tugas kelompok

13
BAB III A. SUMBER PEMBIAYAAN DALAM NEGERI DAN LUAR NEGERI NETO Berdasarkan UU Nomor 27 Tahun 2014 tentang APBN Tahun Anggaran 2015, Sumber pembiayaan Negara terdiri dari dua kelompok utama, yaitu Pembiayaan dalam negeri dan pembiayaan luar negeri neto. Pembiayaan Dalam Negeri adalah semua penerimaan pembiayaan yang berasal dari perbankan dan non-perbankan dalam negeri. Pembiayaan Dalam Negeri terdiri atas penerimaan cicilan pengembalian penerusan pinjaman, saldo anggaran lebih, hasil pengelolaan aset, penerbitan surat berharga negara neto, pinjaman dalam negeri neto, dikurangi dengan pengeluaran pembiayaan, yang meliputi alokasi untuk, penyertaan modal negara, dana bergulir, kewajiban yang timbul akibat penjaminan Pemerintah, dan cadangan pembiayaan untuk dana pengembangan pendidikan nasional. Sedangkan Pembiayaan Luar Negeri Neto adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri atas pinjaman program dan pinjaman proyek dikurangi dengan penerusan pinjaman dan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri. Intinya, sumber Pembiayaan Dalam Negeri Indonesia terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu sumber pembiayaan yang

Upload: fadel-khalif-muhammad

Post on 10-Aug-2015

84 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

BAB III

A. SUMBER PEMBIAYAAN DALAM NEGERI DAN LUAR NEGERI NETO

Berdasarkan UU Nomor 27 Tahun 2014 tentang APBN Tahun Anggaran 2015,

Sumber pembiayaan Negara terdiri dari dua kelompok utama, yaitu Pembiayaan

dalam negeri dan pembiayaan luar negeri neto. Pembiayaan Dalam Negeri adalah

semua penerimaan pembiayaan yang berasal dari perbankan dan non-perbankan

dalam negeri. Pembiayaan Dalam Negeri terdiri atas penerimaan cicilan

pengembalian penerusan pinjaman, saldo anggaran lebih, hasil pengelolaan aset,

penerbitan surat berharga negara neto, pinjaman dalam negeri neto, dikurangi

dengan pengeluaran pembiayaan, yang meliputi alokasi untuk, penyertaan modal

negara, dana bergulir, kewajiban yang timbul akibat penjaminan Pemerintah, dan

cadangan pembiayaan untuk dana pengembangan pendidikan nasional. Sedangkan

Pembiayaan Luar Negeri Neto adalah semua pembiayaan yang berasal dari

penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri atas pinjaman program dan pinjaman

proyek dikurangi dengan penerusan pinjaman dan pembayaran cicilan pokok utang

luar negeri.

Intinya, sumber Pembiayaan Dalam Negeri Indonesia terbagi menjadi dua

kelompok besar yaitu sumber pembiayaan yang berasal dari Perbankan Dalam

Negeri dan Non-Perbankan Dalam Negeri. Sedangkan untuk Pembiayaan Luar

Negeri dibagi dalam tiga kelompok besar yaitu Penarikan Pinjaman Luar Negeri

Bruto, Penerusan Pinjaman Kepada BUMN/Pemda, dan Pembayaran Cicilan Pokok

Utang Luar Negeri.

A.1 Pembiayaan Dalam Negeri

Berdasarkan data dari Nota Keuangan dan RAPBN-P 2015, sumber

pembiayaan dalam negeri era Pemerintahan Jokowi-JK untuk Sektor Perbankan

Dalam Negeri 100% dipegang oleh Pos Penerimaan Cicilan Pengembalian

Penerusan Pinjaman (RDI) sebesar Rp4.751,4 Milyar atau meningkat sebesar

Rp283,9 Milyar dari APBN 2015. Sedangkan untuk Sektor Non-Perbankan Dalam

Negeri, Pos Penerimaan didominasi oleh Surat Berharga Negara dengan persentase

128,58% atau sebesar 308.321,1 Milyar atau meningkat 31.271 Milyar dari APBN

2015. Artinya dengan meningkatnya pemenuhan pembiayaan melalui SBN,

Pemerintah diharuskan concern terhadap risiko-risiko serta permasalahan yang

mungkin timbul di masa mendatang dari SBN tersebut sepert mempertimbangkan

biaya dan risiko utang, kebutuhan kas Negara, proyeksi perkembangan kondisi

pasar keuangan, serta daya serap pasar SBN itu sendiri.

Sedangkan untuk Pos Pengeluaran, didominasi oleh Penyertaan Modal

Negara sebesar 74.993,2 Milyar atau meningkat sebesar 67.674 Milyar dari APBN

2015. Dari porsi peningkatan sebesar 67.674 Milyar, porsi terbesar didominasi oleh

Program Infrastruktur dan Maritim sebesar 47.107.

Secara total, Pembiayaan Dalam Negeri untuk RAPBN-P 2015 adalah

sebesar Rp244,537,1 Milyar atau menurun sebesar Rp25.172,6 Milyar dari APBN

2015. Untuk lebih lengkap, perubahan pembiayaan dari APBN 2015 (semula) ke

RAPBN-P 2015 (menjadi) dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

A.2 Pembiayaan Luar Negeri

Pembiayaan luar negeri era Pemerintahan Jokowi-JK untuk didominasi oleh

Pos Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri, yaitu sebesar 63.456 Milyar atau

menurun sebesar Rp3.076,46 Milyar dari APBN 2015. Sedangkan peringkat kedua

dipegang oleh pos Penarikan Pinjaman Luar Negeri Bruto untuk sektor Pinjaman

Proyek sebesar 41.912,89 Milyar atau meningkat 2.105,78 Milyar dari APBN 2015.

Meningkatnya pos pinjaman proyek, yang didominasi oleh Proyek Kementerian dan

Lembaga.

Secara total, Pembiayaan Luar Negeri Neto untuk RAPBN-P 2015 adalah

sebesar minus Rp18.619 Milyar atau menurun sebesar Rp5.195,95 Milyar dari

APBN 2015. Untuk lebih lengkap, dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

B. JENIS-JENIS PEMBIAYAAN UTANG DAN DATA UTANG PEMERINTAH

Dalam mengelola utangnya, Pemerintah mempunyai kebijakan-kebijakan yang

sejalan dengan kebijakan defisit APBN yang dianut. Strategi pengelolaan

pembiayaan utang pemerintah berdasarkan Budget in Brief yang diterbitkan oleh

Kemenkeu antara lain pengendalian rasio utang terhadap PDB, mengutamakan

pembiayaan utang yang bersumber dari dalam negeri, mengarahkan pemanfaatan

utang untuk kegiatan produktif antara lain melalui penerbitan sukuk yang berbasis

proyek, memanfaatkan pinjaman luar negeri secara selektif, terutama untuk bidang

infrastruktur dan energi, dan mempertahankan kebijakan negative net flow,

Mengoptimalkan peran serta masyarakat (financial inclusion) dan melakukan

pendalaman pasar SBN domestik. Dan terakhiir dengan melakukan pengelolaan

utang secara aktif dalam kerangka asset liabilities management (ALM).

Dapat dilihat pada tabel diatas yang dirilis oleh Kementerian Keuangan dalam

NK RAPBNP 2015 bahwa tren Rasio utang pemerintah terhadap PDB menurun dari

tahun ke tahun. Diproyeksikan bahwa pada tahun 2018 rasio utang pemerintah

terhadap PDB akan berkisar antara 22%-23%.

Dalam APBN tahun 2015, pembiayaan utang pemerintah Indonesia ditetapkan

sebesar Rp254.856,0 miliar. Sedangkan dalam Pembiayaan utang dalam RAPBN-P

tahun 2015 direncanakan menjadi Rp291.392,7 miliar atau meningkat sebesar

Rp36.536,7 miliar. Berdasarkan Nota Keuangan pada Direktorat Jendral Anggaran,

kenaikan tersebut terutama untuk membiayai kebijakan meningkatkan PMN pada

BUMN dalam rangka mendukung agenda prioritas pembangunan nasional atau

Nawacita. Selain itu, peningkatan pembiayaan utang disebabkan untuk

mengakomodasi perubahan asumsi ekonomi makro secara global, rencana

penarikan dan pembayaran pinjaman utang dan kondisi pasar keuangan yang

kurang stabil akibat beberapa event yang belakangan baru terjadi dan

mempengaruhi perbankan di Indonesia baik secara langsung maupun tidak

langsung, seperti lesunya perekonomian di berbagai Negara akibat tragedi utang

Yunani serta perubahan ekuilibrium nilai tukar rupiah yang menyebabkan

pembayaran utang luar negeri menjadi membengkak.

Tambahan jenis pembiayaan utang diperkirakan hampir semua dapat

dipenuhi melalui penerbitan SBN. Secara keseluruhan, jenis pembiayaan utang yang

direncanakan dalam RAPBN-P Tahun Anggaran 2015 adalah sebagai berikut:

SBN terdiri dari dua macam kelompok utama, yaitu surat utang negara (SUN)

dan surat berharga syariah Negara (SBSN). Surat Utang Negara adalah surat

berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun

valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik

Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya. SUN diterbitkan dalam bentuk warkat

atau tanpa warkat. SBSN disebut juga Sukuk Negara adalah surat berharga negara

yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan

terhadap aset SBSN baik dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing.

SUN terbagi dalam dua bagian, yaitu SUN Domestik dan SUN Valas. Begitu

pula dengan SBSN terbagi ke dalam dua bagian, yaitu SBSN Domestik dan SBSN

Valas. Dalam realisasinya, Penerbitan SUN Domestik mendominasi dengan nilai

sebesar Rp284.376,79 Milyar. Hal ini sejalan dengan kebijakan pembiayaan yang

lebih mengutamakan pembiayaan dari dalam negeri (domestik).

Data realisasi dan kebutuhan bersih untuk penerbitan SBN sampai dengan

Akhir Desember Tahun Anggaran yang dirilis oleh DJPU adalah sebagai berikut:

Data Proyeksi Defisit Fiskal dan Pembiayaan Anggaran terhadap PDB untuk

RAPBN-P 2015 ditargetkan akan semakin menurun dari APBN 2015 awal sebesar

2,2% menjadi 1,9%. Penurunan defisit ini terutama ditujukan untuk menjaga

ketahanan dan kesinambungan fiskal. Perkembangan Defisit dan Pembiayaan

Anggaran untuk TA 2010 s.d. RAPBNP 2015 ditunjukkan oleh Grafik 5-1 yang dirilis

oleh Kementerian Keuangan sebagai berikut:

Utang merupakan bagian dari Kebijakan Fiskal khususnya APBN yang merupakan

bagian dari Kebijakan Pengelolaan Perekonomian Indonesia. Jadi dengan

penerapan kebijakan defisit anggaran, dimana Pendapatan Negara lebih kecil

dibandingkan Belanja Negara, maka Pemerintah mempunyai beberapa alternatif

untuk membiayai kekurangan tersebut, salah satu caranya adalah dengan

menggunakan utang.

C. Kelebihan dan Kekurangan Utang Dalam Negeri

Ditengah kondisi perekonomian global yang tidak stabil, pemerintah melakukan

kebijakan pengetatan untuk utang luar negeri. Karena pemerintah menerapkan

defisit anggaran, kebutuhan untuk menutupi defisit tersebut tetap harus dipenuhi

agar proyek-proyek yang terdapat di dalam APBN tetap dapat dijalankan. Untuk itu,

Pemerintah lebih condong kearah penbiayaan yang berasal dari dalam negeri.

Berikut beberapa kelebihan pembiayaan utang dalam negeri, antara lain:

1. Tidak terlalu terpengaruh tekanan ekonomi global sehingga pemerintah tetap

dapat menjaga stabilitas keuangan negera, stabilitas perekonomian dan nilai

tukar rupiah.

2. Karena transaksi menggunakan mata uang dalam negeri, maka pembayaran

utang dan bunga utang tidak terpengaruh oleh nilai tukar rupiah yang

trendnya semakin terdepresiasi.

3. Instrumen pembiayaan yang relatif aman dan stabil.

Tiada gading yang tak retak, begitu pula dengan utang yang bersumber dari dalam

negeri. Dengan banyaknya keunggulan dari utang dalam negeri, terdapat pula

kelemahan-kelemahan yang bisa berakibat fatal apabila tidak dengan cermat

diperhitungkan. Beberapa kelemahan-kelemahan yang dapat diidentifikasi dari utang

dalam negeri antara lain:

1. Tingginya tingkat bunga pengembalian utang yang diminta oleh segmen

pasar untuk instrument pembiayaan dalam negeri seperti obligasi

menyebabkan bunga utang yang meningkat seiring dengan kenaikan tingkat

bunga tersebut

2. Terjadinya perlambatan perekonomian Negara akibat peningkatan bunga

pengembalian utang sehingga fiscal space semakin mengecil.

3. Karena pertumbuhan ekonomi yang melambat, atau bahkan negatif, dapat

menyebabkan terjadi penarikan dana besar-besaran atau yang lebih dikenal

dengan istilah crowding-out effect sektor swasta di pasar finansial.

D. Kelebihan dan Kekurangan Utang Luar Negeri

Ada beberapa kelebihan utama mengapa banyak pihak, terutama swasta lebih

memilih utang luar negeri, antara lain:

1. Biaya Bunga Utang Luar Negeri lebih murah daripada Utang Dalam Negeri.

2. Utang luar negeri mempunyai jangka waktu pinjaman rata-rata lebih panjang

daripada utang dalam negeri.

3. Rasio kredit perbankan (loan to deposit ratio) dalam negeri di posisi lebih dari

90% menyebabkan keterbatasan pemberian utang jangka pendek.

Dari kelebihan diatas, jelaslah bahwa banyak pihak, terutama pihak swasta yang

membutuhkan dana segar agar perusahaannya tetap going concern lebih memilih

utang luar negeri daripada utang dalam negeri. Tetapi, dibalik kelebihan-kelebihan

tersebut, terdapat jebakan tersembunyi yang kadang disadari tetapi sulit untuk

diantisipasi. Berikut beberapa kekurangan dari Utang Luar Negeri, antara lain:

1. Nilai tukar rupiah yang menurun dapat menambah beban Utang Luar Negeri

dan menghabiskan fiscal space keuangan negara karena anggaran negara

tersedot untuk membayar cicilan pokok dan bunga utang Luar negeri yang

terus membengkak.

2. Fiscal burden yang disebabkan oleh Utang Luar Negeri yang tidak terkontrol

menyebabkan kesulitan untuk melakukan percepatan pembangunan.

3. Negara dipaksa mengefisienkan pengeluaran untuk sektor-sektor strategis,

seperti sektor pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, pertanian

dan lain-lain (Musgrave, 1991).

DAFTAR PUSTAKA:

http://www.anggaran.depkeu.go.id/dja/acontent/NK%20RAPBNP%202015.pdf

http://www.kemenkeu.go.id/Publikasi/budget-brief-apbn-2015

http://www.djpu.kemenkeu.go.id/uploads/files/dmodata/in/5Statistik/1Posisi_Utang/4BSPUN/BSPUP%20(Govt%20Debt%20Profile)%20edisi%20Januari%202015(1).pdf