tugas kelompok pak marja1

24
TUGAS KEBIJAKAN MONETER DAN PERBANKAN DR. MARJA SINURAT, M.PD 2013 IMPLEMENTASI PENARGETAN INFLASI INDONESIA Pengaruhnya Terhadap Nilai Tukar Dan Koordinasi, Transparansi, Dan Akuntabilitas Dalam Penargetan Inflasi KELOMPOK II Oleh: 1. DENI JANUAR 2. M. IKHWAN CAHYADI 3. OKTIANA TANGKIS INUJI 4. RISKA AMELIA 5. SURMAYANTI ISNAENI 6. ZAHRATUL JANNAH E. P. INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI 20131

Upload: ipdn

Post on 12-Jun-2015

522 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas kelompok pak marja1

TUGAS KEBIJAKAN MONETER DAN PERBANKAN DR. MARJA SINURAT, M.PD

2013

IMPLEMENTASI PENARGETAN INFLASI

INDONESIA Pengaruhnya Terhadap Nilai Tukar

DanKoordinasi, Transparansi, Dan Akuntabilitas

Dalam Penargetan Inflasi

KELOMPOK IIOleh:

1. DENI JANUAR2. M. IKHWAN CAHYADI3. OKTIANA TANGKIS INUJI4. RISKA AMELIA5. SURMAYANTI ISNAENI6. ZAHRATUL JANNAH E. P.

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI20131

Page 2: Tugas kelompok pak marja1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas akademis, yang merupakan kegiatan yang wajib diikuti oleh Wasana Praja program studi Manajemen Keuangan, dalam mata kuliah Kebijakan Moneter dan Perbankan.

Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapatkan bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, penyusunan ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang terkait.

Penyusun menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik, saran, petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak sangat diharapkan guna perbaikan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 21 Nopember 2013

Penyusun

Page 3: Tugas kelompok pak marja1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

1.2 TUJUAN PENULISAN

1.3 IDENTIFIKASI MASALAH

BAB II PEMBAHASAN

2. 1 INFLASI DAN RESPONS TERHADAP NILAI TUKAR

2. 1. 1. Inflasi

2.1.2 Strategi Kebijakan Moneter yang Optimal Salah Satunya dengan Menggunakan Inflation

Targeting

2.1.3 Pengaruh Inflasi Terhadap Nilai Tukar

2.1.4. Teori Purchasing Power Parity

2.2 KOORDINASI, TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS DALAM PENARGETAN INFLASI

2. 2.1 Koordinasi

2.2.2 Transparansi

2.2.3 Akuntabilitas

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

3.2 SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Tugas kelompok pak marja1

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kestabilan harga dan nilai tukar merupakan prasyarat bagi pemulihan ekonomi karena tanpa itu aktivitas ekonomi masyarakat, sektor usaha, dan sektor perbankan akan terhambat. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan kiranya jika fokus utama kebijakan moneter Bank Indonesia selama krisis ekonomi ini adalah mencapai dan memelihara kestabilan harga dan nilai tukar rupiah. Apalagi Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia secara jelas menyebutkan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang di dalamnya mengandung pengertian kestabilan harga (laju inflasi) dan kestabilan nilai tukar rupiah. Untuk mencapai tujuan di atas, Bank Indonesia hingga saat ini masih menerapkan kerangka kebijakan moneter yang didasarkan pada pengendalian jumlah uang beredar atau yang di kalangan akademisi dikenal sebagai quantity approach. Di dalam kerangka tersebut Bank Indonesia berupaya mengendalikan uang primer (base money) sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. Dengan jumlah uang primer yang terkendali maka perkembangan jumlah uang beredar, yaitu M1 dan M2, diharapkan juga ikut terkendali. Selanjutnya, dengan jumlah uang beredar yang terkendali diharapkan permintaan agregat akan barang dan jasa selalu bergerak dalam jumlah yang seimbang dengan kemampuan produksi nasional sehingga harga-harga dan nilai tukar dapat bergerak stabil.

Dengan menggunakan kerangka kebijakan moneter seperti telah diuraikan di atas, Bank Indonesia pada periode awal krisis ekonomi menerapkan kebijakan moneter ketat untuk mengembalikan stabilitas moneter. Upaya pemulihan kestabilan moneter melalui penerapan kebijakan moneter ketat yang dibantu dengan upaya pemulihan kepercayaan masyarakat kepada perbankan nasional. Pertumbuhan uang beredar yang melambat dan suku bunga simpanan di perbankan yang tinggi telah mengurangi peluang dan hasrat masyarakat dalam memegang mata uang asing sehingga tekanan depresiasi rupiah berangsur surut.

Dalam perkembangan selanjutnya, laju inflasi yang sangat rendah dan nilai tukar rupiah yang telah jauh menguat dibandingkan di masa puncak krisis telah memberikan ruang gerak bagi Bank Indonesia untuk memperlonggar kebijakan moneter dan mendorong penurunan suku bunga domestik. Penurunan suku bunga SBI yang cukup tajam itu diikuti oleh suku bunga pasar uang antarbank (PUAB) dan simpanan perbankan dengan laju penurunan yang hampir sama. Suku bunga kredit (kredit modal kerja) pun mengalami penurunan meskipun tidak secepat dan sebesar penurunan suku bunga simpanan perbankan. Penurunan laju inflasi, penguatan nilai tukar rupiah, dan penurunan suku bunga membentuk suatu lingkaran yang saling memperkuat (virtuous circle) sehingga membuka peluang bagi pemulihan ekonomi. Tanda-tanda awal kebangkitan ekonomi Indonesia mulai muncul sejak triwulan I 1999 ketika PDB riil dalam triwulan tersebut untuk pertama kalinya sejak 1997 mencatat pertumbuhan triwulanan positif.

Page 5: Tugas kelompok pak marja1

Bagi masyarakat secara umum, kestabilan harga merupakan sesuatu yang sangat penting khususnya bagi golongan masyarakat berpendapatan tetap. Inflasi yang tinggi seringkali dikategorikan sebagai musuh masyarakat nomor satu karena dapat menggerogoti daya beli dari pendapatan yang diperoleh masyarakat. Bagi kalangan dunia usaha, inflasi yang tinggi akan sangat menyulitkan kalkulasi perencanaan bisnis dan dengan demikian akan berdampak buruk bagi aktivitas perekonomian dalam jangka panjang. Bagi banyak ekonom, telah terbentuk semacam kesepakatan bahwa inflasi yang tinggi akan berdampak buruk bagi proses pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Bahkan, penelitian dengan menggunakan panel data dari beberapa negara membuktikan bahwa laju inflasi yang moderat sekalipun dapat berdampak buruk bagi proses pertumbuhan ekonomi.

1.2. Tujuan Penulisan Makalah

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal berikut:

- Implementasi Penargetan inflasi di Indonesia dan responnya terhadap nilai tukar

- Penjelasan tentang teoti PPP (Purchasing Power Parity) / Hukum Satu Harga dalam pelaksanaan penargetan inflasi

- Pelaksanaan Koordinasi, Transparansi dan akuntabilitas dalam implementasi penargetan inflasi di Indonesia

1.3 Identifikasi Masalah

§ Apa yang dimaksud dengan inflasi?

§ Apa yang dimaksud dengan penargetan inflasi ?

§ Bagaimanan hubungan penargetan inflasi dengan responnya terhadap nilai tukar ?

§ Apa yang dimaksud dengan Teori PPP (Purchasing Power Parity) ?

§ Apa saja kelemahan dari teor PPP ?

§ Bagaimana koordinasi dalam impelementasi penargetan inflasi ?

§ Bagaimana Transparansi dalam implementasi penargetan inflasi ?

§ Bagaimana Akuntabilitas dalam implementasi penargetan inflasi ?

Page 6: Tugas kelompok pak marja1

BAB II

PEMBAHASAN

2. 1 INFLASI DAN RESPONS TERHADAP NILAI TUKAR

2. 1. 1. Inflasi

Dalam ilmu ekonomi, inflasi merupakan suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinyu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinyu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secar terus-menerus dan saling mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.

Inflasi memiliki dampak posistif dan dampak negatif tergantung parah atau tidaknya inflasi yang terjadi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang posistif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung, dan melakukan investasi. Sebaliknya alam masa inflasi yang parah yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi) keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung atau melakukan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.

Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh, seorang pensiunan pegawai negri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 atau 13 tahun kebudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunannya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.

Page 7: Tugas kelompok pak marja1

Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang karena untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.

Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.

Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi dari pada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi meneybabkan naiknya biaya prodduksi hingga pada akhirnya merugikan produsen maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, tidak sanggup mengikuti laju inflasi usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).

Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

Cara mengatasi inflasi:

1. pemerintah berusaha menekan inflasi serendah-rendahnya karena inflasi tidak dapat dihapuskan sama sekali.

2. Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga.

3. Kebijakan moneter dengan cara bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar sehingga akan terjadi perubahan jumlah uang yang beredar.

4. Memperkuat Politik diskonto (discount policy), yaitu politik bank sentral untuk mempengaruhi peredaran uang dengan jalan menaikan dan menurunkan tingkat bunga.

5. Kebijakan Pasar Terbuka (open market policy) yaitu dengan jalam membeli atau menjual surat-surat berharga.

6. menentukan cash ratio yaitu angka perbandingan minimum antara uang tunai yang dimiliki oleh bank umum dengan jumlah uang giral (cek.giro dan sebagainya) yang dikeluarkan oleh bank yang bersangkutan.

7. Menurunkan cadangan minimum sehingga jumlah uang yang beredar cenderung naik dan sebaliknya jika cadangan minimum dinaikan jumlah uang yang beredar cenderung turun.

Page 8: Tugas kelompok pak marja1

2.1.2 Strategi Kebijakan Moneter yang Optimal Salah Satunya dengan Menggunakan Inflation Targeting

Inflation targeting adalah sebuah kerangka kebijakan moneter yang dicirikan paling tidak oleh tiga hal. Pertama, kebijakan moneter diarahkan secara eksplisit pada pencapaian target inflasi yang diumumkan secara eksplisit kepada publik. Kedua, dalam framework ini, kebijakan moneter dilakukan dengan merespon perkembangan inflasi ke depan (forward looking). Ketiga, kebijakan moneter dilakukan secara transaparan dengan akuntabilitas yang terukur. Inflation targeting mendorong peningkatan “good governance” dari sebuah bank sentral, terutama dengan adanya elemen transparansi dan akuntabilitas. Inflation targeting yang disertai transparansi memberikan kontribusi yang positif bagi pencapaian stabilitas harga pada khususnya dan perekonomian maupun pasar keuangan pada umumnya. Pertama, dengan keterbukaan dan transparansi menciptakan insentif bagi bank sentral untuk secara berhati-hati menetapkan target inflasi dan mengoptimalkan seluruh upaya dan respon kebijakan moneter untuk mencapai target tersebut. Kedua, transparansi kebijakan moneter dapat mengurangi volatilitas pasar sehingga mengurangi biaya inflasi pada perekonomian. Implikasinya adalah dengan diumumkannya target inflasi kepada publik akan mengurangi ketidakpastian ekspektasi inflasi ke depan. Ketidakpastian tentang arah kebijakan bank sentral juga seringkali menciptakan volatilitas di pasar keuangan. Biaya ekonomi yang ditimbulkan oleh inflasi seringkali bersumber dari volatilitas atau ketidakpastian inflasi daripada disebabkan oleh tingkat inflasi itu sendiri. Dengan berkurangnya ketidakpastian berarti berkurangnya biaya yang ditimbulkan oleh inflasi. Ketiga, inflation targeting dengan transparansi kebijakan membantu membangun kredibilitas bank sentral dalam kebijakan moneter melalui komitmen pencapaian target inflasi. Kredibilitas ini sangat diperlukan bagi bank sentral karena mempengaruhi publik dalam membuat ekspektasi inflasi. Pasca IMF, membangun kredibilitas kebijakan moneter ini menjadi lebih penting, mengingat selama ini IMF secara rutin memonitor kebijakan moneter sehingga mendorong kebijakan moneter dilakukan secara disiplin. Dengan diumumkannya target inflasi dan kebijakan moneter yang akan dilakukan, bank sentral terdorong untuk disiplin. Dengan meningkatnya kredibilitas akan mempermudah kebijakan moneter mempengaruhi ekspektasi inflasi sehingga tujuan stabilitas harga lebih mudah dicapai dengan biaya yang lebih murah.

Page 9: Tugas kelompok pak marja1

2.1.3 Pengaruh Inflasi Terhadap Nilai Tukar

Pada dasarnya kenaikan tingkat inflasi menunjukkan pertumbuhan perekonomian, namun dalam jangka panjang, tingkat inflasi yang tinggi dapat memberikan dampak yang buruk. Tingginya tingkat inflasi menyebabkan harga barang domestik relatif lebih mahal dibanding dengan harga barang impor. Harga yang lebih mahal menyebabkan turunya daya saing barang domestik di pasar internasional. Masyarakat terdorong untuk membeli barang impor yang relatif lebih murah. Hal ini berdampak pada turunnya nilai ekspor dan naiknya nilai impor.

Transaksi terhadap barang dan jasa impor membutuhkan konversi mata uang domestik menjadi mata uang asing. Meningkatnya permintaan mata uang asing cenderung melemahkan mata uang domestik. Dengan kata lain, kenaikan harga yang menyebabkan kenaikan tingkat inflasi cenderung menurunkan daya saing dan melemahkan nilai mata uang domestik.

Ada dua pendekatan yang bisa digunakan untuk memprediksi pengaruh perubahan inflasi terhadap perubahan kurs:

Pendekatan Pertama:

Inflasi diartikan sebagai kenaikan harga komoditi, kemudian perubahan harga komoditi ini digunakan sebagai acuan untuk memprediksi pergerakan kurs.

Nilai mata uang dari negara yang mengalami inflasi tinggi atau lebih tinggi dari negara lain akan mengalami depresiasi. Jika tingkat inflasi di Amerika lebih tinggi daripada tingkat inflasi di Inggris, maka Dollar Amerika mengalami depresiasi dan Poundsterking Inggris terapresiasi.

Pendekatan Kedua:

Inflasi diartikan sebagai penurunan nilai mata uang, kemudian perubahan nilai mata uang ini digunakan sebagai acuan untuk memprediksi pergerakan kurs.

Mata uang dari negara yang mengalami inflasi lebih tinggi cenderung mengalami apresiasi. Jika inflasi di Amerika lebih tinggi daripada di Inggris, maka kurs GBP/USD mengalami penurunan. Pondsterling Inggris mengalami depresiasi sedangkan Dollar Amerika mengalami apresiasi.

Kedua pendekatan di atas memberi hasil yang saling berlawanan. Ketika inflasi diartikan sebagai kenaikan harga komoditi, kemudian harga komoditi digunakan sebagai acuan untuk memprediksi pergerakan kurs, maka mata uang dari negara yang memiliki tingkat inflasi lebih tinggi cenderung mengalami depresiasi. Ketika inflasi diartikan sebagai penurunan nilai mata uang, kemudian nilai mata uang digunakan sebagai acuan untuk memprediksi pergerakan kurs,

Page 10: Tugas kelompok pak marja1

maka mata uang dari negara yang memikili tingkat inflasi lebih tinggi cenderung mengalami apresiasi.

2.1.4. Teori Purchasing Power Parity

Pengaruh tingkat inflasi terhadap kurs mata uang asing dapat dijelaskan dengan teori purchasing power parity (PPP Theory) atau paritas daya beli. Teori ini diperkenalkan oleh Gustav Cassel setelah Perang Dunia I. Berdasarkan teori PPP relatif dapat diketahui bahwa kurs mata uang akan berubah untuk mempertahankan daya belinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kurs mata uang asing mencerminkan perbandingan antara nilai mata uang satu negara dengan negara lainnya yang ditentukan oleh daya beli dari masing-masing negara.

Teori ini berbunyi sebagai berikut:

“The price of a good in one country should equal the price of the same good in another country, exchanged at the current rate.” (Luca, 1995)

Teori ini menyatakan bahwa harga barang di suatu Negara harus sama dengan harga barang serupa di Negara lain sesuai dengan tingkat nilai tukar yang berlaku antarkedua negara tersebut. Teori ini disebut The Law of One Price. Contoh: harga sepotong roti di Amerika Serikat adalah 1 Dolar AS.

Apabila nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS yang berlaku saat ini adalah Rp 8.000,00/USD, menurut asumsi The Las of One Price, harga sepotong roti di Indonesia harus Rp 8.000,00. Jadi, di mana pun kita membeli roti, apakah itu di Amerika Serikat atau di Indonesia, harganya adalah sama, sesuai dengan perbandingan tingkat nilai tukar yang berlaku antarkedua Negara tersebut.

Ada beberapa kelemahan dari “hukum satu harga”,yaitu :1. Biaya transportasi, hambatan perdagangan, dan biaya transaksi lainnya, bisa menjadi

signifikan.2. Harus ada pasar yang kompetitif untuk barang dan jasa di kedua negara.3. Hukum satu harga hanya berlaku untuk barang yang diperjual-belikan; barang tidak

bergerak seperti rumah, dan banyak layanan yang bersifat lokal, tidak dapat diperdagangkan antar negara.

Page 11: Tugas kelompok pak marja1

2.2 KOORDINASI, TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS DALAM PENARGETAN INFLASI

2. 2. 1 Koordinasi

Mengingat bahwa laju inflasi di Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh faktor permintaan (demand pull) namun juga faktor penawaran (cost push), maka agar pencapaian sasaran inflasi dapat dilakukan dengan efektif, kerjasaama dan koordinasi antara pemerintah dan BI melalui kebijakan makroekonomi yang terintegrasi sangatlah diperlukan. Sehubungan dengan hal tersebut, di tingkat pengambil kebijakan, Bank Indonesia dan Pemerintah secara rutin menggelar Rapat Koordinasi untuk membahas perkembangan ekonomi terkini. Di sisi lain, Bank Indonesia juga kerap diundang dalam Rapat Kabinet yang dipimpin oleh Presiden RI untuk memberikan pandangan terhadap perkembangan makroekonomi dan moneter terkait dengan pencapaian sasaran inflasi. Koordinasi kebijakan fiskal dan moneter juga dilakukan dalam penyusunan bersama Asumsi Makro di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dibahas bersama di DPR. Selain itu, Pemerintah juga berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam melakukan pengelolaan Utang Negara.

Di tataran teknis, koordinasi antara Pemerintah dan BI telah diwujudkan dengan membentuk Tim Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat sejak tahun 2005. Anggota TPI, terdiri dari Bank Indonesia dan departmen teknis terkait di Pemerintah seperti Departemen Keuangan, Kantor Menko Bidang Perekonomian, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Departemen Perhubungan, dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Menyadari pentingnya koordinasi tersebut, sejak tahun 2008 pembentukan TPI diperluas hingga ke level daerah. Ke depan, koordinasi antara Pemerintah dan BI diharapkan akan semakin efektif dengan dukungan forum TPI baik pusat maupun daerah sehingga dapat terwujud inflasi yang rendah dan stabil, yang bermuara pada pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan berkelanjutan.

Page 12: Tugas kelompok pak marja1

Koordinasi Antara Bank Indonesia dan Pemerintah Dalam Pengendalian Inflasi

Menyadari pentingnya peran koordinasi dalam rangka pencapaian inflasi yang rendah dan stabil, Pemerintah dan Bank Indonesia membentuk Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di level pusat sejak tahun 2005. Penguatan koordinasi kemudian dilanjutkan dengan membentuk Tim Pengendalian Inflasi di level daerah (TPID) pada tahun 2008. Selanjutnya, untuk menjembatani tugas dan peran TPI di level pusat dan TPID di daerah, maka pada Juli 2011 terbentuk Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID yang diharapkan dapat menjadi katalisator yang dapat memperkuat efektivitas peran TPID. Keanggotaan Pokjanas TPID adalah Bank Indonesia, Kemenko Perekonomian dan Kemendagri.

2.2.2 Transparansi

Agar kebijakan moneter dapat berkerja secara efektif, komunikasi yang terbuka antara Bank Indonesia dengan masyarakat sangat dibutuhkan. Oleh karenanya, kebijakan moneter Bank Indonesia senantiasa dikomunikasikan secara transparan kepada masyarakat. Komunikasi tersebut juga sebagai bagian dari akuntabilitas kebijakan moneter dan berperan dalam membantu pembentukan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi ke depan. Melalui komunikasi, Bank Indonesia mengajak masyarakat untuk memandang dan membentuk tingkat inflasi ke depan sebagaimana yang diitetapkan dalam sasaran yang diumumkan. Oleh karenanya, komunikasi kebijakan moneter dilakukan dengan terus menerus memuat pengumuman dan penjelasan tentang sasaran inflasi ke depan, analisis Bank Indonesia terhadap perekonomian, kerangka kerja, dan langkah-langkah kebijakan moneter yang telah dan akan ditempuh, jadwal Rapat Dewan Gubernur (RDG), serta hal-hal lain yang ditetapkan oleh Dewan Gubernur.

Komunikasi kebijakan moneter dilakukan dalam bentuk siaran pers, konferensi pers setelah Rapat Dewan Gubernur, publikasi Tinjauan/Laporan Kebijakan Moneter yang memuat

Page 13: Tugas kelompok pak marja1

latar belakang pengambilan keputusan, maupun penjelasan langsung kepada masyarakat luas, media massa, pelaku ekonomi, analis pasar dan akademisi.

Inflation targeting yang disertai transparansi memberikan kontribusi yang positif bagi pencapaian stabilitas harga pada khususnya dan perekonomian maupun pasar keuangan pada umumnya. Pertama, dengan keterbukaan dan transparansi menciptakan insentif bagi bank sentral untuk secara berhati-hati menetapkan target inflasi dan mengoptimalkan seluruh upaya dan respon kebijakan moneter untuk mencapai target tersebut. Kedua, transparansi kebijakan moneter dapat mengurangi volatilitas pasar sehingga mengurangi biaya inflasi pada perekonomian.

Implikasinya adalah dengan diumumkannya target inflasi kepada publik akan mengurangi ketidakpastian ekspektasi inflasi ke depan. Ketidakpastian tentang arah kebijakan bank sentral juga seringkali menciptakan volatilitas di pasar keuangan. Biaya ekonomi yang ditimbulkan oleh inflasi seringkali bersumber dari volatilitas atau ketidakpastian inflasi daripada disebabkan oleh tingkat inflasi itu sendiri. Dengan berkurangnya ketidakpastian berarti berkurangnya biaya yang ditimbulkan oleh inflasi. Ketiga, inflation targeting dengan transparansi kebijakan membantu membangun kredibilitas bank sentral dalam kebijakan moneter melalui komitmen pencapaian target inflasi.

Page 14: Tugas kelompok pak marja1

Media komunikasi Kebijakan Moneter Bank Indonesia dalam bentuk publikasi :a. Tinjauan Kebijakan Moneter b. Laporan Perekonomi Indonesia

Laporan perekomomian Indonesia merupakan bentuk laporan pelaksanaan Tugas dan Wewenangnya Bank Indonesia yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah pada setiap tahun merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang BI sebagaimana telah diubah dengan UU no.3 Tahun 2004. Laporan ini merupakan salah satu wujud dari akuntabilitas dan transparansi atas pelaksanaan tugas dan wewenang BI yang bertujuan mengevaluasi perkembangan ekonomi dan keuangan Indonesia.

c. Laporan Triwulanan DPR RI d. Siaran Pers Kebijakan Moneter (link BI Rate)

2. 2. 3 Akuntabilitas

Bank Indonesia secara reguler menyampaikan pertanggung-jawaban pelaksanaan kebijakan moneter kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai bentuk akuntabilitas Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenang yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang. Pertanggung-jawaban kebijakan moneter dilakukan dengan penyampaian secara tertulis maupun penjelasan langsung atas pelaksanaan Kebijakan Moneter secara triwulanan dan aspek-aspek tertentu kebijakan moneter yang dipandang perlu. Selain itu Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanan Kebijakan tersebut disampaikan pula kepada Pemerintah dan masyarakat luas untuk transparansi dan koordinasi.

Dalam hal sasaran inflasi untuk suatu tahun tidak tercapai, maka Bank Indonesia menyampaikan penjelasan kepada Pemerintah sebagai bahan penjelasan Pemerintah bersama Bank Indonesia secara terbuka kepada DPR dan masyarakat.

BAB III

Page 15: Tugas kelompok pak marja1

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

- Pengaruh tingkat inflasi terhadap kurs mata uang asing dapat dijelaskan dengan teori purchasing power parity (PPP Theory) atau paritas daya beli. Teori ini diperkenalkan oleh Gustav Cassel setelah Perang Dunia I. Berdasarkan teori PPP relatif dapat diketahui bahwa kurs mata uang akan berubah untuk mempertahankan daya belinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kurs mata uang asing mencerminkan perbandingan antara nilai mata uang satu negara dengan negara lainnya yang ditentukan oleh daya beli dari masing-masing negara.

- Ada dua pendekatan yang bisa digunakan untuk memprediksi pengaruh perubahan inflasi terhadap perubahan kurs :

1. Inflasi diartikan sebagai kenaikan harga komoditi, kemudian perubahan harga komoditi ini digunakan sebagai acuan untuk memprediksi pergerakan kurs.

Nilai mata uang dari negara yang mengalami inflasi tinggi atau lebih tinggi dari negara lain akan mengalami depresiasi. Jika tingkat inflasi di Amerika lebih tinggi daripada tingkat inflasi di Inggris, maka Dollar Amerika mengalami depresiasi dan Poundsterking Inggris terapresiasi.

2. Inflasi diartikan sebagai penurunan nilai mata uang, kemudian perubahan nilai mata uang ini digunakan sebagai acuan untuk memprediksi pergerakan kurs.

Mata uang dari negara yang mengalami inflasi lebih tinggi cenderung mengalami apresiasi. Jika inflasi di Amerika lebih tinggi daripada di Inggris, maka kurs GBP/USD mengalami penurunan. Pondsterling Inggris mengalami depresiasi sedangkan Dollar Amerika mengalami apresiasi.

- Kedua pendekatan di atas memberi hasil yang saling berlawanan. Ketika inflasi diartikan sebagai kenaikan harga komoditi, kemudian harga komoditi digunakan sebagai acuan untuk memprediksi pergerakan kurs, maka mata uang dari negara yang memiliki tingkat inflasi lebih tinggi cenderung mengalami depresiasi. Ketika inflasi diartikan sebagai penurunan nilai mata uang, kemudian nilai mata uang digunakan sebagai acuan untuk memprediksi pergerakan kurs, maka mata uang dari negara yang memikili tingkat inflasi lebih tinggi cenderung mengalami apresiasi.

- Koordinasi antara Pemerintah dan BI telah diwujudkan dengan membentuk Tim Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat

Page 16: Tugas kelompok pak marja1

pusat sejak tahun 2005. Anggota TPI, terdiri dari Bank Indonesia dan departmen teknis terkait di Pemerintah seperti Departemen Keuangan, Kantor Menko Bidang Perekonomian, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Departemen Perhubungan, dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Menyadari pentingnya koordinasi tersebut, sejak tahun 2008 pembentukan TPI diperluas hingga ke level daerah. Ke depan, koordinasi antara Pemerintah dan BI diharapkan akan semakin efektif dengan dukungan forum TPI baik pusat maupun daerah sehingga dapat terwujud inflasi yang rendah dan stabil, yang bermuara pada pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan berkelanjutan.

- Transparansi dan akuntabilitas. Agar kebijakan moneter dapat berkerja secara efektif, komunikasi yang terbuka antara Bank Indonesia dengan masyarakat sangat dibutuhkan. Oleh karenanya, kebijakan moneter Bank Indonesia senantiasa dikomunikasikan secara transparan kepada masyarakat. Pertanggung-jawaban kebijakan moneter dilakukan dengan penyampaian secara tertulis maupun penjelasan langsung atas pelaksanaan Kebijakan Moneter secara triwulanan dan aspek-aspek tertentu kebijakan moneter yang dipandang perlu. Selain itu Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanan Kebijakan tersebut disampaikan pula kepada Pemerintah dan masyarakat luas untuk transparansi dan koordinasi. Dalam hal sasaran inflasi untuk suatu tahun tidak tercapai, maka Bank Indonesia menyampaikan penjelasan kepada Pemerintah sebagai bahan penjelasan Pemerintah bersama Bank Indonesia secara terbuka kepada DPR dan masyarakat.

3.2 Saran

- Di Indonesia Strategi kebijakan moneter yang optimal salah satunya dengan

menggunakan Inflation targeting. Inflation targeting yang disertai koordinasi, transparansi dan akuntabilitas akan memberikan kontribusi yang positif bagi pencapaian stabilitas harga pada khususnya dan perekonomian maupun pasar keuangan pada umumnya. Akan tetapi pelaksanaan ITF di Indonesia dirasa belum maksimal, hal ini karena tingkat independensi bank sentral yang masih dipertanyakan. Jadi untuk impelementasi ITF yang maksimal diperlukan konsistensi dari bank sentral telebih dahulu

Page 17: Tugas kelompok pak marja1

DAFTAR PUSAKA

Inflation Stabilization and Welfare. Vol. 2 [2002], No. 1, Article 1

Jochem, Axel.1999.Monetary Stabilization in Countries in Transtition. IAER:February 1999 Vol.5 No.1

Nessen, Marianne and Ulf Soderstrom.2001. Core Inflation and Monetary Policy. International Finance 4:3, 2001: pp. 401–439

Nolan, Charles.2002.Monetary Stabilitation Policy in a Monetary Union:Some Simple Analytics.Scottish Journal of Polytical Economy Vol.49 No.2 Mei 2002

Warjiyo, Perry.2004.Bank Indonesia Bank Sentral Republik Indonesia Sebuah Pengantar. Jakarta. PPSK Bank Indonesia

Wikipedia. Kebijakan Moneter. Online [accessed on Mei 2010]. http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_moneter