tugas individu sit

19
2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri besi di Indonesia telah memasuki tahap majurity dimana setiap aspek pembangunan membutuhkan bahan baku besi, tidak terkecuali pertambangan yang sangat bergantung terhadap besi tidak hanya membangun infrastruktur namun juga kepada safety tools (alat perlindungan). Seperti pernyataan Gernot Ringling, Direktur Messe Dusseldorf Asia yang dikutip dalam liputan bisnis.com, “Permintaan terhadap besi baja di Indonesia akan terus meningkat menyusul program konektivitas infrastruktur ekonomi nasional”. PT. Primasource Asia (PSA) merupakan industri pembuat safety tools untuk pertambangan bawah tanah dan untuk pembangunan pabrik (tidak menyediakan besi konstruksi) yakni wire mesh, rock bolt, cable bolt, plate, dan sebagainya. PSA memerlukan bahan baku besi berupa koil (gulungan) yang disediakan oleh vendor dan selanjutnya akan diproduksi di pabrik PSA menjadi barang siap pakai. PSA yang telah berdiri selama 8 tahun, memiliki sepak terjang yang bagus dimata para customer dikarenakan kualitas barang yang setara dengan barang import bahkan mencapai kategori memuaskan dengan harga yang masih terjangkau dalam cashflow perusahaan mereka. Kualitas barang yang dimiliki oleh PSA sangat ditentukan oleh bahan baku yang disediakan oleh para penyedia besi sebagai bahan baku produk PSA. Bahan baku tersebut harus sesuai dengan standard produksi PSA. Sampai tahun 2013, pabrik penghasil bahan baku besi dalam bentuk koil sudah banyak pilihan baik yang mereka olah sendiri dengan sumber daya yang ada di Indonesia ataupun yang mereka import dari negara luar. Pengadaan barang dan jasa merupakan aktivitas pemerintah yang paling signifikan, tidak hanya dalam hal jumlah aktivitas namun juga dana yang dialokasikan (Moon, 2005). Dalam APBN 2009 tercatat total nilai belanja yang melalui proses pengadaan barang dan jasa adalah 347 triliun atau 33,4 % dari total APBN, yang terdiri dari 180 triliun yang merupakan bagian dari Belanja Pemerintah Pusat dan Rp 167 triliun

Upload: adi-nugroho

Post on 27-Oct-2015

56 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Individu SIT

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan industri besi di Indonesia telah memasuki tahap majurity dimana

setiap aspek pembangunan membutuhkan bahan baku besi, tidak terkecuali

pertambangan yang sangat bergantung terhadap besi tidak hanya membangun

infrastruktur namun juga kepada safety tools (alat perlindungan). Seperti pernyataan

Gernot Ringling, Direktur Messe Dusseldorf Asia yang dikutip dalam liputan bisnis.com,

“Permintaan terhadap besi baja di Indonesia akan terus meningkat menyusul program

konektivitas infrastruktur ekonomi nasional”. PT. Primasource Asia (PSA) merupakan

industri pembuat safety tools untuk pertambangan bawah tanah dan untuk

pembangunan pabrik (tidak menyediakan besi konstruksi) yakni wire mesh, rock bolt,

cable bolt, plate, dan sebagainya. PSA memerlukan bahan baku besi berupa koil

(gulungan) yang disediakan oleh vendor dan selanjutnya akan diproduksi di pabrik PSA

menjadi barang siap pakai.

PSA yang telah berdiri selama 8 tahun, memiliki sepak terjang yang bagus

dimata para customer dikarenakan kualitas barang yang setara dengan barang import

bahkan mencapai kategori memuaskan dengan harga yang masih terjangkau dalam

cashflow perusahaan mereka. Kualitas barang yang dimiliki oleh PSA sangat ditentukan

oleh bahan baku yang disediakan oleh para penyedia besi sebagai bahan baku produk

PSA. Bahan baku tersebut harus sesuai dengan standard produksi PSA. Sampai tahun

2013, pabrik penghasil bahan baku besi dalam bentuk koil sudah banyak pilihan baik

yang mereka olah sendiri dengan sumber daya yang ada di Indonesia ataupun yang

mereka import dari negara luar.

Pengadaan barang dan jasa merupakan aktivitas pemerintah yang paling

signifikan, tidak hanya dalam hal jumlah aktivitas namun juga dana yang dialokasikan

(Moon, 2005). Dalam APBN 2009 tercatat total nilai belanja yang melalui proses

pengadaan barang dan jasa adalah 347 triliun atau 33,4 % dari total APBN, yang terdiri

dari 180 triliun yang merupakan bagian dari Belanja Pemerintah Pusat dan Rp 167 triliun

Page 2: Tugas Individu SIT

3

adalah Belanja Daerah (Depkeu, 2010). Sayangnya besarnya dana yang dialokasikan

belum diimbangi dengan pengelolaan yang baik. Dari hasil pemeriksaan Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK) semester II tahun 2008 untuk Belanja Pemerintah Pusat

yang berkaitan dengan pengadaan barang/jasa ditemukan 115 kasus kerugian negara, 6

kasus yang berpotensi kerugian negara, 50 kasus kekurangan penerimaan, 27 kasus

administrasi dan 38 kasus ketidakhematan (BPK, 2010).

Pengadaan barang dan jasa secara konvensional memiliki beberapa kelemahan

(LKPP, 2009) yaitu: Pengadaan barang secara arisan dan adanya kickback selama

proses pengadaan, melakukan suap untuk memenangkan pengadaaan, proses

pengadaan yang tidak transparan, pengelola proyek tidak mengumumkan rencana

pengadaan, pemasok memasang harga yang lebih tinggi (mark-up), memenangkan

perusahaan kerabat, saudara atau kelompok tertentu tidak membuka akses bagi peserta

dari derah sekitarnya, mencantumkan spesifikasi teknis yang hanya dapat dipenuhi satu

pelaku usaha tertentu, adanya pemasok yang tidak memenuhi kelengkapan administrasi

namun tetap dapat mengikuti proses tender dan menggunakan metoda pemilihan

penyedia barang/jasa pemerintah yang tidak seharusnya untuk mencapai maksud

tertentu seperti menggunakan metoda penunjukkan langsung dengan tidak

menghiraukan ketentuan yang ada. Masalah akuntabilitas publik terhadap proses

pengadaan barang secara konvensional juga menjadi masalah etis tersendiri

(Matthews,2005).

Untuk mengatasi berbagai kelemahan yang ada dalam proses pengadaan barang

dan jasa secara konvensional, maka Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan

sebuah inovasi dalam pengadaan barang dan jasa di sektor publik yaitu e-Procurement.

Kemauan politik pemerintah akan pentingnya e-Procurement secara eksplisit dinyatakan

oleh pemerintah semenjak dikeluarkannya Inpres No 3 tahun 2003 tentang Kebijakan

dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government. E-Procurement atau pengadaan

barang dan jasa secara elektronik sebenarnya sudah lama diterapkan di sektor swasta.

Implementasi e-Procuremet di sektor swasta memberikan dampak positif bagi organisasi

membuat banyak organisasi sektor publik dan organisasi pemerintah di berbagai negara

mulai mengadopsi sistem ini (Reddick, 2004).

Page 3: Tugas Individu SIT

4

E-Procurement dapat menjadi instrumen untuk mengurangi tindakan KKN karena

melalui E-Procurement lelang menjadi terbuka sehingga akan muncul tawaran-tawaran

yang lebih rasional. Bahkan mereka juga yang tidak berada dalam jaringan pun bisa

terlibat. Meskipun menurut Fathur Wahid tidak terhindari adanya ‘permainan-permainan’

puladalam praktik E-Procurement. Penggunaan E-Procurement secara rasional dapat

menghemat anggaran 20-40%. Selain itu, E-Procurement dapat menghemat 50%

anggaran untuk kontrak kecil dan 23% untuk kontrak besar (Republika, 21 Juni 2009).

Kebijakan implementasi E-Procurement dilakukan dengan cara mengoptimalkan

pemanfaatan kemajuan teknologi informasi untuk mewujudkan good governance melalui

pengadaan barang dan jasa yang bebas KKN. Penerapan E-Procurement dikembangkan

untuk membentuk jaringan sistem manajemen dan proses kerja instansi pemerintah

maupun swasta secara terpadu dengan pihak-pihak yang menjadi kerjasama dalam

proses pengadaan barang dan jasa. E-Procurement juga memberikan rasa aman dan

nyaman. Rasa aman karena proses pengadaan mengikuti ketentuan yang diatur secara

elektronik dengan mengedepankan transparansi dan akuntabilitas, sehingga pemenang

adalah penyedia barang dan jasa yang telah mengikuti kompetisi dengan adil dan

terbuka. Jumlah peserta pengadaan yang bertambah akan meningkatkan persaingan

yang mengakibatkan penawaran mencapai harga pasar yang sesungguhnya. Risiko

panitia menjadi berkurang karena teknologi membantu mengurangi memungkinan

kesalahan prosedur baik yang disengaja maupun tidak. Pada akhirnya, masing-masing

pihak merasa nyaman berkat bantuan E-Procurement. Kenyamanan yang diberikan juga

dapat dilihat dari menurunnya jumlah sanggah sejak digunakannya E-Procurement.

Sifat E-Procurement yang lintas sektor menuntut penyediaan fasilitas TI yang

mencukupi kebutuhan setiap unit organisasi dalam menyelenggarakan proses

pengadaan. Ketika sistem yang ada tidak dapat digunakan oleh pihak yang terkait

dengan proses pengadaan, tentunya akan menimbulkan keluhan. Dari sisi panitia

pengadaan, ketidaktersediaan sistem akan mengganggu proses pencantuman

pengadaan beserta dokumen penunjangnya. Dari sisi pelaku usaha, ketidaktersediaan

sistem akan mengganggu proses pengunduhan dokumen pengadaan, dan

pengunggahan dokumen penawaran. Oleh karena itu, E-Procurement menuntut

Page 4: Tugas Individu SIT

5

organisasi untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan dalam pengelolaan sistem TI.

E-Procurement juga mengajak pihak yang terlibat untuk lebih mengenal dan mengerti

TI. Panitia pengadaan dituntut mampu menggunakan teknologi TI dalam

mengoperasikan sistem E-procurement. Pelaku usaha wajib menggunakan teknologi

yang ada jika ingin berpartisipasi dalam kegiatan pengadaan.

Dari penerapan e-procurement telah diperoleh beberapa manfaat seperti

yang dijelaskan oleh Teo et al., (2009) membagi keuntungan dari e-procurement

menjadi 2 yaitu keuntungan langsung (meningkatkan akurasi data, meningkatkan

efisiensi dalam operasi, proses aplikasi yang lebih cepat, mengurangi biaya

administrasi dan mengurangi biaya operasi) dan keuntungan tidak langsung (e-

procurement membuat pengadaan lebih kompetitif, meningkatkan customer

services, dan meningkatkan hubungan dengan mitra kerja). Selain itu Panayitou

et al., (2004) juga menambahkan yaitu e-procurement dapat mengurangi supply cost

(rata-rata sebesar 1 %), mengurangi Cost per tender (rata-rata 20% cost per

tender), dapat memberikan lead time savings (untuk open tender rata-rata 6,8

bulan - 4,1 bulan dan untuk tender terbatas rata-rata 11,8 bualan-7,7 bulan),

peningkatan proses (pemesanan yang simpel, mengurangi pekerjaan kertas,

mengurangi pemborosan, mempersingkat birokrasi, standarisasi proses dan

dokumentasi.

1.2 Permasalahan

Pelelangan Elektronik di Indonesia memiliki banyak manfaat, namun

penerapannya ternyata masih sangat kurang, hal ini diakibatkan karena pelaksanaan e-

procurement juga memiliki banyak hambatan, contohnya investasi teknologi yang masih

tergolong mahal. Penelitian yang dilakukan sebelumnya di Indonesia sebatas kajian e-

procurement pada suatu perusahaan kontruksi tertentu. Tentu saja daftar hambatan

yang didapat dari studi tersebut sangat subyektif, hanya sebatas kendala yang dihadapi

perusahaan yang diteliti tersebut. Penelitian ini akan memanfaatkan Hambatan (barrier)

pelaksanaan e-procurement dari sudut pandang penyedia jasa konsultasi pada

pelaksanaan jasa konsultasi secara elektronik, literatur telah didapat melalui penelitian di

Eropa, diharapkan dapat dijadikan sumber acuan penelitian di Indonesia agar didapat

Page 5: Tugas Individu SIT

6

gambaran umum hambatan pelaksanaan pelelangan elektronik yang terjadi di

Indonesia.

Penelitian ini lebih lanjut akan mendata persiapan apa saja yang diperlukan

untuk dapat melaksanakan e-procurement melalui pendapat pakar, lalu dianalisa

pengaruh hambatan tersebut pada pelaksanaan e-procurement tersebut terhadap

penerapannya pada institusi swasta dalam penelitian ini adalah PSA yang menggunakan

sistem pelelangan secara e-procurement dan memberikan rekomendasi tindakan untuk

mengatasi hambatan-hambatan tersebut.

Rumusan masalah pada penelitian ini, yaitu :

1. Hambatan apa yang terjadi pada proses pengadaan barang/jasa secara

elektronik (e-procurement) terhadap penyedia jasa.

2. Bagaimana mengatasi hambatan yang kuat berpengaruh pada proses

pengadaan barang/jasa secara elektronik (e-procurement) terhadap penyedia

jasa.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi hambatan pada proses pengadaan barang/jasa konsultasi secara

elektronik (e-procurement) terhadap penyedia jasa.

2. Merekomendasikan tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan yang

kuat berpengaruh pada proses pengadaan baarang/jasa konsultasi secara eletronik

(e-procurement) terhadap penyadia jasa.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi bagi :

1. Pemerintah sebagai penentu kebijakan pelaksanaan e-procurement, agar menjadi

acuan pada saat pembuatan Undang-Undang dan teknis pelaksaan mengenai e-

procurement di Indonesia.

2. Sebagai pedoman PSA dalam mempersiapkan peserta pengadaan ketika akan

mengikuti pelelangan elektronik (e-procurement)

Page 6: Tugas Individu SIT

7

3. Perusahaan swasta lainnya sebagai acuan dalam pelaksanaan pengadaan

barang/jasa secara elektronik baik internal maupun external perusahaan.

Page 7: Tugas Individu SIT

8

BAB II

Kerangka Teori

2.1 Kerangka Teoritis

Pengadaan barang/jasa di Indonesia dilaksanakan dengan pedoman Keppres RI

No.80 Tahun 2003 beserta perubahannya. Dalam pelaksanaannya, proses pemilihan

penyedia jasa dilakukan dengan menggunakan beberapa metode pemilihan/seleksi

antara lain :

1. Pelelangan/seleksi umum yaitu suatu metoda pemilihan penyedia barang/jasa

yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui

media massa.

2. Pelelangan/seleksi terbatas yaitu suatu metode pemilihan penyedia barang/jasa

terbatas dalam hal jumlah penyedia jasa yang mampu melaksanakan di yakini

terbatas.

3. Pelelangan/seleksi langsung adalah metode pemilihan penyedia barang/jasa dengan

membandingkan sekurang-kurangnnya 3 (tiga) penawaran.

4. Penunjukkan langsung adalah metode pemilihan penyedia jasa untuk pekerjaan

yang memenuhi kriteria keadaan tertentu dan keadaan khusus, dengan cara

penunjukkan langsung terhadap 1 (satu) penyedia jasa.

2.1.1 E-Procurement

E-Procurement adalah suatu aplikasi untuk mengelola data pengadaan

barang/jasa yang meliputi data pengadaan berbasis internet yang didesain untuk

mencapai suatu proses pengadaan efektif, efisien dan terintegrasi. Pelaksanaannya

berpedoman pada Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.211/KPTS/M/ 2006 tentang

penetapan paket pengadaan barang/jasa secara elektronik tahun 2006 di lingkungan

Departemen Pekerjaan Umum, menetapkan paket dan proses pengadaan barang/jasa

Departemen Pekerjaan Umum dilaksanakan secara elektronik (Semi E-Procurement Plus)

dengan ketentuan sebagai berikut

1. Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik (E-Procurement) tetap mengacu pada

Keputusan Presiden RI Nomor 80 Tahun 2003, dan ketentuan lain yang berlaku.

2. Mengikuti tahapan proses pengadaan.

Page 8: Tugas Individu SIT

9

3. Apabila ada perbedaan antara harga penawaran melalui E-Procurement dan

harga yang tercantum pada hard copy maka penawaran tersebut dinyatakan

gugur.

Beberapa ahli memiliki pemahaman yang hampir sama mengenai

e-procurement. Croom dan Jones (2007) menjelaskan bahwa e-procurement

merujuk pada penggunaan penggabungan sistem teknologi informasi untuk fungsi

pengadaan, meliputi pencarian sumber daya, negosiasi, pemesanan, dan

pembelian. Selain itu Tatsis et al., (2006) juga mendefinisikan e-procurement sebagai

penggabungan manajemen, otomtisasi, dan optimisasi dari suatu proses pengadaan

organisasi dengan menggunakan sistem elektronik berbasis web. Davila et al.,

(2003) menambahkan definisi tentang e-procurement yaitu sebuah teknologi

yang dirancang untuk memfasilitasi pengadaan barang melalui internet.

Secara umum tujuan dari diterapkannya e-procurement yaitu untuk

menciptakan transparansi, efisiensi dan efektifitas serta akuntabilitas dalam pengadaan

barang dan jasa melalui media elektronik antara pengguna jasa dan penyedia

jasa. Demin (2002) menambahkan mengenai tujuan e-procurement yaitu untuk

memperbaiki tingkat layanan kepada para users, dan mengembangkan sebuah

pendekatan pengadaan yang lebih terintegrasi melalui rantai suplai perusahaan

tersebut, serta untuk mengefektifkan penggunaan sumber daya manusia dalam proses

pengadaan.

2.2 Kerangka Berfikir

Sumber data penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Terlebih

dahulu data sekunder dikumpulkan dimana penulisan ini mengacu pada sumber –

sumber dari berbagai literatur yang ada. Dari berbagai literatur yang ada dapat

diketahui mengenai teori – teori sistem lelang elektronik dan penelitian – penelitian ini

yang relevan. Diketahui bahwa sistem E – procurement membawa manfaat namun

besarnya manfaat tergantung prasyarat pelaksanaan yang harus dipenuhi. Karakteristik

Prasyarat yang telah dimiliki oleh penyedia jasa, yaitu: hambatan dan pendukung, serta

usaha pemenuhan prasyarat inilah yang akan diteliti lebih lanjut.

Page 9: Tugas Individu SIT

10

Pengadaan barang dan jasa mengandung pengertian adanya transaksi. Karena

adanya perbedaan media transaksi dilakukan maka ada 3 bidang prasyarat pelaksanaan

yang harus dipenuhi. Dari sisi penyedia barang & jasa, maka penulis menguraikan

komponen Prasyarat pelaksanaan adalah sebagai berikut:

1. Jangkauan Hukum:

Media informasi produk hukum yang dipakai

Sosialisasi informasi produk hukum kepada penyedia barang & jasa serta

kepada institusi yang mengadakan E-procurement

Pengaruh produk hukum sistem lelang pada strategi bisnis institusi swasta

yang mengadakan E-procurement

Pengaruh produk hukum sistem lelang pada struktur organisasi perusahaan

swasta yang mengadakan lelang elektronik

Perlindungan hukum kepada perusahaan swasta yang mengadakan lelang

elektronik dan juga kepada penyedia barang & jasa

2. Jangkauan Teknis:

Kestabilan daya listrik

Ketersediaan koneksi internet

Ketersediaan perangkat hardware

Perlindungan software internet terhadap gangguan sistem komputer (virus

dan hacker)

Kecepatan pengiriman data pada media internet

Pengaruh cuaca terhadap fasilitas listrik dan koneksi internet

Pengaruh ketersediaan informasi di Website penyelenggara lelang elektronik

3. Jangkauan Manajemen:

Tingkat kesiapan sumber daya manusia di bidang elektronik IT

Kesiapan sumber daya manusia di bidang hukum yang berhubungan dengan

sistem lelang

Pengaruh sistem E-Procurement terhadap struktur organisasi perusahaan

Pengaruh sistem E-Procurement terhadap sistem administrasi

Sosialisasi sistem lelang elektronik dari penyelanggara lelang elektronik

kepada penyedia jasa

Page 10: Tugas Individu SIT

11

Tidak terpenuhinya prasyarat pelaksanaan akan menjadi hambatan (barrier) bagi

proses pelelangan dan jika sistem lelang berjalan dengan baik, aka nada manfaat –

manfaat yang diperoleh sebagai faktor penggerak (driver). Bagaimana pelaksanaan

sistem lelang juga dapat dilihat dari pengalaman – pengalaman yang sudah ada bahwa

pemenuhan prasyarat pelaksanaan adalah penting agar sistem pengadaan barang &

jasa mencapai tujuan yang diharapkan.

Pada tahap pencarian data, maka disusun kebutuhan data bagi kepentingan

kajian dan keterbatasan yang dimiliki pada kemampuan penulis. Ditentukan bahwa

dibutuhkan sebuah obyek studi kasus yaitu “Pembangunan Tunnels V PT. Freeport

Indonesia” yang diadakan oleh PT. Freeport Indonesia dan sebagai penyedia barang

wire mesh adalah PT. Primasource Asia. Maka dari Itu, PSA membutuhkan penyedia

bahan baku besi dalam jumlah yang banyak sebagai sarana pemenuhan kebutuhan PT.

Freeport Indonesia. Selain itu juga dibutuhkan data hasil kuesioner yang dikumpulkan

dari para penyedia barang & jasa kepada penyelenggara sistem lelang elektronik.

Page 11: Tugas Individu SIT

12

2.3 Kerangka Konsep

Membuat Purchase Request

Membuat Purchase Request

Mendata Employee

Mendata Material

Mendata Supplier

Melakukan Registrasi

Membuat Purchase Request

Membuat Supplier

Quotation

Membuat Request For Quotation

Admin

Supplier

Purchasing

Membuat Purchase

Order

Membuat Material

Received Form

Membuat Purchase Return

Warehouse

Mendata Employee

Mendata Material

Mendata Supplier

Melakukan Registrasi

Membuat Purchase Request

Membuat Supplier

Quotation

Membuat Request For Quotation

Admin

Supplier

Purchasing

Page 12: Tugas Individu SIT

13

Bagan diatas memperlihatkan arus pelaksanaan dari e-procurement terlihat bahwa

setiap pihak yang terlibat dalam proses lelang elektronik ini wajib berkerjasama meskipun

harus melalui media internet. Namun dalam praktiknya proses lelang ini mengharuskan

para peserta penyedia barang melakukan pendaftaran vendor terlisting (AVL) yang sudah

memenuhi standard perusahan.

2.4 Hipotesis

“Sistem Lelang Elektronik belum dijalankan secara optimal pada proyek PSA

karena belum dipenuhinya 3 prasyarat pelaksanaan, yaitu hukum, manajemen, teknis”

Page 13: Tugas Individu SIT

14

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang dipilih guna mendekati

suatu masalah dan menemukan jawaban permasalahan.

Ada berbagai macam penelitian tergantung dari sudut mana seorang melihatnya.

Penelitian desktriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin.

Maksudnya adalah untuk mempertegas hipotesa-hipotesa agar dapat membantu

didalam memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangkan menyusun teori-teori

baru. Dalam penelitian ini, penulis memandang bahwa penelitian yang akan dilakukan

penulis adalah penelitian deskriptif. Apabila pengetahuan tentang suatu masalah sudah

cukup, maka dilakukan pengujian ekplanatoris yang dimaksudkan untuk menguji

hipotesa-hipotesa tertentu. Penulis dalam hal ini akan menguji mengenai kesiapan

penyedia jasa dalam menghadapi pelaksanaan lelang elektronik.

Penulis menggolongkan penelitian ini sebagai penelitian yang berbentuk

diagnostic (penyelesaian yang dimaksudkan untuk mendapatkan keterangan mengenai

sebab-sebab terjadinya suatu gejala atau beberapa gejala).

3.1 Alat Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan ialah dengan studi dokumen lelang, wawancara, dan

penyebaran kuesioner. Data – data yang akan dikumpulkan dengan penyebaran

kuesioner kepada penyedia jasa, direncanakan kepada 20 institusi pengadaan besi dan

berpengalaman dalam pelelangan minimal 2 tahun. Sedangkan kepada pengguna jasa,

penulis hanya menggunakan kuesioner yang bersifat wawancara langsung sifat

pertanyaan lebih terbuka dibandingkan dengan penyedia jasa.

Page 14: Tugas Individu SIT

15

3.2 Pertanyaan Penelitian dan Strategi Penelitian

3.2.1 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat dirumuskan masalah dalam

penelitian ini sebagai berikut :

1. Factor hambatan apa saja yang berpengaruh kuat pada proses pengadaan

barang/jasa secacra elektronik (e-procurement) terhadap perusahaan penyedia jasa

konsultasi ?

2. Bagaimana menagatasi hambatan yang berpengaruh kuat terhadap penyedia jasa

konsultasi pada proses pengadaan barang/jasa secara elektronik (e-procurement) ?

3.2.2 Strategi Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan suatu strategi yang disarankan Yin K, R. (2002)

untuk dapat menjawab pertanyaan dalam penelitian tersebut. Terdapat tiga factor, yang

akan mempengaruhi jenis strategi penelitian, yaitu :

1. Tipe pertanyaan yang diajukan

2. Luas control yang dimiliki peneliti atas peristiwa perilaku yang akan diteliti

3. Focus terhadap peristiwa kontemporer sebagai kebalikan dari peristiwa historis

Tabel 1 Situasi-Situasi Relevan Untuk Strategi Penelitian Yang berbeda

Strategi Bentuk

Pertanyaan Penelitain

Kontrol dari peneliti dengan tindakan dari

penelitian yang actual

Tingkat focus dari kesamaan

penelitian yang lalu

Eksperimen Bagaimana, mengapa

Ya Ya

Survey Siapa, apa, dimana, berapa banyak

Tidak Ya

Analisis Siapa, apa, dimana, berapa banyak

Tidak Tidak

Historis Bagaimana, mengapa

Tidak Tidak

Page 15: Tugas Individu SIT

16

Strategi Bentuk

Pertanyaan Penelitain

Kontrol dari peneliti dengan tindakan dari

penelitian yang actual

Tingkat focus dari kesamaan

penelitian yang lalu

Studi kasus Bagaimana, mengapa

Tidak ya

Sumber : Prof. Dr. Robert K. Yin., “Studi Kasus Desain dan Metode” Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2002. Hal 8

Berdasarkan table 1 dan jenis pertanyaan penelitian yang digunakan, maka

metode yang tepat untuk menjawab pertanyaan RQ1 penelitian ini adalah menggunakan

metode survey. Kemudian dilanjutkan dengan menjawab RQ2 dengan menggunakan

metode studi kasus.

3.3 Proses Penelitian

3.3.1 Proses Penelitian Survei

Penelitian dimulai dengan merumuskan masalah dengan judul penelitian yang

didukung dengan suatu studi literature. Ketiga hal tersebut menjadi dasar untuk memilih

metode penelitian yang tepat untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitia. Pada

penelitian ini digunakan metode penelitian deskriptif dan membuktikan hipotesa pada

penelitian yang sedang dilakukan.

Metode penelitian survey yang dilakukan pada penelitian ini dibagi kedalam dua

tahap sebagai berikut :

1. Melakukan survey kuisioner tahap awal kepada pakar/ahli untuk variable hambatan

dalam pelelangan elektronik yang didapat dari hasil literature. Kuisioner yang

digunakan pada tahap awal menggunakan model kuisioner (Riduan, 2002) :

a. Kuisioner tertutup yaitu kuisioner yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa

sehingga responden diminta untuk memilih satu jawaban yang sesuai dengan

karakteristik dirinya/presepsinya dengan cara memberi angka 0 (nol) = tidak

setuju atau tanda 1 (satu) = setuju pada kolom yang telah ditentukan.

Page 16: Tugas Individu SIT

17

b. Kuisioner terbuka yaitu kuisioner yang dalam bentuk sederhada sehingga pakar

dapat memberikan isian sesuai dengan kehendak dan keadaan.

2. Berdasarkan variable hambatan hasil verifikasi, klarifikasi dan validasi pakar

dilanjutkan dengan menyusun kuisioner tahap kedua dalam berntuk pertanyaan atau

pernyataan, dan selanjutnya disebarkan kepada pihak penyedia jasa

konsultasiselaku responden penelitian untuk mengetahui pendapat mereka terhadap

hambatan tersebut. Hasila analisa dan pembahasan diakhiri dengan penarikan dan

penyusunan kesimpulan untuk mendapatkan variable yang kuat berpengaruh

terhadap penyedia jasa pada proses pengadaan jasa konsultasi secara elektronik (e-

procurement).

3. Kuisioner tahap ketiga adalah kusisioner yang berisi variable hambatan yang kuat

berpengaruh terhadap penyedia jasa pada proses pengadaan jasa konsultasi secara

elektronik (e-procurement) yang didapat dari hasil analisa data dari responden.

Kemudian kuisioner ini didistribusikan kembali kepada pakar agar mendapatkna

validasi tindakan rekomendasi untuk mengatasi variable-variable hambatan yang

kuat berpengaruh terhadap penyedia jasa pada proses pengadaan jasa konsulitasi

secara elektronik (e-procurement).

Page 17: Tugas Individu SIT

18

Gambar 1 Diagram Alur Penelitian Survei

3.3.2 Proses Penelitian Studi Kasus

Pendekatan penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitain yang kedua adalah

metode studi kasus, seperti halnya strategi-strategi penelitian lainnya, metode studi

kasus merupakan suatu cara penelitian terhadap masalah empiris dengan mengikuti

rangkaian prosedur yang telah dispesifikasikan sebelumnya (Yin K, R. 2002).

Page 18: Tugas Individu SIT

19

Pada tahapan pengembangan teori disusun variable hambatan dengan tingkat

pengaruh dari High (tinggi), Medium (sedang), dan Low (rendah). Variable ini kemudian

di verifikasi, klarifikasi dan validasi oleh pakar. Dalam penelitian ini tahap

pengembangan teori telah dilaksanakan pada metode penelitian survey.

Hasil dari analisis tersebut kemudian disusun menjadi pertanyaan dalam

kuisioner sebagai pengumpulan data kasus tunggal. Pengumpulan data dalam studi

kasus dilakukan melalui wawancara terstruktur yang telah tersusun dalam kuisioner.

Wawancara merupakan sumber informasi yang esensial bagi studi kasus. Dari data yang

dikumpulkan kemudian dianalisa untuk mendapatkan rekomendasi tindakan untuk

mengatasi hambatan-hambatan yang paling kuat berpengaruh dalam pelaksanaan

pengadaan jasa konsultasi secara elektronik.

3.4 Instrumen Penelitian

Kualitas data sangat ditentukan oleh alat pengumpul (indtrumen) datanya. Oleh

karena itu, instrument harus memiliki persyaratan sebagai berikut (Yin K, R. 2002) :

1. Valid atau jitu sahih, artinya instrument harus menunjukan sejauh manakah

ia mengukur apa yang seharusnya diukur.

2. Reliable atau ejek, artinya instrument memiliki daya keterandalan apakah ia

lakukan dalam waktu yang lain yang berulang-ulang dalam kondisi yang

sama kepada subyek yang sama harus menghasilkan hal yang hamper sama

atau bahkan tetap sama.

3. Obyektif atau terbuka, artinya penggunaan instrument (alat) pengumpul

data, tidak mempengaruhi pengumpulannya (orang) dan obyeknya (yang

diteliti). Terdapat empat kategori tingkat pengukuran suatu data pengamatan

(Achmadi A, N), yaitu :

a. Ukuran nominal

Ukuran nominal adalah tingkat pengukuran yang paling sederhana. Pada

ukuran ini tidak ada asumsi tentang jarak maupun urutan antara

kategori-kategori dalam ukuran itu. Dasar penggolongan hanyalah

kategori yang tidak tumpang tindih dan tuntas.

b. Ukuran ordinal

Page 19: Tugas Individu SIT

20

Merupakan pengukuran yang didasarkan pada jenjang dalam atribut

tertentu

c. Ukuran interval

Ukuran interval adalah mengurutkanorang atau obyek berdasarkan

atribut tertentu, dan memberikan informasi tentang interval antara saru

orang atau obyek dengan orang atau obyek lainnya.

d. Ukuran rasio

Ukuran rasio adalah suatu interval yang jaraknya (interval) tidak

dinyatakan sebagai perbedaan nilai antar responden, tetapi antara

seorang responden dengan nilai no absolut. Instrument penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner.

Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuisioner. Kuisioner dibuat untuk

memeperoleh data primer yang disusun berdasarkan parameter-parameter analisis yang

dibutuhkan dan relevan sesuai dengan maksud dan tujuan dari penelitian ini. Instrument

penelitian berupa kuisioner, disusun dengan tahapan pelaksanaan sebagai berikut :

a. Pertanyaan-pertanyaan yang merupakan hasil transformasi dari sub-indikator

dari variable penelitian tersebut disusun dalam berntuk format tabulasi.

b. Pernyataan dalam bentuk kuisioner tersebut selanjutnya dimintakan klarifikasi

dan validasi kepada beberapa beberapa pakar yang terkait.

c. Berdasarkan masukan dan pendapat dari beberapa pakar tersebut

ditransformasikan menjadi pernyataan yang dituangkan dalam bentuk kuisioner.

d. Kuisioner tersebut dipergunakan sebagai instrument pengumpulan data, yang

didistribuasikan kepada responden yang dapat mewakili populasi