tugas individu gizi buruk.doc

44
TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT LAPORAN KASUS INDIVIDU Gizi Buruk Tipe Marasmus Kwashiorkor pada Anak Usia 1 Tahun 8 Bulan Oleh Maria Lisdiana H1A 006 028 Ditujukan kepada Yth Penguji : dr. I Komang Gerudug, MPH Pembimbing Fakultas : dr. Lina Nurbaiti DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM PUSKESMAS KEDIRI

Upload: baiq-fitri-wulandari-uyang-ayi

Post on 07-Aug-2015

167 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: tugas individu gizi buruk.doc

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

LAPORAN KASUS INDIVIDU

Gizi Buruk Tipe Marasmus Kwashiorkor pada Anak Usia 1

Tahun 8 Bulan

Oleh

Maria Lisdiana

H1A 006 028

Ditujukan kepada Yth

Penguji : dr. I Komang Gerudug, MPH

Pembimbing Fakultas : dr. Lina Nurbaiti

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

PUSKESMAS KEDIRI

PERIODE MEI-AGUSTUS

2012

Page 2: tugas individu gizi buruk.doc

BAB I

PENDAHULUAN

Usia balita merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang sangat

pesat. Oleh karena itu, kelompok usia balita perlu mendapat perhatian, karena

merupakan kelompok yang rawan terhadap kekurangan gizi (Kemenkes RI, 2011).

Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau

nutrisinya di bawah standar. Gizi buruk masih menjadi masalah yang belum

terselesaikan sampai saat ini. Gizi buruk banyak dialami oleh bayi di bawah lima tahun

(balita). Masalah gizi buruk dan kekurangan gizi telah menjadi keprihatinan dunia sebab

penderita gizi buruk umumnya adalah balita dan anak-anak yang tidak lain adalah

generasi generus bangsa. Kasus gizi buruk merupakan aib bagi pemerintah dan

masyarakat karena terjadi di tengah pesatnya kemajuan zaman. Dengan alasan tersebut,

masalah ini selalu menjadi program penanganan khusus oleh pemerintah (Hasaroh,

2010).

Masalah gizi pada anak balita di Indonesia telah mengalami perbaikan. Hal ini

dapat dilihat antara lain dari penurunan prevalensi gizi buruk pada anak balita dari 5,4%

pada tahun 2007 menjadi 4,9% pada tahun 2010. Meskipun terjadi penurunan, tetapi

jumlah nominal anak gizi buruk masih relatif besar.

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi provinsi

NTB untuk gizi buruk dan kurang adalah 24,8%. Bila dibandingkan dengan target

pencapaian program perbaikan gizi tahun 2015 sebesar 20% dan target MDG untuk

NTB sebesar 24,8% berada di atas nasional yang 18,5% maka NTB belum melampaui

target nasional 2015 sebesar 20%. Berdasarkan Riskesdas tahun 2010, dikatakan bahwa

prevalensi gizi buruk NTB sebesar 10,6% (Tim Penyusun, 2011). Sedangkan menurut

data hasil pemantauan status gizi (PSG) tahun 2009 prevalensi gizi buruk di NTB

sebesar 5,49 dan tahun 2010 turun menjadi 4,77.

Untuk data Lombok Barat, prevalensi gizi buruk berdasarkan indeks berat badan

menurut umur tahun 2009-2010 sebesar 4,56. Dari data puskesmas Kediri menunjukkan

kenaikan dari tahun ke tahun meskipun sempatt menurun di tahun 2009. Terhitung 2007

terdapat kenaikan jumlah penderita gizi buruk. Tahun 2007 ditemukan adanya 11 kasus,

tahun 2008 sebanyak 12 kasus, tahun 2009 sebanyak 9 kasus, dan tahun 2010 sebanyak

Page 3: tugas individu gizi buruk.doc

14 kasus. Untuk itu, laporan ini akan membahas tentang deteksi dan penanganan gizi

buruk di masyarakat wilayah kerja puskesmas Kediri.

Page 4: tugas individu gizi buruk.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. GAMBARAN GIZI BURUK DI PUSKESMAS KEDIRI

Kasus Gizi Buruk yang ditemukan di Puskesmas Kediri Tahun 2008

Grafik 1. Penanganan Gizi Buruk Tahun 2008

0

2

4

6

8

10

12

Jml.Kasus 7 1 3 0 0 1 0 0 12

Yg.ditangani 7 1 3 0 0 1 0 0 12

Yg diberi PMT-P 5 0 1 0 0 1 1 0 8

Kediri Montog Are Gelogor Rumak Ombe baru Banyu MulekJagaraga

IndahDasan Baru Puskesmas

Kasus Gizi Buruk selama tahun 2008 ditemukan sebanyak 12 kasus, dari 12 kasus

tersebut 100% sudah ditangani, dan 8 Balita yang diberikan PMT Pemulihan. Setelah

ditangani 5 balita menjadi Gizi Baik dan 3 balita masih Gizi kurang.

Page 5: tugas individu gizi buruk.doc

Selama tahun 2009, ditemukan sebanyak 9 kasus gizi buruk. Sembilan kasus

tersebut telah ditangani dengan pemberian PMT Pemulihan. Setelah ditangani, 7 balita

menjadi normal, 1 balita termasuk dalam kategori kurus (gizi normal).

Kasus Gizi Buruk yang ditemukan di Puskesmas Kediri Tahun 2010

Grafik 2. Penanganan Gizi Buruk Tahun 2010

Jika kita membandingkan jumlah kasus gizi buruk dari tahun 2008 hingga 2010, tampak

adanya peningkatan jumlah kasus gizi buruk, walaupun di tahun 2009 sempat terjadi

penurunan kasus menjadi 9 kasus gizi buruk.

2.2. KONSEP GIZI BURUK

A. Definisi Gizi Buruk

Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut

umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah severely underweight (Kemenkes RI,

2011), sedangkan menurut Depkes RI 2008, keadaan kurang gizi tingkat berat pada

anak berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau

ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.

Page 6: tugas individu gizi buruk.doc

B. Epidemiologi

Masalah gizi pada anak balita di Indonesia telah mengalami perbaikan. Hal ini

dapat dilihat antara lain dari penurunan prevalensi gizi buruk pada anak balita dari 5,4%

pada tahun 2007 menjadi 4,9% pada tahun 2010. Meskipun terjadi penurunan, tetapi

jumlah nominal anak gizi buruk masih relatif besar.

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi provinsi

NTB untuk gizi buruk dan kurang adalah 24,8%. Bila dibandingkan dengan target

pencapaian program perbaikan gizi tahun 2015 sebesar 20% dan target MDG untuk

NTB sebesar 24,8% berada di atas nasional yang 18,5% maka NTB belum melampaui

target nasional 2015 sebesar 20%. Berdasarkan Riskesdas tahun 2010, dikatakan bahwa

prevalensi gizi buruk NTB sebesar 10,6% (Tim Penyusun, 2011). Sedangkan menurut

data hasil pemantauan status gizi (PSG) tahun 2009 tahun 2009 prevalensi gizi buruk di

NTB sebesar 5,49 dan tahun 2010 turun menjadi 4,77.

Untuk data Lombok Barat, prevalensi gizi buruk berdasarkan indeks berat badan

menurut umur tahun 2009-2010 sebesar 4,56. Dari data puskesmas Kediri menunjukkan

kenaikan dari tahun ke tahun meskipun semapt menurun di tahun 2009. Terhitung 2007

terdapat kenaikan jumlah penderita gizi buruk. Tahun 2007 ditemukan adanya 11 kasus,

tahun 2008 sebanyak 12 kasus, tahun 2009 sebanyak 9 kasus, dan tahun 2010 sebanyak

14 kasus.

C. Klasifikasi Gizi Buruk

Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-

kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari

masing-masing tipe yang berbeda-beda.

1. Marasmus

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang

timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di

bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan,

gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya.

Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih

merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) :

Page 7: tugas individu gizi buruk.doc

a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya,

tinggal tulang terbungkus kulit

b. Wajah seperti orang tua

c. Iga gambang dan perut cekung

d. Otot paha mengendor (baggy pant)

e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar

2. Kwashiorkor

Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya

mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh

lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau

edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh

a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis

b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada

penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.

c. Wajah membulat dan sembab

d. Pandangan mata anak sayu

e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal

pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.

f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat

kehitaman dan terkelupas

2.1.2.3. Marasmik-Kwashiorkor

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan

marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk

pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat

badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema,

kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula (Depkes

RI, 2000).

Page 8: tugas individu gizi buruk.doc

D. Etiologi

Menurut Hasaroh, (2010) masalah gizi pada balita dipengaruhi oleh berbagai

faktor, baik faktor penyebab langsung maupun faktor penyebab tidak langsung.

Menurut Depkes RI (1997) dalam Mastari (2009), faktor penyebab langsung timbulnya

masalah gizi pada balita adalah penyakit infeksi serta kesesuaian pola konsumsi

makanan dengan kebutuhan anak, sedangkan faktor penyebab tidak langsung

merupakan faktor seperti tingkat sosial ekonomi, pengetahuan ibu tentang kesehatan,

ketersediaan pangan di tingkat keluarga, pola konsumsi, serta akses ke fasilitas

pelayanan. Selain itu, pemeliharaan kesehatan juga memegang peranan penting. Di

bawah ini dijelaskan beberapa faktor penyebab tidak langsung masalah gizi balita, yaitu:

a. Tingkat Pendapatan Keluarga.

Tingkat penghasilan ikut menentukan jenis pangan apa yang disediakan untuk

konsumsi balita serta kuantitas ketersediaannya. Pengaruh peningkatan penghasilan

terhadap perbaikan kesehatan dan kondisi keluarga lain yang mengadakan interaksi

dengan status gizi yang berlawanan hampir universal.

Selain itu diupayakan menanamkan pengertian kepada para orang tua dalam hal

memberikan makanan anak dengan cara yang tepat dan dalam kondisi yang higienis.

b. Tingkatan Pengetahuan Ibu tentang Gizi.

Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan

pada tiga kenyataan yaitu:

Status gizi cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.

Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu

menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal.

Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar

menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.

Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun

menu yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang, maka

ia akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk

dikonsumsi.

Pengetahuan gizi yang dimaksud di sini termasuk pengetahuan tentang penilaian

status gizi balita. Dengan demikian ibu bisa lebih bijak menanggapi tentang masalah

yang berkaitan dengan gangguan status gizi balita.

Page 9: tugas individu gizi buruk.doc

c. Tingkatan Pendidikan Ibu.

Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi rendahnya tingkat

pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan terhadap perawatan

kesehatan, kebersihan pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan, serta kesadaran

terhadap kesehatan dan gizi anak-anak dan keluarganya. Di samping itu pendidikan

berpengaruh pula pada faktor sosial ekonomi lainya seperti pendapatan, pekerjaan,

kebiasaan hidup, makanan, perumahan dan tempat tinggal.

Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap

dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bisa dijadikan landasan

untuk membedakan metode penyuluhan yang tepat. Dari kepentingan gizi keluarga,

pendidikan diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di

dalam keluarga dan bisa mengambil tindakan secepatnya.

Tingkat pendidikan ibu banyak menentukan sikap dan tindak-tanduk

menghadapi berbagai masalah, misal memintakan vaksinasi untuk anaknya,

memberikan oralit waktu diare, atau kesediaan menjadi peserta KB. Anak-anak dari ibu

yang mempunyai latar pendidikan lebih tinggi akan mendapat kesempatan hidup serta

tumbuh lebih baik. Keterbukaan mereka untuk menerima perubahan atau hal baru guna

pemeliharaan kesehatan anak maupun salah satu penjelasannya.

d. Akses Pelayanan Kesehatan.

Sistem akses kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical service) dan

pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Secara umum akses kesehatan

masyarakat adalah merupakan subsistem akses kesehatan, yang tujuan utamanya adalah

pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran

masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa akses kesehatan masyarakat tidak

melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan).

Upaya akses kesehatan dasar diarahkan kepada peningkatan kesehatan dan status

gizi pada golongan rawan gizi seperti pada wanita hamil, ibu menyusui, bayi dan anak-

anak kecil, sehingga dapat menurunkan angka kematian. Pusat kesehatan yang paling

sering melayani masyarakat, membantu mengatasi dan mencegah gizi kurang melalui

program-program pendidikan gizi dalam masyarakat. Akses kesehatan yang selalu siap

dan dekat dengan masyarakat akan sangat membantu meningkatkan derajat kesehatan.

Page 10: tugas individu gizi buruk.doc

Dengan akses kesehatan masyarakat yang optimal kebutuhan kesehatan dan

pengetahuan gizi masyarakat akan terpenuhi.

E. Diagnosis

Diagnosis gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri dan

pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis gizi buruk berbeda-beda tergantung dari derajat

dan lamanya deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi disebabkan oleh

karena adanya kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya. Gejala klinis gizi

buruk ringan dan sedang tidak terlalu jelas, yang ditemukan hanya pertumbuhan yang

kurang seperti berat badan yang kurang dibandingkan dengan anak yang sehat

(Krisnansari, 2010).

F. Alur dan Penatalaksanaan Gizi Buruk

Berikut disertakan alur pemeriksaan anak dengan gizi buruk

Bagan 1. Alur pemeriksaan anak dengan gizi buruk

Page 11: tugas individu gizi buruk.doc

Selain itu, berikut disertakan alur pelayanan anak gizi buruk di rumah sakit/puskesmas

perawatan.

Bagan 2. Alur Pelayanan Anak Gizi Buruk di Rumah Sakit/Puskesmas Perawatan

Page 12: tugas individu gizi buruk.doc

Berikut juga disertakan salah satu tatalaksana anak dengan gizi buruk tanpa tada

bahaya atau tanda penting tertentu

Bagan 3. Pemberian Cairan dan Makanan Untuk Stabilisasi

Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase

transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana

yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita

kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor.

1. Tahap Penyesuaian

Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan hingga ia

mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap penyesuaian ini

Page 13: tugas individu gizi buruk.doc

dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada

kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan. Jika berat badan pasien

kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama

adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2%

tepung. Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada,

berikan ASI.

Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan untuk anak

di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair, kemudian makanan

lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.

b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.

c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan keenceran

1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk meningkatkan energi

ditambahkan 5% glukosa, dan

d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3 jam.

Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan lewat pipa

(per-sonde)

2. Tahap Penyembuhan

Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara

berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai

150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari.

3. Tahap Lanjutan

Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh

makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya

diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan,

memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya.

Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah :

a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoglikemia.

b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.

Page 14: tugas individu gizi buruk.doc

c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat

hipomagnesimia.

d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau 100.000

SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan dengan dosis

total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI.

e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi (Fe) dan

asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai KKP berat.

Tabel 1. Jadwal Pengobatan dan Perawatan Anak Gizi Buruk

Page 15: tugas individu gizi buruk.doc

G. Dampak Gizi Buruk

Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait

dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping

berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan

mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga sering

disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang

sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan sistem

pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga

mudah sekali terkena infeksi.

Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa

karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain

hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar

gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan

tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya

anak tidak dapat ”catch up” dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka

panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun

perkembangannya.

Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance

anak, akibat kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan

perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental

dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak

itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi patal karena otak adalah

salah satu aset yang vital bagi anak.

Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap

perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan

gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah

penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi

sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan

tentu saja merosotnya prestasi anak

Page 16: tugas individu gizi buruk.doc

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : An. TO

Umur : 20 bulan

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Gersik Utara RT 03

Kunjungan ke PKM : 10 Juni 2012

Identitas keluarga : Anak kandung pertama

II. ANAMNESIS (tanggal 13 Juni 2012, kepada orang tua pasien)

Keluhan utama : tangan dan kaki tampak membengkak

Riwayat Penyakit Sekarang :

Ibu pasien mengeluhkan pipi, punggung tangan serta punggung kaki An. T

membengkak sejak 2 bulan yang lalu. Ibu os juga mengeluhkan, jika os tidur dalam

posisi miring, maka bengkak pada pipi dan bagian tubuh lain, tampak sesuai arah

miringnya. Dua minggu setelah bengkak di pipi, tangan dan kaki muncul, kulit

tubuh pada daerah tersebut mulai menghitam. Os juga dikeluhkan lebih rewel

dibanding biasanya.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Sebelumnya pasien pernah dikatakan mengalami gizi kurang selama 4 bulan

berturut-turut saat dilakukan penimbangan berat badan di posyandu. Pasien telah

diberikan PMT selama 4 bulan tersebut, namun kondisi pasien tak kunjung

membaik.

Identitas Ibu Ayah

Nama Ny. J Tn. R

Umur 28 Th 35 Th

Pendidikan/Berapa tahun SMA SMA

Pekerjaan Dagang TKI

Page 17: tugas individu gizi buruk.doc

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga os yang mengalami keluhan serupa

Riwayat Sosial, ekonomi dan Lingkungan :

Pasien merupakan anak pertama dari orang tuanya. Kondisi sosial ekonomi keluarga

menengah ke bawah, dimana ayah pasien bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia di

Malaysia bekerja sebagai pekerja di suatu perkebunan sawit dengan penghasilan Rp.

500.000 per bulan. Ibu pasien bekerja sebagai penjual kue, dengan penghasilan ±

Rp. 50.000 per hari, namun semenjak pasien sakit, ibu pasien tidak pernah

berdagang.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan :

Ibu pasien lebih dari 6 kali ANC di posyandu

Riwayat sakit berat selama hamil (-) dan minum obat-obatan tertentu (-)

Pasien lahir per abdominam (seksio caesaria) di RSUPPP Gerung dengan BBL

3.200 gr

Riwayat Nutrisi

Menurut pengakuan ibu pasien, pasien diberikan ASI eksklusif sampai usia 6 bulan.

Pasien mulai diberikan makanan pendamping ASI pada usia 6 bulan berupa bubur,

dan saat ini pasien sudah diberikan makanan keluarga.

Status Imunisasi

Menurut pengakuan orang tua pasien dan berdasarkan buku KIA, pasien

mendapatkan imunisasi sesuai jadwal di posyandu.

Riwayat Tumbuh Kembang

Os mulai bisa duduk, saat berusia 6 bulan, mulai berdiri sejak usia 10 bulan, dan

berjalan usia 1 tahun.

Page 18: tugas individu gizi buruk.doc

Ikhtisar Keluarga

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

Pasien tinggal di daerah Gersik Utara RT 3. Pasien hanya tinggal bersama sang ibu di

rumah, sedang sang ayah pergi merantau menjadi TKI di Malaysia. Skema putus-putus

menunjukkan anggota keluarga yang tinggal bersama pasien.

Ayah Ibu

Anak

Page 19: tugas individu gizi buruk.doc

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan umum

Keadaan Umum : sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital :

HR : 108x/menit, irama teratur

RR : 30 x/menit

T ax : 37,2 °C

BB : 6,8 kg

PB : 71,5 cm

Status gizi : gizi buruk

Z skor berdasarkan berat badan/tinggi badan

Z skor = nilai individu (berat) – nilai median referensi BB/TB x 1 SD

SD dari referensi BB terhadap TB

Z skor = 6,8 – 8,8 x 1 SD = -2,45 SD (kurus/wasted)

0,817

Status General :

o Kepala :

1. Ekspresi wajah : pandangan mata tampak sayu

2. Bentuk dan ukuran : wajah tampak membulat, sembab

3. Rambut : tampak kemerahan, tipis, kering, halus dan mudah

dicabut

4. Edema (-)

o Mata :

1. Simetris

2. Alis : normal

3. Exopthalmus (-)

4. Ptosis (-)

5. Nystagmus (-)

6. Strabismus (-)

7. Edema palpebra (-)

Page 20: tugas individu gizi buruk.doc

8. Mata cowong : (-/-)

9. Konjungtiva : anemia (-/-), hiperemia (-)

10. Sklera : ikterus (-/-), hyperemia (-), pterygium (-),

11. Pupil : isokor, bulat, miosis (-), midriasis (-)

12. Kornea : normal

13. Lensa : normal

o Telinga :

1. Bentuk : normal,

2. Lubang telinga : normal, sekret (-)

3. Nyeri tekan (-)

o Hidung :

1. Simetris, deviasi septum (-)

2. Perdarahan (-), sekret (-)

3. Napas cuping hidung (-)

o Mulut :

1. Simetris

2. Bibir : sianosis (-)

3. Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-)

4. Lidah : glositis (-), atropi papil lidah (-)

5. Mukosa basah

o Leher :

1. Simetris (-)

2. Kaku kuduk (-)

3. Scrofuloderma (-)

4. Pemb.KGB (-)

5. Trakea : ditengah

o Thorax :

Cor

Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi : iktus kordis teraba ICS 5 midklavikula sinistra

Perkusi : -

Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)

Page 21: tugas individu gizi buruk.doc

Pulmo

Inspeksi : Bentuk simetris

Pergerakan simetris

Iga dan sela iga : retraksi (-)

Pernapasan : frekuensi 30 x/menit, teratur

Palpasi : Pergerakan simetris

Fremitus raba dan vokal tidak dievaluasi

Perkusi : -

Auskultasi : Suara tambahan rhonki -/-

Suara tambahan wheezing -/-

o Abdomen :

Inspeksi : Bentuk : distensi (-)

Auskultasi :Peristaltik usus normal

Palpasi : Turgor : normal

Tonus : normal

Nyeri tekan (-)

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Perkusi : suara timpani

Inguinal-genitalia-anus-gluteus : tampak kulit keriput pada daerah gluteus (baggy pants)

Vertebrae :

Inspeksi : Bentuk : tampak normal

Palpasi : nyeri tekan (-)

Ekstremitas atas : Akral hangat : +/+

Kulit normal

Edema: (+/+)

Sianosis : (-)

Ekstremitas bawah: Akral hangat : +/+

Kulit normal

Edema dorsum pedis : (+/+)

Sianosis : (-)

Page 22: tugas individu gizi buruk.doc

V. DIAGNOSIS KERJA

Gizi buruk tipe campuran (marasmik-kwashiorkor)

VII. RENCANA KERJA

Rencana Terapi

Asam folat 1 x 5 mg

Vitamin A 1 x 1

F-75 per 2 jam

Tujuan Terapi

Meningkatkan berat badan pasein dan mengatasi kekurangan mikronutrien

Edukasi kepada orang tua pasien

1) Memberikan asupan makanan secara rutin

2) Menjaga kehangatan tubuh anak

3) Melindungi pasien dari orang-orang (kelompok) yang rentan menularkan

penyakit (campak, TBC)

4) Melakukan penimbangan rutin untuk menilai peningkatan berat badan pasien

Page 23: tugas individu gizi buruk.doc

BAB IV

PENELUSURAN (HOME VISIT)

4.1. Dasar Pemilihan Kasus

Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumber daya manusia.

Gizi buruk merupakan masalah yang perlu penanganan serius karena tidak hanya

meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian tetapi juga menurunkan

produktifitas, menghambat pertumbuhan sel-sel otak yang mengakibatkan kebodohan

dan keterbelakangan. Hal ini terutama menyerang anak balita, yang merupakan sumber

daya masa depan. Selain itu, dari data laporan tahunan gizi, kasus gizi buruk terus

meningkat.

Berdasarkan hal tersebut, perlu dicari tahu mengapa kasus gizi buruk ini banyak

terdapat di masyarakat di wilayah Kediri.

4.2. Tujuan

Mengetahui faktor penyebab utama terjadinya gizi buruk pada pasien An. TO

4.3. Metodologi

Metodologi yang dipakai : wawancara dan pengamatan lingkungan tempat

tinggal pasien. Variabel yang dipakai adalah faktor risiko gizi buruk, tanda dan gejala

gizi buruk.

4.4. Hasil Penelusuran

Pasien adalah anak pertama pasangan Ny. J dan Tn. R. Pasien tinggal di rumah

berdua dengan ibunya, sedangkan sang ayah sedang bekerja di Malaysia sebagai

TKI

Rumah yang dihuni saat ini terdiri dari 1 kamar tidur dan 1 ruang tamu. Luas

rumah pasien ± 8 x 5 meter, jarak rumah pasien dengan rumah tetangga di depan

(utara) ± 3 meter, samping kiri (barat) ± 4 meter, samping kanan (timur) ± 4

meter, serta belakang rumah (selatan) ± 3 meter dari rumah tetangga. Dapur

berada di depan pintu, sedangkan kamar mandi umum terletak ± 10 meter dari

rumah pasien.

Page 24: tugas individu gizi buruk.doc

Kamar tersebut dihuni oleh os dan ibunya. Ventilasi pada kamar I kurang baik

karena terdapat satu jendela yang jarang dibuka, sedangkan pada kamar II tidak

memiliki ventilasi karena tembok kamar menyatu dengan rumah tetangga.

Lantai rumah terbuat dari semen, dinding rumah berupa tembok, plafon terbuat

dari triplek, dan atap rumah terbuat dari genteng.

Sumber air minum berasal dari air sumur bersama, berjarak ± 2 meter dari

rumah. Air sumur digunakan untuk kebutuhan mandi dan cuci, sumber air

minum dan untuk mengolah masakan.

Keluarga pasien memiliki fasilitas jamban pribadi yang terletak di luar rumah.

Pendapatan keluarga dari penghasilan ayah pasien yang bekerja sebagai tenaga

kerja Indonesia di Malaysia per bulannya kira-kira mencapai Rp.400.000.

Sketsa Denah Rumah U

a

b

c

d

Keterangan :

a : teras rumah

b : ruang tamu

c : ruang tidur

d : kamar mandi dan jamban yang berada di luar rumah

Page 25: tugas individu gizi buruk.doc

Foto Pasien dan Kondisi Rumah Pasien

Gb 2. Tampak edema minimal pada kaki

Gb 1. Tampak baggy pant pasien berkurang

Gb 3. Ruang tamuGb 4. Kamar tidur pasien

Gb 5. Dapur berada di teras rumahGb 6. Kondisi sumur sebagai sumber air keluarga pasien

Page 26: tugas individu gizi buruk.doc

Pengkajian Masalah Kesehatan Pasien

PERILAKU :

Pengetahuan orang tua

tentang gizi, kurang.

Masalah pemberian

makan

Pendidikan ibu

LINGKUNGAN :

Lingkungan pemukiman

yang padat penduduk

Jarak rumah berdekatan.

Rumah tidak sehat baik

luas, ventilasi (lembab),

dll.

SOSEK- BUDAYA :

Sosial ekonomi rendah

(tingkat pendapatan

keluarga)

YANKES :

Peran kader dalam penemuan kasus

gizi buruk dan penanganannya

belum maksimal.

Penatalaksanaan kasus gizi buruk

yang belum maksimal

Kurangnya informasi tentang gizi

buruk kepada masyarakat

Gizi Buruk

Page 27: tugas individu gizi buruk.doc

BAB V

PEMBAHASAN

A. Aspek Klinik

Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan adanya bengkak yang muncul pada

punggung tangan dan kaki pasien, serta pada wajahnya. Bengkak atau edema yang

ditemukan berupa pitting edema, yaitu edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti

semula. Hal ini disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik

intravaskular menurun. Penurunan tersebut menyebabkan ekstravasasi plasma ke ruang

interstisial. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya

gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik.

Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan rambut yang mudah dicabut hal ini

dihubungkan dengan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena

keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan tanda dan gejala klinis gizi

buruk berupa, edema yang muncul di wajah, tangan dan kaki, anak menjadi rewel,

hiperpigmentasi kulit, rambut yang mudah dicabut, tampak halus, tipis dan kemerahan,

dan adanya baggy pants pada regio gluteus pasien.

Pemeriksaan penunjang yang sebenarnya dapat dilakukan adalah dengan

melakukan pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan kadar labumin serum, keton

urin, pemeriksaan glukosa darah dan sebagainya, namun diagnosis gizi buruk sudah

cukup ditegakkan dengan penemuan melihat gejala klinis gizi buruk dan perhitungan Z

score.

Terapi yang diberikan untuk pasien ini adalah rencana V, yaitu pemberian

formula 75 (F-75). Hal ini disesuaikan dengan klinis dan pedoman tata laksana gizi

buruk. Dua jam pertama pemberian F-75 dilakukan per 30 menit sambil melakukan

monitoring vital sign dan jumlah asupan F-75 yang diberikan. Sepuluh jam berikutnya,

F-75 tetap diberikan setiap 2 jam.

Selain pemberian F-75, terapi tambahan yang diberikan adalah vitamin A dan

asam folat. Kedua obat tambahan ini diberikan dengan tujuan memenuhi kekurangan

mikronutrien.

Page 28: tugas individu gizi buruk.doc

B. Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat

Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumber daya manusia.

Gizi buruk tidak hanya meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian tetapi juga

menurunkan produktifitas, menghambat pertumbuhan sel-sel otak yang mengakibatkan

kebodohan dan keterbelakangan.

Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor-

faktor utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup

sehat yang diperkenalkan oleh H. L. Blum mencakup 4 faktor yaitu faktor genetik

(keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat, faktor lingkungan (sosial

ekonomi, fisik, politik) dan faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan

kualitasnya). Skabies juga menjadi masalah di mayarakat disebabkan oleh karena

faktor-faktor berikut :

1. Faktor perilaku

Faktor perilaku hubungannya dengan gizi buruk berkaitan degan pola

pengasuhan anak. Pola pengasuhan anak adalah kemampuan keluarga dan masyarakat

untuk menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh

dan berkembang sebaik-baiknya secara fisik, mental, dan sosial. Bentuk kongkrit pola

pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal

kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, menjaga kebersihan,

memberikan kasih sayang, dan sebagainya. Hal tersebut sangat berkaitan dengan

kesehatan ibu, status gizi ibu, pendidikan, pengetahuan, dan adat kebiasaan.

Ditilik dari segi perilaku, yang juga erat kaitannya dengan pengetahuan ibu,

pada pasien ini pengetahuan ibu tentang pemberian makanan pada anak masih kurang,

didukung dari pemberian makanan sehari-hari yang hanya memberikan sumber protein

berupa tahu dan tempe, tanpa sumber protein hewani lainnya. Hal ini kemungkinan

berhubungan dengan tingkat pendapatan keluarga yang masih kurang.

2. Faktor Lingkungan

Sanitasi lingkungan yang buruk akan menyebabkan anak lebih mudah terserang

penyakit infeksi yang akhirnya dapat mempengaruhi status gizi. Sanitasi lingkungan

sangat terkait dengan ketersediaan air bersih, ketersediaan jamban, jenis lantai rumah

Page 29: tugas individu gizi buruk.doc

serta kebersihan peralatan makan pada setiap keluarga. Makin tersedia air bersih untuk

kebutuhan sehari-hari, makin kecil risiko anak terkena penyakit kurang gizi.

Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor

fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung

dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dll. Pengukuran faktor ekologi

dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat

sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi.

Pada kasus ini, sanitasi lingkungan pasien bisa dikatakan cukup bersih, air bersih

tersedia, yaitu berupa sumur bersama yang terletak beberapa meter di depan rumah.

Keluarga pasien memiliki sarana jamban pribadi, walau pun berada di luar rumah.

3. Faktor Sosial, Ekonomi, dan Budaya

Orangtua adalah ibu dan ayah dari pendertia anak gizi buruk. Peranan orangtua,

baik ibu maupun ayah merupakan kunci di dalam menjaga, merawat dan mendidik anak

yang berkualitas sehingga mencapai sukses. Oleh sebab itu di dalam pertumbuhan anak,

perhatian orangtua adalah hal yang tiak bisa dipungkiri. Orangtua berkewajiban

menjaga anaknya dari berbagai serangan penyakit, memberi makanan yang cukup dan

memenuhi gizi sesuai dengan pertumbuhannya. Seorang ayah berperan sebagai

pengayom dalam rumah tangga di mana anak akan merasa terlindungi di dalam proses

hidup kesehariannya. Sedangkan seorang ibu, berperan untuk merawat anak-anak

dirumah dari dalam kandungan hingga mencapai usia dewasa, kemuidan

memperhatikan pola makan anak, gizi anak, pertumbuhan dan perkembangan anak

sesuai dengan usianya. Selain itu peranan nenek, bibi, dan pembantu rumah tangga

dalam mengasuh anak-anak juga sangat diperhitungkan di saat orangtua tidak bersama

anak. Namun peranan mereka tidak sebanding dengan peran orangtua dalam mengasuh

anak.

Dari segi budaya budaya sangat berperan dalam proses terjadinya masalah gizi di

berbagai masyarakat dan negara. Unsur-unsur budaya manusia menciptakan suatu

kebiasaan makan penduduk yang kadangkadang bertentangan dengan prinsip gizi.

Dalam hal pangan, ada budaya yang memprioritaskan keluarga tertentu untuk

mengkonsumsi hidangan keluarga yang telah disiapkan yaitu kepala keluarga. Anggota

keluarga lain menempati prioritas berikutnya dan yang paling umum mendapatkan

Page 30: tugas individu gizi buruk.doc

prioritas terakhir adalah ibu rumah tangga. Apabila hal demikian masih dianut oleh

suatu budaya, maka dapat saja terjadi distribusi pangan yang tidak baik di antara

anggota keluarga. Apabila keadaan tersebut berlangsung dalam waktu yang lama dapat

berakibat timbulnya masalah gizi kurang di dalam keluarga yang bersangkutan.

Pada kasus ini, budaya di atas tidak berlaku, karena pasien hanya tinggal berdua

dengan ibunya, sehingga tidak ada anggota keluarga lain yang mendapat prioritas.

4. Faktor Pelayanan Kesehatan

Status gizi anak berkaitan dengan keterjangkauan terhadap pelayanan kesehatan

dasar. Anak balita sulit dijangkau oleh berbagai kegiatan perbaikan gizi dan kesehatan

lainnya karena tidak dapat datang sendiri ke tempat berkumpul yang ditentukan tanpa

diantar.

Beberapa aspek pelayanan kesehatan dasar yang berkaitan dengan status gizi

anak antara lain: imunisasi, pertolongan persalinan, penimbangan anak, pendidikan

kesehatan anak, serta sarana kesehatan seperti posyandu, puskesmas, rumah sakit,

praktek bidan dan dokter. Makin tinggi jangkauan masyarakat terhadap sarana

pelayanan kesehatan dasar tersebut di atas, makin kecil risiko terjadinya penyakit gizi

kurang.

Pada pasien ini akses terhadap pelayanan kesehatan terjangkau, baik dari segi

posyandu yang diikuti berupa imunisasi dan penimbangan anak secara rutin.

Page 31: tugas individu gizi buruk.doc

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pada laporan gizi tahunan terhitung 2009-2011, kasus gizi buruk terus

meningkat di Puskesmas Kediri.

Terdapat 2 faktor utama yang mempengaruhi kejadian kasus gizi buruk pada

pasien ini, yaitu: perilaku dan lingkungan.

B. Saran

Diperlukan adanya penyuluhan atau pemberian informasi tentang gizi, dimulai

dari pemilihan makanan untuk balita, pengolahan makanan, hingga tanda-tanda anak

gizi buruk serta langkah yang perlu dilakukan untuk melaporkan keadaan anak gizi

buruk. Alangkah baiknya kegiatan ini dapat dijalan kan bersamaan dengan kegiatan

posyandu (penyuluhan terpadu lintas program), di mana ibu-ibu membawa anak dan

balitanya untuk dilakukan penimbangan rutin.

Page 32: tugas individu gizi buruk.doc

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2008. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk. Jakarta :

Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi

Masyarakat.

Kemenkes RI. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar

Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta : Dirjen Bina Gizi dan

Kesehatan Ibu dan Anak.

Krisnansari, Diah. 2010. Nutrisi dan Gizi Buruk. Mandala of Health. Volume 4, Nomor

1