tugas dr tres refrat
DESCRIPTION
rizqunTRANSCRIPT
II. KANKER SERVIK
A. Definisi
Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah keganasan yang terjadi pada serviks (leher
rahim) yang merupakan bagian terendah dari rahim yang menonjol ke puncak liang
senggama atau vagina (Depkes RI, 2009).Kanker ini menyerang wanita yang pernah atau
sedang dalam sexually active yang menyerang usia 15-45 tahun (Satmoko,2009).
B. Etiologi
Peristiwa kanker serviks diawali dari sel serviks normal yang terinfeksi oleh HPV (Human
papillomavirus). Infeksi HPV umumnya terjadi setelah wanita melakukan hubungan
seksual. Sebagian infeksi HPV bersifat hilang timbul, sehingga tidak terdeteksi dalam
kurun waktu kurang lebih dua tahun pasca infeksi. Hanya sebagian kecil saja dari infeksi
tersebut yang menetap dalam jangka lama, sehingga menimbulkan kerusakan lapisan
lendir menjadi prakanker (Sinta et al ., 2010). Human papillomavirus, sampai saat ini telah
diketahui memiliki lebih dari 100 tipe, dimana sebagian besar diantaranya tidak berbahaya
dan akan lenyap dengan sendirinya. Dari 100 tipe HPV tersebut, hanya 30 diantaranya
yang beresiko kanker serviks. Adapun tipe yang beresiko adalah HPV 16, 18, 31, dan 45
yang sering ditemukan pada kanker maupun lesi prakanker serviks, yaitu menimbulkan
kerusakan sel lendir luar menuju keganasan. Dari tipe-tipe ini, HPV tipe 16 dan 18
merupakan penyebab tersering kanker serviks yang terjadi di seluruh dunia. HPV tipe 16
mendominasikan infeksi (50-60%) pada penderita kanker serviks disusul dengan tipe 18
(10-15%) (Sinta et al ., 2010).
C. Tanda dan Gejala
Gejala awal kondisi pra-kanker umumnya ditandai dengan ditemukannya sel-sel abnormal
serviks yang dapat ditemukan melalui tes Pap Smear. Sering kali kanker serviks tidak
menimbulkan gejala. Namun bila sel-sel abnormal ini berkembang menjadi kanker
serviks, barulah muncul gejala-gejala sebagai berikut ( Azis et al.,2006) :
1) Pendarahan muncul setelah melakukan koitus atau perdarahan menstruasi lebih banyak
atau timbul perdarahan menstruasi lebih sering.
2) Pendarahan vagina yang tidak normal seperti :
Pendarahan di antara periode menstruasi yang regular
Pendarahan di luar waktu haid
Periode menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya
Pendarahan sesudah menopause
3) Kelainan pada vagina (keluarnya cairan kekuningan, berbau)
4) Rasa sakit saat berhubungan seksual , nyeri pada pinggul
5) Apabila kanker sudah berada pada stadium lanjut bisa terjadi perdarahan spontan dan
nyeri pada rongga panggul.
D. Faktor Resiko
Faktor Resiko Menurut Diananda (2007), faktor yang mempengaruhi kanker serviks
yaitu:
1) Usia > 35 tahun Pada usia tersebut mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim.
Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan dari
meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta
makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia.
2) Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap terlalu muda untuk melakukan hubungan
seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim 10-12 kali lebih besar daripada mereka
yang menikah pada usia > 20 tahun. Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang
wanita benar-benar matang. Kematangan juga bergantung pada sel-sel mukosa yang
terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa baru
matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Hal ini berkaitan dengan kematangan
sel-sel mukosa pada serviks. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang.
Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan
dari luar termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Karena masih rentan, sel-sel
mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat
yaitu mati dan tumbuh lagi. Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak
dari sel yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini
akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks
dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi terlalu rentan
terhadap perubahan.
3) Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti pasangan.
Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya penyakit kelamin, salah
satunya Human Papilloma Virus (HPV) . Virus ini akan mengubah sel-sel di permukaan
mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak sehingga tidak terkendali sehingga
menjadi kanker.
4) Penggunaan antiseptik. Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obat-obatan
antiseptik maupun deodoran akan mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang
terjadinya kanker.
5) Wanita yang merokok. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker
serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan,
lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di
dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks di samping
meropakan ko-karsinogen infeksi virus. Nikotin, mempermudah semua selaput lendir
sel-sel tubuh bereaksi atau menjadi terangsang, baik pada mukosa tenggorokan, paru-
paru maupun serviks. Namun tidak diketahui dengan pasti berapa banyak jumlah nikotin
yang dikonsumsi yang bisa menyebabkan kanker leher rahim.
6) Paritas (jumlah kelahiran). Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak,
apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari berbagai literatur yang ada,
seorang perempuan yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk golongan risiko
tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim. Dengan seringnya seorang ibu
melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ
reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya
Human Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker leher
rahim.
7) Imunosupressi . HIV merupakan virus penyebab AIDS yang dapat menyebabkan penurun
dan pengrusakan sistem kekebalan tubuh manusia, Pada wanita dengan penderita AIDS
meningkatkan faktor resiko terjadinya infeksi HPV.(Gray et al.,2010).
8) Kontrasepsi oral
WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan penggunaan kontrasepsi oral
dengan risko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa sulit untuk
menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama penggunaan kontraseps
oral berinteraksi dengan factor lain khususnya pola kebiasaan seksual dalam
mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu, adanya kemungkinan bahwa wanita
yang menggunakan kontrasepsi oral lebih sering melakukan pemeriksaan
serviks,sehingga displasia dan karsinoma in situ nampak lebih frekuen pada kelompok
tersebut. Diperlukan kehati-hatian dalam menginterpretasikan asosiasi antara lama
penggunaan kontrasepsi oral dengan resiko kanker serviks karena adanya bias dan faktor
confounding (American Cancer Society, 2014).
E. Stadium kanker serviks menurut FIGO 2000 ( Liewellyn, 2001 ).
Stadium Keterangan
Stadium 0 Kasinoma in situ, karsinoma intra epitel
Stadium I Karsinoma masih terbatas di serviks (penyebaran ke korpus
uteri diabaikan)
Stadium Ia Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara mikroskopik,
lesi yang dapat dilihat secara langsung walau dengan invasi yang
sangat superficial dikelompokkan sebagai stadium Ib. Kedalaman
invasi ke stroma tidak lebih dari 5mm dan lebarnya lesi tidak lebih
dari 7mm
Stadium Ia 1 Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3mm dan lebar
tidak lebih dari 7mm
Stadium Ia 2 Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3mm tapi kurang dari
5mmm dan lebar tidak lebih dari 7mm
Stadium Ib Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis tidak lebih dari Ia
Stadium Ib1 Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4cm
Stadium Ib2 Besar lesi secara klinis lebih besar dari 4 cm
Stadium II Telah melibatkan vagina, tapi belum sampai 1/3 bawah atau
infiltrasi ke parametrium belum mencapai dinding panggul
Stadium IIa Telah melibatkan vagina, tapi belum melibatkan parametrium
Stadium IIb Infiltrasi ke parametrium, tetapi belum mencapai dinding panggul
Stadium III Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan
sampai dinding panggul. Dengan hidroneprosis atau gangguan
fungsi ginjal dimasukkan dalam stadium ini, kecuali kelainan
ginjal dapat dibuktikan oleh sebab lain.
Stadium IIIa Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum
mencapai dinding panggul
Stadium IIIb Perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidroneprosis atau
gangguan fungsi ginjal
Stadium IV Perluasan ke luar organ reproduktif
Stadium IVa Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rektum
Stadium IVb Metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul
F. Pencegahan
Pencegahan dan deteksi dini dari kanker serviks menurut The American Cancer
Asociation Guidelines tahun 2014 bahwa wanita wanita untuk mencegah terjadinya kanker
serviks dan menilai perkembangan dari kondisi pra-kanker, maka tindakan pencegahan
terpenting harus segera dilakukan.
- Menghindari faktor-faktor risiko yang sudah diuraikan di atas. Misalnya: Tidak
berhubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan, penggunaan kondom (untuk
mencegah penularan infkesi HPV), tidak merokok, selalu menjaga kebersihan, menjalani
pola hidup sehat, melindungi tubuh dari paparan bahan kimia (untuk mencegah faktor-
faktor lain yang memperkuat munculnya penyakit kanker ini).
- Melakukan Skrining dan penapisan untuk menentukan adanya infeksi HPV atau
menemukan lesi prakanker untuk dilakukan pengobatan, antara lain ( Massad et al.,2013):
Tes Pap Pap smear atau mencari prekanker, perubahan sel pada leher rahim yang
dapat menjadi kanker serviks jika tidak diobati dengan tepat. Mulai dilakukan
pada usia 21- 22 tahun.dilakukan pada saat tidak haid dan tidak melakukan
hubungan badan selama 1-2 hari.
Papillomavirus test (HPV) manusia mencari virus yang dapat menyebabkan
perubahan sel. Yang paling penting yang dapat dilakukan untuk membantu
mencegah kanker serviks adalah dengan melakukan tes skrining rutin.Jika hasil
tes pap smear normal, kesempatan untuk mendapatkan kanker serviks dalam
beberapa tahun ke depan sangat rendah. Untuk alasan itu, tidak perlu lagi tes Pap
selama tiga tahun. Pada usia 30 tahun atau lebih tua, dapat memilih untuk
memiliki tes HPV bersama dengan tes Pap. Jika kedua hasil tes normal,
bisKolposkopi Kolposkopi merupakan pemeriksaan serviks dengan menggunakan
alat kolposkopi yaitu alat yang disamakan dengan mikroskop bertenaga rendah
pembesaran antara 6-40 kali dan terdapat sumber cahaya di dalamnya. Kolposkopi
dapat meningkatkan ketepatan sitologi menjadi 95%. Alat ini pertama kali
diperkenalkan di Jerman pada tahun 1925 oleh Hanz Hinselmann untuk
memperbesar gambaran permukaan porsio sehingga pembuluh darah lebih jelas
dilihat. Pada alat ini juga dilengkapi dengan filter hijau untuk memberikan kontras
yang baik pada pembuluh darah dan jaringan. Pemeriksaan Kolposkopi dilakukan
untuk konfirmasi apabila hasil test pap smear abnormal dan juga sebagai
penuntun biopsi pada lesi serviks yang dicurigai.
Biopsi dilakukan di daerah yang abnormal jika sambungan skuamosa kolumnar
yang terlihat seluruhnya dengan menggunakan kolposkopi. Biopsi harus dilakukan
dengan tepat dan alat biopsi harus tajam dan diawetkan dalam larutan formalin
10% sehingga tidak merusak epitel.
Tes IVA adalah skrining yang dilakukan dengan memulas serviks menggunakan
asam asetat 3–5% dan kemudian diinspeksi secara kasat mata oleh tenaga medis
yang terlatih. Setelah serviks diulas dengan asam asetat, akan terjadi perubahan
warna pada serviks yang dapat diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai
normal atau abnormal.
Program Skrining Oleh WHO :
- Skrining pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun
- Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun
- Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun dan
optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 25-60 tahun.
- Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup
memiliki dampak yang cukup signifikan.
- Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1
tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun
Kolonisasi serviks adalah pengeluaran sebagian jaringan serviks sehingga bagian
yang dikeluarkan berbentuk kerucut. Kolonisasi dilakukan apabila proses
dicurigai berada di endoservik, lesi tidak tampak seluruhnya dengan permukaan
kolposkopi, dan ada kesenjangan antara hasil sitologik dengan histopatologik
Vaksinasi
Vaksin merupakan cara terbaik dan langkah perlindungan paling aman bagi
wanita dari infeksi HPV tipe 16 dan 18. Vaksin akan meningkatkan kemampuan
sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan menghancurkan virus ketika masuk
ke dalam tubuh, sebelum terjadi infeksi. Vaksin melindungi terhadap infeksi
dengan jenis HPV selama 6 sampai 8 tahun. Hal ini tidak diketahui apakah
perlindungan berlangsung lebih lama. Vaksin-vaksin tidak melindungi perempuan
yang sudah terinfeksi dengan HPV. Vaksin dibuat dengan teknologi rekombinan,
vaksin berisi VLP (virus like protein) yang merupakan hasil cloning dari L1 (viral
capsid gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat. Dalam hal ini
dikembangkan 2 jenis vaksin:
1. Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral agar dapat
terlindung dari infeksi HPV.
2. Vaksin Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler agar sel yang
terinfeksi HPV dapat dimusnahkan.
Respon imun yang benar pada infeksi HPV memiliki karakteristik yang kuat,
bersifat lokal dan selalu dihubungkan dengan pengurangan lesi dan bersifat
melindungi terhadap infeksi HPV genotif yang sama . Dalam hal ini, antibodi
humoral sangat berperan besar dan antibodi ini adalah suatu virus neutralising
antibodi yang bisa mencegah infeksi HPV dalam percobaan invitro maupun
invivo. Kadar serum neutralising hanya setelah fase seroconversion dan kemudian
menurun.
Kadar yang rendah ini berhubungan dengan infeksi dari virus. HPV yang
bersifat intraepitelial dan tidak adanya fase keberadaan virus di darah pada infeksi
ini. Selanjutnya protein L1 diekspresikan selama infeksi produktif dari virus HPV
dan partikel virus tersebut akan terkumpul pada permukaan sel epitel tanpa ada
proses kerusakan sel dan proses radang dan tidak terdeteksi oleh antigen
presenting cell dan makropag. Oleh karena itu partikel virus dan kapsidnya
terdapat dalam kadar yang rendah pada kelenjar limfe dan limpa, di mana kedua
organ tersebut adalah organ yang sangat berperan dalam proses kekebalan tubuh.
Meskipun dalam kadar yang rendah, antibodi tersebut bersifat protektif terhadap
infeksi virus HPV.
Yang sebaiknya dimiliki oleh vaksin HPV pencegah kanker serviks adalah
1. Memberikan perlindungan yang adekuat terhadap infeksi HPV penyebab
kanker serviks.
- Melawan virus tersering dan agresif penyebab kanker
- Memberikan perlindungan tambahan dari tipe virus HPVlain yang juga
menyebabkan kanker.
2. Respon imun tubuh yang baik akan menghasilkan neutralizing antibodies yang
tinggi.
3. Dapat memberikan perlindungan yang jangka panjang.
4. Memberikan perlindungan tinggi hingga ke lokasi infeksi (serviks).
5. Profil keamanan yang baik
6. Affordable (Terjangkau lebih banyak perempuan).
Rekomendasi pemberian vaksin
Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut diberikan sebelum
individu terpapar infeksi HPV. Vaksin mulai dapat diberikan pada wanita usia 10
tahun. Berdasarkan pustaka vaksin dapt diberikan pada wanita usia 10-26 tahun
(rekomendasi FDA-US), penelitian memperlihatkan vaksin dapat diberikan sampai
usia 55 tahun
Dosis dan cara pemberian vaksin:
Vaksin ini diberikan intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali, (Dianjurkan
pemberian tidak melebihi waktu 1 tahun). Pemberian booster (vaksin ulangan),
respon antibodi pada pemberian vaksin sampai 42 bulan, untuk menilai efektifitas
vaksin diperlukan deteksi respon antibodi. Bila respon antibodi rendah dan tidak
mempunyai efek penangkalan maka diperlukan pemberian Booster. Vaksin
dikocok terlebih dahulu sebelum dipakai dan diberikan secara muskuler sebanyak
0,5 dan sebaiknya disuntikkan pada lengan (otot deltoid)
Contoh :
1. Penyuntikan 1 : Januari
2. Penyuntikan 2 : Februari / Maret
3. Penyuntikan 3 : Juli
1. PENATALAKSANAAN
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara
histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup
melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim onkologi) Tindakan
pengobatan atau terapi sangat bergantung pada stadium kanker serviks saat didiagnosis.
Dikenal beberapa tindakan (modalitas) dalam tata laksana kanker serviks antara lain
(Rijkaart DC et al.,2012):
a. Terapi Lesi Prakanker Serviks
Penatalaksanaan lesi prakanker serviks yng pada umunya tergolong NIS (Neoplasia
Intraepital Serviks) dapat dilakukan dengan observasi saja, medikamentosa, terapi
destruksi dan terapi eksisi.
b. Terapi NIS dengan destruksi lokal
Tujuannya metode ini untuk memusnahkan daerah-daerah terpilih yang mengandung
epitel abnormal yang nkelak akan digantikan dengan epitel skuamosa yang baru.
Krioterapi adalah suatu cara penyembuhan penyakit dengan cara mendinginkan
bagian yang sakit sampai dengan suhu 00 C. Pada suhu sekurang-kurangnya 250Csel-
sel jaringan termasuk NIS akan mengalami nekrosis
c. Terapi Kanker Serviks Invasif
i. Pembedahan
ii. Radioterapi
Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel kanker. Terapi
radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta
mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium
II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan
tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif
ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan
atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap
mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar
seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis
kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel kanker
sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang
diberikan secara selektif pada stadium IV A
III. KESIMPULAN
1. Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah keganasan yang terjadi pada serviks (leher
rahim) yang merupakan bagian terendah dari rahim yang menonjol ke puncak liang
senggama atau vagina.
2. Penyebab dari kanker serviks adalah Human Papillomavirus.
3. Faktor risiko kanker serviks adalah infeksi HPV, merokok, tingginya jumlah kehamilan
aterm, penggunaan jangka panjang dari kontrasepsi oral. .
4. Pencegahan kangker serviks adalah dengan melakukan skrining, mendapatkan vaksin
HPV, dan menghindari faktor risiko
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. Cancer Prevention & Early Detection Facts & Figures 2013.
Atlanta, Ga: American Cancer Society; 2013.
American Cancer Society.Cancer Facts & Figures 2014. Atlanta, Ga: American Cancer
Society; 2014.
Aziz, MF., Andrijono, Saifuddin AB, editors., 2006. Buku Acuan Nasional Onkologi
Ginekologi. Edisi kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Departemen Kesehatan RI. 2009. Pusat Promosi Kesehatan. Kanker Leher Rahim lebih
cepat ditemukan, Lebih besar kemungkinan sembuh. Jakarta.
Diananda R. 2009. Panduan Lengkap Mengenai Kangker. Yogyakarta: Mirza Media Pustaka
Liewellyn, Derek dan Jones. 2001. Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi. Edisi 6. Jakarta:
EGC.
Massad LS, Einstein MH, Huh WK, et al. 2012 Updated Consensus Guidelines for the
Management of Abnormal Cervical Cancer Screening Tests and Cancer Precursors.
Journal of Lower Genital Tract Disease. 2013;17(5):S1-S27
Sinta, NS. 2010. Kanker Serviks dan Infeksi Human Pappilomavirus (HPV). Jakarta:
Javamedia.
Gray RH, Serwadda D, Kong X, Makumbi F, et al. Male circumcision decreases acquisition
and increases clearance of high-risk human papillomavirus in HIV-negative men: a
randomized trial in Rakai, Uganda. J Infect Dis. 2010 May 15;201(10):1455−1462.
Rijkaart DC, Berkhof J, Rozendaal L, et al. Human papillomavirus testing for the detection of
high-grade cervical intraepithelial neoplasia and cancer: final results of the POBASCAM
randomised controlled trial. Lancet Oncol. 2012;13:78–88