tugas biokimia 3, bu ayu

Upload: andritarulana

Post on 03-Mar-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

9876543

TRANSCRIPT

Sistem imun alamiah (non spesifik):Tanggapan pertama yang bersifat non spesifik dengan mekanisme yang stereotipik. Tubuh menyediakan berbagai enzim termasuk sistem komplemen dan interferon yang mrp perangkat dalam mekanisme humoral. Mekanisme selulerakan melibatkan sel-sel dengan kemampuan fagosit: neutrofil dan makrofagSISTEM IMUN NON SPESIFIKPertahanan awal: kulit, membran mukosa saluran pencernaan dan pernafasan,kelenjar minyak, sel yang bersilia.Reaksi inflamasiSel Natural Killer: membunuh virus dan tumor dengan cara kontak sel ke sel.Protein protektif: sistem komplemen dan interferon.Morfologi limfositMemp inti besar, kasar, sferis, berwarna sangat gelapmemiliki sitoplasma yg relatif sedikitDg mikroskop elektron relatif sedikit organela dlm sitoplasmaDg mikroskop biasa limfosit terlihat berbeda satu dg lain mengenai ukuran danbanyaknya sitoplasmaMerupakan sel-sel yg sangat dinamisSel-sel limfosit berbeda satu dg yg lain dalam hal :1.Perjalanan proses perkembangannya2.Siklus hidupnya3.masing-masing melalui jalur yg berbeda4.Memiliki sifat permukaan yg berlainan5.Fungsinya berlainanbeberapa limfosit jika dirangsang dg tepat akan mengeluarkan substansi yg larut(limfokin)Limfosit yg dirangsang berubah strukturnya,menjadi penghasil antibodiimunoglobulin (menjalani modulasi) dinamakan sel plasmaKomponen dalam sistem limfoid :Kelenjar limfe, limpa, timus, jaringan limfoid yg berhubungan dg permukaanmukosa dan sumsum tulangKelenjar limfe paling dikenal, dapat diraba pada leher dan pangkal pahaLimpaAdalah massa besar yg terdiri dari limfosit dan makrofag yg dirangkai ke dalamdarahSinusoid limpa dipenuhi oleh darahTimusAdalah jaringan limfoid yg terletak dalam rongga dada, anterior dari bagian atasjantung Terdiri dari rangka retikuler yg diinfiltrasi oleh limfosit tersusun spt dalamkorteks dan medulaSistem limfoid yg penting sekali adalah yg berhubungan dg mukosa tubuh sptdalam sal cerna dan sal nafasSistem komplemenCara lain menguatkan interaksi Ig dan Ag9komponen protein dlm sirkulasi darah yg tidak aktifIg G dan IgM mampu mengaktifkan protein komplemenRespon Imun Non SpesifikKekebalan tubuh non spesifik merupakan respon alamiah dari tubuh yang berfungsi melindungi tubuh dari antigen baik dari lingkungan ekterna maupun interna. Ada 3 macam yaitu Fisik ( kulit, mukosa, batuk, diare, bersin ); Bahan larut / biokimia { Ph keringat dan vagina, HCL dilambung, lisozim ( keringat,air mata dll ), laktoferin ( Asi, serum, spermin ) };Selular ( fagosit, makrofag, natural killer.

Ketika kuman atau bakteri masuk kedalam tubuh maka terjadi proses rekognisi dimana antigen itu dicoba dikenali ( self or non self ) sebelum bereaksi, biasanya dengan menggunakan limfosit. Setelah itu terjadi proses proliferasi dimana limfosit yang beredar mengirimkan pesan ke nodus limfatik untuk mensensitisasi limfosit tubuh menjadi limfosit T / limfosit B. Kemudian baru terjadi respon baik itu humoral dan selular.

Dalam sistem imun non spesifik, terjadi respon selular yang kemudian mengaktifkan sistem fagosit ( granulosit dan makrofag ). Semua granulosit ( Neutrofil, eosinofil, basofil ) mengandung enzim mieleperoksidase yang membantu membunuh bakteri yang masuk bersama makanan.

Bila bakteri menyerang tubuh, sumsum tulang dirangsang untuk menghasilkan dan mengeluarkan neutrofil dalam jumlah besar. Ketika memasuki jaringan neutropil sudah merupakan sel-sel yang matang. Sewaktu mendekati partikel yang akan difagositosis, sel-sel neutrofil mula-mula melekat pada reseptor yang terdapat pada partikel itu kemudian menonjolkan pseudopodia kesemua jurusan disekeliling partikel tersebut dan pseudopodia itu akan saling bertemu satu sama lain pada sisi yang berlawanan dan akan bergabung sehingga terjadi ruang tertutup yang berisi partikel-pertikel yang sudah difagositosis. Kemudian ruang ini akan berinvaginasi kedalam rongga sitoplasma dan akan melepaskan diri dari bagian luar membran sel membentuk gelembung fagositik ( Vesikel fagositik ) yang mengapung dengan bebas disebut sebagai fagosome dalam sitoplasma.

Selanjutnya akan terjadi proses pencernaan enzimatik pada partikel yang telah terfagositosit tadi yang dilakukan oleh lisosom. Lisosom akan bersentuhan dengan vesikel fagositik dan membrannya menjadi satu dengan gelembung tadi. Selanjutnya akan membuang banyak enzim pencernaan dari lisosom masuk kedalam gelembung. Jadi gelembung fagositik ini akan berubah menjadi gelembung pencernaan sehingga dimulailah proses pencernaan partikel yang telah terfagositosis. Neutrofil dan makrofag banyak mengandung lisosom yang berisi enzim proteolitik untuk mencernakan bakteri dan bahan-bahan protein asing lain. Bila enzim lisosomal gagal membunuh kuman maka agen bacterisid yang akan membunuh kuman atau bakteri tersebut.

Bila antigen terlalu besar atau terlalu banyak terdapat antigen disekitar sel maka fagositosis oleh makrofag diaktifkan karena makrofag mempunyai kemampuan untuk memfagositosis jaringan nekrotik dan bahkan sel neutrofil yang sudah mati sewaktu menderita infeksi kronis atau peradangan. Makrofag akan menelan dan membunuh kuman melalui proses yang sama seperti neutrofil.

Sistem imun non spesifik Natural killer cell (NKC) akan ikut diaktifkan pada proses peradangan, dimana NKC akan bermigrasi ke tempat proses peradangan. NKC adalah sel pembunuh alamiah yang merupakan limfosit besar dan disebut juga dengan limfosit non-T dan limfosit non-B. Sel ini membunuh virus dan memiliki reseptor Fc yang memungkinkan membunuh virus berselubung antibody serta dapat menghancurkan sel yang telah mengalami transformasi maligna tanpa membutuhkan sensitisasi terlebih dahulu dan tanpa melibatkan antigen histokompatibel utama.

Reaksi Hipersensitivitas tipe IIReaksi Hipersensitivitas tipe II disebut juga reaksi sitotoksik atau sitolitik, terjadi karena dibentuk antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel penjamu. Reaksi diawali oleh reaksi antara antibodi dan determinan antigen yang merupakan bagian dari membran sel tergantung apakah komplemen asesori dan metabolisme sel dilibatkan.

Istilah sitolitik lebih tepat mengingat reaksi yang terjadi lisis bukan efek toksik. Antibodi tersebut dapat mengaktifkan sel yang memiliki reseptor Fc-R dan juga sel NK yang dapat berperan sebagai sel efektor dan menimbulkan kerusakan melalui ADCC. Reaksi tipe II dapat menunjukkan berbagai manifestasi klinik.1. Reaksi TransfusiSejumlah besar protein dan glikoprotein pada membran SDM disandi oleh berbagai gen. Bila darah individu golongan darah A mendapat tranfusi golongan B terjadi reaksi tranfusi, oleh karena anti B isoheglutinin berikatan dengan sel darah B yang menimbulkan kerusakan darah direk oleh hemolisis masif intravaskular. Reaksi dapat cepat atau lambat. Reaksi cepat biasanya disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO yang dipacu oleh IgM. Sedangkan reaksi tranfusi yang lambat terjadi pada mereka yang pernah mendapat tranfusi berulang dengan darah yang kompatibel ABO namun inkompatibel dengan darah golongan lainnya.

2. Penyakit hemolitik bayi baru lahirPenyakit hemolitik bayi baru lahir ditimbulkan oleh inkompatibilitas Rh (Rhesus) dalam kehamilan, yaitu pada ibu dengan golongan darah Rh (-) dan janin dengan Rh (+)

3. Anemia hemolitikAntibiotika tertentu seperti penicsillin, sefalosporin dan streptomisin dapat diabsorbsi nonspesifik pada protein membran SDM (Sel Darah Merah) yang membentuk kompleks serupa kompleks molekul hapten pembawa. Pada beberapa penderita, kompleks membentuk antibodi (Ab) yang selanjutnya mengikat obat pada SDM dan dengan bantuan komplemen menimbulkan lisis dengan anemia progresif.

2. Biosintesis Heme2.1 Tahap-tahap Biosintesis HemeBiosintesis heme dapat terjadi pada sebagian besar jaringan kecuali eritrosit dewasa yang tidak mempunyai mitokondria. Sekitar 85% sintesis heme terjadi pada sel-sel prekursor eritoid di sumsum tulang dan sebagian besar sisanya di sel hepar. Biosintesis heme dapat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu: (1) Sintesis porfirin; (2) Sintesis heme.Biosintesis heme dimulai di mitokondria melalui reaksi kondensasi antara suksinil-KoA yang berasal dari siklus asam sitrat dan asam amino glisin. Reaksi ini memerlukan piridoksal fosfat untuk mengaktivasi glisin, diduga piridoksal bereaksi dengan glisin membentuk basa Shiff, di mana karbon alfa glisin dapat bergabung dengan karbon karbosil suksinat membentuk -amino--ketoadipat yang dengan cepat mengalami dekarboksilasi membentuk d-amino levulinat (ALA/AmLev). Rangkaian reaksi ini dikatalisis oleh AmLev sintase/sintetase yang merupakan enzim pengendali laju reaksi pada biosintesis porfirin.AmLev yang terbentuk kemudian keluar ke sitosol. Di sitosol 2 molekul AmLev dengan perantaraan enzim AmLev dehidratase/dehidrase membentuk porfobilinogen yang merupakan prazat pertama pirol. AmLev dehidratase merupakan enzim yang mengandung seng dan sensitif terhadap inhibisi oleh timbalEmpat porfobilinogen selanjutnya mengadakan kondensasi membentuk tetrapirol linier yaitu hidroksi metil bilana yang dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen I sintase (porfobilinogen deaminase). Hidroksi metil bilana selanjutnya mengalami siklisasi spontan membentuk uroporfirinogen I yang simetris atau diubah menjadi uroporfirinogen III yang asimetris dan membutuhkan enzim tambahan yaitu uroporfirinogen III kosintase Pada kondisi normal hampir selalu terbentuk uroporfirinogen III.Uroporfirinogen III selanjutnya mengalami dekarboksilasi, semua gugus asetatny (A) menjadi gugus metil (M) membentuk koproporfirinogen III. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen dekarboksilase. Enzim ini juga mampu mengubah uroporfirinogen I menjadi koproporfirinogen I.Selanjutnya, koproporfirinogen III masuk ke dalam mitokondria serta mengalami dekarboksilasi dan oksidasi, gugus propionat (P) pada cincin I dan II berubah menjadi vini (V). Reaksi ini dikatalisis oleh koproporfirinogen oksidase dan membentuk protoporfirinogen IX. Enzim tersebut hanya bisa bekerja pada koproporfirinogen III, sehingga protoporfirinogen I umumnya tidak terbentuk. Protoporfirinogen IX selanjutnya mengalami oksidasi oleh enzim protoporfirinogen oksidase membentuk protoporfirin IX. Protoporfirin IX yang dihasilkan akan mengalami proses penyatuan dengan Fe++ melalui suatu reaksi yang dikatalisis oleh heme sintase atau ferokelatase membentuk heme.2.2 Pengendalian Biosintesis HemeEnzim yang bertindak sebagai regulator biosintesis heme adalah AmLev sintase. Heme yang mungkin bekerja melalui molekul aporepresor menghambat sintesis AmLev sintase, dalam hal ini kemungkinan terjadi feed back negative. Obat yang metabolismenya menggunakan hemoprotein spesifik di hati (sitokrom-P450) menyebabkan konsentrasi heme intra seluler menurun. Hal ini menyebabkan represi terhadap AmLev sintase menurun. Aktivitas AmLev sintase meningkat sehingga sintesis heme juga meningkat. Pemberian glukosa dan hematin dapat mencegah pembentukan AmLev sintase sehingga menurunkan sintesis heme.