tugas biofarmasi
DESCRIPTION
TugasTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sekitar 40 % atau lebih senyawa aktif baru dalam bidang farmasi sukar larut
dalam air (Lipinski, 2002). Untuk dapat diabsorpsi maka obat haruslah dapat
terlarut terlebih dahulu. Obat yang sukar larut dalam air menyebabkan obat sulit
terlarut dalam cairan mukosa sehingga akan menyebabkan masalah dalam absorpsi
obat pada pemberian peroral dan dapat mempengaruhi biovailabilitas obat di dalam
tubuh. Obat yang termasuk dalam Biopharmaceutical Classification System (BCS) kelas 2
mempunyai kelarutan yang rendah dan permeabilitas yang tinggi. Oleh karena itu,
disolusi merupakan tahap penentu dalam proses absorpsi yang akan mempengaruhi
bioavailabilitas suatu obat. Untuk meningkatkan kecepatan disolusi, kelarutan kinetik
dan bioavailabilitas obat yang termasuk BCS kelas 2 salah satunya dapat dilakukan
dengan menurunkan ukuran partikelnya sampai pada skala nanometer (Liversidge
dkk., 1995).
Nanopartikel dalam dunia farmasi dibagi menjadi duapengertian yaitu senyawa obat
yang melalui suatu cara tertentu dibuat ukuran nanometer yang disebut nanokristal
dan senyawa obat yang dienkapsulasi dalam suatu sistem pembawa berukuran
nanometer yang disebut dengan nanocarrier (Rawat dkk., 2006). Nanokristal
digunakan untuk meningkatkan kelarutan kinetik obat yang sukar larut dalam air.
Pembuatan nanokristal berasal dari nanosuspensi yang mengandung obat
nanokristal, penstabil dan medium dispersi. Kelebihan nanokristal yaitu dapat
menghantarkan obat dengan lebih baik ke unit yang kecil di dalam tubuh, mengatasi
resistensi yang disebabkan oleh barier fisiologi dalam tubuh yang disebabkan sistem
penghantaran obat yanglangsung dipengaruhi oleh ukuran partikel, meningkatkan
efisiensi penghantaran obat dengan meningkatkan kelarutan dalam air obat yang
sukar larut dalam air sehingga meningkatkan bioavailabilitas (Gupta dkk., 2006).
Peningkatan kelarutan kinetik nanokristal sesuai dengan persamaan
OstwaldFreundlich. Nanokristal dapat meningkatkan kelarutan jenuh dan luas
permukaan sehingga dapat meningkatkan kecepatan disolusi, halini sesuai dengan
persamaan Noyes Whitney (Noyes dkk., 1897). Salah satu metode untuk membuat
nanosuspensi adalahmetode pengecilan ukuran partikel menggunakan homogenisasi
bertekanan tinggi, pada metode ini proses dispersi dilakukan melewati celah kecil
dengan kecepatan yang sangat tinggi. Keuntungan metode ini adalah pengecilan
ukuran partikel dapat lebih efektif, proses produksi dapat dikualifikasi dan
divalidasi, proses sederhana dan biaya relatif rendah.
Pada penelitian ini fenofibrat dijadikan sebagai model senyawa obat untuk
menghasilkan nanokristal fenofibrat, menggunakan berbagai variasi penstabil dan siklus
homogenisasi. Selanjutnya sifat fisikokimia nanokristal tersebut dipelajari termasuk
stabilitas fisik, kecepatan disolusi, kelarutan dan sifat kristalinitasnya. Fenofibrat
nanokristal dikembangkan menjadi sediaantablet dan diuji kecepatan disolusinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tablet
Tablet merupakan bahan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya
dibuat dengan penambahan bahan tambahan yang sesuai. Tablet dapat berbeda-beda
dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancurnya, dan dalam aspek
lainnya tergantung pada pemakaian dan metode pembuatan tablet tersebut.
Kebanyakan tablet digunakan pada pemberian obat secara oral. (Ansel.H.C, 1989).
Tablet dapat dibedakan berdasarkan metode pembuatannya yaitu dengan kempa
langsung, granulasi kering dan granulasi basah. Metode kempa langsung yaitu
pembuatan tablet dengan mengempa langsung campuran zat aktif dan eksipien
kering tanpa melalui perlakukan awal terlebih dahulu. Metode ini merupakan
metode yang paling murah, praktis dan cepat pengerjaannya namun hanya dapat
digunakan untuk zat aktif yang mempunyai aliran yang baik, kompresibilitas baik,
bentuk kristal, dan mampu menciptakan adhesifitas dan kohesifitas dalam massa
tablet (Peck, 1990).
Metode granulasi kering disebut juga dengan slugging, yaitu pembuatan tablet
dengan memproses partikel zat aktif dan eksipien dengan mengempa campuran
bahan kering menjadi masa padat yang selanjutnya dipecah lagi untuk
menghasilkan partikel yang berupa granul yang mempunyai aliran yang lebih baik dari
campuran awal. Metode ini cukup baik digunakan untuk zat aktif yang memiliki
dosis efektif yang yang terlalu tinggi untuk dikempa langsung atau zat aktif yang sensitif
terhadap panas dan lembab (Peck, 1990). Metode granulasi basah yaitu pembuatan
tablet dengan memproses campuran partikel zat aktif dan eksipien menjadi granul
dengan menambahkan cairan pengikat dalam jumlah yang tepat sehingga terjadi
masa lembab yang dapat digranulasi. Metode ini biasanya digunakan apabila zat
aktif yang sulit dicetak langsung karena sifat aliran dan kompresibilitasnyatidak baik
(Peck, 1990).
2.2 Nanopartikel
Nanopartikel adalah partikel berukuran 1 – 1000 nanometer. Nanopartikel dalam
dunia farmasi dibagi menjadi dua yaitu senyawa obat yang melalui suatu cara
tertentu dibuat ukuran nanometer yang disebut nanokristal dan senyawa obat yang
dienkapsulasi dalam suatu sistem pembawa berukuran nanometer yang disebut
dengan nanocarrier(Rawat dkk., 2006). Kelebihan nanokristal yaitu dapat
menghantarkan obat dengan lebih baik ke unit yang kecil di dalam tubuh, mengatasi
resistensi yang disebabkan oleh barier fisiologi dalam tubuh yang disebabkan sistem
penghantaran obat yang langsung dipengaruhi oleh ukuran partikel, meningkatkan
efisiensi penghantaran obat dengan meningkatkan kelarutan dalam air obat yang
sukar larut dalam air sehingga meningkatkan bioavailabilitas (Gupta dkk.,2006).
Nanokristal dapat meningkatkan kelarutan kinetik dan luas permukaan sehingga
dapat meningkatkan kecepatan disolusi (Muller dkk.,2000; Mauludin dkk., 2009;
Mauludin dkk., 2012). Peningkatan kelarutan kinetik dijelaskan dengan persamaan
Kelvin-Gibbs dan Ostwald-Freundlich (persamaan 2.1 – 2.2).
−∆ (∆G )=RT ln ( SrS∞ )=2 γVr (2.1)
Dapat diringkas menjadi
lnSrS ∞
− 2 γMρrRT
` (2.2)
Dimana :
∆G = perbedaan energi bebas larutan dengan partikel yang kecil dan yang besar
Sr = kelarutan partikel dengan jari-jari r
S∞ = kelarutan partikel noncurved(r→∞)
V = volume molar zat terlarut
M = Molaritas zat terlarut
ρ= bobot jenis
γ= tegangan permukaan
r = jari-jari partikel
R = konstanta gas
T = temperatur absolut
Peningkatan kecepatan disolusi dapat dijelaskan dengan menggunakan
persamaan Noyes-Whitney (persamaan 2.3). Untuk ukuran partikel yang kecil maka
akan menyebabkan peningkatan luas permukaan (A), peningkatan kelarutan kinetik
(Cs) dan penurunan jarak difusi (h) sehingga akan dapat meningkatkan kecepatan
disolusi (Noyes dkk., 1987).
DCDt
=DAh
(Cs−Cx) (2.3)
Dimana :
D = koefisien Diffusi
A = luas permukaan
Cs = kelarutan jenuh
Cx = konsentrasi obat
h = jarak diffusi
2.3 Fenofibrat
Fenofibrat merupakan golongan fibrat yang mempunyai efek terapetik sebagai
lipid regulating agent. Fenofibrat dapat mengurangi LDL (Low Density Lipoprotein),
VLDL (Very Low Density Lipoprotein) dan trigliserida di dalam darah. Selain itu,
Fenofibrat dapat meningkatkan HDL (High Density Cholesterol). Fenofibrat
merupakan suatu prodrug yang setelah diabsorpsi akan di hidrolisis oleh jaringan dan
plasma esterase menjadi metabolit aktif yaitu asam fenofibrik. Fenofibrat akan
mengaktifkan lipoprotein lipase dan mengurangi produksi dari apoprotein CIII yang
merupakan inhibitor dari lipoprotein lipase. Pada pasien normal dan hiperuremik,
fenofibrat dapat juga mengurangi jumlah asam urat dalam serum darah dengan
meningkatkan ekskresi asam urat melalui urin. Dosis fenofibrat dalam bentuk
nanopartikel adalah 48 mg/tablet dan 145 mg/tablet. Fenofibrat atau 2-[4-(4-
chlorobenzoyl)phenoxy]-2-methyl-propanoicacid, 1-methylethyl ester merupakan
senyawa lipofilik, mempunyai rumus kimia C20H21O4.Cl dengan berat molekul
360,83. Fenofibrat merupakan serbuk warna putih tidak larut dalam air, sedikit
larut dalam metanol dan etanol, larut dalam aseton, eter, benzen dan kloroform
dengan suhu leleh 79°C – 82°C. Struktur Fenofibrat adalah sebagai berikut :
Fenofibrat merupakan senyawa yang termasuk dalam BCS kelas II dimana
mempunyai permeabilitas yang tinggi dan kelarutan yang rendah. Dengan kelarutan
yang rendah ini maka kecepatan disolusi fenofibrat rendah yang selanjutnya
menyebabkan bioavailabilitas fenofibrat cenderung rendah (Herry dkk., 2011).