tugas kelompok 5

18
TUGAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN BIOLOGI “FENOMENA PENGALIHAN FUNGSI HUTAN DI KALIMANTAN BARAT MENJADI LAHAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT” OLEH KELOMPOK V : Irma Sri Rezky D14112025 Eka Pratama Kurniawan D14112026 Ayu Arini D14112027 Rezky Akbar D14112028 Dwi Farastika D14112029 DOSEN PEMBIMBING Jumiati, S.Si, M.Si PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN JURUSAN TEKNIK SIPIL

Upload: eka-pratama-kurniawan

Post on 28-Nov-2015

16 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Hutan

TRANSCRIPT

TUGAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN BIOLOGI

“FENOMENA PENGALIHAN FUNGSI HUTAN DI KALIMANTAN BARAT

MENJADI LAHAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT”

OLEH KELOMPOK V :

Irma Sri Rezky D14112025

Eka Pratama Kurniawan D14112026

Ayu Arini D14112027

Rezky Akbar D14112028

Dwi Farastika D14112029

DOSEN PEMBIMBING

Jumiati, S.Si, M.Si

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

DEFINISI HUTAN

Hutan mempunyai jasa yang sangat besar bagi kelangsungan makhluk hidup terutama

manusia. Salah satu jasa hutan adalah mengambil karbon dioksida dari udara dan

menggantinya dengan oksigen yang diperlukan makhluk lain. Maka hutan disebut paru-paru

dunia. Jadi, jika terlalu banyak hutan yang rusak, tidak akan ada cukup oksigen untuk

pernapasan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, yang

dimaksud dengan hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai karena di dalamnya terkandung

keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-

kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam

hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan

sebagainya. Karena itu pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam UUD 45,

UU No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985

dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan

Dirjen Pengusahaan Hutan. Namun gangguan terhadap sumber daya hutan terus berlangsung

bahkan intensitasnya makin meningkat.

Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Fungsinya

Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai

perlindungan sistem penyangga kehidupan.

Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai

fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan

konservasi terdiri atas :

Hutan Suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi

pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistemnya

serta berfungsi sebagai wilayah penyangga kehidupan. Kawasan hutan suaka alam terdiri atas

cagar alam, suaka margasatwa dan Taman Buru.

Kawasan Hutan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik

didarat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga

kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara

lestari sumber alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan pelestarian alam terdiri atas taman

nasional, taman hutan raya (TAHURA) dan taman wisata alam.

Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang diperuntukkan guna produksi hasil

hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya serta pembangunan, industri,

dan ekspor pada khususnya. Hutan produksi dibagi menjadi tiga, yaitu hutan produksi

terbatas (HPT), hutan produksi tetap (HP), dan hutan produksi yang dapat dikonversikan

(HPK).

MANFAAT HUTAN BAGI MANUSIA DAN LINGKUNGAN

Hutan memiliki banyak manfaat untuk kita semua. Hutan merupakan paru-paru dunia

(planet bumi) sehingga perlu kita jaga karena jika tidak maka hanya akan membawa dampak

yang buruk bagi kita di masa kini dan masa yang akan datang.

1. Manfaat Ekonomi

Hasil hutan dapat dijual langsung atau diolah menjadi berbagai barang yang bernilai

tinggi.

Membuka lapangan pekerjaan bagi pembalak hutan legal.

Menyumbang devisa negara dari hasil penjualan produk hasil hutan ke luar negeri.

2. Manfaat Klimatologis

Hutan dapat mengatur iklim

Hutan berfungsi sebagai paru-paru dunia yang menghasilkan oksigen bagi

kehidupan.

3. Manfaat/Fungsi Hidrolis

Dapat menampung air hujan di dalam tanah

Mencegah intrusi air laut yang asin

Menjadi pengatur tata air tanah

4. Manfaat/Fungsi Ekologis

Mencegah erosi dan banjir

Menjaga dan mempertahankan kesuburan tanah

Sebagai wilayah untuk melestarikan kenaekaragaman hayati

HUTAN DI KALIMANTAN BARAT

Kalimantan Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau Kalimantan

dan beribu kotakan Pontianak serta terkenal dengan provinsi seribu sungai. Luas wilayah

Provinsi Kalimantan Barat adalah 146.807 km² (7,53% luas Indonesia) merupakan provinsi

terluas keempat setelah Papua, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Sebagai provinsi

yang geografisnya terletak di garis khatulistiwa dan beriklim tropis serta topografi yang luas,

perkembangan sektor perkebunan di Kalimantan Barat dari tahun ke tahun memang

mengalami peningkatan yang cukup signifikan, dalam skala perkebunan besar, produksi

terbesar di Kalimantan Barat adalah tanaman kelapa sawit, dan untuk perkebunan rakyat,

karet adalah komoditas utama yang menjadi primadona.

Karet dan kelapa sawit merupakan bentuk usaha yang dipilih karena hasil yang sangat

menjanjikan. Sekitar 60% lahan yang ada di Kalimantan Barat kini telah beralih fungsi

menjadi perkebunan. Lahan terluas yang digunakan untuk perkebunan kelapa sawit di

Kalimantan Barat yaitu di kabupaten Sanggau dengan luas lahan 63.238 Ha, untuk peringkat

kedua yaitu di kabupaten Ketapang dengan luas lahan 49.936 Ha, dan untuk terluas ketiga

yaitu kabupaten Sekadau dengan luas lahan 24.634 Ha.

Secara teknis, kelapa sawit cocok untuk daerah Kalimantan Barat, karena tidak

mempersyaratkan kesuburan tanah. Hampir sepertiga luas wilayah Kalimantan Barat sudah

dikonversi menjadi wilayah perkebunan sawit. Hasil-hasil dari perkebunan ini memberikan

kontribusi terhadap pembangunan di daerah Kalimantan Barat dan merupakan salah satu

mata pencaharian masyarakat di Kalimantan Barat. Selain bagi masyarakat, perusahaan

pengelolanya juga dapat menghasilkan keuntungan dengan menjual hasil perkebunan baik

melalui pasar domestik maupun pasar global.

Di Kalimantan Barat pengembangan dan pengelolaan perkebunan kelapa sawit mulai

dibuka pada 1980. Daerah pengembangannya terdapat di Kabupaten Pontianak, Sanggau,

Sintang dan Sambas. Fenomena yang muncul seiring dengan dibukanya perkebunan kelapa

sawit adalah terjadinya perubahan lingkungan alam, yaitu semakin mempersempit kawasan

hutan. Hal ini berarti juga mempersempit areal cadangan lahan perladangan, yang pada

akhirnya akan menyebabkan terjadinya perubahan luas sumber daya alam yang masyarakat

miliki, dan memaksa masyarakat harus menyesuaikan atau mengembangkan teknologi baru

untuk eksploitasi sumber daya dan akan mempengaruhi aspek sosial budayanya.

DAMPAK EKOLOGI DAN LINGKUNGAN AKIBAT PERKEBUNAN SAWIT

BERSKALA BESAR

Pertumbuhan sub-sektor kelapa sawit telah menghasilkan angka-angka pertumbuhan

ekonomi yang sering digunakan pemerintah bagi kepentingannya untuk mendatangkan

investor ke Indonesia. Namun pengembangan areal perkebunan kelapa sawit ternyata

menyebabkan meningkatnya ancaman terhadap keberadaan hutan Indonesia karena

pengembangan areal perkebunan kelapa sawit utamanya dibangun pada areal hutan konversi.

Konversi hutan alam masih terus berlangsung hingga kini bahkan semakin menggila

karena nafsu pemerintah yang ingin menjadikan Indonesia sebagai produsen minyak sawit

terbesar di dunia. Demi mencapai maksudnya tadi, pemerintah banyak membuat program

ekspnasi wilayah kebun meski harus mengkonversi hutan.

Sebut saja Program sawit di wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia di pulau

Kalimantan seluas 1,8 jt ha dan Program Biofuel 6 juta ( tribun Kaltim, 6 juta ha untuk

kembangkan biofuel) ha. Program pemerintah itu tentu saja sangat diminati investor, karena

lahan peruntukan kebun yang ditunjuk pemerintah adalah wilayah hutan. sebelum mulai

berinvestasi para investor sudah bisa mendapatkan keuntungan besar berupa kayu dari hutan

dengan hanya mengurus surat Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) kepda pihak pemerintah, dalam

hal ini departemen kehutanan.

Dampak negatif yang terungkap dari aktivitas perkebunan kelapa sawit diantaranya

yaitu:

Persoalan tata ruang, dimana monokultur, homogenitas dan overloads konversi.

Hilangnya keaneka ragaman hayati ini akan memicu kerentanan kondisi alam berupa

menurunnya kualitas lahan disertai erosi, hama dan penyakit.

Pembukaan lahan sering kali dilakukan dengan cara tebang habis dan land clearing

dengan cara pembakaran demi efesiensi biaya dan waktu, sehingga pada akhirnya akan

menyebabkan akibat lain seperti menyebabkan penyakit pernafasan bagi penduduk

sekitar.

Kerakusan unsur hara dan air tanaman monokultur seperti sawit, dimana dalam satu hari

satu batang pohon sawit bisa menyerap 12 liter (hasil peneliti lingkungan dari

Universitas Riau) T. Ariful Amri MSc Pekanbaru/ Riau Online). Di samping itu

pertumbuhan kelapa sawit mesti dirangsang oleh berbagai macam zat fertilizer sejenis

pestisida dan bahan kimia lainnya.

Munculnya hama migran baru yang sangat ganas karena jenis hama baru ini akan

mencari habitat baru akibat kompetisi yang keras dengan fauna lainnya. Ini disebabkan

karena keterbatasan lahan dan jenis tanaman akibat monokulturasi.

Pencemaran yang diakibatkan oleh asap hasil dari pembukaan lahan dengan cara

pembakaran dan pembuangan limbah, merupakan cara-cara perkebunan yang meracuni

makhluk hidup dalam jangka waktu yang lama. Hal ini semakin merajalela karena

sangat terbatasnya lembaga (ornop) kemanusiaan yang melakukan kegiatan tanggap

darurat kebakaran hutan dan penanganan Limbah.

Terjadinya konflik horiziontal dan vertikal akibat masuknya perkebunan kelapa sawit.

sebut saja konflik antar warga yang menolak dan menerima masuknya perkebunan sawit

dan bentrokan yang terjadi antara masyarakat dengan aparat pemerintah akibat sistem

perijinan perkebunan sawit.

Hilangnya budaya masyarakat di sekitar hutan khususnya di Kalimantan Barat.

Selanjutnya, praktek konversi hutan alam untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit

seringkali menjadi penyebab utama bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.

Praktek konversi hutan alam untuk pengembangan areal perkebunan kelapa sawit telah

menyebabkan jutaan hektar areal hutan konversi berubah menjadi lahan terlantar berupa

semak belukar dan/atau lahan kritis baru, sedangkan realisasi pembangunan perkebunan

kelapa sawit tidak sesuai dengan yang direncanakan.

Dampak negatif terhadap lingkungan menjadi bertambah serius karena dalam

prakteknya pembangunan perkebunan kelapa sawit tidak hanya terjadi pada kawasan hutan

konversi, melainkan juga dibangun pada kawasan hutan produksi, hutan lindung, dan bahkan

di kawasan konservasi yang memiliki ekosistem yang unik dan mempunyai nilai

keanekaragaman hayati yang tinggi (Manurung, 2000; Potter and Lee, 1998).

Pertumbuhan sub-sektor kelapa sawit telah menghasilkan angka-angka pertumbuhan

ekonomi yang sering digunakan pemerintah bagi kepentingannya untuk mendatangkan

investor ke Indonesia. Namun pengembangan areal perkebunan kelapa sawit ternyata

menyebabkan meningkatnya ancaman terhadap keberadaan hutan Indonesia karena

pengembangan areal perkebunan kelapa sawit utamanya dibangun pada areal hutan konversi.

PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DAN KONFLIK YANG MENYERTAINYA

Berdasarkan data Kasdam XII Tanjungpura bahwa konflik lahan yang ada di

Kalimantan Barat cukup kencang saat ini sudah ada 84 kasus yang menyangkut lahan

perkebunan. Dari 84 kasus tersebut, biasanya yang paling sering terjadi yaitu masyarakat adat

dengan perkebunan, pemilik lahan dengan pemerintah, perusahaan dengan pemerintah,

masyarakat dengan masyarakat dan karyawan dengan perusahaan. Salah satu contoh kasus

yaitu persoalan di Kawasan Hutan adat Seruat Dua Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya,

Kalimantan Barat mengenai konflik antara masyarakat dan perusahaan kelapa sawit. Karena

masyarakat resah akan lahan yang telah dirambah untuk perkebunan sawit. Hal ini

menjadikan mereka akan kesulitan mendapatkan air tawar pada saat kemarau datang setelah

hutan itu gundul dikarenakan hutan itu adalah sumber air tawar bagi masyarakat.

Hal yang paling dikritisi adalah pembukaan lahan hutan menjadi perkebunan skala

besar. Misalnya saja, target untuk luasan pembukaan perkebunan kelapa sawit yaitu 1,5 juta

Ha. Kebun yang sudah ditanam dan telah dikelola mencapai 900 ribu hektar. Tetapi faktanya

proses perizinan kini sudah mencapai 4,8- 4,9 juta Ha. Luas perkebunan yang masih dalam

proses perizinan yang jauh lebih luas dari target itu akan kembali merusak hutan di Kalbar.

Target yang 1,5 juta hektar itu sebenarnya prioritas untuk lahan kritis dan tidak produktif.

Tetapi jika izin nanti melebihi target, bisa dipastikan jika yang diambil itu bukan hanya lahan

kritis. Pasti di dalamnya ada tanah yang masih punya hutan, ada hutan produksi, dan lahan

gambut. Wilayah yang dikelola masyarakat menjadi semakin sempit.

KASUS KELAPA SAWIT DI KALIMANTAN BARAT

Berikut ini adalah contoh kasus tuntutan yang dilayangkan oleh masyarakat Kalimantan

Barat terhadap Sinar Mas – PT Kartika Prima Cipta, sebuah perusahaan yang bergerak

dibidang perkebunan kelapa sawit.

Konflik sosial, termasuk sengketa hak tanah dan sumber dayanya sering disebabkan oleh

ekspansi lahan perkebunan. Ada lebih dari 500 kasus konflik sosial di sector perkebunan

kelapa sawit Indonesia, terutama soal hak atas tanah, sengketa tenaga kerja, ketidak

harmonisan kemitraan perusahaan dengan komunitas, kriminalisasi penduduk desa, dan

skandal politik tingkat tinggi termasuk penerbitan izin ilegal untuk konversi hutan alam untuk

perkebunan kelapa sawit dan areal perkebunan di kawasan hutan yang dilindungi dan taman-

taman nasional.

Orang-utan hanya dapat ditemukan di kawasan hutan tropis Kalimantan dan Sumatera

yang secara cepat hilang. Penebangan hutan yang dialih fungsikan menjadi perkebunan

adalah salah satu penyebab utama penurunan drastis jumlah orangutan dalam beberapa tahun

belakangan. Perkiraan terbaru mengatakan bahwa antara 45.000 dan 69.000 orangutan di

Kalimantan dan tidak lebih dari 7.300 orangutan Sumatera yang ada di alam bebas. Badan

Lingkungan PBB (UNEP) mengkategorikan jumlah orangutan Kalimantan berada dalam

bahaya, artinya resiko kepunahan terjadi dalam waktu dekat.

Di saat orangutan kehilangan hutan, merekapun kehilangan sumber makanan alami dan

harus berjuang untuk bertahan hidup dengan memakan tana

Perkebunan kelapa sawit yang masih muda. Akibatnya, orangutan yang kelaparan itu

dipandang sebagai ‘hama’ oleh produsen sehingga pekerja-pekerja perkebunan membunuh

orangutan untukmenjaga lahan.Menurut Pusat Perlindungan Orangutan, setidaknya 1.500

orangutan mati di tahun 2006 akibat serangan yang disengaja oleh pekerja perkebunan akibat

perluasan perkebunan kelapa sawit.

Di Kalimantan Barat Sinar Mas memperluas operasinya di sekitar Taman Nasional

Danau Sentarum - sebuah situs lahan basah yang diakui secara internasional. Penilaian yang

dilakukan oleh Flora dan Fauna Internasional (FFI) mengungkapkan bahwa pada tahun 2009

Sinar Mas telah membangun kanal-kanal saluran di wilayah areal perkebunan untuk

mengeringkan rawa-rawa gambut dan menggantinya dengan perkebunan kelapa sawit.

Menurut Kepala Taman Nasional, mengusik dan mencemari lahan basah akan sangat

merusak dan mempengaruhi kualitas Sungai Kapuas yang menjadi sumber dari 70% air

bersih Kalimantan Barat, suplai ikan di mana masyarakat sekitar menggantungkan

kehidupannya.Penyelidikan Greenpeace telah mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan

Sinar Mas telahnterus-menerus melanggar hukum dan peraturan kehutanan Indonesia dalam

pembukaan lahan hutan untuk sejumlah perkebunan kelapa sawit. Greenpeace merilis bukti

tersebut pada akhir tahun 2009 yang menunjukkan bahwa Sinar Mas telah gagal mematuhi

peraturan Departemen Kehutanan dalam beberapa kasus dan gagal untuk mengajukan

permohonan izin yang dikenal sebagai Izin pemanfaatan (IPK), sebelum pembukaan hutan di

sejumlah areal perkebunan Taman Nasional Danau Sentarum di Kalimantan Barat.

Gambar 1. Land Clearing yang dilakukan dengan membakar hutan

Gambar 2. Lahan hutaN yang telah dibakar tanpa izin

Gambar 3. Hutan yang telah dibabat

Gambar 4. Asap yang diakibatkan oleh pembakaran lahan.

Gambar 5. Hutan yang telah menjadi lahan kritis

Gambar 6. Penggalian saluran drainase dilahan gambut sekitar Taman Nasional Danau

Sentarum

Gambar 7. Aktivitas Land Clearing

Gambar 8. Hutan yang telah dibakar

Gambar 9. Tuntutan yang dilayangkan oleh penduduk sekitar hutan Kalimantan Barat