tugas akhir k3 jiwo

43
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan tempat kerja yang unik dan kompleks untuk menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi rumah sakit tersebut, maka akan semakin komplek peralatan dan fasilitas yang dibutuhkan. Kerumitan tersebut menyebabkan rumah sakit mempunyai potensi bahaya yang sangat besar, tidak hanya bagi pasien dan tenaga medis, tetapi juga pengunjung rumah sakit. Risiko bahaya dalam kegiatan rumah sakit dalam aspek kesehatan kerja, antara lain berasal dari sarana kegiatan di poliklinik, bangsal, laboratorium, kamar rontgent, dapur, laundry, ruang medical record, lift (eskalator), generator-set, penyalur petir, alat-alat kedokteran, pesawat uap atau bejana dengan tekanan, instalasi peralatan listrik, instalasi proteksi kebakaran, air limbah, sampah medis, dan sebagainya. Dalam GBHN 1993, ditegaskan bahwa perlindungan tenaga kerja meliputi hak Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), serta jaminan sosial tenaga kerja yang mencakup jaminan hari tua, jaminan pemeliharaan kesehatan, Upaya pembinaan K3RS dirasakan semakin mendesak mengingat adanya beberapa perkembangan. Perkembangan tersebut antara lain dengan makin meningkatnya 1

Upload: xerwane

Post on 24-Sep-2015

50 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ASDASD

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangRumah sakit merupakan tempat kerja yang unik dan kompleks untuk menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi rumah sakit tersebut, maka akan semakin komplek peralatan dan fasilitas yang dibutuhkan. Kerumitan tersebut menyebabkan rumah sakit mempunyai potensi bahaya yang sangat besar, tidak hanya bagi pasien dan tenaga medis, tetapi juga pengunjung rumah sakit. Risiko bahaya dalam kegiatan rumah sakit dalam aspek kesehatan kerja, antara lain berasal dari sarana kegiatan di poliklinik, bangsal, laboratorium, kamar rontgent, dapur, laundry, ruang medical record, lift (eskalator), generator-set, penyalur petir, alat-alat kedokteran, pesawat uap atau bejana dengan tekanan, instalasi peralatan listrik, instalasi proteksi kebakaran, air limbah, sampah medis, dan sebagainya. Dalam GBHN 1993, ditegaskan bahwa perlindungan tenaga kerja meliputi hak Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), serta jaminan sosial tenaga kerja yang mencakup jaminan hari tua, jaminan pemeliharaan kesehatan,Upaya pembinaan K3RS dirasakan semakin mendesak mengingat adanya beberapa perkembangan. Perkembangan tersebut antara lain dengan makin meningkatnya pendayagunaan obat atau alat dengan risiko bahaya kesehatan tertentu untuk tindakan diagnosis, terapi maupun rehabilitasi di sarana kesehatan. Terpaparnya tenaga kerja (tenaga medis, paramedis, dan nonmedis) di sarana kesehatan pada lingkungan tercemar bibit penyakit yang berasal dari penderita yang berobat atau dirawat, adanya transisi epidemiologi penyakit dan gangguan kesehatan.Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 RS perlu dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi pengelola maupun karyawan RS.

Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi. Oleh karena itu, sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS. Selain itu, agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi pengelola maupun karyawan RS.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah SakitDalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Maka Rumah Sakit (RS) juga termasuk dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS. Segala hal yang menyangkut penyelenggaraan K3 di rumah sakit diatur di dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 432 tentang Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit termasuk pengertian dan ruang lingkup kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit.a. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja1) Kesehatan Kerja Menurut WHO / ILO (1995)Kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental, dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan; dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya. Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan atau jabatannya.2) Kesehatan dan keselamatan kerjaUpaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.3) Konsep Dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit adalah upaya terpadu seluruh pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja, tempat kerja rumah sakit yang sehat, aman dan nyaman baik bagi pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit, maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar rumah sakit.b. Ruang Lingkup1) Prinsip, Kebijakan Pelaksanaan dan Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS)a) Prinsip K3RSAgar Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) dapat dipahami secara utuh, perlu diketahui pengertian 3 komponen yang saling berinteraksi, yaitu :(1) Kapasitas kerja adalah status kesehtan kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima setiap pekerja agar dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.(2) Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus ditanggung oleh pekerja dalam melaksankan tugasnya.(3) Lingkungan kerja adalah lingkungan terdekat dari seorang pekerjab) Program K3RSProgram K3 di rumah sakit bertujuan untuk melindungi keselamatan dan kesehatan serta meningkatkan produktifitas pekerja, melindungi keselamatan pasien, pengunjung, dan masyarakat serta lingkungan sekitar Rumah Sakit. Kinerja setiap petugas petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen yaitu kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja. Program K3RS yang harus diterapkan adalah :(1) Pengembangan kebijakan K3RS(2) Pembudayaan perilaku K3RS(3) Pengembangan Sumber Daya Manusia K3RS(4) Pengembangan Pedoman dan Standard Operational Procedure (SOP) K3RS(5) Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja(6) Pelayanan kesehatan kerja(7) Pelayanan keselamatan kerja(8) Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah padat, cair, gas(9) Pengelolaan jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya(10) Pengembangan manajemen tanggap darurat(11) Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan kegiatan K3(12) Review program tahunanc) Kebijakan pelaksanaan K3Rumah sakit merupakan tempat kerja yang padat karya, pakar, modal, dan teknologi, namun keberadaan rumah sakit juga memiliki dampak negatif terhadap timbulnya penyakit dan kecelakaan akibat kerja, bila rumah sakit tersebut tidak melaksanakan prosedur K3. Oleh sebab itu perlu dilaksanakan kebijakan sebagai berikut :(1) Membuat kebijakan tertulis dari pimpinan rumah sakit(2) Menyediakan Organisasi K3 di Rumah Sakit sesuai dengan Kepmenkes Nomor 432/Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit(3) Melakukan sosialisasi K3 di rumah sakit pada seluruh jajaran rumah sakit(4) Membudayakan perilaku k3 di rumah sakit(5) Meningkatkan SDM yang professional dalam bidang K3 di masing-masing unit kerja di rumah sakit(6) Meningkatkan Sistem Informasi K3 di rumah sakit 2) Standar Pelayanan K3 di Rumah SakitPelayanan K3RS harus dilaksanakan secara terpadu melibatkan berbagai komponen yang ada di rumah sakit. Pelayanan K3 di rumah sakit sampai saat ini dirasakan belum maksimal. Hal ini dikarenakan masih banyak rumah sakit yang belum menerapkan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan kerja (SMK3).a) Standar Pelayanan Kesehatan Kerja di Rumah SakitSetiap Rumah Sakit wajib melaksanakan pelayanan kesehatan kerja seperti tercantum pada pasal 23 UU kesehatan no.36 tahun 2009 dan peraturan Menteri tenaga kerja dan Transmigrasi RI No.03/men/1982 tentang pelayanan kesehatan kerja. Adapun bentuk pelayanan kesehatan kerja yang perlu dilakukan, sebagai berikut :(1) Melakukan pemeriksaan kesehatan sebekum kerja bagi pekerja(2) Melakukan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang kesehatan kerja dan memberikan bantuan kepada pekerja di rumah sakit dalam penyesuaian diri baik fisik maupun mental terhadap pekerjanya.(3) Melakukan pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus sesuai dengan pajanan di rumah sakit(4) Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik pekerja(5) Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi pekerja yang menderita sakit(6) Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada pekerja rumah sakit yang akan pension atau pindah kerja(7) Melakukan koordinasi dengan tim Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi mengenai penularan infeksi terhadap pekerja dan pasien(8) Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja(9) Melaksanakan pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang berkaitan dengan kesehatan kerja (Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, psikososial, dan ergonomi)(10) Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan kesehatan kerja yang disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit dan Unit teknis terkait di wilayah kerja Rumah Sakit

b) Standar pelayanan Keselamatan kerja di Rumah SakitPada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat dengan sarana, prasarana, dan peralatan kerja. Bentuk pelayanan keselamatan kerja yang dilakukan :(1) Pembinaan dan pengawasan keselamatan/keamanan sarana, prasarana, dan peralatan kesehatan(2) Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap pekerja(3) Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja(4) Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitair(5) Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja(6) Pelatihan/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua pekerja(7) Member rekomendasi/masukan mengenai perencanaan, pembuatan tempat kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya terkait keselamatan/keamanan(8) Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya(9) Pembinaan dan pengawasan Manajemen Sistem Penanggulangan Kebakaran (MSPK)(10) Membuat evaluasi, pencatatan, dan pelaporan kegiatan pelayanan keselamatan kerja yang disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit dan Unit teknis terkait di wilayah kerja kerja Rumah Sakit3) Standar K3 Sarana, Prasarana, dan Peralatan di Rumah SakitSarana didefinisikan sebagai segala sesuatu benda fisik yang dapat tervisualisasi oleh mata maupun teraba panca indera dan dengan mudah dapat dikenali oleh pasien dan umumnya merupakan bagian dari suatu bangunan gedung (pintu, lantai, dinding, tiang, kolong gedung, jendela) ataupun bangunan itu sendiri. Sedangakan prasarana adalah seluruh jaringan/instansi yang membuat suatu sarana bisa berfungsi sesuai dengan tujuan yang diharapkan, antara lain : instalasi air bersih dan air kotor, instalasi listrik, gas medis, komunikasi, dan pengkondisian udara, dan lain-lain.

4) Pengelolaan Jasa dan Barang BerbahayaBarang Berbahaya dan Beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.a) Kategori B3Memancarkan radiasi, Mudah meledak, Mudah menyala atau terbakar, Oksidator, Racun, Korosif, Karsinogenik, Iritasi, Teratogenik, Mutagenic, Arus listrik.b) Prinsip dasar pencegahan dan pengendalian B3(1) Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk mengenal ciri-ciri dan karakteristiknya.(2) Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang diperlukan sesuai sifat dan karakteristik dari bahan atau instalasi yang ditangani sekaligus memprediksi risiko yang mungkin terjadi apabila kecelakaan terjadi(3) Pengendalian sebagai alternatif berdasarkan identifikasi dan evaluasi yang dilakukan meliputi pengendalian operasional, pengendalian organisasi administrasi, inspeksi dan pemeliharaan sarana prosedur dan proses kerja yang aman, pembatasan keberadaan B3 di tempat kerja sesuai jumlah ambang.(4) Untuk mengurangi resiko karena penanganan bahan berbahayac) Pengadaan Jasa dan Bahan BerbahayaRumah sakit harus melakukan seleksi rekanan berdasarkan barang yang diperlukan. Rekanan yang akan diseleksi diminta memberikan proposal berikut company profile. Informasi yang diperlukan menyangkut spesifikasi lengkap dari material atau produk, kapabilitas rekanan, harga, pelayanan, persyaratan K3 dan lingkungan serta informasi lain yang dibutuhkan oleh rumah sakit. Setiap unit kerja/instalasi/satker yang menggunakan, menyimpan, mengelola B3 harus menginformasikan kepada instalasi logistic sebagai unit pengadaan barang setiap kali mengajukan permintaan bahwa barang yang diminta termasuk jenis B3. Untuk memudahkan melakukan proses seleksi, dibuat form seleksi yang memuat kriteria wajib yang harus dipenuhi oleh rekanan serta sistem penilaian untuk masing-masing criteria yang ditentukan.5) Standar SDM K3 di Rumah SakitKriteria tenaga K3a) Rumah Sakit Kelas A(1) S3/S2 K3 minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS(2) S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS(3) Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi (SpOk) dan S2 Kedokteran Okupasi minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS(4) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 2 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS(5) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS(6) Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal) yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS(7) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS minimal 2 orang(8) Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang(9) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 2 orang

b) Rumah Sakit Kelas B(1) S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS(2) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS(3) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS(4) Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal) yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang(5) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang(6) Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang(7) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orangc) Rumah Sakit kelas C(1) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS(2) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS(3) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang(4) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang

6) Pembinaan, Pengawasan, Pencatatan, dan Pelaporana) Pembinaan dan pengawasanPembinaan dan pengawasan dilakukan melalui sistem berjenjang. Pembinaan dan pengawasan tertinggi dilakukan oleh Departemen Kesehatan. Pembinaan dapat dilaksanakan antara lain dengan melalui pelatihan, penyuluhan, bimbingan teknis, dan temu konsultasi.Pengawasan pelaksanaan Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di rumah sakit dibedakan dalam dua macam, yakni pengawasan internal, yang dilakukan oleh pimpinan langsung rumah sakit yang bersangkutan, dan pengawasan eksternal, yang dilakukan oleh Menteri kesehatan dan Dinas Kesehatan setempat, sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing.b) Pencatatan dan pelaporanPencatatan dan pelaporan adalah pendokumentasian kegiatan K3 secara tertulis dari masing-masing unit kerja rumah sakit dan kegiatan K3RS secara keseluruhan yang dilakukan oleh organisasi K3RS, yang dikumpulkan dan dilaporkan /diinformasikan oleh organisasi K3RS, ke Direktur Rumah Sakit dan unit teknis terkait di wilayah Rumah Sakit. Tujuan kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan k3 adalah menghimpun dan menyediakan data dan informasi kegiatan K3, mendokumentasikan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan K3; mencatat dan melaporkan setiap kejadian/kasus K3, dan menyusun dan melaksanakan pelaporan kegiatan K3.Pelaporan terdiri dari; pelaporan berkala (bulanan, semester, dan tahunan) dilakukan sesuai dengan jadual yang telah ditetapkan dan pelaporan sesaat/insidentil, yaitu pelaporan yang dilakukan sewaktu-waktu pada saat kejadian atau terjadi kasus yang berkaitan dengan K3. Sasaran kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan k3 adalah mencatat dan melaporkan pelaksanaan seluruh kegiatan K3, yang tercakup di dalam :(1) Program K3, termasuk penanggulangan kebakaran dan kesehatan lingkungan rumah sakit.(2) Kejadian/kasus yang berkaitan dengan K3 serta upaya penanggulangan dan tindak lanjutnya.

2.2 Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakita. Pengertian Manajemen K3 RSManajemen K3 RS merupakan upaya terpadu dari seluruh SDM RS, pasien, serta pengunjung atau pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja RS yang sehat, aman dan nyaman termasuk pemukiman masyarakat sekitarnya.b. Sistem Manajemen K3 RSSMK3 adalah bagian dari sistem manajemen yang meliputi: struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, prosedur, sumber daya, dan tanggungjawab organisasi. Tujuan dari SMK3 RS adalah menciptakan tempat kerja yang aman dan sehat supaya tenaga kerja produktif disamping dalam rangka akreditasi rumah sakit itu sendiri. Prinsip yang digunakan dalam SMK3 adalah AREC (Anticipation, Recognition, Evaluation dan Control) dari metode kerja, pekerjaan dan lingkungan kerja.c. Langkah manajemen:1) Komitmen dan KebijakanKomitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan RS. Manajemen RS mengidentifikasi dan menyediakan semua sumber daya esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk terlaksananya program K3 di RS.Kebijakan K3 di RS diwujudkan dalam bentuk wadah K3 RS dalam struktur organisasi RS. Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3 RS, perlu disusun strategi antara lain :a) Advokasi sosialisasi program K3 RS.b) Menetapkan tujuan yang jelas.c) Organisasi dan penugasan yang jelas.d) Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 RS pada setiap unit kerja di lingkungan RS.e) Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncakf) Kajian risiko (risk assessment) secara kualitatif dan kuantitatifg) Membuat program kerja K3 RS yang mengutamakan upaya peningkatan dan pencegahan.h) Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.2) PerencanaanRS harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan meliputi:a) Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko. Identifikasi sumber bahaya yang ada di RS berguna untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan PAK (penyakit akibat kerja). Sedangkan penilaian faktor risiko merupakan proses untuk menentukan ada tidaknya risiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan.Pengendalian faktor risiko di RS dilaksanakan melalui 4 tingkatan yakni menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan sarana atau peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah bahkan tidak ada risiko sama sekali, administrasi, dan alat pelindung pribadi (APP).b) Membuat peraturan. Peraturan yang dibuat tersebut merupakan Standar Operasional Prosedur yang harus dilaksanakan, dievaluasi, diperbaharui, serta harus dikomunikasikan dan disosialisasikan kepada karyawan dan pihak yang terkait.c) Menentukan tujuan (sasaran dan jangka waktu pencapaian)d) Indikator kinerja yang harus diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 dan sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 RS.e) Program K3 ditetapkan, dilaksanakan, dimonitoring, dievaluasi dan dicatat serta dilaporkan.

3) PengorganisasianPelaksanaan K3 di RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakkan disiplin. a) Tugas pokok unit pelaksana K3 RS1) Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur RS mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan K3.2) Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan prosedur.3) Membuat program K3 RSb) Fungsi unit pelaksana K3 RS1) Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta permasalahan yang berhubungan dengan K3.2) Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3, pelatihan dan penelitian K3 di RS.3) Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3.4) Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif.5) Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS.6) Memberi nasehat tentang manajemen k3 di tempat kerja, kontrol bahaya, mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan.7) Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai kegiatannya.8) Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru, pembangunan gedung dan proses.

2.3 Struktur Organisasi K3 di RSBerdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 432 tahun 2007 bahwa Organisasi K3 berada 1 tingkat di bawah direktur, bukan kerja rangkap dan merupakan unit organisasi yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur RS. Hal ini dikarenakan organisasi K3 RS berkaitan langsung dengan regulasi, kebijakan, biaya, logistik dan SDM di rumah sakit. Nama organisasinya adalah unit pelaksana K3 RS, yang dibantu oleh unit K3 yang beranggotakan seluruh unit kerja di RS. Keanggotaan:a. Unit pelaksana K3 RS beranggotakan unsur-unsur dari petugas dan jajaran direksi RS. Akan sangat efektif bila ada yang berlatarbelakang pendidikan K3.b. Unit pelaksana K3 RS terdiri dari sekurang-kurangnya ketua, sekretaris dan anggota. Pelaksanaan tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris serta anggota.c. Ketua unit pelaksana K3 RS sebaiknya adalah salah satu manajemen tertinggi di RS atau sekurang-kurangnya manajemen dibawah langsung direktur RS.d. Sedang sekretaris unit pelaksana K3 RS adalah seorang tenaga profesional K3 RS, yaitu manajer K3 RS atau ahli K3 (berlatarbelakang pendidikan K3).

2.4 Dasar Hukum Manajemen Hiperkes dan Keselamatan Kerja di Rumah SakitBeberapa standar hukum yang digunakan sebagai landasan pelaksanaan manajemen hyperkes dan keselamatan kerja di rumah sakit antara lain;1. Undang-Undang No 14/1969 tentang Ketentuan Pokok Tenaga Kerja.2. Undang-Undang No 1/1970 tentang Keselamatan Kerja.3. Undang-Undang No 23/1992 tentang Kesehatan.4. Permenkes RI No 986/92 dan Kep Dirjen PPM dan PLP No HK.00.06.6.598 tentang Kesehatan Lingkungan RS.5. Permenkes RI No 472/Menkes/Per/V/96 tentang pengamanan bahan berbahaya bagi kesehatan.6. Kepmenkes, No. 261/MENKES/SK/II/1998 dan Kep Dirjen PPM dan PLP No HK. 00.06.6.82 tentang Petunjuk Tehnis Pelaksanaan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja.7. Kepmenkes No. 1335/MENKES/SK/X/2002 tentang Standar Operasional Pengambilan dan Pengukuran Sampel Kualitas Udara Ruang RS.Pengorganisasian K3 di rumah sakit berdasarkan atas;1. Surat edaran Direktur Jenderal Pelayanan Medik No.00.06.6.4.01497 tanggal 24 Februari 1995 tentang PK3-RS.2. Optimalisasi fungsi PK3-RS dalam pengelolaan K3 RS.3. Akreditasi RS.4. Audit manajemen K3 RS.5. SK MenKes No 351/MenKes/SK/III/2003 tanggal 17 Maret 2003 tentang Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Sektor Kesehatan.6. SKB No. 147 A/Yanmed/Insmed/II/1992 Kep. 44/BW/92 tentang Pelaksanaan Pembinaan K3 Berbagai Peralatan Berat Nonmedik di Lingkungan RS Salah satu contoh struktur organisasi rumah sakit BUMN yang telah mencantumkan manajemen hiperkes dan Keselamatan Kerja RS, yang diimplementasikan kedalam sistem manajemen sanitasi rumah sakit dan pengendalian infeksi nosokomial serta manajemen keselamatan kerja

BAB IIIISI DAN PEMBAHASAN

3.1 Identifikasi Bahaya Potensial (Hazard) di Rawat Inap RS x

NoJenis HazardAdaTidak AdaKeterangan

A. FISIK :

1.BisingAda : Bila lokasi bangsal berdekatan dengan laundry, dapur, incenerator (IPAL) dan genset.

2.GetaranAda : Bila lokasi bangsal berdekatan dengan laundry, incenerator (IPAL) dan genset.

3.DebuAda : Bila bangsal berdekatan dengan bengkel IPS RS, gudang dan unit-unit lain yang menghasilkan debu.

4.PanasAda : Bila bangsal berdekatan dengan dapur, incenerator dan genset.

5.RadiasiHanya di ruang radiologi (Rontgen). Petugas Yang beresiko : Radiografer, dokter radiologi dan petugas lain yang bertugas di ruang radiologi.

B. KIMIA :

1.Disinfektan Desinfektan : Alkohol, H2O2, Cairan Betadine dan lain-lain.

2.CytotoxicsCytotoxic : Zat atau bahan yang bisa bersifat racun dan merusak sel.

d.SolventsCairan pembersih lantai, bisa teradapat di semua area RS. Yang beresiko : Cleaning Service, Perawat dan petugas lainnya.

C. BIOLOGIK :

1.Virus : HIV, Hepatitis, Cytomegalovirus, Rubella, Herpes dan Influensa

2.Bakteri : TBC, Pneumonia dan lain-lainBangsal infeksius

3Cytomegalovirus, RubellaPerawat, dokter yangbekerja di bagian Ibu dananak

3.Jamur : Tinea, PVC dan dermatolgis lainBangsal infeksius

4.Investasi CacingBangsal infeksius

D. ERGONOMIK

1.Pekerjaan yang dilakukan secara manualArea pasien dan tempat penyimpanan barang (gudang). Petugas yang beresiko : yang menangani pasien dan barang.

2.Postur yang salah dalam melakukan pekerjaanTerjadi di semua area RS dan semua karyawan memiliki re.siko yang sama, pe

3.Pekerjaan yang berulangTerjadi di semua area RS. Biasanya pada, petugas pembersih, fisioterapis, operator komputer/administrasi bangsal, yang berhubungan dengan pekerjaan juru tulis (perawat), penggantian sprei di bangsal

E.PSIKOSOSIAL

1.Sering kontak dengan pasien, kerja bergilir, kerja berlebih, kerja yang monoton, ancaman secara fisik.Terjadi di semua area RS dan semua karyawan memiliki resiko yang sama.

3.2 Pembahasan KasusBahaya potensial tersebut dapat menimbulkan dampak kesehatan bagi warga rumah sakit, yaitu pekerja medis, non medis, pasien bahkan pengunjung dan pengantar pasien. Bahaya potensial di rumah sakit berkaitan dengan :1. Faktor biologik (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien),2. Faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun gterus menerus seperti antiseptik pada kulit, gas anestasi pada hati),3. Faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah),4. Faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi pada sistem reproduksi, radiasi pada sistem pemroduksi darah), dan5. Faktor psikologis (ketegangan di kamar bedah, penerimaan pasien, gawat darurat dan bangsal penyakit jiwa).Maka sudah seharusnya pihak SMK3 di rumah sakit mengetahui akan bahaya potensial yang ada di rumah sakitnya. Selain itu, SMK3 harus mencanangkan dan menjalankan upaya pengendalian bahaya. Pengendalian bahaya dapat dilakukan dengan cara melakukan evaluasi setelah identifikasi bahaya potensial di RS untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang diperlukan sesuai sifat dan karakteristik dari bahan atau instalasi yang ditangani sekaligus memprediksi risiko yang mungkin terjadi apabila kecelakaan terjadi.Setelah melakukan evaluasi, pihak SMK3 juga memerlukan upaya pengendalian sebagai alternatif pemecahan masalah berdasarkan identifikasi dan evaluasi yang dilakukan. Upaya pengendalian meliputi pengendalian operasional, pengendalian organisasi administrasi, inspeksi dan pemeliharaan sarana prosedur dan proses kerja yang aman, dan pembatasan keberadaan B3 di tempat kerja sesuai jumlah ambang untuk mengurangi resiko karena penanganan bahan berbahaya. Penyelesaian masalah penyelenggaraan K3 di rumah sakit juga dapat efektif jika SMK3 melakukan risk assesment terlebih dahulu terhadap kasus. Setelah itu, maka kebijakan yang sudah terencana dapat diberlakukan sesuai dengan hasil assesment. Penentuan kebijakan yang baik dan efektif juga harus disertai dengan pembuatan program yang mendukung kebijakan itu sendiri. Hal yang tak kalah penting adalah sosialisasi terhadap target yang bersangkutan seperti tenaga medis dan non medis di rumah sakit. Setelah sosialisasi dilakukan maka proses pembudayaan perilaku K3 sudah mulai dapat diprogramkan, seperti pembiasaan memakai APD (sarung tangan, kacamata pelindung, gaun pelindung, dan lain-lain ) agar tidak terkena paparan bahan atau gas kimia.Pembinaan dan pengawasan terhadap proses K3 juga harus digencarkan untuk mencegah adanya ketidakdisiplinan yang akan mengakibatkan risiko bahaya. Pencatatan dan pelaporan hasil program juga akan sangat berguna untuk mengetahui proses pelaksanaan K3 setelah dibentuk kebijakan dan program baru. Selain itu, pelaksanaan evaluasi terhadap hasil program harus selalu dilakukan agar pihak SMK3 mengetahui apakah diperlukan adanya perbaikan maupun pengembangan dalam rangka untuk meningkatkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja terhadap pekerja di Rumah Sakit tersebut.

Langkah-Langkah PenyelenggaraanUntuk memudahkan penyelenggaraan K3 di RS, maka perlu langkahlangkahpenerapannya yaitu :

1. Tahap persiapana. Menyatakan komitmen.Komitmen harus dimulai dari direktur utama/direktur RS (manajemen puncak). Pernyataan komitmen oleh manajemen puncak tidak hanyadalam kata-kata, tetapi juga harus dengan tindakan nyata, agar dapatdiketahui, dipelajari, dihayati dan dilaksanakan oleh seluruh staf dan petugas RS.b. Menetapkan cara penerapan K3 di RS. Bisa menggunakan jasa konsultan atau tanpa meggunakan jasa konsultan jika RS memiliki personil yang cukup mampu untuk mengorganisasikan dan mengarahkan orang.c. Pembentukan organisasi/unit pelaksana K3 RS.d. Membentuk kelompok kerja penerapan K3. Anggota kelompok kerja sebaiknya terdiri atas seorang wakil dari setiap unit kerja, biasanya manajer unit kerja. Peran, tanggung jawab dan tugas anggota kelompok kerja perlu ditetapkan. Sedangkan mengenai kualifikasi dan jumlah anggota kelompok kerja disesuaikan dengan kebutuhan RS.e. Menetapkan sumber daya yang diperlukan. Sumber daya disini mencakup orang (mempunyai tenaga K3), sarana, waktu dan dana.2. Tahap Pelaksanaan Penyuluhan K3 ke semua petugas RSa. Pelatihan K3 yang disesuaikan dengan kebutuhan individu dan kelompok di dalam organisasi RS. Fungsinya memproses individu dengan perilaku tertentu agar berperilaku sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya sebagai produk akhir dari pelatihan.b. Melaksanakan program K3 sesuai peraturan yang berlaku diantaranya :- Pemeriksaan kesehatan petugas (prakarya, berkala dan khusus)- Penyediaan alat pelindung diri dan keselamatan kerja- Penyiapan pedoman pencegahan dan penanggulangan keadaandarurat- Penempatan pekerja pada pekerjaan yang sesuai kondisi kesehatan- Pengobatan pekerja yang menderita sakit.- Menciptakan lingkungan kerja yang hIgienis secara teratur, melalui monitoring lingkungan kerja dari hazard yang ada- Melaksanakan biological monitoring- Melaksanakan surveilas kesehatan pekerja3. Tahap pemantauan dan EvaluasiPada dasarnya pemantauan dan evaluasi K3 di RS adalah salah satu fungsi manajemen K3 RS yang berupa suatu langkah yang diambil untuk mengetahui dan menilai sampai sejauh mana proses kegiatan K3 RS itu berjalan, dan mempertanyakan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu kegiatan K3 RS dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.Pemantauan dan evaluasi meliputi :a. Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi ke dalam sistem pelaporan RS (SPRS);- Pencatatan dan pelaporan K3- Pencatatan semua kegiatan K3- Pencatatan dan pelaporan KAK- Pencatatan dan pelaporan PAKb. Inspeksi dan pengujianInspeksi K3 merupakan suatu kegiatan untuk menilai keadaan K3 secara umum dan tidak terlalu mendalam. Inspeksi K3 di RS dilakukan secara berkala, terutama oleh petugas K3 RS sehingga kejadian PAK dan KAK dapat dicegah sedini mungkin. Kegiatan lain adalah pengujian baik terhadap lingkungan maupun pemeriksaan terhadap pekerja berisiko seperti biological monitoring (Pemantauan secara Biologis).c. Melaksanakan audit K3Audit K3 yang meliputi falsafah dan tujuan, administrasi dan pengelolaan, karyawan dan pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan prosedur, pengembangan karyawan dan program pendidikan, evaluasi dan pengendalian.Tujuan Audit K3 :- Untuk menilai potensi bahaya, gangguan kesehatan dan keselamatan- Memastikan dan menilai pengelolaan K3 telah dilaksanakan sesuai ketentuan- Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial serta pengembangan mutu. Perbaikan dan pencegahan didasarkan atas hasil temuan dari audit, identifikasi, penilaian risiko direkomendasikan kepada manajemen puncak. Tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen secara berkesinambungan untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan dalam pencapaian kebijakan dan tujuan K3.

BAB IVPENUTUP 4.1 KesimpulanPengelolaan K3 di RS penting artinya untuk meningkatkan lingkungan kerja RS agar aman, sehat dan nyaman baik bagi karyawan, pasien, pengunjung ataupun masyarakat di sekitar RS. Pengelolaan K3 di RS dapat berjalan dengan baik, bila pimpinan puncak atau Direktur RS punya komitmen yang tinggi terhadap jalannya pelaksanaan K3 di RS. Selain itu perlu juga pemahaman, kesadaran dan perhatian yang penuh dari segala pihak yang terlibat di RS, sehingga apa yang diharapkan terhadap penerapan K3 di RS bisa tercapai.Untuk suksesnya pengelolaan K3 di RS, tidak terlepas dari upaya pemerintah dalam membina terhadap setiap proses tahapan K3 di RS. Bisa dari sudut legislasi ataupun dari penyediaan pedoman-pedoman baik teknis K3 maupun strategi penerapan K3 di RS.Menurut Kepmenkes NOMOR 432/MENKES/SK/IV/2007 tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit, upaya K3 menyangkut tenaga kerja, cara atau metode kerja, alat kerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan. Kinerja setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultan dari tiga komponen K3 yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja.Lingkungan kerja adalah kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial yang mempengaruhi pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya. Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Dampak kesehatan dari bahaya potensial di rumah sakit salah satunya adalah penyakit akibat kerja (PAK).Penerapan program K3 di Rumah Sakit kenyataannya masih perlu banyak perbaikan hal ini dapat dilihat dari contoh pada kasus bab III. Implementasi tugas, dan fungsi pokok K3RS masih kurang efektif, hal ini dikarenakan tidak dapat mencapai standart-standart yang harusnya terpenuhi ketika ada personel K3 dalam rumah sakit. Salah satunya adalah melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian akan bahaya dari kecelakaan kerja dalam bentuk apapun. Oleh karena itu, sosialisasi dan pengawasan mengenai K3 di Rumah Sakit harus lebih ditingkatkan lagi. Harusnya SMK3 juga menerapkan prinsip AREC (Anticipation, Recognition, Evaluation dan Control) dari metode kerja, pekerjaan dan lingkungan kerja, agar tupoksi K3RS sendiri dapat tercapai.

4.2 Saran1. Pihak manajemen rumah sakit lebih meningkatkan sosialisasi mengenai fungsi K3 di rumah sakit kepada siapa saja yang berada di rumah sakit termasuk dokter, perawat, pasien serta tenaga medis maupun non medis lainnya. Hal ini diperlukan agar dapat meminimalkan tindakan beresiko bagi dirinya sendiri maupun orang lain.2. Pihak rumah sakit mengoptimalkan fungsi K3RS yang ada yaitu dengan cara melakukan pelatihan terkait Sistem Manajemen K3 Rumah Sakit sehingga pekerja yang kerjanya terkait dengan SMK3 akan lebih berkompeten dalam pekerjaannya. 3. Semua pihak yang terkait dengan RS secara tanggung jawab melaksanakan standar operasional prosedur (SOP) K3 RS sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan mengenai K3 lainnya yang berlaku.4. Rumah Sakit secara rutin mengevaluasi penyelenggaraan K3 RS untuk menilai apakah kinerjanya sudah maksimal ataukah masih memerlukan perbaikan sistem K3RS yang selanjutnya. Selain itu, rumah sakit harus selalu mengidentifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko yang selalu ada di rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Peronne JM. Doctors, Nurses, and Dentists. In: Greenberg MI, Hamilton RJ, Phillips SD, eds. Occupational, Industrial and Environmental Toxicology: Occupational Toxicology. St. Louis: Mosby-Year Book Inc, 1997; 61-5.Lowenthal G. Occupational Health Programs in Clinic and Hospitals. In: Zenz C, Dickerson OB, Horvath EP eds. Occupational Medicine: Selected Work Categories of Concern. 3rd ed. St. Louis: Mosby-Year Book Inc, 1994; 875-80. Kebijakan Depkes Dalam Upaya Kesehatan Kerja. Lokakarya Hasil Ujicoba buku pedoman UKK bagi pedagang makanan jajanan, pengrajin batu kapur dan pengrajin sepatu. Jakarta, 20 Juli 1999. Cermin Dunia Kedokteran No. 136, 2002 15Miller AL, Volk CS. Occupational Exposure to Biohazards. In : Plog. BA, ed. Fundamentals of Industrial Hygiene: Biological Hazards, 3rd ed. United States of American: National Safety Council, 1998; 341-3.Gantz NM. Infections Agents. In: Levy BS, Wegman DH, eds. Occupational Health Recognizing Preventing Work-related Disease: Hazardous Work Place Exposures. 3rd ed. Boston : Little, Brown and Company, 1995; 335-67.Sobaszek A. Hache JC et all. Working Conditions and Health Effects of Ethylene Oxide Exposures at Hospital Sterilization Sites. JOEM; 41: 6 : 1999. 492-98.Khunder SA, Schaub EA Bisesi MS, Krabill ZT. Injuries and Illness Among Hospital Workers in Ohio. A study workers Compensation Claims from 1993 to 1996. JOEM, 41; 1999: 53-8.Hallak KM. Schenk M. Neale AN. Evaluation of Two step Tuber Culin skin test in Health Care Workers at in Inner City Medical Center. JOEM, 41: 5; 1999: 393-5.Kuswadji S. Penyakit akibat kerja pada dokter, dokter gigi, perawat dan tenaga kesehatan lainnya. JDKI, 2; 6; 1994: 37-40.Departemen Kesehatan RepublikIndonesia,Pusat Kesehatan Kerja,Kebijakan Tekhnis Program Kesehatan Kerja,2003.Departemen Kesehatan RepublikIndonesia.Pedoman Tekhnis Upaya Kesehatan KerjadiRumah Sakit,2000.Adiatama TY, Tri Hastuti, eds.Kesehatan dan Keselamatan Kerja. 2002.Jakarta: Penerbit UniversitasIndonesia.Fridlund Lennart, ed.Training Manual. SafetyHealth and Working Contidition. 1987.Stockholm: Tiba Tryck AB.Kliesch GR, ed.Major Hazard Control, A Practical Manual. 1990. Genewa: International Labour Office.Modul Pelatihan bagi Fasilitator Kesehatan Kerja,Sekertariat Jendral Departemen Kesehatan Republik Indonesia Pusat Kesehatan Keselamatan Keraja,2004.Santoso Gempur,Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja,Prestasi Pustaka,Surabaya,2004.Djoko Wijono,Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan,ErlanggaUniversityPress,1999.Entjang Indan,Ilmu Kesehatan Masyarakat,PT.Citra Aditya Bakti,Bandung,2000.Notoatmojo.S,Kesehatan Kerja,Dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat,Prinsip-prinsipDasar,Jakarta: PT.Rineka Cipta,1999.Perundang-undanganNasional dibidang Kesehatan; Penerbitan ketiga,Departemen Kesehatan RepublikIndonesia.Silalahi Bennet,dkk,Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja,Jakarta,Sabdodadi,1995.Subanegara Permana Hanna,Diamond Head Drill dan Kepemimpinan dalamManajemen RS,Penerbit Andi,Yogyakarta,2005.Sulatomo,Manajemen Kesehatan,Gramedia Pustaka Utama,Jakarta,2003.Sumamur,Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan,CV.Haji Masagung,Jakarta,1975.

17