tugas permasalahan

2
OPTIMALISASI LAHAN AKADEMI MILITER SEBAGAI LAHAN POTENSIAL RUANG TERBUKA HIJAU KOTA MAGELANG Keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) di suatu kota memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi ekologi, ekonomi, sosial budaya, dan estetika. Secara ekologi, RTH membantu mempertahankan kualitas air tanah, mengurangi polusi udara, mengurangi kebisingan, dan mencegah banjir. Dari segi estetika, keberadaan ruang terbuka hijau seperti taman kota dan jalur hijau dapat meningkatkan nilai estetika kota. Pengusahaan RTH dalam bentuk perkebunan atau sarana wisata hijau juga dapat memberikan keuntungan secara ekonomi. Sedangkan secara sosial budaya RTH dapat menjadi tempat atau ruang interaksi sosial, sarana rekreasi maupun sebagai tetenger (landmark) kota. Dapat dikatakan bahwa RTH memiliki fungsi strategis dalam perkembangan kota. Arti penting keberadaan ruang terbuka hijau telah menjadi isu global. Hal ini setidaknya terlihat pada KTT Bumi di Rio de janeiro, Brazil (1992) dan dipertegas lagi pada KTT Johannerburg, Afrika Selatan (2002). Telah disepakati bersama bahwa sebuah kota idealnya memiliki luas RTH minimal 30% dari total luas kota. Gema dari pernyataan ini di Indonesia terasa pada saat ditetapkannya Undang- undang Penataan Ruang No.26 Tahun 2007. Salah satu substansi dalam undang-undang ini adalah bahwa setiap daerah (kabupaten/kota) harus menyediakan minimal 30% dari luas lahannya untuk ruang terbuka hijau. Sebesar 20% berupa ruang terbuka hijau publik dan 10% berupa ruang terbuka hijau privat. Apabila kondisi eksisting suatu daerah saat ini sudah tidak memungkinkan untuk memenuhi ketentuan tersebut maka daerah tersebut diharuskan untuk mempertahankan ruang terbuka hijau yang ada agar tidak berkurang. Dengan demikian maka ruang terbuka hijau merupakan komponen yang harus dimasukkan dalam alokasi pemanfaatan ruang di setiap daerah. Ketentuan luasan ruang terbuka hijau minimal sebesar 30% dari luas daerah menjadi tantangan tersendiri terutama untuk kota-kota besar di Indonesia. Luasan ruang terbuka hijau di hampir seluruh kota besar di Indonesia saat ini berkisar 10%. Untuk memperluas keberadaan ruang terbuka hijau secara ekstensif juga dirasa tidak mudah karena harus berhadapan dengan tingginya kebutuhan ruang untuk penduduk dan aktivitasnya yang terus meningkat Kesulitan dalam memenuhi luasan ruang terbuka hijau sebesar 30% ternyata tidak hanya dialami oleh kota-kota besar di Indonesia. Magelang sebagai salah satu kota terkecil di Indonesia juga mengalami kendala. Berdasarkan data dalam RTRW Kota Magelang tahun 2010-2030, luas publik eksisting yang ada di Kota Magelang saat ini baru mencapai 6,15% dari luas Kota Magelang atau 1,12 km² dari 18,12 Dona Ameyria G.P Kelas A (Bappenas) 21040110400005

Upload: dona-ameyria

Post on 04-Aug-2015

22 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: tugas permasalahan

OPTIMALISASI LAHAN AKADEMI MILITER SEBAGAI LAHAN POTENSIAL RUANG TERBUKA HIJAU KOTA MAGELANG

Keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) di suatu kota memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi ekologi, ekonomi, sosial budaya, dan estetika. Secara ekologi, RTH membantu mempertahankan kualitas air tanah, mengurangi polusi udara, mengurangi kebisingan, dan mencegah banjir. Dari segi estetika, keberadaan ruang terbuka hijau seperti taman kota dan jalur hijau dapat meningkatkan nilai estetika kota. Pengusahaan RTH dalam bentuk perkebunan atau sarana wisata hijau juga dapat memberikan keuntungan secara ekonomi. Sedangkan secara sosial budaya RTH dapat menjadi tempat atau ruang interaksi sosial, sarana rekreasi maupun sebagai tetenger (landmark) kota. Dapat dikatakan bahwa RTH memiliki fungsi strategis dalam perkembangan kota.

Arti penting keberadaan ruang terbuka hijau telah menjadi isu global. Hal ini setidaknya terlihat pada KTT Bumi di Rio de janeiro, Brazil (1992) dan dipertegas lagi pada KTT Johannerburg, Afrika Selatan (2002). Telah disepakati bersama bahwa sebuah kota idealnya memiliki luas RTH minimal 30% dari total luas kota. Gema dari pernyataan ini di Indonesia terasa pada saat ditetapkannya Undang-undang Penataan Ruang No.26 Tahun 2007. Salah satu substansi dalam undang-undang ini adalah bahwa setiap daerah (kabupaten/kota) harus menyediakan minimal 30% dari luas lahannya untuk ruang terbuka hijau. Sebesar 20% berupa ruang terbuka hijau publik dan 10% berupa ruang terbuka hijau privat. Apabila kondisi eksisting suatu daerah saat ini sudah tidak memungkinkan untuk memenuhi ketentuan tersebut maka daerah tersebut diharuskan untuk mempertahankan ruang terbuka hijau yang ada agar tidak berkurang. Dengan demikian maka ruang terbuka hijau merupakan komponen yang harus dimasukkan dalam alokasi pemanfaatan ruang di setiap daerah.

Ketentuan luasan ruang terbuka hijau minimal sebesar 30% dari luas daerah menjadi tantangan tersendiri terutama untuk kota-kota besar di Indonesia. Luasan ruang terbuka hijau di hampir seluruh kota besar di Indonesia saat ini berkisar 10%. Untuk memperluas keberadaan ruang terbuka hijau secara ekstensif juga dirasa tidak mudah karena harus berhadapan dengan tingginya kebutuhan ruang untuk penduduk dan aktivitasnya yang terus meningkat

Kesulitan dalam memenuhi luasan ruang terbuka hijau sebesar 30% ternyata tidak hanya dialami oleh kota-kota besar di Indonesia. Magelang sebagai salah satu kota terkecil di Indonesia juga mengalami kendala. Berdasarkan data dalam RTRW Kota Magelang tahun 2010-2030, luas publik eksisting yang ada di Kota Magelang saat ini baru mencapai 6,15% dari luas Kota Magelang atau 1,12 km² dari 18,12 km² (laporan akhir analisis ketersediaan ruang terbuka publik Kota Magelang, 2009). Secara sederhana dapat dilihat terdapat kekurangan 14% pada sektor ruang terbuka hijau publik untuk dapat memenuhi luasan sesuai dengan ketentuan UUPR. Untuk itu sesungguhnya dapat dilakukan upaya pengembangan RTH secara intensif maupun ekstensif. Namun upaya pengembangan RTH secara intensif hingga saat ini lebih banyak sebagai wacana, belum pada praktik nyata. Sedangkan pengembangan RTH secara ekstensif dianggap lebih mudah dan bermanfaat nyata namun sulit dilakukan saat ini mengingat lahan kosong yang tersedia sangat minim.

Meskipun sulit, upaya penambahan luas RTH secara ekstensif di Kota Magelang sesungguhnya masih memungkinkan. Hal ini bila melihat adanya potensi lahan milik Akademi Militer yang luasnya cukup signifikan dan saat ini sudah berfungsi sebagai kawasan lindung. Sebesar 156,4 ha lahan Akmil, atau sekitar 8% dari luas Kota Magelang, saat ini berfungsi sebagai kawasan lindung. Namun hingga saat ini kewenangan pengelolaan lahan tersebut berada pada pihak TNI, bukan pada pemerintah Kota Magelang. Sehingga tidak ada jaminan bahwa lahan tersebut pada masa yang akan datang akan tetap difungsikan sebagai kawasan lindung,yang merupakan salah satu bentuk ruang terbuka hijau perkotaan. Meskipun secara fisik dan administrastif wilayah tersebut sesungguhnya kawasan tersebut berada di Kota Magelang. Untuk itu perlu dikaji lebih lanjut bagaimana potensi

Dona Ameyria G.PKelas A (Bappenas)21040110400005

Page 2: tugas permasalahan

lahan akmil sebagai pendukung ruang terbuka hijau Kota Magelang dilihat dari segi fisik lahan dan pengelolaan.

Dona Ameyria G.PKelas A (Bappenas)21040110400005