tugas hukum perusahaan dan investasi

Upload: david-prima

Post on 30-Oct-2015

32 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

komentar artikel

TRANSCRIPT

ArtikelLawan Newmont, Pemerintah RI MenangJAKARTA, KOMPAS.com- Pemerintah berada di atas angin. Kemarin, Majelis Hakim Arbitrase Internasional di Jenewa, Swiss, memenangkan Pemerintah Indonesia dalam sengketa penjualan atau divestasi saham perusahaan tambang PT Newmont Nusa Tenggara (Newmont).Arbitrase Internasional mengabulkan satu dari dua gugatan Pemerintah terhadap Newmont yang diajukan Juni 2008. Gugatan yang ditolak majelis hakim adalah permintaan Pemerintah menghentikan kontrak karya Newmont.Majelis hakim memutuskan, Newmont harus melepas 17 persensahamnya dalam waktu 180 hari sejak putusan keluar, kemarin (31/3). Persentase itu adalah batas kewajiban Newmont yang belum terlaksana sejak 2006 (3 persen), 2007 (7 persen), dan 2008 (7 persen). Sesuai kontrak dengan pemerintah RI, Newmont harus menjual saham secara bertahap hingga mencapai 51 persenpada 2010.Newmont harus melepas 17 persensaham itu pada Pemerintah Indonesia atau pihak yang ditunjuk Pemerintah. "Saham itu harus bebas gadai," kata Jaksa Pengacara Negara, Joseph Suwardi Sabda.Sekadar catatan, saat ini Newmont telah menjaminkan sahamnya untuk meminjam dana dari perbankan. Jika Newmont tidak berhasil melaksanakan putusan ini, Pemerintah berhak mencabut kontrak karya Newmont.Simon Felix Sembiring, mantan Direktur Jenderal Mineral, Batubara, dan Panas Bumi, yang kini menjadi Staf Khusus Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), mengaku, saat ini Pemerintah tak hanya dalam posisi menunggu. "Tapi kami juga punya wewenang menagih karena punya kekuatan hukum tetap," katanya.Setelah putusan arbitrase itu keluar, Newmont juga mempunyai kewajiban membayar biaya yang dikeluarkan Pemerintah untuk proses pengadilan sebesar 1,8 juta dollar AS.Tapi, perjalanan kasus ini masih akan panjang. Menurut Kantor beritaReuters, Newmont malah sudah menjual 7 persensaham senilai 427 juta dollar AS kepada PT Pukuafu Indah. Perusahaan milik Yusuf Merukh ini adalah mitra lokal yang sudah menguasai 20 persensaham Newmont.(Gentur Putro Jati/Kontan)[footnoteRef:1] [1: http://lipsus.kompas.com/fokenara/read/2009/04/01/09171670/Lawan.Newmont.Pemerintah.RI.Menang. Diakses pada 10 Juni 2013 Pukul 20.54 WIB]

KASUS POSISI PT. Newmon Nusa Tenggara (NNT) merupakan perusahaan patungan PT. Newmont Indonesia Limited (perusahaan asing) dengan PT. Pukuafu yang komposisi sahamnya masing-masing 80% dan 20%. Kontrak Karya antara PT.NNT dengan Pemerintah Republik Indonesia dibuat dan ditandatagani pada tanggal 2 Desember 1986. Berdasarkan Kontrak Karya, 80% saham modal asing harus didivestasikan sebesar 31% sampai Maret 2010, tetapi mundur hingga Maret 2011. 24% saham telah didivestasikan dan dimiliki oleh Pemda Sumbawa, Pemda Sumbawa Barat dan Pemprov NTB. PT.NNT telah menawarkan sisa 7% saham tersebut kepada pemerintah pusat sesuai Pasal 24 ayat (3) Kontrak Karya. Pemda Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) menginginkan agar sisa 7% saham tersebut dimiliki sepenuhnya oleh Pemda KSB. Akan tetapi hingga tanggal 18 Maret 2011, pemerintah pusat belum memutuskan siapa yang berhak membeli 7% saham tersebut. Pada tanggal 18 Maret 2011, Bupati KSB mengirimkan surat kepada PT.NNT yang menyatakan bahwa jika divestasi 7% saham tersebut tidak diberikan kepada Pemda KSB, maka Bupati KSB akan menutup operasional tambang PT.NNT pada 19 April 2011. Presiden Direktur PT. NNT menyatakan bahwa tindakan Pemda KSB tersebut telah melanggar ketentuan perundang-undangan.

Pemasalahan Hukum1. Apakah Pemda KSB berhak memiliki divestasi sisa 7% saham modal asing tersebut? 2. Apakah Pemerintah Daerah KSB berwenang untuk menutup operasional tambang PT.NNT mengingat Kontrak Karya antara PT.NNT dengan Pemerintah Pusat (Menteri Pertambangan) dibuat dan ditantatangani pada Tahun 1986?

ANALISISAnalisis Permasalahan Satu: Pasal 2 ayat (4) UU No.32 th. 2004 menyebutkan bahwa Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan Pemerintah dan dengan pemerintahan daerah lainnya termasuk dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang menjadi kewenangan daerah dan juga hubungan koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam bidang penanaman modal sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal Pasal 14 ayat (1) huruf n dan Pasal 17 UU No.32 th. 2004 jo Pasal 27 UU No. 25 th. 2007. Maka berdasarkan ketentuan tersebut, Pemerintah Pusat harus berhubungan dan melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam. Dalam ketentuan Pasal 24 ayat 3 Kontrak Karya disebutkan bahwa divestasi saham modal asing akan ditawarkan pertama-tama kepada pemerintah dan jika pemerintah dalam waktu 30 hari sejak diterimanya penawaran itu pemerintah tidak menerimanya, maka barulah divestasi saham modal asing tersebut ditawarkan kepada warga negara Indonesia atau perusahaan Indonesia yang dikendalikan oleh warga negara Indonesia. Dalam kasus ini, permasalahan yang penting adalah defenisi atau tafsiran terhadap konsep pemerintah. Pemerintah yang dimaksud pada Kontrak Karya tersebut dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1 angka 10 Kontrak Karya yang menyebutkan bahwa Pemerintah berarti Pemerintah Republik Indonesia, Menteri, Departemen, Badan, Lembaga, Pemerintah Daerah, Kepala Daerah Tingkat I atau Tingkat II-nya. Dengan demikian, maka Pemerintah Daerah termasuk Kepala Daerah Tingkat I dan II (sekarang Kepala Daerah Provinsi (Gubernur) dan Kepala Daerah Kabupaten/Kota ( Bupati/Walikota)) juga merupakan pemerintah sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 24 ayat 3 Kontrak Karya. Dengan demikian, dalam menentukan siapa yang berhak membeli dan memiliki sisa divestasi 7% saham modal asing tersebut, pemerintah pusat (menteri) hendaknya melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah (gubernur dan/atau walikota). Jika pemerintah pusat tidak menerima (menginginkan) penawaran divestasi tersebut, maka sudah seharusnya pemerintah daerah lah yang berhak untuk memiliki sisa 7% saham tersebut.

Analisis Permasalahan Dua Dalam kaitannya dengan kasus penutupan operasi tambang PT.NNT yang akan dilakukan oleh Pemda KSB, maka untuk dapat mengetahui apakah Pemda KSB memiliki kewenangan untuk melakukan penutupan operasional tambang atau tidak, para pihak harus tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan dan Kontrak Karya yang telah ditandatangani. Setiap penanam modal baik penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing, berdasarkan ketentuan Pasal 15 huruf e dan Pasal 16 huruf f UU No. 25 th. 2007 wajib dan bertanggungjawab mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, maka setiap penanam modal, baik penanam modal dalam negeri maupun penanam modal luar negeri harus mematuhi semua peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Ketentuan mengenai diwajibkannya para penanam modal untuk mematuhi semua ketentuan perundang-undangan tidaklah berarti bahwa penanam modal harus mengikuti semua kehendak pemerintah diluar isi kontrak karya yang telah disepakati. Karena bagaimanapun Kontrak Karya atau work of contract itu merupakan salah satu bentuk perjanjian[footnoteRef:2] dan merupakan bentuk kerjasama modal asing dengan badan hukum yang menggunakan modal nasional.[footnoteRef:3] Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata berlaku asas Pacta Sunt Servanda yaitu suatu perjanjian yang telah disepakati secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. [2: Salim HS. 2007. Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata (Buku II). Jakarta: Rajawali Press. hlm. 128] [3: Erman Rajaguguk. 1995. Indonesianisasi Saham. Jakarta:Rineka Cipta. hlm. 186]

Oleh karena Kontrak Karya tersebut merupakan perjanjian, maka Kontrak Karya tersebut merupakan suatu privatrechtelijke rechtshandlingen atau tindakan hukum privat pemerintah.[footnoteRef:4] Dalam konsep Hukum Administrasi, tindakan hukum privat pemerintah juga harus tunduk pada Civil Code are also applied as well as action by privat persons dan bukan merupakan suatu publiekrechtelijke rechtshandlingen atau tindakan hukum publik pemerintahan yang bersifat sepihak.[footnoteRef:5] [4: Philipus Hadjon. 2007. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. hlm. 175] [5: Tutik Triwulan Titik. 2010. Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta: Prenada Media Group. hlm.326 ]

Dengan demikian, maka segala bentuk tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun Pemda KSB harus tunduk terhadap ketentuan Kontrak Karya yang disepakati tersebut, termasuk prosedur penutupan operasional tambang. Untuk proses pengakhiran Kontrak Karya atau penutupan operasi tambang, maka harus diperhatikan ketentuan Pasal 20 ayat 1 Kontrak Karya, yaitu bahwa pemerintah (termasuk pemerintah daerah) jika PT.NNT lalai (default) dalam hal ini tidak memberikan divestasi saham kepada pemerintah maka pemerintah harus memberikan teguran atau pemberitahuan tertulis kepada PT.NNT dan PT.NNT mendapat jangka waktu maksimal 180 hari untuk memperbaiki kelalaian tersebut. Dan jika selama 180 hari tersebut PT.NNT tidak memperbaiki kelalaiannya maka pemerintah dapat mengakhiri Kontrak Karya, yaitu pemberhentian atau penutupan operasional tambang. Akan tetapi, dalam hal ini, istilah pemerintah yang dimaksud juga masih membutuhkan penafsiran (lihat penjelasan tentang siapa yang dimaksud dengan pemerintah pada analisis isu 1). Apakah Pemerintah Pusat ataukah Pemerintah Daerah yang berwenang untuk menutup atau mengakhiri kontrak karya?. Oleh karena itu, maka penting untuk memperhatikan ketentuan Peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu UU No.4 th.2009 sebagai pengganti UU No. 11 th. 1967 termasuk juga Peraturan pelaksananya, dalam hal ini PP No. 22 th. 2010 dan PP No. 23 th. 2010. Konsep kewenangan merupakan konsep hukum publik khususnya Hukum Administrasi. Untuk mengetahui apakah pejabat Tata Usaha Negara memiliki kewenangan atau tidak maka dapat dilihat dari tiga hal, yaitu bevoegdheid ratione materie (berwenang karena materi), bevoegdheid ratione loci (berwenang karena tempat) dan bevoegdheid ratione temporis (berwenang karena waktu). Materi yang menjadi objek permasalahan adalah termasuk dalam jenis pertambangan mineral logam sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 34 ayat (2) hruf b UU No. 4 th. 2009 jo. Pasal 2 ayat (2) huruf b PP no. 23 th. 2010 dan juga seperti tercantum dalam Pasal 1 angka 6 Kontrak Karya. Izin Usaha Pertambangan (IUP) produksi pertambangan PT.NNT diberikan oleh Menteri karena Kontak Karya tersebut dibuat dan ditandatangani pada tahun 1986 sebelum diterapkannya sistem otonomi daerah di Indonesia. Untuk jenis pertambangan mineral logam Bupati/Walikota berwenang memberikan IUP produksi apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota atau wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil dari garis pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf a PP No. 23 th. 2010. Untuk PT.NNT, lokasi pemurnian tidak berada pada Kabupaten KSB sehingga yang berwenang memberikan IUP Produksi adalah Menteri sebagaimana dimaksud Pasal 35 ayat (1) huruf c dan Pasal 38 huruf a PP No. 23 th. 2010. Hal ini berarti juga sesuai dengan apa yang telah dibuat dan ditandatangani sebelum berlakunya UU No. 4 th. 2009 yaitu ketika Kontrak Karya dbuat dan ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dengan PT. NNT. Walaupun lokasi pertambangan berada di wilayah KSB akan tetapi yang berwenang menetapkan Wilayah Pertambangan (WP), Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) adalah Menteri sebagaimana dimaksud masing-masing pada Pasal 15 ayat (1), Pasal 16 ayat (2), Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 22 PP No. 22 tahun 2010. Oleh karena terkait masalah siapa yang berwenang memberikan izin, maka berlaku asas contrarius actus yaitu pencabutan izin adalah kewenangan dari pejabat yang memberikan izin. Dengan dicabutnya izin tersebut, maka dapat diartikan bahwa seseorang atau badan hukum yang izinnya dicabut tersebut tidak boleh lagi melakukan perbuatan atau tindakan-tindakan yang sebelumnya diperbolehkan. Untuk kasus ini maka dapat diartikan bahwa pencabutan izin berarti merupakan bentuk penutupan atau penghentian operasional dari PT. NNT. Sehingga yang berhak mencabut izin tersebut adalah Menteri. Dengan demikian baik secara materi, tempat dan waktu, Pemda KSB tidak memiliki kewenangan ( onbevoegdheid ratione materie, onbevoegdheid ratione loci, onbevoegdheid ratione tempores ) untuk menutup operasional pertambangan PT. NNT karena yang berwenang adalah Menteri.

KESIMPULAN 1. Bahwa Pemda KSB berhak memiliki ( menerima) divestasi sisa 7% saham modal asing yang akan didivestasikan oleh PT. NNT sebagaimana dimaksud pada ketentuan Pasal 24 ayat 3 Kontrak Karya dengan tetap melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat. 2. Bahwa Pemda KSB (Bupati KSB) tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penutupan atau penghentian operasional pertambangan PT.NNT akan tetapi dapat melakukan koordinasi dengan Menteri untuk meminta Menteri menutup atau menghentikan operasional pertambangan PT. NNT .

DAFTAR PUSTAKA

Hadjon, Philipus. 2007. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University PressHS, Salim. 2007. Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata (Buku II). Jakarta: Rajawali Presshttp://lipsus.kompas.com/fokenara/read/2009/04/01/09171670/Lawan.Newmont.Pemerintah.RI.Menang. Diakses pada 10 Juni 2013 Pukul 20.54 WIBRajaguguk, Erman. 1995. Indonesianisasi Saham. Jakarta:Rineka Cipta Titik, Tutik Triwulan. 2010. Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta: Prenada Media GroupUndang-undang dan Peraturan Hukum ____, KUH Perdata ____,Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah ____,Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ____,Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara ____, PP Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan ____, PP No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara ____, Kontrak Karya antara Pemerintah Republik Indonesia dan PT. Newmont Nusa Tenggara