tugas bu indah benar

Upload: yusuf-ahmad

Post on 14-Jul-2015

136 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Nama NIM Kelas

: Della Apriana : 11.037 P.S.KB : B

1. Mekanisme Hemolitik Pada Bayi Baru Lahir Dengan Inkompatibilitas ABOPengertian Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir atau erythroblastosis fetalis adalah sebuah alloimmune kondisi yang berkembang dalam janin, ketika IgG molekul (satu dari lima jenis utama antibodi) yang dihasilkan oleh ibu melewati plasenta dan menyerang sel-sel darah merah didalam sirkulasi janin. Sel-sel darah merah rusak dan janin dapat terkena reticulocytosis dan anemia. Secara garis besar, terdapat dua tipe penyakit inkompabilitas yaitu:

inkompabilitas Rhesus dan inkompabilitas ABO. Keduanya mempunyai gejala yang sama, tetapi penyakit Rh lebih berat karena antibodi anti Rh yang melewati plasenta lebih menetap bila dibandingkan dengan antibodi anti-A atau anti-B. Penyakit ini sering tidak parah jika dibandingkan dengan akibat Rh, ditandai anemia neonatus sedang dan hiperbilirubinemia neonatus ringan sampai sedang serta kurang dari 1% kasus yang membutuhkan transfusi tukar. Inkompabilitas ABO tidak pernah benar-benar menunjukkan suatu penyebab hemolisis dan secara umum dapat menjadi panduan bagi ilmu pediatrik dibanding masalah kebidanan. Inkompatibilitas ABO Jika golongan darah mayor fetus berbeda dengan ibunya. Golongan darah mayor: A,B, AB, dan O. Antibodi dalam plasma salah satu golongan darah (kecuali AB) akan

menyebabkan aglutinasi bila bercampur dengan antigen dari golongan darah lain. Antibodi dalam darah resipien (fetus) dapat menyebabkan aglutinasi SDM

donor (maternal).

Sel donor yang teraglutinasi akan terperangkap di pembuluh darah perifer,

ketika sel tersebut mengalami hemolisis, akan melepaskan sejumlah besar bilirubin ke dalam sirkulasi. Inkompatibilitas darah paling umum adalah ibu golongan darah O dan bayi Antibodi anti A atau anti B yang ada dalam sirkulasi maternal melintasi plasenta Biasanya reaksi hemolisis lebih ringan dari pada inkompatibilitas Rh. Inkompatibilitas ABO dapat terjadi pada kehamilan pertama. Potensial inkompatibilitas ABO maternal- fetal Golongan darah maternal - fetal Inkompatibilitas golongan darah golongan darah A atau B. dan menyerang SDM fetal serta menyebabkan hemolisis.

O A atau B B A atau AB A B atau AB Gambaran Klinis Gambaran klinis penyakit hemolitik pada bayi baru lahir berasal dari inkompabilitas ABO sering ditemukan pada keadaan dimana ibu mempunyai tipe darah O, karena tipe darah grup masing-masing menghasilkan anti A dan anti B yang termasuk kelas IgG yang dapat melewati plasenta untuk berikatan dengan eritrosit janin. Pada beberapa kasus, penyakit hemolitik ABO tampak hiperbilirubinemia ringan sampai sedang selama 24-48 jam pertama kehidupannya. Hal ini jarang muncul dengan anemia yang signifikan. Tingginya jumlah bilirubin dapat menyebabkan kernikterus terutama pada neonatus preterm. Fototerapi pada pengobatan awal dilakukan meskipun transfusi tukar yang mungkin diindikasikan untuk hiperbilirubinemia. Seks predominan eritroblastosis fetalis akibat inkompatibilitas ABO adalah sama antara laki-laki dan perempuan. Mayoritas inkompatibilitas ABO diderita oleh anak pertama (40% menurut Mollison), dan anak-anak berikutnya makin lama makin baik keadaannya. Patofisiologi Penyakit inkompabilitas Rh dan ABO terjadi ketika sistem imun ibu menghasilkan antibodi yang melawan sel darah merah janin yang dikandungnya.

Pada saat ibu hamil, eritrosit janin dalam beberapa insiden dapat masuk kedalam sirkulasi darah ibu yang dinamakan fetomaternal microtransfusion. Bila ibu tidak memiliki antigen seperti yang terdapat pada eritrosit janin, maka ibu akan distimulasi untuk membentuk imun antibodi. Imun anti bodi tipe IgG tersebut dapat melewati plasenta dan kemudian masuk kedalam peredaran darah janin sehingga sel-sel eritrosit janin akan diselimuti (coated) dengan antibodi tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan hemolisis, yang kemudian akan menyebabkan anemia (reaksi hipersensitivitas tipe II). Hal ini akan dikompensasi oleh tubuh bayi dengan cara memproduksi dan melepaskan sel-sel darah merah yang imatur yang berinti banyak, disebut dengan eritroblas (yang berasal dari sumsum tulang) secara berlebihan. Hemolisis yang berat biasanya terjadi oleh adanya sensitisasi maternal sebelumnya, misalnya karena abortus, ruptur kehamilan di luar kandungan, amniosentesis, transfusi darah Rhesus positif atau pada kehamilan kedua dan berikutnya Penatalaksanaan Bentuk ringan tidak memerlukan pengobatan spesifik, kecuali bila terjadi kenaikan bilirubin yang tidak wajar. Bentuk sedang memerlukan tranfusi tukar, yang umumnya dilakukan dengan darah yang sesuai dengan darah ibu (Rhesus dan ABO).

2. Reaksi Transfusi Darah Pengertian Reaksi transfusi darah adalah semua kejadian ikutan yang terjadi karena transfusi darah. Potensi untuk terjadinya komplikasi pada transfusi darah cukup banyak, namun kebanyakan masalah yang muncul hanya pada pasien yang membutuhkan transfusi berulang atau dalam jumlah besar. Risiko yang berhubungan dengan transfusi dari komponen spesifik darah cukup rendah. Meskipun demikian, risiko tersebut harus dipertimbangkan dengan keuntungan setiap transfusi dilakukan. Pengelompokkan Reaksi Transfusi

Reaksi transfusi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu immediate dan delayed. Keduanya kemudian dibagi menjadi imunologis dan non imunologis. 1. Immediate Reaksi transfusi tipe immediate biasanya terjadi pada 1-2 jam setelah transfusi selesai. Sehingga pasien harus diawasi dengan ketat selama dan sesudah transfusi untuk menilai dan mengidentifikasi tanda dan gejala reaksi yang segera terjadi. Kebanyakan reaksi transfusi tipe ini bisa dicegah dan disebabkan oleh pemberian yang kurang tepat, kegagalan untuk mengikuti standar operasi, atau kurangnya pengetahuan tentang prosedur atau dampak terapi. Mengikuti prosedur tertulis secara menyeluruh dan menaati kebijakan yang berlaku penting untuk terapi transfusi yang aman. a. Imunologis Reaksi antigen-antibodi dari eritrosit, leukosit, atau protein plasmalah yang berperan dalam reaksi transfusi pada resipien. Reaksi ini dibuat oleh respon tubuh terhadap protein asing. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain: 1) Acute Hemolytic Reaction Acute hemolytic reaction terjadi ketika ada reaksi antigen-antibodi pada resipien sebagai akibat inkompabilitas antara antibodi resipien dan eritrosit donor. Inkompabilitas golongan darah sistem ABO berperan pada kebanyakan kematian akibat Acute hemolytic reaction. 2) Febrile Nonhemolytic Transfusion Reactions (FNHTRs) Febrile nonhemolytic reactions biasanya merupakan hasil transfusi komponen seluler tanpa hemolisis, dimana antibodi antileukosit resipien diarahkan melawan leukosit donor. Meskipun beberapa leukosit hancur dengan cepat selama penyimpanan, fragmen membrannya masih mampu mensensitisasi pasien dengan cara yang sama seperti leukosit yang utuh. Pasien yang telah tersensitisasi oleh banyak transfusi atau kehamilan multipel lebih mungkin mengalami febrile nonhemolytic reaction, yang didefinisikan sebagai peningkatan suhu 1C dan biasanya terjadi selama 1-6 jam setelah inisiasi transfusi. Reaksi yang terjadi pada 0,5-1,5% transfusi ini dapat diikuti gejala kemerahan pada wajah, palpitasi, batu, sesak di dada, kecepatan nadi meningkat, atau menggigil. 3) Reaksi Anafilaktik

Reaksi anafilaktik ini sangat jarang, diperkirakan hanya terjadi pada 1 dari 170.000 transfusi. Reaksi anafilaktik dapat terjadi pada pasien dengan defisiensi IgA dan pasien yang memiliki antibodi anti-IgA. Dua tanda klasik reaksi anafilaktik segera terjadi yaitu gejala hanya setelah beberapa millimeter darah atau plasma dimasukkan tanpa ada demam. Bronkospasme, distress pernapasan, nyeri abdominal, instabilitas vaskuler, syok, dan mungkin hilang kesadaran menandai terjadinya reaksi ini. 4) Urtikaria Reaksi ini sangat jarang, terjadi 1-3% dari transfusi, dan berdasarkan respon hipersensitivitas, mungkin terhadap protein dari plasma donor. Reaksi urtikaria biasanya ringan, dan ditandai oleh eritema lokal, bengkak, dan gatal. Sesekali demam dapat muncul. 5) Transfusion-Related Acute Lung Injury Transfusion-related acute lung injury paling sering muncul sebagai distres pernapasan dengan onset mendadak, yang disebabkan oleh sindrom non edema paru kardiogenik yang menyerupai sindrom distres pernapasan pada orang dewasa. Menggigil, demam, nyeri dada, hipotensi, dan sianosis merupakan manifestasi umum edema paru yang dapat terlihat. Gambaran radiografi dada menunjukkan edema paru yang kemerahan. Reaksi dapat terjadi dalam beberapa jam transfusi. Pada awalnya parah, tetapi biasanya membaik dalam 48-96 jam dengan bantuan pernapasan tanpa sekuele. Reaksi ini lebih jarang terjadi daripada FNHTRs, dengan insidensi sekitar 1 dalam 5000 transfusi, namun mungkin saja reaksi ini tak terdiagnosis. Etiologi yang umum adalah reaksi antara donor dengan titer antibodi antileukosit yang tinggi dan leukosit resipien. Reaksi tersebut mengakibatkan leukoaglutinasi. Leukoaglutinin dapat terjebak di pembuluh darah paru yang kecil. b. Non imunologis Reaksi transfusi immediate non imunologis disebabkan oleh faktor eksternal dalam pemberian darah, seperti infeksi bakteri dari pasien, kontaminasi darah donor, penanganan darah yang tidak tepat, dan pemberian cairan hipertonik dengan transfusi.

Pada kelompok ini tidak ada reaksi antigen-antibodi. Yang termasuk dalam kelompok ini ialah: 1) Overload Cairan Overload cairan dapat terjadi ketika darah atau komponennya diberikan dengan kecepatan melebihi cardiac output pasien. 2) Emboli Udara Gejala yang muncul sama seperti kolaps kardiovaskuler, meliputi sianosis, dispneu, syok, dan terkadang henti jantung. 3) Keracunan Sitrat Pasien yag berisiko untuk berkembang menjadi keracunan sitrat atau deficit kalsium ialah mereka yang mendapat transfusi plasma, whole blood, trombosit dengan kecepatan melebihi 100 mL/menit, atau lebih rendah pada pasien dengan penyakit hati. Dimana hati tidak bisa mengikuti pemberian yang cepat, tidak bisa memetabolasi sitrat, mengurangi kalsium yang terionisasi. Hipokalsemia dapat memicu aritmia jantung. 4) Hipotermia Hipotermia terjadi ketika darah dingin dengan volume yang banyak diberikan dengan cepat. Pemberian yang cepat dapat mengakibatkan pasien menggigil, hipotermi, vasokonstriksi perifer, aritmia ventrikuler, dan henti jantung. 5) Kontaminasi Bakteri Kontaminasi bakteri darah dapat terjadi pada saat donasi atau persiapan komponen infusi. Sebagai tambahan terhadap kontaminasi kulit, bakteri gram negative tahan dingin dapat berperan pada kejadian yangtidak menguntungkan ini. Organism seperti spesies Pseudomonas, Citrobacter freundii, dan Escherichia coli merupakan penyebab yang potensial. Organism ini mampu berproliferasi pada suhu refrigerator, melepaskan endotoksin yang menginisiasi reaksi yang jarang dan berpotensi fatal ini.

2. Delayed Komplikasi ini terjadi setelah beberapa hari, bulan, atau tahun setelah transfusi dan biasanya merupakan akibat alloimunisasi atau penyakit menular. a. Imunologis

Yang termasuk dalam kelompok ini ialah: 1) Delayed Hemolytic Reaction Delayed hemolytic reaction disebabkan oleh antibodi yang terbentuk sebagai respon terhadap antigen asing. Reaksi ini dikelompokkan menjadi primer dan sekunder. Reaksi yang primer biasanya ringan dan dapat terjadi satu minggu atau lebih setelah transfusi. Reaksi yang sekunder terjadi pada pasien yang sebelumnya terimunisasi melalui transfusi atau kehamilan. 2) Transfusion-Associated Graft-Versus-Host Disease (TAGVHD) Transfusion-associated graft-versus-host disease merupakan reaksi yang kompleks, jarang, dan sering fatal. Penyebab umumnya yaitu transfer limfosit T imunokompeten pada komponen darah pada pasien dengan penurunan imun berat. Hal ini bisa juga terjadi dari transfusi yang berasal dari anggota keluarga tingkat pertama. Limfosit donor dikenali dan membelah pada resipien dengan penurunan imun berat. Sel yang dikenali ini bereaksi terhadap jaringan asing asal resipien, menyebabkan komplikasi pendarahan dan infeksi. b. Non Imunologis Yang termasuk dalam kelompok ini ialah: 1) Hepatitis Risiko hepatitis virus (non-A, non-B,C,D) kira-kira 1:3.000 sampai 1:5.000 pemajanan donor. Risiko transfusi terhadap hepatitis B kira-kira 1:171.000 tiap unit transfusi. Risiko transfusi terhadap hepatitis C kira-kira 1:1.613.000tiap unit transfuse. 2) Human Immunodeficiency Virus (HIV) Risiko ransfusi terkait HIV mendekati nol, dengan perkiraan berkisar antara 1:300.000 sampai 1:1.000.000 pemajanan donor. 3) Human T-Cell Lymphotropic Virus

Frekuensi penularan melalui transfusi pada HTVL cukup rendah di Amerika Serikat, dengan perkiraan antara 1 dari 250.000 sampai 1 dari 2.000.000 trasfusi unit. 4) Sifilis Hingga saat ini tidak ada laporan terkait transmisi sifilis pada transfusi selama beberapa decade ini. 5) Cytomegalovirus Transfusi terkait cytomegalovirus dapat dieliminasi dengan memberikan transfusi produk seluler darah, yang disaring dengan filter penghilang leukosit, atau dengan memilih darah dari donor seronegatif untuk antibodi terhadap cytomegalovirus. 6) Malaria Jumlah kasus penularan malaria melalui transfusi di Amerika Serikat dilaporkan sebanyak 0,25 kasus setiap 1.000.000 unit darah yang terkumpul.

3. Hal yang saya sukai dan tidak saya sukai yang berkaitan dengan cara atau metode pengajaran Bu Indah: Hal yang saya sukai : Penjelasannya cukup bisa dimengerti/ dipahami Menghargai profesi bidan dan berusaha memajukan bidan dimata profesi lain Bijaksana Dewasa Supel Hal yang tidak saya sukai :

Masuk mengajarnya lebih sering lagi ya Bu, supaya kami bisa lebih menambahilmu ^_^