tugas 4 agitasi dan propaganda politik
TRANSCRIPT
Daftar Isi
1. Pendahuluan................................................................. 2
2. Agitasi dan Propaganda Politik.................................... 3
a. Agitasi ..................................................................... 3
b. Propaganda ............................................................. 7
c. Propaganda jepang terhadap indonesia ................... 12
3. Penutup ......................................................................... 14
a. Kesimpulan.............................................................. 14
Daftar Pustaka .................................................................... 15
1. PENDAHULUAN
Istilah agitasi dan propaganda, adalah bagian dari “cara” berkomunikasi. Sebetulnya
ada banyak cara berkomunikasi lainya seperti penerangan, jurnalistik, humas, publisitas,
pameran, dll. Seperti apa yang menjadi tujuan umum dari komunikasi maka agitasi dan
propaganda ditujukan juga untuk mengubah sikap, pendapat, dan perilaku orang lain seperti
yang diharapkan oleh komunikator (pengirim pesan).
Karena terkait masalah perilaku individu dalam situasi sosial, agitasi dan propaganda
tidak lepas dari masalah psikologi sosial. agitasi dan propaganda akan menjadi efektif apabila
disertai dengan pemahaman atas faktor-faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi
sikap, maupun perilaku individu maupun kelompok. Faktor internal seperti kepribadian,
sistem nilai, motivasi, serta sikap terhadap sesuatu yang ada disekitarnya, sedangkan secara
eksternal dipengaruhi oleh sistem nilai yang hidup ditengah masyarakat, kondisi lingkungan
alam, tata ruang dan kondisi sosial ekonomi. agitasi dan propaganda menjadi penting bagi
organisasi masyarakat (ormas) maupun partai politik (parpol) hingga perusahaan komersial
sekalipun karena menyangkut upaya-upaya untuk mecapai kemenangan maupun
mempengaruhi sikap, pendapat maupun perilaku dari pihak-pihak lain baik itu pihak musuh
(politik, ideologi, saingan bisnis), pihak netral maupun kawan.
Seorang Komunikator (agitator dan propagandator) yang baik, setidak-tidaknya harus
mengerti unsur-unsur dasar komunikasi. Pakar komunikasi Harold Lasswell (1972)
menyebutnya dalam pertanyaan : Who Says What In Which Channel To Whom With What
Effect ?. ( Siapa mengatakan apa melalui apa untuk siapa dan pengaruhnya apa ?). Siapa
(Komunikator), mengatakan apa (Pesan), melalui apa (Media), untuk siapa
(komunikan/penerima pesan), pengaruhnya apa (efek). Analisa yang mendalam terhadap
unsur-unsur komunikasi diatas juga akan turut mempertajam strategi komunikasi bagi sebuah
organisasi.
2. AGITASI DAN PROPAGANDA POLITIK
A. Agitasi
Agitasi politik berasal dari bahasa Yunani agitare yang berarti bergerak atau
menggerakkan. Agitasi juga merupakan bentuk dari seni berkomunikasi yang tidak terlepas
dari kegiatan perpolitikan. Menurut Herbert Blumer (1969) agitasi adalah kegiatan yang
beroprasi untuk membangkitkan rakyat pada suatu gerakan terutama gerakan politik. Dengan
demikian agitasi adalah cara untuk menggerakan massa baik secara lisan maupun tuisan
dengan cara membangkitkan emosi khalayak.
Dalam makna denotatifnya, agitasi berarti hasutan kepada orang banyak untuk
mengadakan huru-hara, pemberontakan dan lain sebagainya. Kegiatan ini biasanya dilakukan
oleh tokoh/aktivis partai politik, ormas dan lain sebagainya dalam sesi pidato maupun tulisan.
Dalam praktek, dikarenakan kegiatan agitasi yang cenderung “menghasut” maka seringkali
disebut sebagai kegiatan “provokasi” atau sebagai perbuatan untuk membangkitkan
kemarahan. Bentuk agitasi sebetulnya bisa dilakukan secara individual maupun dalam basis
kelompok (massa).
Agitasi dimulai dengan cara membuat kontradiksi di masyarakat dan menggerakkan
kahalayak untuk menentang kenyataan hidup masyarakat selama ini. Hal ini digunakan untuk
menimbulkan kegelisahan di masyarakat, kemudian rakyat digerakan untuk mendukung
gagasan baru untuk menciptakan keadaan yang baru.
Dalam Negara – Negara demokrasi sebagian besar agitasi ditolak karena sangat
tercela. Hal ini karena agitasi bersifat negatif dengan caranya yang menggunakan hasuttan,
ancaman, dan menggelisahkan sehingga membangkitkan rasa tidak puas dan memdorong
adanya pemberontakan.
Beberapa perilaku kolektif yang dapat dijadikan sebagai pemicu dalam proses agitasi
adalah :
1. Perbedaan kepentingan, seperti misalnya isu SARA (Suku, Agama, Ras). Perbedaan
kepentingan ini bisa menjadi titik awal keresahan masyarakat yang dapat dipicu
dalam proses agitasi
2. Ketegangan sosial, ketegangan sosial biasanya timbul sebagai pertentangan antar
kelompok baik wilayah, antar suku, agama, maupun pertentangan antara pemerintah
dengan rakyat.
3. Tumbuh dan menyebarnya keyakinan untuk melakukan aksi, ketika kelompok merasa
dirugikan oleh kelompok lainya, memungkinkan timbul dendam kesumat dalam
dirinya. Hal ini bisa menimbulkan keyakinan untuk dapat melakukan suatu aksi
bersama;
Dalam politik, ketiga perilaku kolektif diatas akan menjadi ledakan sosial apabila ada
faktor penggerak (provokator)nya. Misalnya ketidakpuasan rakyat kecil terhadap kebijakan
pemerintah yang tidak memihak kepada mereka juga bisa menjadi sebuah alat pemicu yang
efektif untuk mendongkel sebuah rezim. Dalam tahap selanjutnya, mobilisasi massa akan
terbentuk apabila ledakan sosial yang muncul dapat memancing solidaritas massa. Hingga
pada eskalasi tertentu mebisa munculkan kondisi collaps.
Dalam proses agitasi pemahaman perilaku massa menjadi penting. Agar agitasi dapat
dilakukan secara efektif maka perlu diperhatikan sifat orang-orang dalam kelompok(massa)
seperti ; massa yang cenderung tidak rasional, mudah tersugesti, emosional, lebih berani
mengambil resiko, tidak bermoral. Kemampuan seorang agitator untuk mengontrol emosi
massa menjadi kunci dari keberhasilan proses agitasi massa. Sedangkan pendekatan
hubungan interpersonal merupakan kunci sukses dalam agitasi individu.
Agitasi dan propaganda hampir memiliki kemiripan namun yang membedakanya
Agitasi memfokuskan diri pada sebuah isu aktual, berupaya ‘mendorong’ suatu tindakan
terhadap isu tersebut. Propaganda berurusan dengan penjelasan gagasan-gagasan secara
terinci dan lebih sistematis. Seorang marxis perintis di Rusia, Plekhanov, menunjukkan
sebuah konsekuensi yang penting dari pembedaan ini. “Seorang propagandis menyajikan
banyak gagasan ke satu atau sedikit orang; seorang agitator menyajikan hanya satu atau
sedikit gagasan, tetapi menyajikannya ke sejumlah besar orang (a mass of people)”. Seperti
semua generalisasi yang seperti itu, pernyataan di atas jangan dipahami secara sangat harfiah.
Propaganda, dalam keadaan yang menguntungkan, bisa meraih ribuan atau puluhan ribu
orang. Dan ‘sejumlah besar orang’ yang dicapai oleh agitasi jumlahnya sangat tidak tetap.
Sekalipun demikian, inti dari pernyataan Plekhanov itu memiliki landasan yang kuat (sound).
"Seorang propagandis yang, katakanlah, berurusan dengan persoalan pengangguran,
mesti menjelaskan watak kapitalistis dari krisis, sebab dari tak terhindarkannya krisis dalam
masyarakat modern, kebutuhan untuk mentransformasikan masyarakat ini menjadi sebuah
masyarakat sosialis, dsb. Secara singkat, ia mesti menyajikan “banyak gagasan”, betul-betul
sangat banyak, sehingga gagasan itu akan dipahami sebagai suatu keseluruhan yang integral
oleh (secara komparatif) sedikit orang. Meskipun demikian, seorang agitator, yang berbicara
mengenai persoalan yang sama, akan mengambil sebagai sebuah ilustrasi, kematian anggota
keluarga seorang buruh karena kelaparan, peningkatan pemelaratan (impoverishment) dsb.,
dan penggunaan fakta ini, yang diketahui oleh semua orang, akan mengarahkan upayanya
menjadi penyajian sebuah gagasan tunggal ke “massa”. Sebagai akibatnya, seorang
propagandis bekerja terutama dengan mamakai bahasa cetak; seorang agitator dengan
memakai bahasa lisan."
Mengenai pokok pikiran yang terakhir, Lenin keliru, karena ia terlalu berat-sebelah.
Seperti yang ia sendiri nyatakan, sebelum dan sesudah ia menulis pernyataan di atas, sebuah
surat kabar revolusioner bisa dan mesti menjadi agitator yang paling efektif. Tetapi ini
merupakan masalah sekunder. Hal yang penting adalah bahwa agitasi, apakah secara lisan
atau tertulis, tidak berupaya menjelaskan segala sesuatu. Jadi kita menyatakan, dan mesti
menyatakan, bahwa para individu buruh tambang yang menggunakan pengadilan kapitalis
untuk melawan NUM adalah buruh pengkhianat, bajingan (villains), dipandang dari segi
perjuangan sekarang ini; betul-betul terpisah dari argumen umum tentang watak negara
kapitalis. Tentu kita akan mengajukan argumen, tetapi kita berupaya ‘membangkitkan
perhatian’, ‘mendorong’, ‘membangkitkan rasa tidak senang dan kemarahan’ terhadap
pengadilan di sebanyak mungkin buruh. Ini mencakup mereka (mayoritas besar) yang belum
menerima gagasan bahwa negara, negara apapun dan pengadilannya, pasti merupakan sebuah
instrumen dari kekuasaan kelas.
Kedua hal itu penting, sangat diperlukan, tetapi keduanya tidak selalu bisa dikerjakan.
Agitasi memerlukan kekuatan yang lebih besar. Tentu saja seorang individu terkadang bisa
mengagitasi sebuah keluhan tertentu secara efektif, katakanlah, keluhan mengenai kurangnya
sabun atau tissue toilet yang layak di sebuah tempat kerja tertentu, tetapi sebuah agitasi yang
luas dengan sebuah fokus yang umum tidaklah mungkin tanpa sejumlah besar orang yang
ditugaskan dengan pantas untuk melaksanakannya, tanpa sebuah partai.
B. Propaganda
Kata propaganda yang berasal dari bahasa latin propagare berarti menyemaikan
tunas. Propaganda sendiri sebenarnya sudah lama diaplikasikan di bidang politik. Awalnya
propaganda digunakan untuk bidang keagamaan katholik. Pada tahun 1962 Paus Gregorius
XV membentuk komisi cardinal yang dinamakan congregatio de propaganda fide untuk
menumbuhkan keimanan kristiani.
Propaganda sendiri berarti penerangan ( paham, pendapat, dsb) yang benar atau salah
yang dikembangkan dengan tujuan meyakinkan orang lain agar menganut suatu aliran, sikap,
atau arah tindakan tertentu. Kegiatan propaganda ini banyak dipakai oleh berbagai macam
organisasi baik itu orgnisasi massa, parpol, hingga perusahaan yang berorientasi profit
sekalipun baik kepada kawan, lawan maupun pihak netral. Propaganda juga merupakan inti
dari kegiatan perang urat syaraf (nerve warfare) baik itu berupa perang ideologi, politik, ide,
kata-kata, kecerdasan, dll.
Pengaruh propaganda dalam kegiatan politik sendiri secara intensif digunakan oleh
kegiatan politik Hitler pada perang dunia II. Propaganda dilakukan Hitler untuk menyebar
luaskan faham fasisme sekaligus memperluas area kekuasaan Nazi. Propaganda Nazi ini
berkonotasi negative karena menggunakan kebohongan dan banyak memakan korban jiwa.
Di Negara komunis seperti soviet (sebelum pecah) kegiatan probaganda mendapat
citra positif dan digunakan secara intensif. Menurut Lenin, propaganda adalah
mengemukakan banyak gagasan atau pikiran sedikit orang. Propaganda lebih ditekankan
untuk membentuk pikiran orang – orang melalui ceramah – ceramah yang jumlah
khalayaknya terbatas.
Di Negara demokrasi, menurut Leonardo W.Dobb (1966) propaganda adalah suatu
usaha individu atau indiviru – individu yang berkepentingan untuk membentuk sikap
kelompok lain. Pembentukan sikap ini dilakukan dengan cara pemberian sugesti.
Sedangkan Jaques Ellul membagi propaganda menjadi dua tipe. Pertama, propaganda
politik yang merupakan kegiatan yang dilakukan pemerintah, partai politik, dan kelompok
kepentingan untuk mencapai tujuan politik. Kedua, propaganda sosiologis yang biasanya
kurang terlihat dan berjangka lebih panjang dari propaganda politik. Propaganda sosiologis
mengemukakan pesan – pesan suatu cara hidup, yang selanjutnya mempengaruhi setiap
lembaga kehidupan.
Kegiatan propaganda menurut bentuknya seringkali digolongkan dalam dua jenis,
yaitu propaganda terbuka dan tertutup. Propaganda terbuka ini dilakukan dengan
mengungkapkan sumber, kegiatan dan tujuannya secara terbuka. Sebaliknya, propaganda
tertutup dilakukan dengan menyembunyikan sumber kegiatan dan tujuannya.
Para pakar organisasi menggolongkan 3 (tiga) jenis model propaganda. Menurut William E
Daugherty, ada 3 (tiga) jenis propaganda :
1. White propaganda, yaitu propaganda yang sumbernya dapat diidentifikasi secara
jelas dan terbuka. White propaganda juga disebut overt propaganda alias
propaganda terbuka. Dalam ajang pemilu, propaganda jenis ini mudah dijumpai.
Juga dalam bidang periklanan yang sering disebut propaganda komersil
(commercial propaganda).
2. Black propaganda, disebut juga covert propaganda atau propaganda terselubung,
yaitu propaganda yang seolah-olah menunjukkan sumbernya, padahal bukan
sumber yang sebenarnya. Dengan kata lain, ini jenis propaganda lempar batu
sembunyi tangan. Karena sifatnya yang terselubung, sumber aslinya tidak
diketahui, sehingga jika kegiatan propaganda itu melanggar etika atau norma
tertentu, sulit untuk mengetahui kepada siapa pelanggaran itu seharusnya
dialamatkan. Propaganda jenis ini biasanya digunakan untuk melancarkan tuduhan,
teror, dan stigma terhadap pihak yang dimusuhinya. Jenis ini galibnya digunakan
dalam perang opini.
3. Grey propaganda, yaitu propaganda yang seolah-olah berasal dari sumber yang
netral, padahal sebenarnya bersumber dari pihak lawan. Grey propaganda tidak
lebih dari black propaganda yang kurang mantap. Pasalnya, pelaku grey
propaganda ini berupaya menghindari identifikasi, baik dari sumber yang
bersahabat maupun yang berlawanan.
Sementara Mertz dan Lieber dalam Conflict in Context: Understanding Local to
Global Security, juga Doob dalam Public Opinion and Propaganda, mengategorisasi
propaganda menurut jelas-tidaknya tujuan di balik pesan yang disampaikan.
1. Revealed propaganda (propaganda terang-terangan/terbuka) adalah propaganda
yang tujuannya jelas.
2. Concealed propaganda (propaganda tersembunyi/tertutup) adalah propaganda yang
digunakan untuk mempengaruhi pihak lain dengan mengaburkan tujuan di balik
pesan yang disampaikan.
Selanjutnya, Jacques Ellul (Nimmo, 2000: 126-127) membagi propaganda dengan
cara yang berbeda. Ellul membedakan propaganda politik dan propaganda sosiologi,
propaganda agitasi dan propaganda integrasi, propaganda vertikal dan propaganda horizontal.
1. Propaganda politik melibatkan usaha-usaha pemerintah, partai, atau golongan yang
berpengaruh untuk mencapai tujuan strategis atau taktis. Ini dilakukan melalui
himbauan-himbauan khas berjangka pendek.
2. Propaganda sosiologi kurang kentara namun efek yang ditimbulkannya lebih
berjangka panjang. Melalui propaganda ini orang didoktrin oleh suatu pandangan
hidup tertentu; sebuah ideologi yang berangsur-angsur merembes atau tepatnya
dirembeskan ke dalam pranata-pranata ekonomi, sosial, dan politik suatu
masyarakat. Hasilnya adalah suatu konsepsi umum tentang masyarakat yang
dengan setia dipatuhi oleh setiap orang kecuali beberapa orang yang dihukum atau
dikecam dengan keras sebagai penyimpang.
3. Propaganda agitasi berusaha agar orang-orang bersedia memberikan pengorbanan
yang besar bagi tujuan yang langsung, mengorbankan jiwa mereka dalam usaha
mewujudkan cita-cita dalam tahap-tahap yang merupakan suatu rangkaian, tujuan
demi tujuan. Melalui agitasi, para pemimpin mempertahankan kegairahan para
penganutnya dengan memperoleh suatu kemenangan yang khas, kemudian
memberi peluang untuk bernapas, diikuti oleh usaha yang lain lagi dalam satu
rangkaian tujuan.
4. Propaganda integrasi berusaha menggalang kesesuaian di dalam mengejar tujuan-
tujuan jangka panjang. Melalui propaganda ini orang-orang mengabdikan diri
mereka kepada tujuan-tujuan yang mungkin tidak akan terwujud dalam waktu
bertahun-tahun, bahkan selama mereka hidup.
5. Propaganda vertikal adalah propaganda satu-kepada-banyak dan terutama
mengandalkan media massa bagi penyebaran himbauannya.
6. Propaganda horizontal bekerja lebih di antara keanggotaan kelompok ketimbang
pemimpin kepada kelompok; lebih banyak melalui komunikasi interpersonal dan
komunikasi organisasi ketimbang melalui komunikasi massa. Secara tradisional
partai-partai politik mengandalkan propaganda horizontal, seperti kunjungan ke
pengurus organisasi di daerah, pelatihan kader partai, persekongkolan di dalam sel,
dan sebagainya.
Lain lagi dengan Paul Kescskemeti (dikutip dari Sastropoetro, 1991: 24-25).
Kescskemeti mengategorisasi propaganda ke dalam dua jenis utama, yaitu propaganda
komersial dan propaganda politik. Propaganda komersial meliputi periklanan, kecakapan
menjual, dan hubungan masyarakat (public relations). Propaganda politik mencakupi
kegiatan dan gerakan partai-partai politik yang menuju kepada pemastian penerimaan
doktrinnya, mengerahkan anggota baru, memenangkan suara, dan lain sebagainya. Tipe lain
dari propaganda politik meliputi teknik promosi yang digunakan oleh pemerintah dan
kelompok penguasa untuk meningkatkan prestasinya, baik di dalam maupun luar negeri,
menjaga semangat warganya di dalam negeri, dan menghancurkan moral para penentangnya
baik dalam perang terbuka ataupun dalam perang dingin.
Ada juga propaganda yang dilakukan di luar bidang komersial dan politik, yaitu
kampanye untuk amal, kampanye untuk mendapat perhatian umum terhadap suatu
kepentingan sosial, usaha untuk mendapat pengakuan terhadap teori-teori ilmiah, atau suatu
gaya arsitektur tertentu, dan promosi untuk suatu prinsip higienis atau suatu kesukaan.
Beberapa ahli membedakan propaganda menjadi propaganda disengaja dan tidak disengaja
(Nimmo, 2000: 126). Nimmo mencontohkan perbedaan antara seorang guru ekonomi yang
dengan sengaja mendoktrin para siswanya dengan pandangan-pandangan Marxis dan guru
ekonomi yang ketika menjawab suatu pertanyaan, secara spontan menunjukkan segi-segi
positif dalam filsafat ekonomi Marxis dibandingkan kapitalisme.
Selain jenis propaganda yang telah disebutkan di atas, ada juga yang disebut dengan
propaganda of the deed. Sejatinya propaganda berkarakter antikekerasan. Namun demikian
para ilmuwan telah memberikan jastifikasi terhadap penggunaan kekerasan atau propaganda
of the deed, dengan merumuskannya sebagai berikut (Sastropoetro, 1991: 28-30): ‘a public
action or display having the purpose or the effect of furthering or hindering a cause (= suatu
tindakan atau peragaan yang bersifat publik dengan tujuan atau akibat meneruskan atau
menghalangi suatu maksud). Dalam Encyclopaedia Britannica termaktub uraian,
‘Communication effects are sometimes obtained with the aid of physical devices which are
not usually employed for the purpose. The act of killing is no ordinary method of
communication, yet killing is spoken of as propaganda of the deed when political
assassination are carried out as a menass of affecting attitudes (= Efek komunikasi terkadang
dapat diraih dengan bantuan sarana fisik yang biasanya tidak digunakan untuk tujuan
tersebut. Tindak pembunuhan lazimnya bukanlah metode komunikasi, namun pembunuhan
dapat dianggap sebagai propaganda of the deed manakala pembunuhan politis dilakukan
sebagai sarana untuk mempengaruhi sikap)’.
Termasuk kategori propaganda of the deed (= propaganda tindakan nyata) adalah
tindak terorisme. Terlepas dari belum adanya definisi yang disepakati bersama dari istilah
terorisme, terorisme itu sendiri memiliki cara yang khas yaitu penggunaan kekerasan untuk
mencapai tujuan politis. Misalnya, peristiwa Bom Bali yang berhasil membuat publik,
khususnya dunia Barat, percaya bahwa Indonesia adalah “sarang teroris”.
C. Propaganda jepang terhadap indonesia
Salah satu propaganda bangsa jepang yang menyatakan bahwa setelah bangsa
belanda ( bangsa barat ) terusir dari indonesia ( Asia ), jepang bertekad untuk memajukan
bangsa indonesia ( Asia ) sehingga mereka setaraf dengan bangsa – bangsa yang telah
maju.jepang memberikan harapan kepada bangsa indonesia dengan siasat
propagandanya,dengan diizinkanya pengibaran sang saka dan menyanyikan lagu kebangsaan
sebelum tanggal 20 maret 1942 yang semakin meyakinkan bangsa indonesia bahwa jepang
merupakan penolong bangsa indonesia dari jajahan bangsa belanda.
Ternyata harapan bangsa indonesia terhadap bangsa jepang sirna,tidak lama
setelah jepang menguasai indonesia,ternyata harapan datangnya kesejahteraan bagi mereka
masih sangat jauh.bahkan yang dihadapi sekarang adalah masa penindasan total yang lebih
kejam dari pada sebelumnya.Penindasan politis dilakukan dengan mengeluarkan maklumat
tanggal 20 maret 1942 yang berisi berbagai larangan yang diantaranya melarang segala
macam bentuk pembicaraan,pergerakan,dan anjuran atau propaganda perihal atau peraturan
dan susunan negara.serta pelarangan pengibaran sang saka merah putih dan penyanyian lagu
indonesia raya yang semula diizinkan.dengan demikian bahwa bangsa jepang telah
melakukan perampasan kebebasan yang semula dimilikinya.
Kesombongan tentara jepang sangat menyakitkan hati. Jepang melakukan
perampasan kehormatan rakyat indonesia.karena sulitnya penghidupan rakyat terpaksa makan
ubi-ubian yang gizinya kurang,mengkonsumsi bekicot yang sebelumnya dianggap
jijik,mereka terpaksa berpakaian goni,bagot,atau rami.jenazah orang mati biasanya dibungkus
kain mori (kafan) terpaksa dibungkus dengan tikar atau bagor,kalau dibungkus dengan kain
harus dijaga agar kainya tidak diambil orang.penyakit mewabah seperti : beri-beri,penyakit
kulit,dan sebagainya.perampasan kekayaan dalam bentuk raja brana dan raja kaya. Rakyat
dikenakan tanam paksa untuk kebutuhan perang,seperti kapas,randu,jarak,dan
sebagainya.mereka dikenakan juga kerja paksa ( romusha atau narakarya) untuk membangun
bangunan-bangunan militer.ini semua kata jepang,merupakan kurban untuk datangnya
kemerdekaan.sesungguhnya di zaman jepang,bangsa indonesia tidak hidup dalam lingkungan
kemakmuran bersama melainkan lingkungan kemiskinan bersama.agar kebutuhan jepang
dapat terpenuhi.
3. P E N U T U P
a. KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi merupakan
perilaku manusia yang berproses dalam penyampaian isi pernyataan meliputi fikiran,
kehendak atau perasaanya kepada orang lain baik secara baik secara lisan, maupun tulisan, di
iringi gerak-gerik, sikap tubuh dan mimik, serta lambang-lambang lainya.
Jika dikaitkan dengan kegiatan komunikasi maka agitasi dan propaganda
merupakan bagian dari kegiatan komunikasi. Komunikasi dilakukan dengan berbagai
tingkatan tujuan. Agitasi dan propaganda merupakan suatu tujuan pencapaian isi pernyataan
yang disamapikan sesuai komunikator dan melaksanakanya untuk kepentingan komunikator.
Faktor kepentingan komunikator dalam melakukan agitasi dan propaganda menjadi patokan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, kandungan pernyataan bisa berupa fakta dan nonfakta, bisa
kebenaran atau kebohongan. Semua isi itu dikembangkan denga tujuan meyakinkan orang
agar menganut suatu keyakinan, sikap sampai pada arah tindakan tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Ardial 2009. Komunikasi Politik, PT Indeks, Jakarta
Rakhmat, Jalaludin. 2002.Retorika Modern Pendekatan-Pendekatan Praktis, Cetakan ke
delapan, PT Remaja Rosda Karya Bandung.
Subiakto, Henry dan Ida Rahma. Komunikasi Politik, Media dan Demokrasi. Jakarta:
Kencana
http://www.marxists.org/indonesia/archive/hallas/agitasi.htm