tugas observasi merajan

6
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Tinjauan Mengenai Merajan atau Sanggah Merajan atau sanggah dalam sebuah keluarga Hindu di Bali merupakan sebuahtempat suci yang bedasarkan konsep Tri Angga, Tri Mandala, dan juga Tri Hita Karana. Merupakan sebuah tempat untuk memuja Tuhan juga roh leluhur. Orang Bali pada zaman batu kira-kira 2500 SM hingga 500 SM sudah memiliki sebuah keyakinan akan roh leluhur. Namun media untuk melakukan sebuah pemujaan sangatlah sederhana, mereka hanya menggunakan tumpukan batu yang sederhana. Baru setelah agama Hindu datang ke Bali, tempat pemujaan itu dibentuk dengan konsep yang dibawa oleh masing-masing orang suci seperti Dang Hyang Siddhimantra, Dang Hyang Nirartha dan juga 4 putra dari Hyang Geni Jaya, barulah dibuatkan sebuah tempat bernama Merajan. Seperti yang tercantum pada beberapa lontar seperti Lontar Loka Pala, Lontar Raja Purana, Lontar Padma Bhuwana, Lontar Bhumi Kamulan, Lontar Siwa Gama dan juga Lontar Bhama Krtih, Prakerti, dapat disimpulkan bahwa merajan adalah sebuah tempat suci untuk memuja kebesaran Tuhan Yang Maha Esa dan juga para roh leluhur. Seluruhnya adalah sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, dan merupakan sebuah upaya manusia untuk menuju sebuah keadaan yang sejahtera.

Upload: shantypradnya

Post on 07-Dec-2015

272 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Tugas arsitektur bali

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas observasi merajan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan Mengenai Merajan atau Sanggah

Merajan atau sanggah dalam sebuah keluarga Hindu di Bali merupakan sebuahtempat

suci yang bedasarkan konsep Tri Angga, Tri Mandala, dan juga Tri Hita Karana. Merupakan

sebuah tempat untuk memuja Tuhan juga roh leluhur.

Orang Bali pada zaman batu kira-kira 2500 SM hingga 500 SM sudah memiliki

sebuah keyakinan akan roh leluhur. Namun media untuk melakukan sebuah pemujaan

sangatlah sederhana, mereka hanya menggunakan tumpukan batu yang sederhana. Baru

setelah agama Hindu datang ke Bali, tempat pemujaan itu dibentuk dengan konsep yang

dibawa oleh masing-masing orang suci seperti Dang Hyang Siddhimantra, Dang Hyang

Nirartha dan juga 4 putra dari Hyang Geni Jaya, barulah dibuatkan sebuah tempat bernama

Merajan.

Seperti yang tercantum pada beberapa lontar seperti Lontar Loka Pala, Lontar Raja

Purana, Lontar Padma Bhuwana, Lontar Bhumi Kamulan, Lontar Siwa Gama dan juga

Lontar Bhama Krtih, Prakerti, dapat disimpulkan bahwa merajan adalah sebuah tempat suci

untuk memuja kebesaran Tuhan Yang Maha Esa dan juga para roh leluhur. Seluruhnya

adalah sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, dan merupakan sebuah

upaya manusia untuk menuju sebuah keadaan yang sejahtera.

Menurut Ida Bagus Anom pada buku “Tentang Membangun Merajan”, syarat suatu

merajan atau tempat suci menurut agama Hindu antara lain :

a. Arah Gunung yaitu Kaja (Utara)

b. Tempat matahari terbit yakni Timur. Dari gunung Tuhan memberikan sebuah

kehidupan dan matahari itu adalah sebuah simbol dari cahaya terang yang menuntun

manusia. Jadi arah yang paling baik adalah timur laut.

c. Jika terdapat rumah bertingkat, maka sebaiknya tempat paling atas adalah digunakan

untuk merajan

d. Tempat di arah timur laut haruslah ditinggikan agar tidak terkena cucuran atap atau

cucuran dari rumah orang lain

Page 2: Tugas observasi merajan

e. Jika dalam satu pekarangan rumah, arah timur laut tidak memungkinkan, maka

diperbolehkan untuk memakai tempat di barat laut

f. Jika tinggal di kota besar yang tanahnya sempit, maka bisa membuat sebuah pelinggih

turus lumbung yang sah

2.2 Hasil Observasi

Identitas Obyek

Pemilik : I Wayan Armana

Alamat : Jalan Tengal Wangi II, Gg. Ratna Sari No. 58, Denpasar

Luas tanah : 1.12 are

Luas bangunan: 1 area

Fungsi : hunian

Rumah tadisional bali merupakan rumah yang dibangun dengan berlandaskan konsep

Asta Kosala Kosali yang merupakan fengshui-nya Bali yaitu sebuah tata cara, tata letak dan

tata bangunan untuk bangunan tempat tinggal serta bangunan tempat suci yang ada di Bali,

yang disesuikan dengan landasan filosofi, etis dan ritual dengan memperhatikan konsepsi

perwujudan, pemilihan lahan, hari baik (dewasa) membangun rumah , serta pelaksanaan

yadya.

Gambar1. Sanggah yang terdapat pada Jalan Tengal Wangi, Denpasar

Page 3: Tugas observasi merajan

Namun seiringnya perkembangnan zaman konsep Asta Kosala Kosali pada tempat

tinggal yang ada di Bali mulai mengalami penyesuain karena penerapan konsep tersebut sulit

untuk diterapkan dikarenakan oleh beberapa faktor salah satunya yaitu keterbatasan lahan

yang dimiliki untuk membanguan rumah/ tempat tinggal, tetapi kebutuhan ruang yang harus

dimiliki cukup banyak, sehingga muncul bangunan atau rumah bertingkat.

Bangunan atau rumah bertingkat akan berpengaruh terhadap tata letak bangunan dan

tidak tersedinya pekarangan yang cukup pada tempat tinggal tersebut. Dengan sempitnya

pekarangan yang dimiliki sehingga penataan pekaranga sesuai dengan ketentuan Asta Bumi

sulit dilakukan. Dengan demikian membangun atau meletakan tempat pemujaan/ sanggah di

lantai teratas pada bangunan sudah lazim untuk dilakukan karena untuk rumah bertingkat bila

tidak memungkinkan membangun tempat pemujaan di hulu halaman bawah maka

diperbolehkan untuk membuat tempat pemujaan di bagian hulu lantai teratas pada tempat

tinggal tersebut.

Membuat tempat pemujaan di bagian hulu lantai teratas pada tempat tinggal

diperbolehkan karena menurut konsepsi perwujudan perumahan umat hindu murupakan

perwujudan landasan dan tata ruang, tata letak dan atau bangunan yang menerapkan konsep

Tri Angga. Pekarangan Rumah Umat hindu secara garis besar di bagi menjadi 3 bagian

secara vertikal (Tri Angga) yaitu Utama Angga untuk penempatan bangunan yang bernilai

utama(seperti tempat pemujaan ) yang berada di bagian atap. Madyama Angga adalah badan

bangunan yang terdiri dari tiang dan dinding, serta Kanista Angga adalah batur(pondasi).

Jadi penempatan tempat pemujaan (sanggah) di atas sudah termasuk dalam Utama Angga

yang berada pada bagian atas bangunan yang merupakan tempat yang bernilai utama.

Gambar2. Pemesuan sanggah (kiri), Pelinggih Tugu dan Pelinggih Padmasari (kanan)

Page 4: Tugas observasi merajan

Karena perletakan sanggah di atas juga tidak mempunyai luasan yang cukup luas,

pada umumnya sanggah hanya memiliki 2 sampai 3 pelinggih. Seperti salah satu merajan

yang diobservasi di Jalan Tegal Wangi, Denpasar. Hanya terdapat pelinggih Padmasari dan

Tugu. Padmasari merupakan saran pemujaan kepada Sanghyang Tri Purusha, Sanghyang

Widhi dalam manifestasi sebagai Siwa – Sada Siwa – Parama Siwa. Keberadaan bale piyasan

jika memungkinkan diikutsertakan walaupun dengan skala yang lebih kecil. Ruangan tepat di

bawah sanggah, hendaknya tidak digunakan untuk dapur dan kamar mandi. Jika digunakan

sebagai garasi atau membuka akses ekonomis bisnis seperti tempat berjualan bisa saja. Tetapi

yang paling baik digunakan untuk perpustakaan dan tempat menempatkan peralatan upacara.

Satu pendapat kontradiktif yang dipercaya masyarakat Bali terkait dengan keberadaan

sanggah diletakkan di atas adalah tidak adanya pertemuan antara pertiwi dan akasa pada

natah sanggah tersebut. Letak bataran pelinggih yang seharusnya menyentuh tanah, menjadi

melayang. Walaupun pendapat tersebut benar, namun pada kenyataannya keberadaan

sanggah yang berada di atas tidak terlalu dipermasalahkan. Karena sanggah merupakan salah

satu sarana pemujaan, dan tingkat kerohanian seseorang tidak sebatas ada atau tidaknya

sanggah melainkan hubungan pribadi manusia dengan Tuhan.

SUMBER

Anom, Ida Bagus. 2009. Tentang Membangun Mrajan. Denpasar : CV. Kayumas Agung

Andre,Adi. 2012. Makna Palinggih Paumahan, https://ngiringmabasabali.wordpress.com/2012/04/02/makna-palinggih-ring-paumahan/, (diakses 12 April 2015)

Anonim. 2012. Merajan, http://paduarsana.com/tag/sanggah/, (diakses 12 April 2015)