tugas kelompok
DESCRIPTION
giziTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Etika merupakan yang berbicara nilai etika dan norma etika, membicarakan
perilaku manusia dalam hidupnya. Sebagai cabang filsafat, etika sangat menekankan
pendekatan kritis dalam melihat nilai etika dan mengenai norma etika. Etika merupakan
sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai etika dan pola perilaku hidup manusia.
Etika membicarakan soal nilai yang merupakan salah satu dari cabang filsafat. Etika
bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggung
jawabkan karena setiap tindakannya selalu dipertanggung jawabkan.
Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang
baik dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Etika sama dengan moralitas yang artinya adat istiadat atau kebiasaan.
Secara harfiah merupakan sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik.
Etika merupakan refleksi kritis dan rasional mengenai dua hal, yaitu 1. nilai dan norma
yang menyangkut bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia 2. masalah
kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada nilai dan norma yang diterimaDalam
bermasyarakat tentunya wajib beretika yang benar agar bisa diterima di masyarakat. Jika
seseorang tidak bisa bermasyarakat maka seseorang itu akan masuk suatu lembaga untuk
dimasyarakat sebagaimana harusnya.
Pada dewasa ini terlihat gejala-gejala kemerosotan etika. Cara pasti kiranya agak
sukar menentukan faktor penyebabnya. Kata-kata etika, tidak hanya terdengar dalam
ruang kuliah saja bdan tidak hanya menjadi monopoli kaum cendikiawan. Diluar
kalangan intelektual pun sering disinggung tentang hal-hal seperti itu. Jika seseorang
membaca surat kabar atau majalah, hampir setiap hari ditemui kata-kata etika. Berulang
kali dibaca kalimat-kalimat semacam ini. Dalam dunia bisnis etika semakin merosot. Di
televisi akhir-akhir ini banyak iklan yang kurang memerhatikan etika. Bahkan dalam
pidato para pejabat pemerintah kata etika banyak digunakan, tetapi kenyataaannya masih
banyak pejabat justru melanggar etika.
Etika sebagai cabang filsafat merupkan sebuah peranan seperti halnya agama,
politik, bahasa, dan ilmu-ilmu pendukung yang telah ada sejak dahulu kala dan
diwariskan secara turun temurun. Etika sebagai cabang filsafat menjadi refleksi krisis
terhadap tingkah laku manusia, maka etika tidak bermaksud untuk membuat orang
bertindak sesuatu dengan tingkah laku bagus saja. Ia harus bertindak berdasarkan
pertimbangan akal sehat, apakah bertentangan atau membangun tingkah laku baik.
Adapun buah pemikiran dari filsafat itu sendiri diantaranya adalah hal yang
menyangkut tentang permasalahan etika. Karena itulah etika menjadi salah satu cabang
dari filsafat yang di dalamnya menyangkut tentang masalah seputar moralitas (norma-
norma) dan teori tentang masalah moral lainnya. Masalah etika itu sendiri merupakan
cabang filsafat yang mencari hakikat nilai-nilai baik dan jahat yang berkaitan dengan
perbuatan dan tindakan seseorang yang dilakukan dengan penuh kesadaran berdasarkan
pertimbangan pemikirannya. Persoalan etika itu pula merupakan persoalan yang
berhubungan dengan eksistensi manusia dalam segala aspeknya baik individu maupun
masyarakat, baik hubungannya dengan Tuhan maupun dengan sesama manusia dan
dirinya.2[2]Oleh karena etika merupakan salah satu cabang dari kajian filsafat, maka
sangatlah perlu untuk mengupas tuntas tentang permasalahan etika yang bersandarkan
pada ruang lingkup filsafat. Sehingga dapat diketahuilah tentang pandangan para pemikir
atau para ahli filsafat terutama dari pandangan Socrates tentang etika. Karena Socrates
merupakan salah satu filosof yang arah pandangannya berbicara tentang etika.
1.2 Tujuan
- Mengetahui ruang lingkup filsafat
- Mengetahui ruang lingkup norma
- Mengetahui ciri-ciri kesadaran moral
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Filsafat
Pengertian filsafat dalam sejarah perkembangan pemikiran kefilsafatan antara
satu ahli filsafat dan ahli filsafat lainnya selalu berbeda dan hampir sama banyaknya
dengan ahli filsafat itu sendiri. Menurut Surajiyo Pengertian filsafat dapat ditinjau dari
dua segi, yakni secara etimologi dan terminologi. (Surajiyo: 2010)
2.2 Ruang Lingkup Filsafat
Filsafat sebagai induk ilmu-ilmu lainnya pengaruhnya masih terasa. Setelah
filsafat ditingkalkan oleh ilmu-ilmu lainnya, ternyata filsafat tidak mati tetapi hidup
dengan corak tersendiri yakni sebagai ilmu yang memecahkan masalah yang tidak
terpecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Akan tetapi jelaslah bahwa filsafat tidak termasuk
ruangan ilmu pengetahuan yang khusus. Filsafat boleh dikatakan suatu ilmu
pengetahuan, tetapi obyeknya tidak terbatas, jadi mengatasi ilmu-ilmu pengetahuan
lainnya merupakan bentuk ilmu pengetahuan yang tersendiri, tingkatan pengetahuan
tersendiri. Filsafat itu erat hubungannya dengan pengetahuan biasa, tetapi mengatasinya
karena dilakukan dengan cara ilmiah dan mempertanggungjawabkan jawaban-jawaban
yang diberikannya.
2.3 Filsafat etika
Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah sebuah
sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau
kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup
analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. St.
John of Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis
(practical philosophy).
Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-
pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena
pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah
diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai
etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi.
Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah
tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga
tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat
dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.
2.3.1 Etika Filosofis
Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari
kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika
sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat.
Etika termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara etika tidak dapat dilepaskan
dari filsafat. Karena itu, bila ingin mengetahui unsur-unsur etika maka kita harus
bertanya juga mengenai unsur-unsur filsafat. Berikut akan dijelaskan dua sifat etika:
1. Non-empiris Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah
ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang konkret. Namun filsafat tidaklah
demikian, filsafat berusaha melampaui yang konkret dengan seolah-olah
menanyakan apa di balik gejala-gejala konkret. Demikian pula dengan etika. Etika
tidak hanya berhenti pada apa yang konkret yang secara faktual dilakukan, tetapi
bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
2. Praktis Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya
filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu,
melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian etika
sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan
praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat teknis
melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti
hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika
masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya. Diharapakan kita mampu
menyusun sendiri argumentasi yang tahan uji.
2.3.4 Etika Teologis
Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama, etika
teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki
etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika
secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika
secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.
Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak
dari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda
antara etika filosofis dan etika teologis. Di dalam etika Kristen, misalnya, etika
teologis adalah etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi tentang Allah
atau Yang Ilahi, serta memandang kesusilaan bersumber dari dalam kepercayaan
terhadap Allah atau Yang Ilahi. Karena itu, etika teologis disebut juga oleh Jongeneel
sebagai etika transenden dan etika teosentris. Etika teologis Kristen memiliki objek
yang sama dengan etika secara umum, yaitu tingkah laku manusia. Akan tetapi, tujuan
yang hendak dicapainya sedikit berbeda, yaitu mencari apa yang seharusnya
dilakukan manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan kehendak Allah.
Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang
diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama
yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika
teologisnya.
2.4 Filsafat norma
Norma adalah Kaidah, ketentuan / hukum/ aturan yang merupakan perwujudan
martabat manusia sebagai mahluk Tuhan, mahluk social dan budaya.
Adapun nilai-nilai itu akan dijabarkan dalam suatu norma-norma yang ada di
dalam masyarakat. Norma-norma itu meliputi:
(1). Norma Moral, yakni norma (aturan, kaidah) yang berkaitan dengan tingkah laku
manusia (behavior) yang dapat diukur/dinilai dari baik atau buruk, susila atau tidak
susila serta sopan atau tidak sopan. Norma moral adalah sistem aturan yang berlaku
bagi manusia yang bersumber dari setiap hati manusia (hati nurani) yang bekerja atas
dasar kesadaran manusia terhadap sekitarnya (consciousness), Manusia oleh Tuhan
dikaruniai kemampuan untuk menimbang segala perbuatannya. Jika berbuat salah akan
merasa bersalah (guilty feeling) dan penyesalan yang mendalam. Didalam hati nurani
terdapat fungsi yang sudah ada sejak manusia lahir, kesadaran ini muncul bersamaan
dengan proses perkembangan kedewasaan seseorang.
(2). Norma Agama, adalah sistem aturan (norma) yang diperoleh manusia berdasarkan
ajaran agama yang dianutnya, Sumber agama berasal dari Tuhan. Alat pengontrol
agama adalah janji, akan dapat pahala dan sorga kalau melaksanakan perintah Tuhan,
dan sanksi dosa dan neraka apabila melanggar aturan/ perintah Tuhan. Norma moral
maupun norma agama bersifat otonom artinya pelaksanannya tergantung pada individu
masing-masing.
(3). Norma Etika atau Norma Sopan Santun (Tata Krama), adalah sistem aturan (norma)
hidup yang bersumber pada kesepakatan-kesepakatan (konsensus) yang diciptakan oleh
dan dalam suatu komunitas masyarakat pada wilayah tertentu. Ukuran norma etika
adalah kepatutan, kelayakan atau kepantasan yang tumbuh dalam komunitas wilayah
tertentu.
2.5 Filsafat Hukum
Pengertian Filsafat Hukum menurut Soerjono Soekanto adalah kegiatan
perenungan nilai-nilai, penyerasian nilai-nilai dan perumusan nilai-nilai yang
berpasangan tetapi kadangkala bersitegang.
Menurut Apeldoorn, Pengertian Filsafat Hukum ialah petunjuk-petunjuk
mengenai nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat dan sekaligus menunjukkan ke arah
mana nilai-nilai tersebut akan berkembang.
Lili Rasjidi mendefinisikan Pengertian Filsafat Hukum merupakan refleksi
teoritis (intelektual) tentang hukum yang paling tua dan dapat dikatakan merupakan
induk dari semua refleksi teoritis tentang hukum.
Pengertian Filsafat Hukum menurut J. Gejssels adalah filsafat umum yang
mengarahkan refleksinya terhadap hukum dan gejala hukum. Hal yang sama juga dalam
dalil D.H.M. Meuwssen, bahwa Pengertian Filsafat Hukum yaitu filsafat yang
merenungkan semua persoalan fundamental dan masalah-masalah perbatasan yang
berkaitan dengan gejala hukum.
Berkaitan dengan ajaran filsafat hukum, maka Ruang Lingkup Filsafat Hukum tidak
lepas dari ajaran filsafat itu sendiri, seperti :
Antology hukum merupakan ilmu yang mempelajari hakekat hukum,
contohnya hakekat demokrasi, hubungan hukum dan moral lainnya.
Axiology hukum yaitu mempelajari isi dari nilai seperti : kebenaran,
keadilan, kebebasan, kewajaran, penyalahgunaan wewenang lainnya.
ideology hukum, yakni mempelajari secara terperinci dari keseluruhan orang
dan masyarakat yang memberikan dasar atau legitimasi bagi keberadaan
lembaga-lembaga hukum yang akan datang, sistem hukum atau bagian-bagian
dari sistem hukum.
Teleology hukum merupakan ilmu yang menentukan isi dan tujuan hukum.
Keilmuan hukum ialah ilmu meta teori bagi hukum.
2.6 Filsafat agama
Istilah filsafat dan agama mengandung pengertian yang dipahami secara
berlawanan oleh banyak orang. Filsafat dalam cara kerjanya bertolak dari akal,
sedangkan agama bertolak dari wahyu. Oleh sebab itu, banyak kaitan dengan berfikir
sementara agama banyak terkait dengan pengalaman. Filsafat mebahas sesuatu dalam
rangka melihat kebenaran yang diukur, apakah sesuatu itu logis atau bukan. Agama
tidak selalu mengukur kebenaran dari segi logisnya karena agama kadang-kadang
tidak terlalu memperhatikan aspek logisnya.
Perbedaan tersebut menimbulkan konflik berkepan-jangan antara orang yang
cenderung berfikir filosofis dengan orang yang berfikir agamis, pada hal filsafat dan
agama mempunyai fungsi yang sama kuat untuk kemajuan, keduanya tidak bisa
dipisahkan dari kehidupan manusia. Untuk menelusuri seluk-beluk filsafat dan
agama secara mendalam perlu diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan
agama dan filsafat itu.
2..7 Ruang lingkup norma agama, sosial dan hukum
a. Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu
kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang
seiring dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut
denganperaturan sosial. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas
dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma
dalammasyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak
sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun
agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib
sebagaimana yang diharapkan.
b. Norma Agama
Norma agama adalah petunjuk hidup yang berasal dari Tuhan yang disampaikan
melalui utusan-Nya yang berisi perintah, larangan dan anjuran-anjuran. Pelanggar
norma agama mendapatkan sanksi secara tidak langsung, artinya pelanggarnya
baru akan menerima sanksinya nanti di akhirat berupa siksaan di neraka.
c. Norma Hukum
Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembagatertentu,
misalnya pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang
untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri.
Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik
(dipenjara, hukuman mati).
Kehidupan manusia dalam bermasyarakat, selain diatur oleh hukum juga diatur oleh
norma - norma agama, kesusilaan, dan kesopanan, serta kaidah - kaidah lainnya. Kaidah -
kaidah sosial itu mengikat dalam arti dipatuhi oleh anggota masyarakat di mana kaidah itu
berlaku. Hubungan antara hukum dan kaidah - kaidah sosial lainnya itu saling mengisi.
Artinya kaidah sosial mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat dalam hal - hal hukum
tidak mengaturnya. Selain saling mengisi, juga saling memperkuat. Suatu kaidah hukum,
misalnya “kamu tidak boleh membunuh” diperkuat oleh kaidah sosial lainnya. Kaidah agama,
kesusilaan, dan adat juga berisi suruhan yang sama.
Dengan demikian, tanpa adanya kaidah hukum pun dalam masyarakat sudah ada
larangan untuk membunuh sesamanya. Hal yang sama juga berlaku untuk “pencurian”,
“penipuan”, dan lain - lain pelanggaran hukum. Hubungan antara norma agama, kesusilaan,
kesopanan dan hukum yang tidak dapat dipisahkan itu dibedakan karena masing - masing
memiliki sumber yang berlainan. Norma Agama sumbernya kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa. Norma kesusilaan sumbernya suara hati (insan kamil). Norma kesopanan
sumbernya keyakinan masyarakat yang bersangkutan dan norma hukum sumbernya peraturan
perundang - undangan.