traumatic injury blok dmf 1

42
SKENARIO 7 TRAUMATIC INJURY drg. Nuzulul Hikmah, M.Biomed. Seorang anak perempuan usia 6 tahun dating ke dokter gigi setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Setelah kecelakaan, bibir berdarah, gigi depan patah, dan sakit. Pemeriksaan intra oral menunjukkan adanya laserasi tidak teratur, panjang 1 cm, dan masih sedikit berdarah pada mukosa labial atas disertai pembengkakan, kemerahan dan sakit. Gigi 51 fraktur 1/3 insisal, goyang derajat 2. Gigi 61 intrusi. Pada gigi 31 fraktur 1/3 insisal dengan pulpa yang terbuka, terjadi kegoyangan gigi derajat 2. Pada gigi 41 goyang derajat 2, dan perdarahan dari servikal gigi. Pemeriksaan radiografi menunjukkan gigi 51 fraktur mahkota mencapai pulpa, intrusi pada gigi 61 serta kerusakan tulang alveolar, gigi 31 fraktur mahkota mencapai dentin, apical gigi masih terbuka. STEP 1 1. Laserasi : Luka terbuka dari jaringan lunak. 2. Intrusi : Masuknya gigi yang mengalami trauma ke dalam soket gigi.

Upload: nadia-farhatika

Post on 11-Jan-2016

34 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

STEP 1-7 TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

TRANSCRIPT

Page 1: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

SKENARIO 7

TRAUMATIC INJURY

drg. Nuzulul Hikmah, M.Biomed.

Seorang anak perempuan usia 6 tahun dating ke dokter gigi setelah mengalami

kecelakaan lalu lintas. Setelah kecelakaan, bibir berdarah, gigi depan patah, dan

sakit. Pemeriksaan intra oral menunjukkan adanya laserasi tidak teratur, panjang 1

cm, dan masih sedikit berdarah pada mukosa labial atas disertai pembengkakan,

kemerahan dan sakit. Gigi 51 fraktur 1/3 insisal, goyang derajat 2. Gigi 61 intrusi.

Pada gigi 31 fraktur 1/3 insisal dengan pulpa yang terbuka, terjadi kegoyangan

gigi derajat 2. Pada gigi 41 goyang derajat 2, dan perdarahan dari servikal gigi.

Pemeriksaan radiografi menunjukkan gigi 51 fraktur mahkota mencapai pulpa,

intrusi pada gigi 61 serta kerusakan tulang alveolar, gigi 31 fraktur mahkota

mencapai dentin, apical gigi masih terbuka.

STEP 1

1. Laserasi : Luka terbuka dari jaringan lunak.

2. Intrusi : Masuknya gigi yang mengalami trauma ke dalam soket

gigi.

3. Fraktur : Suatu patahan akibat trauma.

4. Goyang derajat dua : kegoyangan gigi sekitar 1 mm

STEP 2

1. Apa kaitannnya usia 6 tahun dengan banyaknya fraktur yang terjadi?

2. Apa hubungannya fraktur 1/3 insisal dengan goyang derajat dua pada gigi

51 dan 31?

Page 2: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

3. Pengaruh intrusi gigi 61 dan fraktur gigi 51 terhadap pertumbuhan gigi

permanen?

4. Mengapa pada gigi 31 tejadi perdarahan dari pulpa?

5. Pada gigi 31, mengapa terjadi pembukaan pada bagian apical gigi?

6. Apa kaitannya gigi intrusi 61 dan fraktur gigi 51 terhadap pertumbuhan

gigi permanen?

7. Mengapa terjadi perdarahan pada gigi 41 di daerah servikal?

8. Mengapa yang terkena fraktur hanya gigi insisiv pertama saja dan apa ada

pengaruh pada gigi yang lain?

9. Teknik radiografi apa yang cocok sesuai scenario pada bagian mahkota?

10. Bagaimana pemeriksaan klinis dan perawatan dalam melakukan

penanganan?

11. Apa saja klasifikasi yang didapat yang digunakan untuk trauma gigi

berdasarkan skenario?

STEP 3

1. - Usia seseorang berpengaruh terhadap banyaknya fraktur yang dialami

seseorang. Karena pada usia 6 tahun, tulang alveolar dan jaringan

pendukung gigi masih belum sempurna, masih dalam masa pertumbuhan

dan perkembangan, sehingga akan rawan fraktur apabila terjadi trauma

yang parah.

- Jika dilihat dari anatomi gigi susu memang lebih kecil dari gigi

permanen. Dengan akarnya yang kecil tsb. Perlekatan gigi dengan

tulang dan ligamen periodontalnya tidak terlalu kuat. Maka dari itu

gigi sulung lebih rentan terkena trauma.

Page 3: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

2. - Terjadinya fraktur dan kegoyangan pada gigi tidak ada kaitannya, namun

seberapa kuat trauma yang diberikan pada gigi akan mempengaruhi parah

atau tidaknya fraktur dan kegoyangan pada gigi.

- Terjadinya suatu kegoyangan pada gigi berkaitan secara tdk langsung

dengan adanya fraktur 1/3 incisal gigi dikarenakan, adanya fraktur yang

bisa disebabkan oleh benturan / Trauma yang sngat keras sehingga dapat

menyebabkan gigi goyang.

3. - Apabila gigi sulung instrusi pada gigi 61 mencapai benih gigi, dapat

mengganggu jalannya erupsi gigi permanen sehingga dapat menyebabkan

perubahan arah posisi gigi.

- Pengaruh fraktur pada gigi 51 tidak sampai mengganggu pertumbuhan

gigi permanen di bawahnya. Hal ini dikarenakan kerusakan pada gigi 51

tidak mencapai tulang alveolar, berbeda dengan inrusi pada gigi 61 yang

menyebabkan rusaknya tulang alveolar. Kemungkinan akan mengganggu

erupsi gigi permanen lebih besar dibandingkan gigi 51.

4. - Fraktur kelas 3 menurut Ellis dan Davey : Fraktur mahkota gigi yang

melibatkan jaringan dentin dan menyebabkan terbentuknya pulpa.

- Dikarenakan pada pulpa terdapat pembuluh darah dan syaraf. Pembuluh

darah putus sehingga menyebabkan perdarahan.

5. Tidak ada hubungannya fraktur mahkota sampai dentin pada gigi 31

dengan akar yang masih terbuka. Karena akar yang masih terbuka tersebut

menunjukan gigi permanen masih dalam perkembangan yang belum

sempurna karena pasien berusia 6 tahun dan tidak termasuk fraktur gigi.

6. - Saat intrusi terjadi kerusakan tulang karena anatomi gigi dari servikal ke

apikal lebih besar daerah servikal, jadi saat terjadi intrusi ligamen

periodontal akan tertekan dan tulang alveolar akan rusak, disamping itu,

gigi memeiliki kekuatan yang lebih dibanding tulang, jadi saat terjadi

intrusi bukan giginya yang rusak melaninkan tulangnya yang akan rusak.

Page 4: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

7. Trauma yang terjadi menyebabkan gigi 41 mengalami goyang derajat 2,

hal ini dapat menyebabkan injuri pada jaringan periodontal yang terdapat

banyak pembuluh darah. Karena pembuluh darahnya terkena injury dan

luka, maka terjadilah perdarahan.

8. Tergantung dari bagaimana trauma itu terjadi. Bila trauma itu terjadi

secara vertikal kemungkinan besar tidak akan berakibat pada gigi

sekitarnya. Namun bila secara horizontal kemungkinan besar dapat

berdampak trauma juga pada gigi disekitar yang terkena trauma.

9. Teknik radiografi yang cocok digunakan untuk melihat fraktur yaitu

rontgen panoramik sebab dengan foto panoramik kita dapat melihat

keseluruhan maksila dan mandibula dalam satu foto. Namun pemeriksaan

ini memberikan gambaran yang kurang detail. Setelah diketahui gigi mana

yang mengalami fraktur dan ingin dilakukan perawatan, sebaiknya

menggunakan teknik periapikal. Dengan teknik periapikal, kita

mendapatkan gambaran gigi dan jaringan pendukungknya dengan ukuran

yang hampir sama dengan aslinya.

10. - Pemeriksaan

Subjektif : Secara anamnesis

Objektif : Tes palpasi

Pemeriksaan intraoral

Tes vitalitas : Tes termal,tes perkusi

- Tes vitalitas pulpa

Beberapa test vitalitas gigi yaitu :

1. Sensivitas terhadap termal

Page 5: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

Respon terhadap rangsangan dingin menggunakan etil

khlorida atau es, sedangkan respon terhadap rangsangan

panas dapat menggunakan gutta percha yang dipanaskan.

2. Rangsangan elektrik

Rangsangan elektrik dapat menggunakan alat Rheostat.

3. Perkusi

Tes ini dapat dilakukan dengan mengetukkan handle kaca

mulut pada gigi yang mengalami trauma.

- Teknik radiografi yang dapat digunakan pada pasien ini adalah teknik

radiografi ektraoral. Mengapa demikian karena, pasien masih anak-

anak kemungkinan kurang koperatif jika menggunakan radiografi

intraoral, ditambah lagi rasa sakit yang dirasakan pasien akan lebih

sulit meletakkan fil secara intraoral. Selain itu juga dengan

menggunakan radiografi ekstraoral kita dapat mengetahui seberapa

luas fraktur yang terjadipada pasien dan struktur anatomis mana saja

yang terlibat.

- Pulpektomi adalah pengangkatan seluruh jaringan pulpa. Pulpektomi

merupakan perawatan untuk jaringan pulpa yang telah mengalami

kerusakan yang bersifat irreversible atau untuk gigi dengan kerusakan

jaringan keras yang luas. Atau pulpektomi meliputi pembuangan

jaringan nekotik dari bagian korona dan saluran akar gigi sulung yang

pulpanya telah nonvital atau mengalami radang kronis. Atau

pulpektomi meliputi pembuangan jaringan nekotik dari bagian korona

dan saluran akar gigi sulung yang pulpanya telah nonvital atau

mengalami radang kronis. Meskipun perawatan ini memakan waktu

yang lama dan lebih sukar daripada pulp capping atau pulpotomi

namun lebih disukai karena hasil perawatannya dapat diprediksi

dengan baik. Jika seluruh jaringan  pulpa dan kotoran diangkat serta

Page 6: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

saluran akar diisi dengan baik akan diperoleh hasil perawatan yang

baik pula.

- Pulpotomi, hanya dilakukan jika gigi mengalami suatu nekrosis pulpa

parsial sehingga dapat diambil jaringan pulpa yang mengalami

nekrosis untuk kemudian dapat diberi bahan adhesif agar merangsang

perbaikan jaringan

11. Gigi 51 : Kelas 9.3

Gigi 31 : Kelas 3

Gigi 61 : Kelas 9.7

Gigi 41 : Subluksasi

Page 7: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

STEP 4

STEP 5

1. Mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan etiologi dari trauma.

2. Mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan klasifikasi dari trauma

yang mengenai jaringan keras gigi.

3. Mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan klasifikasi dari traima

yang mengenai jaringan lunak rongga mulut.

Page 8: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

4. Mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan pemeriksaan klinis dan

penunjang pada trauma rongga mulut.

5. Mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan perawatan terhadap

trauma pada rongga mulut.

6. Mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan urutan erupsi gigi

permanen. (PR)

7. Mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan klasifikasi kegoyangan

derajat. (PR)

STEP 7

1.

2. - Intrusi

Intrusi merupakan pergeseran sebagian / keseluruhaan permukaan mahkota

gigi ke soketnya dalam arah aksial (arah apeks) bahkan mahkota gigi

benar-benar terbenam hingga tidak terlihat sama sekali dikarenakan

tertanamnya seluruh permukaan gigi dalam tulang alveolar sehinga

mobilitas gigi menurun menyerupai ankilosis.

Intrusi ini merupakan trauma luksasi gigi yang paling sulit dan jarang

terjadi hanya sekitar 0,3 – 1,9 % dari seluruh injury traumatik pada gigi.

Jarangnya kasus intrusi mengakibatkan terbatasnya penelitian-penelitian yang

mendukung metode perawatan yang tepat.

Derajat keparahan intrusi dan pertumbuhan akar

Derajat intrusi Apeks terbuka Apeks tertutup

Ringan (<3mm) RP RP setelah 2-3minggu

RO

Sedang(3-6mm) RP RB atau RO

Page 9: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

Berat (>6mm) RP RB

Keterangan : RP= reposisi pasif RO= reposisi ortodontik RB= reposisi

bedah

Intrusi dikatakan ringan apabila kurang dari 3mm seperti yang ada pada

tabel di atas. Keadaan tersebut menunjukkan suatu intrusi yang tidak parah atau

ringan. Pemilihan peraatan paling tepat adalah mebiarkannya reerupsi yang terjadi

kurag lebih 1-6 bulan. Namun selama reerupsi pada waktu 4 minggu bila tidak ada

inisial maka harus diekstraksi.

Intrusi yang berat atau parah terjadi apabila lebih dari 6mm. Prognosis

dikatakan buruk karena dapat menyebabkan kerusakan jaringan pulpa,

periodontium, neurovaskular dan sebagainya sehingga diperlukan adanya

perawatan. Setelah perawatanpun tidak semua penderita dapat sembuh dengan

mudah. Beberapa kasus ditemui adanya komplikasi pasca perawatan nekrosis

pulpa, resorbsi akar eksterna, resorbsi inflamasi dan sebagainya.

- Alsarheed et al cited in Glendor menunjukkan bahwa pada anak

dengan gangguan pendengaran dan penglihatan mempunyai risiko

terkena trauma gigi yang lebih besar. Prevalensi trauma gigi pada anak

yang mempunyai gangguan penglihatan sudah cukup tinggi yaitu sebesar

36,4%. Hal ini disebabkan pada anak yang mempunyai gangguan

pendengaran, mereka masih bisa bermain dan bergerak lebih bebas

daripada anak dengan dengan gangguan penglihatan.

- Klasifikasi Fraktur proc alveolaris (Clark,2005)

Klas 1 : Fraktur alveolar pada daerah edentulous

Page 10: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

Klas 2 : Fraktur yang melibatkan regio bergigi dengan perubahan letak

ringan

Klas 3 : Fraktur yang melibatkan regio bergigi dengan perubahan letak

ringan, sedang dan berat

Klas 4 : Fraktur proc. Alveolaris diamana satu atau beberapa garis fraktur

berganbung dengan fraktur tukang facial

- Akibat trauma pada gigi desidui terhadap benih gigi permanen

1. Dilaserasi

Dilaserasi mahkota atau akar terjadi 3 % karena injuri pada gigi sulung.

Dilaserasi akar ditandai dengan bentuk kurva pada akar akibat injuri yang

terjadi pada gigi sulung dan mengenai gigi insisivus satu tetap.

- Trauma yang parah pada gigi sulung adalah penyebab dilaserasi (bentuk

akar atau mahkota bengkok). Dilaserasi dapat terjadi pada mahkota atau

akar pada gigi tetap penggantnya, tergantung pada perkembangan gigi

tetap dan hubungannya dengan akar gigi sulung sewaktu terjadi trauma.

Lengkungaan dapat terbentuk di bagian mana saja sepanjang gigi,kadang

pada bagian tengah akar, leher gigi, persambungan mahkota dan akar, atau

hanya pada ujung akar saja, tergantung seberapa jauh pembentukan gigi

telah berlangsung saat trauma terjadi. Trauma pada masa pembentukan

gigi menebabkan gigi tersebut terdorong dan terdesak masuk ke dalam

tulang. Gigi sulung yang terdorong tadi dapat mengenai benih gigi

permanen yang berada dibawahnya. Trauma ini menyebabkan arah

peletakan mineral pada proses kalsifikasi gigi permanen berubah, sehingga

terbentuk gigi yang melengkung.

Page 11: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

2. Hypoplasia

Trauma pada gigi sulung, misalnya intrusi dapat mengakibatkan gigi

sulung akan terdorong masuk dalam soket alveolar hingga mengenai benih

gigi permanen di bawahnya. Ketika benih gigi permanen tersebut dalam

tahap pembentukan enamel, maka akan terjadi gangguan pada tahap

tersebut sehingga enamel tidak tumbuh sempurna (hypoplasia), terutama

pada permukaan labial.

Page 12: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

3. Hipokalsifikasi

Trauma pada gigi sulung, misalnya intrusi dapat mengakibatkan gigi

sulung akan terdorong masuk dalam soket alveolar hingga mengenai benih

gigi permanen di bawahnya. Ketika benih gigi permanen tersebut dalam

tahap kalsifikasi enamel, maka akan terjadi gangguan pada tahap tersebut

sehingga enamel mengalami hipokalsifikasi yang ditandai dengan

dekolorisasi kuning kecoklatan.

3. - Kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut terdiri

atas:

1) Laserasi yaitu suatu luka terbuka pada jaringan lunak rongga mulut yang

biasanya disebabkan oleh benda tajam.

2) Kontusio yaitu memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul

dan menyebabkan perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya

daerah mukosa.

3) Abrasi yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan atau

goresan suatu benda, sehingga terdapat permukaan yang berdarah dan lecet

1. Trauma Fisik atau Mekanik

Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan trauma pada jaringan lunak di

rongga mulut, salah satunya adalah trauma fisik atau mekanik. Dimana pada

Page 13: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

trauma fisik ataupun mekanik terbagi dalam beberapa sebab-sebab lainnya,

yaitu:

Trauma gigitan

Banyak orang menderita luka di dalam mulutnya. Hal tersebut biasanya

dilakukan secara tidak disengaja seperti tergigit pada saat makan pada

bibir ataupun jaringan lunak yang ada di dalam rongga mulut. Luka gigit

pada bibir atau lidah tersebut akibat susunan gigi yang tidak teratur. Sering

kali, hal ini dapat menjadi sebuah kebiasaan yang tidak disadari atau dapat

terjadi selama tidur. Luka jaringan lunak rongga mulut juga bisa

disebabkan karena tertusuk alat ortodonsi atau tepi plat gigi tiruan yang

dipasang secara tidak tepat sehingga dapat menimbulkan ulser.

Trauma sikat gigi

Sikat gigi ternyata adalah salah satu sebab dari trauma jaringan lunak

rongga mulut. Cara penggunaan dari sikat gigi yang berlebihan dan cara

menyikat gigi yang salah dapat merusak gigi serta melukai jaringan lunak

yang ada di dalam rongga mulut.

Trauma makanan

Banyak jenis makanan yang kita makan dapat menggores ataupun melukai

jaringan lunak dalam rongga mulut dan menyebabkan terjadinya ulser.

Contohnya adalah keripik singkong yang mempunyai tekstur yang keras

dan tajam sehingga saat dimakan dapat melukai jaringan lunak rongga

mulut, selain itu kue kering yang keras, apel dan setelah mengunya

permen keras juga dapat melukai jaringan lunak rongga mulut sehingga

menimbulkan ulser.

2. Trauma Termal (Panas)

Trauma termal atau luka bakar pada rongga mulut sebagian besar

disebabkan oleh makanan atau minuman yang panas. Penggunaan microwave

meningkatkan angka kejadian luka bakar panas karena dapat membuat

makanan yang dingin di bagian luarnya tetapi sangat panas di bagian

dalamnya. Pada awal terjadinya trauma termal akan terasa nyeri yang

Page 14: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

selanjutnya muncul area yang tidak nyeri, hangus, dan kekuningan yang

disertai dengan sedikit atau bahkan tidak berdarah. Selanjutnya, area tersebut

akan mengalami nekrosis, karena banyak sel yang mati akibat panas, dan

mulai mengelupas bahkan bisa mengeluarkan darah. Luka yang melibatkan

makanan yang panas biasanya timbul pada palatum atau mukosa lidah bagian

posterior berupa area eritema dan ulserasi yang dapat menyisakan epithelium

yang nekrosis pada daerah perifer. Selain itu, injuri thermal juga dapat terjadi

secara iatrogenik, yaitu overheat instrument yang mengenai mukosa. Efek

lebih parah terjadi pada mukosa yang dianestesi, karena pasien tidak dapat

merasakan sakit pada mukosa yang  berkontak dengan instrumen tersebut.

Lesi luka bakar

3. Trauma kimiawi

Trauma kimiawi di dalam rongga mulut biasanya akibat bahan-bahan

kedokteran gigi yang digunakan dalam praktek, misalnya aspirin, hidrogen

peroksida, silver nitrat, fenol, larutan anestesi, dan bahan perawatan saluran

akar. Trauma kimiawi dapat disebabkan karena pemakaian obat-obatan yang

bersifat kaustik, seperti obat kumur yang tinggi kandungan alcohol, hydrogen

peroksida, atau fenol, dan penggunaan obat aspirin baik tablet maupun topikal

pada mukosa sebagai obat sakit gigi.

Lesi biasanya terletak pada forniks atau lipatan mukobukal dan gingiva. Area

yang terluka berbentuk ireguler, berwarna putih, dilapisi pseudomembran, dan

sangat sakit. Area yang terlibat sangat mungkin meluas. Jika kontak dengan agen

kimia terjadi cukup singkat, maka lesi yang terbentuk berupa kerut-kerut berwarna

putih tanpa nekrosis jaringan. Kontak dalam waktu lama (biasanya dengan aspirin,

sodium hipoklorid, dan fenol) dapat menyebabkan kerusakan yang lebih berat dan

pengelupasan jaringan yang nekrosis. Mukosa non-keratinisasi yang tidak cekat

lebih sering mengalami luka bakar dibandingkan mukosa cekat (Greenberg dan

Glick, 2003).

Page 15: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

Trauma Radiasi

Ulser intraoral juga biasanya muncul selama proses terapi radiasi untuk

kanker di area kepala dan leher. Ulser akibat radiasi akan bertahan selama

proses terapi radiasi. Apabila daerah ulserasi dijaga kebersihannya,

spontan healing akan muncul tanpa scar. Sama seperti terapi radiasi, ulser

juga akan muncul selama proses kemoterapi, dengan etiologi utama efek

samping dari terapi yang mereduksi regenerasi sel basal, sehingga

mengakibatkan atrofi mukosa dan ulserasi. Pada kemoterapi, mukosa yang

terkena adalah mukosa nonkeratinisasi, seperti mukosa bukal, ventrolateral

lidah, palatum mole, dan dasar mulut. Lesi awal berwarna keputihan

dengan sedikit deskuamasi pada keratin, yang kemudian menimbulkan

atrofi pada mukosa dengan gambaran edematous dan eritematous.

Selanjutnya ulkus akan ditutupi oleh membran fibrinopurulen. Ulkus

terasa nyeri dengan sensasi rasa terbakar, serta tidak nyaman. Manifestasi

oral akibat terapi radiasi adalah oral mucositis yang timbul pada minggu

kedua setelah terapi, dan akan sembuh perlahan 2-3 minggu setelah terapi

dihentikan.

- Trauma jaringan lunak adalah hilang atau rusaknya jaringan lunak

yang meliputi kulit, otot, saraf, atau pembuluh darah akibat trauma. Trauma

jaringan lunak dapat disebabkan oleh benda tumpul atau tajam, perubahan suhu,

zat kimia, ledakan, sengatan listrik, gigitan hewan.

Cedera jaringan lunak biasanya dibagi beberapa kelompok dan

karakteristiknya pun beragam. Cedera ini bisa dilihat di luar (kulit) dan di dalam

mulut (gingival dan mukosa oral). Trauma jaringan lunak atau luka secara garis

besar dibagi menjadi dua yaitu luka terbuka dan luka tertutup. Luka terbuka

terbagi atas luka lecet / abrasion, luka robek / laceration, dan luka avulsi /

avulsion. Sedangkan luka tertutup tebagi atas luka memar dan hematoma.

Page 16: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

- RESPON TUBUH PADA TRAUMA JARINGAN LUNAK RONGGA

MULUT

Inflamasi merupakan suatu reaksi setempat dari jaringan hidup ata sel

terhadap suatu rangsang atau injury (cidera atau jejas). Proses ini diawali dengan

kerusakan jaringan yang menyebabkan patogen melewati pertahanan tubuh untuk

menginfeksi sel-sel tubuh. Jaringan yang terinfeksi tersebut akan melepaskan

histamin dan prostaglandin. Sel yang melepaskan histamin adalah mastosit yang

berkembang dari basofil. Histamin yang dilepaskan menyebabkan pelebaran

pembuluh darah dan peningkatan kecepatan aliran darah sehingga permeabilitas

pembuluh darah meningkat menyebabkan neutrofil, monosit dan eusinifil

berpindah dari pembuluh darah ke jaringan yang terinfeksi. Akibatnya, daerah

yang terinfeksi akan berwarna kemerahan, panas, bengkak, dan terasa nyeri.

Secara mikroskopis, pembulluh darah mengalami konstriksi sementara

yang mungkin disebabkan oleh reflek neurogenik setempat yang bisa berkembang

tetapi hanya bertahan beberapa menit dan dengan cepat diikuti oleh dilatasi

arteriol. Dilatasi arteriol yang berkepanjangan menyebabkan kenaikan aliran darah

setempat (hiperemia) dan dilatasi kapiler. Kenaikan permeabilitas kapiler

disebabkan oleh dua faktor utama yaitu :

a. Dilatasi arteriol menaikkan tekanan hidrostatik kapiler, menyebabkan

aliran air lebih besar larut ke dalam cairan intestisial.

b. Permeabilitas endotelial venular dan kapiler ditingkatkan, sehingga

memungkinkan molekul lebih besar khususnya albumin memasuki jaringan

intestisial.

Kemudian terjadi perlambatan aliran darah kapiler dan hemokonsentrasi

intravaskuler diikuti hilangnya aliran darah normal. Secara normal, sel-sel darah

mengalir ditengah kapiler dengan plasma yang relatif bebas sel menyentuh

endotel. Sedangkan sel yang abnnormal akan mengalami penepian leukosit yaitu

ke tepi endotel. Pengumpulan sel-sel merah ke tengah akan membentuk rouleaux.

Page 17: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

Terjadi perlekatan leukosit pada sel endotel kapiler,diikuti dengan perpindahan

aktif oleh gesekan amuboid ke dalam jaringan perivaskuler melalui celah-celah

diantara sel endotel. Setelah berada di luar, leukosit berpindah dengan cara

kemotaksis, dimana sel tersebut ditarik menuju substansi kimia yang

konsentrasinya lebih tinggi. Pergerakan aktif ini menyebabkan akumulasi

sejumlah leukosit. Akumulasi ini mudah dilihat dan dikenal secara mikroskopik

untuk diagnosa histopatologi radang akut.Fagositosis merupakan fungsi utama

leukosit yaitu penelanan, pencernaan dan pembuangan benda-benda asing

khususnya bakteri dan sel-sel yang rusak. Setelah terjadinya perubahan

permeabilitas pembuluh darah dan akumulasi leukosit, dilanjutkan dengan proses

fagositosis. Proses ini memicu sekresi fagosit dengan memicu endogen pirogen

yang melepas prostagladin dan merangsang hipotalamus untuk menaikkan suhu.

Hal tersebut mengakibatkan adanya demam pada inflamasi. Pembengkakan lokal

terjadi karena tekanan osmotik koloid sehingga terjadi peningkatan tekanan darah

kapiler.

- Kerusakan pada jaringan periodontal:

* concussi : yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang

menyebabkan gigi lebih sensitive terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya

dislokasi gigi

* luksasi : yaitu perbahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi kea rah

labial, palatal, maupun lateral yang menyebabkan kerusakan atau fraktur pada

soket gigi

* luksasi intrusi : yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar sehingga dapat

menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar. Intrusi menyebabkan

mahkota terlihat lebih pendek

* luksasi ekstrusi : yaitu pelepasan sebagian gigi keluar dari soketnya. Ekstrusi

menyebabkan mahkota gigi terlhat lebih elongasi

Page 18: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

* subluksasi : kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi gigi akibat trauma

pada jaringan pendukng gigi

4. PEMERIKSAAN KLINIS DAN PEMAKAIAN DIAGNOSIS

Dalam perawatan fraktur akibat trauma diperlukan pemeriksaan klinis

termasuk intra oral dan ektra oral. Pada pemeriksaan klinis anamnese baik pada

anak dan pada orang tuanya dapat membantu dalam menegakan diagnosis.

Beberapa anamnese yang diperlukan adalah:

1. Medical history: riwayat kesehatan medis yang mempengaruhi untuk perawatan

yang akan dilakukan, seperti beberapa penyakit gangguan pendarahan, kelainan

sistemik atau sensivitas terhadap obat, seperti:

1. Hemofilia, pada anak mi dengan gejala klinis perdarahan sukar

berhenti.

2. Diabetes, kasus diabetes pada anak jarang terjadi

3. Penyakit jantung pada anak sering terlihat anak lemah. pucat

kadang-kadang wajah membiru

4. Alergi obat, khusus terhadap obat antibiotika, analgetika

5. Status profilaksis tetanus

2. Dental history: pada anamnese ini anak perlu ditanyakan penyebab adanya

injuri pada gusi, reaksi gigi dan kerusakan jaringan sekitar gigi akibat trauma

yang timbul serta waktu, bagaimana, kapan dan dimana kejadian terjadi

Page 19: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

3. Perdarahan : yang terjadi diperiksa asal pendarahan baik dan bibir ataupun

jaringan Junak di sekitarnya. Pembersihan darab yang telah menjendal dengan

bahan antiseptik sangat diperlukan guna membantu penyembuhan luka jaringan

4. Waktu terjadinya ‘trauma: sangat diperiukan untuk membantu menentukan

perawatán. Dan untuk batas maksimal perawatan avulsi yang ideal adalah ½ jam

setelah trauma

5. Bagaimana terjadinya trauma merupakan informasi yang akan dapat

memberikan suatu gambaran injuri yang terjadi, sehingga operator mempunyai

gambaran berat, ringan serta lokasi injuri yang terjadi

6. Kapan terjadinya trauma merupakahinformasi yang diperlukan untuk

menentukan rencana perawatan maupun gambaran prognosa hasil perawatan pada

pasien

7. Dimana kejadiannya trauma merupakan informasi yang diperlukan untuk pada

anak guna mengambil tindakan menjaga kesehatan anak. Tempat kejadian seperti

jatuh dijalan, dikolam renang dan sebagainya merupakan informasi perlu tidaknya

pemberian tetanus

Pemeriksaan intra oral mencakup:

I. Luka jaringan lunak

a. Pemeriksaan muka, bibir, gingiva. Dengan melihat perubahan

padajaringan lunak seperti wama, textur, ulcerasi, udcm dsb

b. Adanya fragmen atau debris yang masuk ke dalam jaringan diperlukan

pemeriksaan yang teliti, seperti perdarahan yang tidak behenti-henti pada

jaringan lunak yang kena injuri. Fragmen atau debris perlu diambil guna

penyembuhan jaringan yang luka

c. Pembersihan jaringan sekitar luka dipakai : saline, yod d. Penentuan

rencana perawatan luka jaringan lunak akibat trauma. Seperti perlu

tidaknya jahitan, untuk mengatasi perdarahan yang terjadi

Page 20: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

II. Luka pada jaringan keras gigi dan prosesus alveolaris:

a. Fraktur mahkota atau dan fraktur akar. Pemeriksaan perlu bantuan

rontgen foto untuk melihat kerusakan struktur gigi

b. Posisi gigi termasuk konkusi, Iuksasi, perpindahan tempat, avulse

c. Dicatat besarnya mobilitas baik secara vertical atau horizontal. Khusus

pada gigi permanen muda dan gigi desidul

d. Dicatat pulpa terbuka atau tidak

e. Periksa ggi didekatnya dan gigi antagonisnya, untuk melihat

ada/tidaknya abnormalitas oklusi.

f. Reaksi gigi terhadap perkusi. Alat yang digunakan dapat memakai

tangkai kaca mulut secara perlahan-lahan kearah pertikal atau horizontal.

Rasa sakit pada perkusi menunjukkan kerusakan pada ligament-

periodontal

g. Warna gigi. Adanya sedikit perubahan warna mahkota setelah mendapat

injuri khusus diperhatikan dibagian permukaan palatinal sepertiga mahkota daerah

gingiva

III. Pemeriksaan rontg foto

Anak di bawah 2 tahun sering kesulitan untuk dilakukan pemeriksaan

radiografi, disebabkan adanya rasa takut atau tidak ada kerjasama yang baik

antara pasien dan operator. Dalam pembuatan rontgenografi anak tersebut perlu

kehadiran orang tuanya. Adapun tujuan pembuatan rontgenografi adalah:

a. Mengetahui besar dan posisi fraktur yang terjadi

b. Untuk melihat perkembangan akar, seperti penutupan ujung akar

c. Fraktur akar baik secara vertikal, horizontal atau letak fraktur

Page 21: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

d. Fraktur prosesus alveolaris. Kondisi tersebut sangat membantu dalam

penyembuhan luka yang terjadi

e. Periksa jaringan periapikal

f. Periksa apakah perlu dilakukan perawatan endodontik dan jenis

restorasinya

IV. Tes vitalitas: Pengetesan vitalitas gigi dapat dilakukan dengan tes pulpa

listrik atau tes termal. Bagi gigi yang mengalami trauma yang baru, reaksi

terhadap tes vitalitas pulpa mungkin dapat negatif selama 6-8 jam, diikuti

diskolorisasi mahkota yang bersifat sementara. Akibat tes pulpa tersebut bundel

syaraf sobek dan terjadi parastesi dan perdarahan. Kemudian setelah lama terjadi

proses iritasi sebagian diskolorisasi akan hilang dan warna gigi akan normal

kembali. Darah masuk kedalam tubulis dentalis menyebabkan perubahan wama

pada mahkota.

5. - Perawatan fraktur gigi sulung :

Sesuai pada scenario, gigi 61 pasien mengalami intrusi.

Intrusi adalah suatu keadaan yang ditandai dengan masuknya gigi

(sebagian atau seluruhnya) yang mengalami trauma ke dalam soket gigi.

Merupakan injuri yang sering terjadi pada gigi sulung atas, karena gigi

insisivus yang baru erupsi sering menerima tekanan yang kuat pada anak

yang belajar jalan. Biasanya terjadi perubahan tempat bagianpalatal dan

atas dari mahkota, berarti apeks gigi tertekan kearah benih gigi tetap.

Perawatan Intrusi : (Re-erupsi, Reposisi, Pencabutan)

1. Jika mahkota terlihat dan kerusakan tulang alveolar kecil, biarkan gigi

re-erupsi. Re-erupsi adalah membiarkan gigi tersebut mengadakan erupsi

kembali. Diperlukan waktu 1 – 6 bulan dan harus dikontrol setiap minggu

selama 3 – 4 minggu. Cara ini didukung oleh teori yang menyatakan

Page 22: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

bahwa gigi sulung dapat menuntun gigi tetap, sehingga mempertahankan

gigi sulung adalah lebih baik daripada mencabutnya. Gigi yang re-erupsi

kemungkinan dapat menjadi non-vital, tetapi keadaan ini dapat

ditanggulangi dengan perawatan endodonti.

2. Reposisi adalah mengembalikan gigi tersebut ke posisi semula. Caranya

dengan menarik gigi tersebut sehingga kembali ke posisi semula (gigi

tetangga dapat digunakan sebagai patokan). Gigi ditarik dengan

menggunakan jari tangan dan bantuan anastesi. Sebagai fiksasi dianjurkan

menggunakan akrilik atau zink oxid cement/GIC yang diletakkan

sepanjang permukaan gigi selama 6 – 8 minggu. Ligature wire tidak

dianjurkan untuk digunakan sebagai fiksasi, karena dapat menyebabkan

ankilosis.

3. Pencabutan

Keputusan apakah gigi dicabut atau dibiarkan erupsi sangat sering

dijumpai di klinik dan ini berdasarkan terjadinya cedera serta keadaan

anak. Untuk cedera yang lebih parah, melibatkan tulang alveolar dan

gingiva, sering diperlukan pencabutan.

Pencabutan dilakukan sebagai tindakan terakhir bila :

a. Re-erupsi gagal karena ankilose, sehingga dapat menghalangi

pertumbuhan gigi tetap,

b. Gigi yang intrusi mendorong benih gigi tetap di atas / bawahnya

(diketahui melalui ronsen foto), sehingga merusak benih gigi tetap,

c. Bila apeks gigi sulung telah menembus tulang labial.

- Perawatan fraktur permanen muda :

Sesuai pada scenario, gigi 31 pasien mengalami fraktur kelas 3 dengan

akar masih terbuka. Maka, perawatan yang dilakukan adalah :

Perawatan pulpotomi (yang baik jika perawatan pulpa dilakukan 1-2 hari

setelah mendapatkan trauma) prognosa. Hasil yang diharapkan pulpa tetap

hidup. Perawatan pulpotomi dilakukan apabila apeks akar belum

Page 23: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

berkembang karena mempertahankan vitalitas pula dalam akar yang akan

mendorong apeksogenesis. Apeksogenesis adalah perawatan pada pulpa

yang telah terinflamasi dan masih vital pada gigi yang perkembangannya

belum tumbuh sempurna.

Perawatan pulpektomi (bila vitalitas gigi tidak dapat dipertahankan). Bagi

ujung akar masih ternuka dilakukan dengan perawatan apeksifikasi lebih

dahulu. Apeksifikasi adalah siatu perawtan endodontic untuk merangsang

perkembangan lebih lanjut, meneruskan proses pembentukan apeks gigi

yang belum tumbuh sempurna tetapi sudah mengalami kematian pulpa.

Jika ada mobilitas dilakukan splinting. Splinting adalah mestabilkan satu

gigi atau lebih dengan menyelipkan ke gigi sebelahnya yang masih teguh

melalui kawat.

- Perawatan Trauma pada jaringan lunak dilakukan dengan :

1. Bila lukanya kecil dapat dilakukan pembasuhan luka dan pemberian

antiseptic untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga

luka tersebut tidak akan menimbulkan infeksi

2. Bila lukanya menimbulkan perdarahan dan besar dapat dilakukan

penjahitan

- Perawatan jaringan keras pada gigi desidui yang terkena trauma :

1. Pada fraktur email gigi desidui cara perawatannya dengan menghaluskan

permukaan yang tajam dan diinstruksikan kepada orang tua untuk

mengontrolkan anaknya setiap 6 bulan

2. Perawatan fraktur gigi sampai dentin ialah dengan merestorasi gigi sistem

etsa dan resin komposit

Page 24: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

3. Perawatan fraktur mahkota gigi dengan pulpa terbuka dapat dilakukan

dengan cara perawatan saluran akar vital dan restorasi menggunakan

komposit. Atau menggunakan teknik pulpotomi dengan tujuan untuk

mempertahankan kevitalan pulpa apalagi pada skenario ada gigi masih

dalam proses maturasi. Teknik pulpotomi cocok karena tidak akan

mengganggu pertumbuhan akar.

4. Perawatan fraktur akar pada gigi desidui yang terjadi, dan kalau ada

tindakannya adalah pencabutan.

- Perawatan jaringan keras pada gigi permanen yang terkena

trauma didaerah jaringan periodontal :

1. Perawatan untuk gigi yang terkena trauma konkusi tidak begitu

diperlukan karena trauma konkusi tidak menimbulkan perubahan

letak. Sehingga pasien cukup disarankan untuk meng”istirahatkan”

giginya atau menghindarkan mengigit dengan gigi itu sampai

sensitivitasnya hilang

2. Perawatan untuk gigi yang terkena trauma subluksasi adalah tidak

begitu juga diperlukan perawatan karena trauma ini tidak

menimbulkan perubahan letak. Namun bila trauma Sublukasi sampai

mengakibatkan kegoyangan gigi sebaiknya dilakukan splinting.

3. Perawatan untuk trauma ekstruksi luksasi adalah dengan penggunaan

splinting selama + 2-3 minggu juga dilakukan tes pada pulpanya bila

terjadi pulpitis irreversible atau nekrosis pulpa segera dilakukan

perawatan saluran akar

4. Perawatan untuk trauma lateral luksasi yang ditambah dengan fraktur

tulang adalah dengan penggunaan splinting selama + 8 minggu juga

dilakukan tes pada pulpanya bila terjadi pulpitis irreversible atau

nekrosis pulpa segera dilakukan perawatan saluran akar

Page 25: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

5. Perawatan untuk trauma instrusi adalah :

trauma instrusi ringan bisa dilakukan perawatan ortodonsia,

namun

Apabila terjadi Instrusi yang ekstrem (sampai gigi benar-benar

masuk kedalam tulang alveolar) tindakan yang dilakukan

adalah pembedahan

6. Perawatan untuk trauma avulsi adalah:

Cara-cara replantasi gigi avulsi yang dilakukan di tempat

terjadinya trauma:

(1). Tekan gigi yang mengalami avulsi dalam posisi yang benar

pada soketnya

sesegera mungkin.

(2). Cara lain adalah menempatkan gigi diantara bibir bawah

dan gigi atau bila

tidak memungkinkan letakkan gigi pada segelas air susu.

(3). Periksakan ke dokter gigi sesegera mungkin.

Cara-cara replantasi gigi di ruang praktek:

Biasanya dilakukan splinting dan perawatan saluran akar.

Prinsip Umum Perawatan

1. Luka memar tidak harus dirawat, namun mungkin menandakan adanya patah

tulang tertutup.

2. Luka abrasi dan laserasi harus dibersihkan sebaik-baiknya dan seluruh benda

asing dibuang.

3. Luka avulsi yang besar harus dirawat oleh spesialis.

Laserasi Gingiva

1. Basuh luka dan sekitarnya dengan detergent untuk luka.

Page 26: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

2. Reposisi dari gingiva.

3. Menjahit dengan jumlah jahitan yang sedikit. (4.0 atau 5.0 Vircryl®, Dexon®,

atau PDS®)

4. Menginstruksikan untuk menjaga kebersihan mulut yang baik, termasuk

kumur-kumur dengan chlorhexidine 0.1%

5. Melepaskan jahitan setelah 4-5 hari

Laserasi Bibir

Menentukan apakah luka tersebut adalah luka penetrasi atau laserasi dengan batas

merah (split-lip wound)

Luka penetrasi pada bibir

1. Memberi antibiotik jika diperlukan

2. Mengambil radiografi pada bibir dengan mengurangi waktu eksposure.

3. Menggunakan anastesi lokal.

4. Membasuh luka dan sekitarnya dengan sabun pencuci luka.

5. Membuang benda asing dan otot serta kelenjar ludah yang memar.

6. Menjahit mukosa labial (4.0 atau 5.0 Vircryl®, Dexon®, atau PDS®)

7. Membasuh luka lagi dengan saline.

8. Menjahit luka kutaneus dengan jahitan yang baik (6.0 nylon atau Prolene®).

Fokuskan pada batas merah bibir

9. Melepas jahitan setelah 4 sampai 5 hari.

6. Urutan erupsi gigi desidui dan gigi permanen

Page 27: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

7. - Gigi goyang

Page 28: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1

Terbukanya kontak yang tipis menyebabkan impaksi makanan. Hal ini dapat dicek

melalui obeservasi klinis dan dengan dental floss. Kegoyahan gigi Kegoyahan

gigi terjadi dalam dua tahapan:

i. Inisial atau tahap intrasoket, yakni pergerakan gigi yang masih dalambatas

ligamen periodontal. Hal ini berbungan dengan distorsi viskoelastisitas

ligamen periodontal dan redistribusi cairan peridontal, isi interbundle,

dan fiber. Pergerakan inisial ini terjadi dengan tekanan sekitar 100 pon

dan pergerakan yang terjadi sebesar 0.05 sampai 0.1 mm (50 hingga

100 mikro)

ii. ii. Tahapan kedua, terjadi secara bertahap dan memerlukan deformasi

elastik tulang alveolar sebagai respon terhadap meningkatnya tekanan

horizontal. Ketika mahkota diberi tekanan sebesar 500 pon maka

pemindahan yang terjadi sebesar 100-200 mikro untuk incisivus, 50-90

mikro untuk caninus,8-10 mikro untuk premolar dan 40-80 mikro

untuk molar.

Kegoyahan gigi dapat diperiksa secara klinis dengan cara: gigi dipegang dengan

kuat diantara dua instrumen atau dengan satu instrumen dan satu jari, dan

diberikan sebuah usaha untuk menggerakkannya ke segala arah (Carranza, 1990).

Pada gambar dibawah ini, peningkatan kegoyangan gigi ditentukan dengan

memberikan gaya 500 g pada permukaan labiolingual dengan menggunakan dua

instrumen dental (Rateitschak dkk, 1985).

Menurut Fedi dkk (2004), kegoyahan gigi dibedakan menjadi :

i. Derajat 1 – kegoyangan gigi yang sedikit lebih besar dari normal

ii. Derajat 2 – kegoyangan gigi sekitar 1 mm

iii. Derajat 3 – kegoyangan gigi lebih dari 1 mm pada segala arah atau gigi

dapat ditekan ke arah apikal.

Page 29: TRAUMATIC INJURY BLOK DMF 1