laporan biofarmasi farmakokinetika2 uji difusi in vitro

26
LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASI – FARMAKOKINETIKA MODUL 5 UJI DIFUSI IN VITRO KELOMPOK 4B Nuni Nurjanah (10060310133) Arfiah Tuankotta (10060310134) Annisha Imania (10060310135) Nida Mahda Anida (10060310137) Putri Andini (10060310139) HARI/TANGGAL PRAKTIKUM : Rabu/04 Desember 2013 HARI/ TANGGAL PENYERAHAN : Rabu/ 11 Desember 2013 ASISTEN : Nabila S.Farm

Upload: ilham-syahbani

Post on 20-Dec-2015

691 views

Category:

Documents


81 download

DESCRIPTION

biofarmasi

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOFARMASI – FARMAKOKINETIKA

MODUL 5

UJI DIFUSI IN VITRO

KELOMPOK 4B

Nuni Nurjanah (10060310133)

Arfiah Tuankotta (10060310134)

Annisha Imania (10060310135)

Nida Mahda Anida (10060310137)

Putri Andini (10060310139)

HARI/TANGGAL PRAKTIKUM : Rabu/04 Desember 2013

HARI/ TANGGAL PENYERAHAN : Rabu/ 11 Desember 2013

ASISTEN : Nabila S.Farm

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2013

I. Tujuan Praktikum

- Untuk mengetahui prinsip dan cara pengujian difusi suatu zat dari

sediaan transdermal atau topikal.

II. Teori Dasar

Kulit merupakan organ tubuh yang penting yang merupakan permukaan

luar organism dan membatasi lingkungan dalam tubuh dengan lingkungan luar

(Mutschler,1991 hal 577). Fungsi kulit (Mutschler,1991 hal 577):

- Melindungi jaringan terhadap kerusakan kimia dan fisika, terutama

kerusakan mekanik dan terhadap masuknya mikroorganisme.

- Mencegah terjadinya pengeringan berlebihan, akan tetapi penguapan

air secukupnya tetap terjadi (perspiration insensibilis).

- Bertindak sebagai pengatur panas denga melakukan kontriksi dan

dilatasi pembuluh darah kulit serta pengeluaran keringat.

- Dengan pengeluaran keringat ikut menunjang kerja ginjal, dan

- Bertindak sebagai ala pengindera dengan reseptor yang dimilikinya

yaitu reseptor tekan, suhu dan nyeri.

Kulit terdiri atas (Mutschler,1991 hal 577):

- Bagian ectoderm yaitu epidermis (kulit luar) dan kelengkapannya

(kelenjar, rambut, kuku)

- Bagian jaringan ikat, yaitu korium (kulit jangat).

Epidermis terdiri dari beberapa lapisan yaitu stratum corneum (lapisan

tanduk), stratum lucidum (lapisan keratohialin, hanya terdapat pada telapak

kaki dan tangan), stratum granulosum (lapisan bergranul) dan stratum

germinativum (lapisan yang bertumbuh), yang dapat dibagi lagi menjadi

stratum spinosum (lapisan berduri) dan stratum basal (lapisan basal)

(Mutschler,1991 hal 577-578).

Bagian atas kulit yang disebut stratum korneum terdiri atas sel tak

berinti yang disusun oleh brick (komponen selnya/korneosit) dan mortasr

(kandungan lipid interselular). Stratum kornemum dapat itembus oleh

senyawa obat atau zat kimia yang diaplikasikan ke permukaannya disebut

pemberian obat secara perkutan. Tujuan pengobatan obat secara perkutan

dapat ditunjukkan untuk pengobatan local hanya dipermukaan kulit atau pada

jaringan yang lebih dalam seperti otot dan dapat pula ditunjukkan untuk

pengobatan sistemik.

Mekanisme kerja obat pemberian secara perkutan harus mampu

berpenetrasi kedalam kulit melalui stratum koneum, terjadi proses difusi pasif.

Difusi dapat terjadi melalui stratum korneum (jalur transdermal), atau dapat

juga melalui kelenjar keringat, minyak, atau melalui folikel rambut (jalur

transapendagel/transfolikular). Difusi pasif merupakan proses perpindahan

masa dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke tempat yang berkonsentrasi

rendah.

Kecepatan penetrasi obat dikulit melalui mekanisme difusi sehingga terjadi

sesuai dengan hokum fick.

J= fluks per satuan luas

K= koefisien partisi obat dalam membrane dan pembawa

h = tebal membrane

D = koefisien difusi obat

Cs = konsentrasi obat dalam pembawa\

C = konsentrasi obat dalam medium reseptor

Factor yang mempengaruhi difusi zat melalui kuli

- Sifat fisiko kimia dari zat aktif (bobot molekul, kelarutan, koefisien

partisi)

- Karakteristik sediaan

- Karakteristik basis

- Zat-zat tambahan dalam sediaan

Zat tambahan yang perlu ditambahkan adalah zat untuk meningkatkan

penembusan zat aktif (penetrant enhancer), contohnya golongan

sulfoksid (DMSO), alcohol, asam lemak dan surfaktan.

Mekanisme peningkatan penetrasi tersebut dapat melalui beberapa jalur.

Kemungkinan pertama adalah melalui interaksi antara kepala polar lipid.

Enhancer yang bersifat hidrofilik akan menimbulkan gangguan pada kepala

polar lipid dan menginduksi gangguan susunan lipid, kemudian pada akhirnya

menyebabkan fasilitasi transpor obat hidrofilik. Gangguan kepala polar lipid

tersebut juga menimbulkan pengaruh terhadap bagian hidrofobik lipid dan

menyebabkan penataan ulang pada susunan lipid bilayer. Hal inilah yang

menyebabkan peningkatan penetrasi untuk obat lipofilik 

Kemungkinan lain adalah interaksi antara enhancer lipofilik dengan rantai

hidrokarbon lipid bilayer. Gangguan pada hidrokarbon lipid tersebut

menyebabkan terjadinya fluidisasi rantai hidrokarbon dan memfasilitasi

penetrasi obat lipofilik. Perubahan tersebut juga mempengaruhi susunan

kepala polar sehingga juga dapat meningkatkan penetrasi obat-obat hidrofilik.

Piroksikam

Piroksikam merupakan derivate-benzothiazin berkhasiat analgetik,

antipiretis, anti radang kuat bekerja lama (plasma-t1/2-nya rata-rata 50 jam).

Kompleksnya dengan betadex lebih cepat resorpsinya dari usus,

tetapindiperlambat oleh makanan.Obat ini sering digunakna, juga untuk nyeri

haid dan serangan encok (Tjay dan Rahardja, 2007 hal 334).

Dosis: oral, rectal dan intra muscular 1 dd 20 mg (d.c./p.c.),

dysmenorrea primer: 1 dd 40 mg selama 2 hari, lalau bila perlu 1 dd 20 mg.

pada serangan encok: permulaan 40 mg, lalu 2 dd 20 mg selama 4-6 hari (Tjay

dan Rahardja, 2007 hal 334)

Spektroforometri

Spektrofotometri merupakan salah satu cabang analisis instrumental

yang mempelajari interaksi anatara atom atau molekul dengan radiasi

elektromagnetik. Interaksi antara atom atau molekul dengan radiasi

elektromagnetik dapat berupa hamburan (scattering), absorpsi (absorption),

emisi (emission). Interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan atom atau

molekul yang berupa absorbsi melahirkan spektrofotometri absorpsi antara

lain spektrofotometri ultraviolet (UV), spektrofotometri sinar tampak (VIS),

spektofotometri infra merah (IR).

Prinsip dari spektrofotometri adalah electron-elektron pada ikatan di

dalam molekul menjadi tereksitasi sehingga menempati keadaan kuantum

yang lebih tinggi dan dalam proses menyerap sejumlah energy yang melewati

larutan tersebut. Semakin longgar electron tersebut ditahan di dalam ikatan

molekul, semakin panjang panjang gelombang (energy lebih rendah) radiasi

yang diserap (Watson, 2005. Hal 105)

Spektrofotometri uv-vis mengacu pada hukum Lambert-Beer. Apabila

cahaya monokromatik melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya

tersebut akan diserap, sebagian dipantulkan dan sebagian lagi akan

dipancarkan. (Watson, 2005. Hal 110)

Penerapan dalam analisis farmasi: (Watson, 2005. Hal 105-106)

- Metode yang kuat dan terandalkan untuk kuantifikasi obat-obat dalam

formulasi yang tidak ada interferensi dari eksipien.

- Penentuan nilai pKa beberapa obat

- Penentu koefisien partisi dalam kelarutan obat.

- Digunakan untuk menentukan pelepasan obat dari formulasi seiiring

waktu, misalnya dalam uji disolusi.

- Dapat digunakan untuk memantau kinetika reaksi penguraian obat.

- Spectrum UV suatu obat sering digunkan sebgai salah satu dari

sejumlah pemeriksaan identitas pada farmakope.

Kelebihan: (Watson, 2005. Hal 106)

- Metode yang mudah digunakan, murah, dan terandalkan memberikan

presisi yang baik untuk melakukan pengukuran kuantitatif obat-obat

dalam formulasi.

- Metode rutin untik menentukan beberapa sifat fisikokimia obat, yang

harus diketahui untuk tujuan formulasi.

- Beberapa masalah pada metode dasar dapat dipecahkan dengan

penggunaan spectrum derivative.

Kekurangan: (Watson, 2005. Hal 106)

- Selektivitasnya sedang. Selektivitas metode ini tergantung pada

kromofor masing-masing obat, misalnya suatu obat yang diwarnai

dengan kromofor yang diperpanjang lebih khas daripada obat dengan

kromofor cincin benzene sederhana.

- Tidak mudah diterapkan pada analisis campuran.

Kurva kalibrasi digunakan untuk: (Watson, 2005. Hal 112)

- Untuk mengurangi atau menghilangkan kesalahan akibat dari galat alat

(noise)

- Digunakan senyawa murni pada beberapa konsentrasi

- Rentang konsentrasi melingkupi konsentrasi sampel.

- Berdasar pada persamaan Regresi Linier

III. Alat dan Bahan

- Alat :

1. Spektrofotometer UV

2. Jam / pengukur waktu

3. Neraca analitik

4. Kalkulator

5. Spatula

6. Gelas kimia

7. Alat uji difusi

8. Spuit

9. Spin bar / stirring bar

- Bahan :

1. Gel piroksikam

2. Aquadest

3. Larutan piroksikam/ ketoprofen 5 ppm

4. Dapar fosfat pH 7,4

5. Membran (kulit ular)

6. Larutan piroksikam/ ketoprofen 2 – 14 ppm

IV. Prosedur

Pembuatan dapar fosfat pH 7,4

1. Diambil KH2PO4 sebanyak 50 ml

2. Diambil NaOH sebanyak 39, 1 ml

3. Dicampurkan keduanya

4. Ditambahkan aquadest sampai 200 ml

5. Dicek pH dapar sampai 7,4

Pengujian difusi in vitro

1. Ditentukan panjang gelombang maksimum piroksikam/ ketoprofen

dengan dibuat larutan piroksikam/ ketoprofen dengan konsentrasi 5

ppm dalam dapar fosfat pH 7,4

2. Dibuat kurva kalibrasi piroksikam/ ketoprofen dengan dibuat larutan

dengan konsentrasi 2 – 14 ppm. Diukur serapannya pada panjang

gelombang maksimum yang telah ditentukan sebelumnya

3. Dimasukkan aquadest ke alat uji difusi melalui pipa yang kecil

4. Dimasukkan dapar fosfat pH 7,4 sebanyak 13 ml ke alat uji difusi

melalui pipa yang besar

5. Dimasukkan stirring bar ke alat uji difusi

6. Dipotong kulit ular 1x1 cm2

7. Direndam dan dicuci membran (kulit ular) dalam larutan dapar fosfat

pH 7,4

8. Setelah direndam dan dicuci, membran (kulit ular) dikeluarkan

9. Dipanaskan alat uji difusi pada suhu 60ºC di atas penangas air

10. Diukur suhu aquadest pada alat uji difusi sampai 37ºC

11. Setelah 37ºC, maka diturunkan suhu penangas air menjadi 45ºC

12. Ditimbang 2 gram sediaan gel piroksikam

13. Dioleskan secara merata ke permukaan kulit ular sebanyak 2 gram

sediaan gel piroksikam

14. Dijepit kulit ular di alat uji difusi

15. Dilakukan pengujian selama 2 jam (120 menit)

16. Cuplikan diambil dengan digunakan spuit 2ml dan setiap pengambilan

selalu diganti dengan dapar fosfat pH 7,4

17. Cuplikan diambil dengan selang waktu 15 menit, 30 menit, 60 menit,

90 menit, dan 120 menit

18. Sampel diukur serapannya dengan spektrofotometer UV pada panjang

gelombang maksimum

19. Ditentukan kadar zat terdifusi setiap interval waktu pengujian

20. Dilakukan perhitungan faktor koreksi

21. Dibuat grafik difusi piroksikam/ ketoprofen gel yang menghubungkan

antara berat piroksikam/ ketoprofen terdifusi per luas membran (mg/

cm2) dengan waktu

V. Hasil pengamatan dan Perhitungan

Pembuatan Dafar Fospat 7,4

KH2PO4 0,2 M– Mr = 138,06

NaOH 0,2 N – Mr = 40

KH2PO4 50 ml

NaOH 39,1 ml

ad 200 ml aquadest kemudian cek pH 7,4

KH2PO4 1L

M = x

0,2 = x

= 27,612 gr

NaOH 1L

N = x

0,2 = x

= 0,2 X 40 = 8 gr

STOK

1000 ppm didalam 25 ml dapar1000 ppm = 1000 µg/ml 0,1 mg/ml = 25 mg / 25 ml dapar posfat 7,4

Waktu/ menit Absorbansi15 0,026 Abs30 0,024 Abs

60 0,024 Abs90 0,024 Abs120 0,023 Abs

Persamaan Linear dari Kurva Baku

Y = bx + a

Y = 0,0494x + 0,0438

R2 = 0,9935

X15 Y = 0,026

Y = 0,0494x + 0,0438

0,026 = 0,0494x + 0,0438

X15 =

= -0,36 µg/ml

X30 Y = 0,024

Y = 0,0494x + 0,0438

0,024 = 0,0494x + 0,0438

X30 =

= -0,40 µg/ml

X60 Y = 0,024

Y = 0,0494x + 0,0438

0,024 = 0,0494x + 0,0438

X60 =

= -0,40 µg/ml

X90 Y = 0,024

Y = 0,0494x + 0,0438

0,024 = 0,0494x + 0,0438

X90 =

= -0,40 µg/ml

X120 Y = 0,023

Y = 0,0494x + 0,0438

0,023 = 0,0494x + 0,0438

X120 =

= -0,42 µg/ml

Konsentrasi

X15 - 0,36 µg/ml x 13 ml = - 4,68 µg

X30 - 0,40 µg/ml x 13 ml = - 5,2 µg

X60 - 0,40 µg/ml x 13 ml = - 5,2 µg

X90 - 0,40 µg/ml x 13 ml = - 5,2 µg

X120 - 0,42 µg/ml x 13 ml = - 5,46 µg

Faktor Koreksi

X‘15 = x15

= -4,68 µg

X’30 = X30 + + x15

= - 5,2 µg + + (-4,68)

= -9,73 µg

X’60= X60 + + X30 + X15

= 5,2 µg + +(-5,2 +(-4,68))

= -14,96 µg

X’90= X90 + +X60 + X30 + X15

= 5,2 µg + + (-5,2) +(-5,2) + (-4,68))

= -20,13µg

X’120= X120 + +X90 + X60 + X30 + X15

= 5,2 µg + + (-5,2) + (-5,2) +(-5,2) + (-4,68))

= -25,59 µg

Sumbu Y

X15 - 4,68 µg : 1000 = - 0,0047 mg

X30 -9,73 µg : 1000 = -0,0097 mg

X60 -14,96µg : 1000 = -0,015 mg

X90 -20,13 µg : 1000 = -0,020 mg

X120 -25,59 µg : 1000 = -0,026 mg

Luas membran π r2

= 3,14 x 1,252

= 4,19 cm2

Y15 =

= - 9,59 x 10-4 mg / cm2

Y3 0 =

= - 1,98 x 10-4 mg / cm2

Y60 =

= - 3,06 x 10-4 mg / cm2

Y90 =

= - 4,08 x 10-3 mg / cm2

= 0,4 x 10-4 mg / cm2

Y120 =

= - 5,31 x 10-3 mg / cm2

= 0,5 x 10-4 mg / cm2

Gambar 1. Kurva hubungan antara berat piroksikam terdifusi persatuan membran dengan waktu

VI. Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan untuk untuk mengukur

konsentrasi obat yang terdifusi kedalam kulit dan mengetahui konsentrasi obat

terhadap waktu yang dilakukan secara invitro dengan melihat jumlah obat yang

terdifusi pada luas membran terhadap waktu. Pengujian difusi in vitro dilakukan

untuk pengujian pada sediaan transdermal.

Pemberian secara transdermal menghasilkan pelepasan obat ke tubuh

melalui kulit (Shargel, 1988). Rute pemberian obat secara transdermal

memberikan beberapa keuntungan, diantaranya, mengurangi metabolisme lintas

pertama obat (first pass effect), tidak mengalami degradasi gastrointestinal,

penghantaran obat jangka panjang, dan penghantaran terkontrol. Akan tetapi,

hanya sedikit molekul obat yang dapat diformulasikan ke dalam patch transdermal

dikarenakan permeabilitas kulit yang rendah.

Pengujian dilakukan dengan menggunakan gel Pirofel® yang mengandung

piroksikam 5mg/ml. Piroksikam merupakan salah satu OAINS (Obat Anti

Inflamasi Non Steroid dengan struktur oksikam. Secara luas digunakan sebagai

analgetik dan antiinflamasi pada rematik arthritis, osteoarthritis. Piroksikam

menyebabkan efek samping di saluran cerna dan ulkus peptic bila diberikan secara

oral. Sediaan transdermal dibuat untuk menghindari efek samping di saluran

cerna. Peroksikam merupakan senyawa yang poten dengan dosis 20 mg sehari.

Salah satu bentuk sediaan yang diberikan melalui kulit adalah dalam

bentuk gel, dimana gel merupakan sistem semi padat terdiri dari suspensi yang

dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang  besar, yang

terpenetrasi oleh suatu cairan.

Dimana dilakukan pada rentang waktu 15; 30; 60; 90; 120 menit. Proses

Studi difusi in vitro obat dapat dilakukan dengan menggunakan metode difusi

dalam gel dan difusi melalui membran. Namun yang kami lakukan di

laboratorium menggunakan pengujian difusi melalui membrane kulit ular.

Digunakan kulit ular karena kulit ular memiliki struktur stratum korneum hampir

sama dengan manusia. Stratum korneum, merupakan suatu barier penetrasi obat

ke dalam tubuh. Kebanyakan senyawa obat tidak memiliki kemampuan melewati

stratum korneum, sehingga diperlukan peningkatan profil penetrasi perkutan obat.

Pengaturan dan peningkatan penetrasi perkutan obat dapat dilakukan dengan zat

peningkat penetrasi (metode kimia). Zat peningkat penetrasi merupakan molekul

yang dapat menurunkan kemampuan barier dari stratum korneum melalui reaksi

dengan komponen penyusun stratum korneum seperti lipid, protein dan keratin.

Adapun syarat-syarat zat peningkat penetrasi antara lain yaitu tidak mempunyai

efek farmakologi, tidak meyebabkan iritasi alergi atau toksik, dapat bercampur

secara fisika dan kimia dengan banyak zat, dan dapat dibuat dalam berbagai

sediaan (Agoes, 1993).

Peningkat penetrasi yang ditambahkan pada pengujian ini adalah

propilenglikol. Propilenglikol dalam sediaan farmasi berfungsi sebagai humektan,

pelarut, pelicin, dan sebagai penghambat fermentasi dan pertumbuhan jamur,

desinfektan, dan untuk meningkatkan kelarutan (Weller., et al, 1994). Selain itu

juga penambahan propilenglikol pada sediaan topikal juga dapat meningkatkan

laju difusi (Agoes dkk, 1983). Serta propilenglikol memenuhi semua persyaratan

zat peningkat penentrasi.

Mekanisme difusi terjadi saat piroksikam di dalam gel (konsentrasi lebih

besar) menembus membran kulit ular (konsentrasi lebih kecil) yang dihubungkan

dengan jumlah piroksikam yang terpenetrasi per satuan luas membran terhadap

waktu (hukum fick).

Pada pengujian suhu diatur hingga 370C, pengkondisian suhu tersebut

dilakukan agar uji sesuai dengan suhu tubuh orang normal. Selain itu digunakan

dapar fosfat 7,4 sebagai pelarut yang bertujuan untuk mengkondisikan cairan

seperti pH tubuh normal, yaitu tubuh manusia normal mempunyai kisaran pH 7,35

sampai 7,45. Pembuatan pH dapar dapat dilakukan dengan mencampurkan

KH2PO4 27,6 gram dan NaOH 8 garam dalam air 1 liter (perhitungan lengkap

terlampir di atas). Setelah itu pH diukur dengan pH meter sampai tercapai pH 7,4.

Pengkondisian pH dan suhu sesuai dengan pH dan suhu manusia normal

dimaksudkan untuk menghasilkan nilai pengukuran yang mendekati atau sama

dengan bila pengujian dilakukan langsung terhadap tubuh manusia.

Pada pengujian uji in vitro pada kulit ular, sampel diukur dengan

menggunakan spekrtofotometer uv 354 nm. Menggunakan spektrofotometri

karena piroksikam memiliki kromofor yaitu ikatan atau gugus fungsi spesifik

dalam molekul yang bertanggung jawab atas penyerapan cahaya pada panjang

gelombang tertentu. Kromofor ini dapat ditandai dengan adanya ikatan rangkap

terkonjugasi, gugus karbonil dan atau gugus anorganik.

Hasil yang didapat pada tiap waktu yaitu 15 menit= 0,026abs; 30 menit=

0,024 abs; 60 menit= 0,024 abs; 90 menit= 0,024 abs; 120 menit= 0,023 abs.

Absorbansi yang dihasilkan tidak memenuhi syarat karena absorbansi yang baik

pada rentang 0,2-0,8. Bila lebih kecil 0,2 dan lebih besar dari 0,8 tingkat

kesalahan akan semakin besar.

Setelah itu dilakukan perhitungan konsentrasi piroksikam dengan cara

memasukkan nilai absorbansi yang didapat ke dalam persamaan kurva kalibrasi

yang sebelumnya sudah dihitung. Konsentrasi yang didapat adalah bukan nilai

yang sebenarnya sehingga harus dilakukan perhitungan faktor koreksi untuk

mendapatkan konsentrasi yang sebenarnya. Selanjutnya hasil faktor koreksi

dikalikan dengan 1000 yang merupakan nilai konversi dari µg ke mg.

Hasil dari konversi dibagi dengan luas membrane sehingga didapat

konsentrasi per satuan luas. Namun hasil perhitungan yang kami peroleh bernilai

negative (-). Hal ini tidak sesuai yang seharusnya yaitu (positif). Hasil yang

bernilai negative ini kemungkinan terjadi karena beberapa hal, yaitu dapar fosfat

yang tidak fresh (baru dibuat). Dapar fosfat yang digunakan dibuat beberapa hari

sebelum praktikum dilakukan sehingga kemungkinan sudah terjadi penurunan pH

dari dapar tersebut.

Selain dapar fosfat yang tidak fresh, yaitu karena kulit ular yang kelompok

kami gunakan terlalu tebal. Kulit ular yang kami gunakan adalah kulit bagian

punggung, Kulit bagian ini lebih tebal daripada kulit bagian perut. Hal ini sesuai

dengan hukum fick yang menyatakan tebal membrane (h) berbanding terbalik

dengan fluks per satuan luas (J). Maka semakin tebal membrane semakin banyak

waktu yang dibutuhkan untuk berdifusi melewati kulit.

Selain kedua hal tersebut kemungkinan yang menyebabkan hasil

perhitungan negatif karena kurva kalibrasi tidak dilakukan di kondisi yang sama.

Maksud suasana yang sama adalah pelarut yang sama, membran yang sama.

Sehingga akan terjadi perbedaan kondisi, yang menyebabkan terjadinya tingkat

kesalahan yang semakin besar (Day dan Underwood).

Setelah didapat hasil lalu dibuat grafik antara berat piroksikam terdifusi

per satuan luas membrane dengan waktu. Namun hasil grafik tidak bagus karena

konsentrasi piroksikam bernilai negatif dan terjadi kesalahan pada waktu 60 menit

yang seharusnya berat piroksikam lebih besar dari menit ke 30. Seharusnya grafik

yang dihasilkan semakin lama waktu piroksikam yang terdifusi per satuan waktu

semakin meningkat (Shargel, 1988).

VII. Kesimpulan

- Pirosikam merupakan obat yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi

sediaan transdermal, namun pada formulasinya perlu ditambahkan

enchancer (peningkat penetrasi) agar permeasi ke dalam kulitnya lebih

baik.

- Propilen glikol dapat meningkatkan permeasi piroksikam ke dalam kulit

khususnya stratum korneum.

- Pada uji in vitro perlu dilakukan pengaturan kondisi agar menyerupai

kondisi tubuh yang sebenarnya (misalnya struktur membrane, suhu dan

pH).

VIII. Daftar Pustaka

Agoes G, Darijanto S.T. 1993. Teknologi Farmasi Likuida dan Semi

Solida. Pusat Antar Universitas Bidang Ilmu Hayati ITB. Bandung.

Agoes, G,et.al. 1986. Penelitian Difusi Asam Salisilat dan Kloramfenikol

dari Sediaan Semisolida dengan Pembawa Vaselin, Campuran Vaselin

Propilenglikol dan Vaselin Lemak Bulu Domba secara In vitro. Acta

Pharmaceutica IX(3). Bandung. ITB.

Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat. ITB. Bandung.

Shargel, Andrew. 1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan.

Edisi Kedua. Penerbit : Airlangga University-Press. Surabaya.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardjan.2007.Obat-obat Penting. Penerbit

PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta.

Underwood, A. L. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keempat.

Penerbit Erlangga. Jakarta.

Watson, David.G . 2009. Analisis Farmasi edisi 2. EGC. Jakarta.

Weller P.J., Rowe R.C. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients.

Fourth Edition. London : The Pharmaceutical Press.