tugas dr.ss 2

16
HEPATOMA Definisi Karsinoma Hepatoseluler (Hepatoma) Hepatoma disebut juga kanker hati atau karsinoma hepatoseluler atau karsinoma hepato primer. Hepatoma merupakan pertumbuhan sel hati yang tidak normal yang di tandai dengan bertambahnya jumlah sel dalam hati yang memiliki kemampuan membelah/mitosis disertai dengan perubahan sel hati yang menjadi ganas. Pada pertumbuhan kanker hati , beberapa pasien mungkin mengalami gejala seperti sakit di perut sebelah kanan atas meluas ke bagian belakang dan bahu, bloating, berat badan, kehilangan nafsu makan, kelelahan, mual, muntah, demam, dan ikterus. Kanker Hati atau Karsinoma Hepato Seluler (KHS) merupakan tumor ganas hati primer yang sering di jumpai di Indonesia. KHS merupakan tumor ganas dengan prognosis yang amat buruk, di mana pada umumnya penderita meninggal dalam waktu 2-3 bulan sesudah diagnosisnya di tegakkan. Karakteristik Klinis Di Indonesia (khususnya di Jakarta) KHS di temukan tersering pada median umur antara 50-60 tahun dengan predominasi pada laki -laki. Rasio antara kasus laki -laki dan perempuan berkisar antara 2 -6 : 1. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi dari asimtomatik hingga dengan gejala dan tandanya yang sangat jelas

Upload: anastasia-widha-sylviani

Post on 11-Apr-2016

227 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

interna

TRANSCRIPT

Page 1: tugas dr.ss 2

HEPATOMA

Definisi Karsinoma Hepatoseluler (Hepatoma)

Hepatoma disebut juga kanker hati atau karsinoma hepatoseluler atau karsinoma hepato

primer. Hepatoma merupakan pertumbuhan sel hati yang tidak normal yang di tandai dengan

bertambahnya jumlah sel dalam hati yang memiliki kemampuan membelah/mitosis disertai

dengan perubahan sel hati yang menjadi ganas.

Pada pertumbuhan kanker hati , beberapa pasien mungkin mengalami gejala seperti sakit

di perut sebelah kanan atas meluas ke bagian belakang dan bahu, bloating, berat badan,

kehilangan nafsu makan, kelelahan, mual, muntah, demam, dan ikterus.

Kanker Hati atau Karsinoma Hepato Seluler (KHS) merupakan tumor ganas hati primer

yang sering di jumpai di Indonesia. KHS merupakan tumor ganas dengan prognosis yang amat

buruk, di mana pada umumnya penderita meninggal dalam waktu 2-3 bulan sesudah

diagnosisnya di tegakkan.

Karakteristik Klinis

Di Indonesia (khususnya di Jakarta) KHS di temukan tersering pada median umur antara

50-60 tahun dengan predominasi pada laki -laki. Rasio antara kasus laki -laki dan perempuan

berkisar antara 2 -6 : 1. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi dari asimtomatik hingga dengan

gejala dan tandanya yang sangat jelas disertai gagal hati. Gejala yang paling sering dikeluhkan

adalah nyeri atau perasaan tak nyaman di kuadran kanan-atas abdomen.

Temuan fisis tersering pada KHS adalah hepatomegali dengan atau tanpa ‘bruit’ hepatik,

splenomegali, asites, ikterus, demam dan atrofi otot. Sebagian dari pasien yang di rujuk kerumah

sakit karena perdarahan varises esofagus atau peritonitis bakterial spontan (SBP) ternyata sudah

menderita KHS. Pada 10% hingga 40% pasien dapat ditemukan hiperkolesterolemia akibat dari

berkurangnya produksi enzim beta-hidroksimetilglutaril koenzim-A reduktase, karena tiadanya

kontrol umpan balik yang normal pada sel hepatoma.

Page 2: tugas dr.ss 2

Etiologi

Penyebab karsinoma ini tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang terlihat :

1. Virus Hepatitis B (HBV)

Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya KHS terbukti kuat, baik secara

epidemiologis klinis maupun eksperimental. Karsinogenisitas HBV terhadap hati mungkin

terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke

dalam DNA sel pejamu, dan aktivitas protein spesifik HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada

dasarnya perubahan hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi

menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung oleh

kompensasi proliferatif merespons nekroinflamasi sel hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi

berlebihan suatu atau beberapa gen yang berubah akibat HBV. Koinsidensi infeksi HBV dengan

pajanan agen onkogenik lain seperti aflatoksin dapat menyebabkan terjadinya KHS tanpa melalui

sirosis hati (KHS pada hati non sirotik). Transaktifasi beberapa promoter selular atau viral

tertentu oleh gen x HBV (HBx) dapat mengakibatkan terjadinya KHS, mungkin karena

akumulasi protein yang disandi HBx mampu menyebabkan proliferasi hepatosit. Dalam hal ini

proliferasi berlebihan hepatosit oleh HBx melampaui mekanisme protektif dari apoptosis sel.

2. Virus Hepatitis C (HCV)

Prevalensi anti HCV pada pasien KHS di Cina dan Afrika Selatan sekitar 30% sedangkan

di Eropa Selatan dan Jepang 70 -80%. Prevalensi anti HCV jauh lebih tinggi pada kasus KHS

dengan HbsAg -negatif daripada HbsAg-positif. Pada kelompok pasien penyakit hati akibat

transfusi darah dengan anti HCV positif, interval saat transfusi hingga terjadinya KHS dapat

mencapai 29 tahun. Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktivitas

nekroinflamasi kronik dan sirosis hati.

3. Sirosis Hati

Lebih dari 80% penderita karsinoma hepatoselular menderita sirosis hati. Peningkatan

pergantian sel pada nodul regeneratif sirosis di hubungkan dengan kelainan sitologi yang dinilai

sebagai perubahan displasia praganas. Semua tipe sirosis dapat menimbulkan komplikasi

Page 3: tugas dr.ss 2

karsinoma, tetapi hubungan ini paling besar pada hemokromatosis, sirosis terinduksi virus dan

sirosis alkoholik.

4. Aflaktosin

Aflaktosin B1 (AFB1) merupakan mitoksin yang di produksi oleh jamur Aspergillus.

Dari percobaan binatang diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogen. Metabolit AFB1 yaitu AFB

1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk

ikatan dengan DNA maupun RNA.

5. Alkohol

Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum beratalkohol ( >50-70g/hari

dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita KHS melalui sirosis hati alkoholik. Hanya

sedikit bukti adanya efek karsinogenik langsung dari alkohol. Alkoholisme juga meningkatkan

risiko terjadinya sirosis hati dan KHS pada pengidap infeksi HBV atau HCV.

Patogenesis

Telah dipastikan terdapat tiga keterkaitan etiologik yang utama : infeksi oleh HBV, Penyakit hati

kronis (khususnya yang berkaitan dengan HCV dan alkohol) dan kasus khusus hepatokarsinogen

dalam makanan (terutama aflatoksin)

- Banyak faktor, termasuk usia, jenis kelamin, bahan kimia, virus, hormon, alkohol, dan gizi,

berinteraksi dalam pembentukan KHS. Sebagai contoh, penyakit yang paling besar

kemungkinannya menimbulkan KHS pada kenyataannya adalah tirosinemia herediter yang

sangat jarang, hampir 40% pasien akan terjangkit tumor ini walaupun sudah dilakukan kontrol

diet.

- Patogenesis pasti KHS mungkin berbeda antara populasi prevalen –HBV insidensi tinggi versus

populasi dengan insidensi rendah (Negara Barat), sedang pada penyakit hati kronis lainnya,

seperti alkoholism, HCV, dan hemokromatosis herediter lebih sering terjadi.

- Sirosis yang terjadi tampaknya merupakan kontirubutor penting, tetapi tidak mutlak untuk

muncul KHS.

Banyak bukti epidemiologis yang mengaitkan infeksi HBV kronis dengan kanker hati, dan

terdapat bukti kuat yang mengisyaratkan peran infeksi HCV. Penelitian molekular terhadap

karsinogenesis HBV memperlihatkan bahwa genom HBV tidak mengandung sekuensi

onkogenik. Selain itu, tidak terdapat tempat selektif untuk integrasi DNA virus ke genom

Page 4: tugas dr.ss 2

pejamu, sehingga tidak terjadi mutasi atau pengaktivan proto-onkogen tertentu. Faktor berikut

diperkirakan berperan :

- Siklus kematian dan regenerasi sel yang berulang, seperti terjadi pada hepatitis kronis apapun

sebabnya, penting dalam patogenesis kanker hati

- Akumulasi mutasi selama siklus pembelahan kontinu sel akhirnya menyebabkan sebagian

hepatosit mengalami transformasi. Instabilitas genom lebih besar kemungkinannya terjadi jika

terdapat DNA HBV yang terintegrasi dan hal ini menimbulkan penyimpangan kromosom seperti

delesi, translokasi dan duplikasi

- Analisis molekular terhadap sel tumor pada orang yang terinfeksi HBV memperlihatkan bahwa

setiap kasus bersifat klonal dalam kaitannya dengan pola integrasi DNA HBV yang

mengisyaratkan integrasi virus mendahului atau menyertai proses transformasi

- Genom HBV mengkode suatu elemen regulatorik, protein X HBV yang merupakan suatu

activator transkripsional transacting pada banyak gen dan terdapat di sebagian besar tumor

dengan DNA HBV terintegrasi.

Tampaknya di sel hati yang terinfeksi HBV, protein X HBV mengganggu pengendalian

pertumbuhan normal dengan mengaktifkan proto –onkogen sel pejamu dan mengacaukan kontrol

daur sel. Protein ini juga memiliki efek anti apoptotik

- Seperti pada virus papiloma manusia, sebagian (tetapi tidak semua) studi mengisyaratkan

bahwa protein HBV tertentu mengikat dan mengaktifkan gen penekan tumor TP53. Keterkaitan

antara infeksi hepatitis C dan kanker hati cukup kuat.

Patologi

Secara makroskopis karsinoma hepatoseluler dapat muncul sebagai masa soliter besar, sebagai

nodul multipel atau sebagai lesi infiltratif difus. Secara mikroskopis, neoplasma disusun oleh sel-

sel hati abnormal dengan berbagai diferensisasi. Tumor dengan diferensiasi yang lebih baik

disusun oleh sel -sel mirip sel hati yang teratur di dalam pita -pita yang terpisah oleh sinusoid-

sinusoid. Sel-sel ini berinti besar yang memperlihat kan anak inti yang menonjol dan

hiperkromasi dan dapat mengandung empedu di dalam sitoplasmanya. Tumor –tumor yang

kurang berdiferensiasi baik mempunyai lembaran -lembaran sel-sel anaplastik. Invasi pada

radikulus vena hepatika merupakan gambaran khas yang membedakan dengan adenoma. Sulit

membedakan karsinoma hepatoselular berdiferensiasi buruk dengan karsinoma metastatik.

Page 5: tugas dr.ss 2

Pewarnaan imunohistokimia dapat memperlihatkan alfa -fetoprotein (AFP) di dalam sel

neoplasma. Karsinoma hepatoseluler juga mensekresi AFP ke dalam darah, peningkatan kadar di

jumpai pada 90% pasien, membuat pemeriksaan AFP serum sebagai tes diagnostik yang penting.

(Catatan : Kadar AFP juga dapat sedikit meningkat pada beberapa kasus hepatitis dan sirosis,

demikian juga pada beberapa neoplasma sel germinal pada gonad). Karsinoma hepatoseluler

cenderung bermetastasis dini melalui pembuluh limfe ke kelenjar getah bening regional dan

melalui darah menimbulkan metastasis pada paru. Metastasis ke tempat lain terjadi pada tahap

akhir.

Stadium Klinis

Tingkat penyakit (stadium) hepatoma primer terdiri dari :

Ia : Tumor tunggal diameter ≤ 3 cm tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe

peritoneal ataupun jauh

Ib : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter ≤ 5 cm di separuh hati, tanpa emboli tumor,

tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh

IIa : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan ≤ 10 cm di separuh hati, atau dua

tumor dengan gabungan ≤ 5 cm di kedua belahan hati kiri dan kanan tanpa emboli tumor, tanpa

metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh

IIb : Tumor tunggal atau multiple dengan diameter gabungan ≥ 10 cm di separuh hati, atau tumor

multiple dengan gabungan ≥ 5 cm di kedua belahan hati kiri dan kanan tanpa emboli tumor,

tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh

IIIa : Tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama vena porta atau vena

kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal jauh salah satu dari padanya

IIIb : Tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis

Diagnosis

Melakukan pemeriksaan berkala bagi kelompok risiko tinggi antara lain pengidap virus Hepatitis

B dan C, dokter, promiskus, dan bagi orang yangmempunyai anggota keluarga penderita kanker

hati. Pemeriksaan dilakukan setiap 3 bulan sekali pada penderita sirosis hati dengan HBsAg

positif dan pada penderita hepatitis kronis dengan HBsAg negatif atau penderita penyakit hati

kronis atau dengan sirosis dengan HBsAg negatif pernah mendapat transfusi atau hemodialisa

Page 6: tugas dr.ss 2

diperiksa 6 bulan sekali. Diagnosis dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Sebagian besar penderita yang datang berobat sudah dalam fase lanjut dengan keluhan nyeri

perut kanan atas. Sifat nyeri ialah nyeri tumpul, terus-menerus, kadang- kadang terasa hebat

apabila bergerak. Di samping keluhan nyeri perut ada pula keluhan seperti benjolan di perut

kanan atas tanpa atau dengan nyeri, perut membuncit karena adanya asites dan keluhan yang

paling umum yaitu merasa badan semakin lemah, anoreksia, perasaan lekas kenyang, feses

hitam, demam, bengkak kaki, perdarahan dari dubur.

2. Pemeriksaan fisik

Biasanya hati terasa besar dan berbenjol -benjol, tepi tidak rata, tumpul, kadang-kadang terasa

nyeri bila ditekan. Bila letak tumor di lobus kiri maka pembesaran hati terlihat di epigastrium,

tapi bila tumor tersebut terletak di lobus kanan maka pembesaran hati terlihat di hipokhondrium

kanan.

3. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan Alfa - fetoprotein (AFP) yaitu

protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal. Rentang normal AFP serum adalah 0 -20

ng/ml, kadar AFP meningkat pada 60%-70% pada penderita kanker hati.

2. Ultrasonografi (USG) Abdomen

Untuk meminimalkan kesalahan hasil pemeriksaan FP, pasien sirosis hati dianjurkan menjalani

pemeriksaan USG setiap tiga bulan. Untuk tumor kecil pada pasien dengan risiko tinggi USG

lebih sensitif dari pada AFP serum berulang. Sensitivitas USG untuk neoplasma hati bekisar

anatara 70%-80%. Tampilan USG yang khas untuk KHS kecil adalah gambaran mosaik, formasi

septum, bagian perifer sonolusen (ber -halo), bayangan lateral yang dibentuk oleh pseudokapsul

fibrotik, serta penyangatan eko posterior. Berbeda dari metastasis, KHS dengan diameter kurang

dari dua sentimeter mempunyai gambaran bentuk cincin yang khas. USG color Doppler sangat

berguna untuk membedakan KHS dari tumor hepatik lain. Tumor yang berada di bagian atas -

belakang lobus kanan mungkin tidak dapat terdeteksi oleh USG. Demikian juga yang berukuran

Page 7: tugas dr.ss 2

terlalu kecil dan isoekoik. Modalitas imaging lain seperti CT-scan, MRI dan angiografi kadang

diperlukan untuk mendeteksi KHS, namun karena beberapa kelebihannya, USG masih tetap

merupakan alat diagnostik yang paling populer dan bermanfaat.

Gambar Ultrasonografi (USG) Abdomen

3. Strategi Skrining Dan Surveilans

Skrining dimaksudkan sebagai aplikasi pemeriksaan diagnostik pada populasi umum, sedangkan

surveillance adalah aplikasi berulang pemeriksaan diagnostik pada populasi yang beresiko untuk

suatu penyakit sebelum ada bukti bahwa penyakit tersebut sudah terjadi. Karena sebagian dari

pasien KHS dengan atau tanpa sirosis adalah tanpa gejala untuk mendeteksi dini KHS diperlukan

strategi khusus terutama bagi pasien sirosis hati dengan HBsAg atau anti -HCV positif.

Berdasarkan atas lamanya waktu penggandaan ( doubling time) diameter KHS yang berkisar

antara 3 sampai 12 bulan (rerata 6 bulan) dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan AFP serum

dan USG abdomen setiap 3 hingga 6 bulan bagi pasien sirosis maupun hepatitis kronik B atau C.

Cara ini di Jepang terbukti dapat menurunkan jumlah pasien KHS yang terlambat dideteksi dan

sebaliknya meningkatkan identifikasi tumor kecil (dini). Namun hingga kini masih belum jelas

apakah dengan demikian juga terjadi penurunan mortalitas (liver-related mortality).

Terapi

Karena sirosis hati yang melatar belakanginya serta tingginya kekerapan multi-nodularis,

resektabilitas KHS sangat rendah. Di samping itu kanker ini juga sering kambuh meskipun sudah

menjalani reseksi bedah kuratif. Pilihan terapi ditetapkan berdasarkan atas ada tidaknya sirosis,

jumlah dan ukuran tumor, serta derajat pemburukan hepatik. Untuk menilai status klinis, sistem

skor Child-pugh menunjukkan estimasi yang akurat mengenai kesintasan pasien. Mengenai

terapi KHS menemukan sejumlah kesulitan karena terbatasnya penelitian dengan control yang

Page 8: tugas dr.ss 2

membandingkan efikasi terapi bedah atau terapi ablative lokoregion al, di samping besarnya

heterogenitas kesintasan kelompok kontrol pada berbagai penelitian individual.

1. Reseksi Hepatik

Untuk pasien dalam kelompok non -sirosis yang biasanya mempunyai fungsi hati normal pilihan

utama terapi adalah reseksi hepatik. Namun untuk pasien sirosis diperlukan kriteria seleksi

karena operasi dapat memicu timbulnya gagal hati yang dapat menurunkan angka harapan hidup.

Parameter yang dapat digunakan untuk seleksi adalah skor Child-Pugh dan derajat hipertensi

portal atau kadar bilirubin serum dan derajat hipertensi portal saja. Subjek dengan bilirubin

normal tanpa hipertensi portal yang bermakna, harapan hidup 5 tahunnya dapat mencapai 70%.

Kontraindikasi tindakan ini adalah adanya metastasis ekstrahepatik KHS difus atau multifocal,

sirosis stadium lanjut dan penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan pasien

menjalani operasi.

2. Transplantasi Hati

Bagi pasien KHS dan sirosis hati, transplantasi hati memberikan kemungkinan untuk

menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim hati yang mengalami disfungsi. Dilaporkan

survival analisis 3 tahun mencapai 80% bahkan dengan perbaikan seleksi pasien dan terapi

perioperatif dengan obat antiviral seperti lamivudin, ribavirin dan interferon dapat dicapai

survival analisis 5 tahun 92%. Kematian pasca transplantasi tersering disebabkan oleh rekurensi

tumor bahkan mungkin diperkuat oleh obat anti rejeksi yang harus diberikan. Tumor yang

berdiameter kurang dari 3cm lebih jarang kambuh dibandingkan dengan tumor yang diameternya

lebih dari 5cm.

3. Ablasi Tumor Perkutan

Injeksi etanol perkutan (PEI) merupakan teknik terpilih untuk tumor kecil karena efikasinya

tinggi, efek sampingnya rendah serta relatif murah. Dasar kerjanya adalah menimbulkan

dehidrasi, nekrosis, oklusi vaskular dan fibrosis. Untuk tumor (diameter <5cm). PEI bermanfaat

untuk pasien dengan tumor kecil namun resektabilitasnya terbatas karena adanya sirosis hati non

-child A. Radiofrequency ablation (RFA) menunjukkan angka keberhasilan yang lebih tinggi

daripada PEI dan efikasinya tertinggi untuk tumor yang lebih besar dari 3cm, namun tetap tidak

berpengaruh terhadap harapan hidup pasien. Selain itu, RFA lebih mahal dan efek sampingnya

lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan PEI. Guna mencegah terjadinya rekurensi tumor,

pemberian asam poliprenoik (polyprenoic acid) selama 12 bulan dilaporkan dapat menurunkan

Page 9: tugas dr.ss 2

angka rekurensi pada bulan ke-38 secara bermakna dibandingkan dengan kelompok placebo

(kelompok plasebo 49%, kelompok terapi PEI atau reseksi kuratif 22%).

4. Terapi Paliatif

Sebagian besar pasien KHS di diagnosis pada stadium menengah –lanjut (intermediate-advanced

stage) yang tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan metaanalisi, pada stadium ini hanya

TAE/TACE (transarterial embolization/chemo embolization) saja yang menunjukkan penurunan

pertumbuhan tumor serta dapat meningkatkan harapan hidup pasien dengan HCC yang tidak

resektabel. TACE dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun dianjurkan pada pasien yang fungsi

hatinya cukup baik (Child-Pugh) serta tumor multinodular asimtomatik tanpa invasi vascular

atau penyebaran ekstrahepatik, yang tidak dapat diterapi secara radikal. Sebaliknya bagi pasien

yang dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh B-C), serangan iskemik akibat terapi ini dapat

mengakibatkan efek samping yang berat.

Adapun beberapa jenis terapi lain untuk HCC yang tidak resektabel seperti imunoterapi dengan

interferon, terapi antiesterogen, antiandrogen, oktreotid, radiasi internal, kemoterapi arterial atau

sistemik masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan penilaian yang pasti.

Prognosis

Pada umumnya prognosis karsinoma hepatoseluler adalah jelek. Tanpa pengobatan kematian

rata-rata terjadi sesudah 6-7 bulan setelah timbul keluhan pertama. Dengan pengobatan, hidup

penderita dapat diperpanjang sekitar 11 – 12 bulan. Bila karsinoma hepatoseluler dapat dideteksi

secara dini, usaha –usaha pengobatan seperti pembedahan dapat segera dilakukan misalnya

dengan cara sub - segmenektomi, maka masa hidup penderita dapat menjadi lebih panjang lagi.

Sebaliknya, penderita karsinoma hepatoseluler fase lanjut mempunyai masa hidup yang lebih

singkat. Kematian umumnya disebabkan oleh karena koma hepatik, hematemesis dan melena,

syok yang sebelumnya didahului dengan rasa sakit hebat karena pecahnya karsinoma

hepatoseluler. Oleh karena itu langkah-langkah terhadap pencegahan karsinoma hepatoseluler

haruslah dilakukan. Pencegahan yang paling utama adalah menghindarkan infeksi terhadap HBV

dan HCV serta menghindari konsumsi alkohol untuk mencegah terjadinya sirosis.

Pencegahan

1. Pencegahan Primordial

Page 10: tugas dr.ss 2

Pencegahan yang dilakukan untuk mengindari kemunculan keterpaparan dari gaya hidup yang

berkontribusi meningkatkan risiko penyakit, dilakukan dengan:

a. Mengkonsumsi buah dan sayur yang mengandung vitamin, beta karoten, mineral, dan tinggi

serat yang dapat menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat.

b. Kurangi makanan yang mengandung lemak tinggi.

c. Kurangi makanan yang dibakar, diasinkan, diasap, diawetkan dengan nitrit.

d. Pengontrolan berat badan, diet seimbang dan olahraga.

e. Hindari stres.

f. Menjaga lingkungan yang sehat dan bersih sehingga terhindar dari penyakit menular.

2. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah langka yang harus dilakukan untuk menghindari insidens penyakit

dengan mengendalikan penyakit dan faktor risiko.

a. Memperhatikan menu makanan terutama mengkonsumsi protein hewani cukup.

b. Hindari mengkonsumsi minuman alkohol

c. Mencegah penularan virus hepatitis, imunisasi bayi secara rutin menjadi strategi utama untuk

pencegahan infeksi VBH dan dapat memutuskan rantai penularan.

3. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah pengobatan penderita dan mengurangi akibat - akibat yang serius

dari penyakit melalui diagnosa dini dan pemberian pengobatan. Hepatoma sering ditemukan

pada stadium lanjut maka perlu dilakukan pengamatan berlaku pada kelompok penderita yang

kemungkinan besar akan menderita hepatoma dengan pemeriksaan USG dan AFP.