tugas kelompok

15
Latar Belakang Politik Dan Pemerintahan Islam Zaman Nabi Muhammad Merujuk pada Al Qur’an, Islam tidak menganjurkan pada pemeluknya untuk membentuk negara, tetapi Islam mengajarkan bagaimana membentuk masyarakat (civil society atau ummat) dalam merumuskan tatanan masyarakat yang ideal dan beradab. Bentuk pemerintahan dan sistem politik Islam adalah merupakan konsekuensi sekunder dari civil society. Dalam tatanan masyarakat sipil, hal yang paling fundamental mempengaruhi perubahan sosial adalah faktor ekonomi. Faktor ini pula yang mempengaruhi kelahiran agama Islam dalam masyarakat Arab, bahkan sistem politik yang lahir dalam Islam hanyalah cerminan dari kondisi ekonomi waktu itu. Agama dan masyarakat Arabia abad ke tujuh mencerminkan realitas-realitas kesukuan semenanjung ini. Suku-suku Badui mengikuti gaya hidup pastoral dan nomadic dari satu wilayah ke wilayah lain untuk mencari air dan padang rumput bagi ternak- ternak, domba dan unta mereka. Bentang daratan ini juga ditandai dengan kota-kota dan desa-desa oasis. Diantara yang terkemuka adalah Makkah, pusat perdagangan dan jual beli, serta Yatsrib (Madinah) sebuah perkampungan pertanian yang penting. Sumber- sumber kehidupan utama disini adalah penggembalaan ternak, pertanian, perdagangan dan penyerobotan. Peperangan antar suku adalah kegiatan yang sudah berumur lama yang diatur dengan tata- cara dan aturan main yang jelas. Misalnya, penyerobotan dianggap illegal selama empat bulan suci untuk haji. Tujuan penyerobotan adalah untuk merampas ternak suku-suku Badui musuhnya dengan

Upload: haris-mega-prasetyo

Post on 28-Nov-2015

9 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

ajsdfaei

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Kelompok

Latar Belakang Politik Dan Pemerintahan Islam Zaman Nabi Muhammad

Merujuk pada Al Qur’an, Islam tidak menganjurkan pada pemeluknya untuk membentuk

negara, tetapi Islam mengajarkan bagaimana membentuk masyarakat (civil society atau ummat)

dalam merumuskan tatanan masyarakat yang ideal dan beradab. Bentuk pemerintahan dan sistem

politik Islam adalah merupakan konsekuensi sekunder dari civil society. Dalam tatanan

masyarakat sipil, hal yang paling fundamental mempengaruhi perubahan sosial adalah faktor

ekonomi. Faktor ini pula yang mempengaruhi kelahiran agama Islam dalam masyarakat Arab,

bahkan sistem politik yang lahir dalam Islam hanyalah cerminan dari kondisi ekonomi waktu itu.

Agama dan masyarakat Arabia abad ke tujuh mencerminkan realitas-realitas kesukuan

semenanjung ini. Suku-suku Badui mengikuti gaya hidup pastoral dan nomadic dari satu wilayah

ke wilayah lain untuk mencari air dan padang rumput bagi ternak-ternak, domba dan unta

mereka. Bentang daratan ini juga ditandai dengan kota-kota dan desa-desa oasis. Diantara yang

terkemuka adalah Makkah, pusat perdagangan dan jual beli, serta Yatsrib (Madinah) sebuah

perkampungan pertanian yang penting. Sumber-sumber kehidupan utama disini adalah

penggembalaan ternak, pertanian, perdagangan dan penyerobotan. Peperangan antar suku adalah

kegiatan yang sudah berumur lama yang diatur dengan tata-cara dan aturan main yang jelas.

Misalnya, penyerobotan dianggap illegal selama empat bulan suci untuk haji. Tujuan

penyerobotan adalah untuk merampas ternak suku-suku Badui musuhnya dengan korban

minimum. Tujuan akhirnya adalah untuk memperlemah, dan pada akhirnya untuk menyerap

suku-suku mereka dengan kemerosotannya dalam status “dibawah kekuasaan” atau “klien”.

Masyarakat kesukuan Arabia dengan Badui serta etos polities menjadi konteks bagi

lahirnya Islam. Sama pentingnya, periode ini ditandai dengan ketegangan-ketegangan dan

persoalan yang menyertai perubahan dalam sebuah masyarakat tradisional. Sebab ini adalah

periode ketika kota-kota seperti Makkah dan madinah mengalami kemakmuran dan mengalihkan

banyak orang dari kehidupan nomadic ke kehidupan menetap. Munculnya Makkah sebagai pusat

dagang mempercepat awal orde politik, social dan ekonomi yang baru. Kekayaan baru,

munculnya oligarkhi dagang baru dalam suku Quraisy, menajamnya pemisahan antar kelas

social, melebarnya kesenjangan antara kaya dan miskin mengguncang system nilai kesukuan

Arab dan keamanan social sebagai pandangan hidupnya. Kondisi obyektif masyarakat yang

Page 2: Tugas Kelompok

eksploitatif itulah yang menjadi titik tumpu pergerakan Islam yang dibawa oleh Nabi

Muhammad.

POLITIK ISLAM ZAMAN NABI MUHAMMAD

Kebanyakan masyarakat merasa dan mengetahui bahwa hubungan antara agama dan

politik dalam Islam sudah sangat jelas. Yaitu bahwa antara keduanya terkait erat secara tidak

terpisahkan. Agama adalah wewenang pemangku syariah yaitu nabi Muhammad melalui wahyu

dari Tuhan. Sedangkan politik adalah wewenang kemanusiaan, sepanjang menyangkut masalah

teknis structural dan procedural. Dalam hal ini peran ijtihad manusia sangat besar.

Persoalan penting antara bidang agama dan bidang politik (atau bidang duniawi

manapun) ialah bahwa dari segi etis, khususnya dari segi tujuan yang merupakan jawaban atau

pertanyaan “untuk apa” tidak dibenarkan terlepas dari pertimbangan nilai-nilai keagamaan. Atas

dasar adanya pertimbangan nilai-nilai keagamaan itu diharapkan tumbuh kegiatan politik

bermoral tinggi. Inilah makna bahwa politik tidak bisa dipisahkan dari agama. Tetapi dalam

susunan formalnya atau struktur praktis dan teknisnya, politik adalah wewenang manusia melalui

pemikiran rasionalnya. dalam hal inilah politik dapat dibedakan dari agama. Maka dalam segi

structural dan procedural politik itu, dunia islam sepanjang sejarahnya mengenal berbagai variasi

dari masa ke masa dan dari kawasan ke kawasan tanpa satupun dari variasi itu dipandang secara

doctrinal paling absah.

Bentuk Politik dan Pemerintahan di Madinah

Hubungan antara agama dan politik pada zaman Nabi Muhammad terwujud dalam

masyarakat Madinah. Muhammad selama sepuluh tahun di kota hijrah itu telah tampil sebagai

penerima berita suci dan seorang pemimpin masyarakat politik. Dalam menjalankan peran

sebagai seorang nabi, beliau adalah seorang yang tidak boleh dibantah karena mengemban

mandat. Sedangkan dalam menjalankan peran sebagai kepala Negara, beliau melakukan

musyawarah sesuai dengan perintah Tuhan yang dalam musyawarah itu beliau tidak jarang

mengambil pendapat orang lain dan meninggalkan pendapatnya sendiri.

Sejarah mencatat bahwa kota hijrah nabi adalah sebuah lingkungan oase yang subur dan

dihuni oleh orang-orang pagan dari suku utama Aus dan Khazraj, dan juga orang-orang yahudi

Page 3: Tugas Kelompok

dari suku-suku utama bani Nadzir, Bani Qoinuqo, Bani Quraizhah. Kota ini awalnya adalah

bernama Yatsrib lalu diubah oleh nabi menjadi Madinah. Madinah yang digunakan oleh Nabi

untuk menukar nama kota hijrah beliau itu kita menangkapnya sebagai isyarat langsung bahwa

ditempat baru itu hendak mewujudkan suatu masyarakat yang teratur sebagaimana sebuah

masyarakat. Maka sebuah konsep Madinah adalah pola kehidupan social yang sopan, yang

ditegakkan atas dasar kewajiban dan kesadaran umum untuk patuh pada peraturan atau hukum

yang berlaku.

Kalau menganalisis sejarah, system pemerintahan yang dibentuk oleh nabi Muhammad

adalah bercorak system Teodemokratis, disatu sisi tatanan masyarakat harus berdasarkan pada

hukum-hukum yang mana hukum tersebut berdasarkan pada wahyu yang diturunkan oleh Tuhan

dalam menyikapi setiap peristiwa waktu itu. Disisi lain bentuk pemerintahan dan tatanan sosial

dirumuskan lewat proses musyawarah yang dilakukan secara bersama suku-suku yang ada dalam

masyarakat Madinah. Bila dikontekskan dengan system pemerintahan sekarang, bentuk struktur

tatanan pemerintahan terdiri dari Eksekutif, legislatif dan yudikatif. Eksekutif dimana kepala

pemerintahan dipegang oleh Nabi Muhammad, begitupun dalam mahkamah konstitusi dan

hukum semua ditentukan oleh Nabi sebagai pengambil kebijakan selain dalam masalah

menentukan bentuk tatanan masyarakat yang menyangkut pluralitas warga Negara Madinah.

Dalam ranah legislatif, setiap suku yang ada di Madinah mempunyai persamaan hak dalam

menyampaikan pendapat dalam menentukan tatanan social masyarakat seperti dalam

menciptakan konstitusi Piagam Madinah.

Dalam membiayai pemerintahan nabi mengambil zakat (zakat fitrah dan zakat maal)

untuk umat muslim, serta mengambil Jizyah dari non muslim yang ada dalam masyarakat

Madinah. Selain lewat militer, konsolidasi pemerintahan yang dilakukan oleh Nabi juga

menggunakan diplomasi dan lewat perkawinan politik. Sebagai pusat pemerintahan Nabi

menggunakan masjid sebagai ruang publik. Pada awalnya masjid adalah bangunan yang

mengekspresikan cita-cita awal Islam. Batang- batang pohon yang menyangga atap, sebiah batu

menandai kiblat dan Nabi berdiri di salah satu tiang penyangga untuk berkhotbah. Juga terdapat

sebuah halaman tempat umat Islam bertemu dan membiocarakan semua persoalan umat baik

dalam tataran politik, social, militer, dan agama. Muhammad dan istri-istrinya tinggal dibilik-

bilik kecil. Disekeliling halaman. Tidak seperti gereja Kristen yang terpisah dari aktivitas

keduniaan dan hanya digunakan untuk peribadatan, tidak ada kegiatan yang dikecualikan dari

Page 4: Tugas Kelompok

masjid. Dalam visi Al Qur’an tidak ada dikotomi antara yang sakral dan yang profan, antara

agama, politik, seksualitas dan ibadah. Seluruh kehidupan berpotensi menjadi suci dan harus

dibawa kepada kesucian. Tujuannya adalah tauhid (mengesakan), integrasi seluruh kehidupan

dalam satu masyarakat yang akan memberikan perasaan dekat dengan yang satu, yaitu Tuhan.

Bagaimana Nabi Muhammad mempraktikkan Demokrasi dalam menjalankan roda

pemerintahannya? Sudah sering diungkapkan bahwa Muhammad akan selalu berpedoman pada

Al Qur’an dalam memutuskan sesuatu. Akan tetapi apabila ada perkara yang belum diatur dalam

Al Qur’an tidak jarang Nabi mengajak Musyawarah sahabat-sahabatnya. Tentu saja kalau kita

kaitkan dengan konteks Negara modern yang jauh lebih kompleks seperti sekarang, proses

musyawarah yang dijalankan pada zaman Nabi sebenarnya secara secara substantive tidak

berbeda dengan dengan apa yang diperlihatkan dengan proses politik sekarang, yaitu apa yang

kita kenal dengan representative democracy, karena kita juga memahami bahwa Nabi dalam

melakukan musyawarah tidak melibatkan segenap warga masyarakat yang telah memiliki

“political franchise”, akan tetapi musyawarah yang melibatkan para sahabat yang tentu saja

sangat berpengaruh dalam lingkungan masyarakat.

Landasan Politik di Masa Rasulullah

Langkah-langkah Rasulullah dalam memimpin masyarakat setelah hijrahnya ke Madinah,

juga beberapa kejadian sebelumnya, menegaskan bahwa Rasulullah adalah kepala sebuah

masyarakat dalam apa yang disebut sekarang sebagai negara. Beberapa bukti diantaranya:

- Bai’at Aqabah

Pada tahun kesebelas kenabian, enam orang dari suku Khajraz di Yathrib bertemu dengan

Rasululah di Aqabah, Mina. Mereka datang untuk berhaji. Sebagai hasil perjumpaan itu, mereka

semua masuk Islam. Dan mereka berjanji akan mengajak penduduk Yathrib untuk masuk Islam

pula. Pada musim haji berikutnya, dua belas laki-laki penduduk Yathrib menemui Nabi di tempat

yang sama, Aqabah. Mereka, selain masuk Islam, juga mengucapkan janji setia (bai’at) kepada

Nabi untuk tidak menyekutukan Allah, tidak mencuri, tidak berzina, tidak berdusta, serta tidak

mengkhianati Nabi. Inilah Bai’at Aqabah Pertama. Kemudian pada musim haji berikutnya

sebanyak tujuh puluh lima penduduk Yathrib yang sudah masuk Islam berkunjung ke Makkah.

Page 5: Tugas Kelompok

Nabi menjumpai mereka di Aqabah. Di tempat itu mereka mengucapkan bai’at juga, yang isinya

sama dengan bai’at yang pertama, hanya saja pada yang kedua ini ada isyarat jihad. Mereka

berjanji akan membela Nabi sebagaimana membela anak istri mereka, bai’at ini dikenal dengan

Bai’at Aqabah Kedua.

Kedua bai’at ini menurut Munawir Sadjali (Islam dan Tata Negara, 1993) merupakan

batu pertama bangunan negara Islam. Bai’at tersebut merupakan janji setia beberapa penduduk

Yathrib kepada Rasulullah, yang merupakan bukti pengakuan atas Muhammad sebagai

pemimpin, bukan hanya sebagai Rasul, sebab pengakuan sebagai Rasulullah tidak melalui bai’at

melainkan melalui syahadat. Dengan dua bai’at ini Rasulullah telah memiliki pendukung yang

terbukti sangat berperan dalam tegaknya negara Islam yang pertama di Madinah. Atas dasar

bai’at ini pula Rasulullah meminta para sahabat untuk hijrah ke Yathrib, dan beberapa waktu

kemudian Rasulullah sendiri ikut Hijrah bergabung dengan mereka.

- Piagam Madinah

Umat Islam memulai hidup bernegara setelah Rasulullah hijrah ke Yathrib, yang

kemudian berubah menjadi Madinah. Di Madinahlah untuk pertama kali lahir satu komunitas

Islam yang bebas dan merdeka di bawah pimpinan Nabi Muhammad, Penduduk Madinah ada

tiga golongan. Pertama kaum muslimin yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar, dan ini

adalah kelompok mayoritas. Kedua, kaum musyrikin, yaitu orang-orang suku Aus dan Kharaj

yang belum masuk Islam, kelompok ini minoritas. Ketiga, kaum Yahudi yang terdiri dari empat

kelompok. Satu kelompok tinggal di dalam kota Madinah, yaitu Banu Qunaiqa. Tiga kelompok

lainnya tinggal di luar kota Madinah, yaitu Banu Nadlir, Banu Quaraizhah, dan Yahudi Khibar.

Jadi Madinah adalah masyarakat majemuk. Setelah sekitar dua tahun berhijrah Rasulullah

memaklumkan satu piagam yang mengatur hubungan antar komunitas yang ada di Madinah,

yang dikenal dengan Piagam (Watsiqah) Madinah.Inilah yang dianggap sebagai konstitusi

negara tertulis pertama di dunia. Piadam Madinah ini adalah konstitusi negara yang berasaskan

Islam dan disusun sesuai dengan syariat Islam.

Page 6: Tugas Kelompok

Peran Rasulullah Sebagai Kepala Negara

- Dalam negeri

Sebagai Kepala Negara, Rasulullah sadar betul akan arti pengembangan sumber daya

manusia, dan yang utama sehingga didapatkan manusia yang tangguh adalah penanaman aqidah

dan ketaatan kepada Syariat Islam. Di sinilah Rasulullah, sesuai dengan misi kerasulannya

memberikan perhatiaan utama. Melanjutkan apa yang telah beliau ajarkan kepada para sahabat di

Makkah, di Madinah Rasul terus melakukan pembinaan seiring dengan turunnya wahyu. Rasul

membangun masjid yang dijadikan sebagai sentra pembinaan umat. Di berbagai bidang

kehidupan Rasulullah melakukan pengaturan sesuai dengan petunjuk dari Allah SWT. Di bidang

pemerintahan, sebagai kepala pemerintahan Rasulullah mengangkat beberapa sahabat untuk

menjalankan beberapa fungsi yang diperlukan agar manajemen pengaturan masyarakat berjalan

dengan baik. Rasul mengangkat Abu Bakar dan Umar bin Khattab sebagai wajir. Juga

mengangkat beberapa sahabat yang lain sebagai pemimpin wilayah Islam, diantaranya Muadz

Bin Jabal sebagai wali sekaligus qadhi di Yaman.

- Luar Negeri

Sebagai Kepala Negara, Rasulullah melaksanakan hubungan dengan negara-negara lain.

Menurut Tahir Azhari (Negara Hukum, 1992) Rasulullah mengirimkan sekitar 30 buah surat

kepada kepala negara lain, diantaranya kepada Al Muqauqis Penguasa Mesir, Kisra Penguasa

Persia dan Kaisar Heraclius, Penguasa Tinggi Romawi di Palestina. Nabi mengajak mereka

masuk Islam, sehingga politik luar negeri negara Islam adalah dakwah semata, bila mereka tidak

bersedia masuk Islam maka diminta untuk tunduk, dan bila tidak mau juga maka barulah negara

tersebut diperangi.

Page 7: Tugas Kelompok

Hubungan Rakyat Dengan Negara

- Peran Rakyat

Dalam Islam sesungguhnya tidak ada dikotomi antara rakyat dengan negara, karena

negara didirikan justru untuk kepentingan mengatur kehidupan rakyat dengan syariat Islam.

Kepentingan tersebut yaitu tegaknya syariat Islam secara keseluruhan di segala lapangan

kehidupan. Dalam hubungan antara rakyat dan negara akan dihasilkan hubungan yang sinergis

bila keduanya memiliki kesamaan pandangan tentang tiga hal (Taqiyyudin An Nabhani, Sistem

Pemerintahan Islam, 1997), pertama asas pembangunan peradaban (asas al Hadlarah) adalah

aqidah Islam, kedua tolok ukur perbuatan (miqyas al ‘amal) adalah perintah dan larangan Allah,

ketiga makna kebahagiaan (ma’na sa’adah) dalam kehidupan adalah mendapatkan ridha Allah.

Ketiga hal tersebut ada pada masa Rasulllah. Piagam Madinah dibuat dengan asas Islam serta

syariat Islam sebagai tolok ukur perbuatan.

Adapun peran rakyat dalam negara Islam ada tiga, pertama melaksanakan syariat Islam

yang wajib ia laksanakan, ini adalah pilar utama tegaknya syariat Islam, yakni kesediaan masing-

masing individu tanpa pengawasan orang lain karena dorongan taqwa semata, untuk taat pada

aturan Islam, kedua, mengawasi pelaksanaan syariat Islam oleh negara dan jalannya

penyelenggaraan negara, ketiga, rakyat berperan sebagai penopang kekuatan negara secara fisik

maupun intelektual, agar menjadi negara yang maju, kuat, disegani di tengah-tengah percaturan

dunia. Di sinilah potensi umat Islam dikerahkan demi kejayaan Islam (izzul Islam wa al

Muslimin).

- Aspirasi Rakyat

Dalam persoalaan hukum syara’, kaum muslimin bersikan sami’ na wa atha’na. Persis

sebagaimana ajaran al Qur’an, kaum muslimin wajib melaksanakan apa saja yang telah

ditetapkan dan meninggalkan yang dilarang. Dalam masalah ini Kepala Negara Islam

menetapkan keputusannya berdasarkan kekuatan dalil, bukan musyawarah, atau bila hukumnya

sudah jelas maka tinggal melaksanakannya saja. Menjadi aspirasi rakyat dalam masalah tasyri’

untuk mengetahui hukum syara’ atas berbagai masalah dan terikat selalu dengannya setiap

waktu. Menjadi aspirasi mereka juga agar seluruh rakyat taat kepada syariat, dan negara

Page 8: Tugas Kelompok

melaksanakan kewajiban syara’nya dengan sebaik-baiknya. Rakyat akan bertindak apabila

terjadi penyimpangan.

Di luar masalah tasyri’, Rasulullah membuka pintu musyawarah. Dalam musyawarah

kada Rasulullah mengambil suara terbanyak, kadang pula mengambil pendapat yang benar

karena pendapat tersebut keluar dari seorang yang ahli dalam masalah yang dihadapi. Dan para

sahabat pun tidak segan-segan mengemukakan pendapatnya kepada Rasulullah, setelah mereka

menanyakan terlebih dahulu apakah hal ini wahyu dari Allah atau pendapat Rasul sendiri.

Penegakkan Hukum

Hukum Islam ditegakkan atas semua warga, termasuk non muslim di luar perkara ibadah

dan aqidah. Tidak ada pengecualian dan dispensasi. Tidak ada grasi, banding, ataupun kasasi.

Tiap keputusan Qadhi adalah hukum syara’ yang harus dieksekusi. Peradilan berjalan secara

bebas dari pengaruh kekuasaan atau siapapun.

Tatanan Ekonomi dalam masyarakat tauhid

Islam lahir pada awal kelahirannya bukan hanya kritik terhadap relijiusitas masyarakat

arab yang menyembah berhala pada waktu itu tetapi merupakan gerakan ekonomi. Islam dengan

Al Qur’an sangat menentang struktur social yang tidak adil dan menindas yang secara umum

melingkupi kota makkah sebagai tempat asal mula Islam. Bagi orang yang memperhatikan Al

Qur’an secara teliti, keadilan untuk golongan masyarakat lemah merupakan ajaran Islam yang

sangat pokok. Al Quran mengajarkan pada umat Islam untuk berlaku adil dan berbuat kebaikan

dan dalam Al Quran keadilan merupakan bagian integral dari ketakwaan. Takwa dalam Islam

bukan Cuma dalam tataran ritualistic namun sangat terkait erat dengan keadilan ekonomi dan

social.

Al Quran bukan saja menentang penimbunan harta (dalam arti tidak disumbangkan untuk

fakir miskin, janda-janda, dan anak yatim) namun juga menentang kemewahan dan tindakan

yang menghambur-hamburkan uang untuk kesenangan diri sementara banyak sekali orang yang

miskin dan membutuhkan. Kedua tindakan tersebut adalah kejahatan dan merusak keseimbangan

social. Maka keadilan didalam Al Quran bukan hanya berarti norma hukum namun juga keadilan

Page 9: Tugas Kelompok

distribusi pendapatan. Keseimbangan social hanya dapat dijaga bila kekayaan social

dimanfaatkan secara merata untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Penumpukan kekayaan dan

penggunaan yang tidak sebagaimana mestinya tidak akan dapat menjaga keseimbangan tersebut

dan akan berujung kehancuran. Jika orang mengkaji Al Quran sebagai sumber ajaran Islam. Ia

akan banyak sekali menjumpai ayat tentang konsep keadilan distributive tersebut. Misalnya ada

ayat yang berbunyi “dan manusia tidak akan mendapatkan kecuali yang diusahakan” (Al Quran

23:84). Ungkapan ini adalah penentangan secara langsung terhadap system kapitalisme karena

yang menjadi pemilik sebenarnya adalah produsen, bukan pemilik alat produksi.

Nabi sangat memperhatikan berbagai malpraktek dalam perdagangan dan perniagaan.satu

penolakan yang tegas adalah penolakan terhadap spekulasi. Sebenarnya sangat banyak masalah

dalam masyarakat industrial atau niaga yang berasal dari praktek-praktek spekulasi yang

membuka jalan untuk meraih keuntungan dengan cepat. Semua praktek ini ditentang tegas dalam

Al Quran. Dilarang menjual buah yang belum masak dan belum dipetik karena tidak diketahui

jumlahnya, juga tidak boleh menjual bayi hewan dalam kandungan, tidak boleh mengurangi dan

melebihkan takaran dalam jual beli, inilah prinsip-prinsip yang perdagangan yang diatur dalam

Islam.

Konsep tauhid dalam Islam bukan hanya berimplikasi pada tataran teologis tentang

pengesaan Tuhan dengan segala tata cara ritualnya, tetapi juga berimplikasi pada tatanan

masyarakat dan secara otomatis berpengaruh pada sistem ekonomi. Dalam Islam mengajarkan

bahwa manusia diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa tujuannya adalah untuk saling

mengenal, dan tidak ada perbedaan stratifikasi social dalam Islam kecuali dalam hal ketakwaan.

Islam menginginkan bentuk system ekonomi sosialistis yang tidak ada kepemilikan alat produksi

mutlak oleh seseorang. Semua praktek yang mengarah pada eksploitasi sesama manusia

termasuk industry dan perniagaan yang tidak adil dianggap sebagai riba. Dakwah Nabi pada

waktu periode Makkah adalah merupakan kritik terhadap system merkantilisme dan akumulasi

kekayaan yang dilakukan oleh elit-elit Quraisy sehingga mengakibatkan hancurnya kode etik

kesukuan yang berasaskan solidaritas dan egalitarianism berganti menjadi system untung rugi

dan eksploitasi.

Page 10: Tugas Kelompok

DAFTAR PUSTAKA

Al Khudhairi, Zainab. 1995. Filsafat Sejarah Ibnu Khaldun. Bandung: Penerbit Pustaka

An Nabhani, Taqiyuddin. 1997. Sistem Pemerintahan Islam – Doktrin, Sejarah dan Realitas

Empirik (terjemahan). Bangil: Al Izzah

Armstrong, Karen. 2008. Sejarah Islam Singkat. Yogyakarta: Elbanin Media

Engineer, Asghar Ali. 2009. Islam dan Teologi Pembebasan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Esposito, John L. 2004. Islam Warna Warni : Ragam Ekspresi Menuju Jalan Lurus. Jakarta:

Paramadina

Jurnal Pemikiran Islam Paramadina, vol.1, no 1, juli-desember 1998.

Lewis, Bernard Islam. 2002. Liberalisme Demokrasi: Membangun Sinergi Warisan Sejarah,

Doktrin dan Konteks Global. Jakarta: Paramadina

Robinson, Niel. 2001. Pengantar Islam Koprehensif. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru

Toynbee, Arnold. 2007. Sejarah Umat Manusia : Uraian Analitis, Kronologis, Naratif dan

Komparati., Yogyakarta: Pustaka Pelajar