tugas individu sit
TRANSCRIPT
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan industri besi di Indonesia telah memasuki tahap majurity dimana
setiap aspek pembangunan membutuhkan bahan baku besi, tidak terkecuali
pertambangan yang sangat bergantung terhadap besi tidak hanya membangun
infrastruktur namun juga kepada safety tools (alat perlindungan). Seperti pernyataan
Gernot Ringling, Direktur Messe Dusseldorf Asia yang dikutip dalam liputan bisnis.com,
“Permintaan terhadap besi baja di Indonesia akan terus meningkat menyusul program
konektivitas infrastruktur ekonomi nasional”. PT. Primasource Asia (PSA) merupakan
industri pembuat safety tools untuk pertambangan bawah tanah dan untuk
pembangunan pabrik (tidak menyediakan besi konstruksi) yakni wire mesh, rock bolt,
cable bolt, plate, dan sebagainya. PSA memerlukan bahan baku besi berupa koil
(gulungan) yang disediakan oleh vendor dan selanjutnya akan diproduksi di pabrik PSA
menjadi barang siap pakai.
PSA yang telah berdiri selama 8 tahun, memiliki sepak terjang yang bagus
dimata para customer dikarenakan kualitas barang yang setara dengan barang import
bahkan mencapai kategori memuaskan dengan harga yang masih terjangkau dalam
cashflow perusahaan mereka. Kualitas barang yang dimiliki oleh PSA sangat ditentukan
oleh bahan baku yang disediakan oleh para penyedia besi sebagai bahan baku produk
PSA. Bahan baku tersebut harus sesuai dengan standard produksi PSA. Sampai tahun
2013, pabrik penghasil bahan baku besi dalam bentuk koil sudah banyak pilihan baik
yang mereka olah sendiri dengan sumber daya yang ada di Indonesia ataupun yang
mereka import dari negara luar.
Pengadaan barang dan jasa merupakan aktivitas pemerintah yang paling
signifikan, tidak hanya dalam hal jumlah aktivitas namun juga dana yang dialokasikan
(Moon, 2005). Dalam APBN 2009 tercatat total nilai belanja yang melalui proses
pengadaan barang dan jasa adalah 347 triliun atau 33,4 % dari total APBN, yang terdiri
dari 180 triliun yang merupakan bagian dari Belanja Pemerintah Pusat dan Rp 167 triliun
3
adalah Belanja Daerah (Depkeu, 2010). Sayangnya besarnya dana yang dialokasikan
belum diimbangi dengan pengelolaan yang baik. Dari hasil pemeriksaan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) semester II tahun 2008 untuk Belanja Pemerintah Pusat
yang berkaitan dengan pengadaan barang/jasa ditemukan 115 kasus kerugian negara, 6
kasus yang berpotensi kerugian negara, 50 kasus kekurangan penerimaan, 27 kasus
administrasi dan 38 kasus ketidakhematan (BPK, 2010).
Pengadaan barang dan jasa secara konvensional memiliki beberapa kelemahan
(LKPP, 2009) yaitu: Pengadaan barang secara arisan dan adanya kickback selama
proses pengadaan, melakukan suap untuk memenangkan pengadaaan, proses
pengadaan yang tidak transparan, pengelola proyek tidak mengumumkan rencana
pengadaan, pemasok memasang harga yang lebih tinggi (mark-up), memenangkan
perusahaan kerabat, saudara atau kelompok tertentu tidak membuka akses bagi peserta
dari derah sekitarnya, mencantumkan spesifikasi teknis yang hanya dapat dipenuhi satu
pelaku usaha tertentu, adanya pemasok yang tidak memenuhi kelengkapan administrasi
namun tetap dapat mengikuti proses tender dan menggunakan metoda pemilihan
penyedia barang/jasa pemerintah yang tidak seharusnya untuk mencapai maksud
tertentu seperti menggunakan metoda penunjukkan langsung dengan tidak
menghiraukan ketentuan yang ada. Masalah akuntabilitas publik terhadap proses
pengadaan barang secara konvensional juga menjadi masalah etis tersendiri
(Matthews,2005).
Untuk mengatasi berbagai kelemahan yang ada dalam proses pengadaan barang
dan jasa secara konvensional, maka Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan
sebuah inovasi dalam pengadaan barang dan jasa di sektor publik yaitu e-Procurement.
Kemauan politik pemerintah akan pentingnya e-Procurement secara eksplisit dinyatakan
oleh pemerintah semenjak dikeluarkannya Inpres No 3 tahun 2003 tentang Kebijakan
dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government. E-Procurement atau pengadaan
barang dan jasa secara elektronik sebenarnya sudah lama diterapkan di sektor swasta.
Implementasi e-Procuremet di sektor swasta memberikan dampak positif bagi organisasi
membuat banyak organisasi sektor publik dan organisasi pemerintah di berbagai negara
mulai mengadopsi sistem ini (Reddick, 2004).
4
E-Procurement dapat menjadi instrumen untuk mengurangi tindakan KKN karena
melalui E-Procurement lelang menjadi terbuka sehingga akan muncul tawaran-tawaran
yang lebih rasional. Bahkan mereka juga yang tidak berada dalam jaringan pun bisa
terlibat. Meskipun menurut Fathur Wahid tidak terhindari adanya ‘permainan-permainan’
puladalam praktik E-Procurement. Penggunaan E-Procurement secara rasional dapat
menghemat anggaran 20-40%. Selain itu, E-Procurement dapat menghemat 50%
anggaran untuk kontrak kecil dan 23% untuk kontrak besar (Republika, 21 Juni 2009).
Kebijakan implementasi E-Procurement dilakukan dengan cara mengoptimalkan
pemanfaatan kemajuan teknologi informasi untuk mewujudkan good governance melalui
pengadaan barang dan jasa yang bebas KKN. Penerapan E-Procurement dikembangkan
untuk membentuk jaringan sistem manajemen dan proses kerja instansi pemerintah
maupun swasta secara terpadu dengan pihak-pihak yang menjadi kerjasama dalam
proses pengadaan barang dan jasa. E-Procurement juga memberikan rasa aman dan
nyaman. Rasa aman karena proses pengadaan mengikuti ketentuan yang diatur secara
elektronik dengan mengedepankan transparansi dan akuntabilitas, sehingga pemenang
adalah penyedia barang dan jasa yang telah mengikuti kompetisi dengan adil dan
terbuka. Jumlah peserta pengadaan yang bertambah akan meningkatkan persaingan
yang mengakibatkan penawaran mencapai harga pasar yang sesungguhnya. Risiko
panitia menjadi berkurang karena teknologi membantu mengurangi memungkinan
kesalahan prosedur baik yang disengaja maupun tidak. Pada akhirnya, masing-masing
pihak merasa nyaman berkat bantuan E-Procurement. Kenyamanan yang diberikan juga
dapat dilihat dari menurunnya jumlah sanggah sejak digunakannya E-Procurement.
Sifat E-Procurement yang lintas sektor menuntut penyediaan fasilitas TI yang
mencukupi kebutuhan setiap unit organisasi dalam menyelenggarakan proses
pengadaan. Ketika sistem yang ada tidak dapat digunakan oleh pihak yang terkait
dengan proses pengadaan, tentunya akan menimbulkan keluhan. Dari sisi panitia
pengadaan, ketidaktersediaan sistem akan mengganggu proses pencantuman
pengadaan beserta dokumen penunjangnya. Dari sisi pelaku usaha, ketidaktersediaan
sistem akan mengganggu proses pengunduhan dokumen pengadaan, dan
pengunggahan dokumen penawaran. Oleh karena itu, E-Procurement menuntut
5
organisasi untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan dalam pengelolaan sistem TI.
E-Procurement juga mengajak pihak yang terlibat untuk lebih mengenal dan mengerti
TI. Panitia pengadaan dituntut mampu menggunakan teknologi TI dalam
mengoperasikan sistem E-procurement. Pelaku usaha wajib menggunakan teknologi
yang ada jika ingin berpartisipasi dalam kegiatan pengadaan.
Dari penerapan e-procurement telah diperoleh beberapa manfaat seperti
yang dijelaskan oleh Teo et al., (2009) membagi keuntungan dari e-procurement
menjadi 2 yaitu keuntungan langsung (meningkatkan akurasi data, meningkatkan
efisiensi dalam operasi, proses aplikasi yang lebih cepat, mengurangi biaya
administrasi dan mengurangi biaya operasi) dan keuntungan tidak langsung (e-
procurement membuat pengadaan lebih kompetitif, meningkatkan customer
services, dan meningkatkan hubungan dengan mitra kerja). Selain itu Panayitou
et al., (2004) juga menambahkan yaitu e-procurement dapat mengurangi supply cost
(rata-rata sebesar 1 %), mengurangi Cost per tender (rata-rata 20% cost per
tender), dapat memberikan lead time savings (untuk open tender rata-rata 6,8
bulan - 4,1 bulan dan untuk tender terbatas rata-rata 11,8 bualan-7,7 bulan),
peningkatan proses (pemesanan yang simpel, mengurangi pekerjaan kertas,
mengurangi pemborosan, mempersingkat birokrasi, standarisasi proses dan
dokumentasi.
1.2 Permasalahan
Pelelangan Elektronik di Indonesia memiliki banyak manfaat, namun
penerapannya ternyata masih sangat kurang, hal ini diakibatkan karena pelaksanaan e-
procurement juga memiliki banyak hambatan, contohnya investasi teknologi yang masih
tergolong mahal. Penelitian yang dilakukan sebelumnya di Indonesia sebatas kajian e-
procurement pada suatu perusahaan kontruksi tertentu. Tentu saja daftar hambatan
yang didapat dari studi tersebut sangat subyektif, hanya sebatas kendala yang dihadapi
perusahaan yang diteliti tersebut. Penelitian ini akan memanfaatkan Hambatan (barrier)
pelaksanaan e-procurement dari sudut pandang penyedia jasa konsultasi pada
pelaksanaan jasa konsultasi secara elektronik, literatur telah didapat melalui penelitian di
Eropa, diharapkan dapat dijadikan sumber acuan penelitian di Indonesia agar didapat
6
gambaran umum hambatan pelaksanaan pelelangan elektronik yang terjadi di
Indonesia.
Penelitian ini lebih lanjut akan mendata persiapan apa saja yang diperlukan
untuk dapat melaksanakan e-procurement melalui pendapat pakar, lalu dianalisa
pengaruh hambatan tersebut pada pelaksanaan e-procurement tersebut terhadap
penerapannya pada institusi swasta dalam penelitian ini adalah PSA yang menggunakan
sistem pelelangan secara e-procurement dan memberikan rekomendasi tindakan untuk
mengatasi hambatan-hambatan tersebut.
Rumusan masalah pada penelitian ini, yaitu :
1. Hambatan apa yang terjadi pada proses pengadaan barang/jasa secara
elektronik (e-procurement) terhadap penyedia jasa.
2. Bagaimana mengatasi hambatan yang kuat berpengaruh pada proses
pengadaan barang/jasa secara elektronik (e-procurement) terhadap penyedia
jasa.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi hambatan pada proses pengadaan barang/jasa konsultasi secara
elektronik (e-procurement) terhadap penyedia jasa.
2. Merekomendasikan tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan yang
kuat berpengaruh pada proses pengadaan baarang/jasa konsultasi secara eletronik
(e-procurement) terhadap penyadia jasa.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi bagi :
1. Pemerintah sebagai penentu kebijakan pelaksanaan e-procurement, agar menjadi
acuan pada saat pembuatan Undang-Undang dan teknis pelaksaan mengenai e-
procurement di Indonesia.
2. Sebagai pedoman PSA dalam mempersiapkan peserta pengadaan ketika akan
mengikuti pelelangan elektronik (e-procurement)
7
3. Perusahaan swasta lainnya sebagai acuan dalam pelaksanaan pengadaan
barang/jasa secara elektronik baik internal maupun external perusahaan.
8
BAB II
Kerangka Teori
2.1 Kerangka Teoritis
Pengadaan barang/jasa di Indonesia dilaksanakan dengan pedoman Keppres RI
No.80 Tahun 2003 beserta perubahannya. Dalam pelaksanaannya, proses pemilihan
penyedia jasa dilakukan dengan menggunakan beberapa metode pemilihan/seleksi
antara lain :
1. Pelelangan/seleksi umum yaitu suatu metoda pemilihan penyedia barang/jasa
yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui
media massa.
2. Pelelangan/seleksi terbatas yaitu suatu metode pemilihan penyedia barang/jasa
terbatas dalam hal jumlah penyedia jasa yang mampu melaksanakan di yakini
terbatas.
3. Pelelangan/seleksi langsung adalah metode pemilihan penyedia barang/jasa dengan
membandingkan sekurang-kurangnnya 3 (tiga) penawaran.
4. Penunjukkan langsung adalah metode pemilihan penyedia jasa untuk pekerjaan
yang memenuhi kriteria keadaan tertentu dan keadaan khusus, dengan cara
penunjukkan langsung terhadap 1 (satu) penyedia jasa.
2.1.1 E-Procurement
E-Procurement adalah suatu aplikasi untuk mengelola data pengadaan
barang/jasa yang meliputi data pengadaan berbasis internet yang didesain untuk
mencapai suatu proses pengadaan efektif, efisien dan terintegrasi. Pelaksanaannya
berpedoman pada Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.211/KPTS/M/ 2006 tentang
penetapan paket pengadaan barang/jasa secara elektronik tahun 2006 di lingkungan
Departemen Pekerjaan Umum, menetapkan paket dan proses pengadaan barang/jasa
Departemen Pekerjaan Umum dilaksanakan secara elektronik (Semi E-Procurement Plus)
dengan ketentuan sebagai berikut
1. Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik (E-Procurement) tetap mengacu pada
Keputusan Presiden RI Nomor 80 Tahun 2003, dan ketentuan lain yang berlaku.
2. Mengikuti tahapan proses pengadaan.
9
3. Apabila ada perbedaan antara harga penawaran melalui E-Procurement dan
harga yang tercantum pada hard copy maka penawaran tersebut dinyatakan
gugur.
Beberapa ahli memiliki pemahaman yang hampir sama mengenai
e-procurement. Croom dan Jones (2007) menjelaskan bahwa e-procurement
merujuk pada penggunaan penggabungan sistem teknologi informasi untuk fungsi
pengadaan, meliputi pencarian sumber daya, negosiasi, pemesanan, dan
pembelian. Selain itu Tatsis et al., (2006) juga mendefinisikan e-procurement sebagai
penggabungan manajemen, otomtisasi, dan optimisasi dari suatu proses pengadaan
organisasi dengan menggunakan sistem elektronik berbasis web. Davila et al.,
(2003) menambahkan definisi tentang e-procurement yaitu sebuah teknologi
yang dirancang untuk memfasilitasi pengadaan barang melalui internet.
Secara umum tujuan dari diterapkannya e-procurement yaitu untuk
menciptakan transparansi, efisiensi dan efektifitas serta akuntabilitas dalam pengadaan
barang dan jasa melalui media elektronik antara pengguna jasa dan penyedia
jasa. Demin (2002) menambahkan mengenai tujuan e-procurement yaitu untuk
memperbaiki tingkat layanan kepada para users, dan mengembangkan sebuah
pendekatan pengadaan yang lebih terintegrasi melalui rantai suplai perusahaan
tersebut, serta untuk mengefektifkan penggunaan sumber daya manusia dalam proses
pengadaan.
2.2 Kerangka Berfikir
Sumber data penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Terlebih
dahulu data sekunder dikumpulkan dimana penulisan ini mengacu pada sumber –
sumber dari berbagai literatur yang ada. Dari berbagai literatur yang ada dapat
diketahui mengenai teori – teori sistem lelang elektronik dan penelitian – penelitian ini
yang relevan. Diketahui bahwa sistem E – procurement membawa manfaat namun
besarnya manfaat tergantung prasyarat pelaksanaan yang harus dipenuhi. Karakteristik
Prasyarat yang telah dimiliki oleh penyedia jasa, yaitu: hambatan dan pendukung, serta
usaha pemenuhan prasyarat inilah yang akan diteliti lebih lanjut.
10
Pengadaan barang dan jasa mengandung pengertian adanya transaksi. Karena
adanya perbedaan media transaksi dilakukan maka ada 3 bidang prasyarat pelaksanaan
yang harus dipenuhi. Dari sisi penyedia barang & jasa, maka penulis menguraikan
komponen Prasyarat pelaksanaan adalah sebagai berikut:
1. Jangkauan Hukum:
Media informasi produk hukum yang dipakai
Sosialisasi informasi produk hukum kepada penyedia barang & jasa serta
kepada institusi yang mengadakan E-procurement
Pengaruh produk hukum sistem lelang pada strategi bisnis institusi swasta
yang mengadakan E-procurement
Pengaruh produk hukum sistem lelang pada struktur organisasi perusahaan
swasta yang mengadakan lelang elektronik
Perlindungan hukum kepada perusahaan swasta yang mengadakan lelang
elektronik dan juga kepada penyedia barang & jasa
2. Jangkauan Teknis:
Kestabilan daya listrik
Ketersediaan koneksi internet
Ketersediaan perangkat hardware
Perlindungan software internet terhadap gangguan sistem komputer (virus
dan hacker)
Kecepatan pengiriman data pada media internet
Pengaruh cuaca terhadap fasilitas listrik dan koneksi internet
Pengaruh ketersediaan informasi di Website penyelenggara lelang elektronik
3. Jangkauan Manajemen:
Tingkat kesiapan sumber daya manusia di bidang elektronik IT
Kesiapan sumber daya manusia di bidang hukum yang berhubungan dengan
sistem lelang
Pengaruh sistem E-Procurement terhadap struktur organisasi perusahaan
Pengaruh sistem E-Procurement terhadap sistem administrasi
Sosialisasi sistem lelang elektronik dari penyelanggara lelang elektronik
kepada penyedia jasa
11
Tidak terpenuhinya prasyarat pelaksanaan akan menjadi hambatan (barrier) bagi
proses pelelangan dan jika sistem lelang berjalan dengan baik, aka nada manfaat –
manfaat yang diperoleh sebagai faktor penggerak (driver). Bagaimana pelaksanaan
sistem lelang juga dapat dilihat dari pengalaman – pengalaman yang sudah ada bahwa
pemenuhan prasyarat pelaksanaan adalah penting agar sistem pengadaan barang &
jasa mencapai tujuan yang diharapkan.
Pada tahap pencarian data, maka disusun kebutuhan data bagi kepentingan
kajian dan keterbatasan yang dimiliki pada kemampuan penulis. Ditentukan bahwa
dibutuhkan sebuah obyek studi kasus yaitu “Pembangunan Tunnels V PT. Freeport
Indonesia” yang diadakan oleh PT. Freeport Indonesia dan sebagai penyedia barang
wire mesh adalah PT. Primasource Asia. Maka dari Itu, PSA membutuhkan penyedia
bahan baku besi dalam jumlah yang banyak sebagai sarana pemenuhan kebutuhan PT.
Freeport Indonesia. Selain itu juga dibutuhkan data hasil kuesioner yang dikumpulkan
dari para penyedia barang & jasa kepada penyelenggara sistem lelang elektronik.
12
2.3 Kerangka Konsep
Membuat Purchase Request
Membuat Purchase Request
Mendata Employee
Mendata Material
Mendata Supplier
Melakukan Registrasi
Membuat Purchase Request
Membuat Supplier
Quotation
Membuat Request For Quotation
Admin
Supplier
Purchasing
Membuat Purchase
Order
Membuat Material
Received Form
Membuat Purchase Return
Warehouse
Mendata Employee
Mendata Material
Mendata Supplier
Melakukan Registrasi
Membuat Purchase Request
Membuat Supplier
Quotation
Membuat Request For Quotation
Admin
Supplier
Purchasing
13
Bagan diatas memperlihatkan arus pelaksanaan dari e-procurement terlihat bahwa
setiap pihak yang terlibat dalam proses lelang elektronik ini wajib berkerjasama meskipun
harus melalui media internet. Namun dalam praktiknya proses lelang ini mengharuskan
para peserta penyedia barang melakukan pendaftaran vendor terlisting (AVL) yang sudah
memenuhi standard perusahan.
2.4 Hipotesis
“Sistem Lelang Elektronik belum dijalankan secara optimal pada proyek PSA
karena belum dipenuhinya 3 prasyarat pelaksanaan, yaitu hukum, manajemen, teknis”
14
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang dipilih guna mendekati
suatu masalah dan menemukan jawaban permasalahan.
Ada berbagai macam penelitian tergantung dari sudut mana seorang melihatnya.
Penelitian desktriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin.
Maksudnya adalah untuk mempertegas hipotesa-hipotesa agar dapat membantu
didalam memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangkan menyusun teori-teori
baru. Dalam penelitian ini, penulis memandang bahwa penelitian yang akan dilakukan
penulis adalah penelitian deskriptif. Apabila pengetahuan tentang suatu masalah sudah
cukup, maka dilakukan pengujian ekplanatoris yang dimaksudkan untuk menguji
hipotesa-hipotesa tertentu. Penulis dalam hal ini akan menguji mengenai kesiapan
penyedia jasa dalam menghadapi pelaksanaan lelang elektronik.
Penulis menggolongkan penelitian ini sebagai penelitian yang berbentuk
diagnostic (penyelesaian yang dimaksudkan untuk mendapatkan keterangan mengenai
sebab-sebab terjadinya suatu gejala atau beberapa gejala).
3.1 Alat Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan ialah dengan studi dokumen lelang, wawancara, dan
penyebaran kuesioner. Data – data yang akan dikumpulkan dengan penyebaran
kuesioner kepada penyedia jasa, direncanakan kepada 20 institusi pengadaan besi dan
berpengalaman dalam pelelangan minimal 2 tahun. Sedangkan kepada pengguna jasa,
penulis hanya menggunakan kuesioner yang bersifat wawancara langsung sifat
pertanyaan lebih terbuka dibandingkan dengan penyedia jasa.
15
3.2 Pertanyaan Penelitian dan Strategi Penelitian
3.2.1 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat dirumuskan masalah dalam
penelitian ini sebagai berikut :
1. Factor hambatan apa saja yang berpengaruh kuat pada proses pengadaan
barang/jasa secacra elektronik (e-procurement) terhadap perusahaan penyedia jasa
konsultasi ?
2. Bagaimana menagatasi hambatan yang berpengaruh kuat terhadap penyedia jasa
konsultasi pada proses pengadaan barang/jasa secara elektronik (e-procurement) ?
3.2.2 Strategi Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan suatu strategi yang disarankan Yin K, R. (2002)
untuk dapat menjawab pertanyaan dalam penelitian tersebut. Terdapat tiga factor, yang
akan mempengaruhi jenis strategi penelitian, yaitu :
1. Tipe pertanyaan yang diajukan
2. Luas control yang dimiliki peneliti atas peristiwa perilaku yang akan diteliti
3. Focus terhadap peristiwa kontemporer sebagai kebalikan dari peristiwa historis
Tabel 1 Situasi-Situasi Relevan Untuk Strategi Penelitian Yang berbeda
Strategi Bentuk
Pertanyaan Penelitain
Kontrol dari peneliti dengan tindakan dari
penelitian yang actual
Tingkat focus dari kesamaan
penelitian yang lalu
Eksperimen Bagaimana, mengapa
Ya Ya
Survey Siapa, apa, dimana, berapa banyak
Tidak Ya
Analisis Siapa, apa, dimana, berapa banyak
Tidak Tidak
Historis Bagaimana, mengapa
Tidak Tidak
16
Strategi Bentuk
Pertanyaan Penelitain
Kontrol dari peneliti dengan tindakan dari
penelitian yang actual
Tingkat focus dari kesamaan
penelitian yang lalu
Studi kasus Bagaimana, mengapa
Tidak ya
Sumber : Prof. Dr. Robert K. Yin., “Studi Kasus Desain dan Metode” Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2002. Hal 8
Berdasarkan table 1 dan jenis pertanyaan penelitian yang digunakan, maka
metode yang tepat untuk menjawab pertanyaan RQ1 penelitian ini adalah menggunakan
metode survey. Kemudian dilanjutkan dengan menjawab RQ2 dengan menggunakan
metode studi kasus.
3.3 Proses Penelitian
3.3.1 Proses Penelitian Survei
Penelitian dimulai dengan merumuskan masalah dengan judul penelitian yang
didukung dengan suatu studi literature. Ketiga hal tersebut menjadi dasar untuk memilih
metode penelitian yang tepat untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitia. Pada
penelitian ini digunakan metode penelitian deskriptif dan membuktikan hipotesa pada
penelitian yang sedang dilakukan.
Metode penelitian survey yang dilakukan pada penelitian ini dibagi kedalam dua
tahap sebagai berikut :
1. Melakukan survey kuisioner tahap awal kepada pakar/ahli untuk variable hambatan
dalam pelelangan elektronik yang didapat dari hasil literature. Kuisioner yang
digunakan pada tahap awal menggunakan model kuisioner (Riduan, 2002) :
a. Kuisioner tertutup yaitu kuisioner yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa
sehingga responden diminta untuk memilih satu jawaban yang sesuai dengan
karakteristik dirinya/presepsinya dengan cara memberi angka 0 (nol) = tidak
setuju atau tanda 1 (satu) = setuju pada kolom yang telah ditentukan.
17
b. Kuisioner terbuka yaitu kuisioner yang dalam bentuk sederhada sehingga pakar
dapat memberikan isian sesuai dengan kehendak dan keadaan.
2. Berdasarkan variable hambatan hasil verifikasi, klarifikasi dan validasi pakar
dilanjutkan dengan menyusun kuisioner tahap kedua dalam berntuk pertanyaan atau
pernyataan, dan selanjutnya disebarkan kepada pihak penyedia jasa
konsultasiselaku responden penelitian untuk mengetahui pendapat mereka terhadap
hambatan tersebut. Hasila analisa dan pembahasan diakhiri dengan penarikan dan
penyusunan kesimpulan untuk mendapatkan variable yang kuat berpengaruh
terhadap penyedia jasa pada proses pengadaan jasa konsultasi secara elektronik (e-
procurement).
3. Kuisioner tahap ketiga adalah kusisioner yang berisi variable hambatan yang kuat
berpengaruh terhadap penyedia jasa pada proses pengadaan jasa konsultasi secara
elektronik (e-procurement) yang didapat dari hasil analisa data dari responden.
Kemudian kuisioner ini didistribusikan kembali kepada pakar agar mendapatkna
validasi tindakan rekomendasi untuk mengatasi variable-variable hambatan yang
kuat berpengaruh terhadap penyedia jasa pada proses pengadaan jasa konsulitasi
secara elektronik (e-procurement).
18
Gambar 1 Diagram Alur Penelitian Survei
3.3.2 Proses Penelitian Studi Kasus
Pendekatan penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitain yang kedua adalah
metode studi kasus, seperti halnya strategi-strategi penelitian lainnya, metode studi
kasus merupakan suatu cara penelitian terhadap masalah empiris dengan mengikuti
rangkaian prosedur yang telah dispesifikasikan sebelumnya (Yin K, R. 2002).
19
Pada tahapan pengembangan teori disusun variable hambatan dengan tingkat
pengaruh dari High (tinggi), Medium (sedang), dan Low (rendah). Variable ini kemudian
di verifikasi, klarifikasi dan validasi oleh pakar. Dalam penelitian ini tahap
pengembangan teori telah dilaksanakan pada metode penelitian survey.
Hasil dari analisis tersebut kemudian disusun menjadi pertanyaan dalam
kuisioner sebagai pengumpulan data kasus tunggal. Pengumpulan data dalam studi
kasus dilakukan melalui wawancara terstruktur yang telah tersusun dalam kuisioner.
Wawancara merupakan sumber informasi yang esensial bagi studi kasus. Dari data yang
dikumpulkan kemudian dianalisa untuk mendapatkan rekomendasi tindakan untuk
mengatasi hambatan-hambatan yang paling kuat berpengaruh dalam pelaksanaan
pengadaan jasa konsultasi secara elektronik.
3.4 Instrumen Penelitian
Kualitas data sangat ditentukan oleh alat pengumpul (indtrumen) datanya. Oleh
karena itu, instrument harus memiliki persyaratan sebagai berikut (Yin K, R. 2002) :
1. Valid atau jitu sahih, artinya instrument harus menunjukan sejauh manakah
ia mengukur apa yang seharusnya diukur.
2. Reliable atau ejek, artinya instrument memiliki daya keterandalan apakah ia
lakukan dalam waktu yang lain yang berulang-ulang dalam kondisi yang
sama kepada subyek yang sama harus menghasilkan hal yang hamper sama
atau bahkan tetap sama.
3. Obyektif atau terbuka, artinya penggunaan instrument (alat) pengumpul
data, tidak mempengaruhi pengumpulannya (orang) dan obyeknya (yang
diteliti). Terdapat empat kategori tingkat pengukuran suatu data pengamatan
(Achmadi A, N), yaitu :
a. Ukuran nominal
Ukuran nominal adalah tingkat pengukuran yang paling sederhana. Pada
ukuran ini tidak ada asumsi tentang jarak maupun urutan antara
kategori-kategori dalam ukuran itu. Dasar penggolongan hanyalah
kategori yang tidak tumpang tindih dan tuntas.
b. Ukuran ordinal
20
Merupakan pengukuran yang didasarkan pada jenjang dalam atribut
tertentu
c. Ukuran interval
Ukuran interval adalah mengurutkanorang atau obyek berdasarkan
atribut tertentu, dan memberikan informasi tentang interval antara saru
orang atau obyek dengan orang atau obyek lainnya.
d. Ukuran rasio
Ukuran rasio adalah suatu interval yang jaraknya (interval) tidak
dinyatakan sebagai perbedaan nilai antar responden, tetapi antara
seorang responden dengan nilai no absolut. Instrument penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuisioner. Kuisioner dibuat untuk
memeperoleh data primer yang disusun berdasarkan parameter-parameter analisis yang
dibutuhkan dan relevan sesuai dengan maksud dan tujuan dari penelitian ini. Instrument
penelitian berupa kuisioner, disusun dengan tahapan pelaksanaan sebagai berikut :
a. Pertanyaan-pertanyaan yang merupakan hasil transformasi dari sub-indikator
dari variable penelitian tersebut disusun dalam berntuk format tabulasi.
b. Pernyataan dalam bentuk kuisioner tersebut selanjutnya dimintakan klarifikasi
dan validasi kepada beberapa beberapa pakar yang terkait.
c. Berdasarkan masukan dan pendapat dari beberapa pakar tersebut
ditransformasikan menjadi pernyataan yang dituangkan dalam bentuk kuisioner.
d. Kuisioner tersebut dipergunakan sebagai instrument pengumpulan data, yang
didistribuasikan kepada responden yang dapat mewakili populasi