tugas hukum pidana

32
Tugas kelompok Hukum Pidana HUKUM PIDANA tugas : Analisa kasus hukum pidana tugas kelompok Ketua kelompok: Faisal Hidayatulah Nama kelompok: 1. Andara Bayu .SS 1208015050 2. Bayu Brata Wijaya 1208015006 3. Faisal Hidayatulah 1208015025 4. I Ketut Bagia Yasa 1208015049 5. Ahmad Husaini 1208015041 dalam analisa kasus tugas kelompok disini di selesaikan atau bedasar pada putusan kehakiman, sebelum kita menganalisa tentang hukum pidana marilah kita pelajari dulu apakah pokok-pokok ataupun pengertian tentang hukum pidana. Hukum pidana merupakan dari keseluruhan hukum yang berlaku di Negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk: 1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yaang tidak boleh di lakukan,yang dilarang, dengan di sertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. 2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada merekan yang melanggar larangan larangan itu dapat di kenakan atau di jatuhi pidana sebagaimana yang telah di ancam. 3. Menentukan dengan cara bagaiman pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang telah disangka telah melanggar larangan tersebut. 1

Upload: andrian-bees

Post on 30-Nov-2015

231 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

hukum pidana

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Hukum Pidana

Tugas kelompok Hukum Pidana

HUKUM PIDANA

tugas : Analisa kasus hukum pidana tugas kelompok

Ketua kelompok: Faisal Hidayatulah

Nama kelompok:

1. Andara Bayu .SS 1208015050

2. Bayu Brata Wijaya 1208015006

3. Faisal Hidayatulah 1208015025

4. I Ketut Bagia Yasa 1208015049

5. Ahmad Husaini 1208015041

dalam analisa kasus tugas kelompok disini di selesaikan atau bedasar pada putusan kehakiman, sebelum kita menganalisa tentang hukum pidana marilah kita pelajari dulu apakah pokok-pokok ataupun pengertian tentang hukum pidana.

Hukum pidana merupakan dari keseluruhan hukum yang berlaku di Negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yaang tidak boleh di lakukan,yang dilarang, dengan di sertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.

2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada merekan yang melanggar larangan larangan itu dapat di kenakan atau di jatuhi pidana sebagaimana yang telah di ancam.

3. Menentukan dengan cara bagaiman pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang telah disangka telah melanggar larangan tersebut.

Definisi Hukum Pidana Hukum Pidana sebagai Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam Undang-Undang Pidana. Seperti perbuatan yang dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang HAM dan lain sebagainya. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan hukuman bagi yang melanggarnya. Perbuatan yang dilarang dalam hukum pidana adalah:

• Pembunuhan

1

Page 2: Tugas Hukum Pidana

Tugas kelompok Hukum Pidana

• Pencurian • Penipuan • Perampokan • Penganiayaan • Pemerkosaan • Korupsi Sementara Dr. Abdullah Mabruk an-Najar dalam diktat “Pengantar Ilmu Hukum”-nya mengetengahkan defenisi Hukum Pidana sebagai “Kumpulan kaidah-kaidah Hukum yang menentukan perbuatan-perbuatan pidana yang dilarang oleh Undang-Undang, hukuman-hukuman bagi yang melakukannya, prosedur yang harus dilalui oleh terdakwa dan pengadilannya, serta hukuman yang ditetapkan atas terdakwa.1” Hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk : • Menetukan perbuatan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. • Menentukan kapan dan dalam hal hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan. • Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. Menurut Sudarto, pengertian Pidana sendiri ialah nestapa yang diberikan oleh Negara kepada seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan Undang-undang (hukum pidana), sengaja agar dirasakan sebagai nestapa.

B. Tujuan Hukum Pidana Secara konkrit tujuan hukum pidana itu ada dua, ialah : • Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik. • Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkunganya

Pasal 359 KUHP : Dalam Hukum Pidana ada suatu adagium yang berbunyi : “Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali”, artinya tidak ada suatu perbuatan dapat dihukum tanpa ada peraturan yang mengatur perbuatan tersebut sebelumnya. Ketentuan inilah yang disebut sebagai asas legalitas . Aturan hukum pidana berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sesuai asas ruang lingkup berlakunya kitab undang-undang hukum pidana. Asas ruang lingkup berlakunya aturan hukum pidana, ialah 1. Asas Teritorialitas (teritorialitets beginsel)

1 I-bidDr. Abdulah Mabruk an. Pengantar Ilmu Hukum.renka cipta thn 2011. Hlm.32

2

Page 3: Tugas Hukum Pidana

Tugas kelompok Hukum Pidana

2. Asas nasionalitas aktif (actief nationaliteitsbeginsel) 3. Asas Nasionalitas Pasif (pasief nationaliteitsbeginsel)

E. Sistem Hukuman Sistem hukuman yang dicantumkan dalam pasal 10 tentang pidana pokok dan tambahan, menyatakan bahwa hukuman yang dapat dikenakan kepada seseorang pelaku tindak pidana terdiri dari : a. Hukuman Pokok (hoofd straffen ). 1. Hukuman mati 2. Hukuman penjara 3. Hukuman kurungan 4. Hukuman denda

b. Hukuman Tambahan (Bijkomende staffen) 1. Pencabutan beberapa hak tertentu 2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim.

Yang di jelaskan di atas merupakan inti dan tujuan dari hukum pidana, agar dapat lebih memahami dan lebih tertuju pada tugas ini kami membuat dan memasukan ke dalam contoh kasus yang tentunya berkaitan dengan mata kuliah hukum pidana.

A. Kasus yang pertama yaitu mengenai kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT):

Kasus Rachmat Hidayat Santoso Anak Kandung Penderita Paru dan Asma Dianaya Yang Menyebabkan Kematiannya

Jumat 5 Mei 2006, Rachmat yang bertempat tinggal di desa Sumberkolak, Kecamatan Panarukan Kabupaten Situbondo melakukan kekerasan fisik dalam rumah tangganya terhadap Hanif Hibatullah Soleh, anak kandungnya sendiri, hasil perkawinannya dengan Ruli Yuliana. Hanif (5 tahun) menderita sakit radang paru-paru, yang baru 4 bulan tinggal bersama ayahnya, karena sebelumnya bocah itu diasuh neneknya. Rachmat berusaha mengobati penyakit anaknya dengan cara terapi sendiri seperti yang dia pelajari dari televisi dan buku-buku pengobatan.

Semula Soleh diberi makan, kemudian dibawa ke ruang tamu. Hidung dan mulutnya disumbat beberapa detik, yang menyebabkan Soleh muntah nasi campur air. Setelah itu dibawa ke kamar mandi untuk dimandikan dan disiram dengan air sampai bersih. Anak kecil itu disiram terus menerus kurang lebih selama satu jam dengan kran air. Ketika Soleh memberontak terhadap perbuatan ayahnya, anak itu dicubit dan tentu tidak kuasa melawan ayahnya, sehingga jatuh ke lantai dalam posisi telungkup. Ayahnya membantu membangunkannya dan mengambil handuk. Kemudian anak kecil itu jatuh lagi, dan ayahnya berteriak memanggil isterinya. Suami isteri itu panik melihat kondisi anaknya,

3

Page 4: Tugas Hukum Pidana

Tugas kelompok Hukum Pidana

dan segera melarikan anaknya  dengan mengendarai sepeda motor ke RS Elizabet Situbondo.

Soleh mengalami kondisi kritis. Dokter Iwan Yulianto tidak berhasil menyelamatkan nyawa Soleh. Hasil visum dokter menunjukkan bahwa terdapat memar pada kepala bagian atas samping kanan, luka lecet pada bahu belakang, lengan kiri, dan kaki kiri. Pemeriksaan bagian dalam menunjukkan bahwa anak itu mengalami pendarahan di otak karena benda tumpul dan serangan asma. Dengan demikian visum dokter menyimpulkan bahwa Soleh meninggal dunia akibat pendarahan di otak, trauma benda tumpul, dan serangan asma.

Jaksa menyimpulkan bahwa meninggalnya Soleh karena penganiayaan yang dilakukan ayah kandungnya, dan karena itu ayahnya Rachmat diancam dengan hukuman pidana Pasal 5 huruf a jo Pasal 44 ayat (3) UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Jaksa mendakwa perbuatan terdakwa memenuhi unsur tindak pidana ”kekerasan dalam rumah tangga yang berakibat mati”, dan karena itu menuntut hukuman 8 (delapan) tahun penjara dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan.

Pengadilan Negeri Situbondo memutuskan bahwa terdakwa Rachmat Hidayat Santoso terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana karena ”kealpaan menyebabkan matinya orang”, dan menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan. (28 November 2006).

- Analisa: Pengadilan Tinggi Surabaya dalam putusannya menguatkan putusan Pengadilan Negeri Situbondo. Sebaliknya  Jaksa Penuntut Umum mengajukan permohonan kasasi, dengan alasan:

Majelis Hakim tidak menerapkan ketentuan Pasal 185 (4 dan (6) KUHAP , yaitu tentang adanya hubungan dan persesuaian antara keterangan saksi-saksi maupun keterangan terdakwa sendiri, akan tetapi Majelis Hakim hanya mengambil sepotong-sepotong dari rangkaian keterangan sakdi tersebut.

Majelis Hakim tidak menerapkan ketentuan Pasal 187 huruf b KUHAP, yaitu tidak mempertimbangkan adanya alat bukti surat berupa Visum et Repertum Jenazah yang dibuat oleh dokter yang menyimpulkan bahwa sebab kematian karena perdarahan di otak, trauma benda tumpul, karena asma, sehingga penderita meninggal karena penganiayaan.

Majelis Hakim salah menafsirkan unsur tindak pidana bahwa apa yang dilakukan terdakwa terhadap korban merupakan kealpaan, sebab menurut doktrin yang ditulis oleh Prof. Satochid Kartanegara, SH bahwa culpa (kealpaan) harus memenuhi dua syarat: (a) tiada kehati-hatian yang dipergunakan atau tiada ketelitian yang diperlukan; (b) akibat yang dapat diduga sebelumnya, atau keadaan atau akibat yang dapat diduga sebelumnya yang membuat perbuatan itu menjadi perbuatan yang dapat dihukum.2 Apa yang dilakukan terdakwa yang mengetahui bahwa korban menderita radang paru-paru/sakit asma kemudian diobat dengan bekal ilmu sendiri dengan cara memberi latihan pernafasan dengan menutup hidungnya beberapa detik sebelum makan dan lalu dimandikan terus menerus dengan menggunakan gayung, sehingga korban memberontak dan terlepas dari pegangan

2I-bid Prof. Moeljanto,S.H. asas-asas Hukum Pidana.Aneka Cipta. PT Asdi Mahasatya.2008 Hlm,233

4

Page 5: Tugas Hukum Pidana

Tugas kelompok Hukum Pidana

terdakwa yang menyebabkan korban terjatuh dan kepala membentur lantai kamar mandi, yang menyebabkan kematiannya bukanlah merupakan kealpaan atau kurang hati-hati.

Teori kesengajaan (opzet) yang dikemukakan oleh Jonkers dalam Handboek van het Nederlandsche Strafrecht menunjukkan bahwa hukum pidana mengenakan 3 gradsi opzet, yaitu: (1) opzet als oogmerk (kesengajaan yang memang ditujukan terhadap orang yang dimaksud); (2) opzet bij noodzakelijkheid of zekerbewustzijn (kesengajaan yang secara pasti diketahui oleh pelakunya bahwa kesengajaan itu mempunyai akibat sampingan); dan (3) opzet bij mogelijkheidsbewustzijn atau voorwardelijk opzet (kesengajaan yang mungkin menyebabkan akibat samping atau kesengajaan bersyarat).

Mahkamah Agung dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan dalam putusannya menolak permohonan kasasi Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Situbondo. Karena itu terdakwa dihukum berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Situbondo (2 tahun 6 bulan).

B. Kasus yang ke dua yaitu mengenai kasus tentan Aborsi

TINJAUAN HUKUM PIDANA INDONESIA TERHADAP

TINDAK PIDANA ABORSI

Dalam Pasal 28 (a) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Mengisyaratkan bahwa konstitusi negeri ini melindungi hak hidup warga negara, Dengan hak hidup itu negara akan menjaga dan melindungi hak hidup setiap warganya, sehingga negara melalui alat negara penegak hukum akan bertindak apabila ada dan diketahui terjadi penghilangan hak hidup manusia.

Di dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Indonesia pun dikenal adanya ancaman untuk pelaku tindakan penghilangan hak hidup manusia, dalam hal ini seperti pembunuhan berencana yang dapat diancam hukuman mati, selain itu ada juga penganiayaan yang menyebabkan kematian orang lain, termasuk didalamnya pembunuhan yang dilakukan terhadap bayi yang masih dalam kandungan yang dikenal dengan tindak pidana aborsi.

Di dalam KUHP, pasal-pasal yang membicarakan tindak pidana aborsi antara lain adalah pasal 299, 346, 347, 348, dan 349, yang berbicara tentang aborsi yang dilakukan oleh seorang wanita, dokter, ahli, atau pihak lain yang tanpa ataupun dengan disengaja menggugurkan kandungan seorang wanita baik melalui persetujuan ataupun tidak dengan persetujuan wanita yang mengandung tersebut.

5

Page 6: Tugas Hukum Pidana

Tugas kelompok Hukum Pidana

Dalam makalah studi kasus ini, penulis berupaya mengungkap tindak pidana aborsi yang berhubungan dengan pasal-pasal dalam KUHP tersebut diatas, dengan tujuan untuk mengetahui apakah tindak pidana tersebut sudah memenuhi syarat sehingga dapat dijatuhkan pidana sesuai dengan ancaman yang terdapat dalam pasal-pasal tersebut.

a. POSISI KASUS

Pelaku : dr. Edward Armando dan Heny Kusumawati

Korban : Bayi dalam kandungan pelaku

Perbuatan : Pelaku mendatangi pelaku agar supaya dilakukan operasi aborsi untuk menggugurkan janin dalam kandungannya yang berusia 2 bulan, selanjutnya pelaku melakukan operasi aborsi tersebut.

Motif : Pelaku melakukan operasi aborsi setelah mendapat persetujuan dari pelaku

Waktu : Kamis, 2 Februari 2011

Tempat : Tempat Praktek pelaku, Jalan Dukuh Kupang Timur X/4, Surabaya

b. LANDASAN TEORI

Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”. Berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.

Ketentuan mengenai tindak pidana aborsi dapat dijumpai dalam Bab XIV Buku Kedua KUHP tentang kejahatan terhadap kesusilaan yaitu pada Pasal 299, Bab XIX Buku Kedua KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa yaitu pada Pasal 346-349 KUHP. Adapun rumusan selengkapnya pasal- pasal tersebut.

Pasal 299 :

Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan memberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.

Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atau jika ia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.

Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.

Pasal 346

6

Page 7: Tugas Hukum Pidana

Tugas kelompok Hukum Pidana

Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347

Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 348

Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 349

Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan

Dari pasal-pasal tersebut diatas, dapat dirumuskan bahwa tindak pidana aborsi itu dilarang dalam hukum pidana Indonesia, dan merupakan tindakan yang illegal tanpa kecuali, Hal ini tidak terlepas dari pandangan bahwa anak dalam kandungan merupakan subjek hukum sehingga berhak menerima perlindungan hukum.

Oleh karena sudah dirumuskan demikian sebagaimana pasal-pasal diatas, maka dalam kasus aborsi, minimal ada dua orang yang terkena ancaman pidana, yakni si wanita sendiri yang hamil serta barangsiapa yang sengaja membantu si perempuan tersebut menggugurkan kandungannya (pasal 346). Seorang perempuan yang hamil dapat terkena ancaman pidana kalau ia sengaja menggugurkan kandungan dengan atau tanpa bantuan orang lain. la juga dapat terkena ancaman pidana kalau ia minta bantuan orang lain dengan cara menyuruh orang itu untuk menggugurkan kandungannya. Khusus untuk orang lain yang disuruh untuk menggugurkan kandungan dan ia benar-benar melakukannya, maka baginya berlaku rumusan Pasal 347 dan 348 KUHP.

Sebagaimana tercantum dalam pasal 346 dan 348, untuk kasus tindak pidana aborsi tersebut diatas dapat dirumuskan unsur-unsur sebagai berikut :

Unsur subjektif : 1. Dengan disengaja

7

Page 8: Tugas Hukum Pidana

Tugas kelompok Hukum Pidana

2. Dengan menyuruh orang lain

3. Dengan adanya persetujuan

Unsur Objektif : 1. Menggugurkan atau mematikan

2. Kandungan atau janin

c. ANALISIS

Sebuah tindak pidana dapat dijatuhi pidana apabila telah memenuhi tiga unsur perbuatan pidana, yaitu;

(1) perbuatan,

(2) unsur melawan hukum obyektif, dan

(3) unsur melawan hukum subyektif.

Dalam kasus tersebut diatas, dapat disimpulkan telah memenuhi tiga unsur perbuatan pidana dan dengan hal ini dapat dijatuhi pidana. Unsur-unsur tersebut dapat dijabarkan dalam penjelasan berikut :

Unsur perbuatan terpenuhi dengan adanya tindakan dari pelaku (1) yang melakukan aborsi terhadap kandungan pelaku (2) dengan persetujuan pelaku (2), dalam hal ini pelaku (2) juga melakukan tindak pidana yaitu dengan sengaja menggugurkan kandungannya dengan meminta bantuan pelaku.

Unsur melawan hukum obyektif juga telah terpenuhi. Karena tindakan pelaku (1) dan pelaku (2) telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang tercantum dalam pasal 346 dan 348 KUHP, yaitu “sengaja”, “dengan persetujuan”, dan “menggugurkan kandungan”.

“Sengaja” dibuktikan dalam perbuatan tersebut dengan adanya permintaan dari pelaku (2) kepada pelaku (1) untuk menggugurkan kandungannya sendiri.

“dengan persetujuan” dibuktikan dengan adanya persetujuan antara pelaku (1) dan pelaku (2) untuk menggurkan kandungan pelaku (2)

“menggugurkan kandungan” maksudnya mematikan janin dalam kandungan, yang merupakan delik materiil. Dalam hal ini diperlukan adanya akibat, bukan hanya perbuatan. Dalam kasus ini terdapat tindak pidana aborsi yang mengakibatkan kematian bagi janin dalam kandungan. Maka dengan demikian unsur-unsur tersebut telah terpenuhi.

Unsur ketiga, yaitu unsur melawan hukum subjektif, dalam hal ini, yaitu pertanggungjawaban dan kesalahan. Pertanggungjawaban maksudnya adalah kemampuan para pelaku untuk bertanggungjawab, dan tidak memenuhi pasal 44 KUHP. Dalam kasus ini para pelaku memenuhi unsur pertanggungjawaban

8

Page 9: Tugas Hukum Pidana

Tugas kelompok Hukum Pidana

tersebut. Kesalahan dalam hal ini adalah kesengajaan dan kelalaian, dan dalam kasus ini para pelaku dinilai melakukan kesengajaan.

c. KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

Perbuatan dr. Edward Armando dan Heny Kusumawati, yaitu dengan sengaja melakukan tindakan aborsi dengan adanya persetujuan, merupakan suatu perbuatan pidana, karena telah memenuhi tiga unsur perbutan pidana.

Bentuk perbuatan pidananya adalah aborsi atau menggugurkan janin kandungan, karena adanya akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut, yaitu gugurnya janin dalam kandungan tersebut.

Bagi dr. Edward Armando diancam pidana sebagaimana terdapat pada pasal 348 KUHP, karena bertindak sebagai seseorang yang dengan sengaja melakukan tindakan aborsi dengan adanya persetujuan.

Sedangkan bagi Heny Kusumawati dijerat pasal 346 KUHP, karena merupakan wanita yang melakukan tindakan aborsi dengan sengaja dan dengan menyuruh orang lain.

C.Kasus yang ke-3 yaitu kasus Mutilasi

Pada bulan Agustus lalu, masyarakat Depok di kejutkan dengan penemuan mayat dalam plastik di sebuah selokan. Mayat tanpa identitas ini di temukan dalam keadaan mengerikan, dari seluruh bukti yang ditemukan ternyata korban telah di potong-potong menjadi 7 (tujuh) potong. Kasus serupa sebenarnya juga telah terjadi beberapa bulan sebelumnya, kisah Ryan ‘si jagal manusia’ dari Jombang juga mengaku melakukan pembunuhan diikuti pemotongan terhadap salah satu korban terakhirnya. Tidak kalah mengerikannya, sebuah kasus seorang pembantu toko tega membunuh, memotong kepala dan tubuh majikannya lalu merebusnya dengan air panas lalu dengan tenang menjalani aktivitasnya seolah tidak terjadi apa-apa. Si pelaku seolah-olah menganggap tindakan pembunuhan yang dilakukannya itu belumlah cukup sehingga harus diikuti dengan tindakan mutilasi pada korbannya.

Tindak Pidana Pembunuhan memang sudah lama di kenal oleh Hukum Nasional kita melalui Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Bab XIX Buku II KUHP menggolongkan beberapa perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai Kejahatan terhadap Nyawa. Jenis

9

Page 10: Tugas Hukum Pidana

Tugas kelompok Hukum Pidana

Pembunuhan yang di atur dalam Bab ini meliputi Pembunuhan dengan Sengaja (Pasal 338), pembunuhan dengan rencana (Pasal 340), Pembunuhan anak setelah lahir oleh Ibu (pasal 341-342), Mati Bagus (Pasal 344) dan Pengguguran kandungan (pasal 346-349). Sama sekali tidak terdapat satu pasal pun yang mengatur tentang tindak pidana pembunuhan yang diikuti pemotongan tubuh korban. Keadaan ini tentu saja dapat menimbulkan masalah hukum tentang kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat. Oleh karena itu dapatlah diambil beberapa isu hokum. Pertama, apakah tindakan pemotongan tubuh korban (mutilasi) dapat disebut sebagai kejahatan? Kedua, ketentuan hukum pidana apakah yang dapat dikenakan pada tindak mutilasi?

Tindak Mutilasi sebagai kejahatan

Untuk dapat disebut sebagai tindak pidana sebuah tindakan haruslah memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tindakan telah tersebut didalam ketentuan hukum sebagai tindakan yang terlarang baik secara formiil atau materiil. pembagian tindakan yang terlarang secara formiil atau materiil ini sebenarnya mengikuti KUHP sebagai buku Induk dari semua ketentuan hukum pidana Nasional yang belaku. KUHP membedakan tindak pidana dalam dua bentuk, kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen). sebuah tindakan dapat disebut sebagai kejahatan jika memang didapatkan unsur jahat dan tercela seperti yang di tentukan dalam undang-undang.

Sedangkan tindakan dapat dikatakan sebagai pelanggaran karena pada sifat perbuatan itu yang menciderai ketentuan hukum yang berguna untuk menjamin ketertiban umum (biasanya aturan dari Penguasa). Black’s Law Dictionary (Bryan Garner:1999) memberikan definisi mutilasi (mutilation) sebagai “the act of cutting off maliciously a person’s body, esp. to impair or destroy the vistim’s capacity for self-defense.”Apabila di kaji secara mendalam, tindak mutilasi ini terbatas pada korban yang berwujud manusia alamiah baik perseorangan maupun kelompok dan bukanlah binatang. tindakan ini bisa dilakukan oleh pelaku pada korban pada waktu masih bernyawa atau pun pada mayat korban. tindakan pemotongan manusia secara hidup-hidup (sadis) ataupun mayat jelas merupakan tindakan yang sangat di cela oleh masyarakat dan dianggap sebagai tindakan yang sangat jahat. oleh karena itu, menurut kami tindak mutilasi sangatlah tepat jika di golongkan ke dalam Kejahatan dan bukan pelanggaran. hal ini juga di dasarkan atas fungsi hukum pidana sebagai hukum publik yang melindungi dan menjamin rasa keadilan dan kepastian hukum masyarakat luas.

Ketentuan Hukum Pidana Untuk Mutilasi

Setelah melakukan studi literatur dan produk hukum pidana sampai saat ini kami belum mendapatkan satu ketentuan hukum pidana yang mengatur secara tegas dan jelas

10

Page 11: Tugas Hukum Pidana

Tugas kelompok Hukum Pidana

mengenai tindakan mutilasi. KUHP sebagai buku induk dari semua ketentuan hukum pidana di luar KUHP selama undang-undang tersebut tidak menentukan lain (Moeljatno) ternyata juga tidak mengatur tindakan ini.

Lalu apakah pelaku akan bebas jika ternyata tidak terdapat ketenuan hukum yang mengaturnya. jelas tidak. berikut ini beberapa ketentuan hukum pidana yang mungkin diterapkan pada tindak mutilasi dan kelemahannya.

Mutilasi pada Korban yang Masih Hidup

Dalam bahasan ini difokuskan pada mutilasi sebagai bentuk kejahatan penganiayaan yang mengakibatkan luka berat. Mutilasi berarti pemotongan anggota tubuh korban, ini berarti termasuk dalam penganiyaan berat. Pasal 90 KUHP menjelaskan ‘luka berat’ sebagai luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali/bahaya maut; tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan pekerjaan pencarian; kehilangan salah satu panca indera; cacat berat (verminking); sakit lumpuh; terganggunya daya pikir selama min. 4 minggu;gugurnya kandungan seorang perempuan

Pasal 351 ayat (2) KUHP à tindakan mutilasi pada ketentuan ini jelas mengacu pada tindakan untuk membuat orang lain merasakan atau menderita sakit secara fisik. hanya saja tindakan penganiayaan ini dilakukan oleh pelaku secara langsung tanpa ada rencana yang berakibat ‘luka berat’. sanksi pidana : penjara max 5 tahun

Pasal 353 ayat (1) KUHP à tindakan mutilasi ini dapat dikatakan sebagai rangkaian atau salah satu dari beberapa tindakan penganiayaan pada korban yang masih hidup. Berbeda dengan Pasal 351 KUHP, Pasal ini lebih menitik beratkan pada perencanaan pelaku untuk melakukan tindakan tersebut sehingga berakibat akhir luka berat pada korban. sanksi pidana: penjara max. 7 tahun

Pasal 354 (1) KUHP à secara khusus sebenarnya KUHP sudah memberikan ketentuan yang melarang tindakan yang mengakibatkan luka berat. kekhususan pasal ini tampak pada kesengajaan pelaku dalam melakukan mutilasi yang timbul dari niat agar korban menderita luka berat. sanksi: pidana penjara max. 8 tahun

11

Page 12: Tugas Hukum Pidana

Tugas kelompok Hukum Pidana

Pasal 355 ayat (1) KUHP à dari sejak awal pelaku telah melakukan mutilasi sebagai tindakan penganiayaan dia dan sudah direncanakan terlebih dahulu. sanksi: pidana penjara max. 12 tahun

Pasal 356 KUHP à pemberatan sanksi pidana karena pelaku adalah keluarga korban, pejabat, memberikan bahan berbahaya. sanksi: pidana penjara +1/3 dari sanksi pidana yang di ancamkan.

Sedangkan pokok bahasan lain yang terkait adalah penganiayaan yang mengakibatkan matinya korban. Ada beberapa ketentuan pasal yang mengatur masalah ini.

pasal 351 ayat (3) KUHP àsanksi pidana penjara: max 7 tahun

pasal 353 ayat (3) KUHP à sanksi: pidana penjara: max 9 tahun

pasal 354 ayat (2) KUHPà penganiayaan berat, sanksi: pidana penjara max. 10 tahun

pasal 355 ayat (2) KUHP à penganiayaan berat dengan rencana, sanksi: pidana penjara max. 15 tahun

pasal 356 KUHP à pemberatan sanksi +1/3

Mutilasi Sebagai Bentuk Kejahatan Terhadap Nyawa

Tindakan mutilasi di sini dapat dipahami sebagai tindakan pelaku melakukan pemotongan tubuh korban untuk mengakibatkan si korban mati. sangat berbeda dengan penganiayaan, dimana matinya korban tidak di rencanakan atau di harapkan sebelumnya. pada golongan ini, tindakan mutilasi ini jelas-jelas ditujukan untuk matinya korban. misalnya, dengan menebas kepala korban dengan celurit, memotong tubuh korban secara langsung dengan gergaji mesin, dll.

Pasal 338 KUHP à perbuatan mutilasi yang dilakukan serta merta dan berakibat matinya korban. Sanksi: pidana penjara max. 15 tahun.

Pasal 340 KUHP à perbuatan mutilasi sebelumnya telah direncanakan terlebih dahulu dan setelah dijalankan berakibat matinya korban. Sanksi: pidana mati atau pidana penjara seumur hidup

Mutilasi pada Mayat Korban

Perlu diketahui KUHP memandang mayat bukan sebagai manusia alamiah yang hidup namun hanya sebagai benda yang sudah tidak bernyawa lagi. mengenai hal ini dapat kita

12

Page 13: Tugas Hukum Pidana

Tugas kelompok Hukum Pidana

kaji pasal 180 KUHP tentang perbuatan melawan hukum menggali dan mengambil jenazah, pelaku di ancam dengan pidana penjara maksimal 1 tahun 4 bulan atau denda maksimal 300 rupiah. hal ini sangat berbeda jauh jika di bandingkan dengan pasal penculikan orang (pasal 328 misalnya) memberikan sanksi pidana penjara maksimal 12 tahun.

Jika di bandingkan terhadap pasal pencurian barang pun sebenarnya juga sangat jauh berbeda, pasal 362 KUHP sangat memandang serius tindakan pencurian barang dan mengancam pelaku dengan sanksi pidana penjara maksimal 5 tahun penjara. oleh karena itu dapat di ambil suatu kesimpulan bahwa pengaturan tentang mayat atau jenazah di dalam KUHP masih sebatas pada benda yang sudah tidak bernyawa lagi.

Pasal 406 KUHP à penghancuran atau perusakan barang yang menjadi kepunyaan orang lain. istilah ‘kepunyaan’ orang lain ini sangatlah berbeda dengan kepemilikan dari orang terhadap barang miliknya. pengertian ‘kepunyaan’ ini sangatlah luas tidak hanya semata-mata hak milik tetapi juga tanggung jawab yang telah diberikan dalam undang-undang. Jenazah tidak dapat dimiliki oleh jenazah itu sendiri, karena hak milik mensyaratkan subyeknya orang yang bernyawa. si ahli warislah yang menjadi penanggung jawab atas jenazah tersebut seperti tanggung jawab yang telah diberikan Undang-undang tentang hukum keluarga. Sanksi: penjara 2 tahun 8 bulan.

Pasal 221 ayat (1) ke-2 KUHP à penghancuran benda-benda yang dapat dijadikan barang bukti tindak pidana. Sanksi: pidana penjara max. 9 bulan atau denda max. 300 rupiah.

Pasal 222 KUHP à pencegahan atau menghalang-halangi pemeriksaan mayatSanksi: pidana penjara max. 9 bulan atau denda max. 300 rupiah

Sampai saat ini belum ada satu pun ketentuan hukum pidana yang mengatur tindak pidana mutilasi ini secara jelas dan tegas. namun tidak berarti pelaku dapat dengan bebas melakukan perbuatannnya tanpa ada hukuman. tindak mutilasi pada hakekatnya merupakan tindakan yang sadis dengan maksud untuk meniadakan identitas korban atau penyiksaan terhadapnya. oleh karena itu sangatlah jelas dan benar jika tindak mutilasi ini dikelompokan sebagai tindak pidana bentuk kejahatan.

Mengenai ketentuan hukum pidana yang mengatur, KUHP sebenarnya memberikan pengaturan yang bersifat dasar, misalnya mutilasi sebagai salah satu bentuk penganiayaan, penganiayaan berat atau tindak pembunuhan. Hanya saja memang sangat diakui dalam kasus yang terjadi, sangatlah jarang pelaku melakukan mutilasi bermotifkan penganiayaan. tindakan mutilasi seringkali terjadi sebagai rangkaian tindakan lanjutan

13

Page 14: Tugas Hukum Pidana

Tugas kelompok Hukum Pidana

dari tindakan pembunuhan dengan tujuan agar bukti (mayat) tidak diketahui identitasnya.

Pada titik ini seringkali aparat kepolisian hanya menganggap tindakan mutilasi sebagai tindakan menghilangkan barang bukti dengan demikian rasa keadilan masyarakat tidak terfasilitasi. Adalah tugas hakim untuk menggali nilai-nilai yang hidup di masyarakat dalam rangka membuat Yurisprudensi yang menetapkan tindakan mutilasi sebagai bentuk kejahatan.

D.Kasus yang ke-4 yaitu Dibakar Api Cemburu, Sahabat Ditusuk Sahabat

DEPOK (Pos Kota) – Aditia, 24, warga Jalan Cisokan Kelurahan Abadijaya, Kecamatan Sukmajaya, Depok, Jumat (30/3) malam nyaris meregang nyawa akibat ditusuk menggunakan pisau dapur oleh temannya sendiri. Motifnya karena tersangka cemburu pacarnya diajak pergi oleh korban.

Beruntung nyawa korban dapat diselamatkan oleh tetangga dengan melarikan ke rumah sakit terdekat. Sedangkan Andi Suwardi, 26, pelaku ditangkap warga saat akan melarikan diri dari rumah korban.

Menurut AKP Syah Johan, Kanit Reskrim Polsek Sukmajaya, pertikaian antara kedua sahabat tersebut diduga berawal ketika korban akan membawa gadis pujaan Suwardi main ke rumahnya.Namun hal tersebut diketahui oleh Suwardi, dan karena geram pemuda pengangguran tersebut langsung mengambil pisau dapur dan langsung menghujaninya dengan tusukan.

“Rumah pelaku dengan korban bersebelahan. Karena dibakar api cemburu langsung saja pelaku menikam korban. Untung korban melawan sehingga tidak terjadi hal yang lebih parah,” ujarnya kepada Pos Kota di ruang kerjanya, Sabtu (31/3) pagi.

Dari peristiwa tersebut, korban mengalami luka sayat di tangan kanan dan pipi sebelah kanan. “Pemicu pertengkaran tersebut kalau tidak suka melihat cewek pelaku diajak jalan dengan korban yang juga teman sekitar rumah. karena terbakar api cemburu langsung terjadi perkelahian,”tambahnya. “pelaku dikenakan sanksi pidana pasal 351 tentang penganiayaan dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.” (Angga)

Teks : AKP Syah Johan

Judul : Dibakar Api Cemburu, Sahabat Tusuk Sahabat

14

Page 15: Tugas Hukum Pidana

Tugas kelompok Hukum Pidana

Kasus tentang Penganiayaan

Tempat : Jalan Cisokan Kelurahan Abadijaya, Kecamatan Sukmajaya, Depok

Waktu : Jumat, 30 Maret 2012

Korban : Aditia (24)

Pelaku : Andi Suwardi (26)

· Berlakunya Hukum Pidana Menurut Tempat

Asas Teritorial (pasal 2 dan 3 KUHP) Berlakunya hukum pidana disandarkan pada tempat dimana delik dilakukan. Jika dilakukan di Indonesia, maka KUHP Indonesia-lah yang berlaku atas delik tersebut.

Dalam kasus, delik dilakukan di Indonesia, maa KUHP Indonesia-lah yang berlaku.

· Tindak pidana yang terjadi dalam kasus adalah Penganiayaan Berat, sehingga dapat dikenakan pasal 354 ayat (1) KUHP

· Pasal 354 ayat (1) KUHP

Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.

Unsur dari pasal ini adalah :

- Barang siapa, arti dari unsur ini adalah siapapun terkecuali dapat dikenakan ketentuan dari pasal ini

- Dengan sengaja, yang dimaksud adalah sang pelaku harus memenuhi willen & wetten, yaitu mengetahui dan menghendaki dilakukannya perbuatannya yang sedemikian rupa sebagaimana dinyatakan dalam pasal ini.

Unsur dengan sengaja ditunjukkan dengan teori kesengajaan :

1. Teori Kehendak

Apabila seseorang melakukan perbuatan maka bukan hanya perbuatan itu saja yang dikehendakinya tetapi juga akibat dari perbuatan tersebut. Jika ia tidak menghendaki akibat dari perbuatan itu, orang itu tidak akan melakukannya.

2. Teori Perkiraan.

15

Page 16: Tugas Hukum Pidana

Tugas kelompok Hukum Pidana

Apabila seseorang hanya mengharapkan suatu wujud perbuatan tertantu, untuk suatu akibat yang muncul dari perbuatan tersebut, tidak mungkin secara tepat ia menghendakinya. Orang tersebut hanya bisa memperkirakan.

3. Teori Determinasi mengenai Mazhab Antropologis/Mazhab Itali, Mazhab Sosiologis/Mazhab Prancis dan Mazhab Bio-Sosiologis

Apabila seseorang melakukan suatu tindak pidana karena :adanya bakat dari lahir; keadaan lingkungan; keadaan ekonomi.

4. Teori Indeterminasi

Teori ini mengakui adanya pengaruh dari keadaan lingkungan, manusia pada dasarnya tetap dapat menentukan kehendaknya.

Teori Kesengajaan yang terpenuhi dalam kasus ini adalah teori kehendak.

Sehingga dapat disimpulkan, karena semua unsur dalam pasal 354 ayat (1) terpenuhi, berarti pelaku melakukan tindak pidana dengan sengaja.

- Melukai berat orang lain, maksud dari unsur ini adalah perbuatan tersebut mengakibatkan luka berat pada orang lain, dimana luka tersebut memang dimaksudkan oleh sang pelaku. Artinya luka berat itulah yang memang dijadikan tujuan oleh pelaku.

· Jenis Delik

Delik yang terjadi dalam kasus adalah :

1. Delik Materil, yaitu delik yang di dalam perumusannya memuat suatu akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana, sedangkan bagaimana perbuatan tersebut dilakukan tidak begitu dipentingkan, tapi dalam beberapa hal dapat menjadi pertimbangan hakim dalam membuat putusan.

2. Delik Komissi, yaitu perumusan suatu perbuatan yang melanggar suatu larangan yang dilakukan secara aktif.

3. Delik Sederhana, yaitu delik yang hanya terdiri dari unsur-unsur yang pokok saja. Unsur-unsur pokok adalah unsur yang menentukan perbuatan tersebut menjadi tindak pidana.

4. Delik Laporan/Biasa, yatu delik yang mana proses pemeriksaan penuntutannya dapat dilakukan cukup dengan adanya laporan dari seseorang, tanpa memperdulikan siapa orang tersebut dan sumber laporan. Laporan tidak dapat ditarik kembali.

5. Delik Communa, yaitu delik yang dapat dilakukan oleh siapa saja, tanpa melihat kualitas atau sifat tertentu dari seseorang.

6. Delik Umum, yaitu delik yang tidak mempunyai tujuan politik, yang tidak ditujukan kepada keamanan Negara dan kepala Negara.

16

Page 17: Tugas Hukum Pidana

Tugas kelompok Hukum Pidana

7. Delik Dolus, yaitu delik dimana kesengajaan tercantum dalam perumusan delik, dilakukan dengan sengaja.

8. Delik yang Segera Selesai, yaitu delik yang terdiri atas satu atau beberapa perbuatan yang segera selesai dalam waktu singkat.

· Kesengajaan

Kesengajaan dengan kesadaran pasti atau keharusan

Teori kesengajaan yang saya pilih adalah teori kesengajaan dengan kesadaran pasti atau keharusana. Argumentasi yang saya bawa untuk mendukung bahwa gradasi kesengajaan ini adalah elemen-elemen kesadaran pasti atau keharusan terhadap hal yang dilakukan dengan akibat yang dirumuskan dalam KUHP. Dalam kasus si pelaku adalah melakukan tusukan ke tubbuh korban dengan menggunakan pisau dapur. Tentu saja dengan melakukan penusukan dengan sebuah pisau ke tubuh akan mengakibatkan luka parah atau bahkan kematian. Hal ini menunjukkan bahwa kepastian korban akan terluka parah terpenuhi. Dengan demikian, ini sudah cukup menunjukkan bahwa gradasi kesengajaan dengan kesadaran pasti telah terpenuhi.

· Locus Delicti

Manfaat diketahuinya locus delicti adalah:

untuk mengetahui berwewenang atau tidaknya suatu pengadilan mengadili suatu perkara(kompetensi relative)

untuk mengetahui dapat tidaknya suatu hokum pidana diberlakukan terhadap suatu perkara.

sebagai salah satu syarat mutlak sahnya surat dakwaa

- Berdasarkan teori perbuatan fisik, delik terjadi di Cisokan Kelurahan Abadijaya, Kecamatan Sukmajaya, Depok. Oleh karena itu yang berwenang mengadili kasus ini adalah Pengadilan Negri Depok.

- Berdasarkan teori bekerja alat dalam kasus, pisau yang digunakan untuk menusuk tubuh korban, bekerja di tempat kejadian. Oleh karena itu yang berwenang mengadili kasus ini adalah Pengadilan Negri Depok.

- Berdasarkan teori akibat, maka akibat dari delik tersebut adalah luka parah yang dialami korban di tempat kejadian. Oleh karena itu yang berwenang mengadili kasus ini adalah Pengadilan Negri Depok.

- Sedangkan berdasarkan ajaran De Leer van de Meervoudige Plaats, bahwa sevara fisik delik tersebut terjadi di tempat kejadian (Depok) demikian pula alat yang digunakan dalam

17

Page 18: Tugas Hukum Pidana

Tugas kelompok Hukum Pidana

delik bekerja/berfungsi di tempat kejadian (Depok), maka atas dasar itu Pengadilan Negri Depok lah yang berwenang mengadilinya.

· Tempus Delicti

Manfaat diketahuinya tempus delicti

usia pelaku (pasal 47KUHP) dan usia korban untuk delik susila(pasal 287 ayat 2 dan pasal 290 dan 291)

keadaan jiwa pelaku ( pasal 44 KUHP)

daluarsa dalam penuntutan dan menjalani pidana ( pasal 78-85 KUHP)

asas legalitas pasal 1 ayat 1 KUHP)

perubahan suatu undang-undang pidanapasal 1 ayat 2 KUHP)

sebagai syarat mutl;aksahnya surat dakwaan.

- Berdasarkan teori perbuatan secara fisik maka waktu terjadinya delik adalah pada saat pelaku melakukan penusukan tubuh korban dengan menggunakan pisau yang menyebabkan luka parah, dilakukan pada hari Jumat, 30 Maret 2012.

- Berdasarkan teori bekerjanya alat maka waktu terjadinya delik adalah pada saat pisau di ayunkan oleh si pelaku ke tubuh korban, yaitu pada hari Jumat, 30 Maret 2012.

- Berdasarkan teori akibat, maka waktu terjadinya delik adalah pada saat korban mengalami luka parah akibat tusukan pisau di tubuhnya, yaitu pada hari Jumat, 30 Maret 2012

- Berdasarkan teori waktu yang jamak, maka waktu terjadinya delik adalah pada hari Jumat, 30 Maret 2012, karena bila dilihat dari perbuatan fisik tempus dari kasus ini adalah Jumat, 30 Maret 2012 dan bila dilihat dari akibat yang ditimbulkan dari perbuatan, tempusnya juga pada hari Jumat, 30 Maret 2012.

· Ajaran Kausalitas

Untuk menghadap delik yang lebih mementingkan akibat (delik materil), diperlukan ajaran kausalitas, yaitu ajaran yang mencari hubungan antara sebab dan akibat, dalam arti sampai bagaimana jauhkah akibat yang timbul memang berasal dari sebab tersebut.

E.Kasus yang ke-5 yaitu Analisis kasus Tindak Pidana Perpajakan

18

Page 19: Tugas Hukum Pidana

Tugas kelompok Hukum Pidana

Kasus :Satgas: Dampak Kasus Gayus Sangat MerusakKategori beratnya kasus ini karena bukan hanya menyangkut aparat pajak.Minggu, 28 Maret 2010, 13:36 WIBHeri Susanto VIVAnews - Satuan Tugas Pemberantas Mafia Hukum mengungkapkan bahwa kasus Gayus Tambunan merupakan kasus mafia yang tergolong berat. Dampak kerusakannya juga sangat besar. "Bayangkan, jika kasus ini dibiarkan, dampaknya akan sangat merusak," ujar Sekretaris Satgas Mafia Hukum.

Denny Indrayana saat dihubungi VIVAnews di Jakarta, Minggu, 28 Maret 2010. Dia menekankan kategori beratnya kasus ini karena bukan hanya menyangkut aparat pajak, melainkan juga terkait dengan aparat penegak hukum lainnya, seperti kepolisian dan kejaksaan. Di sisi lain, dampak besar dari kasus ini adalah dari sisi penerimaan negara. Padahal, penerimaan negara selama ini sebagian besar disumbang dari pajak. "Bayangkan, jika kasus ini dibiarkan terjadi," katanya. Karena itu, kata Denny, Satgas membantu kepolisian untuk mengungkap kasus tersebut. Satgas telah menghimpun informasi sangat penting dan strategis dari Gayus Tambunan guna menginvestigasi kasus ini lebih lanjut.

Informasi itu terkait dengan mafia yang bukan sekedar melibatkan orang pajak, tetapi juga terkait dengan mafia peradilan, yakni mencakup institusi penegak hukum lainnya. "Kami sudah serahkan kepada Mabes Polri untuk ditindaklanjuti."

Anggota Satuan Tugas (Satgas), Mas Achmad Santosa mengungkapkan pengadilan pajak merupakan tempat penyelewengan yang dilakukan pegawai pajak.Gayus Tambunan kini tengah diburu oleh Ditjen Pajak dan Kepolisian Indonesia. Gayus menjadi tersangka dugaan makelar kasus pajak karena di rekeningnya terdapat duit senilai Rp 25 miliar yang diduga berasal dari wajib pajak.

A. Analisa kasus :Kasus gayus dinyatakan bukan kasus pidana perpajakan oleh dirjen pajak karena

kasus ini tidak berkaitan dengan SPT wajib pajak, tetapi dalam pendapat kami, kasus ini adalah kasus perpajakan, dimana tindak kejahatan terjadi di dalam lingkup perpajakan. Selain itu, kasus ini juga menyeret secara langsusng beberapa pasal dalam undang-undang yang berbeda.

Kasus Gayus, menurut kami, merupakan suatu concursus atau perbarengan tindak pidana. Pada dasarnya yang dimaksud dengan perbarengan tindak pidana ialah terjadinya dua atau lebih tindak pidana oleh satu orang dimana tindak pidana yang dilakukan pertama kali belum dijatuhi pidana, atau antara tindak pidana yang awal dengan tindak pidana berikutnya belum dibatasi oleh suatu putusan hakim. Dapat juga di dalam bentuk concursus itu terjadi dua atau lebih tindak pidana oleh dua atau lebih orang. Jadi intinya, yang terpenting adalah ada lebih dari satu tindak pidana dan diantara tindak pidana tersebut belum diputus hakim.

Pada pengulangan juga terdapat lebih dari satu tindak pidana yang dilakukan oleh satu orang. Perbedaan pokoknya adalah bahwa pada pengulangan tindak pidana yang dilakukan pertama atau lebih awal telah diputus oleh hakim dengan mempidana pada si pembuat/pelaku, bahkan telah dijalaninya baik sebagian atau seluruhnya. Sedangkan pada perbarengan (concursus) syarat seperti pada pengulangan tidaklah diperlukan. Pengulangan tindak pidana lebih familiar dengan sebutan recidive.

Gayus Halomoan Tambunan dituduh melakukan tiga tindak pidana sekaligus, yaitu korupsi, pencucian uang, dan penggelapan. Ini tidak masuk ke dalam suatu penyertaan pidana karena Gayus melakukan delik secara sendiri dan tidak bersama-sama. Penyertaan dalam poin kesatu bentuk-bentuk penyertaan, yaitu “mereka yang melakukan

19

Page 20: Tugas Hukum Pidana

Tugas kelompok Hukum Pidana

(pembuat pelaksana: Pleger)” adalah berbeda dengan enkelvoudige dader (pembuat tunggal).

Perbedaan pleger dengan dader (pembuat tunggal) adalah, bagi seorang pleger masih diperlukan keterlibatan minimal seorang lainnya, baik secara psikis, misalnya terlibat dengan seorang pembuat penganjur; atau terlibat secara fisik, misalnya dengan pembuat peserta atau pembuat pembantu. Jadi, seorang pleger diperlukan sumbangan dari peserta lain dalam mewujudkan tindak pidana. Tetapi, keterlibatan dalam hal sumbangan peserta lain ini, perbuatannya haruslah sedemikian rupa sehingga perbuatannya itu tidak semata-mata menentukan untuk terwujudnya tindak pidana yang dituju.

Fakta-fakta di dalam kasus mafia pajak dengan tersangka Gayus Halomoan Tambunan, menunjukkan dan mengindikasikan bahwa itu merupakan suatu perbarengan tindak pidana.

Hal tersebut karena Gayus disangkakan dan dijerat dengan pasal mengenai korupsi, pencucian uang (money laundering) serta penggelapan. Ketiganya merupakan bentuk tindak pidana. Masing-masing berbeda antara satu dengan yang lain. Korupsi diatur di dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kemudian, money laundering diatur di dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Undang-undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Lalu, penggelapan itu diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 372-377.

Oleh karena itu, concursus dari kasus Gayus masuk ke dalam concursus realis (perbarengan perbuatan) atau meerdaadse samenloop. Perihal apa yang dimaksud dengan perbarengan perbuatan, kiranya dapat disimpulkan dari rumusan pasal 65 ayat (1) dan pasal 66 ayat (1) KUHP, yakni : “beberapa perbuatan yang masing-masing harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan …”. Pengertian perbuatan dalam rumusan di ayat (1) pasal 65 dan 66 adalah perbuatan yang telah memenuhi seluruh syarat dari suatu tindak pidana tertentu yang dirumuskan dalam undang-undang, atau secara singkat adalah tindak pidana, yang pengertian ini telah sesuai dengan kalimat di belakangnya, “sehingga merupakan beberapa kejahatan” (berdasarkan penafsiran sistematis).

Jadi berdasarkan rumusan ayat (1) pasal 65 dan 66 KUHP, maka dapat disimpulkan bahwa masing-masing tindak pidana yang mana tindak pidana dalam perbarengan perbuatan itu satu sama lain adalah terpisah dan berdiri sendiri. Inilah ciri pokok dari perbarengan perbuatan. Kesimpulannya, kasus Gayus Halomoan Tambunan dalam penyelesaiannya dapat diadili dan dipidana sekaligus karena ini merupakan concursus. Nantinya akan diputus dalam satu putusan pidana dan tidak dijatuhkan sendiri-sendiri.

B. Pasal yang menjerat tersangka : UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan :

20

Page 21: Tugas Hukum Pidana

Tugas kelompok Hukum Pidana

• Pasal 36A (4) Pegawai pajak yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan perubahannya.

Pasal 12 UU Tipikor, di dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.:

Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 419, Pasal 420, Pasal 423, Pasal 425, atau Pasal 435 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Kasus ini merupakan kasus pidana penyuapan, dengan adanya kesaksian tersangka atas adanya suap PT. Bakrie yang diterima oleh tersangka. Pasal yang terkait dengan kasus ini adalah Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi mengatur tentang penerimaan uang oleh pegawai negeri yang patut diduga berhubungan dengan jabatannya dan gratifikasi.

Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 418 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Isi pasal 418 dan 419 KUHP, yang mana berkaitan dengan kasus dalam pembahasan kami adalah sebagai berikut.

Seorang pejabat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau sepatutnya harus diduganya., hahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji itu ada hubungan dengan jabatannya diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun seorang pejabat:(1) yang menerima hadiah atau janji padahal diketahuinya bahwa hadiah atau

janji itu diberikan untuk menggerakkannya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;

(2) yang menerinia hadiah mengetahui bahwa hadiah itu diberikan sebagai akibat. atau oleh karena si penerima telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

Kasus ini juga masuk dalam kasus pidana, karena berkaitan dengan adanya upaya penggelapan dana negara. Penggelapan itu diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 372 , yang isinya :

Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah

21

Page 22: Tugas Hukum Pidana

Tugas kelompok Hukum Pidana

Selain kasus penggelapan, juga terdapat adanya upaya untuk menguntungkan diri sendiri, sebagaimana disebutkan dalam pasal 378

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun

Selain jeratan sanksi diatas, kasus ini juga masuk dalam ranah money loundry, diatur di dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Undang-undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, dengan adanya pengalihan uang dengan cara dialirkan ke rekening lain, yang ketika dicek saldo rekening gayus, hanya ditemukan nominal Rp. 400.000.000,00, yang tidak sesuai dengan laporan yang diperoleh dari penyidikan.

Dari pembahasan diatas, kasus ini juga termasuk dalam kasus tindak pidana ekonomi karena berkaitan dengan kondisi keuangan/fiskal negara. Karena berkaitan dengan kondisi keuangan negara, khususnya dalam hal keuangan negara.

Kesimpulan

Kasus gayus dinyatakan bukan kasus pidana perpajakan oleh dirjen pajak karena kasus ini tidak berkaitan dengan SPT wajib pajak, tetapi dalam pendapat kami, kasus ini adalah kasus perpajakan, dimana tindak kejahatan terjadi di dalam lingkup perpajakan. Selain itu, kasus ini juga menyeret secara langsusng beberapa pasal dalam undang-undang yang berbeda.

Kasus Gayus, menurut kami, merupakan suatu concursus atau perbarengan tindak pidana. Pada dasarnya yang dimaksud dengan perbarengan tindak pidana ialah terjadinya dua atau lebih tindak pidana oleh satu orang dimana tindak pidana yang dilakukan pertama kali belum dijatuhi pidana, atau antara tindak pidana yang awal dengan tindak pidana berikutnya belum dibatasi oleh suatu putusan hakim. Dapat juga di dalam bentuk concursus itu terjadi dua atau lebih tindak pidana oleh dua atau lebih orang. Jadi intinya, yang terpenting adalah ada lebih dari satu tindak pidana dan diantara tindak pidana tersebut belum diputus hakim.

Gayus Halomoan Tambunan dituduh melakukan tiga tindak pidana sekaligus, yaitu korupsi, pencucian uang, dan penggelapan. Ini tidak masuk ke dalam suatu penyertaan pidana karena Gayus melakukan delik secara sendiri dan tidak bersama-sama. Penyertaan dalam poin kesatu bentuk-bentuk penyertaan, yaitu “mereka yang melakukan (pembuat pelaksana: Pleger)” adalah berbeda dengan enkelvoudige dader (pembuat tunggal).

Fakta-fakta di dalam kasus mafia pajak dengan tersangka Gayus Halomoan Tambunan, menunjukkan dan mengindikasikan bahwa itu merupakan suatu perbarengan tindak pidana.

Jadi berdasarkan rumusan ayat (1) pasal 65 dan 66 KUHP, maka dapat disimpulkan bahwa masing-masing tindak pidana yang mana tindak pidana dalam perbarengan perbuatan itu satu sama lain adalah terpisah dan berdiri sendiri. Inilah ciri pokok dari perbarengan perbuatan. Kesimpulannya, kasus Gayus Halomoan Tambunan dalam penyelesaiannya dapat diadili dan dipidana sekaligus karena ini merupakan concursus. Nantinya akan diputus dalam satu putusan pidana dan tidak dijatuhkan sendiri-sendiri.

Adapun pasal-pasal pidana yang menjerat tersangka, Gayus Tambunan, adalah :

22

Page 23: Tugas Hukum Pidana

Tugas kelompok Hukum Pidana

Pasal 36A (4) UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 12 UU Tipikor, di dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi mengatur tentang penerimaan uang oleh pegawai negeri yang patut diduga berhubungan dengan jabatannya dan gratifikasi, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 372 dan pasal 378. Selain jeratan sanksi diatas, kasus ini juga masuk dalam ranah money loundry, diatur di dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Undang-undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dari pembahasan diatas, kasus ini juga termasuk dalam kasus tindak pidana ekonomi karena berkaitan dengan kondisi keuangan/fiskal negara. Karena berkaitan dengan kondisi keuangan negara, khususnya dalam hal keuangan negara.

23