tugas

9
WIDYA 3 Tahun 29 Nomor 320 Mei 2012 WAWASAN STUDI EKSPLORATIF PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DAN TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ATAS PENGGUNAAN BAHAN KIMIA FORMALIN PADA MAKANAN DI JAKARTA Anton Nainggolan FH. Universitas Kristen Indonesia ABSTRACT The consuming foods produced or traded by the business is concerned with the consumer’s right to get the comfort, secure, and safety foods. The abuse of formaldehydes mechanicals into food is a violate at the interests of consumers. The purpose of the study is to show the business responsibility for losses consumers from consuming food formaldehyde and how the dispute settlement mechanism related consumer redress. This study used normative and empirical/Sociologist approach. The study showed that: (1) misuse of formaldehyde into food product is clearly contrary to the health. (2) The related business must responsible for the consumers’ losses from consuming food product that contains formaldehyde. Is is suggested that the goods or foods that are proven containing formalin should be withdrawn from circulation and destroyed PENDAHULUAN Laju pertumbuhan perusahaan makanan dan minuman di Indonesia telah mendorong perkembangan pola makan masyarakat yang makin beraneka ragam. Makanan yang mulanya hanya untuk mengenyangkan, kini berubah menjadi makanan yang harus bergizi dan mampu menggugah selera, serta menarik dipandang. Sebagian kelompok masyarakat menengah ke atas yang tidak punya persoalan dengan masalah makan, jenis makanan yang tersedia harus mampu menggugah selera, tetapi bagi masyarakat di pedesaan (menengah ke bawah), makanan yang mampu dipilih cukup sekedar mengenyangkan perut dan tidur nyenyak. Kondisi ini tidak dilewatkan oleh produsen, karena saat ini bisnis makanan dan minuman merupakan peluang emas yang menguntungkan. Sistem perekonomian yang semakin kompleks berdampak pada perubahan konstruksi hukum dalam hubungan antar konsumen dan produsen. Perubahan konstruksi hukum diawali dengan perubahan paradigma hubungan antara konsumen dan produsen, yaitu hubungan yang semula dibangun atas prinsip Tiori Caveat Emptor (Konsumen Waspadalah) berubah menjadi prinsip Tiori Caveat Vinditor (Pelaku Usaha Berhati-hatilah). Suatu prinsip hubungan yang semula menekankan pada kesadaran konsumen sendiri untuk melindungi dirinya berubah menjadi kesadaran produsen untuk melindungi konsumen. Kebijakan money back guarantee sebagai prinsip penjualan produk atau jasa di negara maju justru mengutamakan kepuasan konsumen dengan menempatkan “Pembeli adalah Raja”. Dengan kecanggihan teknik pengolahan pangan, pengemasan, dan penyimpanan yang menarik dapat dihasil sajikan ikan-ikan bandeng, sup jamur, susu instan, dan lain sebagainya yang jumlahnya semakin beraneka ragam. Perkembangan ini tidak terlepas dari peranan penggunaan bahan tambahan makanan yang berkembang pesat yang disebut Food Additive atau Bahan Tambahan Makanan (Nurjanah,1992:2) Di Inggris penggunaan zat tambahan makanan tercatat meningkat sepuluh kali lipat dari tahun 1955 sampai tahun 1985, sedang di Indonesia, tahun 1979 Peraturan Menteri Kesehatan No. 235/MEN.KES /PER/VI/1979 memperbolehkan tidak lebih dari 344 macam, dan sejak PERMENKES 1988 jumlah yang diizinkan menjadi 340 jenis. Angka ini berkurang akibat adanya larangan dan penghilangan katagori terhadap beberapa bahan tambahan sebelumnya. Akan tetapi, jumlah tersebut hanya menggambarkan jumlah yang tercantum pada PERMENKES 1988, sementara

Upload: retnomeriyandi

Post on 17-Dec-2015

12 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

tugas saya

TRANSCRIPT

  • WIDYA 3 Tahun 29 Nomor 320 Mei 2012

    WAWASAN

    STUDI EKSPLORATIF PERLINDUNGAN HUKUMTERHADAP KONSUMEN DAN TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA

    ATAS PENGGUNAAN BAHAN KIMIA FORMALINPADA MAKANAN DI JAKARTA

    Anton Nainggolan FH. Universitas Kristen Indonesia

    ABSTRACT The consuming foods produced or traded by the business is concerned with the consumers right to get the comfort, secure,and safety foods. The abuse of formaldehydes mechanicals into food is a violate at the interests of consumers. The purpose of thestudy is to show the business responsibility for losses consumers from consuming food formaldehyde and how the dispute settlementmechanism related consumer redress. This study used normative and empirical/Sociologist approach. The study showed that: (1)misuse of formaldehyde into food product is clearly contrary to the health. (2) The related business must responsible for the consumerslosses from consuming food product that contains formaldehyde. Is is suggested that the goods or foods that are proven containingformalin should be withdrawn from circulation and destroyed

    PENDAHULUAN Laju pertumbuhan perusahaan makanan danminuman di Indonesia telah mendorong perkembanganpola makan masyarakat yang makin beraneka ragam.Makanan yang mulanya hanya untuk mengenyangkan,kini berubah menjadi makanan yang harus bergizi danmampu menggugah selera, serta menarik dipandang.Sebagian kelompok masyarakat menengah ke atas yangtidak punya persoalan dengan masalah makan, jenismakanan yang tersedia harus mampu menggugah selera,tetapi bagi masyarakat di pedesaan (menengahke bawah), makanan yang mampu dipilih cukup sekedarmengenyangkan perut dan tidur nyenyak. Kondisi initidak dilewatkan oleh produsen, karena saat ini bisnismakanan dan minuman merupakan peluang emas yangmenguntungkan. Sistem perekonomian yang semakin kompleksberdampak pada perubahan konstruksi hukum dalamhubungan antar konsumen dan produsen. Perubahankonstruksi hukum diawali dengan perubahan paradigmahubungan antara konsumen dan produsen, yaituhubungan yang semula dibangun atas prinsip TioriCaveat Emptor (Konsumen Waspadalah) berubahmenjadi prinsip Tiori Caveat Vinditor (Pelaku UsahaBerhati-hatilah). Suatu prinsip hubungan yang semula

    menekankan pada kesadaran konsumen sendiri untukmelindungi dirinya berubah menjadi kesadaran produsenuntuk melindungi konsumen. Kebijakan money backguarantee sebagai prinsip penjualan produk atau jasadi negara maju justru mengutamakan kepuasankonsumen dengan menempatkan Pembeli adalah Raja. Dengan kecanggihan teknik pengolahan pangan,pengemasan, dan penyimpanan yang menarik dapatdihasil sajikan ikan-ikan bandeng, sup jamur, susu instan,dan lain sebagainya yang jumlahnya semakin beranekaragam. Perkembangan ini tidak terlepas dari perananpenggunaan bahan tambahan makanan yangberkembang pesat yang disebut Food Additive atauBahan Tambahan Makanan (Nurjanah,1992:2) Di Inggris penggunaan zat tambahan makanantercatat meningkat sepuluh kali lipat dari tahun 1955sampai tahun 1985, sedang di Indonesia, tahun 1979Peraturan Menteri Kesehatan No. 235/MEN.KES/PER/VI/1979 memperbolehkan tidak lebih dari 344macam, dan sejak PERMENKES 1988 jumlah yangdiizinkan menjadi 340 jenis. Angka ini berkurang akibatadanya larangan dan penghilangan katagori terhadapbeberapa bahan tambahan sebelumnya. Akan tetapi,jumlah tersebut hanya menggambarkan jumlah yangtercantum pada PERMENKES 1988, sementara

  • WIDYA 4 Tahun 29 Nomor 320 Mei 2012

    WAWASAN

    salah satu pasalnya mengatakan kemungkinan adanyabahan tambahan makanan yang didiberi izin khususyang tidak tercantum. Berkaitan dengan hal tersebut pemberitaan diberbagai media massa cetak dan elektronik tentangproduk pangan yang mengandung formalin merupakansuatu fenomena dan secara perlahan formalin semakinmenyebar ke tubuh. Hak informasi adalah bagian hakkonsumen secara bebas memperoleh informasi terhadapsuatu barang dan/atau jasa, yang benar, jelas dan jujur. Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yangmenjamin adanya kepastian hukum untuk memberikanperlindungan kepada konsumen yang meliputiperlindungan yang bersifat preventif maupun perlindunganyang bersifat represif dan dapat diperoleh konsumendalam mengkonsumsi makanan yang berkualitas danmemenuhi syarat kesehatan. Perlindungan konsumentidak saja terhadap barang-barang berkualitas rendahtetapi juga terhadap barang-barang yang membahayakankehidupan manusia, seperti makanan, obat-obatan danminuman-minuman (Samsul,2004:15). Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengetahui apayang menjadi dasar hukum terlindunginya konsumenuntuk mengkonsumsi makanan yang sehat, (2)Mengetahui bagaimana tanggungjawab pelaku usahaatas kerugian konsumen akibat mengkonsumsi makananberformalin. dan (3) Mengetahui bagaimana mekanismepenyelesaian sengketa terkait ganti rugi konsumen.Penelitian ini menggunakan metode penelitian Normatifdan Empiris Sosiologis.

    PEMBAHASANFormalin Formalin merupakan bahan kimia untuk mengawetkanmayat dan tekstil yang pada dasarnya merupakan namadagang dari larutan formaldehide dalam air dengan kadar30-40%. Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan(BPOM), bagi tubuh manusia formalin diketahui sebagaizat beracun karsinogen yang menyebabkan kanker. Efekjangka pendek antara lain, iritasi pada saluranpernapasan, muntah-muntah, pusing, dan rasa terbakarpada tenggorokan. Bila dikonsumsi dalam waktu lama,dapat menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh. Tanggungjawab pelaku usaha adalah kewajiban

    untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan,pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibatmengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkanatau diperdagangkan. (Pasal 19 ayat 1 UUPK).Dasar Hukum Perlindungan Konsumen untukMengkonsumsi Makanan yang Sehat Negara wajib melindungi warga negaranya, salahsatunya melalui hukum perlindungan konsumen, agarmasyarakat tidak mengkonsumsi atau menggunakanbarang-barang yang dapat membahayakan keselamatan,kesehatan dan sebagainya (khususnya yang tidak sesuaidengan standar dan mutu barang yang diterapkan)sehingga mereka merasa aman serta memperolehkepuasan dari barang atau makanan yang dibelinya.(Paulee A Coghill, 1999:143). Seorang konsumen yangmembeli atau mengkonsumsi suatu produk dapat sajamenderita atau terluka akibat cacat produk, termasukkerusakan pada produk tersebut atau barang lain dankerugian secara ekonomis. Berbagai hak konsumen,seperti hak atas ketersediaan bahan makanan danminuman secara cukup, hak atas kesehatan, hak ataskeselamatan, hak atas keamanan produk, hak atasperlindungan ekonomi, hak atas ganti rugi, dan lain-lain,merupakan hak-hak yang terpaut dengan hak asasimanusia (HAM). Menurut Ahkam Jayadi (2002:11) bahwa di manapun dan dalam keadaan apa pun, hak-hak konsumensebagai bagian tak terpisahkan dari HAM harus tetapdihormati dan dijunjung tinggi. Perlindungan konsumenmerupakan kegiatan manusia yang fundamental, yakniyang menyangkut pemenuhan kebutuhan pangan dansandang manusia. Untuk itu kehadiran Undang-UndangPerlindungan Konsumen (UU Nomor 8 Tahun 1999)dapat dikatakan sebagai salah satu pranata hukumekonomi yang melengkapi instrumen perlindungan HakAsasi Manusia.Iklan Pangan Iklan adalah segala bentuk pesan tentang sesuatuproduk yang disampaikan melalui suatu media, dibayaroleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepadasebagian atau seluruh masyarakat. Dalam Pasal 1 butir16 Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan,disebutkan bahwa iklan pangan adalah setiap keteranganatau pernyataan mengenai pangan dalam bentuk gambar,

  • WIDYA 5 Tahun 29 Nomor 320 Mei 2012

    WAWASAN

    tulisan atau bentuk lain yang dilakukan dengan berbagaicara untuk pemasaran dan/atau perdagangan pangan.Label atau Label Pangan adalah setiap keteranganmengenai pangan, yang berbentuk gambar, tulisan,kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakanpada pangan, dimasukkan ke dalam ditempelkan pada,atau merupakan bagian kemasan pangan. (Pasal 1 butir15 Undang-undang Pangan).Undang Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) Undang-undang yang mengatur secara khususmengenai perlindungan konsumen di Indonesia yaituUndang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang PerlindunganKonsumen (UUPK) diharapkan dapat mendidikmasyarakat Indonesia untuk Iebih menyadari akan hakdan kewajibannya. Pasal 4 butir a & c UUPK menyebutkan, bahwa konsumen berhak atas kenyamanan,keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsibarang dan atau jasa. Selanjutnya konsumen berhakatas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenaikondisi dan jaminan barang dan atau jasa. Kedua hakkonsumen ini, berkaitan erat dengan keamanan produkbagi konsumen. Misalnya pelaku usaha di dalammenggunakan bahan tambahan makanan dalam produkmakanannya, harus bersifat nyaman, aman, dan tidakmenimbulkan efek buruk bagi konsumen. dan harusdiinformasikan secara benar, jelas, dan jujur kepadakonsumen. Jika suatu produk merugikan konsumen,maka produsen bertanggungjawab untuk menggantikerugian yang diderita konsumen. Kewajiban itu tetapmelekat pada produsen meskipun antara pelaku dankorban tidak terdapat persetujuan lebih dahulu yangdisebut dengan kewajiban produk. Selain kewajibanproduk tersebut, UUPK juga mengatur tentang perbuatanyang dilarang bagi pelaku usaha antara lain yangberkaitan dengan standar produk, yaitu: Apabila dilihatdari perbuatan produsen yang memproduksi, menjualatau memasarkan makanan berformalin tersebut,tentunya produsen tersebut telah melanggarketentuan/pasal-pasal yang diatur dalam UUPK tersebut.Dalam hal pertanggungjawabannya, UUPK jugamengaturnya dalam beberapa pasal, antara lain: Pelakuusaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi ataskerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumenakibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang

    dihasilkan atau diperdagangkan; Pemberian ganti rugitersebut tidak menghapuskan kemungkinan adanyatuntuan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjutmengenai unsur kesalahan; Pelaku usaha periklananbertanggungjawab atas iklan yang diproduksi dan segalaakibat yang ditimbulkan dari iklan tersebut; Pembuktianmengenai ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatanganti rugi oleh konsumen merupakan beban dantanggung jawab pelaku usaha. Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangandimaksudkan sebagai landasan hukum bagi pengaturan,pembinaan, dan pengawasan terhadap kegiatan atauproses produksi, peredaran atau perdagangan pangan.Sebagai landasan hukum dibidang pangan, undang-undang ini dimaksudkan menjadi acuan dari berbagaiperaturan perundang-undangan yang berkaitan denganpangan, baik yang sudah ada maupun yang akandibentuk. UU Pangan, mengatur masalahmakanan dan minuman, pengadaan, serta persediaandan penggunaan pangan. Setiap pelaku usaha panganwajib melaksanakan persyaratan sanitasi dalam prosesproduksi, penyimpanan, pengangkutan dan peredaranpangan. Persyaratan tersebut merupakan persyaratanminimal yang wajib dipenuhi (Pasal 1 butir 9 Undang-Undang Pangan). Penyelenggaraan pangan wajib memenuhipersyaratan sanitasi, keamanan dan atau keselamatanmanusia; wajib menyelenggarakan program monitoringsanitasi secara periodik, dan wajib menyelenggarakanpengawasan atau pemenuhan persyaratan sanitasi. Halkhusus yang mengatur tentang "Bahan TambahanPangan" yaitu dalam, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12UU Pangan, antara lain menyebutkan; Setiap orang yangmemproduksi pangan untuk diedarkan dilarangmenggunakan "bahan apapun" sebagai bahan tambahanpangan yang dinyatakan "terlarang" atau melampauiambang batas maks imal yang d i te rapkanPemerintah menentukan Iebih lanjut bahan yang dilarangdan atau dapat digunakan sebagai bahan tambahanpangan dalam kegiatan atau proses produksi panganserta ambang batas maksimal tersebut; Bahan yangakan digunakan sebagai bahan tambahan pangan, tetapibelum diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia,wajib terlebih dahulu diperiksa keamanannya, dan

  • WIDYA 6 Tahun 29 Nomor 320 Mei 2012

    WAWASAN

    penggunaanya dalam kegiatan atau proses produksipangan untuk diedarkan dilakukan setelah memperolehpersetujuan pemerintah. Agar konsumen terlindungi dari produsen/pelakuusaha yang mencoba melanggar ketentuan tersebut,maka dalam pasal selanjutnya disebutkan bahwa; Untukmengawasi dan mencegah tercemarnya pangan,pemerintah: menetapkan bahan yang dilarang digunakandalam kegiatan atau proses produksi pangan sertaambang batas maksimal cemaran yang diperbolehkan;mengatur dan atau menetapkan persyaratan bagipenggunaan, cara, metode, dan atau bahan tertentudalam kegiatan atau proses produksi, pengolahan,penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran panganyang dapat memiliki resiko yang merugikan dan ataumembahayakan kesehatan manusia; menetapkan bahanyang dilarang digunakan dalam memproduksi peralatan,pengolahan, penyimpanan, pemasaran, dan ataupenyajian pangan. Menurut UU Pangan pemerintah berkewajibanmengatur, mengawasi dan melakukan tindakan yangdiperlukan agar iklan mengenai pangan yangdiperdagangkan tidak memuat keterangan yangmenyesatkan. Sehubungan dengan hal ini pasal 33 UUPangan menyatakan, setiap label dan atau iklan tentangpangan yang diperdagangkan harus memuat keteranganmengenai pangan dengan benar dan tidak menyesatkan.Hal ini berkaitan dengan hak konsumen untukmendapatkan iniormasi yang benar, jelas, dan jujurterhadap suatu produk sebagaimana yang diatur dalamPasal 4 UUPK. Khusus yang berkaitan dengan keyakinanatau agama, pasal 34 UU Pangan menyebutkan, setiaporang yang menyatakan dalam label atau iklan bahwapangan yang diperdagangkan adalah sesuai denganpersyaratan agama atau persyaratan tertentu,bertanggung jawab atas kebenaran pernyataanberdasarkan agama atau kepercayaan tersebut.Dalam ketentuan ini, benar tidaknva suatu pernyataanhalal dalam label atau iklan pangan tidak hanya dapatdibuktikan dari segi bahan baku, bahan tambahanpangan, atau bahan bantu lain yang dipergunakan dalammemproduksi pangan, tetapi mencakup pula prosespembuatannya. Pasal ini mengacu pada pencantumanlabel halal sesuai dengan hukum Islam.

    Selain pengaturan mengenai produk pangan tersebutdi atas, UU Pangan juga mengatur tentang TanggungJawab Industri Pangan, Peran Serta Masyarakat,Pengawasan, serta Ketentuan Pidana terhadap pihak -pihak yang melanggar UU tersebut.Menurut Undang - Undang Kesehatan Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentangKesehatan yang bertujuan memberikan kepastian danperlindungan hukum untuk meningkatkan, mengarahkandan, memberi dasar bagi pembangunan kesehatan.Sebagai perangkat hukum kesehatan yang dinamisdiharapkan dapat menjangkau perkembangan yangmakin komplek yang akan terjadi dalam kurun waktumendatang. Untuk itu perlu penyempurnaan danpengintegrasian perangkat. Undang - Undang Kesehatan yang sudah ada, inimengatur tentang: asas dan tujuan yang menjadi landasandan pemberi arah pembangunan kesehatan yangdilaksanakan melalui upaya kesehatan untukmeningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuanhidup sehat bagi orang sehingga terwujud derajatkesehatan masyarakat yang optimal tanpa membedakanstatus sosialnya yaitu:1. Hak dan kewajiban setiap orang untuk memperolehderajat kesehatan yang optimal serta wajib untuk ikutserta di dalam memelihara dan meningkatkan derajatkesehatan2. Tugas dan tanggung jawab Pemerintah pada dasarnyaadalah mengatur, membina, dan mengawasipenyelenggaraan upaya kesehatan serta menggerakkanperan serta masyarakat3. Upaya kesehatan dilaksanakan secara menyeluruh,terpadu, dan berkesinambungan melalui pendekatanpeningkaan kesehatan, pencegahan penyakit,penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan4. Sumber daya kesehatan sebagai pendukungpenyelenggaraan upaya kesehatan harus tetapmelaksanakan fungsi dan tanggung jawab sosialnyadengan pengertian bahwa sarana pelayanan kesehatanharus tetap memperhatkan golongan masyarakat yangkurang mampu dan tidak semata-mata mencarikeuntungan5. Ketentuan pidana untuk melindungi pemberi danpenerima jasa pelayanan kesehatan bila terjadi

  • WIDYA 7 Tahun 29 Nomor 320 Mei 2012

    WAWASAN

    pelanggaran terhadap Undang-undang Kesehatan ini. Pengaturan yang berkaitan dengan bahan tambahanmakanan selain melalui Undang-undang, seperti UUPK,UU Pangan, dan UU Kesehatan, juga diatur di dalamperaturan pelaksanya seperti Permenkes No.1168/MENKES/PER/X/1999 tentang Perubahan AtasPermenkes No.722/ MENKES PER/IX/1988 tentangBahan Tambahan Makanan, dan Permendag No.04/M-DAG/PER/2/ 2006 tentang Distribusi dan PengawasanBahan Berbahaya. Permenkes No.722/MENKES/PER/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanansebagaimana Diubah dengan Permenkes No.1168/MENKES/PER/ X /1999. Dalam menetapkan bahanyang diizinkan, Departemen Kesehatan pada umumnyamemanfaatkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh JECFA(FAO / WHO Joint Expert Committee on Food Additive)dan hasil sidang Codex Joint Expert Committee on FoodAdditives. Hal ini dilakukan sesuai dengan fungsi badantersebut membentuk negara berkembang (sepertiIndonesia yang kemampuannya terbatas) untukmelakukan evaluasi terhadap keamanan penggunaanbahan tambahan makanan.(Nurjanah,1994;102) Permenkes No. 1168/MENKES/PER/X/1999 tentangPerubahan atas Permenkes tentang Bahan TambahanMakanan tersebut, dalam lampiran II menyebutkan,Bahan Tambahan Makanan yang dilarang digunakandalam makanan, antara lain:1. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya,2. Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and itssalt),3. Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC),4. Dulsin (Dulcin),5. Kalium Klorat (Pottasium Chorate),6. Kloramfenikol (Chloramphenicoi),7. Minyak Nabati yang dibrominisasi (Brominatedveg3table oils),8. Nitrofurazon (Nitrofurazone),9. Formalin (Formaldehyde),10. Kalium Bromat (Potassium Bromate). Dari uraian tersebut, terlihat bahwa Formalin maupunAsam Borat masuk ke dalam 10 bahan tambahanmakanan yang dilarang penggunaannya oleh pemerintah. Peraturan Menteri Kesehatan ini ditetapkan di Jakartapada tanggal 4 Oktober 1999, namun sampai saat ini,

    terlihat bahwa penggunaan Formalin ataupun AsamBorat di dalam makanan seperti mie basah, tahu, danikan kering masih sering dijumpai oleh konsumen, mulaidari pedagang makanan eceran sampai dengan pasarswalayan. Hal ini membuktikan bahwa kurang efektifnyaperaturan perundang-undangan tersebut. Untuk dapatmenerapkan persyaratan-persyaratan yang dimaksuddan dalam upaya memberikan perlindungan kepadamasyarakat konsumen, maka tindakan pengawasanserta pemberian sanksi yang tegas terhadap pelanggaranyang dilakukan mutlak diperlukan. Pihak pemerintah,seperti biasa menganggap cukup dan bahkan merasasudah melindungi konsumen, dengan patokantersedianya peraturan-peraturan, padahal sebagian darimereka sepenuhnya sadar dan mengetahui bahwaperaturan-peraturan tersebut tidak berjalan sebagaimanayang diharapkan dalam undang-undang.

    Tanggungjawab Pelaku Usaha Atas KerugianKonsumen Akibat Mengkonsumsi MakananBerformalin.

    Kasus penyalahgunaan formalin sebagai pengawetmakanan dewasa ini, sering terjadi, mulai dari pedagangmakanan eceran (jajanan pinggir jalan) sampai denganminimarket/supermarket yang menjual produk makanandengan menggunakan formalin. Secara nasional dalamkurun waktu tahun 2000 s/d 2004 sudah ada 18 kasusyang sudah diadili dengan 18 variasi sanksi antara laindipenjara 1,5 tahun, tujuh bulan, tiga bulan dan jugadidenda serta dikenakan hukuman percobaan. Di Palembang, kasus penyalahgunaan bahan kimiaberbahaya pada makanan yang ditangani BPOMPalembang sepanjang 2004-2005 sebanyak lima kasusyang kesemuanya penggunaan formalin pada makananyang satu di antaranya sudah diproses dan mendapatputusan pengadilan dan tiga kasus masih tahap projustisia. Sebagai perbandingan kasus penggunaan borakspada bakso yang masuk kepengadilan, pelaku usahayang telah disidik dan terbukti bersalah, sanksi yangdivoniskan hanya penjara 3-6 bulan, berikut dendanyahanya 200 ribu rupiah (pengalaman BPOM yang telahmengajukan kasus ini ke pengadilan). Dasar hukumyang dipakai oleh hakim dan jaksa hanya KUHP (KitabUndang-undang Hukum Pidana) atau Peraturan Daerah(Perda) yang jelas tidak membuat jera pelaku usaha.

  • Tidak heran jika dalam waktu 3 bulan. pelaku usahatersebut kembali memakai bahan berbahaya, tanpa takutterkena sanksi hukum. Apalagi logika berfikir pelakuusaha tersebut bahwa pengawasan tidak selalu dilakukansecara rutin. (Ilyani S Andang, 2006:20) Berdasarkan UU Pangan penggunaan formalinsecara sengaja dalam bentuk produk makanan dapatdiancam pidana penjara paling lama 5 tahun dan ataudenda paling banyak Rp. 600 juta. Namun peraturan inijuga tidak membuat jera dengan alasan biaya produksi,formalin adalah pilihan agar usaha tetap untung. Dalamkasus ini, berbagai tindakan juga dilakukan kepadapelaku usaha, seperti pembinaan, peringatan, penarikandan pemusnahan. Sementara yang diproses sampai kepengadilan hanya beberapa saja dengan sanksi yangdikenakan oleh putusan hakim relatif ringan sehinggatidak membuat jera pelaku usaha yang bersangkutan. Hasil pengawasan Badan POM tentang produkpangan tahun 2003-2006 digambarkan melalui tabel 1sebagai berikut :Tabel 1.Temuan Bahan Berbahaya dalam Pangan Periode2006-2009

    WIDYA 8 Tahun 29 Nomor 320 Mei 2012

    WAWASAN

    2006200720082009*)

    19.07820.54732.74026.990

    4543921.718935

    Total sampleProduk Pangan

    Temuan BahanBerbahaya dalamProduk pangan**)

    Pembinaan Peringkatan Penarikan & Pro Pemusnahan Justitia

    235278807308

    129108386217

    219114911627

    2782516

    Tahun Tindakan yang dilakukan

    *) Data Primer sampai Bulan Desember 2009**) Bahan Berbahaya yang ditemukan meliputi Formalin, Boraks, Rhodamin B dan Methanyl Tellow

    Tabel 1 memperlihatkan, bahwa penyalahgunaanbahan berbahaya seperti formalin, boraks, dan sejenisnyadalam produk pangan memuncak pada tahun 2006dengan sampel 32.740 (terbanyak) dengan temuan 1.718bahan berbahaya dalam produk pangan. Sedangkanpada tahun 2009 dengan sampel 26.990 ditemukan 935,dan yang ditindak lanjut sampai pro justita hanya 6 saja.Hal ini memperlihatkan jumlah temuan bahan berbahayadalam produk pangan semakin banyak namun yangditindak lanjut sampai tahap pro justitia semakin menurun.Seharusnya jumlah pelanggaran I kejahatan yang makinmeningkat, maka jumlah yang di proses secara hukumjuga harus meningkat. Secara lebih spesifik tindak lanjut yang dilakukankepada kasus penyalahgunaan formalin terhadap produkmakanan dapat digambarkan pada tabel 2 sebagaiberikut:

    2003200420052006

    2481807861160

    13973274177

    Total sampleProduk Pangan

    Temuan BahanBerbahaya dalamProduk pangan**)

    Pembinaan Peringkatan Penarikan & Pro Pemusnahan Justitia

    6053176124

    36154050

    37305366

    675-

    Tahun Tindakan yang dilakukan

    Data Primer sampai Bulan Desember 2009

    Tabel 2 menunjukkan bahwa sampai denganDesember 2009 temuan produk makanan yangmengandung formalin masih sebanyak 177 produk,namun tindak lanjutnva pada tahap pro justitia masihdalam proses (sedang berjalan). Hal ini juga menunjukkanbahwa, penegakan hukum terhadap pelaku usaha yangmelakukan kejahatan terkesan lambat, sementarakejahatan yang terjadi belum menunjukkan penurunanyang baik. Belum terlihatnya penurunan yang baik terhadapjumlah produk makanan yang mengandung formalinjuga dapat ditunjukkan berdasarkan kategori pendaftaranproduk oleh BPOM terlihat pada tabel 3 sebagai berikut;

    Tabel 3. Temuan Produk Pangan yang Mengandung FormalinBerdasarkan Kategori Pendaftaran Periode 2006-2010

    2006200720082009

    13973274177

    Katagori Pendaftaran

    MD SP/P - IRT Tidak Terdaftar0000

    01966

    13972178171

    Tahun TemuanProduk

    *) Data Primer sampai bulan Desember 2009MD : Kode Pendaftaran BPOM untuk Produk Makanan Dalam NegeriSP / P-IRT : Sertifikasi penyuluhan oleh Dinkes Kabupaten/Kota

    Mekanisme Penyelesaian Sengketa Terkait GantiRugi Konsumen.

    Tabel 2. Produk Pangan yang Mengandung Formalin Periode2006-2009

    Penyelesaian sengketa konsumen diatur di dalamPasal 45 s/d 48 UUPK. Pasal 45 ayat (1) UUPK,menyebutkan bahwa: Setiap konsumen yang dirugikandapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yangbertugas menyelesaikan sengketa antara konsumendan pelaku usaha atau melalui peradilan yang beradadi lingkungan peradilan umum. Melalui ketentuan Pasal45 ayat (1) UUPK tersebut dapat diketahui bahwa untukmenyelesaikan sengketa konsumen, terdapat duaaltematif / pilihan, yaitu:1. Melalui lembaga yang bertugas menyelesaikansengketa antara konsumen dan pelaku usaha, atau2. Melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilanumum.

  • WIDYA 9 Tahun 29 Nomor 320 Mei 2012

    WAWASAN

    Melalui lembaga yang bertugas dalam menyelesaikansengketa antara konsumen dan pelaku usaha masihmenimbulkan persoalan yaitu apakah yang dimaksudlembaga ini adalah Badan Penyelesaian SengketaKonsumen (BPSK) atau lembaga lain. Kalau memangyang dimaksud adalah BPSK, mengapa tidak menunjuklangsung BPSK tersebut, sehingga menimbulkankebingungan dan penafsiran yang berbeda-beda didalam penerapannya. Sedangkan penunjukkan peradilanyang berada dilingkup peradilan umum mudah dipahami,dalam hal ini Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi danMahkamah Agung. Penunjukkan peradilan umum ini,juga berhubungan dengan Pasal 48 UUPK tentangpenyelesaian sengketa melalui pengadilan................

    Penyelesaian Sengketa Konsumen di LuarPengadilan Pasal 47 UUPK menyebutkan bahwa:............. "Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilandiselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentukdan besarnya ganti rugi dan atau mengenai tindakan tertentuuntuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulangkembali kerugian yang diterima oleh konsumen. Bentuk jaminanyang dimakud dalam hal ini berupa pernyataan tertulis yangmenerangkan bahwa tidak akan terulang kembali perbuatan yangtelah merugikan konsumen tersebut. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau lebih dikenal dengan Alternative DisputeTesolution (ADR) dapat ditempuh dengan berbagai Cara. ADRtersebut dapat berupa arbitrase, mediasi, konsiliasi, minitrial,summary jury trial, settlement conference serta bentuklainnya.(Yahya Harahap,1997:186-169).

    Sedangkan dalam Pasal 1 Undang-undang No. 30Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif PenyelesaianSengketa, arbitrase dibedakan dari alternativepenyelesaian sengketa (APS), karena yang termasukkedalam APS hanya konsultasi, negosiasi, mediasi,konsiliasi dan penilaian ahli. Cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan,UUPK hanya memperkenalkan 3 (tiga) macammenyelesaian sengketa konsumen, yaitu; (1) arbitrase,(2) konsiliasi, dan (3) mediasi yang merupakan bentukatau cara penyelesaian sengketa yang menjadi tugasdan kewenangan BPSK yang dibentuk oleh pemerintah. Tugas dan wewenang BPSK dalam Pasal 52 UUPKdisebutkan bahwa:

    Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketakonsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase ataukonsiliasi, memberikan konsultasi perlindungan konsumen;melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaranketentuan dalam undang-undang ini; Menerima pengaduan baik

    Berdasarkan tugas dan wewenang BPSK yangterakhir tersebut, BPSK berwenang menjatuhkan sanksiadministratif yang cukup menarik untuk dikaji karenaselama ini hanya pemerintah dan Pengadilan Tata UsahaNegara (PTUN) yang mempunyai kewenanganmenjatuhkan saksi administratif. Menurut pasal 60 UUPK,BPSK berwenang menjatuhkan sanksi administratifterhadap pelanggaran-pelanggaran tertentu yangdilakukan oleh pelaku usaha.Penyelesaian Sengketa Konsumen MelaluiPengadilan Pasal 48 UUPK menyebutkan, bahwa:..............

    "Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilanmengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlakudengan memperhatikan ketentuan dalam pasal 45." Memperhatikanketentuan Pasal 45 dalam hal ini, lebih baryak mengacu padaayat (4) pasal tersebut. Dalam Pasal 45 ayat (4) dikatakan bahwa"Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuhapabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satupihak atau oleh para pihak yang bersengketa."

    tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinyapelanggaran terhadap perlindungan konsumen; Melakukanpenelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaranterhadap perlindungan, konsumen; Memanggil dan mengahadirkansaksi-saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahuipelanggaran terhadap undang-undang ini; Meminta bantuanpenyidik untuk menghadirkan pelaku usaha saksi, saksi ahli, atausetiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h,yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaiansengketa konsumen; Mendapatkan, meneliti dan atau menilai surat,dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/ataupemerikasaan; Memutuskan dan menetapkan ada atau tidakadanya kerugian dipihak konsumen; Memberitahukan putusankepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadapperlindungan konsumen; Menjatuhkan sanksi administratif kepadapelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.

    Penyelesaian sengketa konsumen melaluipengadilan dimungkinkan apabila; para pihak belummemilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luarpengadilan (langsung melalui pengadilan), atau telahmelakukan penyelesaian sengketa di luar pengadilannamun dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihakatau para pihak yang bersengketa. Di dalam penyelesaiansengketa melalui pengadilan, maka hukum yangdigunakan adalah hukum acara yang umum berlaku diIndonesia, yaitu HIR I RBg. Penyelesaian sengketa yangtimbul dalam dunia bisnis, merupakan masalah tersendiri,karena apabila para pelaku bisnis menghadapi sengketatertentu, maka dia akan berhadapan dengan prosesperadilan yang berlangsung lama dan membutuhkan

  • WIDYA 10 Tahun 29 Nomor 320 Mei 2012

    WAWASAN

    biaya yang tidak sedikit, sedangkan dalam dunia bisnis,penyelesaian sengketa yang dikehendaki adalah yangdapat berlangsung cepat dan murah. Diharapkan sedapatmungkin tidak merusak hubungan bisnis selanjutnyadengan siapa dia terlibat suatu sengketa terdapatbeberapa hal yang secara umum dapat dikemukakansebagai kelemahan terhadap penyelesaian sengketamelalui pengadilan karena:1. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan sangatlambat;2. Biaya perkara yang mahal3. Pengadilan pada umumnya tidak responsif..................4. Putusan pengadilan pada umumnya tidak menyelesaikan masalah5. Kemampuan para pihak yang bersifat generalis.

    Melihat kelemahan-kelemahan yang ada dalampenyelesaian sengketa melalui pengadilan tersebut,sebaiknya para pihak akan berfikir kembali untuk memilihproses tersebut. Adanya UUPK memungkinkankonsumen mengajukan penyelesaian sengketanya diluar pengadilan, yaitu melalui BPSK yang putusannyadinyatakan final dan niengikat, serta tidak ada lagi upayahukum banding maupun Kasasi dalam BPSK tersebut.

    PENUTUPKesimpulan1. Dasar hukum terlindunginya konsumen untukmengkonsumsi makan sehat adalah Undang-UndangPerlindungan Konsumen UURI No. 8 Tahun 1999, jo UUNo. 23 Tahun 1992, tentang Kesehatan. Dalam pasal 4butir a dan b, Hak konsumen adalah:a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatandalam mengkonsumsi barang dan atau jasab. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenaikondisi dan Jaminan barang dan atau jasa2. Tanggungjawab pelaku usaha atas kerugian konsumenakibat mengkonsumsi produk pelaku usaha yangberformalin, menurut Pasal 17 Undang-undangPerlindungan konsumen dapat dilihat dalam pasal ini,yaitu:Kewajiban pelaku usaha adalah:a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanyab. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujurmengenai kondisi dan Jaminan barang dan atau jasa

    serta memberi penjelasan mengenai penggunaan,perbaikan dan pemeliharaanc. Memperlakukan atau melayani konsumen secarabenar dan jujur serta tidak diskriminatifd. Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksidan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan stndarmutu barang dan atau jasa yang berlakue. Memberikan kesempatan kepada konsumen untukmenguji dan atau mencoba barang dan jasa tertentuserta memberikan Jaminan atau garansi atas barangyang dibuat atau diperdagangkanf. Memberi kompensasi, ganti rugi dan atau penggantianatas kerugian akibat penggunaan, pemakaian danpemanfaatan barang dan atau jasa yang diperdagangkang. Memberikan kompensasi, ganti rugi dan ataupenggantian apabila barang dan atau jasa yang diterimaatau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian3. Mekanisme penyelesaian sengketa adalahpenyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui BPSK(Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) bukanlahsuatu keharusan untuk ditempuh konsumen sebelimpada akhirnya diselesaikan melalui lembaga peradilan.Untuk mengakomodasikan kewenangan yang diberikanoleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen kepadaBPSK, selaku lembaga yang bertugas untukmeenyelesaikan persengketaan konsumen di luarpengadilan. Sebagai suatu lembaga penyelesaianperselisihan di luar pengadilan, pelaksanaan darikeputusan BPSK ini harus dimintakan penetapaneksekusinya pada pengadilan. Undang-undangperlindungan konsumen, membedakan jenis gugatanyang dapat diajukan BPSK berdasarkan pada personaStandi In Judicio.4. Pasal 45 ayat 1 (1) UUPK tersebut dapat diketahuibahwa untuk menyelesaikan sengketa konsumen terdapatdua alternatif yaitu:a. Melalui lembaga yang bertugas menyelesaikansengketa antara konsumen dan pelaku usahab. Melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilanumum

    Saran-saran1. Usaha untuk mengoptimalkan perlindungan terhadapkonsumen melalui tindakan yang nyata dan melalui

  • WIDYA 11 Tahun 29 Nomor 320 Mei 2012

    WAWASAN

    regulasi (peraturan), masyarakat dan LembagaPerlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)secara bersama-sama melakukan upaya pengawasandan menumbuhkan kesadaran melalui kegiatan nyataUndang-undang Perlindungan Konsumen memberikanesensi hak dari konsumen sesuai dengan pasal 4U n d a n g - u n d a n g P e r l i n d u n g a n K o n s u m e n2. Pelaku usaha dengan kesadaran tinggi harus taatuntuk melaksanakan sebagai mana yang diamanatkanoleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen, ataudalam Pasal 7 Undang-undang Perlindungan Konsumen3. Apabila terjadi sengketa antara konsumen denganpelaku usaha dapat mengetahui hak-haknya dan lembagayang berwenang untuk menanganinya baik ditingkatmediasi maupun ditingkat penyelesaian sengketa.

    DAFTAR PUSTAKAA. Coghin, Paulee., The Movement of Consumer Protection In

    The European Community: A Vital Link in the Establishmentif Fee Trade Area and A Paradigm For North America,Ind.Int'l & Comp. L. Fev, Vol 5.1999

    Ahmad Yani & Widjaja, Gunawan.., Hukum Tentang PerlindunganKonsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.2003

    Ahmadi Muri,& Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafido Persada, Jakarta. 2005

    E Nygh, Peter & Peter Butt.,(General Editors): Butterworths ConciseAustralian Legal Dictionary, 2nd Edition, Sydney-Adelaide,1998

    Erman Radjagukguk, Agenda Pembaharuan Hukum Ekonomi diIndonesia Menyongsong Abad 21, UNISIA,2004

    Fortun, Michael. Eating Clean Food Safety & The Chemical Harvest,Center For Study of Responsive Law, Washington.1982

    H.E Saefullah, Tanggung Jawab Produsen Terhadap Akibat Hukumyang Ditimbulkan dari Produk Pada Era Pasar Bebas,dalam Hukum Perl indungan Konsumen,MandarMaju,Bandung, 2000

    Jimly Asshiddiqie, Dimensi Konseptual dan Prosedural PemajuanHak Asasi Manusia Dewasa ini, Perkembangan KearahPengartian HAM Generasi Ke-4, Institute for Democracyand Human Rights, The Habibie Center,Jakarta.2000

    Leder, Malcolm. & Peter Shears., Consumer Law, Fourth Edition,Financial Times Pitman Publishing, London.1996

    Nurjanah et. al, Sebaiknya Anda Tahu BAHAN TAMBAHANMAKANAN, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia(YLKI), Jakarta.1992

    Sri Redjeki Hartono,., Aspek-aspek Hukum Perlindungan Konsumendalam Kerangka Era Perdagangan Bebas dalam HukumPerlindungan Konsumen, Madar Maju, Bandung. 2000

    Siahaan, N.H.T, Hukum Konsumen, Perlindungan KonsumenTanggung Jawab Produk, Pantai Rei, Jakarta.2005

    Sudaryatmo, Memahami Hak Anda sebagai Konsumen; PenjelasanPrakt is Mengenai UUPK, cet.1, PIRAC danPEG,Jakarta.2000

    Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo,Grasindo,Jakarta.2000

    Universitas Indonesia dan Departemen Perdagangan, RancanganAkademik Undang-undang tentang PerlindunganKonsumen, Jakarta,1992

    Yahya Harahap. Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilandan Penyelesaian Sengketa, Citra Aditya Bakti,Bandung.1997

    PENINDAKAN HUKUM

    HARUS TEGAS TERHADAP

    PRODUSEN/PENJUAL

    MAKANAN BERBAHAYA

    Edisi Mei 2012.pdf12345678910111213141516171819202122232425262728293031323334353637383940414243444546474849505152535455565758596061626364