tugas farset 2

43
BAB I PENDAHULUAN Dr ilham Awaludin, SpS SIP : 045/ DS/ 2013 Jl. Sembrani V/ 9 semarang Semarang, 3 Maret 2014 R/ Xanax 0,25 mg No XX S omni nocte tab 1 R/ Tegretol Tab NO XXX S b dd tab 1

Upload: eka-sulistiono

Post on 19-Jan-2016

44 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: tugas farset 2

BAB I

PENDAHULUAN

Dr ilham Awaludin, SpS

SIP : 045/ DS/ 2013

Jl. Sembrani V/ 9 semarang

Semarang, 3 Maret 2014

R/ Xanax 0,25 mg No XX

S omni nocte tab 1

R/ Tegretol Tab NO XXX

S b dd tab 1

Pro : Sde Udin

Page 2: tugas farset 2

INTERAKSI OBAT

Peristiwa interaksi obat terjadi karena penggunaan secara bersama-sama dua macam

obat atau lebih. Interaksi ini dapat menghasilkan effek yang menguntungkan tetapi sebaliknya

juga dapat menimbulkan effek yang merugikan atau membahayakan.

Meningkatnya kejadian interaksi obat dengan effek yang tidak diinginkan akibat makin

banyaknya dan makin seringnya penggunaan “ Polypharmacy “ atau “ Multiple Drug

Therapy “.biasanya penderita menerima resep dari dokter yang memuat lebih dari dua macam

obat. Belum lagi kebiasaan penderita yang pergi berobat ke beberapa dokter untuk penyakit

yang sama dan mendapat resep obat yang baru. Kemungkinan lain terjadinya interaksi obat

adalah akibat kebiasaan beberapa penderita untuk mengobati diri sendiri dengan obat-obatan

yang dibeli di toko-toko obat secara bebas. Interaksi obat yang tidak diinginkan dapat dicegah

bila kita mempunyai pengetahuan farmakologi tentang obat-obat yang dikombinasikan tetapi

pencegahan itu tidaklah semudah yang kita sangka, mengingat jumlah interaksi yang

mungkin terjadi pada orang penderita yang menerima pengobatan polypharmacy cukup

banyak

Mekanisme interaksi obat bermacam-macam dan kompleks. Pada dasarnya dapat

digolongkan sebagai berikut:

1. Interaksi farmasetik

Interaksi ini adalah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada saat obat

diformulasikan / disiapkan sebelum obat digunakan oleh penderita. Misalnya

interaksi antara obat dan larutan infus IV yang dicampur bersamaan dapat

menyebabkan pecahnya emulsi atau terjadi pengendapan. Bentuk interaksi ini ada

2 macam :

a. Interaksi secara fisik : misalnya terjadi perubahan kelarutan

Page 3: tugas farset 2

b. Interaksi secara khemis : misalnya terjadi reaksi satu dengan yang lain atau

terhidrolisisnya suatu obat selama dalam proses pembuatan ataupun selama

dalam penyimpanan

2. Interaksi Farmakokinetika

Interaksi ini adalah akibat perubahan-perubahan yang terjadi pada absorbsi,

metabolisme, distribusi dan ekskresi sesuatu obat oleh obat lain. Dalam kelompok

ini termasuk interaksi dalam hal mempengaruhi absorbsi pada gastrointestinal,

mengganggu ikatan dengan protein plasma, metabolisme dihambat atau

dirangsang dan ekskresi dihalangi atau dipercepat.

3. Interaksi Farmakodinamik.

Interaksi ini terjadi bila sesuatu obat secara langsung merubah aksi molekuler

atau kerja fisiologis obat lain. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi :

a. Obat-obat tersebut menghasilkan kerja yang sama pada satu organ

(sinergisme)

b. Obat-obat tersebut kerjanya saling bertentangan ( antagonisme )

c. Obat-obat tersebut bekerja independen pada dua tempat terpisah

EPILEPSI

Epilepsi adalah Gangguan SSP yang ditandai dengan terjadinya bangkitan (seizure, fit

attack, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan terjadi berulang (kambuhan). Dalam

literatur lain definisi epilepsi yaitu suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor

predisposisi yang dapat mencetuskan bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif,

psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan

sedikitnya satu riwayat bangkitan epilepstik sebelumnya. Sedangkan bangkitan epileptik

Page 4: tugas farset 2

didefinisikan sebagai tanda dan/atau gejala yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas

neuron yang berlebihan atau sinkron yang terjadi di otak.

Faktor Kejang disebabkan oleh banyak faktor, faktor tersebut meliputi penyakit

serebrovaskuler (stroke iskemik atau stroke hemoragi), gangguan neurodegeneratif, tumor,

trauma kepala, gangguan metabolik, dan infeksi SSP (sistem saraf pusat) (2). Beberapa faktor

lainnya adalah gangguan tidur, stimulasi sensori atau emosi (stres) akan memicu terjadinya

kejang. Perubahan hormon, sepeti menstruasi, puberitas, atau kehamilan dapat meningkatkan

frekuensi terjadinya kejang. Penggunaan obat-obat yang menginduksi terjadinya kejang

seperti teofilin, fenotiazin dosis tinggi, antidepresan (terutama maprotilin atau bupropion),

dan kebiasaan minum alkohol dapat meningkatkan resiko kejang (3).

Klasifikasi Epilepsi

Kejang diklasifikasikan menjadi dua kategori umum yaitu :

1. kejang parsial (kejang parsial dapat disebabkan oleh suatu lesi pada beberapa

bagian korteks, seperti tumor, malformasi perkembangan atau stroke)

a. Kejang parsial (awal terjadi kejang secara lokal)

Sederhana (tanpa gangguan kesadaran)

1) Disertai gejala motor

2) Disertai gejala sensori khusus atau somatosensor

3) Disertai gejala kejiwaan

Page 5: tugas farset 2

b. Kompleks (disertai gangguan kesadaran)

1) Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran dengan atau tanpa

gerakan otomatis

2) Diawali gangguan kesadaran, diikuti gangguan kesadaran dengan atau

tanpa gerakan otomatis.

2. kejang umum (kejang umum sering disebabkan oleh genetik).

Patofisiologi Epilepsi

Mekanisme terjadinya epilepsi ditandai dengan gangguan paroksimal akibat

penghambatan neuron yang tidak normal atau ketidakseimbangan antara neurotransmiter

eksitatori dan inhibitori). Defisiensi neurotransmiter inhibitori seperti Gamma Amino Butyric

Acid (GABA) atau peningkatan neurotransmiter eksitatori seperti glutamat menyebabkan

aktivitas neuron tidak normal. Neurotransmiter eksitatori (aktivitas pemicu kejang) yaitu,

glutamat, aspartat, asetil kolin, norepinefrin, histamin, faktor pelepas kortikotripin, purin,

peptida, sitokin dan hormon steroid. Neurotransmiter inhibitori (aktivitas menghambat

neuron) yaitu, dopamin dan GammaAmino Butyric Acid (GABA). Serangan kejang juga

diakibatkan oleh abnormalitas konduksi kalium, kerusakan kanal ion, dan defisiensi ATPase

yang berkaitan dengan transport ion, dapat menyebabkan ketidak stabilan membran neuron

(8).

Aktivitas glutamat pada reseptornya (AMPA) dan (NMDA) dapat memicu

pembukaan kanal Na+.  Pembukaan kanal Na ini diikuti oleh pembukaan kanal Ca2+,

sehingga ion-ion Na+ dan Ca2+banyak masuk ke intrasel. Akibatnya, terjadi pengurangan

perbedaan polaritas pada membran sel atau yang disebut juga dengan depolarisasi.

Page 6: tugas farset 2

Depolarisasi ini penting dalam penerusan potensial aksi sepanjang sel syaraf.

Depolarisasi berkepanjangan akibat peningkatan glutamat pada pasien epilepsi menyebabkan

terjadinya potensial aksi yang terus menerus dan memicu aktivitas sel-sel syaraf. Beberapa

obat-obat antiepilepsi bekerja dengan cara memblokade atau menghambat reseptor AMPA

(alpha amino 3 Hidroksi 5 Methylosoxazole- 4-propionic acid)dan menghambat reseptor

NMDA (N-methil D-aspartat).Interaksi antara glutamat dan reseptornya dapat memicu

masuknya ion-ion Na+ dan Ca2+ yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya

potensial aksi.  Namun felbamat (antagonis NMDA) dan topiramat (antagonis AMPA)

bekerja dengan berikatan dengan reseptor glutamat, sehingga glutamat tidak bisa berikatan

dengan reseptornya. Efek dari kerja kedua obat ini adalah menghambat penerusan potensial

aksi dan menghambat aktivitas sel-sel syaraf yang teraktivasi (9). Patofisiologi epilepsi

meliputi ketidakseimbangan kedua faktor ini yang menyebabkan instabilitas pada sel-sel

syaraf tersebut.

Gajala Klinis epilepsi

1) Gajala kejang yang spesifik, tergantung pada jenis kejang. Jenis kejang pada setiap

pasien dapat bervariasi, namun cenderung sama

2) Somatosensori atau motor fokal terjadi pada kejang kompleks parsial

3) Kejang kompleks parsial terjadi gangguan kesadaran.

4) Kejang absens mempunyai efek yang ringan dengan gangguan kesadaran yang singkat

5) Kejang tonik-klonik umum mempunyai episode kejang yang lama dan terjadi

kehilangan kesadaran.

Page 7: tugas farset 2

XANAX (Alprazolam)

Alprazolam merupakan salah satu dari golongan obat Benzodiazepines atau disebut

juga Minor Transquillizer dimana golongan ini merupakan obat yang paling umum

digunakan sebagai anti ansietas. Alprazolam merupakan obat anti ansietas dan anti panik

yang efektif digunakan untuk mengurangi rangsangan abnormal pada otak, menghambat

neurotransmitter asam gama-aminobutirat (GABA) dalam otak sehingga menyebabkan efek

penenang. Alprazolamdiabsorbsi dengan baik di dalam saluran pencernaan dan bekerja cepat

dalam mengatasi gejala ansietas pada minggu pertama pemakaian. Alprazolam memiliki

waktu paruh yang pendek yaitu 12 – 15 jam dan efek sedasi (mengantuk) lebih pendek

dibanding Benzodiazepines lainnya, sehingga tidak akan terlalu mengganggu

aktivitas. Alprazolam juga aman digunakan bagi penderita gangguan fungsi hati dan ginjal

dengan pemakaian di bawah pengawasan dokter.

 

Page 8: tugas farset 2

Kegunaan Alprazolam

Kegunaan obat ini terutama untuk Anti-anxietas dan anti panik. Pada saat keadaan

cemas dan panik terjadi penurunan sensitivitas terhadap reseptor 5HT1A, 5HT2A/2C,

meningkatnya sensitivitas discharge dari reseptor adrenergic pada saraf pusat, terutama

reseptor alfa-2 katekolamin, meningkatnya aktivitas locus coereleus yang mengakibatkan

teraktivasinya aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (biasanya berespons abnormal terhadap

klonidin pada pasien dengan panic disorder), meningkatnya aktivitas metabolic sehingga

terjadi peningkatan laktat (biasanya sodium laktat yang kemudian diubah menjadi

CO2(hiperseansitivitas batang otak terhadap CO2), menurunnya sensitivitas reseptor GABA-

A sehingga menyebabkan efek eksitatorik melalui amigdala dari thalamus melalui nucleus

intraamygdaloid circuitries, model neuroanatomik memprediksikan panic attack dimediasi

oleh fear network pada otak yang melibatkan amygdale, hypothalamus, dan pusat batang

otak. Sehingga, terapi yang diberikan pada kecemasan yaitu anxiolitik atau antianxietas yang

bekerja pada reseptor GABA dengan memperkuat aksi inhibitor GABA-ergic neuron

sehingga hiperaktivitas mereda.

Mekanisme Kerja Alprazolam

Berikatan dengan reseptor benzodiasepin pada saraf post sinap GABA di beberapa

tempat  di SSP, termasuk sistem limbik dan formattio retikuler. Peningkatan efek inhibisi

GABA menimbulkan peningkatan permiabilitas terhadap ion klorida yang menyebabkan

terjadinya hiperpolarisasi dan stabilisasi.

Page 9: tugas farset 2

   Dosis ansietas awal 0,75 – 1,5 mg/hari.

Pemeliharaan 0,5 – 4 mg/hari dalam dosis terbagi

Gangguan panik awal 0,5 – 1 mg pada saat menjelang tidur, atau 0,5 mg 3 kali perhari

Peningkatan dosis tidak boleh melebihi 1 mg setiap 3 sampai 4 hari, maksimal 10 mg

perhari.

Lanjut usia dosis awal dan pemeliharaan 0,5 – 0,75 mg perhari dalam dosis terbagi.

Peroral : efek samping seperti mengantuk dapat dikurangi jika obat diberikan segera

sesudah makan

Kontra Indikasi : glaukoma sudut terbuka akut. Penggunaan bersama dengan

ketokonazol atau iktrakonazol. Pasien yang diketahui sensitif dengan benzodiazepin.

Efek Samping

Jika kita menggunakan alprazolam kita menjadi sulit lepas dari obat ini karena

memang memiliki potensi ketergantungan yang besar jika dipakai lebih dari dua minggu saja.

Sulit lepas ini juga disebabkan karena efek putus zat obat ini sangat tidak nyaman, ada yang

langsung tiba-tiba stop dan merasakan kecemasan yang lebih parah daripada sebelumnya.

Maka dari itu penggunaan obat ini harus hati-hati dan kalau bisa sesuai dengan indikasi saja.

Belakangan karena potensi ketergantungan, toleransi (makin besar pake makin lama) dan

reaksi putus zat, obat ini sudah tidak menjadi pilihan pertama lagi sebagai obat anticemas di

Amerika Serikat, di sana lebih cenderung menggunakan Antidepresan gol SSRI seperti

Sertraline, Fluoxetine, Paroxetine (Paxil).

Selain itu ESO yang ditimbulkan SSP : depresi, mengantuk, disartria (gangguan

berbicara), lelah, sakit kepala, hiperresponsif, kepala terasa ringan, gangguan ingatan, sedasi;

Page 10: tugas farset 2

Metabolisme-endokrin : penurunan libido, gangguan menstruasi; Saluran cerna : peningkatan

atau penurunan selera makan, penurunan salivasi, penurunan/peningkatan berat badan, mulut

kering (xerostomia).

Interaksi

Dengan obat lain :obat anti jamur tipe azol seperti: ketokonazol dan itrakonazol; nevazodon,

flufoxsamin, simetidin, fluoksetin, propoxipen, kontrasepsi oral, diltiazem, antibiotik maag

krolit, seperti eritromisin, dan trolendomisin; HIV, protease, inhibitor seperti Ritonafir.

Dengan makanan : Merokok menurunkan konsentrasi  alprazolam sampai 50 %.

Jus grapefruit meningkatkan konsentrasi alprazolam. Makanan tinggi lemak, 2 jam sebelum

pemberian bentuk lepas terkendali dapat memperpanjang Cmaks sampai 25 %. Sedangkan

pemberian segera sesudah makan akan menurunkan Tmaks, bila makanan diberikan >=1 jam

sesudah pemberian obat T maks akan meningkat 30 %.

TEGRETOL (carbamazepin)

Karbamazepin pertama-tama digunakan untuk pengobatan trigeminal neuralgia,

kemudian ternyata bahwa obat ini efektif terhadap bangkitan parsial kompleks dan bangkitan

tonik-klonik. Saat ini, karbamazepin merupakan antiepilepsi utama di Amerika Serikat untuk

mengatasi berbagai bangkitan . Selain mengurangi kejang, efeknya nyata pada perbaikan

psikis yaitu perbaikan kewaspadaan dan perasaan. Perbaikan psikis diduga berdasarkan

pengaruhnya terhadap amigdala karena memberikan hasil yang sama dengan amigdalatomi

bilateral.

Page 11: tugas farset 2

Karbamazepin memperlihatkan efek analgesik selektif mislnya pada tabes dorsalis

dan neuropati lainnya sukar diatasi dengan analgesik biasa. Atas pertimbangan untung-rugi

karbamazepin tidak dianjurkan untuk mengatasi nyeri ringan yang dapat diatasi dengan

analgesik biasa.

Golongan/Kelas Terapi Antikonvulsi Nama Dagang

* Bamgetol - Cetazep - Suppositoria - Tegretol

* Teril - Karbamazepin (Generik)

Indikasi

Karbamazepin adalah obat pilihan pertama untuk serangan tonik-klonik (gran mal),

serangan tonik dan parsial, dan dapat digunakan untuk semua jenis serangan lain kecuali

serangan umum lena (petit mal). Efektivitas untuk mengobatai serangan tonik-klonik dan

parsial sama atau lebih baik daripada fenitoin dan fenobarbital dan toksisitasnya kurang

dibandingkan dengan antikonvulsan pilihan pertama yang lain. Obat ini bermanfaat untuk

anak dan dewasa, dan untuk epilepsi karena berbagai sebab.

Kontraindikasi

Hipersensitif terhadap karbamazepin, antidepresan trisiklik, atau komponen sediaan;

depresi sumsum tulang belakang; (Lexi-Comps Drug Information Handbook p. 269)

Dosis Dan Dosis Awal

Untuk mencapai suatu dosis rumat minimum bagi seorang pasien yang belum pernah

diobati, dianjurkan pemberian karbamazepin untuk orang dewasa dimulai dengan 200 mg

malam hari pada minggu pertama. Pada minggu kedua, dosis dinaikkan menjadi 200 mg dua

kali sehari dan pada minggu ketiga sebanyak 600 mg sehari (dosis rumat minimum). Setelah

Page 12: tugas farset 2

minggu ketiga diadakan penilaian pengendalian serangan. Jika serangan tetap terjadi, dosis

obat dapat dinaikkan hingga menjadi 800 mg sehari. Dosis dapat ditambah sebanyak 200 mg

setiap kalinya hingga mencapai 1400 mg shari jika serangan masih belum terkendali

Pada anak usia 6 – 10 tahun pemberian karbamazepin dimulai denagn 100 mg sampai

maksimum 500 mg sehari. Pada anak usia 11 – 15 tahun pemberian karbamazepin dimulai

dengan 100 mg dua kali sehari (total 200 mg) dan dosis maksimum 800 mg.

Dosis

Dosis yang biasa digunakan untuk orang dewasa adalah 600 – 1000 mg sehari,

walaupun kadang-kadang diperlukan dosis lebih rendah atau lebih tinggi hingga 1400 mg

sehari. Dosis rumat biasa untuk anak usia sampai 1 tahun adalah 100 – 200 mg, usia 1 – 5

tahun: 200 – 400 mg, usia 5 – 10 tahun: 400 – 600 mg dan usia 10 – 15 tahun: 600 – 1000

mg.

Farmakologi

Aksi farmakologi dari karbamazepin secara kualitatif mirip dengan antikonvulsan

derivat hidantoin. Aktifitas antikonvulsan dari karbamazepin, seperti fenitoin, pada dasarnya

dengan membatasi hantaran seizure dengan mengurangi potensiasi posttetanic (PTP)

transmisi sinaps. Karbamazepin menghilangkan nyeri pada neuralgia trigeminal dengan

mengurangi transmisi sinap di dalam nukleus trigeminal. Karbamazepin juga mempunyai

efek sedatif, antikolinergik, antidepresan, relaksasi otot, antiaritmia, antidiuretik, dan aksi

penghambatan transmisi neuromuskular. Karbamazepin hanya mempunyai efek analgesik

ringan. (AHFS Drugs Information p. 2139).

Page 13: tugas farset 2

Mekanisme Aksi

Selain sebagai antikonvulsan, karbamazepin mempunyai efek sebagai antikolinergik,

antineuralgik, antidiuretik, pelemas otot, antimanic, antidepresif dan antiaritmia. Menekan

aktifitas ventralis nukleus pada talamus atau menurunkan transmisi sinaptik atau menurunkan

jumlah stimulasi temporal yang menyebabkan neural discharge dengan cara membatasi

influks ion natrium yang menembus membran sel atau mekanisme lain yang belum diketahui;

menstimulasi pelepasan ADH dan berpotensi meningkatkan kemampuan ADH untuk

mereabsorpsi air; secara kimia terkait dengan antidepresan trisiklik. (Lexi-Comps Drug

Information Handbook p. 270)

Efek Samping

Biasanya dihubungkan dengan hipermagnesemia, mual, muntah, haus, flushing kulit,

hipotensi, aritmia, koma, depresi nafas, ngantuk, bingung, hilang refleks tendon, lemah otot,

kolik dan diare pada pemberian oral.

Bentuk Sediaan

Tablet 125 mg, 250 mg, Tablet Kunyah, Tablet Lepas Lambat, Sirup

Parameter Monitoring

CBC dengan hitung platelet, retikulosit, kadar besi dalam darah, panel lipid, tes fungsi

hati, urinalisis, BUN, kadar karbamazepin dalam serum, tes fungsi tiroid, kadar natrium

dalam serum, pemeriksaan mata (refleks pupil); amati pasien yang mengalami sedasi yang

berlebih, terutama saat dosis dinaikkan. (Lexi-Comps Drug Information Handbook p. 271)

Page 14: tugas farset 2

Peringatan

Gangguan hati atau gangguan ginjal, hamil, menyususi, hindari pemutusan obat

mendadak, riwayat penyakit jantung, glaukoma, riwayat reaksi hematologik terhadap obat

lain. (IONI hal 154) Prinsip – Prinsip Pemberian Obat Pada Pasien

Interaksi Karbamazepin dengan Alprazolam

Interaksi yang terjadi adalah interaksi farmakokinetika fase metabolisme dimana

karbamazepin dapat meningkatkan metabolisme dari Alprazolam jadi efek dari alprazolam di

turunkan oleh karbamazepin

Page 15: tugas farset 2

BAB II

PEMBAHASAN

A. INTERAKSI OBAT CARBAMAZEPINE TERHADAP INDUKSI ENZIM

Data Farmakodinamika Carbamazepine

Efek Farmakologis

Carbamazepine digunakan untuk terapi epilepsi semua jenis baik kejang

parsial maupun menyeluruh. Ketika obat ini digunakan, fungsi ginjal dan hati serta

parameter hematologi harus dipantau. Meskipun efek carbamazepine pada hewan dan

manusia dalam banyak mirip dengan efek fenitoin, kedua obat ini berbeda dalam

sejumlah hal yang kemungkinan penting. Carbamazepine diketahui menghasilkan

respons terapeutik pada pasien mania-depresif, termasuk pada beberapa pasien yang

tidak sembuh dengan litium karbonat, selain itu, carbamazepine mempunyai efek

antidiuretik yang kadang-kadang dikaitkan dengan berkurangnya konsentrasi hormon

antidiuretik (ADH) dalam plasma. Yang menjadi perhatian adalah gangguan hati atau

gangguan ginjal, hamil, menyusui, hindari pemutusan obat mendadak, riwayat

penyakit jantung, glaucoma, riwayat reaksi hematologik terhadap obat lain

(Sweetman, 2009).

Intoksitasi akut akibat carbamazepine menyebabkan stupor atau koma,

hiperiritabilitas, konvulsi dan depresi pernapasan. Selama terapi jangka panjang, efek

obat yang tidak diinginkan yang lebih sering terjadi meliputi rasa kantuk, vertigo,

ataksia, diplopia, dan pandangan kabur. Frekuensi kejang dapat meningkat, terutama

jika overdosis. Efek merugikan lainnya meliputi mual, muntah, toksisitas hematologis

parah (anemia aplastik, agranulositosis), dan reaksi hipersensivitas (dermatitis,

eosinofilia, limfadenopati, splenomegali). Komplikasi terapi carbamazepine yang

muncul lambatvadalah retensi air, disertai dengan penurunan osmolalitas dan

Page 16: tugas farset 2

konsentrasi Na+ dalam plasma, terutama pada pasien lanjut usia yang menderita

penyakit jantung (Sweetman, 2009).

Toleransi berkembang terhadap efek-efek neurotoksik carbamazepine, dan

dapat diminimalkan dengan meningkatkan dosis secara bertahap atau dengan

pengaturan dosis pemeliharaan. Berbagai abnormalitas hati atau pankreas telah

dilaporkan selama terapi dengan carbamazepine, yang paling sering terjadi adalah

peningkatan sementara enzimenzim hati dalam plasma pada 5% sampai 10% pasien.

Leukopenia ringan dan sementara terjadi pada sekitar 10% pasien selama awal-awal

terapi dan biasanya menghilang dalam 4 bulan pertama pada penanganan,

berkelanjutan, trombositopenia sementara juga telah teramati. Pada sekitar 2% pasien,

leukopenia yang menetap dapat berkembang yang mengharuskan dihentikannya

pemberian obat ini. Kekhawatiran awal bahwa anemia aplastis dapat merupakan

komplikasi yang sering terjadi pada terapi jangka panjang dengan carbamazepine

tidak terbukti. Pada kebanyakan kasus, pemberian beberapa obat atau adanya penyakit

lain yang mendasari mennyulitkan penetapan suatu hubungan sebabakibat

Pada umumnya, prevalensi anemia aplastik muncul sekitar 1 dari 200.000

pasien yang ditangani dengan obat ini. Tidak jelas apakah pemantauan fungsi

hematologis dapat mencegah berkembangnya anemia aplastis ireversibel. (Sweetman,

2009).

Mekanisme Kerja

Seperti fenitoin, carbamazepine membatasi perangsangan berulang potensial

aksi yang dipicu oleh depolarisasi terus menerus pada neuron-neuron spinalis kordata

atau korteks mencit yang dipertahankan secara in vitro. Ini tampaknya diperantarai

oleh melambatnya laju pemulihan saluran Na+ yang diaktivasi tegangan dari keadaan

Page 17: tugas farset 2

terinaktivasi. Efek carbamazepine ini tampak jelas pada konsentrasi dalam rentang

terapeutik di dalam CSS manusia. Efek carbamazepine bersifat selektif pada

konsentrasi ini, karena tidak ada efek pada aktivitas spontan atau pada respons

terhadap GABA atau glutamat yang diberikan secara iontoforetik. Metabolit

carbamazepine, yaitu 10,11-epoksi carbamazepine juga membatasi perangsangan

berulang secara terus menerus pada konsentrasi yang sesuai secara terapeutik, yang

menunjukkan bahwa metabolit ini dapat berkontribusi terhadap efikasi carbamazepine

sebagai antikejang (Sweetman, 2009).

Efek Samping

Efek samping penggunaan carbamazepine adalah pusing, vertigo, ataksia,

diplopia dan penglihatan kabur. Efek samping lainnya berupa mual, muntah, anemia

aplastik, agranulositosis, dan reaksi alergi berupa dermatitis, eosinofilia,

limfadenopati, dan splenomegali. Gejala intoksikasi akut dapat berupa stupor/koma,

iritabel, kejang dan depresi napas (Sweetman, 2009).

Dosis Obat

Dosis pada anak dengan usia kurang dari 6 tahun 100 mg sehari, anak usia 6-

12 tahun, 2 kali 100 mg sehari. Dosis awal 200 mg 2 kali sehari

Dosis dewasa : dosis awal 2 kali 200 mg sehari pertama. Dosis pemeliharaan

berkisar antara 800-1200 mg sehari untuk dewasa atau 20-30 mg/kgBB untuk anak.

(Sweetman, 2009)

Page 18: tugas farset 2

Data Farmakokinetika Carbamazepine

a. Absorbsi

Carbamazepine diabsorpsi dengan lambat dan secara teratur dari saluran

percernaandan memiliki bioavailabilitas 85 sampai 100%. Konsentrasi terapetik

dilaporkan sebesar 6 sampai 12 μg/ml, walaupun terjadi keragaman yang

cukup besar. Efek samping terhadap SSP sering terjasi pada konsentrasi diatas

9 μg/ml. Konsentrasi minimal dalam plasma (Cp min) sebesar 4 μg/ml dan

konsentrasi maksimal dalam plasma (Cp max) sebesar 14 μg/ml (Sukandar,

2008).

b. Distribusi

Carbamazepine cepat terdistribusi dalam tubuh dalam bentuk metabolit aktifnya

yaitu 10,11-epoksikarbamazepin yang konsentrasi nya dalam plasma dan otak

dapat mencapai 50%. Sekitar 70-80% dari carbamazepine terikat pada

protein plasma. Hal ini dapat menyebabkan carbamazepine menginduksi

Distribusi metabolismenya sendiri, sehingga waktu paruh plasma menjadi

lebih singkat dan berpengaruh pada pengulangan dosis. Waktu paruh rata – rata

carbamazepine pada pengulangan dosis sekitar 12-24 jam, dimana waktunya

lebih singkat pada anak – anak dari pada orang dewasa (Sweetman, 2009).

c. Metabolisme

Carbamazepine dimetabolisme di hati, khususnya oleh enzim sitokrom

P450 dengan isoenzimnya adalah CYP3A4 dan CYP2C8. Carbamazepine

dimetabolisme oleh CYP3A4 dan CYP2C8 menghasilkan metabolit aktif 10,11-

epoksikarbamazepin, disini yang paling banyak berperan adalah CYP3A4,

CYP2C8 hanya berfungsi untuk mempercepat kerja dari CYP3A4 untuk

Page 19: tugas farset 2

mengubah carbamazepine menjadi 10,11-epoksikarbamazepin (Pearce et al.

2008). Selanjutnya diubah menjadi 10,11-dihidroksikarbamazepin yang tidak aktif

oleh enzim epoksihidrolase untuk selanjutnya diekskresikan ke dalam urin dalam

bentuk bebas dan konjugatnya (Mulyadi dkk., 2010). Jumlah carbamazepine yang

dikonversi menjadi 10,11-epoksikarbamazepin sebagai jalur metabolisme utama

adalah sebesar 30-50% dari jumlah dosis yang diberikan kepada pasien selama

pengobatan dengan antiepilepsi (Fagiolino et al., 2006). 10,11-

epoksikarbamazepin adalah bentuk aktif dari carbamazepine sedangkan 10,11-

dihidroksikarbamazepin adalah bentuk inaktif dari carbamazepine (Tatyana,

1992).

Gambar 1. Jalur metabolisme Carbamazepine (Pearce et al. 2008)

Induksi Enzim dan Sifat Autoinduksi Carbamazepine

Beberapa obat (misalnya fenobarbital, carbamazepine, etanol, dan khususnya

rifampisin) dan polutan (misalnya hidrokarbon aromatic polisiklik dalam asap

tembakau) meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang memetabolisme obat.

Mekanisme yang terlibat tidak jelas, tetapi zat-zat kimia yang mempengaruhi sekuens

DNA spesifik membangkitkan produksi dari enzim yang sesuai, biasanya adalah suatu

subtype sitokrom P-450. Akan tetapi, tidak semua enzim yang berperan pada induksi

adalah enzim mikrosomal. Sebagai contoh, dehidrogenase alcohol hepatik terjadi

dalam sitoplasma (Neal, 2005).

Page 20: tugas farset 2

Carbamazepine memiliki sifat autoinduksi yang artinya carbamazepine secara

otomatis atau dengan sendirinya akan menginduksi enzim yang digunakan untuk

memetabolisme dirinya. Enzim yang diinduksi oleh carbamazepine adalah sitokrom

P450 CYP3A4. Induksi enzim akan meningkatkan kecepatan biotransformasi dari

obat yang dimetabolisme yang berpengaruh pada laju eliminasi obat yang semakin

meningkat sehingga untuk mempertahankan agar obat berada dalam rentang

konsentrasi terapi, dilakukan penambahan dosis pada pemakaian berikutnya,

akibatnya akan terjadi toleransi obat (Istianty, 2010). Carbamazepin menginduksi

ekspresi sistem enzim hati mikrosomal CYP3A4, yang memetabolisme

carbamazepine sehingga dikatakan autoinduksi. Setelah inisiasi terapi carbamazepine,

konsentrasi dapat diprediksi dan mengikuti dasar masing-masing clearance / waktu

paruh yang telah ditetapkan untuk pasien tertentu. Namun, setelah cukup

carbamazepine telah disajikan untuk jaringan hati, peningkatan aktivitas CYP3A4,

mempercepat klirens obat dan memperpendek waktu paruh. Autoinduksi akan terus

terjadi dengan peningkatan berikutnya dalam dosis tetapi biasanya akan mencapai

puncak dalam waktu 5-7 hari dengan dosis pemeliharaan. Peningkatan dosis pada laju

200 mg setiap 1-2 minggu mungkin diperlukan untuk mencapai ambang kejang stabil.

Konsentrasicarbamazepin stabil terjadi biasanya dalam waktu 2-3 minggu setelah

mulai terapi (Tatyana, 1992).

Page 21: tugas farset 2

Dari gambar di atas merupakan grafik hubungan antara dosis dengan klirens

steady-state rata – rata dari carbamazepine (simbol kotak merupakan nilai klirens dan

simbol batang merupakan standar deviasi). Grafik ini menunjukkan bahwa dosis dari

carbamazepine harus terus ditingkatkan agar tetap berada dalam rentang steady state,

karena setiap pemberian berulang dari carbamazepine akan meningkatkan produksi

dari enzim CYP3A4 yang berpengaruh pada peningkatan laju klirens dari

carbamazepine. Dapat dilihat pada grafik, pada pemberian dosis tunggal

carbamazepine sebanyak 100 mg/hari dan telah mencapai steady-state, klirens obat

tercatat sebesar 30 ml/menit, saat pemberian berulang dengan peningkatan dosis

tunggal menjadi 200 mg/hari, klirens carbamazepine terus meningkat menjadi 35

ml/menit tetapi tidak mencapai konsentrasi steady-state. Oleh sebab itu dosis kembali

ditingkatkan menjadi 300 mg/hari agar tetap berada dalam konsentrasi steasy-state

walaupun klirens obat terus meningkat (Tatyana, 1992).

Berdasarkan suatu penelitian yang dilakukan oleh Connell et al (1984) untuk

mengetahui perubahan jumlah dari carbamazepine yang dimetabolisme dalam tubuh

Page 22: tugas farset 2

selama pemakaian jangka pendek dengan sampel darah yang berasal dari 6 subjek pria

sehat, maka didapatkan data di bawah ini:

First day 21 days

Elimination half-life (h) 10,4 ± 1,7 6,8±1,2

Systematik clearance (ml/h) 0,79±0,17 1,1±0,3

Volume of distribution (I) 48,4±9,3 45,6±8,4

Tabel 1. Parameter farmakokinetik dari terapi carbamazepine dosis tunggal 400

mg/hari terhadap 6 pasien pria sehat selama 21 hari

Dari table diatas diketahui bahwa klirens total dari carbamazepine pada saat awal

pemberian (hari pertama) adalah sebesar 0,79 mL/jam dan setelah hari ke-21 setelah terapi

menggunakan carbamazepine, klirens total carbamazepine meningkat menjadi 1,1 mL/jam,

sehingga dapat dihitung persen kenaikan klirens total selama pemberian adalah sebesar

71,81%.

Eliminasi

25% dari dosis yang diabsorpsi, dieksresikan dalam urin sebagai metabolit 10,11-

dihidroksi karbamazepin, 2% sebagai 10,11-epoksikarbamazepin dan kurang dari 10% dalam

bentuk obat yang tidak berubah atau tidak termetabolisme (unchanged drug), sehingga total

obat yang diekskresikan ke dalam urine sebesar 37% dari keseluruhan obat yang diabsorpsi.

Selain diekskresi melalui urin, carbamazepine dikeluarkan melalui feses sebesar 30% yaitu

dalam bentuk metabolit 10,11-epoksikarbamazepin. Waktu paruh eliminasi 10 – 20 jam. Hal

ini dipersingkat dengan kehadiran obat antipilepsi lain dan induktor hati enzim (phenitoin,

Page 23: tugas farset 2

phenobarbitone). Carbamazepin mengurangi konsentrasi plasma lamotrigin,

oxcarbamazepame, topiramate, phelbamate (Moffat et al., 2004).

Klirens

Klirens obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa mempermasalahkan

mekanisme prosesnya. Ada beberapa takrif dari klirens yang secara farmakokinetik sama

artinya. Umumnya, jaringan tubuh atau organ dianggap sebagai suatu kompartemen cairan

dengan volume terbatas (volume distribusi) dimana obat terlarut di dalamnya. Dari konsep

ini, klirens ditakrifkan sebagai volume cairan (yang mengandung obat) yang dibersihkan dari

obat per satuan waktu. Kemungkinan lain, klirens dapat ditakrifkan sebagai laju eliminasi

obat dibagi konsentrasi obat dalam plasma pada waktu tersebut (Shargel, 2005).

Klirens total, klirens renal, dan klirens nonrenal carbamazepine

Klirens obat secara umum dihitung sebagai kliren obat total atau klirens tubuh total.

Klirens tubuh total adalah jumlah obat dari seluruh jalur klirens dalam tubuh, termasuk

klirens obat lewat ginjal (klirens renal), klirens hepar (klirens hepatik) dan klirens paruparu

(klirens lung) dan didasarkan atas konsep bahwa seluruh tubuh bertindak sebagai suatu sistem

eliminasi obat (Shargel, 2005).

CLT = CLr + CLh + CLl

atau

CLT = CLrenalis + Clnonrenalis

Klirens total dari carbamazepine dengan pemberian dosis tunggal 400 mg rata-rata

berkisar antara 0,71 sampai 0,82 mL/jam (Mulyadi 2010).

Page 24: tugas farset 2

Klirens hepatis dapat diartikan sebagai volume darah yang mengaliri (perfusi) hati

yang terbersihkan dari obat per satuan waktu. Klirens hepatis (CLh) juga sama dengan CL

tubuh total dikurangi CL ginjal. Dengan kata lain, CLh dapat dihitung dengan rumus :

CLh = CLT × (1 – % obat utuh yang ditemukan dalam urin) (Shargel, 2005)

Dengan menggunakan rumus di atas, CLh dapat ditentukan, dimana CL total

carbamazepine yang diberikan dengan dosis 400 mg pada hari pertama berdasarkan data pada

Tabel 1. adalah 0,79 mL/jam (Connell et al., 1984). Persentase obat utuh yang ditemukan

dalam urin adalah sekitar 10 % (0,1) (Moffat et al., 2004). Jadi, CLh carbamazepine pada hari

pertama adalah:

CLh = CLT x (1- % obat utuh yang ditemukan dalam urin)

CLh = CLT x (1- 10%)

CLh = 0,79 mL/jam x (1- 0,1)

CLh = 0,79 mL/jam x 0,9

CLh = 0,711 mL/jam

Sedangkan klirens renalis dari carbamazepine pada hari pertama adalah :

CLrenalis = CLT - CLh

CLrenalis = 0,79 mL/jam - 0,711 mL/jam

CLrenalis = 0,079 mL/jam

Rasio ekstraksi hepatik carbamazepine

Ekstraksi hepatik adalah istilah yang berguna untuk mengukur seberapa mudah hati

dapat memproses, atau memetabolisme, memberikan obat atau racun. Istilah “ekstraksi

hepatik” berarti perbedaan jumlah obat dalam darah yang dimasukkan ke dalam hati (100

persen) dan jumlah obat utuh yang keluar atau tidak termetabolisme (berarti 100 persen

Page 25: tugas farset 2

dikurangi fraksi termetabolisme). Ekstraksi biasanya dituliskan dengan E yang berarti rasio

ekstraksi, Carbamazepine termasuk obat yang dieliminasi oleh metabolism hepatik dengan

rasio ekstraksi hepatis yang rendah yaitu 0,03 (Shargel, 2005).

B. Interaksi yang terjadi antara karbamazepam dan alprazolam

Significance

Onset severity documentation Rapid major established Delayed moderate probable Minor Suspected Possible Unlikely

Effect the pharmacologic effect of Alprazolam may be decreased

Mechanisme unknown: however,presumed to be due to induction of alprazolam metabolism

Management no special precautions appear necessary.if an interactions is suspected,consider using a higher dose of alprazolam

(DIF hal 153 fifth editor , editor David s. Tatro,PharmD)

Berdasarkan DIF dinyatakan berdasarkan efeknya, efek farmakologis dari Alprazolam

mungkin akan menurun dan mekanismenya diduga karna induksi metabolisme

alprazolam artinya carbamazepin dapat meningkatkan metabolisme alprazolam

sehingga menurunkan efek dari alprazolam

C. Permasalahan yang terjadi

1. Adanya interaksi antara karbamazepin dan Alprazolam yaitu dapat menginduksi

metabolisme Alprazolam sehingga menurunkan efek dari alprazolam

2. Adanya interaksi dengan makanan terutama pada buah anggur

Page 26: tugas farset 2

3. Alprazolam tidak baik digunakan untuk jangka panjang karena memiliki potensi

ketergantungan yang besar jika digunakan lebih dari dua minggu

D. Pengatasan Masalah

1. Karbamazepin dan Alprazolam tidak efektif jika di gabungkan menjadi 1

formulasi obat sebaiknya karbamazepin di pisah dengan Alprazolam dan

diberikan interval waktu sekitar 1 sampe 2 jam agar lebih efektif

2. Karbamazepin dan alprazolam sebaiknya di minum sesudah makan karena

absorpsinya akan lebih baik jika diberikan setelah makan tetapi tidak baik jika

dikonsumsi bersamaan dengan buah ataupun jus anggur karena meminum

grapefruit dapat mengganggu kinerja lebih dari 50 obat. buah ini bisa

meningkatkan penyerapan Alprazolam dan karbamazepin serta dapat mengubah

dosis obat yang diminum dari dosis normal menjadi dosis berlebihan. Maka dari

itu, minuman ini tidak baik jika di minum bersamaan dengan Alprazolam maupun

karbamazepin agar tidak mengalami over dosis.

3. Penggunaan Alprazolam harus hati-hati untuk menghindarinya Alprazolam

digunakan sesuai indikasinya agar tidak menimbulkan efek adisi yang kuat

Page 27: tugas farset 2

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan resep tersebut dapat di simpulkan bahwa pasien mengalami epilepsi

yang disertai ansietas atau gangguan kecemasan jadi diberikan obat epilepsi dan

penenang tetapi antara kedua obat tersebut tidak bisa dijadikan 1 formulasi karna

karbamazepin sebagai obat epilepsi dapat menurunkan efek Alprazolam sebagai

penenang atau ansietas.

Page 28: tugas farset 2

DAFTAR PUSTAKA

Badan pengawas obat dan makanan republik indonesia IONI tahun 2008

DIF fifth edition editor David S.Tatro,Pharmd

Homsek, I., Parojcic, J., Cvetkovic, N., Popadic, D., and Djuric, Z. 2007. Biopharmaceutical

characterization of carbamazepine immediate release tablets. Drug Res, 57 8, 511-516.

Shargel, Leon dan Andrew B.C. Yu. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan.

Surabaya : Airlangga University Press

Sweetman, Sean C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference Thirty-sixth Edition.

Pharmaceutical Press: London.

MIMS petunjuk konsultasi edisi 13 tahun 2013/2014

Page 29: tugas farset 2

MAKALAH

FARMASETIKA INTERAKSI OBAT

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah farmasetika

Oleh

I WAYAN FEBI ANDHIKA ( 050111a0 )

ELLA SINTIAWATI ( 050111a011 )

YUNITA SAFITRI ( 050111a0)

NURHASANAH ( 050111a038 )

PROGRAM STUDI FARMASI

STIKES NGUDI WALUYO

UNGARAN

2014