tugas dr.haidar pagi ini_fix
DESCRIPTION
tugasTRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Artritis reumatoid adalah penyakit multisistem kronis yang penyebabnya tidak
diketahui. Terdapat berbagai manifestasi sistemik pada penyakit ini, karakteristiknya
adalah peradangan yang menetap pada cairan sendi (sinovitis), biasanya menyerang
area sekitar sendi dengan distribusi yang simetris. 1,2,3
Potensi dari inflamasi yang terjadi pada cairan sendi dapat menyebabkan
kerusakan kartilago, erosi pada tulang, dan perubahan yang lebih lanjut pada
integritas sendi sebagai tanda khas pada penyakit ini. Walaupun berpotensi merusak,
artritis reumatoid cukup bervariasi. Beberapa penderita hanya menunjukkan penyakit
oligoartikular yang ringan dengan durasi yang singkat disertai dengan kerusakan sendi
yang minimal, sedangkan pada penderita yang lain dapat menunjukkan poliartritis
progresif yang ditandai kerusakan fungsional.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Rheumatoid arthritis adalah inflamasi sistemik kronik yang menyerang
beberapa sendi dan termasuk gangguan auto-imun (hipersensitivitas tipe III).
Proses inflamasi ini terutama mempengaruhi lapisan sendi (membran sinovial),
tetapi dapat juga mempengaruhi organ tubuh lainnya.
Rheumatoid arthritis dapat menyebabkan sinovitis, serositis (inflamasi
pada permukaan lapisan sendi, perikardium, dan pleura), nodul rheumatoid, dan
vaskulitis bila proses ini terus-menerus dapat menyebabkan penghancuran
tulang rawan artikular dan ankylosis. Sel-sel radang rheumatoid arthritis dapat
juga menyebar ke paru-paru, perikardium, pleura, sklera, lesi nodular, jaringan
subkutan di bawah kulit. Meskipun penyebab rheumatoid arthritis tidak
diketahui, namun peranan auto-imunitas sangat penting terjadinya proses
inflamasi kronik.
Peradangan sinovium dapat menyerang dan merusak tulang dan
kartilago. Sel radang melepaskan enzim yang dapat mencerna tulang dan
kartilago, sehingga dapat terjadi kehilangan bentuk dan kelurusan pada sendi,
yang menghasilkan rasa sakit dan pengurangan kemampuan bergerak. Predileksi
peradangan sinovium adalah persendian tangan dan kaki, lutut, bahu, leher,
panggul.
2.2 Epidemiologi
Artritis reumatoid merupakan penyakit yang jarang pada laki-laki
dibawah umur 30 tahun. Insiden penyakit ini memuncak pada umur 60-70 tahun.
Pada wanita, prevalensi penyakit ini meningkat dari pertengahan abad ke-20 dan
konstan pada level umur 45-65 tahun dengan masa puncak 65-75 tahun.4
Prevalensi dari artritis reumatoid mendekati 0,8 % dari populasi (kisaran
0,3 - 2,1%), wanita terkena tiga kali lebih sering dibandingkan dengan laki-laki.
Prevalensi penyakit ini meningkat dengan umur, dan jenis kelamin,
perbedaannya dikurangi pada kelompok usia tua. Penyakit ini menyerang orang-
orang di seluruh dunia dari berbagai suku bangsa. Onset dari penyakit ini sering
pada dekade ke-empat dan ke-lima dari kehidupan. 2,5
Faktor resiko genetik tidak sepenuhnya dihitung pada insiden terjadinya
artritis reumatoid, hanya menyatakan bahwa faktor lingkungan juga berperan
penting pada penyebab dari penyakit ini. Hal ini ditekankan pada penelitian
epidemiologi di Afrika yang mengindikasikan cuaca dan urbanisasi merupakan
pengaruh utama pada insiden dan tingkat keberatan dari artritis reumatoid pada
kelompok dengan latar belakang genetik yang serupa.1
2.3 Etiologi
Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui. Dikatakan bahwa
artritis reumatoid mungkin merupakan manifestasi dari respon terhadap agen
infeksius pada orang-orang yang rentan secara genetik. Karena distibusi artritis
reumatoid yang luas, hal ini menimbulkan hipotesis bahwa jika penyebabnya
adalah agen infeksius, maka organisme tersebut haruslah tersebar secara luas.
Beberapa kemungkinan agen penyebab tersebut diantaranya termasuk
mikoplasma, virus Epstein-Barr (EBV), sitomegalovirus, parvovirus, dan virus
rubella, tapi berdasarkan bukti-bukti, penyebab ini ataupun agen infeksius yang
lain yang menyebabkan artritis reumatoid tidak muncul pada penderita artritis
reumatoid.5
Walupun etiologi dari artritis reumatoid belum diketahui, namun
nampaknya multifaktorial. Terdapat kerentanan genetik yang jelas, dan
penelitian pada orang kembar mengindikasikan indeks sekitar 15-20%.
Sebanyak 70% dari pasien artrirtis reumatoid ditemukan human leucocyte
antigen-DR4 (HLA-DR4), sedangkan faktor lingkungan seperti merokok dan
agen infeksius dikatakan memiliki peranan penting pada etiologi, namun
kontribusinya sampai saat ini belum terdefinisikan.3
2.4 Anatomi dan Fisiologi
Sendi sinovial memiliki karakteristik sedemikian rupa sehingga
memungkinkan jangkauan gerakan yang luas. Sendi sinovial diklasifikasikan
berdasarkan jangkauan gerakan atau berdasarkan bentuk bagian sendi dari
tulang yang terlibat.3
Setiap jenis sendi sinovial memiliki karakteristik yang sama, yaitu:2
a. Kartilago hialin
Bagian tulang yang bersentuhan pasti dilindungi oleh kartilago hialin yang
menyediakan permukaan yang lembut dan cukup kuat untuk menyerap
gaya tekan serta menahan berat tubuh. Lapisan kartilago memiliki
ketebalan 7 mm pada orang muda dan semakin tipis dan rentan terhadap
tekanan seiring dengan pertambahan usia. Hal ini menyebabkan
bertambahnya tekanan pada struktur sendi. Kartilago tidak diperdarahi
tetapi menerima nutrisi dari cairan sinovial.
b. Ligamentum kapsuler
Sendi dikelilingi dan ditutupi oleh jaringan fibrosa yang mengikat tulang-
tulang yang berkaitan. Jaringan tersebut cukup regang sehingga pergerakan
dapat dilakukan tapi juga cukup kuat untuk dapat melindungi dari jejas.
c. Membran sinovial
Membran sinovial disusun oleh sel epitel dan berfungsi:
- Melapisi kapsul
- Menutupi bagian tulang di dalam sendi yang tidak ditutupi oleh
Gambar 1 : Gambaran skematik dari sendi sinvial. (1) periosteum, (2) lapisan fibrous terluar dari kapsul, (3) lapisan sinovial bagian dalam dari kapsul, (4) lemak dan jaringan
lunak longgar, (5) celah artikular, (6) kartilago, (7) tulang, (8) bare area. [dikutip dari kepustakaan 4]
kartilago sendi
- Menutupi seluruh struktur intrakapsuler yang tidak menyokong berat
tubuh
d. Cairan sinovial
Cairan sinovial merupakan cairan kental dengan konsistensi menyerupai
putih telur dan disekresikan oleh membran sinovial kedalam kavitas
sinovial, dan berfungsi:
- Menyediakan nutrisi untuk struktur di dalam kavitas sinovial
- Mengandung fagosit yang mengeliminasi mikroba dan debris seluler
- Berfungsi sebagai lubrikan
- Mempertahankan stabilitas sendi
- Mencegah terpisahnya kedua ujung tulang yang berlengketan, seperti
sedikit air yang terdapat diantara dua permukaan kaca
e. Struktur intrakapsular lainnya
Beberapa sendi memiliki struktur-struktur yang terdapat di dalam kapsul,
tetapi berada di luar membran sinovial yang membantu mempertahankan
stabilitas, contohnya bantalan lemak dan meniskus pada sendi lutut. Jika
struktur tersebut tidak menyokong berat tubuh, biasanya struktur tersebut
tidak ditutupi oleh membran sinovial
f. Struktur ekstrakapsular
- Ligamentum, yang bergabung dengan kapsul memberikan stabilitas
lebih lagi pada kebanyakan sendi
- Otot atau tendon, juga menyediakan stabilitas. Selain itu otot dan
tendon juga meregang melintasi sendi ketika terjadi pergerakan. Jika
otot berkontraksi, otot tersebut akan memendek dan menarik dua
tulang sehingga semakin berdekatan.
g. Suplai darah dan persarafan
Saraf dan pembuluh darah yang melintasi sendi biasanya bertugas
menyuplai kapsul dan otot yang menggerakkannya.
2.5 Patofisiologi
Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid dimulai dari proliferasi
makrofag dan fibroblast synovial setelah adanya faktor pencetus berupa
autoimun atau infeksi. Limfosit menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi
proliferasi sel-sel endotel, yang selanjutnya terjadi neovaskularisasi. Pembuluh
darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh pembekuan kecil atau sel-
sel inflamasi. Terjadi pertumbuhan yang irregular pada jaringan synovial yang
mengalami inflamasi sehingga membentuk jaringan pannus. Pannus menginvasi
dan merusak rawan sendi dan tulang. Berbagai macam sitokin, interleukin,
proteinase dan faktor pertumbuhan dilepaskan, sehingga mengakibatkan
destruksi sendi dan komplikasi sistemik.1
Peran Sel T
Induksi respon sel T pada arthritis rheumatoid diawali oleh interaksi
antara reseptor sel T dengan share epitope dari major histocompatibility
complex class II (MHCII-SE) dan peptide pada antigen-presenting cell (APC)
sinovium atau sistemik. Molekul tambahan (accessory) yang diekspresikan oleh
APC antara lain ICAM-1 (intracellular adhesion molecule-1) (CD54), OX40L
(CD252), inducible costimulator (ICOS) ligand (CD275), B7-1 (CD80) dan B7-
2 (CD86), berpartisipasi dalam aktivasi sel T melalui ikatan dengan lymphocyte
function-associated antigen (LFA)-1 (CD11a/CD18), OX40 (CD134), ICOS
(CD278), dan CD28. Fibroblast-like synoviocytes (FLS) yang aktif mungkin
juga berpartisipasi dalam presentasi antigen dan mempunyai molekul tambahan
seperti LFA-3 (CD58) dan ALCAM (activated leukocyte cell adhesion
molecule) (CD166) yang berinteraksi dengan sel T yang mengekspresikan CD2
dan CD6. Interleukin (IL-6) dan transforming growth factor-beta (TGF-β)
kebanyakan berasal dari APC aktif, sinyal pada sel Th17 menginduksi
pengeluaran IL-17.1
IL-17 mempunyai efek independen dan sinergistik dengan sitokin
proinflamasi lainnya (TNF-α dan IL-1β) pada sinovium, yang menginduksi
pelepasan sitokin, produksi metalloproteinase, ekspresi ligan RANK/RANK
(CD254/CD254), dan osteoklastogenesis. Interaksi CD40L (CD154) dengan
CD40 juga mengakibatkan aktivasi monosit/makrofag (Mo/Mac) synovial, FLS,
dan sel B. Walaupun pada kebanyakan penderita arthritis rheumatoid didapatkan
adanya sel T regulator CD4+CD25hi pada sinovium, tetapi tidak efektif dalam
mengontrol inflamasi dan mungkin di non-aktifkan oleh TNF-α synovial. IL-10
banyak ditemukan pada cairan synovial tetapi efeknya pada regulasi Th17 belum
diketahui. Ekspresi molekul tambahan pada sel Th17 adalah perkiraan
berdasarkan ekspresi yang ditemukan oleh populasi sel T hewan coba. Perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan struktur tersebut pada subset
sel Th17 pada sinovium manusia.1
Peran Sel B
Peran sel B dalam imunopatogenesis arthritis reumatoid belum diketahui
secara pasti, meskipun sejumlah peneliti menduga ada beberapa mekanisme
yang mendasari keterlibatan sel B. Keterlibatan tersebut diduga melalui
mekanisme sebagai berikut:
1. Sel B berfungsi sebagai APC dan menghasilkan sinyal kostimulator
yang penting untuk clonal expansion dan fungsi efektor dari sel T
CD4+/.
2. Sel B dalam membrane synovial arthritis rheumatoid juga
memproduksi sitokin proinflamasi seperti TNF-α dan kemokin.
3. Membrane synovial arthritis rheumatoid mengandung banyak sel B
yang menghasilkan faktor rheumatoid (RF). Arthritis rheumatoid
dan faktor rheumatoid positif (seropositif) berhubungan dengan
penyakit artikular yang lebuh agresif, mempunyai prevalensi
manifestasi ekstraartikular yang lebih tinggi dan angka morbiditas
dan mortalitas yang lebih tinggi. Faktor rheumatoid ini juga bisa
mencetuskan stimulus diri sendiri untuk sel B yang mengakibatkan
aktivasi dan presentasi antigen kepada sel Th, yang pada akhirnya
proses ini juga akan menghasilkan faktor rheumatoid. Selain itu
kompleks imun faktor rheumatoid juga memperentarai aktivasi
komplemen, kemudian secara bersama-sama bergabung dengan
reseptor Fcg, sehingga mencetuskan kaskade inflamasi.
4. Aktivasi sel T dianggap sebagai komponen kunci dalam
pathogenesis arthritis rheumatoid. Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa aktivasi ini sangat tergantung pada adanya sel B.
Berdasarkan mekanisme diatas, mengindikasikan bahwa sel B
berperanan penting dalam penyakit arthritis rheumatoid sehingga layak
dijadikan target dalam terapi arthritis rheumatoid.1
2.6 Gambaran Klinis
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita
artritis reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat
yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang
bervariasi.2
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan
menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian
hebatnya
2. Poliartritis simetris, terutama pada sendi perifer: termasuk sendi-
sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi
interfalang distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.
3. Kekakuan pagi hari, selama lebih dari satu jam: dapat bersifat
generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini
berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya
hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari
satu jam
4. Artritis erosif: merupakan ciri khas dari penyakit ini pada
gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik
mengakibatkan erosi di tepi tulang.
5. Deformitas: kerusakan struktur penunjang sendi meningkat dengan
perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi
sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa
adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai. Pada kaki
terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder
dan subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat
terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak
terutama dalam melakukan gerak ekstensi.
6. Nodul-nodul rheumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan
pada sekitar sepertiga orang dewasa pasien artritis reumatoid.
Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa
olekranon (sendi siku) atau sepanjang permukaan ekstensor dari
lengan. Walaupun demikan, nodul-nodul ini dapat juga timbul pada
tempat lainnya. Adanya nodul-nodul ini biasanya merupakan
petunjuk dari suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
7. Manifestasi ekstra-artikular; artritis reumatoid juga dapat
menyerang organ-organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis),
paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak.
Dibawah ini merupakan tabel revisi kriteria untuk klasifikasi dari artritis
reumatoid dari American Rheumatism Association tahun 1987
Tabel 1: 1987 Revised American Rheumatism Association Criteria for the
Classification of Rheumatoid Arthritis
[dikutip dari kepustakaan 3]
Kriteria Definisi
1.
Kekakuan
pagi hari
Kekakuan pagi hari pada sendi atau disekitar
sendi, lamanya setidaknya 1 jam
2. Artrit
is pada tiga
atau lebih area
sendi
Setidaknya tiga area sendi secara bersama-
sama dengan peradangan pada jaringan lunak atau
cairan sendi. 14 kemungkinan area yang terkena,
kanan maupun kiri proksimal interfalangs (PIP),
metakarpofalangs (MCP), pergelangan tangan, siku,
lutut, pergelangan kaki, dan sendi metatarsofalangs
(MTP)
3. Artrit
is pada sendi
tangan
Setidaknya satu sendi bengkak pada
pergelangan tangan, sendi MCP atau sendi PIP
4. Artrit
is simetris
Secara bersama-sama terjadi pada area sendi
yang sama pada kedua bagian tubuh
5. Nodu
l-nodul
reumatoid
Adanya nodul subkutaneus melewati tulang
atau permukaan regio ekstensor atau regio juksta-
artikular
6. Seru
m faktor
reumatoid
Menunjukkan adanya jumlah abnormal pada
serum faktor reumatoid dengan berbagai metode
yang mana hasilnya positif jika < 5% pada subyek
kontrol yang normal
7. Perub Perubahan radiografik tipikal pada artritis
ahan
radiografik
reumatoid pada radiografik tangan dan pergelangan
tangan posteroanterior, dimana termasuk erosi atau
dekalsifikasi terlokalisasi yang tegas pada tulang.
Untuk klasifikasi, pasien dikatakan menderita atrtritis reumatoid
jika pasien memenuhi setidaknya 4 dari 7 kriteria diatas. Kriteria 1 - 4
harus sudah berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu. Pasien dengan dua
diagnosis klinis, tidak dikeluarkan pada kriteria ini.
2.7 Dasar Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
1) Riwayat penyakit, diperlukan riwayat penyakit yang deskriptif dan
kronologis, tanyakan faktor yang memperberat penyakit dan hasil
pengobatan untuk mengurangi keluhan penyakit.
2) Umur, penyakit reumatik dapat menyerang semua umur, tetapi
frekuensi penyakit terdapat pada kelompok umur tertentu, misalnya
penyakit rheumatoid arthritis lebih banyak ditemukan pada usia
lanjut.
3) Jenis kelamin, penyakit rheumatoid arthritis lebih banyak diderita
oleh wanita daripada pria, dengan perbandingan 3:1
4) Nyeri sendi, nyeri merupakan keluhan utama pada pasie dengan
reumatik. Pasien sebaiknya diminta untuk menjelaskan lokasi nyeri
serta penyebarannya. Pada pasien RA, nyeri yang paling berat
terjadi dipagi hari, membaik disiang hari, dan sedikit lebih berat
dimalam hari.
5) Kaku sendi, merupakan rasa reperti diikat, pasien merasa sukar
untuk menggerakkan sendinya. Keadaan ini biasanya akibat
desakan cairan yang berada disekitar jaringan yang mengalami
inflamasi.
6) Bengkak sendi dan deformitas, pasien sering mengalami bengkak
sendi, perubahan warna, perubahan bentuk, dan perubahan posisi
struktur ekstremitas (dislokasi atau sublukasi).
7) Disabilitas dan handicap, disabilitas terjadi apabila suatu jaringan,
organ atau sistem tidak dapat berfungsi secara adekuat. Handicap
adalah apabila disabilitas menyebabkan aktivitas sehari-hari
terganggu, termasuk aktivitas sosial.
8) Gejala siskemik, penyakit sendi inflamator baik yang disertai
maupun tidak disertai keterlibatan multisystem akan menyebabkan
peningkatan reaktan fase akut seperti peninggian LED atau CRP.
Selain itu akan disertai dengan gejala siskemik seperti panas,
penurunan berat badan, kelelahan, lesu dan mudah terangsang.
Kadang-kadang pasien mengeluh hal yang tidak spesifik, seperti
merasa tidak enak badan. Pada orang tua disertai dengan gangguan
mental.
9) Gangguan tidur dan depresi, gangguan tidur dapat disebabkan oleh
adanya nyeri kronik, terbentuknya reaksi reaktan, obat
antiinflamasi nonsteroid.
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada sistem musculoskeletal meliputi:
Inspeksi pada saat diam
Inspeksi pada saat gerak
Palpasi
a) Gaya berjalan yang abnormal pada pasien RA yaitu pasien akan
segera mengangkat tungkai yang nyeri atau deformitas, sementara
tungkai yang nyeri akan lebih lama diletakkan dilantai, biasanya
diikuti oleh gerakan lengan yang asimetris, disebut gaya berjalan
antalgik.
b) Sikap/fostur badan, pasien akan berusaha mengurangi tekanan
artikular pada sendi yang sakit dengan mengatur posisi sendi
tersebut senyaman mungkin, biasanya dalam posisi pleksi.
c) Deformitas, akan lebih terlihat pada saat bergerak
d) Perubahan kulit, kemerahan disertai deskuamasi pada kulit di
sekitar sendi menunjukkan adanya inflamasi pada sendi.
e) Kenaikan suhu sekitar sendi, menandakan adanya proses inflamasi
di daerah sendi tersebut
f) Bengkak sendi, bisa disebabkan oleh cairan, jaringan lunak, atau
tulang.
g) Nyeri raba
h) Pergerakan, sinovitis akan menyebabkan berkurangnya luas gerak
sendi pada semua arah.
i) Krepitus, merupakan bunyi berderak yang dapat diraba sepanjang
gerakan struktur yang diserang.
j) Atropi dan penurunan kekuatan otot
k) Ketidakstabilan
l) Gangguan fungsi, gangguan fungsi sendi dinilai dengan observasi
pada penggunaan normal, seperti bangkit dari kursi atau kekuatan
menggenggam
m) Nodul, sering ditemukan pada berbagai atropi, umumnya
ditemukan pada permukaan ekstensor (punggung tangan, siku,
tumit belakang, sacrum)
n) Perubahan kuku, adanya jari tabuh, thimble pitting onycholysis
atau serpihan darah
o) Pemeriksaan sendi satu persatu, meliputi pemeriksaan rentang
pergerakan sendi, adanya bunyi krepitus dan bunyi lainnya.
p) Rheumatoid arthritis mempengaruhi berbagai organ dan sistem
lainnya, yaitu:
1) Kulit: nodul subkutan (nodul rheumatoid) terjadi pada banyak
pasien dengan RA yang nilai RF nya normal, sering lebih dari
titik-titik tekanan (misalnya, olekranon. Lesi kulit dapat
bermanifestasi sebagai purpura teraba atau ulserasi kulit.
2) Jantung: morbiditas dan mortalitas kardiovaskular yang
meningkat pada pasien dengan RA. Faktor risiko non
tradisional tampaknya memainkan peran penting. Serangan
jantung , disfungsi miokard, dan efusi perikardial tanpa gejala
yang umum, dan gejala perikarditis konstriktif jarang.
Miokarditis, vaskulitis koroner, penyakit katup, dan cacat
konduksi kadang-kadang diamati.
3) Paru: RA mempengaruhi paru-paru dalam beberapa bentuk,
termasuk efusi pleura , fibrosis interstisial, nodul (Caplan
sindrom), dan obliterans bronchiolitis-pengorganisasian
pneumonia.
4) GI: keterlibatan usus, seperti dengan keterlibatan ginjal,
merupakan komplikasi sekunder akibat efek obat-obatan,
peradangan, dan penyakit lainnya. Hati sering terkena pada
pasien dengan sindrom Felty (yaitu splenomegali, dan
neutropenia).
5) Ginjal: Ginjal biasanya tidak terpengaruh oleh RA langsung.
Umumnya akibat pengaruh, termasuk karena obat-obat
(misalnya, obat anti-inflammatory peradangan (misalnya,
amyloidosis ), dan penyakit yang terkait (misalnya, sindrom
Sjögren dengan kelainan tubulus ginjal).
6) Vascular: lesi vasculitik dapat terjadi di organ mana saja
namun yang paling sering ditemukan di kulit. Lesi dapat
hadir sebagai purpura gamblang, borok kulit, atau infark
digital.
7) Hematologi: Sebagian besar pasien aktif memiliki penyakit
anemia kronis, termasuk anemia normokromik-normositik,
trombositosis, dan eosinofilia, meskipun yang terakhir ini
jarang terjadi. Leukopenia ditemukan pada pasien dengan
sindrom Felty.
8) Neurologis: biasanya saraf jeratan, seperti pada saraf median
di carpal, lesi vasculitik, multipleks mononeuritis, dan
myelopathy leher rahim dapat menyebabkan konsekuensi
serius neurologis.
9) Okular: keratoconjunctivitis sicca adalah umum pada orang
dengan RA dan sering manifestasi awal dari sindrom Sjögren
sekunder. Mata mungkin juga episkleritis , uveitis, dan
scleritis nodular yang dapat menyebabkan scleromalacia.
Pada artritis reumatoid yang lanjut, tangan pasien dapat menunjukkan
deformitas boutonnierre dimana terjadi hiperekstensi dari sendi distal
interfalangs (DIP) dan fleksi pada sendi proksimal interfalangs (PIP).
Deformitas yang lain merupakan kebalikan dari deformitas boutonniere, yaitu
deformitas swan-neck, dimana juga terjadi hiperekstensi dari sendi PIP dan
fleksi dari sendi DIP. Jika sendi metakarpofalangs telah seutuhnya rusak,
sangat mungkin untuk menggantinya dengan protesa silikon.
2.7.3 Pemeriksaan Laboratorium
a. Tanda peradangan, seperti LED dan CRP, berhubungan dengan aktivitas
penyakit, selain itu, nilai CRP dari waktu ke waktu berkorelasi dengan
kemajuan radiografi.
b. Parameter hematologi termasuk jumlah CBC dan analisis cairan sinovial.
c. Jumlah sel darah lengkap (anemia, trombositopenia, leukositosis,
leucopenia).
d. Analisis cairan sinovial
1) Inflamasi cairan sinovial (WBC count > 2000/μL) hadir dengan
jumlah WBC umumnya dari 5,000-50,000 / uL.
2) Biasanya, dominasi neutrofil (60-80%) yang diamati dalam cairan
sinovial (kontras dengan dominasi sel mononuklear di sinovium).
3) Karena cacat transportasi, kadar glukosa cairan pleura, perikardial,
dan sinovial pada pasien dengan RA sering rendah dibandingkan
dengan kadar glukosa serum.
e. Parameter imunologi meliputi autoantibodies (misalnya RF, anti-RA33,
anti-PKC, antibodi antinuclear).
f. Rheumatoid factor Rheumatoid Faktor, RF ditemukan pada sekitar 60-
80% pasien dengan RA selama penyakit mereka, tetapi kurang dari 40%
pasien dengan RA dini.
g. Antibodi Antinuclear: Ini adalah hadir di sekitar 40% pasien dengan RA,
namun hasil tes antibodi terhadap antigen subset paling nuklir negatif.
h. Antibodi yang lebih baru (misalnya, anti-RA33, anti-PKC): Penelitian
terbaru dari antibodi anti-PKC menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas
sama atau lebih baik daripada RF, dengan peningkatan frekuensi hasil
positif di awal RA. Kehadiran kedua-anti antibodi PKC dan RF sangat
spesifik untuk RA. Selain itu, anti-PKC antibodi, seperti halnya RF,
menunjukkan prognosis yang buruk.
2.7.4 Foto Polos
Pada tahap awal penyakit, biasanya tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan radiologis kecuali pembengkakan jaringan lunak. Tetapi, setelah
sendi mengalami kerusakan yang lebih berat, dapat terlihat penyempitan ruang
sendi karena hilangnya rawan sendi. Juga dapat terjadi erosi tulang pada tepi
sendi dan penurunan densitas tulang. Perubahan-perubahan ini biasanya
irreversibel.
Tanda pada foto polos awal dari artritis reumatoid adalah peradangan
periartikular jaringan lunak bentuk fusiformis yang disebabkan oleh efusi
sendi dan inflamasi hiperplastik sinovial. Nodul reumatoid merupakan massa
jaringan lunak yang biasanya tampak diatas permukaan ekstensor pada aspek
ulnar pergelangan tangan atau pada olekranon, namun adakalanya terlihat
diatas prominensia tubuh, tendon, atau titik tekanan. Karakteristik nodul ini
berkembang sekitar 20% pada penderita artritis reumatoid dan tidak terjadi
pada penyakit lain, sehingga membantu dalam menegakkan diagnosis.
Artritis erosif yang mengenai tulang karpal dan sendi metakarpofalangs
A : Perubahan erosif pada ulna dan distal radius. B : Erosi komplit pada pergelangan tangan
2.8 DIAGNOSIS BANDING
2.8.1 GOUT ARTRITIS
Gout merupakan gangguan metabolik yang ditandai dengan
meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Gout dapat
bersifat primer maupun sekunder. Gout primer merupakan akibat
langsung dari pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau
akibat penurunan eksresi asam urat, sedangkan gout sekunder
disebabkan oleh pembentukan asam urat yang berkurang akibat proses
penyakit lain atau pemakaian obat-obatan tertentu.
Pada artritis gout akut, terjadi pembengkakan yang mendadak
dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki, sendi
metatarsofalangeal. Artritis bersifat monoartrikular dan menunjukkan
tanda-tanda peradangan lokal. Mungkin terdapat demam dan
peningkatan sejumlah leukosit. Serangan dapat dipicu oleh
pembedahan, trauma, obat-obatan, alkohol, atau stres emosional.
Sendi-sendi lain dapat terserang, termasuk sendi jari tangan, lutut, mata
kaki, pergelangan tangan, dan siku.
Gambar 9 : Pembengkakan dan erosi pada sendi PIP-5 [dikutip dari kepustakaan 6]
2.8.2 OSTEOARTRITIS
Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak.
Penyakit ini bersifat kronik, berjalan progresif lambat, tidak meradang,
dan ditandai oleh adanya deteorisasi dan abrasi rawan sendi dan
adanya pembentukan tulang baru pada permukaan persendian.
Gambaran klinis osteoartritis umumnya berupa nyeri sendi, terutama
apabila sendi bergerak atau menanggung beban. Nyeri tumpul ini
berkurang bila sendi digerakkan atau bila memikul beban tubuh. Dapat
pula terjadi kekakuan sendi setelah sendi tersebut tidak digerakkan
beberapa lama, tetapi kekakuan ini akan menghilang setelah
digerakkan. Kekakuan pada pagi hari, jika terjadi, biasanya hanya
bertahan selama beberapa menit, bila dibandingkan dengan kekakuan
sendi di pagi hari yang disebabkan oleh artritis reumatoid yang terjadi
lebih lama.
Gambar 10: Penyempitan celah sendi medial yang asimetrik [dikutip dari kepustakaan 6]
Tabel 2: Perbandingan artritis reumatoid dengan diagnosa banding berdasarkan
temuan radiologi
Gambaran
Radiologi
Artritis
ReumatoidGout Osteoartritis
Soft tissue swellingPeriartrikular,
simetrisEsentrik, tophi
Intermitten, tidak
sejelas yang lain
Subluksasi Ya Tidak biasa Kadang-kadang
MineralisasiMenurun di
periartrikularBaik Baik
Kalsifikasi TidakKadang-kadang
pada tophiTidak
Celah sendi MenyempitBaik hingga
menyempitMenyempit
Erosi Tidak
Punched out
dengan garis
sklerotik
Ya, pada
intraartikular
Produksi tulang TidakMenjalar ke tepi
korteksYa
SimetriBilateral,
simetriAsimetri Bilateral, simetri
LokasiProksimal ke
distal
Kaki,
pergelangan kaki,
tangan dan siku
Distal ke proksimal
Karakteristik yang
membedakanPoliartrikular
Pembentukan
kristal
Seagull appearance
pada sendi
interfalangeal
2.9 PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi dari artritis reumatoid adalah (1) mengurangi nyeri, (2)
mengurangi inflamasi, (3) menjaga struktur persendian, (4) mempertahankan fungsi
sendi, dan (5) mengontrol perkembangan sistemik.4
Adapun penatalaksanaan dari artritis reumatoid adalah sebagai berikut:
1. Obat-obatan
a. Non-steroid anti-inflammatoy drugs (NSAID)
Kelompok obat ini mengurangi peradangan dengan menghalangi proses
produksi mediator peradangan. Tepatnya, obat ini menghambat sintetase
prostaglandin atau siklooksigenase. Enzim-enzim ini mengubah asam lemak
sistemik andogen, yaitu asam arakidonat menjadi prostaglandin, prostasiklin,
tromboksan dan radikal-radikal oksigen. Obat standar yang sudah dipakai
sejak lama dalam kelompok ini adalah aspirin.4
Selain aspirin, NSAID yang lain juga dapat menyembuhkan artritis
reumatoid. Produksi dari prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan ini
memberikan efek analgesik, anti-inflamasi, dan anti-piretik.3
b. Disease-modifying antirheumatic drugs (DMARD)
Kelompok obat-obatan ini termasuk metotrexat, senyawa emas, D-
penicilamine, antimalaria, dan sulfasalazine. Walaupun tidak memiliki
kesamaan kimia dan farmakologis, pada prakteknya, obat-obat ini
memberikan beberapa karakteristik.3
Pemberian obat ini baru menjadi indikasi apabila NSAID tidak dapat
mengendalikan artritis reumatoid. Beberapa obat-obatan yang telah
disebutkan sebelumnya tidak disetujui oleh U.S Food and Drugs
Administration untuk dipakai sebagai obat artritis reumatoid. Tujuan
pengobatan dengan obat-obat kerja lambat ini adalah untuk mengendalikan
manifestasi klinis dan menghentikan atau memperlambat kemajuan penyakit.2
2. Terapi glukokortikoid
Terapi glukokortikoid sistemik dapat memberikan efek untuk terapi simptomatik
pada penderita artritis reumatoid. Prednison dosis rendah (7,5 mg/hari) telah
menjadi terapi suportif yang berguna untuk mengontrol gejala. Walaupun
demikian, bukti-bukti terbaru mengatakan bahwa terapi glukokortikoid dosis
rendah dapat memperlambat progresifitas erosi tulang.3
3. Operasi
Operasi memiliki peranan penting dalam penanganan penderita artritis reumatoid
dengan kerusakan sendi yang parah. Meskipun artroplasti dan penggantian total
sendi dapat dilakukan pada beberapa sendi, prosedur yang paling sukses adalah
operasi pada pinggul, lutut, dan bahu. Tujuan realistik dari prosedur ini adalah
mengurangi nyeri dan mengurangi disabilitas.3
4. Tata Laksana Non Farmakologik
- Rehabilitasi
Tujuan:
a. Mengurangi rasa nyeri
b. Mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatasan gerak sendi
c. Mencegah terjadinya atrofi dan kelemahan otot
d. Mencegah terjadinya deformitas
e. Meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri
f. Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang
lain
Istirahat dan latihan : Orang dengan arthritis reumatoid membutuhkan is-
tirahat dan latihan dalam jumlah yang seimbang, dengan istirahat lebih
ketika arthritis reumatoid aktif dan banyak latihan ketika arthritis reuma-
toid tidak aktif. Istirahat berguna untuk meredakan inflamasi dan melawan
kelelahan. Lama istirahat dianjurkan tidak terlalu lama. Latihan berguna
untuk menjaga kesehatan dan kekuatan otot, menjaga mobilitas sendi dan
juga fleksibilitas. Latihan juga dapat membantu pasien tidur nyenyak,
mengurangi rasa nyeri, dan menjaga keoptimisan dan menurunkan berat
badan. Latihan tersebut termasuk:
1) Penanggulangan Nyeri/Radang
a) Akut: Terapi dingin, elektroterapi, terapi laser
b) Kronik: Terapi dingim, kompres hangat, hydrocolator pack, infra
merah, kontras bath, elektro terapi, terapi laser, SWD, MWD,
USD, Akupuntur, magneto terapi, hidroterapi
2) Meningkatkan Luas Gerak Sendi (LGS)
Latihan peregangan dan teknik manipulasi
3) Meningkatkan Kekuatan Otot
Elekro stimulasi dan latihan penguatan
4) Meningkatkan Endurance Otot
Jalan kaki, jogging, sepeda static, berenang, treadmill
5) Mencegah Deformitas
Pemanasan sebelum latihan, pendinginan setelah latihan, tongkat ke-
tiak, walker, ortesa/brace/splint.
6) Mengurangi Kekakuan Sendi
USD, Parafin Bath, Latihan LGS, dan latihan peregangan
7) Melindungi Sendi
Latihan okupasi dan splint/brace/ortesa. Beberapa orang menggu-
nakan splint untuk waktu yang singkat di sekitar sendi yang nyeri den-
gan mendukung sendi tersebut dan membiarkannya istira-
hat. Splint banyak digunakan di daerah pergelangan tangan dan tangan,
akan tetapi ada juga di bagian lutut dan pergelangan kaki. Cara untuk
mereduksi stress di sendi termasuk alat bantu mandiri (penarik reslet-
ing, dll)) alat bantu naik dan turun dari kursi, tempat duduk toilet, dan
kasur.
8) Memperbaiki Keseimbangan
Latihan keseimbangan
9) Memperbaiki Postur
Latihan postur dan latihan feedback
- Edukasi
Pengubahan gaya hidup
Reduksi stress
Orang dengan arthritis rheumatoid biasanya mengalami stres emosional
seperti pada penyakit lainnya. Emosi yang mereka rasakan karena
ketakutan, kemarahan, dan frustasi terhadap penyakit yang dideritanya
ditambah dengan kecacatan yang dia derita. Stres akan berpengaruh pada
rasa nyeri atau sakit yang dirasakan. Berbagai teknik dilakukan untuk
mengatasi stress ini, misalnya relaksasi, distraksi, dan latihan visualisasi.
Partisipasi di kelompok pendukung, komunikasi yang baik dapat
mengurangi stress.
Diet sehat
Sejauh ini peneliti belum menemukan kejadian untuk makanan yang dapat
membantu atau memperparah kondisi arthritis rheumatoid ini, kecuali pada
beberapa tipe minyak. Akan tetapi, asupan makanan yang cukup (meliputi
kalori, protein, dan kalsium) ini penting. Beberapa pasien dengan obat
tertentu untuk arthritis rheumatoid dilarang mengkonsumsi alkohol, seperti
methrotexat yang berefek jangka panjang pada kerusakan hati.
Cuaca/Iklim
Beberapa orang menyadari arthritis rheumatoid makin parah bila terjadi
perubahan iklim atau cuaca. Akan tetapi efek cuaca terhadap kondisi
arthritis rheumatoid belum diteliti secara spesifik. Pindah ke tempat
dengan iklim yang berbeda dalam jangka waku yang lama tidak
berpengaruh banyak pada kondisi arthritis rheumatoid. Edukasi pasien
tentang efek cuaca/iklim ini.
2.10 PROGNOSIS
Beberapa tampakan klinis pada pasien artritis reumatoid nampaknya memiliki
nilai prognostik. Remisi dari aktivitas penyakit cenderung lebih banyak terjadi pada
tahun pertama. Jika aktivitas penyakit berlangsung lebih dari satu tahun biasanya
prognosis buruk. Wanita kulit putih cenderung memiliki sinovitis yang lebih persisten
dan lebih erosif dibanding pria.3
Harapan hidup rata-rata orang dengan artritis reumatoid memendek 3-7 tahun
dari orang normal. Peningkatan angka mortalitas tampaknya terbatas pada pasien
dengan penyakit sendi yang lebih berat, sehubungan dengan infeksi dan perdarahan
gasrointestinal. Faktor yang dihubungkan dengan kematian dini mencakup disabilitas,
durasi dan tingkat keparahan penyakit, penggunaan glukokortikoid, umur onset, serta
rendahnya status sosio-ekonomi dan pendidikan.5
DAFTAR PUSTAKA
1. Suarjana, Nyoman. Artritis Reumatoid. Dalam: Sudoyo, AW, dkk., editor.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta:
InternaPublishing;2009. hal. 2495-2513
2. Carter, Michael A. Arthritis Reumatoid. Dalam: Price, SA and Wilson LM,
editors. Patofisiologi Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC; 2005.hal.1385-91
3. Lipsky, Peter E. Rheumatoid Arthritis. In: Kasper LK, Fauci AS, Longo DL,
Braunwald E, Hauser SL, and Jameson JL, editors. Harrison’s Principles of
Internal Medicine 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.p.1968-76
4. Kent PD and Matteson EL, editors. Clinical Feature and Differential
Diagnosis. In: St.Clair EW, Pisetsky DS, and haynes BF, editors. Rheumatoid
Arthritis 1st ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2004.p.11-23
5. Calleja, Michele. Rheumatoid Arthritis, Spine. [Online]. 2009. [cited 2011
March 3]:[2 screens]. Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/398955-overview
6. Eisenberg RL and Johnson NM, editors. Comprehensive Radiographic
Pathology 4th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2003.p.1134-5