Flying Dragon, is a member of the genus of gliding lizards Draco. It can spread out folds of skin attached to its movable ribs to form "wings" that it uses to glide from tree to tree over distances upwards of 8 meters (25 feet); however, like all modern reptiles, it lacks the ability to sustain powered flight, and is capable only of gliding. Its wings are brightly colored with orange, red and blue spots and

stripes, and they provide camouflage when folded. The flying dragon can reach lengths as long as 19 - 23 cm. It feeds on arboreal ants and termites. Contents [hide]

[edit] Breeding During breeding season the female flying dragon will venture down to the forest floor and bury its 1-5 eggs in the soil. Its range is the Philippines to Malaysia and Indonesia. They have short sticky tongues that they use to eat the ants and termites with. [edit] Behavior The Flying Dragons are native to the southwest tropical forests of Asia and India, including Borneo and the Philippine Islands. In the wild, the Flying Dragon will generally claim a territory. Usually, males will mark two or three trees as their own, and one to three female Flying Dragons will live in each tree. When the male Flying Dragon meets another animal, he may extend his dewlap partially or fully, extend his wings partially or fully, perform a combination of dewlap or wing extension, or bob his body up and down. If he meets a female, he may circle her. Extending the wings and dewlap makes the Flying Dragon appear larger, and he will usually exhibit such behavior if he feels threatened. Flying Dragons eat insects. They catch such prey by sitting under a tree until an insect passes by, and then they eat it. Flying Dragons are diurnal and hide in the late morning and early afternoon to avoid the most intense sunlight of the day. [edit] Flying

1 Taxonomy 2 Description 3 Breeding 4 Behavior 5 Flying 6 External links

[edit] Taxonomy They are classified in the phylum Chordata, subphylum Vertebrata, class Reptilia, order Squamata, family Agamidae.

[edit] Description Flying Dragons are brown with bluish coloration on the undersides of their wings and a yellow colored dewlap. Females tend to have bluish dewlaps and yellow coloring on the wings' undersides. Their heads are blunted and fairly short, and each leg has five clawed toes. Flying Dragons have low, long bodies. They have flaps of skin along the ribs, which can be extended into "wings" by the lizard elongating its ribs. They have a dewlap, or gular flap, which can also be extended. Generally, Flying Dragons grow to a little less than 12 inches in length. Although females are usually larger than males, their dewlaps are a bit smaller.

Draco volans In order to move from one place to another, Flying Dragons will spread the skin flaps along their abdomens and glide out of trees or from other high areas. They never glide when it is raining or when it is windy. When the Flying Dragon is about to take off, it will point it's head toward the ground.