tugas kelompok polin.doc

44
TUGAS KELOMPOK POLITIK INTERNASIONAL A MDGs DALAM MEMERANGI HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT MENULAR LAINNYA DI INDONESIA OLEH KELOMPOK 5 DINDA ISMAYA 1101112686 RAMA DHANI PUTRI 1101121374 GHAZALI HUSEIN 1301113687 HABIBURRAHMAN 1301114018 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

Upload: ramadhanixiahticassiopeiaktf-elfshawol-beautykissmightiam

Post on 15-Nov-2015

6 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

MDGs DALAM MEMERANGI HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT MENULAR LAINNYA DI INDONESIA

OLEH

KELOMPOK 5

DINDA ISMAYA

1101112686

RAMA DHANI PUTRI1101121374

GHAZALI HUSEIN

1301113687

HABIBURRAHMAN1301114018JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS RIAU

2014/2015BAB IPENDAHULUAN

Millennium Development Goals (MDGs) dalam bahasa Indonesia yaitu Tujuan Pembangunan Milenium, yang merupakan sebuah peningkatan kerjasama global untuk mencapai perbaikan kehidupan sosial ekonomi penduduk dunia. Semua negara yang hadir dalam pertemuan tersebut berkomitment untuk mengintegrasikan MDGs sebagai bagian dari program pembangunan nasional dalam upaya menangani penyelesaian terkait dengan isu-isu yang sangat mendasar tentang pemenuhan hak asasi dan kebebasan manusia, perdamaian, keamanan, dan pembangunan. Deklarasi ini merupakan kesepakatan anggota PBB mengenai sebuah paket arah pembangunan global yang dirumuskan dalam beberapa tujuan yaitu:

I. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan

II. Mencapai Pendidikan Dasar untuk semua,

III. Mendorong Kesetaraan Gender, dan Pemberdayaan Perempuan,

IV. Menurunkan Angka Kematian Anak,

V. Meningkatkan Kesehatan Ibu,

VI. Memerangi HIV/AIDs, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya,

VII. Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup, dan

VIII. Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan.

Setiap tujuan menetapkan satu atau lebih target serta masing-masing sejumlah indikator yang akan diukur tingkat pencapaiannya atau kemajuannya pada tahun 2015. Pencapaian delapan sasaran pembangunan dalam MDGs ini adalah sebagai satu paket tujuan yang terukur untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Secara global ditetapkan 18 target dan 48 indikator. Meskipun secara glonal ditetapkan 48 indikator namun implementasinya tergantung pada setiap negara disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan dan ketersediaan data yang digunakan untuk mengatur tingkat kemajuannya. Indikator global tersebut bersifat fleksibel bagi setiap negara.

Deklarasi MDGs merupakan hasil perjuangan dan kesepakatan bersama antara negara-negara berkembang dan maju. Negera-negara berkembang berkewajiban untuk melaksanakannya, termasuk salah satunya Indonesia dimana kegiatan MDGs di Indonesia mencakup pelaksanaan kegiatan monitoring MDGs. Sedangkan negara-negara maju berkewajiban mendukung dan memberikan bantuan terhadap upaya keberhasilan setiap tujuan dan target MDGs. Dan Pencapaian tujuan MDGs bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan seluruh pemangku kepentingan termasuk masyarakat luas. Pada pembahasan kali ini, penulis akan membahas salah satu dari delapan tujuan MDGs, yaitu tujuan ke enam Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular lainnya.1.1HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT MENULAR LAINNYA

Sering kali HIV/AIDS tertulis dan disebut sebagai satu istilah. akan tetapi HIV dan AIDS mempunyai arti yang berbeda. HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. Virus ini merupakan virus yang dapat menyebabkan AIDS. Jika anda terinfeksi HIV, anda akan dikatakan sebagai HIV positif. Virus yang menyebabkan rusaknya/melemahnya sistem kekebalan tubuh manusia. HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung virus HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu. Sedangkan cairan yang tidak berpotensi untuk menularkan virus HIV adalah cairan keringat, air liur, air mata dan lain-lain. Didiagnosa menderita HIV bukan berarti seseorang memiliki AIDS atau mereka akan meninggal. Perawatan akan memperlambat kerusakan pada sistem kekebalan tubuh sehingga orang dengan HIV dapat tetap baik, hidup sehat dan memuaskan.HIV hanya dapat ditularkan melalui:

Seks tanpa pengaman (seks tanpa kondom)

Pemakaian bersama jarum dan peralatan lain untuk menyuntik obat.

Tindik atau tattoo yang tidak steril.

Ibu dan anak selama masa kehamilan, persalinan dan menyusui.

Transfusi darah dan atau produk darah di beberapa negara lain. Di Australia, transfusi darah dan produk darah termasuk aman.

HIV tidak dapat ditularkan melalui:

Batuk

Bersin

Meludah

Berciuman

Menangis (air mata)

Alat-alat makan dan piring

Seprei dan sarung bantal

Toilet dan kamar mandi

Melalui kontak sosial biasa.

Serangga, seperti nyamuk misalnya.

Sementara Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit Plasmodium dan dan dapat ditularkan melalui nyamuk. Orang dengan malaria seringkali mengalami demam dan meggigil dan jika tidak diobati, penderita disa mengalami komplikasi berat dan meninggal. Seseorang dapat terkena malaria antara lain melalui Gigitan nyamuk betina Anopheles, Transfusi darah yang terkontaminasi, dan Suntikan dengan jarum yang sebelumnya telah digunakan oleh penderita malaria. Nyamuk Anopheles penyebab penyakit malaria ini banyak terdapat pada daerah dengan iklim sedang khususnya di benua Afrika dan India. Termasuk juga di Indonesia. Setiap tahunnya, sekitar 1,2 juta orang di seluruh dunia meninggal karena penyakit malaria. Demikian menurut data terbaru yang dimuat dalam jurnal kesehatan Inggris, The Lancet. Angka yang dilansir itu jauh lebih tinggi dari perkiraan WHO tahun 2010 yakni 655.000.

Banyak yang mengira penyakit malaria sama dengan demam berdarah karena punya gejala yang mirip dan sama-sama ditularkan oleh nyamuk. Namun perlu diketahui bahwa keduanya berbeda. Malaria disebabkan oleh nyamuk anopheles yang membawa parasit plasmodium, sementara demam berdarah disebabkan oleh nyamuk Aedes Aegypti yang membawa virus Dengue. Mereka yang memiliki imunitas rendah terhadap malaria memiliki risiko yang lebih besar. Hal ini berlawanan dengan mereka yang tinggal di daerah endemik karena telah memiliki imunitas terhadap malaria. Mereka yang berisiko mengalami malaria antara lain: Anak-anak dan bayi, Pelancong yang datang dari wilayah tanpa malaria, Wanita hamil dan janinnya. Tidak ada vaksin yang efektif untuk melawan malaria. Pada negara-negara endemik cara pencegahannya adalah dengan menjauhkan nyamuk dari manusia dengan memakai obat nyamuk atau jaring nyamuk. Namun, biasanya pemerintah melakukan foging (pengasapan) di tempat-tempat endemik malaria. Kemudian Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan ketika seorang individu terinfeksi oleh organisme patogen, baik virus, bakteri, jamur, ragi, protozoa atau parasit lain. Penyakit menular dapat dikategorikan dalam 2 kelompok yaitu pertama penyakit menular yang masuk katagori Millenium Development Goal (MDC) seperti TBC, Malaria, HIV/AIDS , kedua beberapa penyakit yang potensial menjadi wabah seperti yang akhir-akhir ini terjadi pada masyarakat seperti Chikungnya , Demam Berdarah Dengue (DBD) dan SARS.1.2INTERAKSI HIV-MALARIA

Timbulnya penyakit malaria dapat dicegah dengan profilaksis. Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa penggunaan kotrimoksazol setiap hari adalah efektif untuk mengurangi penyakit malaria. Odha dengan CD4 di bawah 200 seharusnya memakai kotrimoksazol setiap hari untuk mencegah penyakit PCP dan tokso, jadi yang sudah memakai profilaksis ini juga menerima manfaat terhadap malaria. Karena malaria disebabkan oleh parasit, infeksi ini menular dengan cara yang berbeda dengan HIV sebagai virus. Jadi kenyataan bahwa malaria menular melalui gigitan nyamuk bukan berarti HIV juga dapat menular melalui cara yang sama. HIV tidak dapat menular melalui gigitan nyamuk atau serangga lain. Malaria tidak dianggap sebagai infeksi oportunistik. Pada 1998, peninjauan terhadap bebagai penelitian klinis mengambil kesimpulan bahwa tidak ada interaksi antara kedua infeksi, selain peningkatan pada angka malaria plasenta di antara perempuan hamil yang HIV-positif. Namun selama beberapa tahun terakhir ini, ada semakin banyak bukti bahwa HIV mempengaruhi malaria dan sebaliknya.Ada semakin banyak data mengenai interaksi antara HIV/AIDS dan malaria. Dampak dari interaksi ini terutama penting untuk kesehatan reproduksi. Perempuan hamil yang terinfeksi HIV dan malaria bersamaan berisiko tinggi untuk anemia dan infeksi malaria pada plasenta. Oleh karena itu, sebagian yang cukup tinggi dari anak yang terlahir oleh ibu dengan HIV dan malaria mempunyai berat badan yang rendah saat lahir, dan lebih mungkin meninggal pada masa kanak-kanak. Belum jelas apakah malaria waktu hamil meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu-ke-bayi, karena penelitian yang menyelidiki hal ini memberi hasil yang ragu. Di antara orang dewasa, HIV/AIDS mungkin meningkatkan risiko penyakit malaria, terutama pada mereka dengan sistem kekebalan tubuh yang sangat rusak. Di daerah dengan penularan malaria yang tidak stabil, orang dewasa terinfeksi HIV mungkin lebih berisiko mengembangkan malaria yang berat. Orang dewasa HIV-positif dengan jumlah CD4 yang rendah mungkin lebih rentan kegagalan pengobatan dengan obat antimalaria. Lagi pula, peristiwa malaria akut meningkatkan penggandaan (replikasi) virus secara sementara, yang jelas meningkatkan viral load HIV. Sebagai penyebab penting anemia, malaria sering mengakibatkan kebutuhan akan transfusi darah, dan hal ini juga berpotensi menularkan HIV dan infeksi lainAgar mengurangi dampak berbahaya dari infeksi ganda HIV dan malaria, program pencegahan dan pengobatan kedua penyakit harus saling melengkapi dan menguatkan. Ada potensi besar untuk sinergi (dampak dari keduanya lebih daripada jumlah pengaruh masing-masing satu per satu), terutama pada saat adanya komiten politis dan keuangan semakin besar yang disediakan untuk mengurangi beban HIV/AIDS, malaria dan TB. Yang berikut adalah contoh tindakan yang diusulkan oleh WHO: Karena Odha di daerah rawan malaria terutama rentan terhadap malaria, penyediaan pelindungan dengan kelambu diresapi insektisida (obat pembasmi nyamuk) harus diberikan prioritas yang tinggi. Perempuan HIV-positif yang berisiko penularan malaria selalu harus dilindungi dengan kelambu diresapi insektisida, dan sebagai tambahan tergantung pada stadium penyakit HIV harus menerima pengobatan pencegahan sekali-kali (sedikitnya tiga dosis) dengan sulfadoksin-pirimetamin atau profilaksis kotrimoksazol setiap hari. Program penanggulangan kedua penyakit harus bekerja sama untuk memastikan pemberian layanan secara terpadu, terutama dalam rangka layanan kesehatan reproduksi, serta pada tingkat puskesmas, yang harus diberikan alat diagnosis yang lebih baik untuk kedua infeksi, beserta terapi antiretroviral dan obat antimalaria yang lebih efektif dalam rangkaian bekerja sama. Penelitian lanjutan mengenai interaksi antara obat antiretroviral dan antimalaria sangat mendesak.1.3HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT MENULAR LAINNNYA DI INDONESIA

HIV/AIDS

Kasus AIDS pertama kali dilaporkan di Indonesia pada 1987, yang menimpa seorang warga negara asing di Bali. Tahun berikutnya mulai dilaporkan adanya kasus di beberapa provinsi. Sampai akhir September 2003 tercatat ada 1.239 kasus AIDS dan 2.685 kasus HIV1 yang telah dilaporkan. Para ahli memperkirakan bahwa hingga saat ini terdapat antara 90.000130.000 orang Indonesia yang hidup dengan HIV . Sehingga dengan menggunakan perhitungan angka kelahiran sebesar 2,5 persen, diperkirakan terdapat 2.2503.250 bayi yang mempunyai risiko terlahir dengan infeksi HIV. Pola penyebaran infeksi yang umum terjadi adalah melalui hubungan seksual, kemudian diikuti dengan penularan melalui penggunaan napza suntik.Berdasarkan kasus yang terlaporkan, jumlah kasus AIDS di Indonesia sejak 1987 sampai 2002 terus meningkat, menyerang semua kelompok umur khususnya remaja serta kelompok usia produktif. Data pengawasan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta menunjukkan adanya kenaikan infeksi HIV pada pengguna napza suntik dari 15 persen pada 1999 menjadi 47,9 persen pada 2002. AKI di Indonesia masih relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan negaranegara anggota ASEAN. Risiko kematian ibu karena melahirkan di Indonesia adalah 1 dari 65, dibandingkan dengan 1 dari 1.100 di Thailand. Penyebab kematian ibu adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan darah tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi. Perdarahan, yang biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertanggung jawab atas 28 persen kematian ibu. Sebagian besar kasus perdarahan dalam masa nifas.

Selain itu, kelompok berisiko lainnya yang rentan akan virus ini di Indonesia adalah:

Pekerja seks. Industri seks diperkirakan melibatkan 150.000 pekerja seks komersial wanita. Penderita HIV pada wanita berisiko tinggi ini cukup tinggi. Di Merauke, misalnya, 26,5 persen pekerja seks komersial wanita telah terinfeksi HIV. Infeksi ini juga terjadi cukup tinggi pada lembaga pemasyarakatan. Di salah satu lembaga pemasyarakatan di Jakarta, misalnya, 22 persen narapidana telah terinfeksi HIV.

Penggunaan kondom pada hubungan seksual terakhir dilakukan oleh sekitar 41 persen pekerja seks komersial. Diperkirakan ada 710 juta pelangan seks pria di Indonesia, namun survei di tiga kota menunjukkan hanya sekitar 10 persen dari pelanggan yang menggunakan kondom secara konsisten untuk melindungi dirinya dari risiko penularan saat melakukan transaksi seks secara komersial. Survei lainnya di 13 provinsi pada pekerja seks komersial3 menunjukkan bahwa penggunaan kondom pada hubungan seks seminggu terakhir antara 18,9 persen di Karawang dan 88,4 persen di Merauke.

Adapun penyebab mudahnya virus HIV/AIDS ini menyebar adalah:

1. Pengetahuan tentang HIV/AIDS. Persentase anak muda usia 1524 tahun yang mempunyai pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS. dapat diestimasi menggunakan pendekatan indikator dari survei. Pada 2002-2003, 65,8 persen wanita dan 79,4 persen pria usia 1524 tahun telah mendengar tentang HIV/AIDS. Pada wanita usia subur usia 1549 tahun, sebagian besar (62,4 persen) telah mendengar HIV/AIDS, tapi hanya 20,7 persen yang mengetahui bahwa menggunakan kondom setiap berhubungan seksual dapat mencegah penularan HIV/AIDS, dan 28,5 persen mengetahui bahwa orang sehat dapat terinfeksi HIV/AIDS. Sebuah penelitian pada 2002 menunjukkan bahwa 38,4 persen dari pelajar sekolah menengah atas usia 1519 di Jakarta secara benar menunjukkan cara mencegah penularan HIV dan menolak konsepsi yang salah tentang penularan HIV. Penelitian lain di Jawa Barat, Kalimantan Selatan, dan NTTmenunjukkan bahwa 93,3 persen anak muda usia 1524 tahun mengetahui bahwa HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual, tapi hanya 35 persen yang mengetahui bahwa penggunaan jarum suntik bersama dapat menularkan HIV dan 15,2 persen masih percaya bahwa kontak sosial biasa juga dapat menularkan HIV.

2. Meningkatnya Penggunaan Napza Suntik, perilaku berisiko seperti penggunaan jarum suntik bersama, tingginya penyakit seksual menular pada anak jalanan.3. Keengganan Pelanggan Seks Pria Untuk Menggunakan Kondom4. Tingginya Angka Migrasi Dan Perpindahan Penduduk5. Kurangnya Informasi Pencegahan HIV/AIDS.

MALARIA

Seperti yang telah dijelaskan diatas, hampir separuh populasi Indonesiasebanyak lebih dari 90 juta orangtinggal di daerah endemik malaria. Diperkirakan ada 30 juta kasus malaria setiap tahunnya, kurang lebih hanya 10 persennya saja yang mendapat pengobatan di fasilitas kesehatan. Beban terbesar dari penyakit malaria ini ada di provinsi-provinsi bagian timur Indonesia di mana malaria merupakan penyakit endemik. Kebanyakan daerah-daerah pedesaan di luar JawaBali juga merupakan daerah risiko malaria. Di Jawa Tengah dan Jawa Barat, malaria merupakan penyakit yang muncul kembali (re-emerging diseases). Menurut data dari fasilitas kesehatan pada 2001, diperkirakan prevalensi malaria adalah 850,2 per 100.000 penduduk dengan angka yang tertinggi 20 persen di Gorontalo, 13 persen di NTT dan 10 persen di Papua. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 memperkirakan angka kematian spesik akibat malaria di Indonesia adalah 11 per 100.000 untuk laki-laki dan 8 per 100.000 untuk perempuan.

Persentase penduduk yang menggunakan cara pencegahan yang efektif untuk memerangi malaria. Upaya pencegahan difokuskan untuk meminimalkan jumlah kontak manusia dengan nyamuk melalui pemakaian kelambu (bed nets) dan penyemprotan rumah. Manajemen lingkungan dan pembasmian jentik-jentik nyamuk dapat dipakai dalam lingkungan ekologi tertentu, tergantung spesies vektor. Pemakaian kelambu yang direndam insektisida merupakan cara efektif untuk mencegah malaria, terutama untuk kelompok yang paling rawan, yaitu ibu hamil dan anak di bawah lima tahun. Secara nasional, hanya satu dari tiap tiga anak di bawah lima tahun yang tidurnya menggunakan kelambu (32,0 persen), proporsi yang lebih tinggi, yaitu 40,1 persen untuk bayi di bawah umur satu tahun. Kira-kira 0,2 persen anak tidur dalam kelambu yang direndam dengan insektisida. Salah satu hambatan pemakaian dari kelambu secara massal adalah masalah ketidakmampuan keluarga miskin untuk membeli kelambu.

Selain itu, persentase penduduk yang mendapat penanganan malaria secara efektif. Di antara anak di bawah lima tahun (balita) dengan gejala klinis malaria, hanya sekitar 4,4 persen yang menerima pengobatan malaria, sementara balita yang menderita malaria umumnya hanya menerima obat untuk mengurangi demam (67,6 persen). Di Indonesia, pengobatan sendiri merupakan hal penting tetapi terabaikan yang memerlukan penguatan melalui penyuluhan kesehatan.

Penyakit malaria ini juga sangat berdampak buruk terhadap perekonomian Indonesia. Kehilangan pendapatan individu akibat malaria diperkirakan sebesar US$ 56.5 juta setiap tahunnya,belum termasuk kehilangan pendapatan akibat hilangnya investasi bisnis dan pariwisata daerah endemik malaria. Malaria dihubungkan dengan kemiskinan sekaligus sebagai penyebab dan akibat. Malaria sangat mempengaruhi kondisi penduduk miskin di daerah terpencil yang jauh dari jangkauan pelayanan kesehatan. Lingkungan alam seperti air sungai yang tergenang, aliran air selama musim kering, atau genangan air hujan di hutan sangat mempengaruhi tempat perkembang-biakan dan penyebaran malaria melalui nyamuk Anopheles, sementara lingkungan yang tidak sehat juga terjadi akibat lubang-lubang bekas penggalian pasir atau pertambangan, dan kolam-kolam budidaya udang dan ikan yang tidak terpelihara, serta rawa bekas hutan bakau yang menyebabkan meningkatnya penyakit yang ditularkan melalui vektor.

Selain itu, tingginya wabah penyakit malaria di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor di bawah ini:

1. Ketidakstabilan politik, bencana alam, dan perpindahan penduduk ikut mengakibatkan terjadinya wabah (outbreak) dan munculnya daerah-daerah endemik baru.2. Bencana akibat ulah manusia juga berkontribusi pada memburuknya malaria di antara komunitas pengungsi.

3. Tingginya mobilitas penduduk menyebabkan tingginya wabah malaria di daerahdaerah yang sebelumnya telah dideklarasikan sebagai daerah bebas malaria.

4. Tingginya kepadatan penduduk ikut mendorong penduduk berpindah ke hutan atau tepian hutan di mana di daerah itu malaria adalah endemik.

5. Bisnis swasta yang terbengkalai atau tidak terurus selama masa krisis ekonomi seperti budidaya udang dan ikan merupakan tempat yang subur untuk perkembang-biakan nyamuk Anopheles sundaicus atau Anopheles subpictus (akibat sejenis algae yang terdapat di atas permukaan air). Kecenderungan tekanan ekonomi dan gejolak sosial akan berpengaruh terhadap upaya pemberantasan malaria.

Sumber daya manusia secara jumlah dan kualitas yang terbatas juga merupakan salah satu penyebab tingginya penderita malaria di Indonesia. Sejak krisis ekonomi (1997), banyak petugas kesehatan yang pensiun tanpa adanya penggantian petugas yang baru. Di Jawa dan Bali, jumlah Juru Malaria Desa (JMD) menurun. Hal ini mengkhawatirkan karena peran mereka sangat penting dalam deteksi dini dan pengobatan malaria. Di daerah-daerah dengan kejadian malaria yang tinggi yang merupakan sentra-sentra pembangunan ekonomi, tambahan jumlah JMD diperlukan untuk direkrut untuk mengintensifkan deteksi dan pengobatan malaria. Pelatihan penyegaran kembali pun menjadi kegiatan yang sangat penting untuk dilanjutkan.

Dana untuk penanggulangan program malaria yang tidak mencukupi pun menjadi sangat berpengaruh dalam pemberantasan penyakit ini. Perubahan dalam peran dan tanggung jawab yang diasosiasikan dengan desentralisasi dapat menghambat kegiatan pemberantasan malaria. Lebih lagi untuk kegiatan kesehatan masyarakat seperti kegiatan pengawasan penyakit dan pemberantasan nyamukdi mana kelambu dan insektisida untuk penyemprotan rumah secara relatif masih mahal. Tuberkulosis (TB)

Survei prevalensi TB dilaksanakan di sembilan lokasi antara 1964 dan 1986 di Indonesia dengan menggunakan test tuberculin. Survei prevalensi pertama kali (19641965) dilakukan di daerah pedesaan Jawa timur dengan hasil angka prevalensi tuberkulosis 11,7 persen, dan risiko infeksi tahunan 1,64 persen. Pada survei selanjutnya, pada 19841986, median risiko tahunan infeksi sebesar 2,3 persen, dengan kisaran antara 0,73,9 persen. Survei pada 1965 dan 1986 yang dilaksanakan dengan lokasi yang berbeda mendapatkan median risiko tahunan infeksi sebesar 2,5 persen. Dengan menggunakan data survei prevalensi yang telah dilaksanakan, WHO pada 1998 memperkirakan prevalensi nasional sebesar 786 per 100.000 penduduk (kasus baru dan lama), di mana 44 persen adalah kasus BTA posistif (SS+) menular (350 per 100.000).Indonesia berada di urutan ketiga penyumbang kasus tuberkulosis di dunia, dengan sekitar 582.000 kasus baru setiap tahun, 259.970 kasus di antaranya adalah tuberkulosis paru dengan BTA positip (SS+). Artinya, 271 kasus baru per 100.000 penduduk, dan 122 BTA positif per 100.000 penduduk.

Pada 2002, jumlah total kasus tuberkulosis yang dilaporkan (semua bentuk) adalah 155.188, naik dari 92.792 kasus pada 2001. Dari jumlah itu pada 2002 kasus BTA positif dilaporkan 76.230 atau 37,5 per 100.000 penduduk. Berdasarkan perkiraan kasus BTA positif baru, dapat diperhitungkan bahwa sekitar 29,3 persen kasus yang dideteksi. Menggunakan extrapolasi kasar dari perkiraan nasional tentang kejadian tiap provinsi, case detection rate (CDR) tertinggi adalah di Gorontalo dengan 88,5 persen dari perkiraan jumlah kasus, dibandingkan dengan angka 8,4 persen di Maluku Utara. Berdasarkan notikasi case rate, jumlah kasus BTA positif baru per 100.000 penduduk antara 11,5 di Maluku Utara hingga 109,0 di Gorontalo. Sesuai dengan kesepakatan internasional, target angka penemuan kasus baru BTA posistif adalah 70 persen pada 2005. Melihat kecenderungan yang ada, kemungkinan target baru bisa dicapai pada 2013. Karena itu, perlu adanya suatu percepatan peningkatan CDR.

TembakauPenggunaan tembakau merupakan salah satu penyumbang utama sakit di antara penduduk termiskin di Indonesia. Pada 2001 besarnya prevalensi merokok penduduk Indonesia adalah 31.5 persen dengan prevalensi terbesar perokok adalah pria. Prevalensi pada laki-laki sebesar 62.2 persen, dengan tingkat yang lebih tinggi di daerah pedesaan (67,0 persen).23 Di tingkat provinsi, proporsi perokok pria yang tertinggi adalah di Gorontalo (69 persen) dan yang terendah adalah di Bali (45,7 persen).

Di Indonesia dirasakan bahwa orang memperoleh informasi yang cukup untuk menentukan pilihan untuk merokok atau tidak. Akan tetapi, sekitar 70 persen dari perokok di Indonesia mulai merokok ketika berusia 19 tahun, yaitu pada saat mereka mungkin belum bisa mengevaluasi risiko merokok dan sifat nikotin yang sangat adiktif.

Fakta-fakta menyimpulkan bahwa bayi dan anak yang terpapar asap rokok menunjukkan kenaikan tingkat terkena infeksi saluran napas bagian bawah, penyakit telinga bagian tengah, gejala penyakit saluran napas kronik, asma, menurunnya fungsi paru yang berkaitan dengan menurunnya tingkat pertumbuhan paru; dan meningkatkan terjadinya sindrom kematian mendadak (sudden infant death syndrome atau SIDS). Dengan sebagian besar (91,8 persen) perokok yang berumur 10 tahun ke atas menyatakan bahwa mereka melakukan kebiasaan merokok di dalam rumah ketika sedang bersama-sama dengan anggota keluarga lainnya, diperkirakan jumlah perokok pasif anak-anak adalah 43 juta orang.

Pada tingkat sosial, tembakau bukan hanya berpengaruh pada biaya-biaya perawatan kronik bagi mereka yang menderita kanker paru dan penyakit-penyakit lainnya yang berhubungan dengan tembakau, namun juga menurunkan produktivitas para pekerja yang merokok. Kelompok miskin adalah yang paling dirugikan karena penggunaan tembakau itu sendiri. Pada 2001, mereka yang ada di kelompok penduduk termiskin menggunakan 9,1 persen dari pengeluaran bulanan untuk tembakau, sedangkan pada kelompok kaya 7,5 persen. Membelanjakan sumber pendapatan rumah tangga yang sedikit untuk produk-produk tembakau lebih banyak daripada pengeluaran untuk makanan atau keperluan penting lainnya berdampak sangat besar pada kesehatan dan gizi keluarga miskin. Kelompok miskin juga lebih kecil kemungkinannya untuk dapat menjangkau biaya asuransi kesehatan serta perawatan kesehatan untuk kondisi kronik yang berhubungan dengan penggunaan tembakau, seperti kanker paru, penyakit kardiovaskuler, dan hipertensi.

Dengan beban kesehatan yang begitu besar, pendanaan untuk mendukung pengendalian terhadap tembakau relatif masih kecil. Di luar dukungan analitis penting oleh WHO dan Bank Dunia, tidak ada donor utama yang mendukung upaya pengendalian tembakau di Indonesia, dan sumber-sumber pemerintah untuk menangani masalah kesehatan utama ini belum cukup berarti.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1UPAYA PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN TUJUAN KE-6 MDGs (MEMERANGI HIV/AIDS, MALARIA, DAN PENYAKIT MENULAR LAINNYA) DI INDONESIA.Sebagai salah satu anggota PBB, Indonesia memiliki dan ikut melaksanakan komitmen tersebut dalam upaya untuk mensejahterakan masyarakat. Pemerintah Daerah sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) juga ikut serta mendukung komitmen pemerintah tersebut, dengan melaksanakan program dan kegiatan yang bertujuan untuk mencapai target MDGs.

Penanggulangan kemiskinan di Pemerintah Daerah (Pemda) selaras dengan Grand Strategy dilaksanakan melalui 5 (lima) pilar yaitu :

1. Perluasan kesempatan, ditujukan menciptakan kondisi dan lingkungan ekonomi, politik dan sosial yang memungkinkan masyarakat miskin dapat memperoleh kesempatan dalam pemenuhan hak-hak dasar dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan.

2. Pemberdayaan masyarakat, dilakukan untuk mempercepat kelembagaan sosial, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat dan memperluas partisipasi masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin kehormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar.

3. Peningkatan kapasitas, dilakukan untuk pengembangan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha masyarakat miskin agar dapat memanfaatkan perkembangan lingkungan.

4. Perlindungan sosial, dilakukan untuk memberikan perlindungan dan rasa aman bagi kelompok rentan (perempuan kepala rumah tangga, fakir miskin, orang jompo, anak terlantar, kemampuan berbeda (penyandang cacat) dan masyarakat miskin, baik laki-laki maupun perempuan, yang disebabkan antara lain oleh bencana alam, dampak negatif krisis ekonomi, dan konflik sosial.

5. Kemitraan regional, dilakukan untuk pengembangan dan menata ulang hubungan dan kerjasama lokal, regional, nasional dan internasional guna mendukung pelaksanaan keempat strategi di atas.

Strategi penanggulangan kemiskinan melalui perluasan kesempatan kerja, pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas kelembagaan, perlindungan sosial serta kemitraan regional dan antar daerah telah menjadi agenda dan prioritas utama pembangunan serta telah dilaksanakan dalam kurun waktu yang panjang.

Pembangunan bidang pendidikan di daerah selama ini telah dilakukan melalui upaya pengembangan dan relevansi pendidikan sesuai dengan tuntutan perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dan kebutuhan pasar kerja, dengan memerhatikan sistem pendidikan nasional yang berjalan dan juga sasaran komitmen-komitmen internasional di bidang pendidikan seperti Sasaran Pembangunan Milenium (MDGs).

Angka kematian bayi mendapat perhatian secara khusus melalui berbagai program dan kegiatan untuk menekan terjadinya gizi buruk pada balita, beberapa indikator keberhasilan bidang kesehatan ditunjukkan dengan indikator mortalitas yaitu Angka Kematian Bayi (AKB). Sedangkan meningkatnya angka kesehatan ibu ditandai dengan semakin turunnya angka kematian ibu karena proses persalinan serta masih tetap dilaksanakannya program keluarga berencana, hal tersebut tercermin dengan menurunnya Angka Kematian Ibu (AKI).

Berbagai upaya untuk memerangi merebaknya HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya terus dilaksanakan, antara lain dengan mengoptimalkan peran dan fungsi Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) dengan mengintegrasikan lintas sektor dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Peduli AIDS, mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA), mempercepat pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS pada kelompok resiko tertular, ibu dan anak, memudahkan ODHA untuk memperoleh obat Anti Retroviral (ARV) melalui pelayanan di Klinik Voluntary Counseling and Testing (VCT) dan perawatan, dukungan serta pengobatan (Care, Support and Treatment), baik di rumah sakit maupun di komunitas.

Kerjasama sinergis pengelolaan potensi merupakan tantangan pembangunan perwilayahan ke depan yang secara konsisten terus dilaksanakan, hal tersebut mengingat semakin terbatasnya sumber daya alam dan adanya arus perdagangan bebas yang semakin kuat sehingga kawasan strategis perlu didorong dan diperkuat eksistensinya.

A. HIV/AIDS

Target MDGs untuk HIV dan AIDS adalah menghentikan laju penyebaran serta membalikkan kecenderungannya pada 2015. Saat ini, kita belum dapat mengatakan telah melakukan dua hal tersebut karena di hampir semua daerah di Indonesia keadaannya tidak terkendalikan. Kita bisa saja mencapai target ini, namun untuk itu diperlukan satu upaya besar-besaran dan terkoordinasi dengan baik di tingkat nasional. Masalah utama kita saat ini adalah rendahnya kesadaran tentang isu-isu HIV dan AIDS serta terbatasnya layanan untuk menjalankan tes dan pengobatan. Selain itu, kurangnya pengalaman kita untuk menanganinya dan anggapan bahwa ini hanyalah masalah kelompok risiko tinggi ataupun mereka yang sudah tertular. Stigma yang masih kuat menganggap bahwa HIV hanya akan menular pada orang-orang tidak bermoral. Menjadi sebuah tantangan untuk mengajak semua pihak merasakan ini sebagai masalah yang perlu dihadapi bersama. Kondisi ini dapat terlihat secara jelas jika dibandingkan dengan respon terhadap penyakitpenyakit lain seperti malaria dan Tuberculosis (TBC), dimana lebih mudah melibatkan masyarakat karena tidak ada stigma dan diskriminasi terhadap penyakitpenyakit tersebut.

Namun selama 8 tahun terakhir, perkembangan terus dilakukan dalam upaya pengendalian HIV/AIDS di Indonesia, mulai dari

Inovasi pencegahan penularan dari jarum suntik yang disebut Harm Reduction pada tahun 2006;

Pencegahan Penularan Melalui Transmisi Seksual (PMTS) mulai tahun 2010;

Penguatan Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA) pda tahun 2011;

Pengembangan Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) di tingkat Puskesmas pada tahun 2012;

Hingga terobosan paling baru yang disebut Strategic use of ARV (SUFA) dimulai pada pertengahan tahun 2013.

Tahun 2006, epidemi HIV/AIDS di Indonesia paling banyak terdapat di kalangan pengguna narkoba suntik. Maka, penanganan utama saat itu adalah bagaimana mengurangi dampak buruk pada pengguna narkoba suntik (Penasun). Untuk itu, mulai awal tahun 2007 dilaksanakan pengurangan dampak buruk penularan melalui jarum suntik atau harm reduction. Program dilakukan melalui pemberian alat suntik steril, sebagai cara untuk memutus rantai penularan di antara Penasun. Pada saat sama, diselaraskan dengan pemberian layanan Methadone agar secara perlahan, para Penasun tersebut terbebas dari jeratan obat-obatan terlarang. Ini merupakan suatu terobosan yang luar biasa. Karena inovasi tersebut mengubah cara pandang masyarakat yang semula kriminalisasi penasun menjadi upaya pencegahan penularan.

Selanjutnya, tahun 2010 prevalensi penasun sudah mulai menurun secara bermakna, namun mulai muncul kasus HIV pada ibu rumah tangga sehingga mulai diintensifkan upaya pencegahan Penularan Melalui Transmisi Seksual (PMTS). Upaya tersebut diiintegrasikan dalam Strategi dan Rencana Aksi Nasional 2010-2014 (integrasi dalam RPJMN) dengan fokus pada populasi kunci di 141 Kab/Kota prioritas.

Sementara itu, tahun 2011, penularan kepada ibu rumah tangga dan mulai terjadi peningkatan penularan dari Ibu positif HIV kepada bayi-bayi yang dilahirkan. Oleh karena itu, Kemenkes melakukan akselerasi peningkatan cakupan dan layanan Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA), dengan tujuan utama untuk memutus rantai penularan dari orang tua ke bayinya. Hingga akhir tahun 2013, telah terdapat layanan PPIA di 91 RS dan di 23 Puskesmas.

Tahun 2012, mulai ditegaskan agar penanggulangan HIV/AIDS tidak boleh dipisahkan dari prioritas nasional pencapaian Millenium Development Goals ke-6 (MDGs-6). Sejak itulah, mulai dikembangkan Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) di tingkat Puskesmas. Dimana pelayanan HIV/AIDS mulai dari upaya pencegahan, tes HIV sedini mungkin, sampai kepada pengobatan dapat dilaksanakan di tingkat Puskesmas. Akhirnya, terobosan paling anyar diperkenalkan pada pertengahan 2013, dinamakan Strategic use of ARV (SUFA). Merupakan kebijakan baru, yaitu setiap orang yang rentan atau berisiko, ditawarkan untuk melakukan tes. Dan bila hasilnya positif, akan langsung ditawari pemberian obat Antiretroviral (ARV). Seperti kita ketahui, semakin dini penderita HIV diberikan retroviral, maka jumlah virus dalam darahnya menurun dan risiko penularan kepada orang lain juga berkurang, sehingga mutu hidupnya pun menjadi lebih baik.

Pada tahun 2012 dilakukan estimasi jumlah ODHA di Indonesia dan diperoleh hasil 591.823 orang dengan penyebaran di seluruh wilayah dan dapat dikatakan tidak ada satu provinsi pun yang terbebas dari HIV. Data yang dilaporkan Dinas Kesehatan Provinsi sampai dengan Juni 2014, jumlah kumulatif pengidap HIV sebanyak 143.078 orang dan penderita AIDS sebanyak 54.018 orang. Terdapat dua epidemi HIV/AIDS di Indonesia, yaitu: 1) Epidemi terkonsentrasi pada kelompok tertentu yang disebut kelompok berisiko yakni pekerja seks dan pelanggannya, pengguna jarum suntik atau penasun, lelaki seks dengan lelaki (LSL), gay dan waria; serta 2) Generalized Epidemic atau epidemi yang sudah tingkat epidemi HIV di sebagian besar provinsi di Indonesia pada tingkatan epidemi terkonsentrasi kecuali Tanah Papua (Papua dan Papua Barat) yang mempunyai status epidemi meluas rendah atau low generalized epidemic. Prevalensi HIV di Indonesia 0.4% sementara untuk Tanah Papua sebesar 2.3%.

Menkes menyatakan bahwa upaya pengendalian HIV/AIDS dilakukan dengan pendekatan Total Football secara Intensif, menyeluruh, komprehensif dan terkoordinasi (PERPRES 75/2006), melalui upaya-upaya sebagai berikut:

Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, temasuk remaja 15-24 tahun,

Populasi rawan terinfeksi dan ODHA dengan Kampanye Aku Bangga Aku Tahu (ABAT) bagi Remaja untuk peningkatan pengetahuan HIV/AIDS;

Peningkatan upaya pengobatan dan rehabilitasi penderita AIDS di 322 RS Rujukan ARV; serta melakukan upaya monitoring, evaluasi dan penelitian.Sementara berdasarkan Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia, terdapat beberapa kebijakan dan Program dalam mewujudkan Tujuan MDGs yang ke-6 yaitu:

Komitmen nasional dan internasional. Kecepatan penyebaran HIV/AIDS, terutama pada kelompok risiko tinggi, mendapat perhatian utama dari pemerintah. Tanggapan nasional terhadap tingginya tingkat penyebaran penyakit ini adalah cermin dari komitmen internasional, khususnya Declaration of Commitment pada UNGASS HIV/AIDS 2001, Deklarasi ASEAN tentang HIV/AIDS (2001), dan Deklarasi A World Fit for Children (2002). Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia terdiri atas upaya pencegahan; pengobatan, dukungan, dan perawatan bagi orang yang hidup dengan HIV/AIDS; dan pengawasan.

Pencegahan merupakan upaya prioritas dalam penanggulangan HIV/AIDS. Hal ini berkaitan erat dengan situasi penularan HIV/AIDS yang ada di masyarakat. Pencegahan penyakit dilakukan melalui upaya kampanye yang meliputi pemberian informasi, edukasi, dan komunikasi (KIE) sesuai dengan budaya dan agama setempat. Ibu hamil didorong untuk melakukan kunjungan antenatal untuk memperoleh informasi tentang HIV dan konseling. Upaya pencegahan juga ditujukan kepada populasi berisiko tinggi seperti pekerja seks komersial dan pelanggannya, orang yang telah terinfeksi dan pasangannya, para pengguna napza suntik, serta pekerja kesehatan yang mudah terpapar oleh infeksi HIV/AIDS.

Pengobatan, dukungan, dan perawatan bagi orang yang hidup dengan HIV/AIDS dilakukan melalui klinik VCT (Voluntary Counseling and Testing) di sarana kesehatan yang ada. Upaya ini telah dilaksanakan bukan hanya oleh pemerintah tetapi juga oleh beberapa fasilitas kesehatan milik swasta serta lembaga nonpemerintah lainnya. Dalam menjalankan berbagai upaya ini, perlu senantiasa diperhatikan bahwa melayani orang yang hidup dengan HIV/AIDS harus juga melindungi hak asasi manusia melalui berbagai upaya untuk mengurangi dan menghilangkan stigma dan diskriminasi. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan perlu dilakukan berbagai pelatihan dan pendidikan bagi para pekerja lapangan, penyediaan obat yang diperlukan, serta petunjuk pengobatan, dukungan, perawatan, dan konseling.

Pengawasan HIV/AIDS dan infeksi menular seksual adalah salah satu kunci dalam strategi pemantauan kecenderungan prevalensi HIV/AIDS. Kegiatan pengawasan menyangkut pengumpulan, pengolahan, dan analisis data secara sistematik dan terusmenerus. Kegiatan ini akan memberikan informasi tentang jumlah dan prevalensi HIV serta penderita infeksi menular seksual, di berbagai kalangan yang ada dalam masyarakat dengan tingkat risiko yang berbeda, distribusi serta kecenderungannya.

B. Malaria

Kebijakan dan program

Komitmen internasional. Pencegahan malaria akan diintensifkan melalui pendekatan Roll Back Malaria (RBM), suatu komitmen internasional dengan strategi sebagai berikut: deteksi dini dan pengobatan yang tepat; peran serta aktif masyarakat dalam pencegahan malaria; dan perbaikan kualitas dari pencegahan dan pengobatan malaria melalui perbaikan kapasitas personel kesehatan yang terlibat. Yang juga penting adalah pendekatan terintegrasi dari pembasmian malaria dengan kegiatan-kegiatan kesehatan lainnya, seperti Manajemen Terpadu Balita Sakit dan promosi kesehatan.

Strategi dalam pemberantasan malaria antara lain adalah dengan sistem kewaspadaan dini dan upaya penanggulangan epidemi agar tidak semakin menyebar; intensikasi pengawasan, diagnosis awal dan pengobatan yang tepat, dan kontrol vektor secara selektif. Kebijakan-kebijakan yang diambil dalam pemberantasan malaria antara lain penekanan pada desentralisasi, keterlibatan masyarakat dalam pemberantasan malaria, dan membangun kerja sama antarsektor, NGO, dan lembaga donor. Gerakan Berantas Kembali Malaria atau GEBRAK Malaria yang dimulai pada 2000 adalah bentuk operasional dari Roll Back Malaria (RBM). GEBRAK Malaria memprioritaskan kemitraan antara pemerintah, swasta/sektor bisnis, dan masyarakat untuk mencegah penyebaran penyakit malaria.

Kegiatan. Program pemberantasan malaria di Indonesia saat ini terdiri atas delapan kegiatan, yaitu: diagnosis awal dan pengobatan yang tepat; program kelambu dengan insektisida; penyemprotan; pengawasan deteksi aktif dan pasif; survei demam dan pengawasan migran; deteksi dan kontrol epidemik; langkah-langkah lain seperti larvaciding; dan peningkatan kemampuan (capacity building). Untuk menanggulangi galur yang resisten terhadap klorokuin, pemerintah pusat dan daerah akan menggunakan kombinasi baru obat-obatan malaria untuk memperbaiki kesuksesan pengobatan. Karena kombinasi obat-obatan itu sangat mahal, penggunaannya akan ditargetkan di daerah dengan prevalensi resistensi yang tinggi.

Pengawasan Penyakit. Memastikan pelaporan data yang tepat waktu dari fasilitas kesehatan di lapangan, termasuk rumah sakit, untuk memonitor insiden malaria, untuk mendeteksi dan membatasi wabah ledakan malaria, serta melaksanakan survei untuk menghitung prevalensi malaria yang diperlukan merupakan bagian yang esensial dari pengawasan malaria. Dalam pemilihan intervensi yang akurat seperti penyemprotan insektisida diperlukan penelitian lebih dulu untuk menentukan jenis populasi nyamuk dan habitatnya. Idealnya, tiap provinsi perlu melakukan survei secara teratur untuk memonitor daerah-daerah dengan parasit yang resisten terhadap obat-obatan malaria.

C. Tuberkulosis (TB)

Gerdunas. Pemerintah Indonesia menetapkan pengendalian tuberkulosis sebagai prioritas kesehatan nasional. Pada 1999, Menteri Kesehatan mencanangkan Gerakan Nasional Terpadu Pemberantasan Tuberkulosis atau Gerdunas. Gerdunas adalah gerakan inter-sektoral dalam upaya untuk mempromosikan percepatan pemberantasan tuberkulosis. Gerdunas merupakan pendekatan terpadu, mencakup rumah sakit dan sektor swasta dan semua pengambil kebijakan lain, termasuk penderita dan masyarakat.

Pada 2001 semua provinsi dan kabupaten telah mencanangkan Gerdunas, meskipun tidak semua beroperasi penuh. Lebih dari itu sudah adanya Rencana Strategis Program Penanggulangan Tuberkulosis selama lima tahun (20022006), yang membangun fondasi dan pilar-pilar untuk membangun lebih lanjut kegiatan pemberantasan tuberkulosis nasional.

Komitmen internasional. MDG mendukung komitmen politis yang ada untuk menghentikan dan menurunkan penyebaran tuberkulosis pada 2015. Komitmen internasional lain mencakup Deklarasi Amsterdam tahun 2000, di mana Menteri Kesehatan menyetujui untuk mencapai 70 persen angka deteksi kasus pada 2005 dan keberhasilan pengobatan sebesar 85 persen. Sebagai bukti komitmen ini, Pemerintah Indonesia menyediakan sejumlah besar dana untuk pengendalian tuberkulosis, dan telah menjanjikan US$ 19,8 juta untuk obat-obatan dan gaji staf. Anggaran sebesar ini mencakup 54 persen dari kebutuhan seluruhnya sebesar US$ 36,5 juta.

D. Tembakau

Mempertahankan harga tinggi pada produk tembakau. Bank Dunia menyimpulkan bahwa kenaikan harga 10 persen akan menurunkan tingkat permintaan global terhadap tembakau sebesar 48 persen.27 Simulasi-simulasi ini menunjukkan bahwa kenaikan 10 persen di seluruh dunia (melalui peningkatan cukai) dapat mencegah paling sedikit 10 juta kematian yang berhubungan dengan tembakau di seluruh dunia. Karena itu, meningkatkan harga produk tembakau adalah satu-satunya strategi yang paling efektif untuk mengurangi beban kerusakan kesehatan akibat penggunaan tembakau. Di Indonesia, rata-rata cukai rokok sebagai persentase dari harga rokok adalah sekitar 31 persen, yang merupakan cukai terendah di kawasan ini setelah

Larangan menyeluruh terhadap iklan, promosi, dan pemberian sponsor. Iklan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar karena menciptakan kondisi di mana penggunaan tembakau dianggap sebagai sesuatu yang normal, wajar, dan dapat diterima. Hal ini mendorong anak-anak dan remaja untuk mencoba-coba merokok.28 Peraturan yang ada sekarang hanya hanya melarang iklan televisi pada siang hari dan sebagian malam.

Peraturan udara bersih. Sebagian besar orang dewasa dan remaja Indonesia tidak merokok. Peraturan udara bersih diperlukan untuk melindungi mereka yang bukan perokok, baik dewasa maupun anakanak, dari bahaya asap rokok tembakau.

2.2PENCAPAIAN TUJUAN KE-6 MDGs.

Salah satu pekerjaan rumah bagi Kementerian Kesehatan adalah target Millenium Development Goals (MDGs) di bidang HIV-AIDS, karena hampir di seluruh wilayah Indonesia, angka temuan kasus infeksi HIV masih meningkat.Tahun 2012, Indonesia telah menurunkan prevalensi balita dengan berat badan rendah atau kekurangan gizi (MDG-1); pengendalian penyebaran dan penurunan kasus baru Tuberkulosis (TB) telah mencapai target (MDG-6); menurunkan Angka Kematian Bayi dan Balita (MDG-4); mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan kasus baru malaria (MDG-6).

Terkait MDG-6 mengenai HIV/AIDS, data jumlah kasus AIDS sampai dengan 30 Juni 2012, dilaporkan sebanyak 2224 kasus dari 33 provinsi, yang berasal 368 kab/kota. Saat ini, semakin banyak kasus HIV yang dideteksi lebih awal, sehingga kasus AIDS semakin menurun. Sementara itu, angka kematian akibat AIDS saat ini 2,4% (2012). Angka ini menurun tajam dari data sebelumnya 40% (2000).

Jumlah test HIV meningkat tiga kali lipat dari 300.000 orang pada 2009, menjadi hampir 900.000 orang pada 2012. Jumlah ini menandakan bahwa kerjasama antara Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN), Kemkes RI, Dinas Kesehatan di daerah dengan populasi dan jaringan komunitas sudah semakin baik. Menkes menyatakan bahwa sudah diputuskan bahwa penanggulangan AIDS dilakukan bersama-sama dengan Tuberkulosis (TB) dan malaria. AIDS kini tidak lagi dipandang sebagai sebuah penyakit luar biasa yang harus ditangani secara terpisah. Penanggulangan AIDS merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional. Karena itu, dibutuhkan dukungan seluruh masyarakat dan kerjasama berbagai pihak untuk dapat mencapai target tersebut.

Tuberkulosis merupakan satu dari tiga penyakit yang merupakan bagian dari sasaran Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015, selain AIDS dan Malaria. Dalam sambutannya, Menkes menyatakan bahwa capaian Pengendalian Tuberkulosis (TB) di Indonesia telah mendekati target yang ditetapkan. Angka insidens semua tipe TB telah turun dari 343 per 100.000 penduduk(1990) menjadi 189 per 100.000 penduduk (2011). Selanjutnya, angka prevalensi TB turun hampir setengahnya dari 423 per 100.000 penduduk (1990) menjadi 289 per 100.000 penduduk (2011). Sementara angka mortalitas TB menurun lebih dari separuh dari 51 per 100.000 (1990) menjadi 27 per 100.000 penduduk (2011).

Tahun 2013 situasi Tuberkulosis (TB) di Indonesia telah menunjukkan adanya penurunan prevalensi dan kematian akibat TB. Selain itu juga angka notifikasi kasus TB menunjukkan adanya peningkatan meskipun belum maksimal. Prestasi yang paling menggembirakan adalah trend angka keberhasilan pengobatan menunjukkan konsistensi di atas 90% selama beberapa tahun ke belakang. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan dalam kualitas pengobatan pasien TB.

Berbagai terobosan bersejarah telah dilakukan pada Program Nasional Pengendalian TB di Indonesia, diantaranya 1) Pendekatan Public-Private Mix (PPM) untuk pelayanan TB dengan pelibatan sektor pemerintah dan swasta, 2) Pengembangan Pelayanan Pasien TB MDR, 3) Penggunaan Rapid Diagnostic untuk TB Resistan Obat, 4) Penguatan peran pasien dalam pengendalian TB, 5) Disusunnya Exit Strategy untuk GF ATM, sehingga untuk ke depannya Program Pengendalian TB tidak bergantung kepada donor.

Selanjutnya, banyak hal yang telah dicapai dalam penanggulangan TB di Indonesia, diantaranya: Sejak 1995, sebanyak 20 juta orang diselamatkan dan 51 juta pasien disembuhkan; Sejak 2010, Angka kesembuhan mencapai 87 %; MDG TB telah tercapai sebelum waktu yang ditetapkan; serta banyak terobosan seperti pemakaian alat diagnostik cepat untuk TB dan TB MDR.

Malaria. Eliminasi Malaria adalah komitmen global yang disepakati pada Sidang Majelis Kesehatan Sedunia atau World Health Assembly (WHA) 2007. Mengutip data World Malaria Report 2012, dari 104 negara endemis malaria, terdapat 79 negara yang diklasifikasikan berada dalam fase pemberantasan Malaria, 10 negara dalam fase pre-eliminasi dan 10 negara lainnya sudah berada dalam fase eliminasi.

Indonesia bertekad kuat mencapai eliminasi Malaria. Mulai 2007, Indonesia secara bertahap akan mencapai eliminasi Malaria. Selambat-lambatnya pada 2030, Indonesia ditargetkan mencapai tahap eliminasi atau bebas malaria. Tahun 2013, salah satu wilayah yang telah mencapai tahap bebas Malaria adalah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Menkes sangat mengharapkan kegiatan surveilans Malaria di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu dapat dilakukan dengan baik, agar status eliminasi yang sudah tercapai tetap terjaga. Hal ini juga dibuktikan dalam lima tahun terakhir, Angka Kesakitan Malaria atau Annual Paracite Incidence (API) telah berhasil diturunkan dari 1,96 per 1000 penduduk (2008) menjadi 1,69 per 1000 penduduk (2012). Upaya keras sangat dibutuhkan agar Indonesia dapat menurunkan angka API sesuai dengan target Millenium Development Goals (MDGs) 2015 yaitu 1 per 1000 penduduk. Data menunjukkan, sebanyak 17 dari 33 Provinsi yang memiliki nilai API < 1 per 1000 penduduk. Selanjutnya, 10 Provinsi lainnya memiliki nilai API diantara 1-5 per 1000 penduduk. Sementara 6 Provinsi lainnya, memiliki nilai API > 5 per 1000 penduduk, bahkan ada provinsi yang memiliki nilai API > 50 per 1000 penduduk.BAB III

KESIMPULAN

Komitmen Indonesia untuk mencapai tujuan MDGs mencerminkan komitmen negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dan berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dunia. MDGs merupakan acuan penting dalam penyusunan dokumen RPJPN 2005-2025, RPJMN 2004-2009 dan 2010-2014, RKP Tahunan, dan APBN. Berdasarkan Pencapaian MDGs dan Tindak Lanjut Pasca 2015, yang disampaikan oleh Dra. Nina Sardjunani, MA, Deputi Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan, Kementerian PPN/Bappenas, yang disampaikan dalam Dialog Perencanaan Pembangunan Berkelanjutan 2015-2019, dapat diketahui bahwa Capaian Tujuan MDGs 2013 :

1. Tujuan MDGs yang telah tercapai;2. Tujuan MDGs yang telah menunjukkan kemajuan signifikan dan diharapkan dapat tercapai pada tahun 2015 (on-track);3. Tujuan MDGs yang telah menunjukkan kemajuan namun masih diperlukan kerja keras.

Pencapaian diatas tentu saja berlaku pada Tujuan ke-6 MDGs yaitu Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular lainnya. Dimana Tingkat prevalensi HIV/AIDS yang cenderung meningkat di Indonesia, terutama pada kelompok risiko tinggi, yaitu pengguna narkoba suntik dan pekerja seks. Jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan di Indonesia meningkat dua kali lipat antara tahun 2004 dan 2005. Angka kejadian malaria per 1.000 penduduk menurun dari 4,68 pada tahun 1990 menjadi 1,85 pada tahun 2009 menunjukkan penurunan yang cukup signifikan sampai tahun 2013.

Sementara itu, pengendalian penyakit Tuberkulosis yang meliputi penemuan kasus dan pengobatan telah mencapai target. Pendekatan untuk mengendalikan penyebaran penyakit ini terutama diarahkan pada upaya pencegahan dan pengarusutamaan ke dalam sistem pelayanan kesehatan nasional. Selain itu, pengendalian penyakit harus melibatkan semua pemangku kepentingan dan memperkuat kegiatan promosi kesehatan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.Pencapaian tujuan MDGs memang membutuhkan dana yang sangat besar, partisipasi dan kerjasama seluruh komponen bangsa baik di tingkat nasional maupun lokal menjadi penentu MDGs. Masyarakat sipil, kalangan swasta, organisasi kemasyarakatan, media dan akademisi/perguruan tinggi hendaknya dapat meningkatkan peran guna membantu pemerintah dalam mendukung pencapaian MDGs, terutama dalam pengurangan angka kemiskinan. Tanpa MDGs, masyarakat miskin di perkotaan/di perdesaan termasuk di pelosok Indonesia telah berupaya mencari solusi hidupnya dengan cara-cara mereka sendiri. Karena itulah MDGs harus diimplementasikan, bukan sekedar wacana, iklan atau slogan. Melainkan merupakan bagian yang harus berkelanjutan diperjuangkan oleh pemerintah bersama seluruh stakeholder yang ada.DAFTAR PUSTAKAAkibat-akibat yang ditimbulkan oleh HIV/AIDS. Diakses dari: http://www.mhahs.org.au/index.php?option=com_content&view=article&id=243&Itemid=1091&lang=en&showall=1BERSAMA CAPAI ZERO INFECTION, ZERO AIDS RELATED DEATH, DAN ZERO STIGMA DISCRIMINATION http://www.depkes.go.id/article/view/2258/bersama-capai-zero-infection-zero-aids-related-death-dan-zero-stigma-discrimination.htmlHIV/AIDS Diakses dari: http://www.aids-ina.org/modules.php?name=FAQ&myfaq=yes&id_cat=1&categories=HIV-AIDShttp://medicastore.com/penyakit/792/Malaria.htmlhttp://www.spiritia.or.id/cst/bacacst.php?artno=1049&menu=koinfmenuINILAH TEROBOSAN SELAMA 8 TAHUN PENGENDALIAN HIV/AIDS DI INDONESIA. Diakses dari: http://www.depkes.go.id/article/view/201408140002/inilah-terobosan-selama-8-tahun-pengendalian-hiv-aids-di-indonesia.htmlMENKES: SEBAGIAN BESAR SASARAN MDGS AKAN TERCAPAI. Diakses dari: http://www.depkes.go.id/article/view/2127/menkes-sebagian-besar-sasaran-mdgs-akan-tercapai.htmlMENKES SERAHKAN SERTIFIKAT ELIMINASI MALARIA PERTAMA DI INDONESIA http://www.depkes.go.id/article/view/2288/menkes-serahkan-sertifikat-eliminasi-malaria-pertama-di-indonesia.htmlTujuan 6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit Menular Lainnya. Diakses dari: http://www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/IndonesiaMDG_BI_Goal6.pdf

Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh HIV/AIDS. Diakses dari: http://www.mhahs.org.au/index.php?option=com_content&view=article&id=243&Itemid=1091&lang=en&showall=1

HIV/AIDS Diakses dari: HYPERLINK "http://www.aids-ina.org/modules.php?name=FAQ&myfaq=yes&id_cat=1&categories=HIV-AIDS" http://www.aids-ina.org/modules.php?name=FAQ&myfaq=yes&id_cat=1&categories=HIV-AIDS

HYPERLINK "http://medicastore.com/penyakit/792/Malaria.html" http://medicastore.com/penyakit/792/Malaria.html

http://www.spiritia.or.id/cst/bacacst.php?artno=1049&menu=koinfmenu

Tujuan 6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit Menular Lainnya. Diakses dari: HYPERLINK "http://www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/IndonesiaMDG_BI_Goal6.pdf" http://www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/IndonesiaMDG_BI_Goal6.pdf

Ibid

Ibid

Ibid.

INILAH TEROBOSAN SELAMA 8 TAHUN PENGENDALIAN HIV/AIDS DI INDONESIA. Diakses dari: http://www.depkes.go.id/article/view/201408140002/inilah-terobosan-selama-8-tahun-pengendalian-hiv-aids-di-indonesia.html

MENKES: SEBAGIAN BESAR SASARAN MDGS AKAN TERCAPAI. Diakses dari: http://www.depkes.go.id/article/view/2127/menkes-sebagian-besar-sasaran-mdgs-akan-tercapai.html

Tujuan 6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit Menular Lainnya. Diakses dari: HYPERLINK "http://www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/IndonesiaMDG_BI_Goal6.pdf" http://www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/IndonesiaMDG_BI_Goal6.pdf

MENKES: SEBAGIAN BESAR SASARAN MDGS AKAN TERCAPAI http://www.depkes.go.id/article/view/2127/menkes-sebagian-besar-sasaran-mdgs-akan-tercapai.html

BERSAMA CAPAI ZERO INFECTION, ZERO AIDS RELATED DEATH, DAN ZERO STIGMA DISCRIMINATION http://www.depkes.go.id/article/view/2258/bersama-capai-zero-infection-zero-aids-related-death-dan-zero-stigma-discrimination.html

MENKES SERAHKAN SERTIFIKAT ELIMINASI MALARIA PERTAMA DI INDONESIA http://www.depkes.go.id/article/view/2288/menkes-serahkan-sertifikat-eliminasi-malaria-pertama-di-indonesia.html